BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA
Untuk mendapatkan pemahaman mengenai teori-teori yang digunakan, maka dalam bab ini akan diuraikan tentang Experiential Marketing, Brand Image, efektivitas iklan dan sikap konsumen. 2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Pemasaran
Menurut Mc Leod (2001) pemasaran adalah suatu kegiatan perorangan maupun organisasi yang memudahkan dan mempercepat hubungan pertukaran memuaskan dalam lingkungan yang dinamis melalui penciptaan, pendistribusian, promosi, dan penentuan harga, barang, jasa, dan gagasan. Adapun Kotler & Amstrong (2008), menjelaskan pemasaran sebagai kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan keuntungan lewat menjalin kerjasama yang baik dengan konsumennya. Pengertian pemasaran secara luas diartikan sebagai suatu tindakan yang menarik konsumen-konsumen baru, dengan menjajikan nilai tambah lewat penggunaan produk perusahaan serta memberikan pelayanan secara kesenambungan agara mencapai tingkat kepuasan yang maksimal. Dengan demikian, pada dasarnya
8
9
pemasaran adalah proses sosial dan menejerial yang membuat individu atau kelompok memperoleh apa yang dibutuhkannya lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang atau pihak lain.
2.1.2
Experiential Marketing Menurut Andreani (2007), experiential marketing adalah lebih dari sekedar
memberikan informasi dan peluang pada pelanggan untuk memperoleh pengalaman atas keuntungan yang didapat dari produk atau jasa itu sendiri tetapi juga membangkitkan emosi dan perasaan yang berdampak terhadap pemasaran, khususnya penjualan. Sedangkan Tatum (2010) memaparkan bahwa experiential marketing merupakan sebuah pendekatan unik untuk pemasaran barang dan jasa, yang berfungsi sebagai konsep yang mengintegrasikan elemen emosi, logika, dan berpikir umum dalam proses untuk berhubungan dengan konsumen, guna menghasilkan pengalaman bagi konsumen dan berdampak pada penjualan.
Experiential Marketing merupakan suatu metode pemasaran yang relatif baru, yang disampaikan ke dunia pemasaran, oleh Bernd H. Schmitt. Schmitt menyatakan bahwa esensi dari konsep experiential marketing adalah pemasaran dan manajemen yang didorong oleh pengalaman.
10
Dalam bukunya, Schmitt (2002) juga mengemukakan tentang pendekatan featuresdan
benefits (F & B) dalam pemasaran tradisional. Dalam pemasaran
tradisional ini, pemasar menganggap konsumen berfikir melalui suatu proses pengambilan keputusan, yang mana masing-masing karakteristik dari suatu produk, baik barang atau jasa, akan memberikan keuntungan yang jelas, dan karakteristik ini dievaluasi oleh pembeli-pembeli potensial (baik pembeli yang telah mengenal produk tersebut maupun yang belum). Bagaimanapun juga, Schmitt mengganggap konsepini sangat membatasi cara pandang pemasar terhadap pengambilan keputusan yang diambil oleh konsumen, yang melibatkan elemen rasionalitas dan logika, serta aspek emosional dan irasional dalam pembelian.
Experiential marketing dapat sangat berguna untuk sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan merek yang berada pada tahap penurunan, membedakan produk mereka dari produk pesaing, menciptakan sebuah citera dan identitas untuk sebuah perusahaan, meningkatkan inovasi dan membujuk pelanggan untuk mencoba dan membeli produk yang ditawarkan. Hal yang terpenting adalah menciptakan pelanggan yang loyal.Pelanggan mencari perusahaan dan merek-merek tertentu untuk dijadikan bagian dari hidup mereka.Pelanggan juga ingin perusahaan-perusahaan dan merek-merek tersebut dapat berhubungan dengan hidup mereka, mengerti mereka,
11
menyesuaikan dengan kebutuhan mereka dan membuat hidup mereka lebih terpenuhi.Dalam era informasi, teknologi, perubahan dan pilihan, setiap perusahaan perlu lebih selaras dengan para pelanggan dan pengalaman yang diberikan produk atau jasa mereka.
Kunci Pokok experiential marketing : Tahap awal dari sebuah experiential marketing terfokus pada tiga kunci pokok : 1. Pengalaman Pelanggan. Pengalaman pelanggan melibatkan panca indera, hati, pikiran yang dapat menempatkan pembelian produk atau jasa di antara konteks yang lebih besar dalam kehidupan. 2. Pola Konsumsi. Analisis pola konsumsi dapat menimbulkan hubungan untuk menciptakan sinergi yang lebih besar.Produk dan jasa tidak lagi dievaluasi secara terpisah, tetapi dapat dievaluasi sebagai bagian dari keseluruhan pola penggunaan yang sesuai dengan kehidupan konsumen.Hal yang terpenting, pengalaman setelah pembelian diukur melalui kepuasan dan loyalitas.
3. Keputusan rasional dan emosional. Pengalaman dalam hidup sering digunakan untuk memenuhi fantasi, perasaan dan kesenangan.Banyak keputusan dibuat dengan menuruti kata hati dan tidak
12
rasional.Experiential marketing pelanggan merasa senang dengan keputusan pembelian yang telah dibuat.
Elemen Strategi Experiential Marketing : Schmitt (2002) memberikan suatu framework alternatif yang terdiri dari dua elemen, yaitu Strategic Experience Modules (SEMs), yang terdiri dari beberapa tipe experience dan Experience Producers (ExPros), yaitu agen – agen yang dapat menghantarkan experience ini. Strategic experience modules terdiri dari lima tipe, yaitu sense, feel, think, act, dan relate. 1.Sense Sense adalah aspek- aspek yang berwujud dan dapat dirasakan dari suatu produk yang dapatditangkap oleh kelima indera manusia,meliputi pandangan,suara,bau, rasa, dan sentuhan. Sense ini, bagi konsumen, berfungsi untuk mendiferensiasikan suatu produk dari produk yang lain,untuk memotivasi pembeli untuk bertindak, dan untuk membentuk value pada produk atau jasa dalam benak pembeli.Indera manusia dapat digunakan selama fase pengalaman (pra pembelian, pembelian dan sesudah pembelian) dalam mengkonsumsi sebuah produk atau jasa.Perusahaan biasanya menerapkan unsur sense dengan menarik perhatian pelanggan melalui hal-hal yang mencolok, dinamis, dan meninggalkan kesanyang kuat. Ada tiga tujuan strategi panca indera (sense strategic objective): (Schmitt,2002) 1. Panca indera sebagai pendiferensiasi
13
Sebuah
organisasi
dapat
menggunakan
sense
marketing
untuk
mendiferensiasikan produk organisasi dengan produk pesaing didalam pasar, memotivasi pelanggan untuk membeli produknya, dan mendistrisbusikan nilai kepada konsumen. 2. Panca indera sebagai motivator Penerapan unsur sense dapat memotivasi pelanggan untuk mencoba produk dan membelinya.
2. Feel Perasaan berhubungan dengan perasaan yang paling dalam dan emosi pelanggan. Iklan yang bersifat feel good biasanya digunakan untuk membuat hubungan dengan pelanggan, menghubungkan pengalaman emosional mereka dengan produk atau jasa, dan menantang pelanggan untuk bereaksi terhadap pesan Feel campaign sering digunakan untuk membangun emosi pelanggan secara perlahan. Ketika pelanggan merasa senang terhadap produk yang ditawarkan perusahaan, pelanggan akan menyukai produk dan perusahaan. Sebaliknya, ketika pelanggan merasa tidak senang terhadap produk yang ditawarkan perusahaan, maka konsumen akan meninggalkan produk tersebut dan beralih kepada produk lain. Jika sebuah strategi pemasaran dapat menciptakan perasaan yang baik secara konsisten bagi pelanggan, maka perusahaan dapat menciptakan loyalitas merek yang kuat dan bertahan lama (Schmitt,2002).
14
Affective experience adalah tingkat pengalaman yang merupakan perasaan yang bervariasi dalam intensitas, mulai dari perasaan yang positif atau pernyataan mood yang negatif sampai emosi yang kuat. Jika pemasar bermaksud untuk menggunakan affective experiencesebagai bagian dari strategi pemasaran, maka ada dua hal yang harus diperhatikan dan dipahami, yaitu: 1. Suasana hati (moods), Moods merupakan affective yang tidak spesifik.Suasana hati dapat dibangkitkan dengan cara memberikan stimuli yang spesifik (Schmitt, 2002). Suasana hati merupakan keadaan afektif yang positif atau negatif. Suasana hati seringkali mempunyai dampak yang kuat terhadap apa yang diingat konsumen dan merek apa yang mereka pilih. 2. Emosi (emotion), lebih kuat dibandingkan suasana hati dan merupakan pernyataan afektif dari stimulus yang spesifik, misalnya marah, irihati, dan cinta. Emosi-emosi tersebut selalu disebabkan oleh sesuatu atau seseorang (orang, peristiwa, perusahaan, produk, atau komunikasi).
3. Think Perusahaan berusaha untuk menantang konsumen, dengan cara memberikan problem-solving experiences, dan mendorong pelanggan untuk berinteraksi secara kognitif dan/atau secara kreatif dengan perusahaan atau produk. Iklan pikiran biasanya lebih bersifat tradisional, menggunakan lebih banyak informasi tekstual, dan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawabkan. Menurut Schmitt cara yang baik untuk membuat think campaign berhasil adalah (1) menciptakan sebuah
15
kejutan yang dihadirkan baik dalam bentuk visual, verbal ataupun konseptual, (2) berusaha untuk memikat pelanggan. 1.Kejutan (surprise) Kejutan merupakan suatu hal yang penting dalam membangun pelanggan agar mereka terlibat dalam cara berpikir yang kreatif.Kejutan dihasilkan ketika pemasar memulai dari sebuah harapan. Kejutan harus bersifat positif, yang berarti pelanggan mendapatkan lebih dari yang mereka minta, lebih menyenangkan dari yang mereka harapkan, atau sesuatu yang sama sekali lain dari yang mereka harapkan yang pada akhirnya dapat membuat pelanggan merasa senang. Dalam experiential marketing, unsur surprise menempati hal yang sangat penting karena dengan pengalamanpengalaman yang mengejutkan dapat memberikan kesan emosional yang mendalam dan diharapkan dapat terus membekas di benak konsumen dalam waktu yang lama. 2. Memikat (intrigue) Jika kejutan berangkat dari sebuah harapan, intrigue campaign mencoba membangkitkan rasa ingin tahu pelanggan, apa saja yang memikat pelanggan. Namun, daya pikat ini tergantung dari acuan yang dimiliki oleh setiap pelanggan. Terkadang apa yang dapat memikat seseorang dapat menjadi sesuatu yang membosankan bagi orang lain, tergantung pada tingkat pengetahuan, kesukaan, dan pengalam pelanggan tersebut. 4.Act Tindakan yang berhubungan dengan keseluruhan individu (pikiran dan tubuh) untuk meningkatkan hidup dan gaya hidupnya. Pesan-pesan yang memotivasi,
16
menginspirasi dan bersifat spontan dapat menyebabkan pelanggan untuk berbuat halhal dengan cara yang berbeda, mencoba dengan cara yang baru merubah hidup mereka lebih baik. 5. Relate Relate menghubungkan pelanggan secara individu dengan masyarakat, atau budaya. Relatemenjadi daya tarik keinginan yang paling dalam bagi pelanggan untuk pembentukan self-improvement, status socio-economic, dan image. Relate campaign menunjukkan sekelompok orang yang merupakan target pelanggan dimana seorang pelanggan dapatberinteraksi, berhubungan, dan berbagi kesenangan yang sama.
Kelima tipe dari experience ini disampaikan kepada konsumen melalui experienceprovider. Agen-agen yang bisa menghantarkan experience ini adalah 1.
Komunikasi, meliputi iklan, komunikasi perusahaan baik internal maupun eksternal, danpublic relation
2.
Identitas dan tanda baik visual maupun verbal, meliputi nama, logo, warna, dan lain-lain.
3.
Tampilan produk, baik desain, kemasan, maupu penampakan.
17
4.
Co-branding, meliputi event-event pemasaran, sponsorship, aliansi dan rekanan kerja, lisensi, penempatan produk dalam film, dan sebagainya.
5.
Lingkungan spatial, termasuk desain kantor, baik interior maupun eksterior, outlet penjualan, ekshibisi penjualan, dan lain-lain.
6.
Web sites
7.
Orang, meliputi penjual, representasi perusahaan, customer service, operator callcentre, dan lainnya
. Idealnya, sebuah perusahaan yang ingin menerapkan experiential marketing mampu memberikan experience yang integral, yaitu menyampaikan kelima elemen experience melalui Experience Provider. Inilah yang disebut oleh Schmitt (2002) sebagai holistic. Dalam membangun sebuah pendekatan experiential marketing, Schmitt menghubungkannya dengan teori hierarki Maslow.
Schmitt (2002) menyebutkan: If you start from scratch, the recommended sequence is the order in which I discussed the SEMs in this book: SENSE FEEL THINK ACT RELATE. SENSE attracts attention and motivates. FEEL creates an affectives bond and makes the experience personally relevant and
18
rewarding. THINK adds a permanent cognitive interest to the experience. ACT induces a behavioral commitment. Loyalty, and a view to the future.RELATE goes beyond the undividual experience and makes it meaningful in a broadersocial context. Selain itu, Shmitt juga mengemukakan beberapa cara untuk membentuk dan mengelola merek yang experiential. Konsep ini dirangkum menjadi poin-poin dalam Experintial Branding, 10 Rules to Create and Manage Experiential Brands 1. Experiences don’t just happen; they need to be planned. Dalam proses perencanaan, seorang pemasar harus kreatif, memanfaatkan kejutan, intrik, dan bahkan provokasi 2. Think about the customer experience first. Setelah itu, barulah seorang pemasar dapat menentukan karakteristik-karakteristik fungsional dari sebuah produk dan manfaat dari merek yang ada 3. Be obsessive about the details of the experience. Konsep pemuasan kebutuhan konsumen tradisional melewatkan unsur-unsur sensori, perasaan hangat yang dirasakan konsumen, serta ‘cuci otak’ konsumen, yang meliputi pemuasan seluruh tubuh dan seluruh pikiran konsumen. Shmitt Exultate Jubilate, yang berarti kepuasan yang amat sangat. 4. Find the “duck” for your brand.
menyebutnya
19
Maknanya, seorang pemasar diharapkan mampu memberikan suatu karakter yang memberikan kesan yang mendalam, yang akan terus-menerus membangkitkan kenangan, sehingga konsumen menjadi loyal. Karakter ini adalah suatu elemen kecil yang sangat mengesankan, membingkai, dan merangkum keseluruhan experience yang dirasakan konsumen. 5. Think consumption situation, not product 6. Strive for “holistic experiences” Holistic, seperti yang telah disebutkan diatas, adalah sebuah perasaan yang luar biasa, menyentuh hati, menantang intelegensi, relevan dengan gaya hidup konsumen, dan memberikan hubungan yang mendalam antar konsumen. 7. Profile and track experiential impact with the Experiential Grid. 8. Use methodologies eclectically. Metode penelirian dalam pemasaran bisa berbentuk kuantitatif maupun kualitatif, verbal maupun visual, dan di dalam maupun di luar laboratorium.Pemasar dalam meneliti harus eksploratif dan kreatif, serta menomorsekiankan tentang reliabilitas, validitas, dan kecanggihan metodologinya. 9. Consider how the experience changes. Pemasar terutama harus memikirkan hal ini ketikaperusahaan memutuskan untuk memperluas merek ke dalam kategori baru.
20
10. Add dynamism and “dionysianism” to your company and brand.Kebanyakan organisasi dan perusahaan pemilik merek terlalu takut, terlalu perlahan, dan terlalu birokratis.Untuk
itulah
dionysianism
perlu
diterapkan.Dionysianism
adalah
kedinamisan, gairah, dan kreativitas. Ada beberapa teori lain mengenai experiential markting, antara lain: 1. Experiential marketing is a new approach for the branding and information
age. It deals with customers experiences and isquit different from traditional forms of marketing, which focus on fungsional features and benefits of products. (http://pioneer.netserv.chula.ac.th/-ckieatvi/fathom-exp-Marketing.htm). Kutipan diatas menyatakan bahwa experiential marketing merupakan sebuah pendekatan baru untuk memberikan informasi mengenai merek dan produk. Hal ini terkait erat dengan pengalaman pelanggan dan sangat berbeda dengan sistim pemasaran tradisional yang berfokus kepada fungsi dan keuntungan sebuah produk. 2. Importanly, the idea of experiential marketing reflects a right brand bias
because it is about fulfilling customers aspirations to experience certain feelings – comfort and pleasure on one hand, and avoidance of discomfort and displeasure on the other.
21
(http:agelessmarketing.typepad.com/ageless_marketing/2005/01/exactly_what _is.html) Kutipan ini menyatakan bahwa inti experiential marketing sangat penting dalam merefleksikan adanya bias dari otak kanan karena meyangkut aspirasi peanggan untuk memperoleh pengalaman yang berkaitan dengan perasaan tertentu – kenyamanan dan kesenangan disatu pihak dan penolakan atas ketidaknyamanan dan ketidaksenangan di pihak lain (Andreani, 2007). Dari definisi-definisi tersebut dapat dikatakan experiential marketing merujuk kepada pengalaman nyata pelanggan terhadap
brand/product/service
untuk
meningkatkan
penjualan
dan
brand
image.Experiential marketing adalah lebih dari sekedar memberikan informasi dan peluang pada pelanggan untuk memperoleh pengalaman atas keuntungan yang didapat dari produk atau jasa itu sendiri tetapi juga membangkitkan emosi dan perasaan yang berdampak pada pemasaran, khususnya pemasaran (Andreani,2007).
2.1.3 Brand Image 2.1.3.1 Brand(merek) Merek adalah nama yang membedakan antara suatu produk atau jasa perusahaan dengan produk atau jasa perusahaan lainnya. Keberadaan merek dewasa ini amat vital. Orang membeli sebuah produk pada umumnya pada merek yang sudah
22
mereka kenal sebelumnya. Merek yang masih naru tidak akan dilirik oleh banyak pengguna, kecuali ia menawarkan diferensiasi yang amat kuat (Chandra.2008,p:128).
Menurut UU merek No.15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adakah “tanda yang berupa gambar, nama, kata , huruf-huruf , angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembenda dan diguakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Definisi ini memiliki kesamaan dengan definisi versi American marketing Association yang menekankan peran merek sebagai identifien dan differentiator. Berdasarkan kedua definisi ini, secara teknis apabila seorang pemasar membuat nama, logo atau symbol baru untuk sebuah produk baru, maka ia telah menciptakan sebuah merek. (Tjiptono 2005:p2)
Low dan Lamb (2000: 351)menunjukkan bahwa pemasar menggunakan asosiasi merek seperti untuk membedakan, posisi, dan memperpanjang merek, untuk menciptakan sikap positif dan perasaan terhadap merek, dan untuk menyarankan atribut atau manfaat pembelian atau menggunakan spesifik merek. Brand (merek) adalah
istilah,tanda,simbol,desain,atau
kombinasi
dari
semuanya
ini
yang
dimaksudkan untuk mengindentifikasikan produk atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual yang membedakan produk/jasa tsb dengan produk lain terutama produk saingannya.
23
Kotler & Amstrong (2006:229) berpendapat bahwa merek adalah nama, istilah, tanda, symbol desain atau kombinasi keseluruhannya, yang ditujukan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan sekaligus sebagai diferensiasi produk. Demikian halnya dengan nama merek perusahaan (corporate brand name). Sebuah merek perusahaan menegaskan bahwa perusahaan tersebut menyalurkan dan berdiri dibelakang produk atau jasa yang digambarkan merek produk atau jasa, merek yang akan dibeli dan digunakan oleh konsumen (Aaker, 2004 : 264). Merek perusahaan bisa saja sama dengan nama merek produk dan jasa sebagaimana untuk kebanyakan dari produk-produk lainnya.
Menurut penuturan kotler yang disadur oleh Rangkuti (2004,p:35), pengertian merek adalah sebagai berikut: “A brand is name, term, sign, symbol or design combination of them from those competitors” Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan kualitas tetapi merek lebih sekedar simbol. Lebih jauh, merek sebenarnya merupakantangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah merek
24
dagang (trademark) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri dipasar bila dikelola dengan tepat. Merek dapat memiliki pengertian sebagai berikut:
1.Atribut Merek memberikan suatu gambaran tentang sifat dari model itu sendiri dan meningkatkan pada atribut-atribut tertentu. 2.Manfaat Atribut dari merek tersebut dapat diterjemahkan dalam bentuk manfaat baik dari sisi fungsi maupun emosi. Contoh: atribut berdaya tahan tinggi dapat diterjemahkan dengan arti bahwa produk tersebut menggunakan bahan dengan kualitas tinggi dibanding produk lain. 3.Personal Sebuah merek dapat mencerminkan kepribadian dari individu pemakainya. 4.Nilai Sebuah merek dapat turut serta memberikan nilai lebih bagus pada produsennya. 5.Budaya Sebuah merek dapat turut serta mencerminkan budaya tertentu. 6.Pemakai Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut.
25
Menurut Stanton (dalam Rangkuti.2004.p:36) merek adalah nama istilah, symbol atau desain khusus aau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang dirancang untuk symbol atau desain mengedintifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual.
2.1.3.2 Cara Membangun Merek
1. Memilik Positioning yang tepat Merek dapat di-positioning-kan dengan berbagai cara, misalanya dengan
menempatkan
posisinya
secara
spesifik
dibenak
pelanggan.
Membangun Positioning adalahmenempatkan semua aspek dari brand value secara konsisten sehingga selalu jadi nomer satu dibenak pelanggan. 2. Memilik Brand value yang tepat Semakin tepat merek di-positioning-kan dibenak pelanggan, merek tersebut akan semakin kompetitif. Untuk mengelola hal tersebut kita perlu mengetahui brand value. Brand valuemembentukbrand personality. Brand personality lebih cepat berubah dibandingkan brand positioning, karena brand personality mencerminkan gejolak perubahan selera konsumen. 3.Memiliki konsep yang tepat Tahap akhir untuk mengkonsumsikan brand value dan positioning yang tepat kepada konsumen harus didukung oleh konsep yang tepat. Pengembangan konsep merupakan proses kreatif, karena berbeda dari
26
positioning, konsep dapat terus menerus berubah sesuai dengan daur hidup produk yang bersangkutan. Konsep yang baik adalah mengkomunikasikan semua elemen-elemen brand value dan positioning yang tepat, sehingga brand image dapat terus menerus ditingkatkan.
2.1.3.3 Manfaat Merek
Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Menurut Keller (dalam Tjiptono.2005, p:20-21)manfaat merek bagi produsen sebagai berikut: 1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan pencatatan akuntansi. 2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. 3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang luas, sehingga merek bisa dengan mudah memiloh dan membelinya lagi dilai waktu. 4. Sarana menciptakan asosisasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing. 5.Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas dan citera unik yang terbentuk dalam benak konsumen.
27
6. Sumber
financial
return,
terutama
mengangkat
pendapat
masadating, sedangkan manfaat bagi konsumen: 1.Identifikasi sumber produk. 2.Penetapan tanggung jawab para manufaktur atau distribusi tertentu. 3.Pengurangan resiko 4.Penekanan biaya pencarian (search cost) internal dan eksternal 5.Janji atau ikatan khusus dengan produsen 6.Alat atau simbolis untuk memproyeksikan jati diri 7.Signal kualitas.
2.1.3.4Brand Image (citera merek)
Sementara itu yang dimaksud dari citera merek adalah jenis asosiasi yang muncul dibenak konsumen ketika mengingat ssebuah merek tertentu (Shimp, 2002:12). Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan kepada suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir mengenai orang lain. Apa yang akan muncul dibenak kita pada waktu mengingat seorang teman? Kita pasti akan mengasosiasikan teman kita dengan karakteristik fisik, ciri-ciri, kekuatan , dan bahkan kelemahan tertentu. Demikian pula
28
dengan merek, ia dihubungkan dengan pemikiran atau asosiasi tertentu dalam memori kita. Sebuah citera merek perusahaan dan hubungan pelanggan menyatu dalam merek tersebut, yang pada gilirannya ditandai dengan sebuah nama merek (Aaker, 2004:284). Mengubah nama dari sebuah merek merupakan sebuah gerakan putus asa yang dramatis. Dari beberapa artikel yang dikutip dari Drinkwater & uncles (2007: 178-187), Da Silva & Syed Alwi (2008:175-187), Anisimova (2007:395-405), Blomback &Axelsson (2007:418-430), dan Martenson (2007:544-555) dapat dikatakan bahwa pada dasarnya corporate brand image menjadi suatu hal yang sangat penting bagi kelangsungan sebuah perusahaan dalam menghadapi persaingan. Hal ini disebabkan karena pembeli merasa perlu mengidentifikasi perusahaan yang akan dipilihnya sehingga meyakinkan konsumen dalam menggunakannya.
Menurut Sean Brierley (2002) brand image merupakan kedekatan ataupun keunikan yang tercipta oleh pemilik merek atas emosionalnya sendiri. Jadi pengertian brand image menurut (Keller,2003): Anggapan tentang brand yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen. Cara orang berpikir tentang sebuah merek secara abstrak dalam pemikiran mereka, sekalipun pada saat mereka memikirkannya, mereka tidak berhadapan langsung dengan produk. Membangun brand image yang positif dapat dicapai dengan program pemasaran yang kuat
29
terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan, yang membedakannya dengan produk lain. Kombinasi yang baik dari elemen- elemen yang mendukung dapat menciptakan brand image yang kuat bagi konsumen seperti customer experience melalui visual merchanding yang disajikan toko.
Kotler (dalam simamora.2003, p37-63) citra merek adalah sejumlah keyakinan tentang merek, syarat merek yang kuat adalah citra merek. Kotler juga mempertajam bahwa citra merek itu sebagai posisi merek (brand position).
Dalam simamora (2003, p:96), Aaker menyatakan bahwa citra merek adalah seperangkat asosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara oleh pemasar. Asosiasi-asosiasi itu menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang dijanjikannya konsumen. Jadi Aaker menganggap citera merek sebagai bagaimana merek dipersiapkan oleh konsumen (Simamora.2003,p:63).
Banyak pakar lain yang mendefinisikan brand image berdasarkan sudut pandangnya masing-masing (sitinjak dan Tumpal. 2005, p:172), diantaranya adalah menurut :
30
-
Hawkins, brand image cenderung kepada skematik memori tentang merek yang berisi interpretasi pasar target pada atribut/karakteristik produk, manfaat, situasi, penggunaa , pengguna dan karakteristik perusahaan.
-
Peter dan Olson, menyatakan hal yang ada Hawkins brand image terdiri dari pengetahuan dan kepercayaan terhadap atribut merek, konsekuensi pengguna merek dan situasi mengkonsumsi, seperti evaluasi dari perasaan dan emosi (respon efektiv) yang berasosiasi dengan merek.
-
Keller, brand image adalah sebagai persepsi atau kesan tentang suatu mrek yang direfleksikan oleh sekumpulan asosiasi yang menghubungkan pelanggan dengan merek dalam ingatannya.
2.1.3.5 Manfaat Brand Image Brand image yang telah dibentuk oleh perusahaan dan yang telah ada dalam benak konsumen, akan membawa manfaat baik bagi perusahaan maupun bagi konsumen. Manfaat tersebut adalah sebagai berikut: 1.Manfaat bagi perusahaan: konsumen dengan citera yang positif yang telah terbentuk terhadap merek suatu merek, lebih mungkin untuk melakukan pembelian.
31
2.Bagi perusahaan: Perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan memanfaatkan citera positif yang telah terbentuk terhadap merek produk lama.
2.1.3.6 Komponen Brand Image Sebuah biro riset pada simamora (2004) berpendapat bahwa dalam konsep brand image terdapat 3 komponen penting yaitu corporate image, user image dan product image. -
Komponen pertama, corporate image (citera pembuat) merupakan sekumpulan asosisasi yang dipersiapkan konsumen terhadap perusahaan yang membuat sesuatu produk atau jasa. Dalam penelitian ini citra perusahaan meliputi: popularitas, kredibilitas serta jaringan perusahaan.
-
Komponen kedua. User image (citera pengguna) adalah sekumpulan asosiasi
yang
dipersepsikan
konsumen
terhadap
pemakai
yang
menggunakan suatu barang atau jasa. Meliputi : pemakai itu sendiri, gaya hidup atau kepribadian, serta status sosialnya. -
Komponen ketiga, product image (citera produk) merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk. Meliputi : Atribut produk tersebut, manfaat bagi konsumen, penggunaannya, serta jaminan. (Simamora 2004).
32
2.1.4
Efektivitas Iklan
2.1.4.1 Efektivitas
Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif.
Sedangkan efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil yang optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan penilaianpenilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran yang diterima. Sebagai contoh untuk menyelesaikan sebuah tugas, cara A membutuhkan waktu 1 jam sedang cara B membutuhkan waktu 2 jam, maka cara A lebih efisien dari cara B. Dengan kata lain tugas tersebut dapat selesai menggunakan cara dengan benar atau efisiensi.
Efektifitas adalah melakukan tugas yang benar sedangkan efisiensi adalah melakukan tugas dengan benar. Penyelesaian yang efektif belum tentu efisien begitu
33
juga sebaliknya. Yang efektif bisa saja membutuhkan sumber daya yang sangat besar sedangkan yang efisien barangkali memakan waktu yang lama. Sehingga sebisa mungkin efektivitas dan efisiensi bisa mencapai tingkat optimum untuk keduaduanya.
Pengertian Efektivitas, Efisiensi dan efektivitas merupakan dua kriteria yang biasa digunakan untuk menilai prestasi kerja dari suatu pusat pertanggung jawaban tertentu. Pengertian efektivitas menurut Arens, Elder, and Beasley (2003;730) adalah: “Effectiveness refers to the accomplishment of objectives, whereas efficiency refers to the resources user to achieve these objective”. Menurut Kartikahadi yang dikutip oleh Sukirno Agoes (2001;680) yang dimaksud efektivitas adalah sebagai berikut: “Efektivitas adalah produk akhir kegiatan operasi telah mencapai tujuannya baik ditinjau dari segi kualitas hasil, kualitas kerja, maupun batas waktu yang ditargetkan”. Sedangkan menurut Syahrul dan Muhammad Afdinizar (2003;326) pengertian efektivitas adalah: “Tingkat dimana kinerja sesungguhnya (aktual) sebanding dengan kinerja yang ditargetkan”. Dari pengertian tersebut dikemukakan bahwa efektivitas lebih dititiberatkan pada tingkat keberhasilan organisasi (sampai sejauh mana organisasi dapat dikatakan berhasil) dalam usaha mencapai sasaran yang telah dipilih, sedangkan efisiensi lebih menitikberatkan pada kemampuan organisasi dalam menggunakan sumber-sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Semakin tinggi tingkat keberhasilan suatu organisasi terhadap nilai
34
pencapaian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan yang dilakukan perusahaan tersebut semakin efektif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa efektivitas selalu dihubungkan dengan pencapaian tujuan yang ditetapkan, jadi suatu perusahaan dapat dikatakan beroperasi secara efektif apabila dapat mencapai tujuan yang ditetapkan.
2.1.4.2 Iklan
Iklan atau dalam bahasa Indonesiaformalnyapariwara adalah promosibarang, jasa, perusahaan dan ideyang harus dibayar oleh sebuah sponsor. Pemasaran melihat iklan sebagai bagian dari strategi promosi secara keseluruhan. Komponen lainnya dari promosi termasuk publisitas, relasi publik, penjualan, dan promosi penjualan. Periklanan adalah segala biaya yang harus dikeluarkan sponsor untuk melakukan presentasi dan promosi nonpribadi dalam bentuk gagasan, barang, atau jasa (Kotler dan Armstrong, 2001, p153). Iklan adalah segala bentuk presentasi nonpribadi dan promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor tertentu yang harus dibayar.Iklan dapat merupakan cara yang berbiaya efektif guna menyebarkan pesan, entah untuk membangun preferensi merek atau untuk mendidik orang (Kotler dan Keller, 2007, p244). Organisasi-organisasi menangani iklan dengan cara yang berbeda-beda. Di perusahaan-perusahaan kecil, iklan ditangani oleh seseorang di departemen penjualan atau pemasaran, yang bekerja sama dengan agen iklan. Perusahaan besar sering membentuk departemennya sendiri, yang manajernya
35
melapor kepada wakil direktur pemasaran. Tugas departemen iklan adalah mengajukan anggaran; mengembangkan strategi iklan; menyetujui iklan dan kampanye; dan menangani iklan melalui surat langsung (direct-mail), pajangan penyalur, dan bentuk iklan lainnya.
2.1.4.3 Efektivitas Iklan Efektivitas iklan adalah ukuran kemampuan iklan dalam mempengaruhi preferensi konsumen. Iklan yang efektif akan mempengaruhi preferensi konsumen kearah yang positif setelah melihat sebuah iklan. Sementara iklan yang tidak efektif tidak akan berdampak apa-apa terhadap konsumen.
Efektivitas Iklan Suatu iklan dapat dikatakan efektif, apabila tujuan dari periklanan tersebut dapat tercapai atau terlaksana. Purnama 2001 menyatakan bahwa : “Tujuan dari pembuatan iklan harus dapat menginformasikan, membujuk dan mengingatkan pembeli tentang produk yang ditawarkan oleh perusahaan melalui media iklan tersebut. Agar berguna bagi perusahaan dalam pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran, maka suatu periklanan harus fleksibel, stabil, berkesinambungan dan sederhana serta mudah untuk dipahami. Hal ini memerlukan analisa, peramalan dan pengembangan usaha periklanan dengan mempertimbangkan segala sesuatu pembuatan iklan sebagai
36
proses yang berkesinambungan. Kegiatan iklan harus dievaluasi untuk mengetahui apakah jelas, mudah dipahami, dan akurat dan tepat pada sasarannya. Berbagai keputusan dan kegiatan perusahaan hanya efektif bila didasarkan atas informasi yang tepat.
Periklanan
(comprehensiveness),
juga
perlu
kepaduan
memperhatikan (unity)
dan
prinsip-prinsip
konsistensi.
kelengkapan
Efektivitas
biaya
menyangkut masalah waktu, usaha dan aliran emosional dari pencapaian iklan tersebut.
Kemudian periklanan juga harus memperhatikan aspek tanggung jawab atas pelaksanaan iklan tersebut dan tanggung jawab atas implementasi kegiatan periklanan tersebut. Sehingga segala kegiatan periklanan yang telah dilakukan akan tepat waktu sesuai dengan yang direncanakan. Apabila tujuan periklanan tersebut dapat tercapai, dengan terlebih dahulu mengadakan pemilihan media yang sesuai serta mengadakan penyusunan anggaran untuk kegiatan periklanan tersebut, maka suatu iklan dapat dikatakan efektif. Selain itu efektivitas iklan menurut Subroto, bisa diukur dengan mengetahui proses yang dilakukan oleh audience pada ketiga pertanyaan, yakni brand, Komunikator dan execution. Komunikator berbicara tentang figur yang digunakan utuk mengkomunikasikan produk dan ini tidak selalu orang tetapi bisa figur lain seperti binatang atau kartun. Dalam tahap inilah pilihan antara artis atau bukan artis muncul. Penggunaan artis memiliki kelebihan untuk familiarity nya, sehingga produk produk baru mudah sekali mendapatkan tingkat awareness. Tetapi
37
ada juga resiko menenggelamkan produknya karena communicatornya lebih menonjoI. Resiko lain adalah overused karena satu artis mengiklankan banyak merek sehingga akhirnya semua merek malahan tidak mendapatkan manfaatnya. Berbicara tentang pemilihan gambar warna, huruf, perpindahan frame, jalan cerita, dan lain lain. Eksekusi juga sangat menentukan keberhasilan iklan karena akan diresponse langsung oleh audience. Respon terhadap produk ini penting karena sebenarnya disinilah kunci keberhasilan iklan, yakni mengubah attitude audiencenya tentang produk yang diiklankan.
Ketiga jenis respons di atas bermuara pada dua hal yakni Ad likability, yakni tingkat kesukaan pada iklan dan product likability, yakni tingkat kesukaan pada produknya sendiri. Dua likability ini akhirnya bermuara pada preferensi dan buying intention. Dengan demikian performance iklan tidak cukup kalau hanya mendapatkan adlikeability dan tidak bisa mendapatkan product likability. Lomba iklan favorit melalui berbagai penghargaan yang berbicara satu dimensi, ad likeability saja, mungkin akan menjadi menarik kalau juga diukur dimensi yang lain, bahkan kalau mungkin sampai dampaknya mendorong minat beli konsumen. Kalau hanya satu dimensi saja, bisa saja iklan dibuat sangat baik dan dengan kreatifitas yang sangat tinggi serta visualisasinya menarik tetapi ternyata penjualan produknya tetap saja jeblok. Kalimat ini tentu saja jangan diartikan bahwa iklan yang baik harus selalu
38
mendorong penjualan, karena hal ini berarti bahwa pembuatan iklan kembali kepada advertising objective yang jelas dan terukur.
2.1.4.4 Menentukan Tujuan Iklan Tujuan-tujuan iklan harus mengalir dari keputusan-keputusan sebelumnya mengenai pasar sasaran, pemosisian pasar, dan program pemasaran.Tujuan (atau sasaran) iklan merupakan suatu tugas komunikasi tertentu dan tingkat pencapaiannya harus diperoleh pada audiens tertentu dalam kurun waktu tertentu (Kotler dan Keller, 2007, p244).Tujuan iklan dapat digolongkan apakah sasarannya untuk menginformasikan, membujuk, mengingatkan, atau memperkuat. ●
Iklan Informatif Dimaksudkan untuk menciptakan kesadaran dan pengetahuan tentang produk
baru atau cirri baru produk yang sudah ada.Periklanan yang digunakan untuk member informasi kepada konsumen mengenai suatu produk atau kelengkapan baru atau untuk membangun permintaan awal. ●
Iklan Persuasif Dimaksudkan untuk menciptakan kesukaan, preferensi, keyakinan, dan
pembelian suatu produk atau jasa. Periklanan yang digunakan untuk membangun permintaan selektif akan suatu merek dengan cara meyakinkan konsumen bahwa merek tersebut adalah merek terbaik di kelasnya.
39
●
Iklan Pengingat Dimaksudkan untuk merangsang pembelian produk dan jasa kembali.Iklan
yang digunakan untuk menjaga agar konsumen tetap berpikir mengenai suatu produk. ●
Iklan Penguatan Dimasudkan untuk meyakinkan pembeli sekarang bahwa mereka telah
melakukan pilihan yang tepat.
2.1.4.5 Faktor-Faktor Efektivitas Iklan Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas iklan : 1. Model Kredibilitas Sumber (Source Credibility Model)
Kredibilitas adalah tingkat kepercayaan konsumen terhadap sebuah sumber dalam memberikan informasi terhadap konsumen, Jika sumber iklan dianggap kredibel maka konsumen akan mempercayai iklan tersebut dan relative menerima pesan tersebut dengan baik. Akan tetapi jika sumber dianggap tidak kredibel maka iklan tersebut tidak akan berpengaruh apa-apa. Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar sebuah iklan mempunyai kredibilitas, yaitu keahlian sumber dan kejujuran sumber. 2. Model Daya Tarik Sumber (Source Attractiveness Model)
40
Model ini dikembangkan oleh McGuire (1985), yang berpendapat bahwa sumber yang kredibel saja belum cukup untuk membuat sebuah iklan menjadi efektif, tetapi juga harus menarik bagi konsumen. Ia berpendapat ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar iklan menarik perhatian konsumen, yaitu sumber iklan harus dikenal baik (familiaritas/familiarity sumber), disukai dan mempunyai kemiripan dengan konsumen. Semakin banyak kesamaan antara sumber dengan konsumen maka iklan tersebut akansemakin menarik perhatian konsumen, misalnya kesamaan kegemaran, kesamaan sifat, kesamaan kebutuhan dan lain-lain. 3. Model Budaya (Culture Model)
Model budaya ini dikemukakan oleh McCracken (1985) yang berpendapat bahwa efektivitas iklan tidak hanya dipengaruhi oleh kredibiltas dan daya tarik iklan saja, tetapi ditentukan juga oleh budaya antara endorser dan konsumen. Menurut McCracken (1985) iklan merupakan proses pemindahan makna (meaning) dari endorser kepada produk, yang kemudian ditangkap oleh konsumen. Proses pemindahan ini dipengaruhi oleh banyak hal seperti statussocial, kelas social, jenis kelamin, umur, kepribadian, gaya hidup dan lain-lain. Perbedaan yang ada diantara berbagai hal diatas dapat membuat makna yang disampaikan akan ditangkap berbeda dengan konsumen.
41
2.1.4.6 Strategi Kreatif Dalam Periklanan Agar suatu iklan mampu menarik perhatian konsumen, maka diperlukan kreativitas dalam pembuatan suatu iklan yang memerlukan suatu strategi yang kreatif. Strategi kreatif adalah hasil terjemahan dari berbagai informasi mengenai produk, pasar dan konsumen sasaran ke dalam suatu posisi tertentu di dalam komunikasi yang kemudian dapat dipakai untuk merumuskan tujuan iklan (Kasali,R., 1995: 81 dalam jurnal Telaah Bisnis, volume 5). Dalam pembuatan iklan, untuk menghasilkan iklan yang baik penting juga menggunakan elemen-elemen dalam sebuah rumus yang dikenal sebagai AIDCA (Kasali,R., 1995: 83-86 dalam jurnal Telaah Bisnis, volume 5), yang terdiri dari : 1. Perhatian (Attention)
Iklan harus menarik perhatian khalayak sasarannya, baik pembaca, pendengar atau pemirsa. Beberapa penulis naskah iklan mempergunakan trik-trik khusus untuk menimbulkan perhatian calon pembeli, seperti : (a) menggunakan headline yang mengarahkan, (b) menggunakan slogan yang mudah diingat, (c) menonjolkan atau menebalkan huuf-huruf tentang harga (bila harga merupakan unsur penting dalam mempengaruhi orang untuk membeli), (d) menonjolkan selling point suatu produk, (e) menggunakan sub-sub judul untuk membagi naskah dalam beberapa paragraph pendek, (f) menggunakan huruf tebal (bold) untuk menonjolkan kata-kata yang menjual.
42
2. Minat (Interest)
Setelah perhatian calon pembeli berhasil direbut, persoalan yang dihadapi bagaimana agar konsumen berminat dan ingin tahu lebih lanjut.Untuk itu mereka dirangsang agar membaca dan mengikuti pesan-pesan yang disampaikan. 3. Kebutuhan atau Keinginan (Desire)
Iklan harus berhasil menggerakkan keinginan orang untuk memiliki atau menikmati produk.Kebutuhan atau keinginan mereka untuk memiliki, memakai, atau melakukan sesuatu harus dibangkitkan. 4. Rasa Percaya (Conviction)
Untuk menimbulkan rasa percaya pada calon pembeli, sebuah iklan dapat ditunjang dengan berbagai kegiatan peragaan seperti pembuktian, membagibagikan percontoh secara gratis, dan menyondongkan pandangan-pandangan positif dari tokoh-tokoh masyarakat terkemuka. 5. Tindakan (Action)
Upaya terakhir untuk membujuk calon pembeli agar sesegera mungkin melakukan tindakan pembelian atau bagian dari itu.Memilih kata yang tepat agar calon pembeli melakukan respon sesuai dengan yang diharapkan adalah suatu pekerjaan yang sangat sulit. Harus dipergunakan kata perintah agar
43
calon pembeli bergerak, akan tetapi juga diperkirakan dampak psikologis dari kata-kata perintah tersebut.
2.1.4.7 Mengevaluasi Efektivitas Iklan Perencanaan iklan dan pengendalian iklan yang baik bergantung pada pengukuran efektivitas iklan.Kebanyakan pengiklan mencoba mengukur efek komunikasi suatu iklan, maksudnya dampak potensialnya terhadap kesadaran, pengetahuan, atau preferensi.Mereka juga ingin mengukur efek penjualan iklan tersebut. ●
Riset Dampak Komunikasi Riset dampak komunikasi berupaya menentukan apakah suatu iklan
berkomunikasi efektif.Dengan disebut juga pengujian naskah (copy testing), riset tersebut dapat dilakukan sebelum iklan dimasukkan ke media dan setelah dicetak atau disiarkan. Ada tiga
metode utama pra-pengujian iklan. Metode umpan balik
konsumen (consumer feedback method) menanyakan reaksi konsumen terhadap iklan yang diusulkan.Pengujian portofolio meminta konsumen melihat atau mendengarkan suatu portofolio iklan, dengan menggunakan waktu sebanyak yang mereka perlukan.Konsumen kemudian diminta mengingat kembali semua iklan tersebut dan isinya, dibantu atau tidak dibantu pewawancara.Tingkat daya ingat mereka menunjukkan kemampuan suatu iklan menonjol dan pesannya dimengerti dan
44
diingat.Pengujian
laboratoriummenggunakan
peralatan
untukmengukur
reaksi
fisiologis detak jantung, tekanan darah, pelebaran bola mata, tanggapan kulit mendadak, keluarnya keringat terhadap iklan atau konsumen mungkin akan diminta menekan tombol untuk menunjukkan kesukaan atau ketertarikan mereka dari waktu ke waktu pada saat melihat bahan yang ditampilkan berurutan. ●
Riset Dampak penjualan Dampak iklan pada penjualan umumnya lebih sulit diukur daripada dampak
iklan pada komunikasinya. Penjualan dipengaruhi banyak faktor, seperti fitur produk, harga, ketersediaan, dan juga tindakan pesaing. Makin sedikit atau makin terkendali faktor-faktor lain ini, makin mudah diukur dalam situasi pemasaran langsung dan paling sulit diukur untuk iklan pembentukan citera merek atau perusahaan. Berbagi pengeluaran iklan (share of advertising expenditure) yang dilakukan perusahaan menghasilkan berbagi suara (share of voice), yaitu persentase iklan perusahaan atas produk tersebut terhadap semua iklan produk tersebut yang memperoleh pendapatan dalam bentuk berbagi pikiran dan hati konsumen (share of consumers minds and hearts) dan akhirnya, berbagi pasar.
2.1.5
Sikap Konsumen
45
Menurut Kotler (2005) sikap adalah evaluasi, perasaaan emosional, dan kecendrungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap beberapa objek atau gagasan.
2.1.5.1Teori Sikap Menurut Ferrinadewi (2008,p167) sikap konsumen merupakan komponen psikologis konsumen yang mempengaruhi perilaku konsumen, baik itu dalam proses pengambilan keputusan pembelian maupun perilaku dalam hal keputusan untuk tidak lagi menggunakan produk. Ketika konsumen memiliki sikap negative pada merek tertentu maka secara sadar maupun tidak sadar akan cenderung menghindari merek tersebut bahkan merek itu bisa jadi tidak menjadi salah satu alternatif yang dipertimbangkan.
Menurut Sumarwan (2003,p136) sikap menggambarkan kognitif dari psikologis sosial, dimana sikap dianggap memiliki tiga unsur, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (emosi, perasaan), dan konatif (tindakan).
Dapat disimpulkan bahwa sikap konsumen adalah merupakan ungkapan perasaan konsumen tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut.
46
2.1.5.2 Komponen Sikap Menurut Ferrinadewi (2008,p97) model sikap terdiri dari 3 komponen yaitu: 1. Kognitif
Pengetahuan (cognitive) dan persepsi yang diperoleh melalui kombinasi dari pengalaman langsung dengan objek sikap (attitude object) dan informasi terkait yang didapat dari berbagai sumber. Komponen ini seringkali dikenal sebagai keyakinan atau kepercayaan (beliefs) sehingga konsumen yakin bahwa suatu objek sikap memiliki atribut-atribut tertentu dan bahwa perilaku tertentu akan menjurus ke akibat atau hasil tertentu. Dalam komponen kognitif terdiri dari keyakinan dan pengetahuan konsumen tentang produk. Keyakinan dan pengetahuan tentang produk ini berbeda antara satu konsumen dengan konsumen yang lain. 2.
Afektif Ialah emosi dan perasaan terhadap suatu produk atau merek tertentu.
Emosi dan perasaan terutama memiliki hakikat
evaluative yaitu apakah
konsumen suaka atau tidak terhadap produk tertentu. Menurut Schifman san Kanuk (2007,p226) komponen afektif adalah emosi
dan
perasaan
konsumen
mengenai
produk
atau
merek
tertentumerupakan komponen afektif dari sikap tertentu.Emosi dan perasaan ini sering dianggap oleh para peneliti konsumen sangat evaluative sifatnya yaitu mencakup penilaian seseorang terhadap objek sikap secara langsung dan
47
menyeluruh (sampai dimana seseorang menilai objek sikap menyenangkan atau tidak menyenangkan, bagus atau jelek). Ketika konsumen yakin bahwa harga dari suatu produk terlalu mahal, maka perasaan yang dihasilkan dapat berupa perasaan positif. Emosi yang melekat pada keyakinan konsumen sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi internal individunya. Jelasnya, perasaan suka atau tidak suka ini banyak ditentukan oleh keyakinan konsumen, namun belum tentu setiap konsumen yang memiliki keyakinan yang sama akan menunjukkan emosi yang sama. Hal ini disebabkan karena masing-masing individu memiliki situasi latar belakang yang berbeda. Perasaan merupakan hasil evaluasi dari atribut produk ini dapat juga mempengaruhi keyakinan konsumen bahkan bisa merubah keyakinannya. 3. Konatif
Adalah kecendrungan seseorang untuk melaksanakan suatu tindakan dan perilaku dengan cara tertentu terhadap suatu objek sikap. Menurut Schifman dan Kanuk (2007, p227), komponen terakhir terdiri dari 3 model sikap 3 komponen berhubungan dengan kemungkinan atau kecendrungan bahwa individu akan melakukan tindakan khusus, komponen konatif mungkin mencakup perilaku sesungguhnya itu sendiri. Komponen konatif dalam riset konsumen biasanya mengungkapkan keinginan membeli dari seseorang konsumen (intention to buy). Keyakinan dan rasa suka pada suatu produk
48
akan mendorong konsumen melakukan tindakan sebagai wujud dari keyakinan dan perasaannya.
2.1.5.3 Respon Konsumen Menurut Keegan (1995:7) dalam jurnal Manajemen Teori dan Terapan Tahun 1, No.3, Desember 2008, “consumer is the user of a product”. Maka consumer dapat di deskripsikan sebagai orang yang menggunakan produk. Berdasarkan pengertian dari Dictionary of Marketing and Business Terms(www.marketing.org.au) “Response is an effort to satisfy a drive. Reaction evoked by a stimulus.” maka response dapat dideskripsikan sebagai usaha konsumen yang tercermin dalam sikap dan perilakunya untuk memuaskan dorongan yang ada. Reaksi tersebut disebabkan oleh adanya rangsangan.Dari pengertian consumer dan response diatas maka dapat diambil menjadi suatu pengertian consumer response yakni merupakan pencerminan dari sikap dan perilaku pengguna produk dalam memuaskan dorongan yang ada sebagai reaksi terhadap usaha-usaha pemasaran yang dilaksanakan perusahaan. Respon konsumen memiliki 3 komponen yaitu cognitive, affective, conative.Cognitive response dinyatakan dalam knowledge dan perception konsumen terhadap suatu produk.Knowledge dan perception terbentuk karena awareness dan information. Konsumen yang sadar akan kebutuhannya akan mencari informasi mengenai produk kebutuhannya (Schiffman dan Kanuk, 2004, p256). Proses yang terjadi dalam cognitive response ini memiliki kesamaan dengan proses keputusan
49
pembelian dalam tahap need recognition dan tahap knowledge menurut Schiffman dan Kanuk. Affective response dinyatakan dalam perasaan atau emosi konsumen melalui sikap suka atau tidaknya ataupun penilaian bagus tidaknya terhadap suatu produk.Sikap ini merupakan hasil dari evaluasi konsumen terhadap suatu produk (Schiffman dan Kanuk, 2004, p257). Jika pada tahap cognitive response, konsumen memiliki knowledge dan perception yang positif terhadap suatu merek produk tertentu, maka pada tahap affective response, konsumen akan membentuk suatu sikap yang positif pula. Proses dalam affective response ini memiliki kesamaan dengan proses keputusan pembelian pada tahap evaluation. Pada tahap evaluation dalam buying decision process, konsumen melakukan evaluasi terhadap berbagai merek, membentuk sikap yang berbeda-beda terhadap masing-masing merek. Salah satu merek yang dianggapnya bagus dan disukai itulah yang akan dipilih dan dibeli. Conative response menyangkut tindakan atau perilaku konsumen yang dinyatakan dengan intention to buy dan purchase (Schiffman dan Kanuk, 2004, 258). Proses yang terjadi dalam conative response memiliki kesamaan dengan tahap purchase pada proses keputusan pembelian. Menurut A. Bellen del Rio (2001) dalam jurnal Manajemen Teori dan Terapan Tahun 1, No.3, Desember 2008, Consumer Response dapat diukur dengan : 1. Willingness to pay a price premium for the brand
50
2. Yaitu kesediaan konsumen membayar harga premium. 3. Willingness to accept brand extensions
Yaitu kesediaan menerima produk hasil perluasan merek, menurut Aaker (1991, p208), “brand extensions are a natural strategy for the firm looking to grow by exploiting his asset.” Dengan kata lain perluasan merek adalah strategi alami untuk menumbuhkan perusahaan dengan mengeksploitasi asset yang dimiliki. Brand extension dapat dibagi menjadi 7 pendekatan yaitu same product in different form, distinctive taste/ingredient/component, companion product, customer franchise, expertise, benefit/attribute/feature, dan designer or ethnic image (Aaker, 1991) 3. Willingness to recommend the brand others
Yaitu kesediaan
merekomendasikan produk ke orang lain. 2.2 Kerangka Pikiran Experiential Marketing (X1)
Brand Image (X2)
Efektivitas Iklan (X3)
Sikap Konsumen (Y)
51
Sumber: penulis 2012 Gambar 2.1 Kerangka Pikiran 2.3. Hipotesa Menurut Sugiyono (2010,p159) hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Kebenaran hipotesis itu harus dibuktikan melalui data yang terkumpul. Variabel: X1: Experiential Marketing X2: Brand Image X3: Efektivitas Iklan Y : Sikap Konsumen Tujuan 1 • Hipotesis penelitian secara individual hubungan antara X1 terhadap Y Ho : Tidak ada pengaruh hubungan yang signifikan antara variabel experiential marketing
terhadap sikap konsumen pada PT. Alindo Usaha Makmur
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel experiential marketing terhadap sikap konsumen pada PT. Alindo Usaha Makmur
52
Tujuan2 • Hipotesis penelitian secara individual hubungan antara X2 terhadap Y Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel brand image terhadap sikap konsumen pada PT. Alindo Usaha Makmur Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel brand image terhadap sikap konsumen pada PT. Alindo Usaha Makmur Tujuan 3 • Hipotesis penelitian secara individual hubungan antara X3 terhadap Y Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel efektivitas iklan terhadap sikap konsumen pada PT. Alindo Usaha Makmur Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel efektivitas iklan terhadap sikap konsumen pada PT. Alindo Usaha Makmur Tujuan 4 • Hipotesis penelitian secara simultan hubungan antara X1, X2, X3 terhadap Y Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel experiential marketing, brand image dan efektivitas iklan terhadap sikap konsumen pada PT. Alindo Usaha Makmur
53
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel experiential marketing, brand image dan efektivitas iklan terhadap sikap konsumen pada PT. Alindo Usaha Makmur