BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kualitas Layanan 2.1.1. Pengertian kualitas layanan Definisi kualitas layanan jasa terpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Pernyataan ini dipertegas oleh Wyckof yang dikutip oleh Tjiptono (2006:24) yang menyatakan bahwa kualitas layanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Parasuraman dalam Mauludin (2004) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan adalah seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas langganan yang mereka terima atau peroleh. Sedangkan menurut Kotler (2007:49) mengemukakan bahwa kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Sedangkan Gronroos et.al. dalam Mauludin (2004) mendefinisikan kualitas pelayanan (service quality) sebagai hasil persepsi dan perbandingan antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual pelayanan. Menurut Parasuraman et.al. (1985:41) terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service (pengalaman yang diharapkan) dan perceived service (pelayanan yang diterima). Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk konsumsi, bersamaan dengan waktu produksi dan
18
memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak berwujud dan apabila jasa yang diterima oleh pelanggan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik (ideal), dan sebaliknya jika pelayanan yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan konsumen, maka kualitas pelayanan akan dipersepsikan jelek (kurang ideal), sehingga kebutuhan dan keinginan konsumen merasa belum terpenuhi.
2.1.2. Dimensi kualitas layanan Menurut Tjiptono dan Chandra (2005:121) ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dirasakan (perceived service). Apabila yang dirasakan (perceived service) sesuai dengan diharapkan (expected services), maka kualitas jasa dipersepsikan naik atau positif, jika yang dirasakan (perceived service) melebihi diharapkan (expected services), maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas ideal, sebaliknya apabila yang dirasakan (perceived service) lebih jelek dibandingkan yang diharapkan (expected services), maka kualitas jasa dipersepsikan negative atau buruk. Oleh sebab itu baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry dalam Tjiptono dan Chandra (2005:133), ada lima dimensi dari kualitas jasa yaitu Tangibles (bukti fisik), Reliabilitas (reliability), Responsiveness (ketanggapan), Assurance (jaminan), Empathy (empati). Menurut Sutedja (2007:2) mengemukakan beberapa hak-hak konsumen atau pelanggan
19
yang harus didapatkan dari suatu pelayanan perusahaan. Hal ini merupakan aspek-aspek yang ada dalam pelayanan pelanggan. Jelas sekali bahwa aspek dalam pelayanan pelanggan merupakan suatu indikator baik buruknya suatu pelayanan pelanggan. Adapun hak-hak pelanggan atau konsumen yaitu : 1. Mereka berhak mendapatkan pelayanan yang tepat waktu. 2. Mereka berhak diperlakukan dengan sopan, jujur dan penuh hormat. 3. Mereka berhak mendapatkan jawaban atas permintaan mereka dengan cepat dan pasti. 4. Mereka berhak mendapatkan pelayanan yang mampu memahami permintaannya. 5. Mereka berhak mengetahui apa yang dikerjakan dengan permintaannya, sampai dimana proses pengerjaannya, dan kapan akan selesai. 6. Mereka berhak diperlakukan sama seperti apa yang kita inginkan apabila kita menjadi pelanggan orang lain. 7. Mereka berhak menerima jaminan kepuasan yang baik dari petugas pelayanan pelanggan. 8. Mereka berhak mengeluhkan pelayanan yang buruk atau pelayanan yang tidak memuaskan kepada manajemen. Dari beberapa hak-hak pelanggan diatas dapat disimpulkan beberapa indikator pelayanan yang akan didapat oleh pelanggan sesuai haknya, adalah sebagai berikut: 1. Kecepatan Pelayanan yaitu waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan pelanggan.
20
2. Keramahan Personel yaitu mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat yang berperilaku jujur, adil, penuh integritas dan menjaga kehormatan diri. 3. Pengetahuan Personel yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan atau dalam menyelesaikan pelayanan pada pelanggan. 4. Jumlah Pelayanan yang Tersedia. yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan jalur pelayanan serta kesederhanaan proses pelayanan pelanggan. 5. Tampilan Fasilitas yaitu meliputi fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan dan sarana komunikasi. Berry dan Parasuraman dalam Kotler (2007:499), menemukan bahwa ada lima penentu
mutu jasa. Kelimanya
disajikan secara berurut berdasarkan tingkat
kepentingannya :
Tangibles (bukti langsung) adalah fasilitas fisik yang ditawarkan kepada konsumen yang meliputi fisik, perlengkapan, pegawai, dan saran komunikasi.
Emphaty (empati) meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan.
Reliability (keandalan) adalah konsistensi dari penampilan dan kehandalan pelayanan yaitu kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
21
Responsiveness (daya tanggap) yaitu kesigapan dan kecepatan penyedia jasa dalam menyelesaikan masalah dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
Assurance (jaminan) yaitu kemampuan dan keterampilan petugas, keramahan petugas, kepercayaan, dan keamanan. Sementara itu Tjiptono (2006:69) yang melakukan penelitian khusus terhadap
beberapa jenis jasa dan telah berhasil mengidentifikasikan 10 faktor atau dimensi utama yang menentukan kualitas jasa. Kesepuluh faktor tersebut meliputi: 1. Reliability, mencakup dua pokok yaitu : a) Konsistensi kerja (performance) b) Kemampuan untuk dipercaya (dependability) Dalam hal ini perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama (right the first time) dan memenuhi janjinya. Misal menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati. 2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan. 3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tersebut. 4. Access, yaitu meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi mudah dihubungi, dan lain-lain. 5. Courlesy, yaitu meliputi sikap sopan santun, respect, perhatian dan keramahan yang dimiliki para contact personel (seperti resepsionis, operator telepon dan lain-lain).
22
6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan para pelanggan. 7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, karakteristik pribadi, contact personel, dan interaksi pelanggan. 8. Security, yaitu aman dari bahaya, resiko atau dari keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik (phisycal safety), keamanan financial (financial security), dan kerahasiaan (confidentiality). 9. Understanding or knowing the costumer, yaitu usaha untuk memahami pelanggan. 10. Tangible, yaitu bukti fisik dari jasa yang berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, dan reprentasi fisik dari jasa. Menurut oleh Tjiptono (2006:91) menyatakan ada 10 faktor dalam Service Quality : 1) Kesiapan sarana Jasa (access). 2) Komunikasi yang baik (communication). 3) Karyawan harus terampil. 4) Hubungan baik dengan konsumen. 5) Karyawan harus berorientasi pada konsumen. 6) Harus nyata. 7) Cepat tanggap. 8) Keamanan harus terjaga. 9) Harus bisa dilihat. 10) Memahami keinginan konsumen.
23
Untuk keperluan penelitian ini, maka pengukuran terhadap kualitas pelayanan jasa PT. CIMB Niaga Cabang Denpasar akan digunakan kelima dimensi kualitas pelayanan yang dikemukakan oleh Parasuraman. Karena dimensi yang dikembangkan merupakan dimensi yang paling populer dan banyak digunakan bagi penelitian kualitas pelayanan.
2.1.3. Faktor-faktor penyebab buruknya kualitas layanan Menurut Tjiptono (2006:85) ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kualitas suatu jasa menjadi buruk, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Produk dan konsumsi yang terjadi secara simultan. Salah satu karakteristik jasa yang sangat penting adalah inseparability, yang artinya jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan sehingga dalam memberikan jasa dibutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan. Akibatnya timbul masalah-masalah sehubungan dengan adanya interaksi antara produsen dan konsumen jasa, yang disebabkan karena tidak terampil dalam melayani pelanggan, penampilan yang tidak sopan, kurang ramah dan lain-lain. 2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi. Keterlibatan tenaga kerja yang intensif dalam penyampaian jasa dapat menimbulkan masalah dalam kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi disebabkan oleh tingkat upah dan pendidikan karyawan yang masih relatif rendah, kurang perhatian, dan tingkat kemahiran karyawan yang tinggi.
24
3. Dukungan terhadap pelanggan internal yang kurang memadai. Karyawan front line merupakan ujung tombak dari sistem pemberian jasa. Supaya mereka dapat memberikan jasa yang efektif maka mereka perlu dapat pemberdayaan dan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajeman sehingga nantinya mereka akan dapat mengendalikan dan menguasai cara melakukan pekerjaan, sadar dan konteks dimana pekerjaan dilaksanakan, bertanggung jawab atas output kinerja pribadi, bertanggung jawab bersama atas kinerja unit dan organisasi, keadilan dalam distribusi balas jasa berdasarkan kinerja dan kinerja kolektif. 4. Kesenjangan komunikasi. Komunikasi merupakan faktor yang esensial dalam kontrak dengan karyawan. Jika terjadi gap dalam komunikasi, maka akan timbul penilaian dan persepsi yang negative terhadap kualitas pelayanan. Kesenjangan komunikasi dalam pelayanan meliputi memberikan janji yang berlebihan sehingga tidak dapat memenuhinya, kurang menyajikan informasi yang baru kepada pelanggan, pesan kurang dipahami pelanggan, dan kurang tanggapnya perusahaan terhadap keluhan pelanggan.
2.1.4. Mengelola kualitas layanan Sebuah perusahaan jasa dapat memenangkan persaingan dengan menyampaikan secara konsisten layanan yang bermutu lebih tinggi dibandingkan para pesaing dan yang lebih tinggi dari pada harapan pelanggan.
25
Parasuraman, Zeithaml dan Berry dalam Kotler (2007:498) mengidentifikasi, terdapat lima kesenjangan yang timbul akibat kinerja pelayanan yang disampaikan oleh perusahaan jasa dengan harapan konsumen, yaitu: 1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajeman, dimana manajeman tidak selalu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan. 2. Kesenjangan antara persepsi manajeman dengan spesifikasi kualitas jasa, dimana manajeman mungkin memahami secara tepat keinginan pelanggan tapi tidak menetapkan suatu set standar kinerja spesifik. 3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa, dimana para personil mungkin kurang terlatih atau tidak mampu atau tidak mau memenuhi standar, atau mereka dihadapkan pada standar yang berlawanan, seperti menyediakan waktu untuk mendengarkan para pelanggan dan melayani mereka dengan cepat. 4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi internal, dimana harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh pihak manajeman atau iklan perusahaan. 5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan, kesenjangan yang terjadi akibat memilki persepsi yang keliru tentang kualitas jasa tersebut.
2.1.5. Strategi meningkatkan kualitas layanan Meningkatkan kualitas layanan merupakan hal yang sangat penting agar dapat menghadapi persaingan yang semakin ketat dan tetap eksis di era globalisasi. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam meningkatkan kualitas layanan karena hal ini
26
akan berdampak baik langsung maupun tidak langsung terhadap organisasi secara keseluruhan. Menurut Tjiptono (2006:88) ada beberapa faktor dominan yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, diantaranya adalah : 1. Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa. Setiap perusahaan jasa berupaya memberikan kualitas pelayanan jasa yang terbaik kepada para pelanggannya, perlu melakukan riset untuk mengidentifikasi jasa dominan yang paling penting bagi pasar sasaran terhadap perusahaan serta berdasarkan determinan tersebut, sehingga diketahui posisi relative perusahaan di mata pelanggan dibandingkan dengan para pesaing agar dapat memfokuskan peningkatan kualitasnya pada aspek dominan tesebut. 2. Mengelola harapan pelanggan. Tidak jarang suatu perusahaan berusaha melebih-lebihkan pesan komunikasinya kepada pelanggan agar mereka terpikat. Hal seperti ini dapat menjadi boomerang bagi perusahaan karena semakin banyak janji yang diberikan maka semakin besar pula harapan pelanggan yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan pelanggan oleh perusahaan. 3. Mengelola bukti (evidence) kualitas jasa. Mengelola bukti (evidence) kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan selama dan sesudah jasa diberikan. Oleh karena itu jasa merupakan kinerja dan tidak dapat dirasakan seperti barang, maka pelanggan cenderung untuk memperhatikan faktor-faktor nyata (tangibles) yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas. Dari sudut pandang perusahaan jasa, bukti langsung meliputi segala
27
sesuatu yang dipandang konsumen sebagai indikator seperti apa jasa yang diberikan (preservive expection) dan seperti apa saja yang telah diterima (postservice evaluation). 4. Mendidik konsumen tentang jasa. Membantu pelanggan dalam memahami merupakan upaya yang sangat positif dalam rangka menyampaikan kualitas jasa. Pelanggan yang terdidik akan dapat mengambil keputusan yang lebih baik sehingga kepuasan mereka dapat tercipta lebih tinggi. Upaya mendidik konsumen ini dapat dilakukan dalam bentuk melakukan pelayanan sendiri, membantu pelanggan kepada menggunakan sesuatu jasa, bagaimana menggunakan jasa, dan menjelaskan kepada pelanggan alasan-alasan yang mendasari kebijaksanaan yang bisa mengecewakan mereka. 5. Mengembangkan budaya kualitas. Budaya kualitas merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus-menerus. Budaya kualitas terdiri atas filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. Agar dapat menciptakan budaya kualitas yang baik maka dibutuhkan komitmen menyeluruh pada seluruh anggota organisasi. Kebutuhan dan keinginan manusia dipenuhi dengan produk. Produk didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat ditawarkan kepada seseorang untuk memuaskan suatu kebutuhan dan keinginan. Pengertian produk tidak terbatas pada barang-barang yang berwujud saja (object), melainkan dapat berbentuk jasa (service).
28
Berdasarkan kajian teori tentang pemasaran jasa tersebut, maka dapat disimpulkan, bahwa: 1. Jasa adalah performansi yang dibeli oleh pelanggan dan dapat dinikmati, namun tidak dapat menjadi kepemilikan yang dibawa pulang. 2. Jasa bersifat tidak berwujud, tidak terpisahkan pada proses produksi, dengan hasil produksi yang berbeda-beda. Untuk dapat bersaing dalam mendapatkan kepercayaan pelanggan, jasa harus berkualitas tinggi. Menurut Tjiptono (2006:18) karakteristik jasa adalah sebagai berikut : 1. Intangibility Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat atau benda, maka jasa adalah perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja atau usaha. Hal tersebut yang menyebabkan jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. 2. Inseparability Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa pada umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. 3. Variability/heterogenity/inconsistency Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung kepada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut di produksi.
29
4. Perishability Yaitu jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. 5. Lack of ownership Merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin hanya memiliki akses personal atas suatu jasa untuk jangka waktu yang terbatas (misalnya kamar hotel, bioskop, jasa penerbangan dan pendidikan). Menurut Lovelock dalam Tjiptono (2006:120) jasa dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Berdasarkan sifat tindakan jasa. Jasa dikelompokan ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan sifat tindakan jasa (tangibles actions dan intangible actions), sedangkan sumbu horizontalnya merupakan penerima jasa (manusia dan benda). 2. Berdasarkan hubungan dengan konsumen. Jasa dikelompokkan ke dalam hubungan matriks yang terdiri atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan tipe hubungan antara perusahaan jasa dan konsumennya (status keanggotaan dan hubungan kontemporer). Sedangkan, sumbu horizontalnya sifat penyampaian jasa (penyampaian secara berkesinambungan atau kontinu dan penyampaian diskrit).
30
3. Berdasarkan tingkat customization dan kemampuan mempertahankan standar konstan dalam penyampaian jasa. Jasa diklasifikasikan berdasarkan dua sumbu utama, yaitu tingkat customization karakteristik jasa sesuai dengan konsumen individual (tinggi dan rendah) dan tingkat kemampuan penyedia jasa dalam mempertahankan standar yang konstan (tinggi dan rendah). 4. Berdasarkan sifat permintaan dan penawaran jasa. Jasa diklasifikasikan ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan sejauh mana penawaran jasa menghadapi masalah sehubungan dengan terjadinya permintaan puncak (permintaan puncak dapat dipenuhi tanpa penundaan berarti dan permintaan puncak biasanya melampaui penawaran). Sedangkan sumbu horizontalnya adalah tingkat fluktuasi permintaan sepanjang waktu (tinggi dan rendah). 5. Berdasarkan metode penyampaian jasa. Jasa dikelompokkan ke dalam sebuah matriks yang terdiri atas dua sumbu, dimana sumbu vertikalnya menunjukkan sifat interaksi antara konsumen dan perusahaan jasa (konsumen mendatangi perusahaan jasa, perusahaan jasa mendatangi konsumen, serta konsumen dan perusahaan jasa melakukan transaksi melalui surat atau media elektronik). Sedangkan, sumbu horizontalnya adalah ketersediaan outlet jasa (single sites atau multiple sites). Kotler (2007:42) juga mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak dapat menghasilkan kepemilikan sesuatu.
31
Oleh sebab itu jasa memiliki beberapa karakteristik unik yang membedakannya dari barang dan berdampak pada cara memasarkannya.
2.1.6. Manfaat pelayanan dalam upaya meningkatkan jumlah nasabah Bagi perusahaan yang perlu diperhatikan adalah produk dan pelayanannya yang lebih baik dan berorentasi kepada nasabah. Ini berarti pelayanan bank harus dilihat dari kepuasan nasabah. Apabila sedang memberikan pelayanan kepada nasabah, maka sebelumnya harus mempelajari dan mengetahui apa yang diinginkan nasabah untuk memperoleh kepuasannya sehingga bank dapat mempertahankan jumlah nasabah yang ada serta dapat meningkatkan jumlah nasabahnya. Menurut Kasmir (2003:107) pelayanan dan etika pemasaran produk jasa bank merupakan salah satu alternatif yang sangat penting dalam meningkatkan jumlah nasabah, maka hal ini harus dilakukan dengan baik dan benar untuk mendapatkan simpati dan menarik bagi masyarakat calon nasabah bank bersangkutan. Jika masyarakat simpati, maka akan menimbulkan kepercayaan sehingga pemasaran produk bank akan lebih lancar. Menurut Kasmir (2003:223) dalam melayani nasabah hal-hal yang harus diperhatikan adalah kepuasan nasabah terhadap pelayanan yang diberikan. Puas artinya nasabah akan merasa semua keinginan dan kebutuhan dapat dilakukan secara tepat waktu. Menurut Kasmir (2005:33) pelayanan yang baik diberikan oleh perusahan sangat berpengaruh dalam meningkatkan jumlah nasabah, maka buatlah pelayanan yang baik
32
dengan cara sebagai berikut: 1. Tersedia sarana dan prasarana yang baik. Salah satu hal yang penting diperhatikan dalam melayani pelanggan selain kualitas dan kuantitas sumber daya manusia adalah sarana dan prasarana yang dimiliki perusahaan. Fasilitas yang dimiliki seperti ruang tunggu harus dilengkapi berbagai fasilitas yang mampu membuat pelanggan merasa nyaman atau betah dalam ruangan tersebut. Karena kelengkapan dan kenyamanan sarana dan prasarana ini akan membuat pelanggan merasa betah untuk berurusan dengan perusahaan. 2. Tersedia karyawan yang baik. Kenyamanan pelanggan sangat tergantung dari karyawan yang melayaninya, oleh karena itu karyawan harus ramah, sopan dan menarik. Disamping itu, karyawan harus cepat tanggap, pandai bicara menyenangkan, mampu memikat dan mengambil hati pelanggan sehingga pelanggan semakin tertarik. Oleh karena itu, sebelum melayani pelanggan karyawan harus melalui pendidikan dan latihan khusus. 3. Bertanggung jawab kepada setiap pelanggan sejak awal sampai selesai. Bertanggung jawab kepada pelanggan sejak awal hingga selesai artinya dalam menjalankan kegiatan pelayanan karyawan harus mampu melayani dari awal sampai tuntas atau selesai. Pelanggan akan merasa puas jika pelanggan bertanggung jawab terhadap pelayanan yang diinginkannya. Resikonya apabila ada pelanggan yang tidak puas akan selalu membicarakan hal-hal yang negatif tentang perusahaan . 4. Mampu melayani secara cepat dan tepat. Mampu melayani secara cepat dan tepat artinya dalam melayani pelanggan
33
diharapkan harus melakukannya sesuai prosedur. Layanan yang diberikan sesuai jadwal untuk pekerjaan tertentu dan jangan membuat kesalahan dalam arti pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar perusahaan dan keinginan pelanggan. 5. Mampu berkomunikasi dengan baik. Mampu berkomunikasi artinya pemberi layanan harus mampu berbicara kepada setiap pelanggan, serta dengan cepat memahami keinginan pelanggan. Komunikasi harus dapat membuat pelanggan senang sehingga jika pelanggan memiliki masalah, pelanggan tidak segan-segan mengemukakannya kepada pemberi layanan. dilayani tidak secara tuntas akan menjadi preseden yang buruk bagi perusahaan. 6. Memberikan jaminan kerahasiaan setiap transaksi. Memberikan jaminan kerahasiaan setiap transaksi artinya pemberi layanan harus menjaga kerahasiaan pelanggan terutama yang berkaitan dengan keuangan dan pribadi pelanggan. Pada dasarnya, menjaga rahasia pelanggan sama artinya dengan menjaga rahasia perusahaan. Oleh karena itu, pemberi layanan harus mampu menjaga rahasia pelanggan terhadap siapapun, karena menjaga rahasia nasabah. 7. Memiliki kemampuan dan pengetahuan yang baik. Pemberi layanan harus dididik khusus mengenai kemampuannya dan pengetahuannya untuk menghadapi pelanggan atau kemampuan dalam berkerja. Kemampuan dalam bekerja akan mampu mempercepat proses pekerjaan sesuai dengan waktu yang diinginkan. Demikian pula dengan ketepatan dan keakuratan pekerjaan juga terjamin. Dalam hal ini kualitas manusia tersebut perlu dididik sesuai dengan bidang pengetahuannya. Risiko dari ketidakmampuan dalam melayani pelanggan akan berakibat fatal yaitu keterlambatan
34
dan ketidaktepatan pekerjaan sehingga membuat kesalahan dan tidak mampu melayani pelanggan. 8. Berusaha memahami kebutuhan pelanggan. Berusaha memahami kebutuhan pelanggan artinya pemberi layanan harus cepat tanggap terhadap apa yang diinginkan oleh pelanggan. Petugas pemberi layanan harus lebih dulu berusaha untuk mengerti kemauan pelanggan dengan cara mendengar penjelasan, keluhan atau kebutuhan pelanggan secara baik agar pelayanan terhadap keluhan atau keinginan yang diharapkan pelanggan tidak salah. 9. Mampu memberikan kepercayaan kepada pelanggan. Kepercayaan merupakan ujung tombak perusahaan untuk menjalankan aktivitasnya. Sekali pelayanan yang diberikan dapat memuaskan pelanggan, maka akan menimbulkan kepercayaan. Dengan demikian calon pelanggan mau menjadi pelanggan perusahaan yang bersangkutan karena telah memiliki kepercayaan terhadap produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.
2.2. Kepuasan Nasabah 2.2.1. Pengertian kepuasan nasabah Produk berkualitas memiliki peranan penting dalam membentuk kepuasan nasabah. Kotler (2007:31) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai perasaan suka atau tidak seseorang terhadap suatu produk setelah membandingkan antara prestasi produk tersebut dengan harapan. Menurut Tse dan Wilton dalam Tjiptono (2006:146), kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi
35
ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya (norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Dari definisi-definisi tersebut dapat dilihat adanya suatu kesamaan makna bahwa kepuasan pelanggan merupakan suatu perasaan atau penilaian emosional dari pelanggan atas penggunaan suatu produk barang atau jasa ketika harapan dan kebutuhan terpenuhi. Dengan kata lain, jika konsumen merasa apa yang diperoleh lebih rendah dari yang diharapkan (negative disconfirmation) maka konsumen tersebut akan tidak puas. Jika yang diperoleh konsumen melebihi apa yang diharapkan (positive disconfirmation) maka konsumen akan puas, sedangkan pada keadaan ketika apa yang diterima sama dengan yang diharapkan, maka konsumen tersebut akan merasakan tidak puas dan puas (netral). Menurut Musanto dalam Wijayanti (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut. 1. Reliability (keandalan). Merupakan kemampuan dari suatu produk usaha perusahaan untuk menghasilkan produk sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh perusahaan. 2. Response to and remedy of problem. Merupakan respon dan cara pemecahan masalah dalam menanggapi keluhan serta masalah yang dihadapi pelanggan. 3. Sales experience. Merupakan semua hubungan antara pelanggan dengan karyawan, khususnya dalam hal komunikasi yang berhubungan dengan pemberian informasi tentang produk. 4. Convenience of Acquisition. Merupakan segala kemudahan dan kenyamanan yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan.
36
2.2.2. Faktor - faktor yang mempengaruhi kepuasan nasabah Variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan nasabah adalah hal-hal yang menjadi penentu nilai tambah bagi nasabah. Penentu nilai tambah bagi nasabah adalah meliputi jumlah nilai bagi nasabah (nilai produk, nilai pelayanan, nilai personil, nilai citra) dan jumlah biaya nasabah (biaya moneter, biaya waktu, biaya tenaga, biaya pikiran). Setiap nasabah selalu ingin mendapatkan suatu nilai tertinggi, dibatasi oleh biaya pencarian, pengetahuan yang terbatas, mobilitas dan penghasilannya. Nasabah membentuk suatu harapan nilai dan kemudian bertindak atas dasar harapan nilai itu. Setelah itu nasabah akan mengetahui apakah penawaran benar-benar memenuhi harapan nilainya. Hal ini akan sangat berpengaruh pada kepuasan nasabah. Menurut
Gaspersz
(2000:118)
menyatakan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi persepsi dan ekspetasi konsumen adalah sebagai berikut: a. Kebutuhan dana dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan konsumen ketika sedang melakukan transaksi. b. Pelanggan masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan maupun pesaingpesaingnya. c. Pengalaman dari teman-teman. d. Komunikasi melalui ikatan dan pemasaran juga mempengaruhi persepsi konsumen. Kepuasan konsumen sangat dipengaruhi oleh beberapa hal yang meliputi pengiriman produk, performa produk, citra perusahaan/produk/merk/nilai harga yang dihubungan dengan nilai yang diterima konsumen, prestasi para karyawan, keunggulan dan kelemahan pesaing. Maka berdasarkan berbagai penjelasan tersebut diatas maka
37
dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan adalah produk, harga, pelayanan.
2.2.3. Strategi meningkatkan kepuasan nasabah Mudie dan Cottam dalam Tjiptono (2000:160) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu. Untuk itu perlu diupayakan perbaikan dan penyempurnaan kepuasan kepada nasabah ke dalam berbagai strategi. Strategi tersebut antara lain: 1. Strategi Relationship Marketing Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. 2. Strategi Superior Customer Service Perusahaan berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul daripada pesaing. Dalam strategi ini dibutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia dan usaha gigih agar dapat tercipta suatu pelayanan superior. 3. Strategi Unconditional Guaratees (Extra Ordinary Guarantees) Perusahaan mengembangkan pelayanan tambahan terhadap layanan pokoknya, misalnya memberikan garansi tertentu atau memberikan pelayanan purna jual yang baik. 4. Strategi Penanganan Keluhan yang Efektif Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seseorang pelanggan yang puas.
38
2.2.4. Pengukuran kepuasan nasabah Pengukuran terhadap kepuasan nasabah telah menjadi sesuatu yang sangat penting bagi perbankan. Hal ini disebabkan karena kepuasan nasabah dapat menjadi umpan balik dan masukan bagi pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan nasabah. Kepuasan dapat diukur dengan beberapa metode yang dapat digunakan. Menurut Kotler (2007:179) menyatakan bahwa ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu: 1. Sistem keluhan dan saran. Perusahaan meyediakan kotak saran dan keluhan, kartu komentar (customer hot lines), mempekerjakan petugas pengumpulan pendapat atau keluhan untuk pelanggan, sehingga pelanggan leluasa meyampaikan keluhan maupun saran. Sarana informasi ini memungkinkan perusahaan bertindak lebih cepat untuk menyelesaikan masalah. 2. Survei kepuasan konsumen. Metode survei dilakukan perusahaan melalui kuisioner, telepon, e-mail, fax atau dengan wawancara langsung, melalui metode ini maka perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari konsumen. Konsumen akan memberikan pandangan positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para konsumennya. 3. Pembeli Bayangan (Ghost Shopping). Perusahaan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan sebagai konsumen perusahaan dan pesaing, kemudian melaporkan hasil yang didapat. Metode ini dapat mengamati kekuatan dan kelemahan produk serta pelayanan baik perusahaan sendiri maupun perusahaan pesaing.
39
4. Lost Customer Analysis. Metode yang terakhir adalah metode lost customer analysis, cara kerja metode ini adalah dengan menghubungi mantan konsumen untuk menanyakan alasan berhenti membeli dan pindah ke produk pesaing sehingga perusahaan dapat mengambil kebijakan perbaikan. Menurut Hartono (2008) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan respon nasabah terhadap ketidak sesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah pemakaian. Menurut Supranto (2002:88), ada tiga tingkat kepuasan pelanggan yaitu: 1. Pelanggan sangat puas, yaitu jika layanan yang diterima (perceived service) lebih dari layanan yang diharapkan (expected service). 2. Pelanggan puas, yaitu jika layanan yang diterima (perceived service) sama dengan layanan yang diharapkan (expected service). 3. Pelanggan tidak puas, yaitu jika layanan yang diterima (perceived service) tidak sebagus layanan yang diharapkan (expected service). Dengan demikian untuk mencapai kepuasan pelanggan, maka perusahaan harus meningkatkan kinerja sebaik mungkin dengan cara memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan, artinya pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan harapan atau persepsi pelanggan. Kepuasan nasabah selain dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa, juga ditentukan oleh kualitas produk, harga, dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta yang bersifat situasi sesaat (Hartono:2008).
40
Menurut Oliver (1997:13) dimensi atau atribut kepuasan pelanggan dapat dilihat melalui tiga dimensi, yaitu: 1. Rasa percaya pelanggan. 2. Rasa keakraban pelanggan. 3. Rasa puas pelanggan terhadap jaminan layanan. Beberapa penulis memberikan definisi mengenai kepuasan nasabah/pelanggan. Spreng et.al. (1996:76) menyatakan bahwa perasaan puas pelanggan timbul ketika pelanggan membandingkan persepsi mereka mengenai kinerja produk atau jasa dengan harapan mereka. Tse and Wilson (1988:97) menguraikan dua variabel utama yang menentukan kepuasan pelanggan, yaitu harapan (expectations) dan kinerja yang dirasakan
(perceived
performance).
Apabila
perceived
performance
melebihi
expectations maka pelanggan akan puas, tetapi apabila sebaliknya maka pelanggan merasa tidak puas. Sedangkan menurut Nigel Hill (1996:296) kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan terhadap penyedia produk atau jasa untuk memenuhi atau melebihi harapannya. Menurut Irawan (2002:253) kepuasan merupakan hasil dari penilaian pelanggan bahwa pelayanan telah memberikan tingkat kenikmatan dimana tingkat pemenuhan ini bisa lebih atau kurang. Menurut Sutedja (2007:3) terdapat beberapa hal yang diinginkan pelanggan antara lain : 1. Pelanggan ingin diperlakukan dengan adil dan jujur, dan penuh hormat. 2. Pelanggan ingin lokasi pelayanan yang strategis. 3. Pelanggan ingin pelayanan yang tepat waktu dan efisien.
41
4. Pelanggan ingin pemecahan yang baik atas persoalan mereka. 5. Pelanggan ingin diperlakukan seperti raja, yang ingin selalu dilayani dan diperhatikan. 6. Pelanggan ingin uang mereka dihargai. 7. Pelanggan hanya ingin menginginkan yang terbaik. Dari beberapa keinginan nasabah/pelanggan diatas dapat diambil beberapa indikator yang akan mampengaruhi kepuasan nasabah terhadap kualitas layanan yang di harapkan. Pada dasarnya apabila keinginan nasabah terpenuhi maka nasabah tersebut akan mendapatkan kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan. Adapun indikator dari kepuasan nasabah yang berfokus dari keinginan nasabah adalah sebagai berikut : 1. Keadilan dalam mendapatkan pelayanan. 2. Kesesuaian terhadap lokasi pembayaran. 3. Kesigapan petugas di dalam pemberian pelayanan. 4. Penanganan keluhan yang disampaikan pelanggan terhadap perusahaan. 5. Perhatian yang diberikan oleh petugas pelayanan. 6. Kesesuaian antara tarif dan jasa yang dikenakan kepada pelanggan. 7. Kesesuaian antara hasil atau kinerja yang diterima dengan harapan pelanggan. Untuk menciptakan kepuasan nasabah, perusahaan perbankan harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh nasabah yang banyak dan memiliki kemampuan untuk mempertahankan nasabahnya. Dengan demikian, kepuasan nasabah tidak berarti memberikan kepada nasabah apa yang diperkirakan perbankan disukai oleh
42
nasabah. Namun perbankan harus memberikan apa yang sebenarnya mereka inginkan, kapan diperlukan dan dengan cara apa mereka memperolehnya.
2.3. Jasa 2.3.1. Karakteristik jasa Jasa memiliki keseragaman inti yang dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain sebagai berikut menurut Zeithaml dan Bitner dalam Buchari Alma (2004:204) menyatakan jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan berupa produk fisik, biasanya dikonsumsi secara bersamaan seiring dengan produksinya, dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai atau kesehatan) yang pada intinya bersifat tidak berwujud bagi pembelinya. Menurut Kotler (2007:486) mengemukakan jasa setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh salah satu pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud (intangible) dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun, produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jasa merupakan keseluruhan aktivitas ekonomi yang ditawarkan oleh perusahaan kepada konsumen, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik), tidak mengakibatkan kepemilikan apapun yang tujuannya adalah untuk memberikan kepuasan bagi nasabah. Jasa mempunyai karakteristik yang berbeda dengan proses manufaktur. Secara umum kita dapat melihat karakteristik dari jasa berdasarkan pendapat beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut :
43
1. Tidak berwujud (intangibility), jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa itu dibeli sehingga sebelum pembeli menggunakan jasa itu tersebut. Bukti dari kualitas jasa tersebut harus diwujudkan oleh pemasar menjadi suatu wujud dari penawaran abstrak mereka. Seperti pada Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, yang harus ditempuh untuk menciptakan kenyamanan dan keamanan nasabah, termasuk sikap karyawan yang sopan dan ramah, juga dengan fasilitas yang bersih dan suasana yang nyaman yang berfungsi dengan baik. Sedangkan jasa utamanya sendiri baru dirasakan pada saat nasabah berkomunikasi langsung dengan karyawan dalam meluangkan waktu berbicara, serta melayani nasabah disaat nasabah mendapat masalah. 2. Tidak terpisahkan (inseparability), jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Perusahaan jasa sangat membutuhkan kehadiran klien pada saat jasa dilakukan. Adanya interaksi ini merupakan ciri khusus dari pemasaran jasa dan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa akan mempengaruhi hasil jasa. 3. Bervariasi (variability), jasa sangat tergantung pada siapa yang memberikan jasa tersebut, termasuk yang menerimanya dan kapan saja diterimanya. Hal ini menyebabkan jasa sangat bervariasi, seperti profesi dokter ada khusus bedah otak, gigi anak maupun dokter hewan. Para dokter itu dipilih oleh beberapa orang sesuai dengan keandalan dan kualitasnya dalam bekerja, dimana masyarakat akan melihat, menyeleksi dan memilih sendiri atau berdasarkan informasi dan koleganya yang telah merasakan kualitas dari si pemberi jasa. Berkaitan dengan para dokter tersebut tentu saja mempunyai karakteristik berbeda selain dari keahliannya, dekorasi ruangan dan
44
perawat yang dipekerjakan juga sangat menentukan kualitas pelayanan pemasaran jasa. 4. Mudah lenyap (perishability), karakteristik jasa dimana jasa tersebut tidak bisa disimpan yang disebabkan karena dikonsumsi bersamaan dengan produksinya sehingga begitu jasa telah terpenuhi maka selesai pula prosesnya, dari situ akan dapat dilihat apakah proses penyampaian jasa tersebut menimbulkan suatu kepuasan atau ketidakpuasan dari penggunanya. Dimana perusahaan dapat melihat indikasi yang menunjukan kepuasan, si pengguna jasa tersebut akan menggunakan jasa tersebut atau kalau tidak puas dia akan diam saja atau merekomendasikan kepada koleganya untuk tidak menggunakan jasa yang dimaksud. Selain itu, untuk mengatasi karakteristik ini, perusahaan harus melihat dari sisi penawaran dan permintaan, seperti apabila pemintaan berfluktuasi apakah perusahaan mampu untuk menyediakan penawaran yang lebih tanpa mengurangi kualitas jasa yang tidak distandarkan oleh perusahaan atau bagaimana perusahaan menyikapi rendahnya permintaan terhadap penawaran perusahaan tanpa memberikan suatu beban biaya pada pelanggannya dalam memberikan suatu pelayanan yang terbaik pada pengguna jasa. Dengan demikian perusahaan harus berusaha mempertemukan kesesuaian diantara dua sisi tersebut agar karakteristik ini tidak hilang begitu saja tanpa memberikan kesan terbaik dan perasaan yang berkesan bagi penggunanya. Kemudian menurut Wheatley dalam Buchary Alma (2007:244) mengungkapkan beberapa perbedaan antara jasa dengan barang, adalah sebagai berikut : 1. Pembeli jasa sangat dipengaruhi oleh motif yang didorong oleh emosi.
45
2. Jasa bersifat tidak berwujud, berbeda dengan barang yang bersifat berwujud, dapat dilihat, dirasa, dicium, memiliki berat, dan sebagainya. 3. Barang bersifat tahan lama, tetapi jasa tidak. Jasa dibeli dan dikonsumsi pada waktu yang sama. 4. Barang dapat disimpan, sedangkan jasa tidak dapat disimpan. 5. Ramalan permintaan dalam marketing jasa, untuk menghadapi masa-masa puncak, dapat dilatih dengan tenaga khusus.
2.3.2. Macam-macam jasa Converse et.al. dalam Buchary Alma (2007:246), macam-macam jasa dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Personalized Service Jasa ini sangat bersifat personal, yang tidak dapat dipisahkan dari orang yang menghasilkan jasa tersebut. Oleh sebab itu pelayanannya harus langsung ditangani sendiri oleh produsennya. Personalized Service dapat digolongkan lagi ke dalam tiga golongan yaitu : a. Personal Service Yang dimaksud dengan Personal Service oleh U.S Census of Busines mendefinisikan Personal Service adalah jasa yang sangat mengutamakan pelayanan orang dan perlengkapannya seperti tukang cukur, salon kecantikan, laundry, fotografi.
46
b. Profesional Service Adalah orang-orang yang memiliki profesi, dalam marketing approach-nya biasanya menunggu langganan. Jika memuaskan langganan yang pernah datang akan kembali lagi dilain waktu, jadi yang penting disini adalah harus adanya reputasi yang baik. Beberapa puluh tahun yang lalu, jasa professional hanya meliputi tiga bidang, bidang pengobatan hukum dan akuntansi. Sejak 1960 istilah professional sudah diperluas dengan arsitektur, teknik, keuangan. Konsultan manajeman pemasaran (marketing), pendidikan, pidato, militer, administrasi kesehatan (Wheatley,1993). c. Business Service Dalam Marketing Business Service ini seperti usaha akuntansi dan biro-biro konsultan lain, sistem marketingnya juga agak bersifat tidak langsung. Mereka lebih senang oleh langganan-langganan baru untuk memberikan jasa-jasanya. 2. Finansial Service Finansial Service terdiri dari Banking Service (Bank), Insurance Service (Asuransi) dan Investment Securities (Lembaga Penanam Modal). 3. Public utility and Transportation Service Perusahaan Public Utility mempunyai monopoli secara ilmiah, misalnya perusahaan listrik dan air minum. Sedangkan dalam Transportation Service adalah meliputi angkutan kereta api, kendaraan umum, pesawat udara dan lain sebagainya.
47
4. Entertainment Yang termasuk dalam kelompok ini adalah usaha-usaha dibidang olah raga, bioskop, gedung pertunjukan usaha-usaha hiburan lainnya. 5. Hotel Service Hotel bukan merupakan suatu objek pariwisata melainkan merupakan salah satu sarana dalam bidang kepariwisataan, maka dalam hal ini hotel perlu mengadakan kegiatan bersama dengan tempat-tempat reaksi, hiburan, travel biro, dan lain-lain, untuk menonjolkan sesuatu yang khas dari suatu objek wisata, agar dapat menjadi daya tarik dari daerah yang bersangkutan. Jasa yang dapat ditawarkan oleh bidang perhotelan ini adalah secara khusus ditawarkan dalam bidang perhotelan misalnya fasilitas penyediaan/penyewaan kamar, fasilitas penyediaan ruang konferensi/ruang sidang, menyediakan penukaran valuta asing, menjual makanan dan minuman, fasilitas lainnya yang meliputi laundry, swimming pool, telepon dan lain-lainnya.
2.4. Bank 2.4.1. Pengertian bank dan fungsi bank Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kemasyarakat serta memberikan jasa bank laimya (Kasmir 2003:11). Menurut Crosse dan Hempel dalam Goldfeld (1990:37), bank adalah suatu organisasi yang mengabungkan usaha manusia dan sumber-sumber keuangan untuk melaksanakan fungsi bank dalam melayani kebutuhan masyarakat dan untuk memperolah keuntungan bagi pemilik bank.
48
Berdasarkan perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan (Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998) jenis perbankan terdiri dari dua jenis bank yaitu: 1. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatanya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 selain dua jenis bank tersebut, terdapat Bank Sentral yang memiliki tugas untuk mengatur peredaran uang, mengatur perbankan, menjaga stabilitas peredaran mata uang, mengajukan pencetakan atau penambahan mata uang rupiah dan lain sebagainya. Bank sentral hanya ada satu sebagai pusat dari seluruh bank yang ada di Indonesia. Bank dilihat dari segi kepemilikannya (Kasmir 2000:26) terdiri atas: 1. Bank milik pemerintah adalah dimana akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh bank milik pemerintah antara lain BNI, BRI, dan BTN. 2. Bank milik swasta nasional adalah bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki swasta serta akte pendirianya pun didirikan oleh swasta begitu pula pembagian keuntungan diambil oleh swasta. Contohnya Bank Danamon, BCA, Bank bukopin, dan lain-lain.
49
3. Bank milik asing adalah merupakan cabang dari bank yang ada diluar negeri baik milik swasta asing maupun pemerintah asing atau negara. Contohnya Citibank, Standard Chartered Bank, dan lain-lain. 4. Bank milik campuran merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Dimana kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga Negara Indonesia. Contohnya Inter Pasific Bank, Bank Finconesia. Bank dilihat dari segi status bank (Kasmir 200:29) dibedakan menjadi: 1. Bank Devisa merupakan bank yang dapat melakukan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. 2. Bank Non Devisa merupakan bank yang belum mempunyai ijin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi bank non devisa dalam melakukan transaksi masih dalam batas-batas negara. Menurut Santoso dan Triandaru (2006). Bank dilihat sebagai segi imbalan atau jasa penggunaan dana, baik simpan maupun pinjam dapat dibedakan menjadi: 1. Bank konvensional, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu. Persentase tertentu ini biasanya ditetapkan pertahun.
50
2. Bank syariah, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atau dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil. Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat luas dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau kredit untuk berbagai tujuan. Fungsi bank (Susilo, dkk, 2000:6) yaitu bank sebagai: a. Agent of Trust Dasar kegiatan utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan. b. Agent of Development Tugas bank sebagai penghimpun dana dan penyaluran dana sangat diperlukan untuk kelancaran disektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi dan juga konsumsi yang selalu berkaitan dengan penggunaan uang. c. Agent of Service Jasa-jasa yang ditawarkan oleh bank ini erat kaitanya dengan kegiatan perekonomian secara umum. Jasa-jasa bank antara lain berupa jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank dan jasa penyelesaian tagihan.
51
2.4.2. Pemasaran bank Pemasaran merupakan ujung tombak bagi suatu perusahaan. Sukses atau tidaknya sebuah perusahaan tergantung dari segi pemasaranya. Jika pemasaran itu dapat menarik konsumen maka perusahan tersebut akan mendapatkan profit (laba), dan begitu pula sebaliknya suatu perusahaan akan merugi jika pemasaranya tidak berjalan dengan baik. Menurut Kotler dan Keller (2007:6) definisi pemasaran adalah proses sosial dan menajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk dengan pihak lain. Kegiatan pemasaran tidak lepas dari menejemen pemasaran. Fokus manajemen pemasaran adalah masalah pelanggan dan pesaing. Perusahaan-perusahaan sukses adalah perusahaan yang berorientasi pada dimensi-dimensi perusahaan, pesaing, dan pelanggan yang pada giliranya akan menciptakan superior value (unggul) dan performance value (kinerja) (Ferdinand,2000:4). Menurut Kasmir (2004:169) pemasaran bank adalah suatu proses perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian dari kegiatan menghimpun dana, menyalurkan dana, dan jasa-jasa keuangan lainya dalam rangka memenuhi kebutuhan, keinginan dan kepuasan nasabahnya. Menurut Kasmir (2004:171) Secara umum pemasaran bank adalah untuk: 1. Memaksimumkan konsumsi atau memudahkan konsumsi, sehingga dapat menarik nasabah untuk membeli produk yang ditawarkan bank secara berulang-ulang. 2. Memaksimumkan kepuasan konsumen melalui berbagai pelayanaan yang diinginkan nasabah.
52
3. Memaksimumkan pilihan (ragam produk), dalam arti bank menyediakan beragam produk bank sehingga pelanggan memiliki beragam pilihan pula. 4. Memaksimumkan mutu hidup dengan memberikan berbagai kemudahan kepada nasabah dan menciptakan iklim yang efisien.
2.4.3. Jasa-jasa perbankan Jasa-jasa perbankan sesuai dengan Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 adalah penyedia produk sebagai berikut: 1. Giro adalah simpanan yang penarikan dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek dan bilyet giro, sarana pembayaran lainnya dan pemindahbukuan. 2. Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito dengan Sertifikat Deposito sebagai bukti penyimpanannya dan dapat dipindahtangankan. 3. Tabungan merupakan sumber dana yang berasal dari masyarakat luas, adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. 4. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas atau setiap derivatifnya atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang. 5. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi pinjamannya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
53
6. Pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah (aturan yang berdasarkan Hukum Islam), adalah kesepakatan anrtara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
2.5. Merger 2.5.1. Pengertian merger Merger merupakan suatu strategi bisnis yang diterapkan dengan menggabungkan antara dua atau lebih perusahaan yang setuju menyatukan kegiatan operasionalnya dengan basis yang relatif seimbang, karena mereka memiliki sumber daya dan kapabilitas yang secara bersama-sama dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang lebih kuat, (Hitt, et.al.,2002:2). Menurut Brian Coyle (2000), merger dapat diartikan secara luas maupun secara sempit. Dalam pengertian yang luas, merger juga menunjuk pada setiap bentuk pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lainnya, pada saat kegiatan usaha dari kedua perusahaan tersebut disatukan. Pengertian yang lebih sempit merujuk pada dua perusahaan dengan ekuitas hampir sama, menggabungkan sumber-sumber daya yang ada pada kedua perusahaan menjadi satu bentuk usaha. Pemegang saham atau pemilik dari kedua perusahaan sebelum merger menjadi pemilik dari saham perusahaan hasil merger, dan top manajemen dari kedua perusahaan tetap menduduki posisi senior dalam perusahaan setelah merger. Merger menurut Morris (2000), dapat dengan mudah dimengerti sebagai suatu bentuk yang secara struktural serupa dengan pengambilalihan saham. Semua hak dan kewajiban dari perusahaan yang merger dialihkan demi hukum
54
kepada perusahaan yang mengambil alih tersebut. Dalam suatu transaksi merger yang sebenarnya terjadi adalah pengalihan hak dan kewajiban dari perusahaan yang diambil alih ke perusahaan yang mengambil alih. Pada pengambilalihan saham biasa, hak dan kewajiban dari perusahaan yang diambil alih tetap dipisahkan dalam suatu perusahaan independen yang berbeda dari perusahaan yang mengambil alih tersebut. Agar tidak merugikan kepentingan dari perusahaan yang mengakuisisi di dalam merger, maka diciptakanlah triangular merger, dimana perusahaan yang mengambilalih mendirikan satu perusahaan baru yang akan mengabsorbsi seluruh hak dan kewajiban dari perusahaan yang diambil alih tersebut. Merger berdasarkan aktivitas ekonomi dapat diklasifikasikan dalam lima tipe, yaitu: 1. Merger Horisontal Merger horisontal adalah merger antara dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama. Sebelum terjadi merger perusahaan-perusahaan ini bersaing satu sama lain dalam pasar/industri yang sama. Salah satu tujuan utama merger dan akuisisi horisontal adalah untuk mengurangi persaingan atau untuk meningkatkan efisiensi melalui penggabungan aktivitas produksi, pemasaran dan distribusi, riset dan pengembangan dan fasilitas administrasi. Efek dari merger horisontal ini adalah semakin terkonsentrasinya struktur pasar pada industri tersebut. Apabila hanya terdapat sedikit pelaku usaha, maka struktur pasar bisa mengarah pada bentuk oligopoli, bahkan akan mengarah pada monopoli. 2. Merger Vertikal Merger vertikal adalah integrasi yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang
55
bergerak dalam tahapan-tahapan proses produksi atau operasi. Merger dan akuisisi tipe ini dilakukan jika perusahaan yang berada pada industri hulu memasuki industri hilir atau sebaliknya. Merger dan akuisisi vertikal dilakukan oleh perusahaanperusahaan yang bermaksud untuk mengintegrasikan usahanya terhadap pemasok dan/atau pengguna produk dalam rangka stabilisasi pasokan dan pengguna. Tidak semua perusahaan memiliki bidang usaha yang lengkap mulai dari penyediaan input sampai pemasaran. Untuk menjamin bahwa pasokan input berjalan dengan lancar maka perusahaan tersebut bisa mengakuisisi atau merger dengan pemasok. Merger dan akuisisi vertikal ini dibagi dalam dua bentuk yaitu integrasi ke belakang atau ke bawah (backward/downward integration) dan integrasi ke depan atau ke atas (forward/upward integration). 3. Merger Konglomerat Merger konglomerat adalah merger dua atau lebih perusahaan yang masing-masing bergerak dalam industri yang tidak terkait. Merger dan akuisisi konglomerat terjadi apabila sebuah perusahaan berusaha mendiversifikasi bidang bisnisnya dengan memasuki bidang bisnis yang berbeda sama sekali dengan bisnis semula. Apabila merger dan akuisisi konglomerat ini dilakukan secara terus menerus oleh perusahaan, maka terbentuklah sebuah konglomerasi. Sebuah konglomerasi memiliki bidang bisnis yang sangat beragam dalam industri yang berbeda. 4. Merger Ekstensi Pasar Merger ekstensi pasar adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untuk secara bersama-sama memperluas area pasar. Tujuan merger dan akuisisi ini
56
terutama untuk memperkuat jaringan pemasaran bagi produk masing-masing perusahaan. Merger dan akusisi ekstensi pasar sering dilakukan oleh perusahanperusahan lintas negara dalam rangka ekspansi dan penetrasi pasar. Strategi ini dilakukan untuk mengakses pasar luar negeri dengan cepat tanpa harus membangun fasilitas produksi dari awaldi negara yang akan dimasuki. Merger dan akuisisi ekstensi pasar dilakukan untuk mengatasi keterbatasan ekspor karena kurang memberikan fleksibilitas penyediaan produk terhadap konsumen luar negeri. 5. Merger Ekstensi Produk Merger ekstensi produk adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untuk memperluas lini produk masing-masing perusahaan. Setelah merger perusahaan akan menawarkan lebih banyak jenis dan lini produk sehingga akan menjangkau konsumen yang lebih luas. Merger dan akuisisi ini dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan departemen riset dan pengembangan masing-masing untuk mendapatkan sinergi melalui efektivitas riset sehingga lebih produktif dalam inovasi. Pola adalah sistem bisnis yang diimplementasikan oleh sebuah perusahaan dan dalam hal ini pola merger adalah sistem bisnis yang akan diadopsi atau yang akan dijadikan acuan oleh perusahaan hasil merger. Klasifikasi berdasarkan pola merger terbagi dalam dua kategori yaitu : 1. Mothership Merger Mothership merger adalah pengadopsian satu pola atau system untuk dijadikan pola atau sistem pada perusahaan hasil merger. Biasanya perusahaan yang dipertahankan
57
hidup adalah perusahaan yang dominan dan sistem pola bisnis perusahaan yang dominan inilah yang diadopsi. 2. Platform Merger Jika dalam mothership merger hanya satu sistem yang diadopsi, maka dalam platform merger, hardware dan software yang menjadi kekuatan masing-masing perusahaan tetap dipertahankan dan dioptimalkan. Artinya adalah semua sistem atau pola bisnis, sepanjang itu baik, akan diadopsi oleh perusahaan hasil merger. Dalam perkembangannya, merger secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok yaitu financial merger dan operating merger (Bringham,1995). Financial merger adalah merger dimana perusahaan yang bersangkutan masih tetap beroperasi sehingga tidak ada keuntungan sinergik secara operasional, sedangkan operating merger diarahkan pada penggabungan operasional kedua unit usaha dengan harapan memperoleh keuntungan sinergik. Prasyarat melakukan merger menurut Hazel (1995) menyatakan prasyarat yang harus dianalisis terlebih dahulu dari kedua bank yang akan melakukan merger adalah: a. Kondisi keuangan masing-masing bank, merger sesama bank sehat atau karena collapse. b. Kecukupan modal. c. Manajemen, baik sebelum atau sesudah merger. d. Apakah merger dapat memberi manfaat bagi pengguna jasa bank tersebut.
58
2.5.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan melakukan merger Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah: 1. Sinergi. Sinergi adalah kemampuan lebih yang diperoleh dari penggabungan dua atau lebih kekuatan. Sinergi menggambarkan penggabungan dua faktor akan menghasilkan tenaga yang lebig besar dibandingkan dengan jumlah tenaga yang dihasilkan sebelum bergabung. Sinergi diperoleh dalam beberapa bentuk. Misalnya sinergi finansial, sinergi pemasaran, sinergi penjualan dan lain-lain. 2. Tambahan Modal Kerja. Modal kerja bagi suatu perusahaan digunakan untuk pembiayaan yang sifatnya jangka pendek. Tambahan modal kerja akan lebih mudah diperoleh dari transaksi akuisisi. 3. Perubahan Biaya Finansial. Finansial secara umum dalam suatu perusahaan merupakan hal yang pokok dalam perusahaan. Finansial mempunyai kesempatan bertambah lebih banyak jika dilakukan akuisisi dengan perusahaan target. 4. Meningkatkan Penjualan. Transaksi merger dan akuisisi dapat meningkatkan penjualan. Sedikitnya ada dua kemungkinan penjualan ini meningkat. Pertama, pengambil alihan perusahaan target yang memproduksi produk sejenis atau berlainan, dan kedua dengan cara mengambil alih perusahaan target yang bergerak dalam bidang pendistribusian produk.
59
5. Memungkinkan Perluasan Pinjaman. Suatu perusahaan biasanya mempunyai keterbatasan untuk memperoleh dana berupa pinjaman dari pihak ketiga. Melalui merger dan akuisisi memperbesar kemungkinan untuk melakukan pinjaman melalui perusahaan target. 6. Memperoleh keunggulan manajemen Profesional. Manajemen Profesional adalah sumber daya manusia yang semua orang mengakui merupakan aset perusahaan (meskipun sampai sekarang masih kontroversi bagaimana cara mengukur aset ini). Melakukan merger dan akuisisi dengan perusahaan target yang mempunyai manajer yang profesional akan memperbesar kemungkinan peningkatan prestasi perusahaan secara keseluruhan setelah bergabung. 7. Mendapatkan Kompetisi yang lebih efektif. Memperoleh laba yang tinggi dari hasil pelemparan produk (meskipun produk baru). Menurut teoristis dan praktis tidak akan lama diperoleh. Secara alamiah perusahaan lain akan masuk menjual produk yang sama dan itu artinya persaingan menjadi kuat. Melakukan merger dan akuisisi terhadap perusahaan target yang ikut andil dalam pemasaran produk dapat memperoleh kedudukan yang kompetisi yang lebih efektif. 8. Meningkatkan Efisiensi (Skala Ekonomi). Berbagai keuntungan yang diperoleh dari segi ekonomis melalui transaksi merger dan akuisisi. Murahnya bahan baku, proses produksi, pendistribusian dan lain-lain yang lebih efisien bila dibandingkan sebelum dilakukan penggabungan.
60
9. Mengurangi Kompetisi. Pesaing bagi suatu perusahaan adalah musuh. Melakukan transaksi merger dan akuisisi dengan perusahaan target (pesaing) adalah salah satu jalan yang lebih mudah. Tujuannya pangsa pasar dapat dikuasai dan dikendalikan. 10. Memperbaiki Posisi Pemegang Saham Berkenaan dengan Undang-undang Pemilikan Tanah. Khususnya di Amerika Serikat, melakukan akuisisi akan menguntungkan pemegang saham dan pemilikan tanah. Diluar ketentuan yang telah digariskan dalam Undang-undang bergabung dalam arti anti trust law, pemegang saham dan pemilikan tanah terlindungi melalui akuisisi. Di Indonesia, UU yang mengatur tentang akuisisi belum ada. Transaksi merger dan akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan go public dapat memperoleh keuntungan dari kekosongan perpajakan. Setidaknya ada dua keuntungan yang diperoleh. Pertama, akuisitor melakukan merger dan akuisisi dengan perusahaan yang terus menerus merugi. Pada saat dibuat laporan keuntungan konsolidasi akhir tahun akan menampakkan rugi, walaupun sebelumnya akuisitor berlaba. Akhirnya dengan cara ini dapat menghilangkan kesempatan Negara memperoleh penerimaan pajak melalui PPh dari pembayaran deviden kepada pemegang saham. Kedua, transaksi akuisisi dapat mengakibatkan perubahan kesempatan penerimaan pajak dari PPh pada pajak capital gain. 11. Mengurangi Risiko Memasuki Industri Baru Memasuki industri baru tentu saja mengambil resiko yang besar. Oleh karena industri ini kurang perpengalaman dalam menghadapi gejolak perekonomian maupun persaingan, maka tindakan terbaik akuisitor mengambil alih merger dan akuisisi
61
perusahaan yang sudah lama berdiri dan berpengalaman serta tingkat resiko yang jauh lebih rendah. 12. Pemanfaatan Kapasitas Hutang. Kapasitas hutang suatu perusahaan tentu terbatas. Perusahaan target dapat memenuhi keterbatasan itu. Dana pinjaman dari kreditur (pihak ketiga) yang akan lebih mudah dimanfaatkan untuk tujuan produktif. 13. Memecah-mecah Resiko. Melakukan penggabungan usaha juga menggabungkan aset. Dengan pengabungan itu, resiko bisnis tersebar ke beberapa pemegang saham yang melakukan penggabungan.
2.5.3. Faktor Penentu Keberhasilan Merger Keberhasilan suatu merger dan akuisisi sangat bergantung pada ketepatan analisis dan penelitian yang menyeluruh terhadap faktor-faktor penyelaras atau kompatibilitas antara organisasi yang akan bergabung. Menurut Kay (1997:25) mengungkapkan bahwa merger dan akuisisi akan berlangsung sukses apabila diantara perusahaan yang akan bergabung memiliki market link dan technological link. Sementara Robbins (2000:120) menambahkan bahwa kompatibilitas budaya organisasi yang akan bergabung dalam sebuah merger seringkali menjadi faktor non ekonomi yang krusial dalam mendukung keberhasilan sebuah proses merger. Menurut Pringle dan Harris (1987:77) memandang bahwa kinerja keuangan pada perusahaan hasil merger merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan ketika dua perusahaan atau lebih akan bergabung, antara lain:
62
-
Faktor Pasar dan Pemasaran Menurut Kay (1997), perusahaan dapat berhasil dalam melakukan merger dan akuisisi apabila terdapat kesamaan atau komplementaritas dalam hal pasar yang disebut sebagai market linkages. Salah satu hasil yang diharapkan dari merger dan akuisisi adalah sinergi yang dihasilkan oleh meningkatnya akses perusahaan ke pasar baru yang selama ini tidak tersentuh. Sumber-sumber potensial yang dalam hal ini menggabungkan kesempatan pasar dengan saling berbagi pasar yang ditekuni masing-masing selama ini (cross marketing). Dengan lini produk yang lebih luas, setiap perusahaan dapat menjual lebih banyak produk kepada pelanggannya dari yang selama ini telah dilakukannya. Cross marketing (lintas pemasaran) ini memungkinkan secara cepat masing-masing perusahaan untuk meningkatkan pendapatannya dengan sangat cepat. Sehingga memungkinkan terjadinya cross selling (penjualan) yang akan meningkatkan pendapatan perusahaan hasil merger dan akuisisi. Sebagai contoh sarana cross marketing adalah kekuatan merk salah satu produk akan memberikan efek kepada produk yang lain yang didapat dari hasil merger dan akuisisi. Sustainability (kelangsungan) perusahaan sangat tergantung pada respon pasar yang positif terhadap apa yang mereka tawarkan. Meskipun memiliki kemampuan untuk memproduksi barang atau jasa yang berkualitas namun bila pasar tidak memberikan respon yang positif maka perusahaan tidak akan memperoleh profit. Sementara profit merupakan dasar bagi keberlangsungan sebuah perusahaan.
63
-
Faktor Teknologi Menurut Kay (1997), perusahaan dapat melakukan merger dan akuisisi apabila terdapat kesamaan atau komplementaritas dalam hal sumber daya teknologi dan produksi yang disebut sebagai technological linkages. Technological linkages ini dapat meliputi penggabungan proses produksi karena proses yang sama seperti halnya yang terjadi pada horizontal merger. Proses pengembangan produk juga dapat menjadi sarana terjadinya sinergi teknologi informasi dalam satu organisasi. Ketika teknologi yang digunakan sama maka potensi sinergi dapat diciptakan. Dengan melakukan proses merger dan akuisisi secara sehat dan suka rela, potensi sinergi akan menghasilkan skala dan ruang lingkup ekonomi (economy of scale and scope) yang bermanfaat. Teknologi dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan produksi dan inovasi yang dimiliki oleh perusahaan yang tercermin dari kualifikasi sumber daya manusia, skill dan keahlian yang mereka miliki, jenis produk yang mereka tawarkan serta peralatan barang modal yang mereka gunakan. Disinilah para pengambil kebijakan juga mesti berhati-hati. Jangan sampai perusahaan hasil merger dan akuisisi malah menjadi tidak produktif dikarenakan adanya kesenjangan teknologi.
-
Faktor Budaya Organisasi Budaya organisasi merupakan salah satu aspek non ekonomis yang sangat penting untuk dipertimbangkan ketika dua perusahaan atau lebih melakukan merger dan akuisis. Dalam banyak kasus merger dan akuisisi diberbagai perusahaan, masalah budaya seringkali menjadi masalah yang sangat krusial. Latar belakang budaya yang sangat berbeda diantara karyawan dapat menyebabkan karyawan enggan untuk
64
melakukan kerja sama, masing-masing berusaha melakukan sesuatu berdasarkan cara metode yang selama ini telah mereka lakukan diperusahaan lama mereka, untuk bisa beradaptasi seringkali membutuhkan waktu yang lama. Budaya organisasi didefinisikan oleh Robbins (2000:45) sebagai suatu persepsi bersama yang dianut anggota-anggota organisasi tersebut. Schein (1997:112), menyebutkan bahwa budaya organisasi mengacu kepada suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggotaanggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi lainnya. Sementara Kotter dan
Heskett
(1992:34)
menjelaskan
bahwa
dalam
organisasi,
budaya
mempresentasikan value dan cara yang dimiliki bersama oleh orang-orang yang terlibat dalam organisasi. Value sendiri dipandang sebagai keyakinan dasar tentang apa yang seharusnya atau tidak seharusnya dilakukan dan apa yang penting dan apa yang tidak penting untuk organisasi. Perbedaan budaya ini dapat menyebabkan konflik. Akibatnya kerja sama tidak mudah terbangun, kohesivitas organisasi lemah, sinergi tidak tercipta, akhirnya produktivitas perusahaan hasil merger dan akuisisi juga menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Perbedaan budaya organisasi tentu dapat diselesaikan. Karena memang budaya sendiri adalah sesuatu yang dapat berubah. Namun hal tersebut membutuhkan waktu dan kemampuan mengelola perubahan yang baik. Karenanya sebelum merger dan akuisisi dilakukan kiranya perlu dipersiapkan model transisi budaya yang bisa diterima dan diikuti oleh segenap komponen dalam masing-masing perusahaan yang akan merger dan akuisisi.
65
-
Faktor Keuangan Salah satu alasan mengapa merger dan akuisisi dilakukan adalah harapan akan terjadinya sinergi melalui penggabungan sumber daya beberapa perusahaan. Dari sisi finansial, sinergi ini bermakna kemampuan menghasilkan laba perusahaan hasil merger dan akuisisi yang lebih besar dari kemampuan laba masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Sinergi inilah yang menjadi syarat awal terjadinya sebuah merger. Sinergi ini kemudian memungkinkan perusahaan hasil merger dan akuisisi dapat membiayai proses merger dan akuisisi serta mampu memberikan deviden yang premium kepada pemilik modal perusahaan. Efek sinergi dari sebuah merger dan akuisisi bersumber pada dua aktivitas yaitu sinergi dalam hal operasional dan sinergi dalam hal finansial. Sinergi operasional dapat terjadi berupa peningkatan
pendapatan
(revenue
enhancement)
dan
pengurangan
biaya
(cost reduction). Dalam prakteknya, usaha peningkatan pendapatan ini lebih sulit dibanding usaha mengurangi biaya produksi. Hal ini karena yang kedua lebih kasat mata dan terukur sehingga lebih mudah diidentifikasi. Sementara sinergi dalam hal finansial berhubungan dengan kemungkinan lebih rendahnya biaya memperoleh modal bagi perusahaan hasil merger dan akuisisi dibanding biaya bagi perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Para perencanaan merger dan akuisisi cenderung melihat pengurangan biaya sebagai sumber utama sinergi operasional. Pengurangan biaya ini lebih banyak bersumber dari skala ekonomi yaitu penurunan biaya per unit produk yang dihasilkan oleh peningkatan volume produksi atau skala operasional perusahaan. Biaya per unit produk yang tinggi muncul akibat biaya tetap operasional
66
yang hanya menghasilkan output yang sedikit. Proses yang meningkatkan jumlah output yang kemudian berakibat penurunan biaya per unit ini biasa disebut spreading overhead. Sumber lain yang dapat mengurangi biaya adalah peningkatan spesialisasi tenaga kerja dan manajemen, serta penggunaan barang modal yang lebih efisien, yang tidak mungkin terjadi pada tingkat output yang rendah.
67