BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Konsep Hipertensi Membahas mengenai Pengertian Hipertensi, Kriteria dan Klasifikasi Hipertensi,
Gejala hipertensi, Faktor-faktor resiko, Pemeriksaan penunjang,
Diagnosa, Patofisiologi, dan Penatalaksanaan. 2.1.1.1 Pengertian Hipertensi Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan kondisi ketika seseorang mengalami kenaikan tekanan darah secara lambat ataupun mendadak ( akut). Diagnosa hipertensi ditegakan jika tekanan darah sistolik seseorang menetap pada 140 mmHg atau lebih, dan tekanan darah diastol menetap pada 90 mmHg atau lebih. (Agoes, 2008). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan konsistensi
140/90mmHg,
diagnosa
hipertensi
tidak
berdasarkan
pada
peningkatan tekanan darah yang hanya sekali. Tekanan darah harus diukur dalam posisi duduk dan berbaring (Baradero, 2008). Hipertensi atau tekanan darah tinggi, kadang-kadang disebut juga dengan hipertensi arteri, adalah kondisi medis kronis dengan tekanan darah di arteri meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Tekanan darah melibatkan dua pengukuran, sistolik dan diastolik, tergantung apakah otot jantung berkontraksi (sistole) atau berelaksasi di antara denyut (diastole).
7
Sedangkan menurut Lembaga-lembaga Kesehatan Nasional the National Institute of Health (NIH)mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan sistolik yang sama atau diatas 140mmHg dan diastolik yang sama atau diatas 90mmHg (Diehl, 2004) 2.1.1.2 Kriteria dan Klasifikasi Hipertensi Menurut petunjuk World Health Organization (WHO) dan International Society of Hypertension (ISH) yang baru (WHO-ISH 1999) klasifikasi hipertensi menyerupai JNC IV, dengan definisi tekanan darah optimal < 120/80 mmHg dan tekanan darah normal bila tekanan darah <130/85 mmHg (Tabel 1) Tabel 1.1 Klasifikasi Derajat Tekanan Darah menurut WHO-ISH 1999 Sistolik Diastolik Kategori (mmHg) (mmHg) 1
Optimal
<120
<80
2
Normal
<130
<85
3
Normal tinggi
130-139
85-89
Hipertensi derajat 1(ringan)
140-159
90-99
Subgrup : perbatasan
140-149
90-94
5
Hipertensi derajat 2 (sedang)
160-179
100-109
6
Hipertensi derajat 3 (berat)
≥ 180
≥ 110
≥ 140
< 90
140-149
<90
4
Hipertensi 7
Sistolik
(isolated
systolic
Hypertension) Sub: Perbatasan
(Sumber: Joewono, 2003)
8
Tabel 1.2 Klasifikasi Derajat Tekanan Darah berdasarkan The Sixth Report Of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure,1997 Kategori Sistolik Diastolik (mmHg) (mmHg) 1 Normal <130 <85 2
Perbatasan
130-139
85-89
3
Hipertensi tingkat 1
140-159
90-99
4
Hipertensi tingkat 2
160-179
100-109
5
Hipertensi tingkat 3
≥ 180
≥ 110
(Sumber Mansjoer.dkk, 2001). Berdasarkan penyebabanya hipertensi di bedakan menjadi hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus (Mansjoer.dkk, 2001). Beberapa faktor yang pernah dikemukakan relevan terhadap mekanisme penyebab hipertensi adalah genetik, geografi dan lingkungan, jenis kelamin, natrium, sistem renin-angiotensin,
hiperaktivitas simpatis, retensi insulin dan
disfungsi sel endotel. Sedangkan sekitar 5 % kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya,hal ini disebut hipertensi sekunder (Gray, 2005). 2.1.1.3 Gejala hipertensi Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
9
kemerahan dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih serius dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Sering kali hipertensi disebut sebagai silent killer karena dua hal yaitu: 1. Hipertensi sulit disadari seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus, gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan dan sakit kepala biasanya jarang berhubungan langsung dengan hipertensi, hipertensi dapat diketahui dengan mengukur secara teratur. 2. Hipertensi apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai risiko besar untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskular seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung dan gagal ginjal. 2.1.1.4 Faktor-Faktor Resiko 1. Faktor Keturunan atau Gen Kasus hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang tuanya. Apabila riwayat hipertensi di dapat pada kedua orang tua maka dugaan hipertensi esensial lebih besar bagi seseorang yang kedua orang tuanya menderita hipertensi ataupun pada kembar monozygot (sel telur) dan salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut kemungkinan besar menderita hipertensi 2. Faktor Berat (Obesitas atau Kegemukan) Pada orang yang terlalu gemuk, tekanan darahnya cenderung tinggi karena seluruh organ tubuh dipacu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih besar jantungpun bekerja ekstra karena banyaknya timbunan lemak yang
10
menyebabkan kadar lemak darah juga tinggi, sehingga tekanan darah menjadi tinggi ( Suparto, 2000). 3. Stres Pekerjaan Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam rasa takut) dapat merangsang belajar anak ginjal melepaskan hormone adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat, jika stress berlangsung cukup lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis (Arora, 2008). 4. Faktor Jenis Kelamin (Gender) Wanita penderita hipertensi diakui lebih banyak dari pada laki-laki. Tetapi wanita lebih tahan dari pada laki-laki tanpa kerusakan jantung dan pembuluh darah. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita. Pada pria hipertensi lebih banyak disebabkan oleh pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan. Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi terkena hipertensi dibandingkan wanita. Menurut Edward D. Frohlich seorang pria dewasa akan mempunyai peluang lebih besar yakni satu di antara 5 untuk mengidap hipertensi (Sustrani, 2004). 5. Faktor Usia Insiden Hipertensi meningkat dengan meningkatnya usia, perubahan akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokinin dan subtansi kimiawi yang lain kemudian
11
menyebabkan rebsorbsi natrium, proses sklerosis yang berakibat pada kenaikan tekanan darah (Martono, 1999). 6. Faktor Asupan Garam Terdapat bukti bahwa mereka yang memiliki kecenderungan menderita hipertensi secara keturunan memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya. Namun mereka mengkonsumsi garam tidak lebih banyak dari orang lain, meskipun tubuh mereka cenderung menimbun apa yang mereka makan (Beevers, 2002). 7.
Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan kurang olahraga
serta bersantai dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang membahayakan jantung. Apabila pembuluh darah yang ada pada jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi, maka rokok dapat memperburuk keadaan tersebut (Tom, 1986). 2.1.1.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai tropi bertujuan menentukan adanya kerusakan jaringan dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi, biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah, (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL, dan EKG (Mansjoer.dkk, 2001). 2.1.1.6 Diagnosis Diagnosis tidak dapat tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan
12
yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai (menutupi 80% lengan). Tensimeter dengan air raksa masih dianggap alat pengukuranyang terbaik. Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang pada lengan kontralateral dikaji perbandingan berat badan dan tinggi pasien, kemudian dilakukan pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui adanya retio hipertensif, pemeriksaan leher untuk mencari bising carotid, pembesaran vena, atau kelenjara tiroid (Mansjoer, 2001). 2.1.1.7 Patosifisiologi Angiotensin Converting Enzyme (ACE), memegang peran fisiologi penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati selanjutnya oleh hormone, rennin akan diubah menjadi angiotensin 1, oleh ACE yang terdapat di paru-paru angiotensin 1 diubah menjadi angiotensin II, peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama, yaitu Meningkatkan sekresi hormone antidiuretik (ADH) dan rasa haus (Astawan, 2005). ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitasi) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH sangat sedikit urin yang dieksresikan keluar tubuh sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya untuk mengencerkanya volume cairan ekstraseluler akan
13
ditingkatkan dengan cara menarik cairan di bagian intra seluler akibatnya volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah (Astawan, 2005). Menstimulasi sekrsi aldosteron dari korteks adrenal, aldosteron merupakan hormone steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi eksresi NaCl dengan cara mengabsorbsinya dari tubulus ginjal. Naiknya kosentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstra seluler yang pada giliranya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Astawan, 2005). 2.1.1.8 Penatalaksanaan Penanganan hipertensi pada umunya dimaksudkan untuk mencapai tekanan darah dalam batas normal atau 130/80 mmHg. Pada pengidap diabetes ataui penyakit ginjal menahun, besar tekanan darah yang dianjurkan sebaiknya dibawah
130/80
mmHg.
Cara
penatalaksanaan
dibedakan
atas
cara
nonmediokamentosa dan terapi dengan obat-obatan a. Nonmediokamentosa Olahraga teratur, Restrikasi natrium, pembatasan natrium (garam dapur) terbukti efektif menurunkan tekanan darah pada 60% pasien, Pendekatan diet, yaitu mengonsumsi makanan yang kaya akan buah, rendah lemak atau bebas lemak hewani. Pola diet ini cukup efektif menangani hipertensi berdasarkan riset National Institute of Health (NIH) di Amerika Selatan, Penghentian konsumsi alkohol dan rokok, Menghindari stress (Agoes, 2008).
14
b. Terapi dengan obat-obatan 1. Hipertensi tanpa komplikasi diuretic, beta bloken 2. Indikasi tertentu enhibitor ACE, penghmabat reseptor angiotensin II, Alfa bloker, alfa-beta bloker, antagonisca, diuretic. 3. Indikasi yang disesuaikan: diabetes mellitus tipe I dengan protein nuria inhibitor ACE, gagal jantung ibhibitor ACE diuretic, hipertensi sistolik terisolasi, infark miokard beta bloker (non ISA) inihibitor ACE (dengan disfungsi sistolik) (Mansjoer, 2001). Bila tekanan darah tidak dapat diturunkan dalam satu bulan, dosis obat dapat disesuaikan sampai dosis maksimal atau menambahkan obat golongan lain atau mengganti obat pertama dengan obat golongan lain. Sasaran penurunan tekanan darah adalah kurang dari 140/90 dengan efek samping minimal penurunan dosis obat dapat dilakukan pada golongan hipertensi ringan yang sudah terkontrol dengan baik selama satu tahun. Pilihan obat dalam mengatasi hipertensi diantaranya: 1. Diuretik Diuretik
adalah
obat
yang
memperbanyak
kencing,
mempertinggi
pengeluaran garam (NaCl) dengan turunya kadar Na+ makan tekanan darah akan turun dan efek hipotensifnya kurang kuat. Obat yang sering digunakan adalah obat yang daya kerjanya panjang sehingga dapat digunakan dosis tunggal, diutamakan diuretic yang hemat kalium seperti spironolacture, HCT, Cholotalidore, dan indopanide.
15
2. Alfa-Bloker Alfa blocker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa dan menyebabkan vasodilatasi perifer serta turunya tekanan darah karena efek hipotensinya ringan sedangkan efek sampingnya agak kuat misalnya hipotensi ostotatik dan tachikardia maka jarang digunakan. Seperti prognosin dan terazosin 3. Beta-Blocker Mekanisme kerja obat beta-blocker belum diketahui dengan pasti diduga kerjanya berdasarkan beta blocker pada jantung sehingga mengurangi daya dan frekuensi kontrasi jantung. Dengan demikian tekanan darah akan menurun dan daya hipotensinya baik. Seperti : propanolol, alterolol, pindolol. 4. Obat yang bekerja sentral Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan non adrenalin sehingga menurunkan aktifitas saraf adretergik perifer dan turunya tekanan darah, penggunaan obat ini perlu memperhatikan efek hipotensi ostatik seperti uonidire, euanfacire dan netelopa. 5. Vasodilator Obat vasodilator dapat langsung mengembangkan dinding osteriole sehingga daya tahan pembuluh perifer berkurang dan tekanan darah menurun seperti hidralazine dan tecrazine. 6. Antagonis Kalsium Mekanisme obat antagonis kalisum adalah menghambat pemasukan ion kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh dengan efek vasidilatasi dari turunya tekanan darah seperti : nipedipin dan verapamil.
16
7. Penghambat ACE Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat angiotensin converting enzyme yang berdaya vasokontriksi kuat seperti coptopril. (capoten) dan enalprit. (Gunawan, 2001). Prinsip pengobatan farmakologi 1. Dimulai dosis rendah, dinaikan secara perlahan. 2. Kombinasi obat yang sesuai dosis rendah sehingga mengurangi efek samping. 3. Bila respon kecil atau terdapat efek samping, diberikan golongan obat lain. 4. Penggunaan obat berefek jangka panjang, sehingga cukup diberikan sekali sehari akan memperbaiki kepatuhan penderita dan variabilitas tekanan darah (Joewono, 2003). 2.1.1.9 Prognosis Secara keseluruhan, hipertensi tidak dapat disembuhkan. Namun dengan penatalaksanaan yang tepat, hipertensi dapat dikontrol. Terapi dengan kombinasi modifikasi gaya hidup dan obat antihipertensi biasanya dapat menjaga tekanan darah dalam kisaran yang tidak akan merusak jantung dan organ lain (Agoes, 2008) 2.1.1.10 Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kekambuhan
hipertensi a.
Pola makan tidak terkontrol
b.
Stress
c.
Minum obat antihipertensi tidak teratur ( sesuai anjuran dokter)
d.
Olahraga tidak teratur.
17
penyakit
2.1.2 Konsep Perilaku 2.1.2.1 Pengertian Perilaku Perilaku yaitu suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya, baik yang diamati secara langsung ataupun yang diamati secara tidak langsung. Pada umumnya perilaku manusia berbeda, karena dipengaruhi oleh kemampuan yang tidak sama. Pada dasarnya kemampuan ini amat penting diketahui untuk memahami mengapa seseorang berbuat dan berperilaku berbeda dengan yang lain. Jadi dengan kata lain perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme yang bersangkutan( Thoha, 1979) Menurut Notoadmodjo (2010). Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian domain oleh Bloom dalam Notoadmodjo (2010) , dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3 tingkat ranah perilaku, sebagai berikut : 2.1.2.2 Pengetahuan 1.
Pengertian Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut Lawrence Green (1989) dalam Notoatmodjo (2010) peningkatan pengetahuan mempunyai hubungan yang positif dengan perubahan variabel perilaku. Pengetahuan dapat diperoleh dari tingkat pendidikan, seseorang realitas cara berfikir dan ruang lingkup jangkauan berfikirnya semakin luas.
18
Pengetahuan kognitif adalah domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Dari hasil pengalaman serta penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadaptasi perilaku yang baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang beruntun yaitu: 1. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2. Interest (merasa tertarik) merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut disini sikap subjek sudah mulai timbul. 3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya) hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. 5. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. 2.
Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan yang dicakup didalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: 1. Tahu (Know). Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
19
mengingat kembali (recall), terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2. Memahami (Comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Aplication). Aplikasi diartikan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4. Analisis (Analysis). Analisa merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Syntesis). Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemajuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2010). 2.1.2.3 Sikap (Attitude) Menurut Notoatmodjo (2010) sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya bisa ditafsirkan terlebih dahulu dan perilaku yang
20
tertutup stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. a.
Beberapa definisi sikap menurut para ahli (Azwar : 2009) 1) Menurut L. I Thurston, Sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. 2) Zimbardo dan Ebessen, Sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide/objek yang berisi komponenkomponen kognitif, afektif, dan behavior 3) Petty , Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isue. 4) Notoatmojo, Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. 5) Heri Purwanto, Sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi. Seorang ahli psikologi social menyatakan bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah merupakan “pre-disposisi” tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang dibuka lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2010).
21
b. Komponen Sikap Azwar (2010) menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen yaitu: 1.
Komponen Kognitif Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
2.
Komponen Afektif Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
3.
Komponen Perilaku Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
c.
Tingkatan sikap Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo, 2010) 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). 2. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan.
22
Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri. d. Karakteristik Sikap Menurut Brigham (dalam Dayakisni, 2009) ada beberapa ciri atau karakteristik dasar dari sikap, yaitu : 1. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku. 2. Sikap ditujukan mengarah kepada objek psikologis atau kategori, dalam hal ini skema yang dimiliki individu menentukan bagaimana individu mengkategorisasikan objek target dimana sikap diarahkan. 3. Sikap dipelajari. (learn ability) Contoh : lapar, haus adalah motif psikologis yang
23
tidak dipelajari, sedangkan pilihan pada makanan Eropa adalah sikap. 4. Sikap mempengaruhi perilaku. Memegang teguh suatu sikap yang mengarah pada suatu objek memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada objek itu dengan suatu cara tertentu. 5. Sikap bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan objeknya. e.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Azwar (2009) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. 1) Pengalaman Pribadi Middlebrook (dalam Azwar, 2009) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi yang melibatkan emosi akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam dan lebih lama membekas. 2) Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting.
24
Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. 3) Pengaruh Kebudayaan Burrhus Frederic Skinner, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan
pengaruh
lingkungan
(termasuk
kebudayaan)
dalam
membentuk pribadi seseorang. 4) Media Massa Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah
dan
lain-lain
mempunyai
pengaruh
yang
besar
dalam
pembentukan opini dan kepercayaan individu. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. 5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu system mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Sikap sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,
semakin
tinggi
pendidikan
seseorang
maka
konsep
pemikirannya akan lebih bijaksana dan matang karena pendidikan individu merupakan landasan dasar
untuk menentukan kepercayaan, apakah
menyetujui atau menolak.
25
6) Faktor Emosional Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama. f.
Pembentukan dan Perubahan Sikap Menurut Bimo Walgito (dalam Dayakisni, 2009), pembentukan dan
perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu : 1. Faktor internal (individu itu sendiri) yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luar dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak. 2. Faktor eksternal yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap. 2.1.2.4 Praktek atau Tindakan (Practice) Menurut Notoatmodjo (2010) suatu sikap belum otomatis terwujudnya dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya suatu sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain.
26
Tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yaitu: 1. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. 2. Respon terpimpin (guided respons) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. 3. Mekanisme (mecanism) Apabila seorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. 4. Adaptasi (adaption) Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah di modifikasikannya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.
27
2.2 Kerangka Teori Pengetahuan Aspek yang diketahui dan mampu diingat oleh responden tentang upaya mencegah kekambuhan penyakit hipertensi Sikap
Perilaku Hipertensi
Penderita
Segala pandangan atau pendapat responden yang berkaitan dengan upaya mencegah kekambuhan penyakit hipertensi.
Tindakan
Terkontrol
Tidak Terkontrol
Upaya yang dilakukan dalam mencegah kekambuhan penyakit hipertensi. Kekambuhan Hipertensi
Penyakit
Menurut Benyamin Bloom (1980) dalam Notoatmodjo (2010)
2.3 Kerangka Konsep
Upaya Pencegahan Kekambuh Hipertensi
Perilaku
28