BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Kemiskinan Kemiskinan ialah tingkat pendapatan yang menunjukan batas minimal, pendapataan yang diterima tidak dapat menutupi kebutuhan primer ditambah dengan kebijakan pemerintah yang umumnya diarahkan untuk memecahkan masalah dalam jangka pendek. Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan pendekatan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan yang diukur dari sisi pengeluaran, penduduk yang secara ekonomi tidak mampu memenuhi kebutuhan makanan setara 2100 kalori dan kebutuhan non makanan yang mendasar sehingga dikatakan masuk dalam katagori miskin. Dengan cara ini dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Dalam arti luas Chambers (dalam Chriswardani Suryawati, 2005) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1). Kemiskinan (proper), 2). Ketidakberdayaan (powerless), 3). Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4). Ketergantungan (dependence), dan 5). Keterasingan
9
(isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menambahkan bahwa kemiskinan dicirikan oleh kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya (Barrientos,2010). Kemiskinan banyak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan rata-rata perkapita penduduk dan ruang lingkup sosial budaya. Kemiskinan menurut World Bank Institute (2005) kemiskinan adalah deprivasi dalam kesejahteraan. Definisi tersebut bahwa kemiskinan dapat dipandang dari berbagai sisi, dari pandangan konvensional bahwa kemiskinan dari sisi
moneter dimana kemiskinan diukur
dengan
membandingkan pendapatan atau konsumsi individu dengan beberapa batasan tertentu, jika mereka berada dibawah garis tersebut maka dapat dikatakan bahwa mereka berada dibawah garis kemiskinan. Pandangan kemiskinan tidak hanya dari sisi moneter tetapi mencakup dari kesehatan,makanan dan gizi, kondisi pekerjaan, konsumsi dan tabungan, jaminan sosial, kebebasan, pendidikan, pendapatan, kesejahteraan sosial. Dengan demikian bahwa kemiskinan merupakan kondisi dimana masyarakat yang tidak atau belum ikut dalam proses perubahan karena tidak mempunyai kemampuan, baik kemampuan dalam pemilihan faktor produksi maupun kualitas faktor produksi yang memadai sehingga tidak dapat manfaat dari hasil proses pembangunan. Disamping itu pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah tidak sesuai dengan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi, sehingga manfaat pembangunan
tidak dapat menjangkau masyarakat yang ada. Oleh karena itu
10
kemiskinan disebabkan oleh sifat alamiah atau cultural, yaitu masalah yang muncul dimasyarakat berhubungan dengan faktor produksi, produktivitas dan tingkat perkembangan masyarakat itu sendiri. Disamping itu kemiskinan dapat disebabkan oleh faktor struktural, yaitu yang disebabkan oleh miskinnya strategi dan kebijakan pembangunan nasional yang dilaksanakan. Pemenang Nobel Simon Kuznets menghipotesiskan
bahwa
sepanjang
industrialisasi,
ketimpangan
distribusi
pendapatan mengikuti pola kurva U-terbalik pertama meningkat dan kemudian menurun, seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti bahwa pada pertumbuhan ekonomi tahap awal, kaum miskin hanya mendapatakan bagian pendapatan yang rendah sedangkan penduduk yang kaya mendapatkan bagian yang lebih besar. Irma et.al (1994) mengatakan bahwa perekonomian di negara-negara berkembang bersifat dual dimana pendapatan dan produktivitas sektor modern lebih besar dibanding dengan sektor tradisional. Sharap, et.al dalam kuncoro (2003:131) mengidentifikasikan ada tiga penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi, yaitu: 1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya sehingga menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. 2. Kemiskinan timbul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia, dan 3. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Penyebab kemiskinan tersebut bermuara pada teori lingkaran kemiskinan (vicious circle
11
of proverty). Adanya keterbelakangan, ketidak sempurnaan produksi , dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya
produktivitas.
Rendahnya
produktivitas menyebabkan rendahnya pendapatan yang diterima, rendahnya pendapatan akan berakibat pada rendahnya tabungan dan investasi, rendahnya investasi
mengakibatkan
keterbelakangan,
logika
berfikir
tersebut
dikemukakan oleh Ragnar Nurkse pada tahun 1953 yang mengatakan bahwa: a poor country is poor because it is poor (Negara miskin itu miskin karena miskin).
Ketidaksempurnaan Pasar, Keterbelakangan, Ketertinggalan
Kekurangan Modal
Produktivitas Rendah Investasi Rendah
Tabungan Rendah
Pendapatan Rendah
Gambar 2.1 Vicious Circles Of Poverty Versi Nurkse Sumber: Subandi (2012)
12
2.1.1.1 Ukuran Kemiskinan Kemiskinan mempunyai artinya yang luas sehingga tidak mudah untuk mengukur kemiskinan. Namun demikian, secara umum kemiskinan ada dua macam ukuran kemiskinan yaitu kemiskinan absolute dan kemiskinan relatif. 1. Kemiskinan absolute, dapat diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasar. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan tidak miskin, atau yang sering disebut dengan garis batas kemiskinan. Konsep disebut dengan kemiskinan absolute, hal tersebut dimaksudkan untuk mengukur tingkat pendapatan minimum yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisik, seperti makan, pakaian, dan rumah untuk menjamin kelangsungan hidup (Todaro,1997). Kesulitan dalam kemiskinan absolute adalah menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena kedua hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat kebiasaan, tetapi dipengaruhi oleh tingkat kemajuan suatu negara, dan beberapa faktor ekonomi lainnya. 2. Kemiskinan relatif adalah orang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar, namun masih jauh rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut dianggap miskin. Menurut Miller dalam Arsyad, (1999) hal ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya, dari pada lingkungan yang bersangkutan.
13
Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah. Konsep tersebut merupakan perbaikan dari konsep kemiskinan absolute, dan karena konsep kemiskinan relatif bersifat dinamis, maka kemiskinan akan selalu ada. Peneliti mengatakan bahwa standar hidup yang rendah terwujud salah satunya dalam bentuk tingkat pendapatan yang sangat rendah atau kemiskinan (Todaro,2004). Kemiskinan dibagi tiga kelompok yaitu: a. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang merujuk pada situasi dimana fenomena kemiskinan disebabkan oleh struktur yang membelenggu masyarakat secara keseluruhan. b. Kemiskinan natural kemiskinan yang menggambarkan fenomena kemiskinan sebagai akibat dari kemiskinan sumber daya alam yang menghidupi masyarakat. c. Kemiskinan relatif, kemiskinan yang merujuk pada situasi komparasi antara satu individu, kelompok atau masyarakat lainnya. Ukuran kemiskinan menurut Foster-Greer-Thorbecke (dalam Todaro, 2004):
Pα =
Dimana: α = 0, 1, 2 z = Garis kemiskinan i
14
y = Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan ( i =1, 2, 3, ..., q ), z y < 1 . q = Banyaknya penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan. n = Jumlah penduduk.
Jika:
α = 0, maka diperoleh Head Count Index ( 0 P ), yaitu persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.
α = 1, maka diperoleh Poverty Gap Index ( 1 P ), yaitu indeks kedalaman kemiskinan, merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masingmasing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indek, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
α = 2, maka diperoleh Poverty Severity ( 2 P ), yaitu indeks keparahan kemiskinan, yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indek, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Kemiskinan sendiri tidak dapat dipisahkan oleh negara berkembang , berbeda
dengan negara maju yang tingkat kemiskinanya yang rendah, sehingga kemiskinan untuk negara maju bukan masalah yang besar. Thomas Malthus menyatakan sebuah teori tentang hubungan antara pertumbuhan penduduk dengan pembangunan ekonomi dimana jumlah populasi suatu tempat akan meningkat sangat cepat dengan mengikuti
15
deret ukur dengan persediaan pangan tidak dapat diimbangi kecepatan pertumbuhan penduduk, maka pendapatan perkapita akan cenderung menurun Todaro (2004). Peran makanan masih sangat besar dibandingkan dengan komoditi yang bukan makanan hal ini menunjukan bahwa konsumsi masyarakat lebih tinggi ke bahan makanan dibandingkan dengan non pangan. 2.1.1.2 Koefisien Gini Koefisien gini merupakan nama ahli statistik yang berasal dari Italia yang bernama C.Gini yang menemukan rumus tersebut pada tahun 1921. Dimana untuk menghitung ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam suatu Negara. Secara matematis rumus koefisien Gini sebagai berikut :
KG = 1 – Ʃ (
+ 1 – Xi) (Yi + Yi + 1) atau KG =
KG = Luas BDE : Luas BCD
- Ʃ fi (Xi + 1 – Xi) atau
0 < Gini < 1
Keterangan : KG = Koefisien Gini Xi = Proporsi rumah tangga komulatif dalam kelas i Fi = Proporsi rumah tangga dalam kelas i Yi = Proposi jumlah pendapatan rumah tangga komulatif dalam kelas i
16
Klasifikasi kemerataan berdasarkan koefisien Gini merupakan ukuran ketidakmerataan agregat yang memiliki nilai antara 0 (Kemerataan sempurna) sampai dengan 1 (ketidakmerataan sempurna). Bila nilai K dari suatu negara berkisar antara 0,50 - 0,70 berarti ketidakmerataan tinggi, bila KG berkisar 0,36 - 0,49 maka ketidakmerataan sedang, dan bila KG berkisar antara 0,20 - 0,35 berarti ketidakmerataan rendah. 2.1.1.3 Indikator Kemiskinan Indikator kemiskinan selama ini ditetapkan berdasarkan besarnya pengeluaran untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar seseorang agar dapat hidup dengan normal. Garis kemiskinan dinyatakan dalam satuan pendapatan perkapita perbulan, menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) terdapat 12 komponen kebutuhan dasar yaitu : 1). Kesehatan, 2). Makanan dan gizi, 3). Pendidikan, 4). Kondisi pekerjaan, 5). Situasi kesempatan kerja, 6). Konsumsi dan tabungan, 7). Pengangkutan, 8). Perumahan, 9). Sandang, 10). Rekreasi dan hiburan, 11). Jaminan sosial, dan 12). Kebebasan. A. Tingkat Konsumsi Beras Sajogyo (1977) menggunakan tingkat konsumsi beras sebagai indikator kemiskinan. Untuk daerah pedesaan penduduk yang mengkonsumsi beras kurang dari 240 kg perkapita pertahun bisa digolongkan miskin. Sedangkan untuk daerah perkotaan adalah 360 kg perkapita pertahun.
17
B. Tingkat Pendapatan Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan pendapatan di daerah perkotaan yang dibutuhkan untuk melepaskan dari kategori miskin adalah : Tabel 2.1 Tingkat Pendapatan Katagori Miskin Katagori Miskin (Ribu/Rp) Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Kota Rp.112.389 Rp.135.598 Rp.140.331 Rp.151.235 Rp.175.324 Rp.180.821 Rp.190.824 Rp.203.751 Rp.212.210 Rp.228.401 Rp.249.170
Desa Rp. 99.969 Rp.104.520 Rp.119.364 Rp.122.475 Rp.131.256 Rp.144.204 Rp.155.367 Rp.175.193 Rp.185.335 Rp.204.199 Rp.228.557
Sumber:Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat
Dengan uang senilai tersebut seseorang diasumsikan dapat memenuhi kebutuhan konsumsi setara dengan 2.100 kalori perkapita perhari, ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok minimum lainnya sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi. C. Tingkat Kesejahterahan Sosial
18
Subandi (2012) Selain pendapatan dan pengeluaran, ada beberapa komponen tingkat kesejahteraan yang lain yang sering digunakan. Ada 9 komponen kesejahteraan yaitu kesehatan, konsumsi makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial, sandang, rekreasi dan kebebasan. 2.1.1.4 Indeks Kemiskinan Indeks kemiskinan di bedakan menjadi dua yaitu A. Indeks Kedalaman Kemiskinan yang sering disebut dengan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Rumus Penghitungan :
Dimana : α=1 z = garis kemiskinan. yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. n = jumlah penduduk.
19
B. Indeks Keparahan Kemiskinan atau (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Rumus Penghitungan :
Dimana : α=2 z = garis kemiskinan. yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. n = jumlah penduduk.
2.1.2 Perhitungan Pendapatan Nasional Produk Domestik Bruto (PDB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi disuatu negara dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
20
Untuk menghitung angka-angka PDB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu : 1.
Menurut Pendekatan Produksi PDB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi diwilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan menjadi 3 lapangan usaha (sektor) yang dibagi lagi menjadi 9 lapangan usaha (sub sektor), yaitu : a. 3 lapangan usaha (sektor) Pertanian. Industri, dan Jasa. b. 9 lapangan usaha (sub sektor) Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan. Pertambangan dan Penggalian. Industri Pengolahan. Listrik, Gas, dan Air Bersih. Bangunan. Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Pengangkutan dan Komunikasi. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.
21
Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.. Dalam menghitung nilai PDB dengan pendekatan produksi ini tidak dihitung berdasarkan per satuan output, akan tetapi dihitung berdasarkan nilai harga pasar sehingga dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut : Y = ΣPqn . Qn Dimana : Y
: PDB
Pqn
: Harga dari produk akhir sektor n
Qn
: Jumlah produk akhir sektor n
Ada beberapa indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, diantaranya : 1. Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto (PNB) Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Sedangkan Produk Nasional Bruto (PNB) yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) ditambah dengan pendapatan neto dari luar negeri. Pendapatan neto itu sendiri merupakan pendapatan atas faktor produksi (tenaga kerja dan modal) milik penduduk Indonesia yang diterima dari luar negeri dikurangi dengan pendapatan yang sama milik penduduk asing yang diperoleh di indonesia. Dari angka-angka 22
terlihat bahwa setiap tahunnya Produk Nasional Bruto (PNB) selalu lebih kecil dari Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya, nilai produksi orang asing di indonesia lebih besar daripada nilai produksi orang indonesia diluar negeri. Ini merupakan fenomena umum bagi negara berkembang, sedangkan bagi negara maju Produk Nasional Bruto (PNB) mereka lebih besar dari Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, untuk menghitung PNB dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut: GNP
= GDP + PFP dari LN – PFP ke LN
Dimana : PFP
: Pembayaran faktor produksi
LN
: Luar negeri
2. Pendapatan Per kapita Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk disuatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk suatu negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB perkapita (negara berkembang) dan PNB per kapita (negara maju). Pendapatan perkapita sering
digunakan
sebagai
tolak
ukur
kemakmuran
dan
tingkat
pembangunan suatu negara, semakin besar pendapatan perkapitanya maka semakin makmur negara tersebut. Untuk menghitung Pendapatan per kapita dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. 23
Pendapatan per kapita =
Pendapatan Nasional merupakan salah satu indikator makro yang dapat menunjukkan kondisi perekonomian nasional setiap tahun. Manfaat yang dapat diperoleh dengan mengetahui data Pendapatan Nasional antara lain : 1. PDB harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu negara. Nilai PDB yang besar menunjukkan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga sebaliknya. 2. PNB harga berlaku menunjukkan pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk suatu negara. 3. PDB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun. 4. Distribusi PDB harga berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu negara. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peran besar menunjukkan basis perekonomian suatu negara. 5. PDB harga berlaku menurut penggunaan menunjukkan produk barang dan jasa digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi, dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri.
24
6. Distribusi PDB menurut penggunaan menunjukkan peranan kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi. 7. PDB penggunaan atas dasar harga konstan bermanfaat untuk mengukur laju pertumbuhan konsumsi, investasi, dan perdagangan luar negeri. 8. PDB dan PNB perkapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDB dan PNB dibagi jumlah penduduk pertahun. 9. PDB dan PNB perkapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi perkapita penduduk suatu negara pertahun.
2.1.2.1
Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah barang
dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan pekonomian diseluruh daerah dalam tahun tertentu atau perode tertentu dan biasanya satu tahun. Penghitungan PDRB menggunakan dua macam harga yaitu harga berlaku dan harga konstan. PDRB harga atas harga berlaku merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan sementara atas harga konstan dihitung dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar. Penghitungan PDRB dapat dilakukan dengan empat cara pendekatan yaitu :
25
1. Pendekatan Produksi Pendekatan Produksi dapat disebut juga pendekatan nilai tambah dimana nilai tambah bruto dengan cara mengurangkan nilai output yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan biaya antara dari masing nilai produksi bruto tiap sektor ekonomi. Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan pada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi sebagai input antara. Nilai yang ditambahkan sama dengan balas jasa faktor produksi atas berpartisipasinya dalam proses produksi. 2. Pendekatan Pendapatan Nilai tambah dari kegiatan–kegiatan ekonomi dihitung dengan cara menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto. Untuk sektor Pemerintahan dan usaha yang sifatnya tidak mencari keuntungan, surplus usaha (bunga neto, sewa tanah dan keuntungan) tidak diperhitungkan. 3. Pendekatan Pengeluaran Pendekatan ini digunakan untuk menghitung nilai barang dan jasa yang digunakan oleh berbagai golongan dalam masyarakat untuk keperluan konsumsi rumah tangga, pemerintah dan yayasan sosial, pembentukan modal, dan ekspor. Mengingat nilai barang dan jasa hanya berasal dari produksi domestik, total pengeluaran dari komponen – komponen diatas harus dikurangi nilai impor sehingga nilai ekspor yang dimaksud adalah ekspor neto. Penjumlahan seluruh komponen pengeluaran akhir ini disebut PDRB atas dasar harga pasar.
26
4. Metode Alokasi Metode ini digunakan jika data suatu unit produksi disuatu daerah tidak tersedia. Nilai tambah suatu unit produksi di daerah tersebut dihitung dengan menggunakan data yang telah dialokasikan dari sumber yang tingkatnya lebih tinggi, misalnya data suatu kabupaten diperoleh dari alokasi data Propinsi.
2.1.3 Tingkat Pendidikan Menurut PBB klasifikasi kesejateraan terdapat 12 komponen kebutuhan dasar yaitu: 1). Kesehatan, 2). Makanan dan gizi, 3). Pendidikan, 4). Kondisi pekerjaan, 5). Situasi kesempatan kerja, 6). Konsumsi dan tabungan, 7). Pengangkutan, 8). Perumahan, 9). Sandang, 10). Rekreasi dan hiburan, 11). Jaminan sosial, dan 12). Kebebasan. Untuk kajian diatas maka hanya difokuskan pada pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujutkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan menurut John Dowey adalah proses pembentukan kecakapan fudanmental dan secara intelektual, emosional kearah semasta dan sesama manusia. Pendidikan memengang peran kunci dalam
27
membentuk kemampuan sebuah negara untuk berkembang dan menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan (Todaro,2004). Jalur pendidikan (Agus ,2010) : 1. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang tersetruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan tinggi, jenjang pendidikan formal:
a. Pendidikan dasar, merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. b. Pendidikan menengah, merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. c. Pendidikan tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
28
2. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara tersetruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan ini meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, dan lain-lain. 3. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan formal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan setandar nasional pendidikan. Dalam
upaya
mencapai
pembangunan
ekonomi
yang
berkelanjutan
(sustainable development), sektor pendidikan memainkan peranan yang sangat penting dan strategis khususnya dalam mendorong akumulasi modal yang dapat mendukung proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya. Pendidikan dianggap sebagai alat untuk mencapai target yang berkelanjutan, karena dengan pendidikan aktivitas pembangunan yang direncanakan dapat tercapai, sehingga peluang untuk meningkatkan kualitas hidup dimasa depan akan lebih baik. Disisi lain, dengan pendidikan, usaha pembangunan yang lebih hijau (greener development) dengan memperhatikan aspek-aspek lingkungan yang mudah tercapai.
29
2.1.4 Laju Pertumbuhan Penduduk Irwan dan Suparmoko (1992) mengatakan bahwa penduduk memiliki dua peranan dalam pembangunan manusia, pertama dari segi permintaan dan yang lain dari segi penawaran. Dari segi penawaran penduduk bertindak sebagai produsen. Oleh sebab itu, pertumbuhan yang cepat tidak selalu penghambat bagi pembangunan ekonomi, hal ini terjadi jika penduduk mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menghasilkan dan menyerap hasil produksinya. Sehingga pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan tingkat penghasilan yang rendah tidak ada pengaruhnya bagi pembangunan ekonomi. Bahwa di negara-negara yang sudah maju menunjukan bahwa pertumbuhan penduduk yang pesat justru menyumbang kenaikan pendapatan riil perkapita. Dengan demikian bertambahnya penduduk di negara maju menambah potensi masyarakat untuk menghasilkan permintaan yang baru. Hal ini sesuai dengan teori A.Hansen (Irawan dan Suparmoko,1992) mengenai stagnasi keluar (Secular Stanation), yang mengatakan bahwa bertambahnya jumlah penduduk justru akan menciptakan atau memperbesar permintaan agregat, terutama investasi. Bagi negara-negara yang sedang berkembang keadaan justru terbalik, yaitu bahwa pertumbuhan penduduk yang cepat akan menghambat perkembangan ekonomi. Kaum klasik seperti Adam Smith,Ricardo, dan Robert Malthus (Irawan dan Suparmoko,1992) berpendapat bahwa selalu akan saling berkejaran antara
30
pertumbuhan output dengan pertumbuhan penduduk, yang akhirnya dimenangkan oleh pertumbuhan penduduk. Karena pertumbuhan penduduk berfungsi sebagai tenaga kerja, maka tidak ada kesulitan dalam penyediaan lapangan pekerjaan, bila penduduk
mendapatkan
pekerjaan
maka
akan
meningkatkan
kesejahteraan
bangsanya. Tetapi kalau tidak mendapat pekerjaan berarti mereka akan menganggur, dan justru akan menekan standar hidup bangsanya menjadi lebih rendah. Pertumbuhan penduduk ialah perubahan populasi yang sewaktu-waktu dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu, pertumbuhan penduduk merujuk pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan manusia, dan digunakan untuk pertumbuhan penduduk dunia. Thomas Malthus menyatakan dalam sebuah teori yang berhubungan antara pertumbuhan penduduk dengan pembangunan ekonomi dimana, jumlah populasi disuatu tempat akan meningkat sangat cepat dengan mengikuti deret ukur dan persediaan pangan mengikuti deret hitung. Hal tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan dan persediaan pangan tidak dapat mengimbangi
kecepatan
pertumbuhan penduduk, maka pendapatan perkapita akan cenderung menurun. Todaro (2004) juga menyatakan bahwa salah satu konsekuensi negatif dari pertumbuhan penduduk yang tinggi adalah meningkatnya kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Kenaikan penduduk yang cepat cenderung menurunkan tingkat pertumbuhan perkapita, hal ini sering terjadi pada negara berkembang. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak hanya berdampak buruk terhadap supply
31
bahan pangan, namun juga semakin membuat kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan devisa, dan sumberdaya manusia (Maier dalam Mudrajad Kuncoro,1997). Menurut Maltus (dikutip dalam Lincolin Arsyad, 1997) kecenderungan umum penduduk suatu negara untuk tumbuh menurut deret ukur yaitu dua-kali lipat setiap 30-40 tahun. Sementara itu pada saat yang sama, karena hasil yang menurun dari faktor produksi tanah, persediaan pangan hanya tumbuh menurut deret hitung. Oleh karena pertumbuhan persediaan pangan tidak bisa mengimbangi pertumbuhan penduduk yang sangat cepat
dan tinggi, maka pendapatan perkapita (dalam
masyarakat tani didefinisikan sebagai produksi 24 pangan perkapita) akan cenderung turun menjadi sangat rendah, yang menyebabkan jumlah penduduk tidak pernah stabil, atau hanya sedikit diatas tingkat subsiten. Menurut Mailer (dikutip dari Mudrajat Kuncoro, 1997) dikalangan para pakar pembangunan telah ada konsensus bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak hanya berdampak buruk terhadap supply bahan pangan, namun juga semakin membuat kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan devisa, dan sumberdaya manusia. Terdapat tiga alasan mengapa pertumbuhan penduduk yang tinggi akan memperlambat pembangunan. 1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan dibutuhkan untuk membuat konsumsi dimasa mendatang semakin tinggi. Rendahnya sumberdaya
32
perkapita akan menyebabkan penduduk tumbuh lebih cepat, yang gilirannya membuat investasi dalam “kualitas manusia” semakin sulit. 2. Banyak negara dimana penduduknya masih sangat tergantung dengan sektor pertanian,
pertumbuhan
penduduk
mengancam
keseimbangan
antara
sumberdaya alam yang langka dan penduduk. Sebagian karena pertumbuhan penduduk memperlambat perpindahan penduduk dari sektor pertanian yang rendah produktifitasnya ke sektor pertanian modern dan pekerjaan modern lainnya. 3. Pertumbuhan penduduk yang cepat membuat semakin sulit melakukan perubahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan perubahan ekonomi dan sosial.
Tingginya
tingkat
kelahiran
merupakan
penyumbang
utama
pertumbuhan kota yang cepat. Bermekarannya kota-kota di NSB 26 membawa masalah-masalah baru dalam menata maupun mempertahankan tingkat kesejahteraan warga kota. Dalam
demografi
dan ekologi.
nilai
pertumbuhan
penduduk (NPP)
adalah nilai kecil dimana jumlah individu dalam sebuah populasi meningkat. Nilai pertumbuhan penduduk hanya mengacu pada perubahan populasi pada periode waktu, sering diartikan sebagai persentase jumlah individu dalam populasi ketika dimulainya suatu periode.
33
r=
Metode geometri r = Laju pertumbuhan penduduk Pt = Jumlah penduduk tahun t P0 = Jumlah penduduk tahun awal t = Periode waktu antara tahun dasar dan tahun t (dalam tahun)
2.1.4.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Laju Pertumbuhan Penduduk Tingkat pertumbuhan penduduk di negara berkembang yang semakin cepat menyebabkan jumlah penduduk yang belum dewasa bertambah tinggi dan jumlah anggota keluarga bertambah besar. Pada umumnya di negara maju penduduk yang berumur dibawah 15 tahun sebesar 20-30 persen dari jumlah penduduk, sedangkan di negara berkembang jumlahnya sekitar 40-45 persen dari jumlah penduduk. Sebaliknya untuk golongan penduduk produktif yang berumur 15-64 tahun, menurut World Bank, di negara yang maju (berpendapatan tinggi) kelompok umur tersebut berkisar antara 67 persen, sedangkan di negara berkembang yang berpendapatan menengah dan rendah berkisar di antara 64 persen dan 54 persen. Sedangkan di indonesia yang menjadi permasalahan perkembangan penduduk berkaitan dengan tiga hal yaitu, laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi dan perlu diturunkan,
34
penyebaran penduduk antar daerah yang kurang seimbang, serta kualitas kehidupan yang masih rendah sehingga perlu ditingkatkan. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk antara lain: 1. Kamatian (Mortalitas) Kematian adalah hilangnya tanda-tanda kehidupan manusia secara permanen. Kematian bersifat mengurangi jumlah penduduk dan untuk menghitung besarnya angka kematian. 2. Kelahiran (Natalitas) Kelahiran bersifat menambah jumlah penduduk, ada beberapa penghambat kelahiran (anti natalitas), dan yang mendukung kelahiran (pro natalitas). 3. Migrasi (Mobilitas) Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain.
2.1.5 Sektor Industri Pengolahan Pertumbuhan sektor menurut lapangan usaha PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto) dalam angka ada 9 sektor yaitu 1. Pertanian, 2. Pertambangan & penggalian, 3. Industri Pengolahan, 4. Listrik, gas, & air bersih, 5. Bangunan, 6. Perdagangan, hotel & restoran, 7. Pengangkutan & komunikasi, 8. Keuangan, persewaan, & jasa perusahaan, dan 9. Jasa-jasa. Dalam hal ini penulis hanya
35
menganalisis dan hanya terfokus pada sektor industri pengolahan sehingga sektor yang lain hanya sebagai pendukung. Industri dapat diartikan sebagai kegiatan yang mengelola bahan mentah menjadi bahan setengah jadi dan menjadi barang jadi menurut UU No.5 tahun 1984. Meningkatnya PDRB dalam kata lain pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan membawa peningkatan kapasitas produksi pada perekonomian (Gebermariam,et al.2004) . Kegiatan industri dapat dilakukan dengan secara manual, dengan mensin ataupun dengan menggunakan alat elektronik. Istilah industri dapat diartikan sebagai gabungan perusahaan-perusahaan yang sejenis, dan kata industri menerangkan jenis industri yang dijalankanya. Sektor industri diyakini dapat memimpin sektor-sektor lain menuju kearah yang modern, dengan demikian indonesia diharapkan mampu untuk memoderenisasi perekonomian sehingga akan menjadi salah satu negara industri baru dalam bidang agroindustri. Banyak negara yang berkembang tidak menyadari bahwa sektor industri harus berdampingan dengan sektor-sektor lainnya terutama sektor pertanian, hal tersebut sangat penting karena dengan sektor pertanian yang maju sangat diperlukan sektor industri. Cameron (2000) menyatakan bahwa pengurangan kemiskinan di Jawa diasosiasikan dengan meningkatnya peningkatan pendapatan dan tenaga kerja terdidik dan pendapatan yang didapat pekerja diluar pertanian (sektor industri). 1. Sejarah Sektor Industri
36
Pada tahun 1990 industri yang ada di indonesia hampir semuanya dimiliki oleh asing. Depresi ekonomi yang melanda indonesia sekitar tahun 1930 telah meruntuhkan perekonomian yang mengakibatkan menurunya penerimaan ekspor sehingga mengakibatkan pengangguran. Pada masa perang dunia II kondisi industri sangat baik, tetapi setelah kedudukan jepang di indonesia maka keadaanya menjadi terbalik. Hal tersebut terjadi karena ada pelarangan impor bahan mentah, dan diangkutnya barang-barang ke jepang dan pemaksaan tenaga kerja (romusa) sehingga investasi asing tidak ada. Setelah merdeka kemudian indonesia mulai mengembangkan sektor industri dan menawarkan investasi. Pada tahun 1951 pemerintah indonesia merangcang RUP (Rencana Urgensi Perekonomian). Programnya
adalah
menumbuhkan
dan
mendorong
industri
pribumi
dan
memberlakukan pembatasan terhadap industri besar atau modern yang dimiliki oleh pihak eropa maupun pihak dari cina. Kebijakan tersebut mengakibatkan investasi asing berkurang dan memacu pertumbuhan industri pribumi. Sesudah tahun 1957 sektor industri mengalami stagnasi dan perekonomian mengalami masa-masa yang redup. Sepanjang tahun 1960 sektor industri tidak berkembang selain karena masalah politik, juga susahnya mendapatkan modal, langkanya tenaga kerja ahli, dan terampil. Pada masa tersebut kondisi perekonomian dalam keadaan sulit akibat inflasi yang tinggi dan berkepanjangan, menurunya PDB, kecilnya sektor industri , dan tingginya angka pengangguran.
Perkembangan
sektor
37
industri
megalami
kemajuan
yang
mengesankan. Hal tersebut dapat terlihat dari tenaga kerja yang dapat diserap, nilai keluaran yang dihasilkan, dan sumbangan devisa serta kontribusi pembentukan PDB, tingkat pertumbuhan yang tinggi, samapai dengan terjadinya krisis perekonomian pada tahun 1998. 2. Kebijakan Sektor Industri Pemerintah orde baru melakukan perubahan dalam kebijakan industri, keadaan yang semakin baik dengan adanya stabilitas ditingkat makro dan dilaksanakanya kebijakan diberbagai bidang. Ada tiga aspek kebijakan ekonomi pada masa orde baru yang menumbuhkan perekonomian disektor industri. Ketiga aspek tersebut adalah: 1. Dirombaknya sistem devisi, sehingga transaksi luar negeri menjadi lebih bebas dan lebih sederhana. 2. Dikuranginya fasilitas khusus yang disediakan perusahaan negara, dan kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong perekonomian sektor swasta bersama dengan sektor Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 3. Diberlakukanya Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA). Dalam pelaksanaanya yang melandasi suatu kebijakan industrialisasi menurut Dumiarti (1996) ada empat argumentasi basis teori, yaitu :
38
1. Keunggulan komperatif yaitu, negara-negara yang menganut basis teori keunggulan komperatif (comporative advantage) akan mengembangkan sub sektor atau jenis-jenis industri yang memiliki keunggulan komperatif baginya. 2. Keterkaitan industrial yaitu, negara-negara yang bertolak dari keterkaitan industrial (industrial linkage) yang akan lebih mengutamakan pengembangan bidang-bidang industri yang lebih luas mengikuti perkembagan bidang-bidang kegiatan atau sektor-sektor ekonomi yang lain. 3. Penciptaan kesempatan kerja yaitu, negara industrialisasinya yang dilandasi oleh argumentasi penciptaan lapangan kerja (employment creator) maka negara tersebut akan lebih memprioritaskan pada pengembangan industriindustri yang dimajukan bertumpu pada industri-industri padat karya dan industri-industri kecil. 4. Loncatan teknologi adalah, negara yang menganut argumentasi, loncatan teknologi
(technologi
jump)
percaya
bahwa
industri-industri
yang
menggunakan teknologi tinggi (hi-tech) akan memberikan nilai tambah yang sangat besar, dan diiringi dengan kemajuan teknologi pada berbagai sektor industri dan sektor-sektor lainnya. Namun demikian, masing-masing dari teori diatas mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Teori keunggulan komperatif memiliki kelebihan dalam hal efisiensi alokasi sumber daya. Dalam mengembangkan industri yang secara komperatif unggul. Sumber daya ekonomi akan teralokasi dalam penggunaan
39
yang
menguntungkan, sedangkan untuk kelemahanya terletak pada pendekatan yang menyandarkan pada sisi barang yang kurang diminati konsumen, meskipun efisien diproduksi yang memiliki keunggulan komperatif. 3. Model Pertumbuhan Harrod-Domar Harrod-Domar mengemukakan perlunya adanya pembentukan modal sebagai syarat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Bila pembentukan modal telah dilakukan pada satu masa, maka pada masa berikutnya perekonomian akan sanggup memproduksi barang-barang dalam jumlah lebih besar. Keinginan masyarakat dalam berinvestasi ditentukan oleh permintaan agregat dari masyarakat, yakni perbandingan antara pertambahan modal terhadap pertambahan output. Perekonomian terdiri atas dua sektor yaitu sektor tumah tangga dan sektor perusahaan. 4. Peranan Sektor Industri Dalam Pembangunan Menurut SK Mentri Peindustrian No.19/M/I/1986 Industri dibedakan menurut klasifikasinya, industri dibagi menjadi beberapa golongan antara lain: a. Industri kimia dasar. b. Industri mesin dan logam dasar, dan c. Aneka industri. Klasifikasi berdasarkan bahan baku : a) Industri ekstraktif adalah industri yang bahan bakunya diambil langsung dari alam sekitar.
40
b) Industri nonekstraktif adalah industri yang bahan bakunya didapat dari tempat lain selain alam sekitar, dan c) Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumen. Peran sektor industri dalam pembangunan adalah untuk memberikan nilai tambah faktor-faktor produksi. Pada dasarnya pembangunan sektor industri dalam pembangunan dikembangkan menjadi strategi industrialisasi yang meliputi strategi industri (SISI), atau import substitution dan Strategi Industri Promosi Ekspor (SIPE) atau eksport promotion. Strategi industri dapat diorientasikan kedalam (inkward looking strategy) yaitu, strategi industrialisasi yang mengutamakan perkembangan berbagai macam industri yang menghasilkan barang-barang untuk menggantikan kebutuhan akan barang-barang impor atau produk sejenis. Sedangkan industri promosi ekspor atau yang sering disebut sebagai strategi orintasi keluar (outward looking strategy) yaitu, strategi yang mengutamakan perkembagan industri untuk menghasilkan produk untuk di ekspor. Sektor industri merupakan sektor utama setelah sektor pertanian. Sektor industri menyumbangkan PDB yang besar dalam pendapatan negara. Di indonesia industri dikelompokan menjadi berbagai macam industri antaranya adalah industri besar, industri menengah, dan industri kecil. Pengelompokan tersebut berdasarkan jumlah tenaga kerja yang terlibat didalamnya tanpa melihat teknologi industri yang digunakan.
41
2.2 Kajian Sebelumnya Dalam kaitanya dalam perkembangan kemiskinan suatu daerah terdapat banyak hasil penelitian empiris yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu . 1. Usmana Djatnika Dicky (2009) tentang “Peranan Pendidikan Dalam Pengetasan Kemiskinan” variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kemiskinan, orang miskin, pendidikan. Hasil penelitian langkah-langkah pemerataan dan perluasan akses pendidikan tersebut meskipun tidak berhubungan langsung dengan tingkat kesejahteraan seseorang, sebagai hak-hak dasar bagi masyarakat miskin, pendidikan merupakan salah satu alat mobilitas vertikal terpenting. Kesempatan untuk meningkatkan posisi ekonomi dalam masyarakat hanya dapat diperoleh ketika aset berupa modal materil tidak dimiliki. Pendidikan merupakan investasi dan kesempatan untuk berkompetisi guna mendapatkan kesempatan memperoleh penghidupan yang lebih baik dimasa depan dan turut terlibat dalam proses pembangunan. Dengan pendidikan yang terprogram baik dan menjangkau semua (education for all) seperti target MDGs dengan kualitas tertentu maka pendidikan menjadi instrumen paling efektif untuk memotong mata rantai kemiskinan yang ada di indonesia. 2. Candra Mustika (2011) tentang “Pengaruh PDB dan Jumlah Penduduk Terhadap Kemiskinan di Indonesia 1990-2008” variabel yang digunakan dalam penelitian
42
ini adalah Tingkat kemiskinan, PDB, jumlah pertumbuhan penduduk. Hasil penelitian pertumbuhan penduduk di indonesia selama periode 1990 sampai 2008 terus mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 1995 dengan persentase 8,57 % sedangkan laju pertumbuhan penduduk terkecil terjadi pada tahun 2005 dengan persentase 0,47 %. Selama tahun 1996 sampai 2008 jumlah penduduk miskin cendrung turun naik dan berfluktuasi dengan jumlah penduduk miskin terbesar pada tahun 1998 jumlahnya 49,50 juta jiwa dan terkecil pada tahun 1996 dengan jumlah 34,01 juta jiwa. Dari data penduduk miskin dan indeks keparahan kemiskinan ternyata wilayah pedesaan cendrung mengalami tingkat kemiskinan yang lebih parah dari pekotaan. Dari hasil regresi menunjukkan bahwa variabel PDB dan Variabel jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan dengan alfa masing–masing 0,05 dan 0,01. Untuk uji F terlihat kedua variabel independen secara bersamaan mempengaruhi
variabel
dependen (tingkat kemiskinan) pada alfa 0,01. Sedangkan nilai R2 sebesar 59,75 persen. artinya kemampuan model menjelaskan variabel dependen sebesar angka tersebut, sisanya sebesar 40,25 persen dijelaskan oleh variabel.
3. Joesron, Indiastuti, dan Setyawan tentang “Analisis Pengaruh Sektor Pertanian dan Sektor Industri Pengolahan Terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah” variabel yang digunakan dalam penelitian ini sektor pertanian, pertumbuhan ekonomi, pendidikan,sektor industri pengolahan, pertumbuhan 43
penduduk, kemiskinan. Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukan bahwa sektor pertanian dalam hal ini pangsa sektor pertanian pada PDRB Jawa Tengah, berpengaruh negatif terhadap kemiskinan mesikpun tidak signifikan. Pengaruh negatif terhadap pangsa sektor industri pengolahan pada PDRB terhadap kemiskinan di Jawa Tengah yang diperoleh dari hasil penelitian ini membuktikan bahwa sektor ini memiliki peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi, khususnya mengetaskan kemiskinan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dilihat sebagai salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat keharusan bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Pendidikan adalah hal yang mendasar untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin kehidupan kemajuan sosial dan ekonomi. Dalam penelitian tersebut pendidikan belum mampu secara efektif menurunkan kemiskinan di jawa tengah. pertumbuhan penduduk mampu menjadi salah satu faktor pendorong pembangunan ekonomi.
4. Ni Made, Ida Bagus (2008) tentang “Pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali” variabel yang digunakan dalam penelitian ini Produk domestik regional bruto, pendidikan, pengangguran, dan kemiskinan. Hasil penelitian Laju pertumbuhan PDRB, angka melek huruf dan tingkat pengangguran terbuka secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Bali. Laju 44
pertumbuhan PDRB secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Bali disebabkan karena adanya ketimpangan pendapatan masyarakat yang tidak merata. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar pertumbuhan ekonomi di Bali ditopang oleh sektor tersier, sedangkan penduduk Bali sebagian besar berkerja disektor pertanian, sehingga pendapatan penduduk Bali keseluruhan semakin timpang atau diantara lain kue pendapatan Provinsi Bali sebagian besar dinikmati oleh pelaku pariwisata. Angka melek huruf secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Bali. Signifikannya angka melek huruf dalam mempengaruhi kemiskinan karena semakin tinggi angka melek huruf akan menurunkan angka buta huruf. Tingkat pengangguran terbuka secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Bali. Signifikannya tingkat pengangguran terbuka dalam mempengaruhi tingkat kemiskinan karena semakin rendah pengangguran maka kemiskinan akan menurun.
2.3 Kerangka Pemikiran Berdasarkan teori kurva Lorenz kurva yang berhubungan dengan kelompok penduduk dengan pendapatan. Kurva tersebut menggambarkan pendapatan nasional yang diterima oleh penduduk. Menurut PBB penduduk dibagi menjadi tiga golongan, yang pertama golongan miskin, golongan pendapatan menegah, dan yang terakhir
45
golongan kaya. Kemiskinan adalah adalah gambaran dari ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak, namun kemiskinan itu memiliki ciri yang berbeda antar wilayah, perbedaan ini terkait pada kemiskinan sumber daya alam sumber daya manusia dan kelembagaan setempat. Kemiskinan pada umumnya dapat dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu Kemiskinan struktural yaitu kemiskinan yang merujuk pada situasi dimana fenomena kemiskinan disebabkan oleh struktur yang membelenggu masyarakat untuk maju secara keseluruhan. Selanjutnya kemiskinan natural yaitu kemiskinan yang menggambarkan fenomena sebagai akibat dari kemiskinan sumber daya alam yang menghidupi masyarakat. Dan yang terakhir kemiskinan relatif yaitu kemiskinan yang merujuk pada situasi komparasi antara satu individu, kelompok atau masyarakat lainnya. Kemiskinan tumbuh sebagai bagian dari masalah dalam kehidupan masyarakat, ini bukan hanya menjadi masalah individu dalam suatu negara tetapi menjadi masalah yang menjadi masalah bangsa dalam rangka globalisasi dan sudah menjadi masalah makro dalam skala makro. Teori lewis membagi perekonomian menjadi dua sektor, pertama sektor pertanian dan sektor modern (industri perkotaan). Pada umumnya negara berkembang memandang sektor industri sebagai sektor penting bagi pertumbuhan. Pandangan ini didasarkan pada penelitian-penelitian empiris bahwa negara-negara yang telah maju dan kaya ternyata lebih banyak menekankan pada sektor industri (Suryana,2000). Di indonesia, sebagaimana dibanyak negara berkembang lainnya, sektor industri disiapkan untuk menjadi motor yang menggerakkan kemajuan sektor-sektor lain. 46
Karena itu, industrialisasi selalu mengiringi pembangunan ekonomi di indonesia (Dumiary,1996). Meningkatnya PDRB, dengan kata lain pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan membawa peningkatan kapasitas produksi pada perekonomian (Gebermariam, et al.,2004). Meningkatnya output mengidentifikasikan semakin banyaknya orang yang bekerja, dan mengurangi penduduk miskin (Siregar dan Wahyuniarti,2008). Menurut United Nations dalam Todaro (2004), Pendidikan adalah hal yang mendasar untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin kemajuan sosial dan ekonomi. World Bank juga menyatakan bahwa pendidikan merupakan kunci untuk menciptakan, menyerap dan menyebarluaskan pengetahuan. Namun akses terhadap pendidikan tidak tersebar secara merata, dan golongan miskin yang mendapat bagian yang paling sedikit. Pendidikan memegang peran kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara untuk berkembang dan menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan (Todaro,2004). Pendidikan juga dapat meningatkan peluang seseorang untuk memperoleh pekerjaan, dan mendapatkan penghasilan. Malthus menyatakan bahwa jumlah populasi disuatu tempat akan meningkat secara cepat dengan mengikuti deret ukur. Pada saat bersamaan pertumbuhan persediaan pangan hanya akan mengikuti deret hitung. Tingkat pertumbuhan penduduk di negara berkembang yang semakin cepat menyebabkan jumlah penduduk yang belum dewasa bertambah tinggi dan jumlah anggota keluarga bertambah besar
47
Berdasarkan hubungan antara tujuan penlitian serta kerangka pemikiran teoritis terhadap rumusan masalah penlitian ini, maka dapat disimpulkan sementara hubungan antar variabel sebagai berikut : 1. Hubungan antara pendidikan dengan kemiskinan, apabila rata-rata lama pendidikan meningkat, maka tingkat kemiskinan akan berkurang. Apabila suatu daerah tingkat pendidikannya pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan yang akan meningkatkan produktifitas. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka pengetahuan dan keahliannya akan meningkat, sehingga akan mendorong produktivitas kerjanya. Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik. 2. Hubungan antara laju pertumbuhan penduduk dengan kemiskinan, Tingkat pertumbuhan penduduk di negara berkembang yang semakin cepat menyebabkan jumlah penduduk yang belum dewasa bertambah tinggi dan jumlah anggota keluarga bertambah besar sehingga bila pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan penambahan lapangan pekerjaan dapat diperdiksi bahwa angka kemiskinan akan meningkat. 3. Hubungan antara sektor industri pengolahan dengan kemiskinan, industri pengolahan sangat berpengaruh terhadap penurunan angka kemiskinan dikarenakan dapat membuka lapangan pekerjaan sehingga masyarakat yang belum bekerja dapat bekerja.
48
Di bawah ini digambarkan paradigma penelitian yang menjelaskan hubungan antara pendidikan, laju pertumbuhan penduduk, dan sektor industri pengolahan terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Barat. Pendidikan (X1)
Laju Pertumbuhan Penduduk (X2)
Kemiskinan (Y)
Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan (X3)
Gambar 2.3 Paradigma Penelitian
Bagan di atas menjelaskan pengaruh pendidikan, laju pertumbuhan penduduk, dan sektor industri pengolahan terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Barat. 2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian Karena jawaban yang diberikan berdasarkan pada teori-teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
49
Hipotesis juga dipandang sebagai konklusi yang sifatnya sangat sementara. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Terdapat hubungan positif antara pendidikan dengan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat, hubungan negatif laju pertumbuhan penduduk, sektor industri pengolahan terhadap tingkat kemiskinan di provinsi Jawa Barat baik secara parsial maupun secara simultan.
50