BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Kajian Pustaka 1.
Audit
a. Definisi Audit Setiap Perusahaan didirikan dengan tujuan utama untuk memperoleh laba disamping beberapa tujuan lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka semua tahap kegiatan yang akan dilaksanakan harus direncanakan, dianalisa dan diteliti secara seksama terlebih dahulu oleh mereka yang bertanggung jawab. Dengan makin luas dan rumitnya masalah-masalah yang ada pada perusahaan, maka ruang lingkup dan luasnya tugas yang dipikul oleh audit internal semakin bertambah besar. Oleh karena itu audit internal memerlukan alat bantu yang dapat digunakan untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan yang terjadi dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakannya. Salah satu alat bantu dalam melaksanakan fungsi pencegahan, fungsi pendeteksi dan kecurangan adalah aktivitas audit internal. Alvin A. Arens (2010:3) mendefinisikan pengertian audit sebagai berikut: “Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen”.
6
7
Untuk melakukan audit internal harus tersedia informasi dalam bentuk yang dapat diverifikasi dan beberapa standar kriteria yang digunakan auditor untuk mengevaluasi informasi tersebut dan memiliki banyak bentuk. Para auditor secara rutin melakukan audit atas informasi yang dapat diukur termasuk laporan keuangan Perusahaan dan SPT pajak penghasilan federal perorangan. Auditor juga mengaudit informasi yang lebih subjektif seperti efektifitas sistem komputer dan efisiensi operasi finance. Leary dan Stewart (2007) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan fraud “Mencakup suatu ketidakberesan dan tindakan ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Fraud identik dengan korupsi, hanya saja antara fraud dan korupsi merupakan dua hal yang tidak sama”. Korupsi adalah perbuatan memperkaya diri atau orang lain atau suatu badan yang dilakukan secara melawan hukum, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan suatu pihak. b. Jenis-jenis Audit Beberapa jenis audit dilakukan untuk memastikan bahwa proses operasi didalam perusahaan telah berjalan sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang berlaku serta pengelolaan terhadap sumber daya dalam proses tersebut berjalan secara efektif dan efisien. Menurut IBK Bayangkara (2011:2-3) terdapat beberapa jenis-jenis audit, yaitu : 1. Pada Audit Kepatuhan (Compliance Audit), auditor berusaha mendapatkan dan mengevaluasi informasi untuk menentukan apakah pengelolaan
8
keuangan, operasi, atau aktivitas yang lain dari suatu entitas telah sesuai dengan kriteria, kebijakan, atau regulasi yang mendasarinya. 2. Dalam Audit Internal (Audit Internaling), auditor melakukan penilaian secara independen terhadap berbagai aktivitas dalam memberikan jasanya kepada perusahaan. Secara lengkap Institute of Audit Internalor (IIA) mendefinisikan Audit Internaling sebagai: “an independent appraisal activity established within an organization to examine and evaluate its activities as a service to the organization. The object of Audit Internaling is to assist members in the organization in the effective discharge of their duties”. Dari definisi diatas sudah jelas bahwa kegiatan penilai independen yang dibentuk dalam organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan sebagai pelayanan kepada organisasi. Tujuan dari Audit Internal adalah untuk membantu anggota dalam organisasi dalam melaksanakan tugasnya dengan efektif. 3. Audit Operasional (Operation Auditing) memfokuskan penilaiannya pada efesiensi dan efektivitas operasi suatu entitas. Lebih lanjut AICPA mendefinisikan operational auditing sebagai: “a systematic review of an organization activities in relation to specified objective. The purpose of the engagement may be: (a) to assess performance, (b) to identify opportunities for improvement, and (c) to develop recommendation for improvement or further action”.
9
Dari definisi diatas sudah jelas bahwa review sistematis dari sesuatu organisasi dalam kaitannya dengan tujuan tertentu. Tujuan dari keterlibatan mungkin: (a) untuk menilai kinerja, (b) untuk mengidentifikasi peluang untuk perbaikan, dan (c) untuk mengembangkan rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut. 4. Audit Keuangan (Financial Audit) merupakan audit yang paling tua dan paling popular. Audit ini dilaksanakan dengan melakukan pengkajian dan penilaian terhadap sistem pelaporan akuntansi dan keuangan. Dilihat dari ketersediaan prosedur dan teknik audit, audit ini memiliki prosedur dan teknik yang paling lengkap dan baku. Di samping pelaksanaan auditnya telah dipimpin dengan norma audit yang standar, karena dikeluarkan oleh asosiasi profesi dibidangnya, juga objek yang diaudit
telah dipimpin
dengan suatu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (general accepted accounting principle-GAAP). Audit operasional menekankan penilaian terhadap prosedur operasi dalam meningkatkan efesiensi. Audit ini merupakan perluasan dari Audit Internal, sehingga dalam audit ini penilaian terhadap pencapaian tujuan pengendalian internal juga menjadi tujuan audit yang sangat penting. Dari berbagai jenis audit yang dilakukan kecuali audit keuangan, keseluruhan audit memiliki tujuan yang hampir sama yaitu menilai bagaimana manajemen mengoperasikan perusahaan, mengelola sumber daya yang dimiliki, meningkatkan efisiensi proses dalam mencapai tujuan perusahaan secara taat.
10
c. Jenis-jenis Auditor Menurut Alvin A. Arens, Randal J. Eider dan Mark Beasley (2010:6-7) dialih bahasakan oleh Amir Abadi Jusuf menjelaskan jenis-jenis auditor, yaitu : 1. Auditor Pemerintahan Adalah auditor yang bekerja di sektor pemerintahan, umumnya bekerja di BPK, BPKP serta ITJEN di departemen-departemen, bertugas untuk melakukan audit laporan keuangan serta evaluasi efisiensi dan efektifitas operasi program pemerintah. 2. Auditor pajak Adalah auditor yang bekerja di sektor pajak (Dirjen Pajak), sebagai aparat pelaksana di lapangan seperti Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (KARIKPA) yang bertugas melakukan audit terhadap para wajib pajak untuk menilai apakah sesuai dengan undang-undang pajak. 3.
Internal Auditor Adalah auditor yang bekerja didalam suatu perusahaan (organisasi) sebagai internal auditor yang bertugas untuk menjalankan pemeriksaan internal dalam penilaian dan evaluasi kegiatan yang dilaksanakan perusahaan/organisasi, pada BUMN internal auditor berada dibawah SPI (Satuan Pengawasan Internal).
4. Akuntan Publik Adalah auditor yang bekerja pada sektor publik bertanggungjawab atas audit bagi perusahaan publik dan perusahaan besar lainnya dengan
11
memberikan jasa profesional dalam bidang audit kepada perusahaan tersebut. a. Tujuan Audit Audit manajemen bertujuan untuk mengidentifikasi kegiatan, program dan aktivitas yang masih memerlukan perbaikan, sehingga dengan rekomendasi yang diberikan nantinya dapat dicapai perbaikan atas pengelolaan berbagai program dan aktivitas pada perusahaan tersebut. Berkaitan dengan tujuan ini titik berat audit diarahkan terutama pada berbagai objek audit yang diperkirakan dapat diperbaiki di masa yang akan datang, di samping juga mencegah kemungkinan terjadinya berbagai kerugian, IBK. Bayangkara (2011:4) menyatakan bahwa tujuan audit diantaranya, yaitu: 1. Audit Laporan Keuangan, bertujuan menentukan apakah laporan keuangan audit telah disusun sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2. Audit Kepatuhan, bertujuan menentukan tingkat kepatuhan suatu entitas terhadap hukum, peraturan, kebijakan, rencana dan prosedur. 3. Audit Internal, bertujuan: a. Menilai keandalan laporan keuangan. b. Menentukan tingkat kepatuhan suatu entitas terhadap hukum, peraturan, kebijakan, rencana dan prosedur. c. Menilai pengendalian internal organisasi. d. Menilai efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya. e. Program peninjauan terhadap konsistensi hasil dengan tujuan organisasi.
12
4. Audit Operasional (Manajemen), bertujuan menilai efesiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya. Ruang lingkup audit meliputi seluruh aspek kegiatan manajemen. Ruang lingkup ini dapat berupa seluruh kegiatan atau dapat juga hanya mencakup bagian tertentu dari program/aktivitas yang dilakukan. Periode audit juga bervariasi, bisa untuk jangka waktu satu minggu, beberapa bulan, satu tahun, bahkan untuk beberapa tahun, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. 2.
Audit Internal
a. Standar Profesional Audit Internal Menurut Hery (2010:73) standar profesional Audit Internal terbagi atas empat macam diantaranya yaitu : 1. Independensi 2. Kemampuan Profesional 3. Lingkup Pekerjaan 4. Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan Adapun penjelasan dari ke empat standar profesional Audit Internal tersebut adalah : 1.
Independensi a. Mandiri dan Objektif Audit Internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa.
Auditor
internal
dianggap
mandiri
apabila
dapat
melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian Audit Internal sangat penting terutama dalam memberikan penilaian
13
yang tidak memihak (netral). Hal ini hanya dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif dari para audit interrnal. Status organisasi Audit Internal harus dapat memberikan keleluasaan bagi Audit Internal dalam menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan secara maksimal. 2.
Kemampuan Profesional a. Pengetahuan dan kemampuan Kemampuan profesional wajib dimiliki oleh Audit Internal. Dalam setiap pemeriksaan, pimpinan Audit Internal haruslah menugaskan orang-orang yang secara bersama-sama atau keseluruhan memiliki pengetahuan dan kemampuan dari berbagai disiplin ilmu, seperti akuntansi, ekonomi, keuangan,
statistik,
pemprosesan
data
elektronik, perpajakan, dan hukum yang memang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas. b. Pengawasan Pimpinan Audit Internal bertanggung
jawab
dalam
melakukan
pengawasan terhadap segala aktivitas pemeriksaan yang dilakukan oleh para stafnya. Pengawasan yang dilakukan sifatnya berkelanjutan, yang dimulai dengan, yang dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan penyimpulan hasil pemeriksaan yang dilakukan. Pengawasan yang dimaksud mencakup : 1. Memberikan instruksi kepada para staf Audit Internal pada awal pemeriksaan dan menyetujui program-program pemeriksaan.
14
2. Melihat
apakah
dilaksanakan,
programpemeriksaan
kecuali
bila
terdapat
yang
telah
disetuju
penyimpangan
yang
dibenarkanatau disalahkan. 3. Menentukan apakah kertas kerja pemeriksaan telah cukup untuk mendukung temuan
pemeriksaan,
kesimpulan-kesimpulan,
danlaporan hasil pemeriksaan. 4. Meyakinkan
apakah
laporan
pemeriksaan
tersebut
akurat,
objektif,jelas, ringkas, konstruktif dan tepat waktu. 5.
Menentukan apakah tujuan pemeriksaan telah dicapai.
c. Ketelitian Profesional Audit Internal harus dapat bekerja secara teliti dalam melaksanakan pemeriksaan. Audit Internal harus mewaspadai berbagai kemungkinan terjadinya pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja, kesalahan, kelalaian,
ketidakefektifan,
pemborosan (ketidakefesienan),
dan
konflik kepentingan. 3. Lingkup Pekerjaan a. Keandalan informasi Audit
Internal haruslah menguji sistem informasi tersebut, dan
menentukan
apakah berbagai
catatan,
laporan
finansial
dan
laporan\ operasional perusahaan mengandung informasi yang akurat, dapat dibuktikan kebenarannya, tepat waktu, lengkap, dan berguna. b. Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur, dan ketentuan perundang-undangan.
Manajemen
bertanggung
jawab
untuk
15
menetapkan sistem, yang dibuat dengan pemenuhan
berbagai persyaratan,
tujuan
memastikan
seperti kebijakan,
rencana,
prosedur, dan peraturan perundang-undangan. Audit
Internal
bertanggung jawab untuk menentukan apakah sistem tersebut telah cukup efektif dan apakah berbagai kegiatan yang diperiksa telah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan c. Perlindungan aktiva Audit Internal harus meninjau berbagai alat atau cara yang digunakan untuk melindungi aktiva perusahaan terhadap berbagai jenis kerugian, seperti kerugian yang diakibatkan oleh pencurian, dan kegiatan yang ilegal. Pada saat memverifikasi keberadaan suatu aktiva, Audit Internal harus menggunakan prosedur pemeriksaan yang sesuai dan tepat. d. Penggunaan sumber daya Audit Internal harus dapat memastikan keekonomisan dan keefesienan penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Audit Internal bertanggung jawab untuk : 1. Telah
menetapkan
suatu
standar
operasional
untuk
mengukurkeekonomisan dan efesiensi. 2. Standar operasional tersebut telah dipahami dan dipenuhi. 3. Berbagaipenyimpangandaristandaroperasionaltelahdiidentifikasi,di analisis, dan diberitahukan kepada berbagai pihakyang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan perbaikan. 4. Tindakan perbaikan telah dilakukan.
16
5. Pencapaian tujuan Audit
Internal harus dapat memberikan
kepatian
bahwa semua
pemeriksaan yang dilakukan sudah mengarah kepada pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahan. 4. Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan a. Perencanaan kegiatan pemeriksaan Audit Internal harus
terlebih
dahulu
melakukan
perencanaan
pemeriksaan dengan meliputi : 1. Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan. 2. Memperoleh informasi dasar tentang objek yang akan diperiksa. 3. Penentuantenagayangdiperlukanuntukmelaksanakanpemeriksaan. 4. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu. 5. Melakukan survei secara tepat untuk lebih mengenali bidang atauarea yang akan diperiksa. 6. Penetapan program pemeriksaan. 7. Menentukan
bagaimana,
kapan
dan
kepada
siapa
hasil
pemeriksaandisampaikan. 8. Memperoleh persetujuan atas rencana kerja pemeriksaan b. Pengujian dan pengevaluasian Audit Internal harus melakukan pengujian dan pengevaluasian terhadap semua informasi yang ada guna memastikan
ketepatan
tersebut yang nantinya akan digunakan untuk pemeriksaan.
dari informasi
17
c. Pelaporan hasil pemeriksaan Audit Internal harus melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya. Laporan yang dibuat haruslah objektif, jelas, singkat, konstruktif dan tepat waktu. Objektif adalah laporan yang faktual, tidak berpihak, dan terbebas dari distorsi. Laporan yang jelas adalah laporan yang mudah dimengerti dan logis. Laporan yang singkat adalah laporan yang diringkas langsung membicarakan pokok permasalahan dan menghindari berbagai perincian yang tidak diperlukan. Laporan yang konstruktif adalah laporan yang berdasarkan isi dan sifatnya akan membantu pihak yang diperiksa dan organisasi serta menghasilkan berbagai perbaikan yang diperlukan. Laporan yang tepat waktu adalah laporan
yang pemberitaanya
tidak
ditunda dan
mempercepat
kemungkinan pelaksanaan berbagai tindakan yang koreksi dan efektif. Audit Internal juga harus langsung melaporkan hasil pemeriksaannya kepada pimpinan dan karyawan lain apabila membutuhkan. d. Tindak lanjut pemeriksaan Audit Internal harus secara terus menerus meninjau dan melakukan tindak lanjut untuk memastikan apakah suatu tindakan perbaikan telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan. Tindak lanjut Audit Internal didefinisikan sebagai suatu proses untuk menentukan kecukupan, keefektifan, dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh menejemen terhadap berbagai temuan pemeriksaan yang dilaporkan.
18
b. Definisi Audit Internal Audit Internal mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan perusahaan yang telah ditentukan. Perlunya konsep Audit Internal dikarenakan bertambah luasnya ruang lingkup perusahaan maka semakin luas pula rentang pengendalian yang dipikul pimpinan, sehingga manajemen harus menciptakan suatu pengendalian internal yang efektuf untuk mencapai suatu pengelolaan yang optimal dengan mempertimbangkan manfaat dan biayanya. Audit Internal yang dilakukan dalam suatu perusahaan merupakan kegiatan penilaian dan verifikasi atas prosedur-prosedur, data yang tercatat berdasarkan atas kebijakan dan rencana perusahaan, sebagai salah satu fungsi dalam mengawasi aktivitasnya. Aktivitas Audit Internal menjadi pendukung utama untuk tercapainya tujuan pengendalian internal. Ketika melaksanakan kegiatannya, Audit Internal harus bersifat objektif dan kedudukannya dalam perusahaan adalah independen. Valery G Kumat (2011:35) mendefinisikan Audit Internal adalah sebagai berikut: “Audit Internal adalah agen yang paling “pas” untuk mewujudkan Internal Control, Risk Management dan Good corporate Governance yang pastinya akan memberi Nilai Tambah lagi Sumber Daya dan Perusahaan”. Sedangkan menurut Amin Tunggal (2012:136) Audit Internal yaitu: “Audit Internaling is an independent , objective assurance and consulting, activity designed to add value and improve an organization’s operations. It helps
an
organization
accomplish
its
objectives
by
bringing
a
19
systematic,disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes”.
Dari definisi diatas sudah jelas bahwa Audit Internal merupakan jaminan, independen, obyektif dan aktivitas konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi
dan
meningkatkan
efektivitas
proses
manajemen
risiko,pengendalian, dan proses governance. c.
Tujuan Audit Internal Menurut Hery (2010:39) tujuan dari Audit Internal adalah : “Audit Internal secara umum memiliki tujuan untuk membantu segenap anggota manajemen dalam menyelesaikan tanggung jawab mereka secara efektif, dengan memberi mereka analisis, penilaian,saran dan komentar yang objektif mengenai kegiatan atau hal-hal yang diperiksa.” Untuk
mencapai keseluruhan
tujuan
tersebut,
maka auditor
harus
melakukan beberapa aktivitas sebagai berikut : 1. Memeriksa dan
menilai baik
buruknya pengendalian atas akuntansi
keuangan dan operasi lainnya. 2. Sampai sejauh mana
hubungan
para pelaksana terhadap kebijakan,
rencana dan prosedur yang telah ditetapkan. 3. Memeriksa
sampai
sejauh
mana
aktiva
perusahaan
dipertanggungjawabkan dan dijaga dari berbagai macam bentuk kerugian. 4. Memeriksa kecermatan pembukuan dan data lainnya yang dihasilkan oleh
20
perusahaan. 5. Menilai prestasi kerja para pejabat/pelaksana dalam menyelesaikan tanggung jawab yang telah ditugaskan. Adapun aktivitas dari Audit Internal yang disebutkan di atas digolongkan kedalam dua macam, diantaranya : a. Financial Auditing Kegiatan ini antara lain mencakup pengecekan atas kecermatan dan kebenaran segala data keuangan, mencegah terjadinya kesalahan atau fraud dan menjaga kekayaan perusahaan. b. Operational Auditing Kegiatan pemeriksaan ini lebih ditujukan pada operasional untuk dapat memberikan rekomendasi yang berupa perbaikan dalam cara kerja, sistem pengendalian dan sebagainya.
d. Peranan Audit Internal Megingat
pentingnya peran pengawasan terhadap tindak kecurangan,
maka Audit Internal menjadi satu-satunya unit kerja yang
paling tepat
melakoninya. Karena itu, peran Audit Internal yang selama ini selalu berkaitan dengan urusan physical
control harus sudah bergeser dari sekedar terkesan
sebagai “provoost”. Perusahaan menjadi unit yang mampu berperan dalam pencegahan sekaligus pendeteksian kecurangan. Menurut Pusdiklatwas BPKP (2012:2) peran yang ideal bagi Audit Internal yaitu sebagai berikut:
21
Audit Internal dituntut untuk waspada terhadap setiap hal yang menunjukkan adanya kemungkinan terjadinya kecurangan, yang mencakup: a. Identifikasi titik-titik kritis terhadap kemungkinan terjadinya kecurangan. b. Penilaian terhadap sistem pengendalian yang ada, dimulai sejak lingkungan pengendalian hingga pemantauan terhadap penerapan sistem pengendalian. Seandainya terjadi kecurangan, Audit Internal bertanggung jawab untuk membantu manajemen mencegah kecurangan dengan melakukan pengujian dan evaluasi keandalan dan efektivitas dari pengendalian, seiring dengan potensi terjadinya dalam berbagai segmen. Tidak hanya manajemen puncak, Audit Internal juga harus mendapat sumber
daya
yang memadai dalam rangka
memenuhi misinya untuk mencegah kecurangan. Tanggung jawab Audit Internal dalam rangka mendeteksi kecurangan, selama penugasan audit termasuk: a. Memiliki pengetahuan
yang memadai tentang kecurangan,
dalam
rangka mengidentifikasi indikasi-indikasi yang mungkin terjadi dan dilakukan oleh anggota organisasi. b. Memiliki sensitivitas yang berkaitan dengan kemungkinan adanya kesempatan terjadinya kecurangan. c. Melakukan evaluasi terhadap indikator-indikator yang mungkin dapat memberikan peluang terjadinya kecurangan dan menentukan apakah perlu diadakan investigasi lanjutan. d. Menentukan prediksi awal terjadinya suatu kecurangan. e. Melakukan penilaian kembali terhadap pelaksanaan pengendalian
22
dilingkungan dimana terjadinya tindak kecurangan dan selanjutnya menentukan upaya untuk memperkuat pengendalian didalammya.
b. Program Audit Internal Program audit internal merupakan perencanaan prosedur dan tehnik-tehnik pemeriksaan yang tertulis secara efsiensi dan efektif. Selain itu berfungsi sebagai alat perencanaan juga penting untuk mengatur pembagian kerja, memonitor jalannya kegiatan pemeriksaan, menelaah pekerjaan yang telah dilakukan. Menurut IBK Bayangkara (2011:3) program audit memiliki manfaat sebagai berikut : 1. Merupakan suatu rencana yang sistematis tentang setiap tahap kegiatan yang bisa dikomunikasikan kepada semua tim audit. 2. Merupakan landasan yang sistematis dalam memberikan tugas kepada para auditor dan supervisornya. 3. Sebagai dasar untuk membandingkan pelaksanaan kegiatan dengan rencana yang telah disetujui dan dengan standar serta persyaratan yang telah ditetapkan. 4. Dapat membantu para auditor yang belum berpengalaman dan membiasakan mereka dengan ruang lingkup, tujuan serta langkah-langkah kegiatan audit. 5. Dapat membantu auditor untuk mengenali sifat pekerjaan yang telah dikerjakan sebelumnya. 6. Dapat mengurangi kegiatan pengawasan langsung oleh supervisor. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa program audit mencakup
23
pengumpulan informasi umum tentang objek yang akan di audit, cara pelaksanaan prosedur, dan sistem operasional yang diterapkan dalam perusahaan tersebut. Dan setiap program audit biasanya mengandung empat pokok yaitu informasi pendahuluan, pernyataan tujuan audit internal, instruksi-instruksi kerja khusus, dan langkah-langkah kerja.
c. Tahapan-tahapan Pelaksanaan Audit Internal Pelaksanaan kegiatan audit intern merupakan tahapan-tahapan penting yang dilakukan oleh seorang internal auditor dalam proses auditing untuk menentukan prioritas, arah dan pendekatan dalam proses audit internal. Tahapan-tahapan dalam pelaksanaan kegiatan audit internal, menurut Hiro Tugiman (2006:53) adalah sebagai berikut : 1. Tahap perencanaan audit. 2. Tahap pengujian dan pengevaluasian informasi 3. Tahap penyampaian hasil audit. 4. Tindak lanjut hasil pemeriksaan Penjelasan dari tahapan-tahapan di atas adalah sebagai berikut : 1.
Perencanaan Audit Tahap perencanaan audit merupakan langkah yang palinng awal dalam pelaksanaan kegiatan audit inten, perencanaan dibuat bertujuan untuk menentukan objek yang akan diaudit/prioritas audit, arah dan pendekatan audit, perencanaan alokasi sumber daya dan waktu, dan merencanakan hal-hal
24
lainnya yang berkaitan dengan proses auditing. Menurut Hiro Tugiman (2006:53)
audit
intern
haruslah
merencanakan
setiap
pemeriksaan.
Perencanaan haruslah didokumentasikan dan harus meliputi : a. Penetapan tujuan audit dan lingkup pekerjaan.
b. Memperoleh informasi dasar (background information) tentang kegiatankegiatan yang akan diperiksa.
c. Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan audit.
d. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu.
e. Melaksanakan survey untuk mengenali kegiatan yang diperlukan, risikorisiko dan pengawasan-pengawasan.
f. Penulisan program audit.
g. Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil-hasil audit akan disampaikan.
h. Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja audit.
2. Pengujian dan pengevaluasin informasi Pada tahap ini audit intern haruslah mengumpulkan, mennganalisa, menginterprestasi dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil audit. Menurut Hiro Tugiman (2006:59), proses pengujian dan pengevaluasian informasi adalah sebagai berikut :
25
a. Dikumpulkannya
berbagai
informasi
tentang
seluruh
hal
yang
berhubungan dengan tujuan-tujuan pemeriksa dan lingkup kerja.
b. Informasi haruslah mencukupi, kompeten, relevan dan berguna untuk membuat suatu dasar yang logis bagi temuan audit dan rekomendasirekomendasi.
c. Adanya prosedur-prosedur audit, termasuk tehnik-tehnik pengujian.
d. Dilakukan penngawasan terhadap proses pengumpulan, penganalisaan, penafsiran dan pembuktian kebenaran informasi.
e. Dibuat kertas kerja pemeriksaan.
3. Penyampaian hasil pemeriksaan Laporan audit intern ditujukan untuk kepentingan manajemen yang dirancang untuk memperkuat penngendalian audit intern, untuk menentukan ditaati tidaknya
prosedur/kebijakan-kebijakan
yanag
telah
ditetapkan
oleh
manajemen. Audit
intern harus melaporkan kepada manajemen apabila terdapat
penyelewengan/penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalam suatu 11
26
fungsi
perusahaan
dan
memberikan
saran-saran/rekomendasi
untuk
perbaikannya. Menurut Hiro Tugiman (2006:68) audit intern harus melaporkan hasil audit yang dilaksanakannya yaitu : a. Laporan tertulis yang ditandatanngani oleh ketua audit intern.
b. Pemeriksa intern harus terlebih dahuku mendiskusikan kesimpulan dan rekomendasi.
c. Suatu laporan haruslah objektif, jelas, singkat terstruktur dan tepat waktu.
d. Laporan haruslah mengemukakan tentanng maksud, lingkup dan hasil dari pelaksanaan pemeriksaan.
e. Laporan mencantumkan berbagai rekomendasi.
f. Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan atau rekomendasi dapat pula dicantumkan dalam laporan pemeriksaan.
g. Pimpinan audit intern mereview dan menyetujui laporan audit
4. Tindak lanjut hasil pemeriksaan Audit internal terus menerus meninjau/melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan-temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat. Audit internal harus memastikan apakah suatu tindakan korektif telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan, ataukah manajemen senior atau dewan telah
27
menerima risiko akibat tidak dilakukannya tindakan korektif terhadap berbagai temuan yang dilaporkan.
d. Kompetensi Audit Internal Melihat banyak beban yang harus dipikul oleh tim Audit Internal, maka dapat diidentifikasi kebutuhan yang sesuai kompetensi dasar (basic competency) yang sama bagi para auditor. Menurut Valery G. Kumaat (2011: 25-27) dijelaskan kompetensi Audit Internal mulai dari head of department hingga para pelaksana sebagaimana penulis uraikan berikut ini. 1.
Soft Competency ± Audit Internal : Menentukan Sosok Audit yang Ideal Kepribadian atau karaktek positif yang kuat sekarang ini diakui sebagai penentu keberhasilan seseorang dalam meniti karier, lebih dari bekal pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Sosok Audit Internal yang ideal harus memiliki keunikan tersendiri, yaitu perpaduan karakter yang jarang dijumpai pada posisi/profesi lain.Karena harus independen dalam mengidentifikasi, menganalisis,
menetapkan
akar
masalah
hingga
mengeluarkan rekomendasi solusi, integritas menjadi hal yang tidak dapat ditawar. Secara kasat mata orang-orang seperti ini umumnya dijumpai dengan kemiripan ciri dalam hal: a. Sangat
berminat
dengan
spiritualitas,humanitas,
topik-topik
filsafat,
atau
menyangkut tertarik
religiositas,
berdiskusi tentang
masalah keadilan (fairness). b. Prinsip hidup (way of life) dan pendirian teguh, yaitu hasil
28
bentukan
dari pengalaman
hidup
yang lebih
banyak
gejolak
ketimbang kisah sukses. c. Menampilkan gaya hidup yang cenderung sederhana (low profile) dengan tingkat persentasi dan disiplin diri yang relatif tinggi serta konsisten yang sudah teruji oleh waktu. Selanjutnya, karena sifat pekerjaan auditor yang harus selalu berinteraksi dengan berbagai tipe manusia, bahkan mempengaruhi orang lain, auditor mau tidak mau juga harus memiliki aura kepemimpinan yang memadai. Valery G. Kumaat (2011:26) berpendapat bahwa pemimpin bisa berasal dari bakat (borned to be a leader) maupun hasil pembentukan (leader by learning experience). Secara umum orang-orang ini terlihat dari ciri-ciri: a.
Minat yang tinggi atau pengalaman yang konsisten, mulai dari masa sekolah/kuliah hingga meniti karier, terlibat dalam aktivitas organisasi.
b.
Relatif dewasa (matured) dibanding rekan sebayanya, serta memiliki kepercayaan diri (self confidance) dan kemandirian (self-driven) yang relatif tinggi.
c.
Memiliki kemampuan interpersonal relation, empathy, dan teamwork yang baik, yang juga ditopang oleh lingustic intelligence yang baik, khususnya fasih secara moral (terlihat saat berdiskusi atau ketika tampil sebagai public speaker).
2.
Hard Competency ± Audit Internal : Menentukan Bobot Auditor Meskipun Soft Competency memegang peranan penting, auditor juga
29
dituntut memiliki tingkat berpikir, pengetahuan, dan keterampilan (Hard Competency) di atas rata-rata, tepatnya sebuah kombinasi kompetensi yang terdiri dari Analytical Thinking, Multi-Dimensional Knowledge, dan Advisory Skill. Dalam menjalankan perannya, auditor tidak hanya dituntut mengenal setiap business process (sistem kerja) yang sedang berjalan maupun yang lazim berlaku, tetapi juga harus mampu: a. Mengidentifikasi setiap critical point didalamnya,
serta setiap
kemungkinan logis dari praktek yang tidak memadai pada titik-titik tersebut. b. Menganalisis perubahan, penyimpangan, bahkan potential risk yang ada. c. Membuktikan root cause yang sebenarnya dan mengukur besarnya negative impact situasi yang sudah/mungkin terjadi. Tuntutan berpikir analitis ini tidak dapat dihindarkan mengingat Audit Internal harus berada di garis depan dalam mengembangkan risk management perusahaan. Auditor juga dituntut memiliki kapasitas Intellectual Knowledge yang memadai agar dapat inline dengan wawasan berpikir dan pengetahuan yang dimiliki para auditee. Pengetahuan yang dikuasai setidaknya harus mampu: a. Menunjang value added bagi bisnis maupun fungsi audit. b. Mengikuti perkembangan dunia bisnis dan bidang pengawasan dari waktu ke waktu (contextual).
30
Karena itu, auditor tidak boleh hanya berbekal pengetahuan dasar auditing saja (accounting financial management, statistic, dan sebagainya), apalagi sekedar mengandalkan hasil studi/pelatihan formal (yang terkadang tidak link & match dengan dinamika kebutuhan bisnis), tetapi juga bersedia menjelajah secara self learning setiap informasi di luar serta pengalaman di dalam institusi bisnis, baik yang bersifat technical maupun managerial, terkait seluruh bidang yang ditekuni para audit (IT, supply-chain,strategy management, marketing, dan sebagainya). Secara umum ada 3 tingkatan yang diharapkan audit dari diri auditor: a. Memiliki kecakapan teknis yang baik, paling tidak sepadan dengan yang dimiliki oleh audit, khususnya dalam urusan administrasi/pengendalian pekerjaan atau dalam menjalankan proses sebuah sistem. Auditor harus dapat menunjukkan metode yang lebih efektif/efisien ketimbang yang dijalankan oleh audit. b. Memiliki kecakapan supervisory yang tidak hanya terkait dengan penguasaan
instrumen pengawasan (standar dan peraturan kerja,
sistem reward & punishment, dan sebagainya), tetapi juga pemahaman terhadap prinsip-prinsip interpersonal skill dan leadership yang baik. c. Memiliki kecakapan komunikasi yang handal, tidak hanya dalam hal meyakinkan audit tentang urgensi persoalan atau potential risk beserta dampaknya,
tetapi
juga
dapat
saran/rekomendasi yang diberikan sebagai best practice bagi audit.
menunjukkan benar-benar
alasan applicable,
mengapa bahkan
31
3. Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan a.
Definisi Kecurangan Pada kenyataannya kecurangan hampir
terdapat
di setiap
lini pada
organisasi, mulai dari jajaran manajemen sampai kepada jajaran pelaksana bahkan bisa sampai ke pesuruh (office boy). Kecurangan dapat dilakukan oleh siapa saja, bahkan oleh seorang pegawai yang tampaknya jujur sekalipun. Tindak Kecurangan (fraud) adalah “manusia” dengan berbagai alasan dari dalam dirinya untuk melakukan tindakan tercela (Valery G. Kumaat, 2011:135). Adapun pengertian kecurangan menurut Pusdiklatwas BPKP (2012:7) adalah sebagai berikut: “Dalam istilah sehari – hari, kecurangan dimaknai sebagai ketidakjujuran. Dalam terminologi awam kecurangan lebih ditekankan pada
aktivitas
penyimpangan perilaku yang berkaitan dengan konsekuensi hukum, seperti penggelapan, pencurian dengan tipu muslihat, kecurangan pelaporan keuangan, korupsi, kolusi, nepotisme, penyuapan, penyalahgunaan , dan lain-lain.” Sedangkan Amin Widjaja Tunggal (2012:169) mengartikan kecurangan adalah sebagai berikut: “Fraud
is an advantage gained by unfair or wrong
ful
means,
an
infraction of the rules of fair trade; a false representation of fact made knowingly; without belief in its truth, recklessly, not caring whether it is true or false”.
32
Pada dasarnya Kecurangan merupakan tindakan yang melanggar hukum dan bisa merugikan berbagai pihak. Kecurangan merupakan suatu hal yang sangat sulit diberantas, dilakukan
bahkan korupsi di
Indonesia
sudah
secara sistematis sehingga perlu penanganan yang sistematis.
Akan tetapi kita harus optimis bahwa bisa dicegah atau paling sedikitnya bisa dikurangi dengan menerapkan pengendalian anti kecurangan (fraud)/ Dari beberapa uraian diatas dapat diketahui bahwa kecurangan berarti bahwa suatu item tidak dimasukkan sehingga menyebabkan informasi tidak benar, apabila suatu kesalahan adalah disengaja maka kesalahan tersebut merupakan kecurangan
(fraudulent). Kecurangan auditing hendaknya
disebut dengan istilah Audit atas kecraungan , yang dapat didefinisikan sebagai audit khusus yang dimaksudkan untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya penyimpangan
atau
kecurangan atas transaksi keuangan.
Kecurangan auditing termasuk dalam audit khusus yang berbeda dengan audit umum terutama dalam hal tujuan
yaitu
kecurangan auditing
mempunyai tujuan yang lebih sempit (khusus) dan cenderung untuk mengungkap suatu kecurangan yang diduga terjadi dalam pengelolaan asset/aktiva. b.
Kondisi Penyebab Kecurangan. Amin Widjaja Tunggal
(2012:10) menyatakan
bahwa terdapat
beberapa kondisi penyebab kecurangan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Insentif atau tekanan. Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan.
33
2.
Kesempatan. Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan fraud .
3.
Sikap atau rasionalisasi. Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilainilai etis yang membolehkan manajemen
atau
pegawai
untuk
melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan yang tidak jujur. Dari pernyataan diatas, jelas bahwa kondisi penyebab kecurangan itu diantaranya disebabkan oleh adanya intensif/tekanan, kesempatan, dan juga sikap atau rasionalisasi. Insentif yang umum bagi Perusahaan untuk memanipulasi laporan keuangan adalah menurunnya prospek keuangan perusahaan. Kesempatan meskipun laporan keuangan semua perusahaan mungkin saja menjadi sasaran
manipulasi,
risiko
bagi perusahaan
yang
berkecimpung dalam industri yang melibatkan pertimbangan dan estimasi yang signifikan jauh lebih besar. Sikap/rasionalisasi sikap manajemen puncak terhadap pelaporan keuangan merupakan faktor risiko yang sangat penting dalam menilai kemungkinan laporan keuangan yang curang. c.
Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Kecurangan Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan
penyelewengan dan dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran
(diterima secara umum)
terhadap
tindakan
34
tersebut.
Faktor pendorong kecurangan boleh diartikan sebagai pola
pemanfaatan “kesempatan/peluang” untuk mengambil keuntungan melalui cara-cara yang merugikan. Valery G Kumaat (2011:139) menyatakan pendapatnya tentang faktor pendorong terjadinya Kecurangan adalah sebagai berikut: 1.
Desain pengendalian internalnya kurang tepat, sehingga meninggalkan “celah” risiko.
2.
Praktek
yang menyimpang dari desain atau kelaziman
(common
business sense) yang berlaku. 3.
Pemantauan (pengendalian) yang tidak konsisten terhadap implementasi business process.
4.
Evaluasi yang tidak berjalan terhadap business process yang berlaku.
Nur Asiah (2012) menyatakan terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan (fraud), yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu: 1. Greed (keserakahan). 2. Opportunity (kesempatan). 3. Need (kebutuhan). 4. Exposure (pengungkapan). Greed dan need termasuk dalam faktor individu yang merupakan hal bersifat sangat personal dan diluar kendali perusahaan sehingga sulit sekali dapat dihilangkan
oleh ketentuan
perundang-undangan.
Dengan
adanya
35
alasan kebutuhan ditambah dengan motivasi yang mendorongnya, maka sikap serakah seseorang akan cenderung melanggar ketentuan dan aturan. Opportunity dan
Exposure disebut sebagai faktor
genetik
karena
merupakan faktor yang masih di dalam kendali Perusahaan sebagai korban perbuatan
kecurangan.
Pada
umumnya
terdapatnya
kesempatan
akan
mendorong seseorang untuk berbuat fraud kerena pelaku cenderung berpikir bahwa kapan lagi ada kesempatan jika tidak sekarang. Sementara exposure berkaitan
dengan proses pembelajaran berbuat curang karena menganggap
sanksi terhadap pelaku kecurangan tergolong ringan sehingga para karyawan Perusahaan tidak merasa takut apabila melakukan kecurangan. Pada umumnya
faktor
pendorong seseorang melakukan
tindakan
kecurangan adalah tekanan, baik itu tekanan finansial maupun non finansial yang didukung dengan adanya kesempatan karena perusahaan tidak menindak tegas pelaku kecurangan sehingga tidak membuat efek jera bagi para pelaku kecurangan (fraud). d.
Pencegahan Kecurangan Kasus kecurangan (fraud) yang semakin marak terjadi membuat kerugian
yang cukup besar bagi perusahaan. Apabila kecurangan tidak bisa dideteksi dan dihentikan, maka berakibat fatal bagi perusahaan. Untuk perusahaan
itu, manajemen
harus mengambil tindakan yang tepat untuk mendeteksi dan
mencegah terjadinya kecurangan (fraud). Pencegahan kecurangan (fraud) Pusdiklatwas BPKP (2012) merupakan upaya terintegrasi yang dapat menekan terjadinya faktor penyebab kecurangan
36
(fraud triangle) yaitu: 1.
Memperkecil peluang terjadinya kesempatan untuk berbuat kecurangan.
2.
Menurunkan tekanan kepada pegawai agar ia mampu memenuhi kebutuhannya.
3.
Mengeliminasi alasan untuk membuat pembenaran atau rasionalisasi atas tindakan kecurangan yang dilakukan”. Dengan adanya upaya pencegahan yang diterapkan oleh Perusahaan dapat
memperkecil peluang terjadinya kecurangan karena setiap tindakan kecurangan dapat terdeteksi cepat dan diantisipasi dengan baik oleh Perusahaan. Setiap karyawan tidak merasa tertekan lagi dan melakukan pembenaran terhadap tindakan kecurangan yang dapat merugikan banyak pihak. e.
Tujuan Pencegahan Kecurangan Adanya
perusahaan
penerapan Good mengeluarkan
Corporate Governance membuat sejumlah
kebijakan
terkait dengan
upaya
pencegahan
kecurangan. Salah satu cara tersebut adalah dengan memberikan kesempatan kepada Audit Internal untuk mendeteksi dan mencegah kecurangan yang mungkin
terjadi
dalam lingkungan organisasi. Apabila teknik pencegahan
kecurangan berjalan baik dan efektif akan membuat citra positif bagi perusahaan karena meningkatnya kepercayaan publik. Menurut Pusdiklatwas BPKP (2012:1) pencegahan kecurangan yang efektif memiliki lima tujuan yaitu: 1. Preventation, yaitu mencegah terjadinya fraud secara nyata pada semua lini
37
organisasi. 2
Deterence, yaitu menangkal pelaku potensial bahkan tindakan untuk yang bersifat coba-coba.
3
Discruption, yaitu mempersulit gerak langkah pelaku fraud sejauh mungkin.
4
Identification,
yaitu mengidentifikasi kegiatan beresiko tinggi dan
kelemahan pengendalian. 5
Civil action prosecution, yaitu melakukan tuntutan dan penjatuhan sanksi yang setimpal atas perbuatan fraud kepada pelakunya.” Kecurangan merupakan suatu masalah di dalam perusahaan dan harus
dicegah sedini mungkin, Amin Widjaja Tunggal (2012:59) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tata kelola untuk mencegah fraud diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Budaya Jujur dan Etika yang Tinggi Riset menunjukkan bahwa cara yang paling efektif untuk mencegah dan menghalangi kecurangan adalah mengimplementasikan program serta pengendalian anti fraud, yang di dasarkan pada nilai-nilai inti yang dianut perusahaan.
Nilai-nilai
semacam
itu
menciptakan
lingkungan
yang
mendukung perilaku dan ekspektasi yang dapat diterima, bahwa pegawai dapat menggunakan nilai itu untuk mengarahkan tindakan mereka. Nilainilai itu membantu menciptakan budaya jujur dan etika yang menjadi dasar bagi tanggung jawab pekerjaan para karyawan. Menciptakan budaya jujur dan etika yang tinggi mencakup enam unsur.
38
a.
Menetapkan Tone at the Top Manajemen dan dewan direksi bertanggung jawab untuk menetapkan
“Tone at the Top” terhadap perilaku etis dalam perusahaan. Kejujuran dan integritas manajemen akan memperkuat kejujuran serta integritas karyawan di seluruh organisasi. Tone at the Top yang dilandasi kejujuran dan integritas akan menjadi dasar bagi kode etik perilaku yang lebih terinci, yang dapat dikembangkan untuk memberikan pedoman yang lebih khusus mengenai perilaku yang diperbolehkan dan dilarang. b.
Menciptakan Lingkungan Kerja yang Positif Dari riset yang dilakukan terlihat bahwa pelanggaran lebih jarang terjadi
bila karyawan mempunyai perasaan positif tentang atasan mereka ketimbang bila mereka merasa diperalat, diancam, atau diabaikan. Tempat kerja yang positif dapat mendongkrak semangat karyawan, yang dapat mengurangi kemungkinan karyawan melakukan fraud terhadap perusahaan. c.
Mempekerjakan dan Mempromosikan Pegawai yang Tepat Agar berhasil mencegah kecurangan, perusahaan yang dikelola dengan
baik mengimplementasikan kebijakan penyaringan yang efektif untuk mengurangi kemungkinan mempekerjakan dan mempromosikan orangorang yang tingkat kejujurannya rendah, terutama yang akan menduduki jabatan yang bertanggung jawab atau penting. Kebijakan semacam itu mungkin
mencakup pengecekan latar
belakang orang-orang
yang
dipertimbangkan akan dipekerjakan atau dipromosikan menduduki jabatan yang bertanggung jawab
atau
penting. Pengecekan
latar
belakang
39
memverifikasi pendidikan, riwayat pekerjaan, serta referensi pribadi calon karyawan, termasuk referensi tentang karakter dan integritas. Setelah seorang pegawai diangkat,
evaluasi yang berkelanjutan
atas kepatuhan
pegawai itu pada nilai-nilai dan kode perilaku Perusahaan juga akan mengurangi kemungkinan kecurangan. d.
Pelatihan Semua pegawai baru
menyangkut perilaku
harus dilatih
tentang ekspektasi Perusahaan
etis pegawai. Pegawai harus diberi tahu
tentang
tugasnya untuk menyampaikan fraud aktual atau yang dicurigai serta cara yang tepat untuk, menyampaikannya. Selain itu, pelatihan kewaspadaan terhadap fraud juga harus disesuaikan dengan tanggung jawab pekerjaan khusus pegawai
itu,
misalnya,
pelatihan
yang berbeda untuk
agen
pembelian dan penjualan. 1. Konfirmasi Sebagian Perusahaan mengharuskan pegawainya untuk secara periodik mengkonfirmasikan tanggung jawabnya mematuhi kode perilaku. Pegawai diminta untuk menyatakan bahwa mereka memahami ekspektasi perusahaan serta sudah mematuhi kode perilaku, dan mereka tidak mengetahui adanya pelanggaran. Konfirmasi tersebut akan membantu mengokohkan kebijakan kode perilaku dan juga membantu menghalangi pegawai melakukan fraud atau pelanggaran etika lainnya. 2. Tanggung Kecurangan.
jawab
Manajemen
untuk
Mengevaluasi
Pencegahan
40
Kecurangan tidak mungkin terjadi tanpa adanya kesempatan untuk melakukannya dan
menyembunyikan
perbuatan itu. Manajemen
bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan mencegah fraud, mengambil langkah-langkah yang teridentifikasi untuk mencegah fraud, serta memantau pengendalian internal yang mencegah dan mengidentifikasi fraud . 3. Pengawasan Oleh Komite Audit Komite audit mengemban tanggung jawab
utama
mengawasi pelaporan
keuangan serta proses pengendalian internal organisasi. Dalam memenuhi tanggung jawab ini Komite audit memperhitungkan potensi Diabaikannya pengendalian internal oleh manajemen serta mengawasi proses pencegahan fraud. oleh manajemen, dan program serta pengendalian anti fraud. Komite audit juga membantu menciptakan “tone at the top” yang efektif tentang pentingnya kejujuran dan perilaku etis dengan mendukung toleransi nol manajemen terhadap kecurangan. f. Metode Pencegahan Kecurangan (Fraud) Pusdiklatwas BPKP (2012:22) menyatakan beberapa metode pencegahan yang lazim ditetapkan oleh manajemen mencakup beberapa langkah berikut: 1. Penetapan kebijakan anti fraud. 2. Prosedur pencegahan baku. 3. Organisasi. 4. Teknik pengendalian. 5. Kepekaan terhadap fraud. Kebijakan unit organisasi harus memuat a high ethical tone dan harus
41
dapat menciptakan
lingkungan
kerja yang kondusif
untuk
mencegah
tindakan- tindakan fraud dan kejahatan ekonomi lainnya. Seluruh jajaran manajemen dan karyawan harus mempunyai komitmen yang sama untuk menjalankannya sehingga kebijaksanaan yang ada akan dilaksanakan dengan baik. Pada dasarnya komitmen dan kebijakan suatu instansi/organisasi merupakan kunci utama dalam mencegah dan mendeteksi fraud. Namun demikian, harus pula dilengkapi dengan prosedur penanganan pencegahan secara tertulis dan ditetapkan secara baku sebagai media pendukung. Adanya audit
commitee yang independen
menjadi
Internal mempunyai tanggung jawab
nilai plus karena unit Audit
untuk melakukan evaluasi secara
berkala atas aktivitas organisasi secara berkesinambungan. Bagian ini juga berfungsi untuk
menganalisis pengendal;ian
intern
dan tetap
waspada
terhadap kecurangan saat melaksanakan audit. Sistem yang dirancang dan dilaksanakan secara kurang baik akan menjadi sumber atau peluang terjadinya kecurangan, yang pada
gilirannya menimbulkan kerugian financial bagi
organisasi sehingga diperlukan teknik-teknik pengendalian dan audit yang efektif untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecurangan. Kerugian dan kecurangan dapat dicegah pula apabila organisasi atau instansi mempunyai staf yang berpengalaman sehingga mereka peka terhadap sinyal-sinyal kecurangan (fraud). g.
Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Pada dasarnya tindak fraud dapat dibongkar oleh audit karena adanya
42
indikasi awal serta perencanaan yang baik untuk menyingkap segala sesuatu mengenai tindak
fraud
yang mungkin
terjadi,
tim audit harus
memiliki intuisi yang tajam melihat berbagai aspek internal Perusahaan yang riskan (rawan) terjadi fraud. Namun, disini audit tidak mungkin bekerja hanya
berdasarkan kaidah/metode audit yang baku.
Selain menerapkan
berbasis risiko, audit juga perlu mengembangkan aktivitas jaringan mata-mata. Dan yang terakhir ini tidak mungkin dijalankan sendiri oleh para Audit Internal, yang identitasnya mudah diketahui di tengah perusahaan. Karena itu, diperlukan upaya terintegrasi untuk membangun kedekatan emosional dengan orang-orang tertentu yang nantinya diharapkan bisa berpihak pada tim audit. Valery G Kumaat (2011:156) menyatakan bahwa: “Mendeteksi kecurangan (fraud) adalah upaya untuk mendapatkan indikasi
awal
yang
cukup
mengenai
tindak
fraud,
sekaligus
mempersempit ruang gerak para pelaku fraud (yaitu ketika pelaku menyadari prakteknya telah diketahui, maka sudah terlambat untuk berkelit)”. Dari definisi di atas sudah jelas bahwa pendeteksian kecurangan (fraud) merupakan suatu deteksi awal yang harus dilakukan agar tindak fraud dapatdicegah untuk tidak dilakukan, dan untuk mengetahui perlu tidaknya dilakukanpengujian. Upaya pendeteksian ini bisa berlangsung dalam waktu relatif cepat, tetapi terkadang harus membutuhkan kesabaran hingga berbulan-bulan. Menurut Valery G Kumaat (2011:156) menyimpulkan bahwa cepat atau lambatnya
43
pendeteksian bergantung pada: 1. Faktor di pihak pelaku, yaitu kemampuannya menyiasati sistem atau menutup celah dari praktek
fraud nya, sehingga menentukan tingkat
kerumitan suatu tindak fraud. 2. Faktor yangditentukan oleh kapasitas auditor sendiri, yaitu kemampuannya mengembangkan audit berbasis resiko (risk based audit) dan membangun Jaringan Informan (Audit Intelligence) dengan tetap bersikap hati-hati. h. Audit Berbasis Risiko (Risk-Based Audit) untuk Deteksi Kecurangan Menurut Valery G Kumaat (2011:157) menyatakan bahwa audit berbasis risiko dalam konteks mendeteksi tindak kecurangan adalah: “Rangkaian
aktivitas
pengawasan
yang
terencana,
terpadu,
dan
berkesinambungan dalam rangka memetakan, mengamati, memverifikasi, dan menganalisis semua titik-titik kritis risiko (critical risk points) yang berpotensi menimbulkan tindak fraud.” Pemetaan (Mapping) di sini bertujuan untuk mengidentifikasi titik-titik kritis risiko terjadinya tindak fraud. Peta risiko dapat dibuat langsung melalui kriteria keuangan, masukan (khususnya keluhan) dari berbagai pihak, hingga riwayat kasus yang pernah terjadi. Pengamatan (Observing) bertujuan untuk memperdalam semua titik risiko berdasarkan situasi aktual di lapangan. Hal itu termasuk mewawancarai pihakpihak terkait guna mengetahui berbagai kendala/masalah aktual serta kebutuhan/ekspektasi para pelaksana dilapangan. Namun, rencana pengamatan oleh auditor sering kali berbenturan dengan sikap yang kurang welcome
44
dilapangan. Resistensi yang dijumpai memang bisa jadi mengindikasikan adanya praktek fraud pada objek yang diamati. Namun, terlalu dini untuk mengambil kesimpulan.Jika terjadi resistensi, membangun jaringan informan (Audit Intellegence) merupakan hal yang sangat penting. Verifikasi Transaksi dan Analisis Data (Verifying & Analyzing) bertujuan untuk mempertegas kesimpulan bahwa tindak fraud mungkin ada atau rawan terjadi. Hasil verifikasi dan analisis ini akan menyempurnakan hasil pemetaan + pengamatan untuk menyimpulkan adanya bahaya terkait ada tidaknya tindak fraud. Menurut Valery G Kumaat (2011: 157) menyatakan bahwa setidaknya ada 3 objek yang bisa menjadi materi uji awal untuk menggambarkan berbagai titik krisis risisko (critical risk point), yaitu: 1.
Transparansi Sistem.
2.
Konsentrasi Aset dan Biaya.
3.
Integritas SDM dan Kesinambungan Sistem kerja yang tidak transparan (terbuka) merupakan peluang emas
bagi pelaku fraud. Pelaku fraud banyak “bermain” pada lingkup sistem (unit kerja) yang dianggap basah
yang dapat menghasilkan keuntungan pribadi
baik langsung maupun tidak langsung, seperti: a. Pembelian barang atau jasa. b. Pengeluaran uang (kas & bank) dan biaya rutin. c. Pengeluaran berbasis proyek/event. d. .Penagihan
kewajiban
dari pelanggan,
khususnya yang kurang
45
lancar(bermasalah atau bad debt). e. Pengeluaran aset fisik (inventory atau aktiva tetap). Valery G Kumaat (2011:159) berpendapat bahwa konsentrasi Aset/Biaya yang besar ini dapat dijabarkan dalam beberapa pengertian berikut: 1. Jumlah fisik aset yang relatif banyak, sehingga memberi kemudahan untuk melakukan pengutilan tanpa segera dapat diketahui. 2. Alokasi anggaran biaya yang relatif besar, sehingga terbuka peluang untuk melakukan manipulasi (mark-up) biaya. 3. Nilai barang yang relatif tinggi, yang bila berhasil memiliki dan menjualnya di bawah harga pasar tetap bisa memberi keuntungan yang fantastik. Integritas SDM dan Kesinambungan ini adalah bagian yang mungkin mudah dinilai, tetapi bisa juga menjadi faktor yang luput dari perkiraan ketika kita harus mengukur potensi risiko terjadinya tindak fraud. Yang jelas dalam suatu kasus fraud, apapun alasan rasional yang dikemukakan para pelaku, dapat kita katakan bahwa mereka punya masalah integritas pribadi. i.
Pengembangan Jaringan Informan (Audit Intellegence) untuk Deteksi Kecurangan Pada hakikatnya, audit intellegence bukanlah aktivitas spionase yang
dilakukan di internal korporasi, tetapi dapat didefinisikan sebagai berikut: Menurut Valery G Kumaat (2011:161) menyatakan bahwa yang disebut dengan audit intellegence adalah: “Strategi atau upaya berkesinambungan membangun sebuah jaringan informasi aktual bagi tim audit dalam rangka menunjang aktivitas audit
46
berbasis risiko (risk-based audit), khususnya untuk mengantisipasi risiko yang berdampak negatif terhadap organisasi serta untuk melakukan cegahtangkal atas praktek tindak fraud ”. Selain itu Valery G Kumaat (2011:161) berpendapat bahwa aktivitas spionase memang bisa dianggap sebagai bagian dari audit intellegence. Namun, hal itu dapat mengundang perdebatan di kalangan internal, khususnya dari aspek etika organisasi dan tujuan strategis (yaitu mendorong Good Corporate Governance di tengah perusahaan). Spionase tidak mendapat hambatan bila dilakukan dengan sasaran pihak eksternal yang memiliki kepentingan langsung dengan Perusahaan (stakeholders seperti para suppliers dan customers), di mana metode dan hasilnya tetap dirahasiakan, tidak dikemukakan dalam konfirmasi maupun laporan resmi Audit Internal. j. Komunikasi Informal Audit dengan Pihak Internal Komunikasi dalam suasana formal merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi korps audit, baik secara verbal maupun tertulis. Hal itu karena auditor harus menyampaikan masalah demi masalah (audit findings) plus rekomendasi audit dengan penuh kesungguhan, agar dapat ditangkap urgensi dan implikasinya Formalitas sangat ampuh untuk menunjukkan kewibawaan auditor yang dapat menunjang respect & trust semua pihak terhadap independensi korps ini. Namun, suasana yang selalu formal dapat juga menciptakan jarak yang tidak kondusif bagi keterbukaan informasi dari para audit. Itulah sebabnya perlu
47
dikembangkan korps Audit Internal yang lebih terbuka dan lentur agar bisa tampil dalam suasana formal atau informal sesuai waktu dan tempat yang tepat.
k.
Media Audit untuk Menerima Masukan/Pengaduan Strategi
“Audit
Centre”
ini
merupakan
pelapis/pelengkap
dari
pengembangan komunikasi informal. Jika komunikasi informal menjangkau kalangan yang sangat terbatas, penyediaan media “pengaduan” akan memberikan akses yang lebih terbuka, namun tetap harus menjaga kerahasiaan identitas para narasumber beserta materi yang disampaikan. Pada era telematika yang kian canggih sekarang ini, tidak sulit menyediakan berbagai pilihan media. Mulai dari PO Box, Contact No (Call Centre), Email Address, hingga Website/Blog khusus. Tinggal bagaimana menangani semua media pengaduan yang meliputi 3 aspek berikut ini: 1. Menginformasikan keberadaan semua media tersebut kepada berbagai stakeholder (karyawan, klien, pemasok hingga pelanggan) dengan risiko para pemain juga mengetahuinya. 2. Mendorong keberanian pihak-pihak yang memiliki informasi untuk memanfaatkan media ini dengan kompensasi berupa jaminan kerahasiaan identitas para narasumber, atau jaminan bebas dari tuduhan ikut terlibat (bila saksi sempat menjadi bagian dari tim “mafia” yang diadukan). Mengangani setiap informasi penting yang masuk secara cepat, memberi tanggapan kepada narasumber (bila perlu memberi penghargaan khusus), hingga meneruskan informasi kepada tim audit (yang selanjutnya akan
48
melakukan investigasi). Untuk itu dibutuhkan orang-orang yang khusus inchange sebagai Audit Support, di mana aktivitas utamanya adalah menangani hal-hal di atas. 4.
Sistem Pengendalian Internal (Internal Control)
a. Sistem Pengendalian Internal Sistem pengendalian internal bukan hal baru dalam pemerintahan. Petrovits et al. (2011) menyatakan: “Internal control is broadly defined as the process put in place by management
to
provide
reasonable
assurance
regarding
the
achievement of effective and efficient operations, reliable financial reporting, and compliance with laws and regulations”. PP Nomor 60 Tahun 2008 mendefinisikan pengendalian intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui keggiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pemgamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. SPI merupakan kegiatan pengendalian terutama atas pengelolaan sistem informasi yang bertujuan untuk memastikan akurasi dan kelengkapan informasi. Kegiatan pengendalian atas pengelolaan informasi meliputi: 1. Pengendalian umum Pengendalian ini meliputi pengamanan sistem informasi, pengendalian atas akses, pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat lunak
49
aplikasi, pengendalian atas perangkat lunak sistem, pemisaan tugas, dan kontinuitas pelayanan. 2. Pengendalian aplikasi Pengendalian ini meliputi pengendalian otorisasi, pengendalian kelengkapan, pengendalian akurasi, dan pengendalian terhadap keandalan pemprosesan dan file data. Menurut IAI (2009:319.2) dalam Siti Aisah, mendefinisikan Pengendalian Intern sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personal lain entitas yang di desain untuk memberikan gambaran keyakinan memadai tentang pencapaian keandalan laporan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. b. Tujuan Pengendalian Internal (Internal Control) Tujuan pengendalian intern menurut COSO (committee of Sponsoring Organizations) (Sanyoto 2007 : 257), untuk menyediakan data yang dapat diandalkan, untuk mendorong kepatuhan terhadap kebijakan akuntansi, untuk melindungi aset dan catatan. c. Unsur-unsur Pengendalian Internal Agar tujuan pengendalian terpenuhi maka didalamnya harus terdapat beberapa unsur yang merupakan bagian dari struktur pengendalian intern yang baik. Hall Singleton (2007:28) mengemukakan unsur-unsur dari pengendalian internal sebagai berikut:
50
1) Lingkungan Pengendalian (control environment) Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian dalam suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran personel organisasi tentang pengendalian. Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua unsur pengendalian intern, yang membentuk disiplin dan struktur. Berbagai faktor yang membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entitas antara lain : a) Nilai integritas dan etika b) Komitmen terhadap kompetensi c) Dewan komisaris dan komite audit d) Filosofi dan gaya operasi manajemen e) Struktur organisasi f) Pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab g) Kebijakan dan praktik sumber daya manusia. Lingkungan pengendalian mencerminkan sikap dan tindakan para pemilik dan manajer entitas mengenai pentingnya pengendalian intern entitas. 2) Penilaian Risiko Perusahaan harus melakukan penaksiran risiko untuk mengidentifikasi menganalisis, dan mengelola risiko yang berkaitan dengan pelaporan keuangan. Penaksiran risiko manajemen harus mencakup pertimbangan khusus terhadap risiko yang dapat timbul dari perubahan keadaan seperti : a) Perubahan dalam lingkungan operasional yang membebankan berbagai tekanan persaingan baru atas perusahaan
51
b) Personel baru yang memiliki pemahaman berbeda atau tidak memadai atas pengendalian internal c) Sistem informasi baru atau yang direkayasa ulang sehingga memengaruhi pemprosesan transaksi d) Pertumbuhan yang signifikan dan cepat hingga mengalahkan pengendalian internal yang ada e) Implementasi teknologi baru ke dalam proses produksi atau sistem informasi yang berdampak pada pemprosesan transaksi. 3) Informasi dan Komunikasi Sistem informasi akuntansi terdiri atas berbagai record dan metode yang digunakan untuk memulai, mengidentifikasi, menganalisis, mengklasifikasi, serta mencatat berbagai transaksi perusahaan dan untuk menghitung aktiva serta kewajiban yang terkait. Kualitas dari informasi yang dihasilkan oleh SIA berdampak pada kemampuan pihak manajemen untuk melakukan tindakan dan mengambil keputusan sehubungan dengan operasi perusahaan serta untuk membuat laporan keuangan yang andal. 4) Pengawasan Pengawasan adalah proses dimana kualitas dari desain dan operasi pengendalian internal dapat dinilai. Penilaian ini dapat dicapai dengan prosedur yang terpisah atau melalui aktivitas yang berjalan. Para auditor internal perusahaan dapat memonotor aktivitas entitas terkait dalam berbagai prosedur terpisah. Auditor internal dapat mengumpulkan bukti kecukupan pengendalian internal dengan menguji berbagai pengendalian, kemudian mengomunikasikan kekuatan serta kelemahan pengendalian ke pihak manajemen.
52
5) Aktivitas Pengendalian Aktivitas pengendalian adalah berbagai kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk memastikan bahwa tindakan yang tepat telah dilakukan untuk menangani berbagai risiko yang telah diidentifikasi perusahaan. d. Keterbatasan Struktur Pengendalian Internal Menurut Mulyadi (2009:87) dalam Siti Aisah, Keterbatasan struktur pengendalian intern mencakup tiga hal, yaitu : 1) Kekeliruan-kekeliruan (errors) Setiap karyawan terkadang kurang perhatian terhadap tugasnya, akibat kelalaian dan terlalu banyak pekerjaan. Perhatian yang kurang akan mengakibatkan karyawan tersebut melakukan kesalahan, bahkan karyawan yang kompeten masih membuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaannya. 2) Persekongkolan (collution) Persekongkolan terjadi apabila dua orang atau lebih karyawan bekerja sama untuk membuat perjanjian antara mereka, misalnya seorang pelaksana penjualan bekerja sama dengan penyediaan penjualan sepakat untuk menggelapkan uang dari kas register dan menutupnya dengan rekonsiliasi kas register yang palsu. 3) Penolakan Manajemen (Management override) Penolakan manajemen hamper sama dengan persekongkolan, akan tetapi pada berbagai situasi, biaya untuk mendesain struktur pengendalian intern yang dapat mencegah penolakan manajeman akan lebih bermanfaat.
53
Terlepas dari bagaimana desain dan operasinya, pengendalian internal hanya dapat memberikan keyakinan memadai bagi manajemen dan dewan komisaris berkaitan dengan pencapaian tujuan pengendalian intern entitas. Kemungkinan pencapaian tersebut dipengaruhi oleh keterbatasan bawahan yang melekat dalam pengendalian internal. Hal ini mencakup kenyataan bahwa pertimbangan dalam pengambilan keputusan dapat salah dan bahwa pengendalian internal dapat rusak karena kegagalan yang bersifat manusiawi tersebut, seperti kekeliruan atau kesalahan
yang sifatnya
sederhana.
Disamping
itu,
pengendalian dapat tidak efektif karena adanya kolusi diantara dua orang atau lebih atau manajemen mengesampingkan pengendalian internal. Faktor lain yang membatasi pengendalian internal adalah biaya pengendalian internal entitas tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian tersebut. 5. Peranan Audit Internal Terhadap Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan. Audit Internal mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan perusahaan yang telah ditentukan. Audit Internal memainkan peran yang penting dalam memantau aktivitas untuk memastikan bahwa program dan pengendalian anti fraud telah berjalan efektif. Aktivitas Audit Internal dapat mencegah sekaligus mendeteksi fraud. Audit Internal akan membantu mencegah fraud dengan memeriksa dan mengevaluasi pengendalian internal yang mengurangi risiko fraud. Mereka akan membantu mendeteksi fraud dengan
54
melaksanakan prosedur audit yang dapat mengungkapkan pelaporan keuangan yang curang serta penyalahgunaan aset. Auditor Internal adalah bertanggung jawab pada manajemen perusahaan. Tinjauannya adalah audit terhadap setiap berbagai prosedur-prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitas kegiatan. Pada akhir kegiatan biasanya diajukan saran-saran rekomendasi manajemen untuk meningkatkan kualitas operasi perusahaan. Pada dasarnya layanan yang diberikan oleh para auditor di setiap cabang audit tersebut adalah sama, yang membedakannya adalah tanggung jawab dan tingkat kebebasan yang berbeda. Dari definisi tersebut, kita mengetahui pengertian audit dalam arti luas, namun lebih menekankan pada auditor yang dilakukan oleh Audit Internal. Kecurangan adalah perbuatan tidak jujur yang menimbulkan potensi kerugian ataupun kerugian nyata terhadap perusahaan atau karyawan perusahaan atau orang lain, tetapi tidak terbatas pada pencurian uang, pencurian barang, penipuan, pemalsuan. Juga termasuk dalam perbuatan ini adalah pemalsuan, penyembunyian atau penghancuran dokumen/laporan, atau menggunakan dokumen palsu untuk keperluan bisnis, atau membocorkan informasi Perusahaan kepada pihak di luar Perusahaan. Ada banyak cara yang digunakan untuk mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud. Fraud dapat dicegah dan dideteksi dengan adanya pengendalian intern yang efektif dan efisien. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2012:59) terdapat tiga unsur untuk mencegah dan mendeteksi fraud, yaitu :
55
1. Budaya jujur dan etika yang tinggi. 2. Tanggung jawab manajemen untuk mengevaluasi risiko fraud. 3. Pengawasan oleh komite audit. Jadi berdasarkan tiga unsur diatas dapat dilihat bahwa banyak alternatif yang dapat dilakukan untuk mencegah kecurangan yaitu dengan adanya Audit Internal sebagai perantara dalam pencegahan fraud. Untuk itu peneliti ingin mencari tahu seberapa besar pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan. Kecurangan telah banyak terungkap dengan adanya Audit Internal. Dalam hal ini yang bertindak sebagai Audit Internal adalah auditor dan semua yang berkepentingan dengan eksistensi organisasi/perusahaan. Dengan adanya peranan Audit Internal di perusahaan, maka akan muncul persepsi yang kuat bahwa fraud dapat dicegah dan dideteksi.
6.
Kredit a. Pengertian Kredit Menurut Teguh Pudjo Muljono (2007) dalam bukunya berjudul
“Manajemen perkreditan bagi Bank komersil” mendefinisikan bahwa kredit adalah “kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan pada suatu jangka waktu yang disepakati”. Dari beberapa pengertian tentang kredit yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
56
berdasarkan persetujuan antara pihak bank dengan pihak peminjam dengan suatu janji bahwa pembayarannya akan dilunasi oleh pihak peminjam sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati beserta besarnya bunga yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Indra Bastian Suhardjono (2006:247), kredit yang diberikan adalah : “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”. Dari beberapa pengertian tentang kredit yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kredit adalah suatu kepercayaan atau perjanjian terhadap pemberian uang atau barang atau jasa dari satu pihak ke pihak lain, dengan melunasi hutangnya dalam jangka waktu tertentu serta jumlah bunga yang telah ditentukan. b. Unsur-Unsur Kredit Menurut Kasmir (2010:74-76) unsur-unsur kredit yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut: 1. Kepercayaan. Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bagi si pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (baik berupa uang atau jasa) benar-benar dapat diterima kembali dimasa yang akan datang sesuai jangka waktu kredit. 2. Kesepakatan. Unsur kepercyaan dituangkan dalam suatu perjanjian kredit antara kreditur dengan debitur yang disebut dengan akad kredit. Akad ini ditandatangani oleh kedua belah pihak dan bersifat memihak.
57
3. Jangka Waktu. Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini pengembalian kredit yang telah disepakati sebelumnya. Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang tellah disepakati oleh kedua belah pihak. 4. Risiko. Akibat adanya tenggang waktu akan memungkinkan suatu risiko tidak tertagihnya atau kredit macet. Semakin panjang waktu pembayaran kredit, maka tingkat risikonya semakin besar pula. 5. Balas Jasa. Balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit. Dalam Perusahaan, balas jasa tersebut dinamakan “ bunga “. Disamping bunga, perusahaan membebankan biaya administrasi kepada konsumen yang juga merupakan keuntungan bagi perusahaan. Dalam unsur-unsur kredit akan terdapat risiko yang timbul, diantaranya sebagai berikut: a. Moral Risk. Risiko yang tibmbul dari perubahan moral debitur sehingga terdapat kemungkinan kredit tersebut tidak dapat diterima kembali oleh kreditur (kredit macet). b. Financial Risk. Risiko yang timbul akibat adanya perubahan posisi keuangan debitur, sehingga kredit menghadapi risiko keuangan dan dappat menimbulkan kerugian bagi debitur. c. Business Risk. Risiko yang timbul apabila debitur mengalami penurunan didalam kegiatan usahanya.
58
c. Mekanisme Prosedur dalam Pemberian Kredit Menurut Kasmir (2010:114). Prosedur pemberian dan penilian kredit oleh dunia perbankan secara umum antara bank yang satu dengan bank yang lain tidak jauh berbeda. Yang menjadi perbedaan mungkin hanya terletak dari prosedur dari persyaratan yang ditetapkannya dengan pertimbangan masingmasing. Prosedur pemberian kredit secara umum dapat dibedakan anatara pinjaman perseorangan dengan pinjaman suatu badan hukum, kemudian dapat pula ditinjau dari segi tujuannya. Apakah untuk konsumtif atan produktif. Secara umum, akan dijelaskan prosedur pemberian kredit oleh badan hukum sebagai berikut: 1. Pengajuan berkas-berkas Dalam hal ini pemohon kredit mengajukan permohonan kredit yang dituangkan dalam suatu proposal. Kemudian dilampiri dengan berkasberkas lainnya yang dibutuhkan. Pengajuan proposal kredit hendaknya yang berisi anatara lain: a. Latar belakang suatu perusahaan seperti riwayat hidup singkat perusahaan, jenis bidang usaha, identitas perusahaan, nama pengurus berikut pengetahuan dan pendidikannya, perkembangan perusahaan serta relasinya dengan pihak-pihak pemerintah dan swasta. b. Maksud dan Tujuan. Apakah untuk memperbesar omset penjualan atau meningkatkan
kapasitas
produksi atau
(perluasan) serta tujuan lainnya.
mendirikan
pabrik
baru
59
c. Besarnya kredit dan jangka waktu. Dalam hal ini pemohon menentukan besarnya jumlah kredit yang ingin diperoleh dan jangka waktu kreditnya. Penilaian kelayakan besarnya kredit dan jangka waktunya dapat kita lihat dari cash flow serta laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) 3 tahun terakhir. Jika dari analisi tidak sesuai dengan permohonan, maka pihak bank tetap berpedoman terhadap hasil analisis mereka dalam memutuskan jumlah kredit dan jangka waktu yang layak diberikan kepada si pemohon. d. Cara pemohon mengembalikan kredit dijelaskan secara rinci cara-cara konsumen dalam mengembalikan kreditnya apakah dari hasil penjualan atau cara lainnya. e. Jumlah Kredit, hal ini merupakan jaminan untuk menutupi segala risiko terhadap kemungkinan macetnya suatu kredit baik yang ada unsur kesengajaan atau tidak. Penilaian jaminan kredit haruslah teliti jangan sampai terjadi sengketa, palsu, dan sebagainya. Biasanya jaminan diikat dengan asuransi tertentu selanjutnya proposal ini dilampiri dengan berkas-berkas yang telah dipersyaratkan seperti: 1) Akte Notaris. Dipergunakan untuk perusahaan yang berbentuk PT (Perseroan Terbatas) atau yayasan. 2) TDP (Tanda Daftar Perusahaan). Merupakan tanda daftar perusahaan yang dikeluarkan dari departemen perindustrian perdagangan dan biasanya beerlaku 5 tahun, jika habis dapat diperpanjang kembali.
60
3) NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Nomor pokok wajib pajak, dimana sekarang ini setiap pemberian kredit terus dipantau oleh bank indonesia adalah NPWPnya. 4) Neraca dan Laporan laba rugi tiga tahun terakhir. 5) Bukti diri dari pimipinan perusahaan. 6) Fotocopy sertifikat jaminan Penilaian yang dapat kita lakukan untuk sementara adalah dari neraca dan laporan laba rugi yang ada dengan mengunakan rasio-rasio sebagai berikut: 1) Current Ratio 2) Acied Test Ratio 3) Inventory Turn Over 4) Sales receiveable 5) Profit Margin Ratio 6) Return on net worth 7) Working Capital a. Penyelidikan berkas pinjaman berkas pinjaman tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar. Jika menurut pihak perusahaan belum lengkap dan cukup, maka konsumen untuk segera melengkapinya dan apabila sampai batas tertentu konsumen tidak dapat melengkapi kekurangan tersebut maka sebaiknya permohonan kredit dibatalkan. b. Wawancara 1
61
Merupakan
penyidikan
kepada
calon
peminjam
dengan
langsung
berhadapan dengan calon peminjam untuk menyakinkan apakah berkasberkas tersebut sesuai dengan perusahaan yang inginkan. Wawancara ini juga untuk mengetahui keinginan dan kebutuhkan konsumen yang sebenarnya. Hendaknya dalam wawancara ini dibuat serilek mungkin sehingga diharapkan hasil wawancara akan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. d. Survey Lingkungan Merupakan kegiatan pemeriksaan meninjau bebbagai objek yang akan dijadikan usaha atau jaminan. Kemudian hasil survey lingkungan dicocokan dengan hasil wawancara 1. Pada saat hendak melakukan survey hendaknya jangan diberi tahu kepada konsumen. Sehingga apa yang kita lihat dilapangan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. e. Wawancara 2 Merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangankekurangan pada saat setelah dilakukan survey lingkungan dilapangan. Catatan yang ada pada p[ermohonan dan pada saat wawancara 1 dicocokan dengan pada saat survey apakah ada kesesuaian dan mengandung suatu kebenaran. 6. Keputusan kredit Keputusan kredit dalam hal ini adalah menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, jika diterima, maka dipersiapkan administrasinya, biasanya keputusan kredit yang akan mencakup :
62
a. Jumlah uang yang diterima. b. Jangka waktu kredit. c. Biaya – Biaya yang harus dibayar. Keputusan kredit biasanya merupakan keputusan team, begitu pula bagi kredit yang ditolak, maka hendaknya dikirim surat penolakan sesuai dengan alasan masing – masing. 7. Penandatanganan akad kredit / perjanjian lainnya Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum
kredit
dicairkan
maka
terlebih
dulu
calon
konsumen
menandatangani akad kredit, mengikat jaminan dengan hipotek dan surat perjanjian
atau pernyataan
yang dianggap
perlu
penandatanganan
dilaksanakan : a. Antara perusahaan dengan debitur secara langsung b. Dengan melalui notaris 8. Realisasi kredit Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat – surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan dibank yang bersangkutan. 9. Penyaluran / Penarikan dana Adalah pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuannya yaitu : a. Sekaligus b. Secara bertahap
63
Menurut kasmir ( 2010 :109) terdapat prinsip –prinsip pemberian kredit yang dikenal dengan prinsip 5C yaitu : a. Character, tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan kepada perusahaan bahwa sifat atau watak dari orang – orang yang akan diberikan kredit benar – benar dipercaya. Character merupakan ukuran untuk menilai kemauan konsumen membayar kreditnya. b. Capacity, untuk melihat kemampuan calon konsumen dalam membayar kredit yang dihubungkan dengan kemampuannya mengolah bisnis serta kemampuannya mencari laba. Sehingga pada akhirnya dan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan. c. Capital, untuk mengetahui sumber – sumber pembiayaan yang dimiliki konsumen terhadap usaha yang akan dibiayai perusahaan. d. Collateral, merupakan jaminan yang diberikan calon konsumen baik yang berupa fisik maupun non fisik. Fungsi jaminan adalah sebagai pelindung perusahaan dan risiko keuangan. e. Condition of Economi, dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi sekarang dan untuk dimasa yang akan datang sesuai sektor masing – masing. Ada beberapa aspek yang perlu dialisis secara tepat dan akurat selain prinsip – prinsip penilaian kredit tadi, menurut kasmir ( 2010 : 112 – 114 ) adalah sebagai berikut :
64
a. Aspek hukum. Analisis aspek ini pada perinsipnya untuk menilai kebutuhan ketentuan – ketentuan legalitas oleh perusahaan yang meliputi akte pendiri serta izin usaha. b. Aspek pemasaran. Penilaian aspek pemasaran produk memang perlu diketahui perusahaan mengenai kemungkinan pasar yang dapat dicapai oleh produk tersebut terutama bagi produk –produk yang masih baru. Oleh karena itu dalam menganalisis aspek ini perlu diperhatikan daya beli konsumen prospek produk tersebut dimasa yang akan datang. c. Aspek keuangan. Penilaian keadaan keuangan pemohon kredit dapat dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan, analisis laporan keuangan melauli arus kas, rasio – rasio keuangan dan modal kerja perusahaan. Dari data tersebut dapat diketahui mengenai kinerja perusahaan dan selanjutnya dapat dibuat proyeksi keadaan kecurangan perusahaan dimasa yang akan datang. d. Aspek tekhnis / operasi. Tujuan penilaian aspek tekhnis ini antara lain untuk mengetahui sejauh mana dan kesiapan tekhnis perusahaan dalam melakuan operasinya. Penilaian aspek ini meliputi penilaian alat – alat produksi sebagai kerja yang terlatih proses produksi yang meliputi rencana dan supervisi serta jaminannya bahan baku secara kontinyu dan letak lokasi proyek. e. Aspek menejemen penilaian perusahaan dimaksudkan untuk mengetahui kegiatan dan kemampuan juga kecakapan menejemen perusahaan. Penilaian aspek ini sangat kompleks perlu diperoleh informasi secara
65
informal melalui pihak yang tau persis keadaan menejemen perusahaan yang bersangkutan. f. Aspek sosial dan ekonomi. Aspek ini berkaitan dengan
lingkungan
proyek tersebut berlokasi yang meliputi reaksi masyarakat setempat atas proyek
yang
dibiayai kemungkinan dibiayai dan kemungkinan
kesempatan kerja. g. Aspek Amdal. Aspek ini berkaitan dengan dampak lingkungan dimana proyek tersebut berada. 7.
Peneliti Terdahulu Sebagai acuan dari studi ini dapat disebutkan oleh beberapa hasil penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian ini didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang membahas hal-hal yang relevan dengan penelitian ini baik pada objek maupun variabel yang diteliti: Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tanggal 9 April 2012 meluncurkan Pedoman Probity Audit Pengadaan Barang/Jasa Bagi APIP melalui Keputusan Kepala BPKP Nomor: PER-362/K/D4/2012. Pedoman probity audit pencegahan dan pendeteksian kecurangan yang dikeluarkan oleh BPKP memang di khususkan pada pengadaan barang/jasa pemerintah. Saraswati (2012) melakukan penelitian dengan judul Analisis Efefektivitas Penerapan Struktur Penerapan Struktur Pengendalian Intern Piutang Usaha Dalam meminimalkan Kerugian Dan Memberikan Informasi Yang Relevan Dalam Penyajian Laporan Keuangan Pada PT Hasrat Multifinance Manado. Tujuan dari
66
penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas penerapan struktur pengendalian intern piutang usaha yang dilakukan PT Hasrat Multifinance Manado dalam meminimalkan kerugian dan memberikan informasi yang relevan dalam penyajian laporan keuangan. Hasil analisis menunjukan bahwa penerapan pengendalian internal piutang usaha PT Hasrat Multifinance Manado sudah cukup efektif. Herty Safitri Yunintasari (2010) pengaruh independensi dan profesionalisme auditor internal upaya mencegah dan mendeteksi fraud. Peneliti ini menyimpulkan bahwa independensi dan profesionalisme auditor internal memilki pengaruh positif dalam upaya mencegah dan mendeteksi kecurangan. Menurut Valery G Kumaat (2011:161) menyatakan bahwa yang disebut dengan audit intellegence adalah: “Strategi atau upaya berkesinambungan membangun sebuah jaringan informasi aktual bagi tim audit dalam rangka menunjang aktivitas audit berbasis risiko (risk-based audit), khususnya untuk mengantisipasi risiko yang berdampak negatif terhadap organisasi serta untuk melakukan cegah-tangkal atas praktek tindak fraud “. Penelitian ini menyimpulkan bahwa audit intelligence memiliki kemampuan auditor dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan.
1.
67
B. Kerangka Pemikiran 1. Peranan Audit Internal Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas adalah dengan meningkatkan efisien kerja. Untuk mencapai efisien kerja ini, salah satu alat pengukurnya adalah mencegah dan mendeteksi kecurangan. Dimana untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan ini diantaranya perlu peran seorang Audit Internal. Menurut Valery G. Kumat (2011:35) mendefinisikan Audit Internal adalah sebagai berikut: “ Audit Internal adalah agen yang paling “pas” untuk mewujudkan Internal Control, Risk Management dan Good Corporate Governance yang pastinya akan memberi Nilai Tambah bagi Sumber Daya dan Perusahaan”. Berdasarkan pengertian di atas diketahui bahwa audit intern merupakan suatu fungsi penilaian yang bebas dalam suatu organisasi guna menelaah atau mempelajari dan menilai kegiatan-kegiatan Perusahaan untuk memberikan saran kepada manajemen. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2012:65) “Audit Internal memainkan peranan penting dalam memantau aktivitas untuk memastikan bahwa program dan pengendalian anti fraud telah berjalan efektif. Aktivitas Audit Internal dapat mencegah sekaligus mendeteksi kecurangan.”
68
2. Audit
Internal
Berperan
dalam
Pencegahan
dan
Pendeteksian
Kecurangan Pencegahan kecurangan (fraud) menurut Pusdiklatwas BPKP (2012:10) merupakan upaya terintegrasi yang dapat menekan terjadinya faktor penyebab fraud (fraud triangle) yaitu: a. Memperkecil peluang terjadinya kesempatan untuk berbuat kecurangan. b. Menurunkan
tekanan
kepada
pegawai
agar
ia
mampu
memenuhi
kebutuhannya. Mengeliminasi alasan untuk membuat pembenaran atau rasionalisasi atas tindakan fraud yang dilakukan. Dengan adanya upaya pencegahan yang diterapkan oleh perusahaan dapat memperkecil peluang terjadinya karena setiap tindakan fraud dapat terdeteksi cepat dan diantisipasi dengan baik oleh perusahaan. Setiap karyawan tidak merasa tertekan lagi dan melakukan pembenaran terhadap tindakan fraud yang dapat merugikan banyak pihak. . Peran utama dari internal auditor sesuai dengan fungsinya dalam pencegahan kecurangan adalah berupaya untuk menghilangkan sebab- sebab timbulnya kecurangan tersebut. Karena pencegahan terhadap akan terjadinya suatu perbuatan curang akan lebih mudah daripada mengatasi bila telah terjadi kecurangan tersebut. Pada dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu suatu entitas apabila :
a. Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar dan tidak efektif. b. Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka.
69
c. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah tindakan kecurangan. d. Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efsien dan atau tidak efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.. e. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan , biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan. f. Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi kecurangan.
Pencegahan kecurangan pada umumnya adalah aktivitas yang dilaksanakan manajemen dalam hal penetapan kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain. Perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan memadai dalam mencapai 3 ( tiga ) tujuan pokok yaitu : keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum & peraturan yang berlaku. Untuk hal tersebut , kecurangan yang mungkin terjadi harus dicegah antara lain dengan cara –cara berikut : 1. Membangun struktur pengendalian internal yang baik Dengan semakin berkembangnya suatu perusahaan, maka tugas manajemen untuk mengendalikan jalannya perusahaan menjadi semakin berat. Agar tujuan yang telah ditetapkan top manajemen dapat dicapai, keamanan harta
70
perusahaan terjamin dan kegiatan operasi bisa dijalankan secara efektif dan efisien, manajemen perlu mengadakan struktur pengendalian intern yang baik dan efektif mencegah kecurangan. 2. Mengefektifkan aktivitas pengendalian a. Review Kinerja Aktivitas pengendalian ini mencakup review atas kinerja sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran, prakiraan, atau kinerja priode sebelumnya, menghubungkan satu rangkaian data yang berbeda operasi atau keuangan satu sama lain, bersama dengan analisis atas hubungan dan tindakan penyelidikan dan perbaikan; dan review atas kinerja fungsional atau aktivitas seseorang manajer kredit atas laporan cabang perusahaan tentang persetujuan dan penagihan pinjaman. b. Pengolahan informasi Berbagai
pengendalian
dilaksanakan
untuk
mengecek
ketepatan,
kelengkapan, dan otorisasi transaksi. Dua pengelompokan luas aktivitas pengendalian sistem informasi adalah pengendalian umum (general control) dan pengendalian aplikasi ( application control). c. Pengendalian fisik Aktivitas pengendalian fisik mencakup keamanan fisik aktiva, penjagaan yang memadai terhadap fasilitas yang terlindungi dari akses terhadap aktiva dan catatan; otorisasi untuk akses ke program komputer dan data files; dan perhitungan secara periodic dan pembandingan dengan jumlah yang tercantum dalam catatan pengendali.
71
3. Meningkatkan kultur perusahaan Meningkatkan
kultur
perusahaan
dapat
dilakukan
dengan
mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang saling terkait satu sama lain agar dapat mendorong kinerja sumbersumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasikan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. 4
Mengefektifkan fungsi internal audit Walaupun internal auditor tidak dapat menjamin bahwa kecurangan tidak akan terjadi, namun ia harus menggunakan kemahiran jabatannya dengan saksama sehingga diharapkan mampu mendeteksi terjadinya kecurangan dan dapat memberikan saran-saran yang bermafaat kepada manajemen untuk mencegah
terjadinya
kecurangan.resiko
yang
dihadapi
perusahaan
diantaranya adalah Integrity risk, yaitu resiko adanya kecurangan oleh manajemen atau pegawai perusahaan, tindakan illegal, atau tindak penyimpangan lainnya yang dapat mengurangi nama baik / reputasi perusahaan di dunia usaha, atau dapat mengurangi kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Adanya resiko tersebut mengharuskan internal auditor untuk menyusun tindakan pencegahan / prevention untuk menangkal terjadinya kecurangan sebagaimana diuraikan dalam bagian sebelumnya. Namun, pencegahan saja tidaklah memadai, internal auditor harus memahami pula bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya
72
kecurangan-kecurangan yang timbul. Tindakan pendeteksian tersebut tidak dapat di generalisir terhadap semua kecurangan. Masing-masing jenis kecurangan
memiliki
karakteristik tersendiri,
sehingga
untuk dapat
mendeteksi kecurangan perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap jenisjenis kecurangan yang mungkin timbul dalam perusahaan. Dalam
Pendeteksian kecurangan ada dasarnya tindak fraud dapat
dibongkar oleh audit karena adanya indikasi awal serta perencanaan yang baik untuk menyingkap segala sesuatu mengenai tindak fraud yang terjadi, tim audit harus memiliki intuisi yang tajam melihat berbagai aspek internal Perusahaan yang riskan (rawan) terjadi fraud. Namun, di sini audit tidak mungkin bekerja hanya berdasarkan kaidah/metode audit yang baku. Selain menerapkan berbasis risiko, audit juga perlu mengembangkan aktivitas jaringan “mata-mata”. Dan yang terakhir ini tidak mungkin dijalankan sendiri oleh para Audit Internal, yang identitasnya mudah diketahui di tengah Perusahaan. Karena itu, diperlukan upaya terintegrasi untuk membangun kedekatan emosional dengan orang-orang tertentu yang nantinya diharapkan bisa berpihak pada tim audit. Valery G Kumaat (2011:156) menyatakan bahwa: “Mendeteksi fraud adalah upaya untuk mendapatkan indikasi awal yang cukup mengenai tindak fraud, sekaligus mempersempit ruang gerak para pelaku fraud (yaitu ketika pelaku menyadari prakteknya telah diketahui, maka sudah terlambat untuk berkelit)”.
73
Upaya pendeteksian ini bisa berlangsung dalam waktu relatif cepat, tetapi terkadang harus membutuhkan kesabaran hingga berbulan-bulan. Menurut Valery G Kumaat (2011:156) menyimpulkan bahwa cepat atau lambatnya pendeteksian bergantung pada: a. Faktor di pihak pelaku, yaitu kemampuannya menyiasati sistem atau menutup celah dari praktek fraud nya, sehingga menentukan tingkat kerumitan suatu tindak fraud. b. Faktor yang ditentukan oleh kapasitas auditor sendiri, yaitu kemampuannya mengembangkan audit berbasis resiko (risk based audit) dan membangun Jaringan Informan (Audit Intelligence) dengan tetap bersikap hati-hati.