BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Keseimbangan Pekerjaan-Kehidupan
2.1.1.1 Pengertian Keseimbangan Pekerjaan-Kehidupan Menurut Sturges dan Guest (2004) Keseimbangan pekerjaan dan kehidupan (Work-Life Balance) didefinisikan di sini sebagai kemampuan individu untuk memenuhi pekerjaan mereka , memenuhi komitmen keluarga, serta tanggung jawab kerja dan kegiatan lainnya (seperti kegiatan sosial). Allen, Herst, Bruck & Sutton (2000) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008) berpendapat bahwa pekerjaan dan kehidupan (Work-Life Balance) berhubungan dengan berkurangnya stres, dan kepuasan hidup yang lebih besar, dengan beberapa indikasi bahwa hubungan ini memperkuat dari waktu ke waktu (Allen, Herst, Bruck & Sutton 2000). Grawitch, Gottschalk & Munz (2006) berpendapat bahwa keseimbangan pekerjaan dan kehidupan (Work-Life Balance) memberikan kontribusi untuk keterikatan karyawan (keterlibatan karyawan dan komitmen organisasi), yang pada gilirannya memberikan kontribusi untuk produktivitas yang lebih tinggi dan turn over yang lebih rendah. De Cieri et al (2005: 92) berpendapat bahwa setiap organisasi bertujuan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif harus mengembangkan kemampuan untuk menarik, memotivasi dan mempertahankan tenaga kerja, harus terampil,
10
11
fleksibel, dan adaptif, dengan
pendekatan HR dan strategi keseimbangan
pekerjaan dan kehidupan (Work-Life Balance) yang diperuntukkan bagi beragam kebutuhan karyawan. Konsisten dengan strategi untuk menarik dan mempertahankan tenaga kerja yang beragam, keseimbangan pekerjaan dan kehidupan (Work-Life Balance) sering dianggap lebih penting bagi perempuan dan karyawan yang lebih tua ( De Cieri et al 2005; Pocock 2005; Schmidt 2006). Keseimbangan pekerjaan dan kehidupan (Work-Life Balance) terletak dalam kaitannya dengan aspek lain dari lingkungan kerja untuk membantu manajer mengintegrasikan pekerjaan dan kehidupan strategi keseimbangan dalam konteks organisasi yang lebih luas. Dengan demikian, tujuan ketiga kami adalah untuk menguji variabel individu dan pekerjaan yang sedang atau memediasi hubungan antara keseimbangan kerja dan kehidupan (Work-Life Balance) dan hasil kerja (Allen et al, 2000) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008). Keseimbangan pekerjaan dan kehidupan (Work-Life Balance) telah lama menjadi fokus perbincangan dalam dunia akademik dan pengurusan organisasi (Guest, 2002:255). Sverko, Arambasic dan Galesic (2002:282) mendefinisikan (Work-Life Balance) sebagai: …an elusive term used to describe a state of harmonious or satisfying
arrangement
between
an
individual’s
work
obligations and his or her personal life. We define it as appropriate arrangement of role-time commitments that allows
12
for good functioning at work and at home, with minimum role conflict and maximum satisfaction. Greenhaus, Collins dan Shaw (2003) mendefinisikan keseimbangan pekerjaan dan kehidupan (work life balance) sebagai tahap di mana seseorang terikat dengan seimbang di antara tangungjawab pekerjaan dan tanggungjawabnya dalam keluarga. 2.1.1.2 Menghubungkan Keseimbangan Kehidupan-Pekerjaan Terhadap Organisasi Menemukan hubungan langsung antara keseimbangan pekerjaan dan kehidupan (Work-Life Balance)
dan hasil organisasi merupakan hasil dari
pengembangan teori atau pengujian oleh (Eby et al 2005). Pengecualian hanya sedikit yang mengandalkan konsep-konsep seperti kontrak psikologis dan teori pertukaran sosial. Namun, mungkin ada hubungan langsung antara keseimbangan pekerjaan dan kehidupan (Work-Life Balance)
dan kepuasan karyawan,
komitmen dan niat untuk tinggal dengan perusahaan. Keseimbangan pekerjaan dan kehidupan (Work-Life Balance) lebih bermanfaat untuk organisasi secara tidak langsung . Misalnya, keseimbangan pekerjaan dan kehidupan secara positif terkait dengan keadilan yang dirasakan dan dukungan dari orgnisasi (Nielson, Carlson & Lankau 2001; Hill, McGovern, Mills & Smeaton 2003) Namun Frone, Yardley dan Markel (1997) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008) menemukan bahwa dukungan dari supervisor dan rekan kerja tampaknya mengurangi konflik keluarga terutama dengan mengurangi tekanan kerja dan kelebihan beban kerja
13
Yang termasuk manajemen beban kerja untuk mengurangi stres: •
memberikan pengaturan jam kerja yang fleksibel
•
supervisor dan rekan kerja mendukung
•
prioritas utama adalah keselamatan ditempat kerja Organisasi dapat mendorong persepsi bahwa jam kerja yang panjang
diperlukan untuk kemajuan organisasi (Sturges & Guest 2004), dan karyawan banyak yang percaya bahwa mereka cenderung untuk maju dalam karir mereka jika mereka menggunakan pengaturan jam kerja yang fleksibel (Bond , Thompson, Galinsky & Prottas 2003). Selain itu, sementara fleksibilitas jam kerja sangat dianjurkan karena bermanfaat untuk mencapai keseimbangan pekerjaan dan kehidupan (Work-Life Balance) (Bond et al 2004; Hill, Hawkins, Ferris & Weitzman 2001) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008). Greenhaus, Parasuraman & Collins (2001) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008) berpendapat bahwa organisasi dapat menciptakan sebuah komitmen tinggi, budaya, dan kinerja yang baik, di mana karir profesional yang terlibat bersedia menerima tuntutan pekerjaan, menyeimbangkan keluarga karyawan untuk penghargaan dan karir mereka Honeycutt dan Rosen (1997) dalam jurnal Louise P Parkes dan Peter H Langford (2008) menemukan organisasi yang dianggap sebagai tempat yang menarik untuk bekerja jika mereka menawarkan jenjang karir yang fleksibel, work-life balace dan kebijakan-kebijakan lainnya.
14
2.1.1.3 Hubungan antara Keseimbangan Pekerjaan-Kehidupan dan Kepuasan Kerja Sturges dan Guest (2002:256) menekankan bahwa adalah penting untuk mengkaji elemen keseimbangan pekerjaan dan kehidupan yang mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan bekerja, sikap dan output yang dihasilkan oleh para pekerja di tempat kerja. Banyak kajian yang telah dilaksanakan dalam mengkaji perkaitan antara keseimbangan pekerjaan dan kehidupan dan sikap pekerja terutamanya kepuasan kerja (lihat Doherty dan Manfredi, 2006; Forsyth dan Polzer-Debruyne, 2007; Kinnie, Hutchinson, Purcell, Rayton dan Swart, 2005; Scholarios dan Marks, 2004; Virick et al., 2007; Youngcourt, 2005). Kajian-kajian ini telah menghasilkan berbagai pendapat dan tanggapan berkenaan keseimbangan pekerjaan dan kehidupan. Antaranya adalah kemampuan organisasi untuk memperbaiki dan mengekalkan tahap kepuasan para pekerja terhadap polisi dan pelaksanaan keseimbangan pekerjaan dan kehidupan akan menghasilkan tahap produktiviti yang lebih baik dan kesetiaan kepada organisasi, serta kepuasan kerja (Moore, 2007). Howard, Donofrio dan Boles (2004) dalam kajian di kalangan pegawai atasan polis merumuskan bahawa konflik antara kerja-keluarga merupakan isu yang signifikan hubungannya dengan kepuasan kerja secara umumnya dan secara spesifiknya dengan elemen penyeliaan, promosi dan rekan sekerja. Kajian ini juga mendapati bahwa peningkatan tahap konflik antara pekerjaan dan kehidupan adalah berkait secara negatif dengan beberapa pembolehubah kepuasan kerja dan tanggungjawab seseorang di tempat kerja dan di rumah tidak boleh dianggap
15
sebagai ‘mutually exclusive’ dan ianya terakit antara satu sama lain (Howard et al., 2004:387). 2.1.1.4 Kepuasan Dengan Keseimbangan Kehidupan-Pekerjaan Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa sebagian besar organisasi yang menyediakan lingkungan yang mendukung memuaskan keseimbangan pekerjaan dan kehidupan (Work-Life Balance). Dari 28 praktek manajemen dinilai, keseimbangan kehidupan kerja faktor tertinggi . Artinya, 73% karyawan baik setuju atau sangat setuju bahwa mereka mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka dan memiliki keseimbangan yang baik antara pekerjaan dan aspek lain dari kehidupan mereka. Sebaliknya, kurang dari setengah karyawan merasa puas dengan kemampuan organisasi untuk memberikan kesempatan karir, untuk berkonsultasi dengan dan melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi mereka, atau untuk berbagi informasi dan pengetahuan dalam organisasi. Hasil ini cukup konsisten dengan data empiris yang menunjukkan bahwa di Australia, hampir dua pertiga karyawan puas dengan jumlah jam mereka saat bekerja (Thornthwaite 2004). Sesuai dengan temuan sebelumnya, semakin besar jumlah jam kerja setiap minggu, semakin rendah tingkat keseimbangan kerja dan kehidupan (Dex &Bond 2005; Sturges & Guest 2004; White, et al 2003). Seiring dengan peneliti sebelumnya, kami perlakukan jam kerja sebagai variabel individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti status full timer vs paruh waktu. Namun, jumlah jam kerja karyawan juga sangat dipengaruhi oleh organisasi mereka bekerja. Ini menyediakan dukungan untuk gagasan bahwa sebuah organisasi dapat dicirikan oleh budaya perusahaan.
16
Secara keseluruhan, keseimbangan pekerjaan dan kehidupan menunjukkan bahwa keseimbangan pekerjaan dan kehidupan tidak dapat diperlakukan sebagai isu hanya untuk bagian demografis tertentu dari tenaga kerja dan fokus pada kebutuhan individu, akan memiliki terbatasnya kesuksesan. Sebaliknya, kebijakan untuk meningkatkan keseimbangan pekerjaan dan kehidupan
(Work-Life
Balance) perlu ditargetkan pada tingkat organisasi yang luas. Menurut Louise P Parkes and Peter H Langford (2008) dimensi dan indikator didalam Keseimbangan pekerjaan-kehidupan: Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Work-Life Balance Dimensi
Indikator
1. Keseimbangan antara bekerja
• Keseimbangan antara bekerja
dan kehidupan pribadi
dan kehidupan pribadi
2. Bisa bertemu dan bertanggung
•
Bisa bertemu dan bertanggung
jawab terhadap keluarga dan
jawab terhadap keluarga sambil
bertanggung
tetap
jawab
terhadap
pekerjaan
3. Memiliki
melakukan
tanggung
jawab di perusahaan
kehidupan
diluar pekerjaan
sosial
•
Memiliki
kehidupan
diluar pekerjaan
sosial
17
4. I am able to stay involved in
• Masih
non-work interests and activities
5. Jumlah Jam Kerja
ada
waktu
untuk
melakukan hobi
• Jumlah jam kerja per minggu • Jumlah jam lembur per minggu
Sumber: Louise P Parkes and Peter H Langford (2008) 2.1.2 Keterikatan Karyawan 2.1.2.1 Pengertian Keterikatan Karyawan Komitmen terhadap kesuksesan pekerjaan sering disebut sebagai keterikatan karyawan (employee engagement). Hal ini didefinisikan oleh salah satu organisasi riset terkemuka sebagai hubungan emosional yang tinggi yang seorang karyawan rasakan terhadap organisasinya yang mempengaruhinya untuk mengerahkan usaha yang bebas dan lebih besar untuk pekerjaannya (Risher, 2010, p74) Pengertian keterikatan karyawan (employee engagement) menurut Robbins dan Judge (2007, p76) adalah sebuah keterlibatan individual karyawan, kepuasan, dan antusiasme untuk melakukan pekerjaannya. Sedangkan menurut Fraunheim (2009, p20), Keterikatan karyawan (employee engagement) mengacu pada seberapa berkomitmen para pekerja
18
kepada organisasi mereka dan seberapa besar usaha lebih yang mereka rela untuk berikan dalam pekerjaanya. Keterikatan Karyawan (employee engagement) menurut Thomas (2007) merupakan suatu keadaan psikologis yang stabil dan adalah hasil interaksi antara seorang individu dengan lingkungan tempat individu bekerja. Robinson et al (2004) mendefinisikan keterikatan karyawan sebagai sikap positif yang dimiliki sikap karyawan terhadap perusahaan tempat dia bekerja dan nilai-nilai yang ada didalam perusahaan tersebut. Keterikatan Karyawan secara keseluruhan merupakan suatu komitmen karyawan kepada perusahaanya yang didasari oleh sifat emosional seperti antuasiasme, mengarahkan usaha yang bebas dan rela memberikan usaha lebih besar untuk pekerjaannya. 2.1.2.2 Langkah-langkah Pembuatan dan Pelaksanaan Promosi Keterikatan Karyawan Langkah-langkah dalam membuat dan melaksanakan promosi engagement adalah (nn, Science Letter, 2009, p4152): 1. Diagnosa dan Survei Engagement •
Aktivitas diagnosa sebelum survey
•
Melakukan pemeriksaan latar belakang dan memperoleh “bahasa komunikasi”
•
Melibatkan kepemimpinan untuk mendefinisikan engagement strategis dan budaya pendukung
19
•
Merancang proses penyampaian pesan engagement
2. Rencana Kerja dan Intervention •
Interpretasi hasil survey
•
Benchmarking
•
Umpan balik hasil survey
•
Umpan balik pada level eksekutif
2.1.2.3 Penggerak dari Keterikatan Karyawan Banyak peneliti telah berusaha untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mengarah pada keterikatan karyawan dan mengembangkan model-model untuk menggambarkan implikasinya bagi para manajer. Diagnosa mereka bertujuan untuk menentukan pengerak-pengerak yang akan dapat meningkatkan keterikatan karyawan itu. Menurut laporan penelitian Penna (2007) dalam Markos, Salomon; Sridevi, M Sandhya, (2010, p89-96) makna didalam pekerjaan memiliki potensi untuk menjadi cara yang berharga bagi para pengusaha dan karyawan untuk lebih dekat bersama-sama untuk keuntungan kedua belah pihak dalam mengalami perasaan berkomunitas, perasaan mendapatkan ruang untuk menjadi diri mereka sendiri dan kesempatan untuk meberikan kontribusi, dengan menemukan makna. Peneliti-peneliti tersebut juga menghasilkan suatu model baru yang disebut dengan “hirarki keterlibatan” yang menyerupai “hirarki kebutuhan Maslow”
20
Gambar 2.1 Hierarchy of Engagement
Sumber:
http://www.b2binternational.com/publications/white-papers/employee-
satisfaction/ Gambar 2.2 Hierarchy of Need
Sumber:http://cibu.edu/general-posts/maslow-enhanced/ Pada baris bawah hierarchy of engagement, terdapat kebutuhan dasar gaji dan tunjangan. Setelah karyawan merasa puas akan kebutuhan ini, maka karyawan mencari kesempatan untuk berkembang, kemungkinan untuk promosi dan gaya kepemimpinan promosi akan diperkenalkan dalam model. Akhirnya, ketika semua kutipan aspirasi tingkat yang lebih rendah diatas telah dipenuhi, karyawan akan
21
mencari penyusaian dari nilai-makna, yang ditampilkan dengan arti sebenarnya dari koneksi, tujuan umum dan perasaan makna ditempat kerja. Studi The Blessing White (2006) dalam Markos, Solomon; Sridevi, M Sandhya, 2010, p89-96, telah menemukan bahwa hampir dua per tiga (60%) dari karyawan yang survey ingin memilik lebih banyak kesempatan untuk berkembang untuk tetap merasa puas dalam pekerjaan mereka. Hubungan manajer-karyawan yang kuat merupakan unsur krusial dalam keterikatan karyawan dan formula retensi. ( Markos, Sridevi, 2010, 89). 2.1.2.4 Perilaku Umum dari Keterikatan Karyawan Karyawan yang memiliki keterikatan karyawan akan mendemonstarasikan tiga perilaku umum secara konstan yang meningkatkan kinerja organisasi: 1. Berbicara (Say) Karyawan menganjurkan rekan kerja mereka kepada organisasi dan mengacu kepada para karyawan dan para pelanggan yang potensial 2. Bertahan (stay) Karyawan memiliki keinginan yang besar untuk menjadi anggota dari organisasi walaupun memiliki kesempatan untuk bekerja ditempat lain. 3. Bekerja keras (Strive) Karyawan bekerja keras dalam waktu yang lebih lama, berusaha dan berinisiatif untuk berkontribusi pada kesuksesan dari bisnis. (Baumruk ana Gorman, 2006).
22
2.1.2.5 Strategi Keterikatan Karyawan Untuk menghasilkan karyawan yang memiliki employee engagement, manajer perlu untuk melihat poin berikut ini: •
Memulainya pada hari pertama
•
Memulaianya dari atas
•
Meningkatkan employee engagement melalui komunikasi dua arah
•
Memberikan kesempatan untuk berkembang dan kemajuan yang memuaskan
•
Memastikan bahwa karyawan memiliki semua yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan mereka
•
Memberikan karyawan pelatihan yang tepat
•
Memiliki sistem umpan balik yang kuat
•
Memberikan insentif
•
Membangun budaya korporat yang istimewa
•
Berfokus pada karyawan berkinerja tinggi (Markos, Sridevi, 2010)
2.1.2.6 Dimensi dan Indikator dari Keterikatan Karyawan Menurut Thomas (2007) dan Gibbons (2006) dimensi dan indikator di dalam Keterikatan Karyawan: Tabel 2.2 Dimensi dan Indikator Keterikatan Karyawan Dimensi Kesiapan
Indikator • Siap mendedikasikan diri pada pekerjaan • Memikirkan cara baru untuk
23
bekerja lebih efektif • Semangat dalam melaksanakan pekerjaan Kerelaan
• Kesediaan memotivasi diri untuk mencapai keberhasilan • Kesediaan untuk bekerja keras atau bekerja ekstra keras
Kebanggaan
• Pekerjaan
sebagai
sumber
kebanggan diri • Pekerjaan
dikerjakan
secara
lengkap dan menyeluruh • Kesiapan mencurahkan jiwa bagi pekerjaan Sumber : Thomas (2007) dan Gibbons (2006) 2.1.3 Keinginan Karyawan Untuk Bertahan Dalam Organisasi 2.1.3.1 Pengertian Keinginan Karyawan Untuk Bertahan Dalam Organisasi Keinginan karyawan untuk bertahan adalah karyawan cenderung tinggal dimana mereka bekerja sampai beberapa memaksa menyebabkan mereka pergi. Ada dua faktor yang menyebabkan Keinginan Karyawan Untuk Bertahan dalam Organisasi: 1.Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunujukan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan
24
jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. (Robbins, 2003) dalam Wibowo (2007, p299). Faktor-faktor kepuasan kerja: •
Pekerjaan yang menarik
•
Penuh tantangan
•
Ada kesempatan untuk berprestasi
•
Kesempatan memperoleh penghargaan
•
Promosi
2.Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan pekerjaanya sehari-hari Merdiana dan Sofyandi (2008). Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan para pegawai untuk dapat bekerja optimal. Limgkungan kerja dapat mempengaruhi emosi karyawan. Faktor-faktor ini menghasilkan inersia internal dan secara langsung dipengaruhi oleh korelasi positif atau negatif antara sistem nilai pribadi karyawan dan manajemen. Lima alasan Keinginan Karyawan Untuk Bertahan Dalam Organisasi (Employee Intention To Stay In Organisation) menurut (editors of Harvard Business Review's Answer Exchange) 1. Kebanggaan dalam organisasi. Orang ingin bekerja untuk perusahaan yang dikelola dengan baik. 2. Supervisor Kompatibel. Mungkin hanya bekerja untuk individu tertentu yang mendukung mereka. 3. Kompensasi. Orang ingin bekerja untuk perusahaan yang menawarkan kompensasi yang adil, termasuk upah yang kompetitif dan manfaat serta peluang untuk belajar dan mencapai.
25
4. Afiliasi. Orang ingin terus bekerja dengan rekan-rekan mereka menghormati dan sejenisnya. 5. Pekerjaan yang berarti. Orang ingin bekerja untuk perusahaan yang membiarkan mereka melakukan pekerjaan yang menarik. 2.1.3.2 Faktor Penentu Keinginan Karyawan Untuk Bertahan Dalam Organisasi Baik para pemberi kerja maupun para karyawan telah mengetahui bahwa beberapa bidang umum mempengaruhi Keinginan Karyawan Untuk Bertahan Dalam Organisasi. Menurut Mathis dan Jackson (2006: 128-135), ada beberapa faktor penentu Keinginan Karyawan Untuk Bertahan Dalam Organisasi. Yaitu: 1. Komponen Organisasional Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam
memutuskan
apakah
bertahan
atau
meninggalkan
perusahaan mereka. Organisasi yang memiliki budaya dan nilai yang positif dan berbeda mengalami perputaran karyawan yang lebih rendah. Berikut komponen organisasional: a. Budaya dan Nilai Organisasional Budaya organisasional adalah pola nilai dan keyakinan bersama yang memberikan arti dan peraturan perilaku bagi anggota organisasional. Nilai organisasional utama yang mempengaruhi keinginan karyawan untuk bertahan adalah kepercayaan. Karyawan yang yakin bahwa mereka dapat mempercayai para manajer, rekan kerja dan sistem keadilan
26
organisasional tidak begitu berkeinginan meninggalkan para pemberi kerjanya saat ini. b. Strategi, Peluang, dan Manajemen Organisasional Komponen
organisasional
lain
yang
mempengaruhi
keinginan karyawan untuk bertahan berhubungan dengan strategi, peluang, dan manajemen organisasi tersebut. faktor yang mempengaruhi bagaimana karyawan memandang organisasi mereka adalah kualitas perencanaan masa depan dari
kepemimpinan
organisasional.
Organisasi
yang
memiliki tujuan yang ditetapkan dengan jelas yang membuat para manajer dan karyawan untuk bertanggung jawab atas pencapaian hasil dianggap sebagai tempat bekerja yang lebih baik, terutama oleh indvidu yang ingin maju, baik secara finansial maupun karier. c. Kontinuitas dan Keamanan Kerja Semua pengurangan karyawan, pemberhentian sementara, merger dan akuisisi, serta penyusunan ulang organisasional telah mempengaruhi loyalitas dan keinginan karyawan untuk bertahan. Selain itu, ketika rekan kerja mengalami pemberhentian sementara dan pengurangan pekerjaan, tingkat kegelisahan para karyawan yang masih bekerja meningkat. Akibatnya, karyawan mulai berpikir untuk meninggalkan perusahaan sebelum mereka dikeluarkan. 2. Peluang Karir Organisasional
27
Survei
terhadap
karyawan
disemua
jenis
pekerjaan
tetap
menunjukan bahwa usaha pengembangan karir organisasional dapat mempengaruhi keinginan karyawan untuk bertahan secara signifikan. Berikut komponen dari peluang karier organisasional, antara lain: a. Pengembangan Karier Usaha pengembagan karier organisasional dirancang untuk memenuhi harapan para karyawan bahwa para pemeberi kerja
mereka
berkomitmen
untuk
mempertahankan
pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuannya saat ini. b. Perencanaan Karier Organisasional juga meningkatkan keinginan karyawan untuk bertahan dengan mengupayakan perencanaan karier secara formal. Para karyawan dan manajer mereka saling mendiskusikan peluang karier dalam organisasi dan aktivitas pengembangan karier apa saja yang akan meningkatkan perkembangan masa depan karyawan.
3. Penghargaan Penghargaan nyata yang diterima karyawan karena datang bekerja dan membentuk gaji, insentif dan tunjangan. Menurut banyak survey dan pengalaman satu hal yang penting keinginan karyawan untuk bertahan adalah mempunyai praktik kompensasi yang
28
kompetitif.
Selain itu, pertimbangan lain juga cenderung
melibatkan keputusan untuk bertahan atau keluar, antara lain: a. Tunjangan Kompetitif Persoalan kompensasi lain yang mempengaruhi keinginan karyawan untuk bertahan adalah program tunjangan kompetitif. Para pemberi kerja juga mempelajari bahwa memiliki
sedikit
fleksibilitas
tunjangan
membantu
keinginan karyawan untuk bertahan. b. Tunjangan dan Bonus Spesial Beberapa pemberi kerja menggunakan banyak tunjangan dan bonus spesial untuk menarik dan memelihara karyawan. Dengan memberikan tunjangan dan bonus spesial ini, para pemberi kerja berharap dapat mengurangi waktu yang dihabiskan oleh para karyawan seusai jam kerja untuk menyelesaikan pekerjaan pribadi. Mereka juga berharap untuk dianggap sebagai pemberi kerja yang lebih diinginkan di mana karyawan-karyawannya akan bekerja lebih lama. c. Kinerja dan Kompensasi Banyak individu mengharapkan penghargaannya berbeda dengan penghargaan orang lain berdasarkan pada kinerja. Untuk mencapai hubungan kinerja yang lebih baik dengan kinerja organisasional dan individual, sejumlah perusahaan sektor swasta menggunakan program penggajian variabel
29
dan insentif. Program ini dalam bentuk bonus uang atau pembayaran tunai sekaligus merupakan mekanisme yang digunakan untuk menghargai kinerja ekstra. d. Pengakuan Pengakuan juga dapat bersifat nyata maupun tidak nyata. Umpan balik dari para manajer dan supervisor yang mengakui usaha dan kinerja ekstra dari individu adalah dengan memberikan pengakuan, walaupun penghargaan moneter tidak diberikan. 4. Rancangan Tugas dan Pekerjaan Faktor mendasar yang mempengaruhi Keinginan Karyawan Untuk Bertahan Dalam Organisasi adalah sifat dari tugas dan pekerjaan yang dilakukan. Beberapa faktor rancangan tugas/pekerjaan yang mempengaruhi retensi karyawan, antara lain: a. Fleksibilitas Kerja Fleksibilitas dalam jadwal kerja dan bagaimana pekerjaan dilaksanakan menjadi lebih penting. Kebijakan SDM yang fleksibel seperti pakaian kasual juga mendukung keinginan karyawan
untuk
menunjukan
bertahan
bahwa
dalam
fleksibilitas
organisasi. kerja
Studi
membantu
mendukung keinginan karyawan untuk bertahan dalam organisasi. Sebagai gambaran, studi terhadap fleksibilitas tempat
kerja
melaporkan
yang bahwa
berlangsung hubungan
selama
kerja
dua
yang
tahun
fleksibel
30
memberikan pengaruh positif pada mendukung keinginan karyawan untuk bertahan dalam organisasi. Studi tersebut juga menemukan bahwa fleksibilitas kerja menghasilkan kualitas dan produktivitas kerja yang lebih tinggi. b. Keseimbangan Kerja/Kehidupan Program kerja /kehidupan yang diberikan oleh para pemberi kerja dapat mencakup banyak hal. Beberapa diantaranya
meliputi
opsi
pekerjaan/tugas,
seperti
penjadwalan kerja yang fleksibel, pembagian kerja atau telecommuting. Komponen lain meliputi tunjangan yang fleksibel,
pusat
kebugaran
ditempat.
Pertolongan
pengasuhan anak dan orang tua, serta kebijakan cuti sakit. Tujuan
dari
semua
penawaran
ini
adalah
untuk
menyampaikan bahwa pemberi kerja mengakui tantangan yang dihadapi para karyawan ketika menyeimbangkan tuntutan kerja/kehidupan. 5. Hubungan Karyawan Kumpulan faktor terkahir yang mempengaruhi mendukung keinginan karyawan untuk bertahan dalam organisasi didasarkan pada hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi. Bidang-bidang seperti kelayakan dari kebijakan SDM, keadilan dari tindakan disipliner, dan cara yang digunakan untuk memutuskan pemberian kerja dan peluang kerja, semuanya
31
mempengaruhi
keinginan
karyawan
untuk
bertahan
dalam
organisasi. 2.1.4 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Berikut ini adalah hasil-hasil penelitian terdahulu yang dipandang relevan dengan penelitian sebagai berikut: 1. Parkes, P Louise (2008) hasil penelitian tentang “A test of the importance of work –life balance for employee engagement and intention to stay in organizations”, penelitian yang dilakukan lebih dari 16000 karyawan di Australia menunjukan jika karyawan puas dengan kemampuan mereka untuk menyeimbangkan pekerjaan dan other life commitments dengan hipotesis yang menyatakan bahwa work-life balance penting dalam engaging dan retaining employee dan hasilnya menunjukkan bahwa worklife balance berpengaruh terhadap employee engagement dan intention to stay dalam organisasi. 2. Williamson, Lewis dan Massey (2007) hasil penelitian work-life balance in small business menunjukan, walaupun istilah work-life balance biasanya dikaitkan pada perusahaan besar namun small and medium sized enterprises (SMEs) juga mengalami konflik untuk menyeimbangkan pekerjaan
dan kehidupan pribadinya, karena pada umumnya mereka
memanfaatkan fleksibilitas of being self employed dalam bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka, tidak berarti mereka memiliki work-life balance, karena SME owner-managers ‘work-life balance’ sering berubah-ubah dan secara umum tidak seimbang.
32
2.2
Kerangka Pemikiran
Keseimbangan pekerjaankehidupan (X) • Keseimbangan bekerja
dan
antara kehidupan
Keterikatan Karyawan (Y)
Keinginan Karyawan Untuk Bertahan dalam organisasi (Z)
Kesiapan Kerelaan Kebanggan
pribadi •
Bertemu dan bertanggung jawab terhadap keluarga dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan
•
Memiliki kehidupan sosial diluar pekerjaan
•
I am able to stay involved in non-work
interests
activities • Jumlah Jam Kerja.
and
Komponen Organisasi Peluang Karir Organisasi Penghargaan Rancangan Tugas dan Pekerjaan Hubungan Karyawan
33
2.3 Hipotesis
Pada penelitian kali ini penulis mengambil hipotesis penelitian sebagai berikut:
Hipotesis 1
Ho: tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara Keseimbangan pekerjaan-kehidupan (X) terhadap keterikatan karyawan pada PT. Citra Transpor Nusantara (Y) Ha: ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara keseimbangan kehidupan-pekerjaan (X) terhadap keterikatan karyawan pada PT. Citra Transpor Nusantara (Y)
Hipotesis 2
Ho: Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara variabel keseimbangan pekerjaan-kehidupan (X) dan keterikatan karyawan (Y) terhadap keinginan karyawan untuk bertahan baik secara parsial maupun simultan pada PT. Citra Transpor Nusantara (Z). Ha: ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara variabel keseimbangan pekerjaan-kehidupan (X) dan keterikatan karyawan (Y)
terhadap keinginan
karyawan untuk bertahan baik secara parsial maupun simultan pada PT. Citra Transpor Nusantara (Z).
34