8
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai komunikasi politik pernah dilakukan oleh Irma Fitriana. Ulfa, dengan judul strategi komunikasi politik partai Demokrat dalam mobilisasi pemilih pada pemilu 2009, dalam penelitian ini Irma mengidentifikasi strategi komunikasi politik dengan cara: pertama, membangun ketokohan dengan cara
menampilkan
pendidikan,
pengalaman
dan
kedudukan
calon
legislatif, disertai dengan memantapkan kelembagaan dengan rapat-rapat rutin partai, kedua, menciptakan kebersamaan dengan memberikan bantuan kepada masyrakat, mengajak mencontreng, menetapkan metode dan memilih
media,
ketiga,
kampanye. Dari hasil penelitian tersebut
komunikasi politik partai Demokrat melalui mobilisasi langsung dan tidak langsung. Penelitian mengenai Citra Politik pemah dilakukan oleh Abdullah Azwar Anas dengan judul mengembalikan Citra PKB, dengan menggunakan analisis strategi PR untuk meningkatan Citra PKB. Penelitian ini bermula dari asumsi penulis bahwa citra atau image Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) semakin menurun sejak diturunkannya Gusdur dari kursi kepresidenan melalui sidang istimewa yang kemudian menimbulkan konflik umum DPP PKB. Maka muncul suatu permasalahan strategi apa yang dilakukan untuk meningkatkan Citra PKB. 8
9
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Kejelasan dalam memformat isu dan langkah-langkah strategis sangat penting ketika menjelang pemilu. Secara mayoritas basis PKB adalah massa traditional (intern) yang hidup dipaksakan maka pendataan yang dilakukan secara kultur dan ideologi. Demikian juga dengan massa lain (ekstern) yang rata-rata hidup di kota maka pendekatan dialogis (group discoussion) suatu langkah bijak, tentu, peran yang disampaikan berdasarkan identifikasi kebutuhan lokal (need accesment). Sedangkan penelitian mengenai Citra pernah di teliti oleh Aulia Rachman, mahasiswi Universitas Indonesia jurusan Manajemen Komunikasi dengan judul "Citra Khalayak tentang GOLKAR" pada. tahun 2001. Studi ini meneliti Citra Khalayak terhadap GOLKAR, secara spesifik, studi ini diarahkan pada upaya menjawab tiga pertanyaan pokok sebagi berikut: (1)bagaimana persepsi khalayak tentang GOLKAR saat ini?, (2) apakah citra mereka tentang GOLKAR masih terkait dengan posisi GOLKAR di masa lalu (Orde Baru) ?, (3) apakah citra khalayak tersebut positif atau negative? Penelitian dilakukan terhadap warga masyarakat berusia 17 tahun keatas, yang berdomisili di Jakarta Timur, Depok, Bogor dan Purwakarta. Jumlah sampel keseluruhan 340 responden. Penarikan sampel menggunakan "multi stage random sampling". Desain penelitian deskriptif, tetapi juga eksplanatif. Dalam arti, disamping menggambarkan secara deskriptif gambaran citra khalayak terhadap GOLKAR, juga dilakukan pengujian ada tidaknya perbedaan dan asosiasi atau hubungan antara, variabel citra khalayak (dependent variable) dengan berbagai variabel yang
10
berpengaruh (independent variable). Mengenai citra responden terhadap GOLKAR secara khusus berdasarkan beberapa butir pertanyaan sikap terhadap GOLKAR, sebagian besar responden mempunyai citra yang tergolong ―negatif‖. Sehubungan dengan studi, maka GOLKAR seyogyanya melakukan upaya "reorientasi strategi" dan "reposisi" partai dimasa kini dan mendatang. GOLKAR juga perlu melalui berbagai program dan saluran komunikasi, untuk meyakinkan khalayak luas bahwa GOLKAR sekarang memang berbeda dengan GOLKAR dimasa rezim Orde, Baru. Penelitian mengenai komunikasi politik juga pemah dilakukan oleh Irma Fitriana Ulfa, dengan judul strategi komunikasi politik partai Demokrat dalam mobilisasi pemilih pada pemilu 2009, dalam penelitian ini Irma mengidentifikasi strategi komunikasi politik dengan cara: pertama, membangun ketokohan dengan cara menampilkan pendidikan, pengalaman dan kedudukan calon legislatif, disertai dengan memantapkan kelembagaan dengan rapat-rapat rutin partai, kedua, menciptakan kebersamaan dengan memberikan bantuan kepada masyarakat, mengajak mencontreng, menetapkan metode dan memilih med ia, ketiga, kampanye. berdasarkan hasil penelitian tersebut komunikasi politik partai Demokrat melalui mobilisasi langsung dan tidak langsung.
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Paradigma Teori
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Irma Fitriana Ulfa Universitas Indonesia (THESIS)
Strategi Komunikasi Politik Partai Demokrat dalam Mobilisasi Pemilih pada Pemilu 2009
Teori Pembangunan
Penelitian merupakan deskriptif Kualitatif
Komunikasi Partai Demokrat dilakukan melalui Mobilisasi langsung & tidak langsung
Ani Rukmini Universitas Padjadjaran (Thesis)
Fenomena Komunikasi Politik Anggota Legislatif di Provinsi Jawa Barat
Teori Kritis
Studi Fenomenologis
Fenomena Komunikasi Politik Anggota Panitia Anggaran DPRD di Provinsi Jawa Barat
Abdullah Azwar Anas Universitas Indonesia (THESIS)
Mengembalikan Citra PKB
Teori Fungsional
Penelitian merupakan deskriptif Kualitatif
Pendekatan dialogis (Group Discussion) suatu langkah Bijak, tentu pesan yang disampaikan berdasarkan identifikasi kebutuhan lokal (need accesment).
Fungsi dan Strategi Komunikasi Politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dalam Menghadapi Pemilu Legislatif 2009
Teori Kritis
Studi Kasus
Bagaimana Fungsi dan Strategi Komunikasi Politik Partai Keadilan Sejahtera, Dalam Menghadapi Pemilu Legislatif 2009
Citra Khalayak tentang Golkar
Lasswell
Desain penelitian deskriptif, tetapi juga eksplanatif dengan pendekatan kualitatif
Sebagian besar responden mempunyai citra yang tergolong negatif, terhadap Golkar
Solihin Universitas Padjadjaran (Thesis)
Aulia Rachman Universitas Indonesia (THESIS)
Kritik Strategi Komunikasi Politik yang dilakukan kurang tepat jika hanya dideskripsikan Anggota Panitia Anggaran DPRD di Provinsi Jawa Barat Agar Profesional Transparan dan Jujur
Pendataan yang dilakukan seharusnya bukan hanya dari segi kultur & ideologi, tapi juga latar belakang pengalaman
Fungsi dan Strategi Komunikasi PKS Agar Ditingkatkan Lebih Kreatif, dari Pusat hingga Seluruh Provinsi
Teori yang digunakan kurang cocok untuk pendekatan kualitatif
12
2.1.1. Tinjauan Teoritis 2.1.2. Komunikasi Politik Komunikasi berasal dari bahasa Latin, yakni Communicano yang artinya membagi, dan Commnunis yang berarti membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Sebagai ilmu yang multidisiplin, definisi komunikasi telah banyak dibuat oleh para pakar dari disiplin ilmu. Menurut catatan Dance dan Larson, sampai tahun 1976 sudah ada 126 definisi komunikasi. Ada definisi yang dibuat menurut perspektif sosiologi, budaya engineering, ekonomi, dan ada pula perspektif dari ilmu politik. Meski definisi yang dibuat para pakar memiliki perspektif ilmu yang berbeda satu sama lainnya menurut latar belakang disiplin ilmu yang membuat definisi itu, pada dasarnya definisi-definisi itu terebut tidak terlepas dari substansi komunikasi itu sendiri.6 David K.Berlo dari Michigan State University menyebut secara ringkas bahwa komunikasi sebagai instrument interaksi sosial berguna untuk mengetahui dan memprediksi sikap orang lain, juga untuk mengetahui keberadaan diri sendiri dalam menciptakan keseimbangan dengan masyarakat.7 Dalam kehidupan kita sehari-hari istilah "politik" sudah tidak begitu asing karena segala sesuatu yang dilakukan atas dasar kepentingan kelompok atau kekuasaan sering kali di atasnamakan dengan label politik. Dalam Roget's Trusty Thesaurus pelaku politik (politisi) diartikan sama dengan perbuatan korupsi, pembuat rusuh, tukang protes, penipu dan semacamnya. Politik dicitrakan dengan 6
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2007 Francis C.Bymees, Communication (Reading Material). The International Rice Research Institue. Los Banos-Philippinies, 1995. 7
13
perbuatan tidak jujur, curang, tega, kotor, dan jahanam. Dengan kata lain, politik diartikan sebagai sebuah penyimpangan perilaku yang keluar dari tatanan kehidupan normal.8 Konsepsi teori politik yang dikembangkan di Amerika telah melepaskan diri dari sifat-sifat yang institusional yuridia dengan memberi skope yang lebih luas daripada ilmu negara. Dalam pandangan para sarjana Amerika, ilmu politik sebagai ilmu negara bukan lagi dalam skope institusional yang statis, tetapi lebih maju dengan melihat negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, definisi-definisi politik belakangan ini lebih banyak memberi tekanan pada negara dalam hubungannya dengan dinamika masyarakat seperti dibuat oleh Caspar Bluntschli bahwa "politics ia the science which ia concerned with the state, which edeavors to understand and comprehend the state in its conditions, in its essential nature, its various forms of manifastion, its development." Bahkan Harold D. Lasswell lebih tegas merumuskan politik sebagai ilmu tentang kekuasaan "when we speak of the science of politics, we mean the science of power.9 Eric P. Laouw mencoba memberi uraian bahwa di tengah kelangkaan sumber daya yang tersedia, masyarakat akan berusaha mendapatkan akses untuk memperoleh sumber daya yang terbatas dalam memenuhi tuntutan hidupnya, diperlukan keputusan alokasi sumber daya. Misalnya siapa yang akan memperoleh apa, bagaimana sumber daya yang terbatas itu dikelola dengan baik, 8
Marc MacCutcheon, Roget's Super Thesaurus 4*, Australia, FW Media, hal 133 Johann Caspar Bluntschli, The Teory Of State, dapat http://openlibrary.org/books/OL7138152M/ the theory_Of The state. 9
diakses
di
14
siapa yang diberi wewenangan (legitimasi) untuk mengambil keputusan yang diambil bisa menghasilkan ada pihak yang menang dan ada pula pihak yang kalah, diperlukan mekanisme untuk mengajak mereka untuk menerima keputusan tersebut. Selanjutnya, sejak keputusan itu mempengaruhi kesempatan hidup orang, akan terjadi perebutan, baik antar pribadi maupun antar kelompok untuk menentukan siapa yang akan menduduki posisi kunci dalam pengambilan keputusan. Perebutan juga timbul dalam memperebutkan nilai-nilai pondasi organisasi dan juga alokasi sumber daya. Oleh karena itu, elemen yang paling mendasar politik adalah:
1) Proses pengambilan keputusan 2) Sebuah perebutan untuk memperoleh akses pada posisi pengambilan keputusan
3) Proses kewenangan untuk menjalankan keputusan-keputusan itu. Dari pemahaman yang dibuat Eric P. Louw ini, politik mengandung sejumlah konsep kenegaraan, yakni: kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijaksanaan (policy), dan pembagian atau alokasi sumber daya (resources).10 Budihardjo menyatakan bahwa politik adalah kegiatan yang dilakukan dalam suatu negara
yang
menyangkut
proses menentukan tujuan dan
melaksanakan tujuan tersebut. untuk melaksanakan tujuan itu, diperlukan kebijaksanaan umum (public policy) yang mengatur alokasi sumber daya yang ada.
10
Eric P.Laouw, The Media and Political Process. London, Sage Publication,2005
15
Dan untuk melaksanakan kebijaksanaan itu, perlu ada kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan dipakai, baik untuk membina kerja sama maupun menyelesaikan konflik yang bisa timbul setiap saat Lebih jauh Budiardjo menekankan bahwa tujuan politik bukan untuk memenuhi kepentingan atau tujuan pribadi seseorang (private goal), melainkan untuk kepentingan seluruh masyarakat.11 Menyimak pengertian tentang politik yang dibuat oleh para pakar diatas, ilmu politik dalam pembahasannya dapat dilihat dari tiga dimensi, sebagai berikut.
(1) Politik sebagai Studi Kelembagaan (Institusi) Sebagai studi kelembagaan objeknya adalah Negara. Negara disini dilihat sebagai suatu lembaga yang Politik dibentuk dalam rangka mengatur kehidupan masyarakat. Negara adalah lembaga yang memiliki kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkannya. Sebagai lembaga, Negara memiliki unsur wilayah, penduduk, pemerintah dan kedaulatan. Unsur-unsur ini menjadi modal dasar yang harus dipertahankan untuk eksianya suatu Negara, yakni melindungi wilayah dan penduduknya, memelihara pemerintahannya, serta menjaga kedaulatannya.
(2) Politik sebagai Studi Kekuasaan (Power) Hakikat politik pada dasarnya adalah kekuasaan, dengan kata lain untuk mengatur masyarakat agar mereka bisa taat dan tunduk pada aturan, tidak mungkin dapat dilakukan tanpa kekuasaan (power). Politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan, mengontrol kekuasaan, Serta bagaimana
11
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar finiu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002
16
menggunakan kekuasaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sidney Hillman bahwa politics ia the science of who gets, what, when, and Why.12
(3) Politik sebagai Studi Kebijakan Publik Sebuah kebijakan harus didahului pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil harus mencerminkan mayoritas yang mendukung keputusan itu, atau dengan kata lain keputusan yang diambil harus mencerminkan keinginan orang banyak dan bukan keinginan sendiri. Esensi pengambilan k e p u t u s a n yang
mencerminkan
representasi
publik
ya n g
diwakili,
sebagaimana dikemukakan oleh Benyamin Disraeli bahwa "Politics are the possesion and distribution of power".13 Bertolak dari konsep komunikasi dan konsep politik yang telah diuraikan pada bagian awal, upaya untuk mendekati pengertian apa yang dimaksud dengan komunikasi politik, menurut Dahlan, ialah suatu bidang atau disiplin yang menelaah perilaku dan kegiatan komunikasi yang bersifat politik, mempunyai akibat politik, atau berpengaruh terhadap perilaku politik. Dengan demikian, pengertian komunikasi politik dapat dirumuskan sebagai suatu proses pengoperan lambang-lambang atau simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan-pesan politik dari seseorang atau kelompok kepada orang lain dengan tujuan untuk membuka wawasan atau cara berpikir, serta mempengaruhi sikap dan tingkah laku khalayak Yang menjadi target politik.14
12
Austin Ramey, Goveming.An Introduction to Political Scince. New Jersey: Prentice Hall. Englewood Cliffs, 1990 13 Junior C. Milton Cumming and David Wise, Democracy Under Pressure: An Introduction to the American Politics Sistem, San Diego-New York Harcourt Brace Jovavich. Publisher. 1985 14 AM Dahlan, "Teknologi Informasi dan Demokrasi' Dalam Jumal ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Vol IV/Oktober l999.
17
Meadow juga berpendapat bahwa "political communnication refers to any exchange of simbols or messages that to a significant except have been shaped by or have consequence for political Sistem". Disini Meadow memberi tekanan bahwa simbolsimbol atau pesan yang diaampaikan itu secara signifikan dibentuk atau memiliki konsekuensi terhadap Sistem politik. Akan tetapi, Nimmo hanya memberi tekanan pada pengaturan umat manusia yang dilakukan dibawah kondisi konflik, sebagaimana disebutkan "communication (activity) considered political by virtue of its consequences (actual or potential) which regulate huiklan conduct under the condition of conflict". Baik Meadow maupun Dan Nimmo, termasuk Gabriel Almond adalah sarana politik keluaran 1950 -an dengan aliran behavioriatik yang melihat politik tidak saja membahas masalah Negara. Melainkan dalam hubungannya dengan komunikasi (media massa) dan opini public.15 McNair menyatakan bahwa "political communication as pure diacussion about the allocation of public resources (revenues), official authority (who ia given the poser to make legal, legislative and executive decision), and official sanctions (what the state rewards or punishes)." Jadi komunikasi politik menurut McNair murni membicarakan tentang alokasi sumber daya publik yang memiliki nilai, apakah itu nilai kekuasaan atau nilai ekonomi, petugas yang memiliki kewenangan untuk memberi kekuasaan dan keputusan dalam pembuatan undangundang atau aturan, apakah itu legislative atau eksekutif, Serta sanksi-sanksi apakah itu dalam bentuk hadiah atau denda. Untuk menghindari kaj ian komunikasi politik itu tidak hanya bicara tentang kekuasaan." 15
Dan Nimmo, Political Communication and Public Opinion in America. Alih Bahasa. Tjun Surjaman "Komunikasi Politik, Komunikator, Pesan dan Media" Bandung: PT remaja Rosdakarya, 2004
18
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, jelas komunikasi politik adalah suatu proses komunikasi yang memiliki implikasi atau konsekuensi terhadap aktivitas politik. Faktor ini pula yang membedakan dengan disiplin komunikasi lainnya seperti komunikasi pembangunan, komunikasi organisasi, komunikasi keluarga dan lain-lain. Perbedaan itu terletak pada isi pesan. Artinya komunikasi politik memiliki pesan yang bermuatan politik, sementara komunikasi pendidikan m e m i l i k i p e s a n y a n g b e r m u a t a n m a s a l a h - m a s a l a h p e n d i d i k a n . J a d i u n t u k membedakan antara satu disiplin dengan disiplin lainnya dalam studi ilmu komunikasi, terletak pada sifat, atau isi pesannya. Komunikasi politik memusatkan kajiannya kepada matari atau pesan yang berbobot politik yang mencakup di dalamnya masalah kekuasaan dan penempatan pada lembaga-lembaga kekuasaan (lembaga otoritas). Hal ini bisa diperkuat oleh pendapat Sumarno yang mengajukan formulasi komunikasi politik sebagai suatu proses, prosedur dan kegiatan membentuk sikap dan perilaku politik yang terint egrasi dal am suatu Sistem politi k. Dalam ungkapan yang lebih terbuka komunikasi politik menyangkut hal-hal sebagai berikut: (1) disampaikan oleh komunikator politik, (2) pesannya berbobot politik yang menyangkut kekuasaan dan negara, (3) terintegrasi dalam Sistem politik.16
2.1.3. Pola-Pola Komunikasi Politik Pola-pola komunikasi politik itu antara lain adalah :17 1. Pola komunikasi vertical yaitu komunikasi dari atas ke bawah atau 16 17
Sumarno AP, Dinimi-diniensi Komurukasi Politik, Citra Aditya B" Bandung, 1993. Rully Chairul Azwar, politik Koraunlcas Partai GOLKAR di 3Era, Jakrta:Grasindo, hal 161
19
sebaliknya, misalnya dari pemimpin masyarakat kepada masyarakat yang dipimpinnya, atau sebaliknya. 2 . Pola komunikasi horizontal komunikasi antara individu yang satu dengan individu yang lain, atau individu dengan kelompok atau antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. 3.
Pola komunikasi formal, yaitu komunikasi melalui jalur-jalur organisasi misalnya melalui organisasi masa, partai politik, MPR, DPR, DPD, DPRD, dan sebagainya.
4. Pola komunikasi informal yaitu komunikasi melalui pertemuan atau tatap muka langsung, tidak mengikuti prosedur atau jalur – jalur formal yang berlaku dalam organisasi. dimana saja, dengan siapa saja dan kapan saja waktunya. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pola -pola
komunikasi
politik: Faktor fisik (alam), Faktor teknologi, Faktor ekonomis, Faktor sosiokultural (pendidikan, budaya), Faktor politis.
2.1.4. Unsur Komunikasi Politik Seperti halnya disiplin komunikasi lainnya, komunikasi politik sebagai body of knowledge juga terdiri atas berbagai unsur, yakni: sumber (komunikator), pesan, media, saluran, penerima, efek.18 (1) Komunikator Politik Komunikator politik tidak hanya menyangkut partai politik, melainkan juga 18
Dan D. Nimmo — Thomas Ungs, Political Patterus in America. Conflict Representation and Resolution, San Francisco: WH.Freeman and Company, 1979.
20
lembaga pemerintahan legislatif dan eksekutif. Dengan demikian, sumber atau komunikator politik adalah mereka-mereka yang mengandung makna atau bobot politik, misalnya presiden, menteri, anggota DPR, MPR, KPU, Gubernur, Bupati, Walikota, DPRD, Politisi, Fungsionaris partai politik, Fungsionaris Lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan kelompok-kelompok penekan dalam masyarakat yang bisa mempengaruhi jalannya pemerintahan.
(2) Pesan Politik Pesan politik ialah pernyataan yang disampaikan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik secara verbal maupun non-verbal, tersembunyi maupun terang-terangan, baik yang disadari maupun tidak disadari yang isinya mengandung bobot politik. Misalnya pidato politik, undang undang kepartaian, undang-undang pemilu, pernyataan politik, artikel atau isi buku/brosur dan berita surat kabar, radio, televisi dan internet yang berisi ulasan politik dan pemerintahan, puisi politik, spanduk atau baliho, iklan politik propaganda. Perang urat syaraf (paywar), makna logo, warna baju atau bendera, bahasa badan (body language), dan semacamnya.
(3) Saluran atau Media Politik Saluran atau media politik ialah alat atau sarana yang digunakan oleh para komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya. Misalnya media cetak, yaitu surat kabar, tabloid, majalah, buku. Media Elektornik, misalnya film, radio, televisi, video, komputer, internet. Media format kecil, misalnya leaflet, brosur, selebaran, stiker, bulletin. Media luar ruang (out door media), misalnya baliho, spanduk, reklame, electronic board, bendera, jumbai, pin,
21
logo, topi, rompi, kaos oblong, Iklan mobil, gerbong kereta api, kalender, kulit buku, block note, pulpen, gantungan kunci, payung, dus jinjingan dan segala sesuatunya yang bisa digunakan untuk membangun citra (image building). Saluran komunikasi kelompok, misalnya partai politik (DPP, DPW, DPD, DPC, DPAC), organisasi profesi, ikatan alumni kelompok tani dan nelayan, koperasi, persatuan olahraga, kerukunan keluarga, perhimpunan umat dan semacamnya. Saluran komunikasi publik, misalnya aula, balai desa, pameran, alun-alun, panggung kesenian, pasar, swalayan (supermarket, mall, plaza), sekolah kampus. Saluran komunikasi sosial, misalnya pesta perkawinan, acara sunatan, arisan, pertunjukkan wayang, pesta rakyat, rumah ronda, sumur umum, pesta tani, dan semacamnya.
(4) Sasaran atau Target Politik Sasaran adalah anggota masyarakat yang diharapkan dapat memberi dukungan dalam bentuk pemberian suara (vote) kepada partai atau kandidat dalam Pemilihan Umum. Mereka adalah pengusaha, pegawai negeri (mestinya tidak memilih jika tidak punya hak untuk dipilih), buruh, pemuda, perempuan, ibu rumah tangga, pensiunan, veteran, pedagang kaki lima, para tukang (kayu, batu, cukur, becak) orang cacat, mahasiawa, sopir angkutan, nelayan, petani yang berhak memilih maupun pelajar dan siswa yang akan memilih setelah cukup usia.
(5) Pengaruh atau efek Komunikasi Politik Efek komunikasi politik yang diharapkan adalah terciptanya pemahaman terhadap Sistem pemerintahan dan partai-partai politik, di mana nuansanya
22
akan bermuara pada pemberian suara (vote) dalam pemilihan Umum. Pemberian suara ini sangat menentukan terpilih tidaknya seorang kandidat untuk posisi mulai tingkat Presiden dan Wakil Presiden, anggota, DPR, MPR, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati, walikota dan Wakil Walikota, sampai pada tingkat DPRD. 2.1.5. Fungsi Komunikasi Politik Sebagai disiplin ilmu, komunikasi politik menurut McNair, memiliki lima fungsi dasar, yakni sebagai berikut 19: (1)
Memberikan informasi kepada masyarakat apa yang terjadi di sekitarnya. Di sini media komunikasi memiliki fungsi pengamatan dan juga fungsi monitoring apa yang terjadi dalam masyarakat.
(2)
Mendidik masyarakat terhadap arti dan signifikansi fakta yang ada. Di sini para jurnalis diharapkan melihat fakta yang ada sehingga berusaha membuat liputan yang objektif, yang bisa mendidik masyarakat atas realitas fakta tersebut.
(3)
Menyediakan diri sebagai Platform untuk menampung masalah-masalah politik sehingga bisa menjadi wacana dalam membentuk opini publik, dan mengembalikan hasil opini itu kepada masyarakat. Dengan cara demikian, bisa memberi arti dan nilai pada usaha penegakan demokrasi.
(4)
Membuat publikasi yang ditujukan kepada pemerintah dan lembaga-lembaga politik. Disini media bisa berfungsi sebagai anjing penjaga (watchdog) sebagaimana pernah terjadi dalam kasus mundurnya Nixon sebagai Presiden
19
Op.Cit. Mcnair
23
Amerika karena terlibat kasus watergate. (5)
Dalam masyarakat yang demokratis, media politik berfungsi sebagai saluran advokasi yang bisa membantu agar kebijakan dan program-program lembaga politik dapat diaalurkan kepada media massa.
Jika fungsi komunikasi yang oleh McNair dikombinasikan d e n g a n f u n g s i Komunikasi yang dibuat oleh Goran Hadebro, komunikasi politik berfungsi untuk20 :
(1)
Memberikan informasi kepada masyarakat terhadap usaha-usaha yang dilakukan lembaga politik maupun dalam hubungannya dengan pemerintah dan masyarakat.
(2)
Melakukan sosialiaasi tentang kebijakan, program, dan tujuan lembaga publik.
(3)
Memberi motivasi kepada politisi, fungsionaris dan pendukung partai.
(4)
Menjadi Flatform yang bisa menampung ide-ide masyarakat sehingga menjadi bahan pembicaraan dalam bentuk opini publik.
(5)
Mendidik masyarakat dengan pemberian informasi, sosialiaasi tentang cara-cara pemilihan umum dan penggunaan hak mereka sebagai pemberi suara.
(6)
Menjadi hiburan masyarakat sebagai "pesta demokrasi" dengan menampilkan para juru kampanye, artis, dan para komentator dan
20
Goran Hedebro, Communication and Sosial Change in Developing Nation, A Critical View, The Iowa State University Press, 1982.
24
pengamat politik.
(7)
Memupuk integrasi dengan mempertinggi rasa kebanggaan guna menghindari konflik dan ancaman berupa tindakan separatis yang mengancam persatuan nasional.
(8)
Menciptakan iklim perubahan dengan mengubah struktur kekuasaan melalui informasi untuk mencari dukungan masyarakat luas terhadap gerakan reformasi dan demokratisasi.
(9)
Meningkatkan aktivitas politik masyarakat melalui siaran berita, agenda setting, maupun komentar-komentar politik.
(10) Menjadi watchdog atau anjing penjaga dalam membantu terciptanya good governance yang transparansi dan akuntabilitas.
2.1.6. Tujuan Komunikasi Politik Tujuan komunikasi politik sangat terkait dengan peran politik yang disampaikan komunikator politik. Sesuai dengan tujuan komunikasi, maka tujuan komunikasi politik itu adakalanya sekedar penyampaian informasi politik, pembentukan citra politik, pembentukan public opinion (pendapat umum) dan bisa pula menangani pendapat atau tuduhan lawan politik. Selanjutnya komunikasi politik bertujuan menarik simpatik khalayak dalam rangka meningkatkan partisipasi politik saaat menjelang pemilihan umum atau pemilihan Kepala Daerah (PILKADA).21 21
Anwar Arifin, Komunikasi politik- paradigma-Teori-Aplikasi-strategi&komunikasi Politik di Indonesia. Jakarta: Balai pustaka, 2003, dalam Ardial, Komunikasi Politik, Jakarta:indeks,2009, hal44-61
25
a. Citra Politik Salah satu tujuan komunikasi politik adalah membentuk citra politik yang baik bagi khalayak. Citra politik itu terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima, baik langsung maupun melalui media politik, termasuk media massa, yang bekerja untuk menyampaikan peran politik yang umum dan actual. Citra politik juga berkaitan dengan pembentukan pendapat umum karena pada dasarnya pendapat umum politik terbangun melalui citra politik. Sedangkan citra politik terwujud sebagai konsekuensi kognitif dari
komunikasi
politik.
Roberts
(1977)
menyatakan
bahwa
komunikasi tidak secara langsung menimbulkan pendapat atau perilaku tertentu,
tetapi
cenderung
mempengaruhi
cara
khalayak
mengorganisasikan citranya tentang lingkungan dan citra itulah yang mempengaruhi pendapat atau perilaku khalayak. b. Pendapat Umum Selain citra politik, komunikasi politik juga bertujuan membentuk dan membina
pendapat
umum
serta
mendorong
part isipasi
politik, sebagaimana telah disinggung di muka. Bahkan, dapat dikatakan bahwa citra politik dan pendapat umum merupakan konsekuensi-konsekuensi dari proses komunikasi politik yang bersifat mekanistis. Pembentukan pendapat umum dalam komunikasi politik sangat ditentukan oleh peranan media politik, terutama media massa. Pers, radio, film dan televisi, selain memberi fungsi
26
memberi informasi, mendidik, menghubungkan dan menghibur, juga membentuk citra politik dan pendapat umum yang merupakan dimensi penting dalam kehidupan politik. c. Partisipasi Politik dan Pemilihan Umum Komunikasi politik, sosialiaasi politik, citra politik, dan pendapat umum, pada akhirnya menuju pada sasaran dan tujuan, yaitu terciptanya partisipasi politik dan kemenangan para politikus dan partai politiknya dalam pemilihan umum. Keikutsertaan khalayak atau rakyat dalam memberikan suara dalam pemilihan umum, merupakan konsekuensi atau efek komunikasi yang sangat penting. P emil ihan umum han yal ah sal ah sat u bent uk part i si pasi polit ik dari rakyat . Hal ini merupakan efek motorik atau behavior dari komunikasi politik yang bersifat mekanistis. Partisipasi politik menurut James N. Rosenau, Dan D . N i m m o ( 2 0 0 0 : 1 2 6 ) , dilakukan oleh khalayak politik yang
bukan
politikus
atau
bukan
pemimpin politik dan
pengikutnya. Mereka itu disebut sebagai partisipan politik. Dengan kata lain, jika politikus sebagai komunikator politik, partisipan politik adalah khalayak politik. Jadi, dari perspektif mekanistis komunikasi politik dapat dijelaskan bahwa dalam partisipasi politik terdapat komunikator politik yaitu politikus dan terdapat pula khalayak politik yang disebut partisipan politik.22
22
Dan D. Nimmo, Komunikasi Politik & (Khalayak dan efek). (terjemahan tjun Sujaman). Bandung:
27
Partisipan politik menurut Rosenau (1974:7-11) terdiri atas dua jenis. Pertama, para pengamat yang memperhatikan politik tidak hanya selama pemilihan umum, melainkan di antara pemilihan umum yang satu dengan pemilihan umum yang lain. Mereka pada umumnya khalayak media (pembaca surat kabar, pendengar radio, dan pemirsa televisi), serta aktif dalam dalam diakusi, seminar dan memberikan komentar melalui media massa. Kedua, partisipasi aktif (istilah dari saya) adalah khalayak yang bukan saja mengamati, tetapi giat melakukan komunikasi dengan para pemimpin
politik
atau
politikus, baik di pemerintahan maupun di parlemen. Biasanya partisipasi aktif ini di mobiliaasi oleh komunikator politik, terutama, oleh para politikus. Mereka juga khalayak media (pembaca surat kabar, pendengar radio dan pemirsa televisi). Kegiatan
pemilihan
umum
yang
berkaitan
langsung
dengan
komunikasi politik ialah kampanye dan pemungutan suara. Kampanye pemilihan umum merupakan suatu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara. persuasive (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retrorika, public relations, komunikasi massa, dan lobi. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakai oleh para kandidat atau politikus selaku komunikator politik. Remaja Rosda Karya, Tahun 2000, hal 126.
28
d. Pemilu dan Kebijakan Publik Tujuan komunikasi politik yang tidak kalah pentingnya ialah mempengaruhi kebijakan publik (public policy) dalam segi kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Kebijakan yang berkaitan dengan hal tersebut, miaalnya politik luar negeri; politik dalam negeri; politik pertahanan; politik hukum; politik ekonomi; politik keuangan. Dalam hal ini, politik diartikan sebagai kebijakan (policy) yang pada dasarnya tertuang dalam bentuk kebijakan umum, peraturan dan perundang-undangan.
2.1.7. Komunikator Politik Meskipun setiap orang boleh berkomunikasi tentang politik, namun yang melakukannya secara tetap dan berkesinambungan jumlahnya relatif sedikit. Walaupun sedikit, para komunikator politik ini memainkan peran sosial yang ut am a, t erut am a dal am proses opi ni pub l i k. Dan D. Ni m m o (1989) mengklasifikasikan komunikator utama dalam politik sebagai berikut: politikus; professional dan aktivis. 1. Politikus Politikus adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah, tidak peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau pejabat karier, dan tidak mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudikatif. Daniel Katz (dalam Dan D. Nimmo, 1989) membedakan politikus ke dalam dua hal yang berbeda berkenaan dengan sumber kejuangan kepentingan
29
politikus pada proses politik. Yaitu: politikus ideolog (negarawan); Serta politikus partiaan. a) Politikus ideolog adalah orang-orang yang dalam proses politik lebih memperjuangkan kepentingan bersama/publik. Mereka tidak begitu terpusat perhatiannya kepada mendesakkan tuntutan seorang langganan atau kelompoknya. Mereka lebih menyibukkan dirinya untuk menetapkan tujuan kebijakan yang lebih luas, mengusahakan reformasi, bahkan mendukung perubahan revolusioner, jika hal ini mendatangkan kebaikan lebih bagi bangsa dan negara. a. Politikus partisan adalah orang-orang yang dalam proses politik lebih memperjuangan kepentingan seorang langganan atau kelompoknya. Dengan demikian, politikus utama yang bertindak sebagai komunikator politik yang menentukan dalam pemerintah Indonesia adalah: para pejabat eksekufif (presiden, menteri, gubernur, dsb.); para pejabat eksekutif (ketua MPR, Ketua DPR/DPD, Ketua Fraksi, Anggota DPR/DPD, dsb.); para pejabat
yudikatif
(
Ketua/anggota
Mahkamah
Agung,
Ketua/Anggota Mahkamah Konstitusi, Jaksa Agung, Jaksa, dsb ). 2. Profesional Profesional
adalah
orang-orang
yang
mencari
nafkahnya
dengan
berkomunikasi, karena keahliannya berkomunikasi. Komunikator profesional adalah peranan sosial yang relatif baru, suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya mempunyai dua dimensi utama: munculnya media massa; dan perkembangan Serta merta media khusus ( seperti majalah untuk
30
khalayak khusus, stasiun radio, dsb ). yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan. Baik media massa maupun media khusus mengandalkan pembentukan dan pengelolaan lambang-lambang dan khalayak khusus. Di sini masuklah komunikator profesional
―yang mengendalikan
keterampilan yang khas dalam mengolah simbol-simbol dan yang memanfaatkan keterampilan ini untuk menempa mata rantai yang menghubungkan orangorang yang jelas perbedaannya atau kelompok-kelornpok yang dibedakan". James Carey (dalam Dan D. Nimmo, 1989) mengatakan bahwa komunikator profesional adalah makelar simbol, orang yang menerjemahkan sikap, pengetahuan, dan minat suatu komunitas bahasa ke dalam istilah-istilah komunitas bahasa yang lain yang berbeda tetapi menarik dan dapat dimengerti. Komunikator profesional beroperasi (menjalankan kegiatannya) di bawah desakan atau tuntutan yang di satu pihak, dibebankan oleh khalayak akhir dan, di lain pihak, oleh sumber asal. Seperti politikus yang dapat dibedakan politikus ideolog dan partisan, profesional mencakup parajurnalis pada satu sisi, dan parapromotor pada sisi lain. a. Kita membicarakan jurnalis sebagai siapun yang berkaitan dengan media berita dalam pengumpulan, persiapan, penyajian, dan penyerahan laporan mengenai Peristiwa-peristiwa. Ini meliputi reporter yang bekerja pada koran, majalah, radio, televisi, atau media lain; koordinator berita televisi; penerbit; pengarah berita; eksekutif stasiun atau jaringan televisi dan radio; dan sebagainya. Sebagai komunikator profesional, jurnalis secara khas adalah
31
karyawan organisasi berita yang menghubungkan sumber berita dengan khalayak. Mereka bisa mengatur para politikus . untuk berbicara satu sama lain, menghubungkan politikus dengan publik umum, menghubungkan publik umum dengan para pemimpin, dan membantu menempatkan masalah dan peristiwa pada agenda diakusi publik. b. Promotor adalah orang yang dibayar untuk mengajukan kepentingan langganan tertentu. Yang termasuk ke dalam promotor adalah agen publisitas tokoh masyarakat yang penting, personel hubungan masyarakat pada organisasi swasta atau pemerintah, pejabat informasi publik pada jawatan pemerintah, skretaria pers kepresidenan, personel permanan perusahaan, manajer kampanye dan pengarah publisitas kandidat politik, spesialia teknis (kameramen, produser dan sutradara film, pelatih pidato, dsb.) yang bekerja untuk kepentingan kandidat politik dan tokoh masyarakat lainnya, dan semua jenis makelar simbol yang serupa. 3. Aktivis Aktivis adalah komunikator politik utama yang bertindak sebagai saluran organisasional
dan interpersonal.
Pertama,
terdapat
jurubicara
bagi
kepentingan yang terorganisasi. Pada umumnya orang ini tidak memegang ataupun mencita-citakan jabatan pada pemerintah; dalam hal ini komunikator tersebut
tidak seperti
menjadi
lapangan
politikus
yang membuat politik
kerjanya. Juru bicara ini biasanya juga bukan
profesional dalam komunikasi. Na m u n , i a c u k u p t e r l i b a t b a i k d a l a m p o l i t i k d a n s e m i p r o f e s i o n a l d a l a m komunikasi politik.
32
Berbicara untuk kepentingan yang terorganisasi merupakan peran yang serupa dengan peran politikus partisan, yakni mewakili t u n t u t a n keanggotaan suatu organisasi. dalam hal lain jurubicara i n i s a m a d e n g a n j u r n a l i s , ya k n i m e l a p o r k a n k e p u t u s a n d a n kebijakan
pemerintah
kepada
anggota
suatu
organisasi. Kedua, terdapat pemuka pendapat yang bergerak dalam jaringan interpersonal. Sebuah badan penelitian yang besar menunjukkan bahwa banyak warga negara yang dihadapkan pada pembuatan keputusan y a n g b e r s i f a t politia, meminta petunjuk dari orang-orang yang dihormati mereka. Apakah untuk mengetahui apa yang harus dilakukannya atau memperkuat putusan yang telah dibuatnya. Orang yang dimintai petunjuk dan informasinya itu adalah pemuka pendapat. Mereka tampil dalam dua bidang: A. Mereka sangat m e m p e n g a r u h i k e p u t u s a n o r a n g l a i n ; a r t i n y a , seperti
politikus
ideologia
dan
promotor profesional, mereka
meyakinkan orang lain kepada cara berpikir m e r e k a . meneruskan
informasi
masyarakat
umum.
politik
Dalam
dari
arus
med ia
B.
Mereka
berita
kepada
komunikasi
dua
tahap
g a g a s a n s e r i n g m e n g a l i r d a r i media massa kepada pemuka pendapat dan mereka kepada bagian pe n d u d u k y a n g k u r a n g a k t i f . b a n y a k s t u d i y a n g m e m b e n a r k a n p e n t i n g n y a k e pemimpinan pendapat melalui komunikasi interpersonal sebagai alat untuk mengetahui peristiwaperistiwa yang penting.
33
2.1.8. Komunikator Politik dan Kepemimpinan Politik Dan D. Nimmo (1989) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu hubungan di antara orang-orang di dalam suatu kelompok yang di dalamnya satu atau lebih orang (pemimpin) mempengaruhi yang lain (pengikut) di dalam setting tertentu. Lebi h l anj ut, Il m uwan polit ik Lew i s A. Fro m an (dal am . Dan
D.
Nimm o ,
1989)
merangkumkan
kecenderungan
yang
membedakan pemimpin dan bukan pemimpin di dalam kelompok. Pemimpin (1) memperoleh kepuasan yang beragam karena menjadi anggota kelompok; (2) lebih kuat dalam memegang nilai-nilai mereka; (3) memiliki kepercayaan yang lebih besar tentang kelompok itu dan hubungannya dengan kelompok lain, pemerintah, masalah politik, dan sebagainya; (4) kurang kemungkinannya untuk berubah kepercayaan, nilai, dan pengharapannya karena tekanan yang diberikan kepadanya; (5) lebih mungkin membuat keputusan mengenai
kelompok
berdasarkan
kepercayaan,
nilai
dan
pengharapan
sebelumnya; dan (6) lebih berorientasi kepada masalah, terutama mengenai masalah yang menyangkut perolehan matarial, alih-alih kepuasan yang kurang nyata atau pertanyaan yang penuh emosi. Lebih dari itu, yang dilakukan pemimpin adalah melakukan kegiatan berorientasi tugas, yaitu menetapkan dan bekerja untuk mencapai prestasi atau tujuan kelompok, mengorganisasi agar pekerjaan. dapat diaelesaikan juga melakukan kegiatanberorientasi orang, sosial, atau emosi seperti perhatian terhadap keinginan dan kebutuhan pengikut, penciptaan hubungan pribadi yang hangat, pengembangan rasa Saling percaya, pengusahaan kerja sama, dan
34
pencapaian solidaritas sosial. Bagi komunikator politik, untuk menjadi pemimpin politik ia harus berperilaku sebagaimana yang diharapkan orang terhadap pemimpin; pengikut mengaitkan kepemimpinan dengan orang yang sesuai dengan pengertian mereka tentang apa pemimpin itu. Beberapa komunikator merupakan pemimpin karena posisi yang diduduki mereka di dalam struktur sosial atau kelompok terorganisasi yang ditetapkan dengan jelas. Di luar organisasi mungkin mereka tidak banyak artinya bagi orang. Komunikator seperti itu kita sebut pemimpin organisasi. Namun, komunikator yang tidak menduduki posisi yang ditetapkan dengan jelas; atau, jika menduduki posisi demikian, mereka berarti bagi orang karena alasan di luar peran keorganisasian. Komunikator politik yang merupakan pemimpin karena and yang ditemukan orang dalam, dirinya sebagm manusia, kepribadian, tokoh yang temama, dan sebagainya, kita beri Nama pemimpin simbolik.J Jelas bahwa sebagian besar politikus, komunikator profesional, dan aktivis politik adalah pemimpin organisasi. pejabat terpilih, atau karier mempunyai posisi formal kepemimpinan di dalam jaringan komunikasi yang terorganisasi yang membentuk pemerintah. Komunikator profesional Sering merupakan karyawan organisasi-wartawan yang bekerja pada organisasi media massa, dan promotor sebagai anggota orgamsasi mempublikasikan kepentingan perusahaan, jawatan pemerintah, kandidat atau partai politik. Jurubicara, sebagai komunikator aktivis adalah pembela organisasi. dari komunikator politik utama yang dilukiskan lebih dulu, hanya pemuka pendapat yang bekerja melalui keakraban yang disediakan oleh jaringan komunikasi interpersonal berada terutama di luar struktur organisasi
35
Yang diformalkan. Kepemimpinan dan kepengikutan adalah cara komplementer untuk meninjau suatu transaksi tunggal. 1. Bagi
para
pemimpin
ada
beberapa
ganjaran,
misalnya,
pemimpin mempunyai peluang yang lebih besar untuk menguasai keadaan dan mengendalikan nasibnya. Lebih dari itu, ada sesuatu yang menarik dalam kemampuan mempengaruhi orang lain, menegaskan kekuasaan di dalam kelompok, dan bahkan memberikan keuntungan dan kerugian. Kemudian ada ganjaran ekonomis. Pemimpin organisasi biasanya, menduduki posisi dengan gaji yang menarik; pemimpin simbolik sering mendapat bantuan keuangan dari pendukung yang kaya. Apa lagi, ada keuntungan yang meningkat karena memiliki status yang lebih tinggi, baik dalam arti bahwa anggota-anggota. kelompok menaruh rasa hormat kepada pemimpin mereka maupun dalam arti bahwa pemimpin itu menguasai cukup sumber nafkah melalui dukungan para pengikutnya, tinggal di rumah mewah, pasukan sekretaris dan asisten, transportasi yang nyaman, orang-orang Yang melayani semua ini bisa merupakan milik yang menyenangkan dan menjadi ganjaran yang pantas bagi para pemimpin. 2. Bagi
para
pengikut
ada
beberapa
keuntungan
yang
didapatkannya. Saliabury (dalam Dan D. Nimmo, 1989) meyakini ada tiga keuntungan utama yang diperoleh pengikut dari transaksi kepemimpinan-kepengikutan. Pertama, ada keuntungan matarial yang
36
terdiri atas ganjaran berupa barang dan jasa; kedua, keuntungan solidaritas yang berupa ganjaran sosial atau hanya bergabung dengan orang lain dalam kegiatan bersama sosialisasi, persahabatan, kesadaran status, identifikasi kelompok, keramahan, dan kegembiraan; ketiga, keuntungan ekspresif yang berupa keuntungan ketika tindakan yang bersangkutan mengungkapkan kepentingan atau nilai seseorang atau kelompok, bukan secara instrumental mengejar kepentingan atau nilai. Beberapa orang, misalnya, mendapat kepuasan hanya dengan mendukung seorang calon politik sebagai cara mengatakan kepada orang lain bahwa mereka menentang kejahatan, atau perang, atau kemiskinan, atau korupsi. 3. Jika dirangkum, terdapat ikatan di antara pemimpin dan pengikut yang ditempa oleh kepuasan matarial, sosial, dan emosional yang diturunkan orang dari keikutsertaan dalam politik. Kepuasan ini, terutama yang kurang berwujud, yaitu jenis sosio emosional, muncul di dalam dan melalui proses komunikasi. Komunikasi menciptakan, mendorong, atau menghancurkan rasa solidaritas di antara orang-orang dan rasa puas pribadi dalam mengungkapkan harapan dan cita-cita, ketakutan dan kegelisahan orang. Kemudian, sampai taraf yang sangat Luas, ikatan antara pemimpin dan pengikut adalah ikatan komunikasi. Oleh sebab itu, komunikator politik utama memainkan peran strategis, bertindak sebagai pemimpin politik dengan menyiarkan peran-peran yang oleh para pengikutnya dianggap berarti dan memuaskan, sesuai
37
dengan kepentingan dan nilai-nilai yang mereka yakini.
2.1.9. Komponen Efektivitas Komunikator Politik Dalam komunikasi politik, komunikator politik merupakan salah satu faktor yang menentukan efektivitas komunikasi. Beberapa studi mengidentifikasi sejumlah karakteristik yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain. Richard E. Petty dan John Terrence Cacioppo dalam bukunya Attitudes and Persuasion: Classic and Contemporary Approaches, dikatakan bahwa ada empat komponen yang harus ada pada komunikator politik, yaitu communicator credibility, communicator attractiveness, communicator similarity dan communicator power (Petty, 1996). 1. Kredibilitas Kredibilitas sumber mengacu pada sejauh mana sumber dipandang memiliki keahlian dan dipercaya. Semakin ahli dan dipercaya sumber informasi, semakin efektif peran yang diaampaikan. Kredibilitas mencakup keahlian sumber (source expertise) dan kepercayaan sumber (source trustworthiness). a. keahlian sumber adalah tingkat pengetahuan yang dimiliki sumber terhadap subjek di mana ia berkomunikasi. Sementara kepercayaan sumber adalah sejauh mana sumber dapat memberikan informasi yang tidak memihak dan jujur. Para peneliti telah menemukan bahwa keahlian dan kepercayaan memberikan kontribusi independen terhadap e f e k t i v i t a s s u m b e r . dibuktikan
oleh
Petty
bahwa,
"expertise
was
t heref ore i mport ant i n i nduci ng att i t ude change, espe c i a l l y
38
w hen t hat advocated position was quite different from the recipients” initial attitude karena sumber yang sangat kredibel menghalangi pengembangan argumen tandingan, maka sumber yang kredibel menjadi lebih persuasif dibanding sumber yang kurang kredibel. S e b a g a i m a n a dikemukakan Lorge dari hasil penelitiannya, bahwa "a high credibility source was more persuasive than a l o w c r e d i b i l i t y source if attitudes were measured inimediately after the message" (Petty, 1996). b. Sementara, aspek kepercayaan itu sendiri memiliki indikator-indikator antara lain tidak memihak, jujur, memiliki integritas, mampu, bijaksana, mempunyai kesungguhan dan simpatik. 2.
Daya tarik Daya
tarik
seorang
komunikator
bisa
terjadi
karena
penampilan fisik, ga ya b i c a r a , s i f a t p r i b a d i , k e a k r a b a n , kinerja,
keterampilan
komunikasi
dan
perilakunya.
Sebagaimana dikemukakan Petty (1996): Two communicators may be trusted experts on some issue, but one may be more liked or more physically attractive than the other... in part because of his physical appearance, style of speaking and mannerism, ... the attractiveness ia due to the performance, communication skills, self evaluation ... by verbal and by the behavioral measure. "
Daya
tarik
fisik
sumber
(source
physical
attractiveness)
merupakan syarat kepribadian. Daya tarik fisik komunikator yang menarik umumnya lebih sukses daripada yang tidak menarik dalam mengubah kepercayaan. Beberapa item yang menggambarkan daya tarik seseorang adalah
39
tampan atau cantik, sensitif, hangat, rendah hati, gembira, dan lain-lain. 3.
Kesamaan Sumber disukai oleh audience bisa jadi karena sumber tersebut mempunyai kesamaan dalam hal kebutuhan, harapan dan perasaan. Dari kacamata audience maka sumber tersebut adalah sumber yang menyenangkan (source likebility), yang maksudnya adalah perasaan positif yang dimiliki konsumen (audience) terhadap sumber informasi. Mendefinisikan menyenangkan memang agak sulit karena sangat bervariasi antara satu orang dan orang lain. Namun secara umum, sumber yang menyenangkan mengacu pada sejauh mana sumber tersebut dilihat berperilaku sesuai dengan hasrat mereka yang mengobservasi. Jadi, sumber dapat menyenangkan karena mereka bertindak atau mendukung kepercayaan yang hampir sama dengan komunikan. Sumber yang menyenangkan (sesuai kebutuhan, harapan, perasaan komunikan) akan mengkontribusi efektivitas komunikasi, bahkan lebih memberikan dampak pada perubahan perilaku. Bila itu terjadi, sumber tersebut akan menjadi penuh arti bagi sumber, artinya adalah bahwa sumber tersebut mampu mentransfer arti ke produk atau jasa yang mereka komunikasikan.
4.
Power Power, menurut Petty (1996) adalah "the extent to which the source can administer rewards or punishment." Sumber yang mempunyai power, menurutnya, akan lebih efektif dalam penyampaian pesan dan sumberannya, daripada sumber yang kurang atau tidak mempunyai power. Pada dasarnya, orang akan mencari sebanyak mungkin penghargaan dan menghindari
40
hukuman. Sebagaimana dikemukakan oleh Kelman (dalam Petty, 1996) bahwa, "people simply report more agreement with the powerful source to maximize their rewards and minimize their punishment. Jadi pada dasarnya harus ada tiga syarat untuk menjadi seorang powerful communicator, yaitu: (1) the recipients of the communication must believe that the source can indeed administer rewards or punishment to them; (2) recipients must decide that the source will use theses rewards or punishment to bring about their compliance; (3) the recipients must believe that the source will find out whether or not they comply (Petty, 1996). Dengan dihasilkan dan terpeliharanya kepatuhan, artinya komunikator dapat mempengaruhi atau mempersuasi perilaku komunikan. Dalam upayanya mempersuasi komunikan, biasanya ada dua faktor penunjang yang harus diperhatikan pula oleh komunikator. Dua faktor tersebut adalah keterlibatan sumber dan kepentingan isu bagi sumber. Keterlibatan yang tinggi menghasilkan efektivitas pesan yang tinggi pula, dan isu Yang semakin dekat dengan kepentingan penerima, biasanya akan lebih mendorong efektivitas pesan.23
2.1.10. Politikus sebagai Komunikator Politik Komunikator politik yang menjadi pengamatan dalam penelitian ini adalah politikus. Orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah harus dan memang berkomunikasi tentang politik. Kita menamakan calon atau
23
Dan Nimmo, 1989. Komunikasi Politik komunikator, Pesan dan media (edisi Terjemahan oleh Tjun Surjaman). Bandung: PT. Remaja Rosdakaa. Hal 61-63
41
pemegang jabatan ini politikus, tak peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau pejabat karier, dan tidak mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif atau yudikatif. Pekerjaan mereka adalah aspek utama, dari kegiatan ini. Dalam kewenangannya yang pertama politikus itu berkomurnkasi sebagai wakil suatu kelompok atau langganan; pesan-pesan politikus itu mengajukan dan atau melindungi tujuan kepentingan politik; artinya, komunikator politik mewakili kepentingan kelompok.24 Para Politisi dapat dibagi menjadi politisi yang berada L d a l a m s t r u k t u r formal dan informal. Politisi yang berada dalam struktur formal lebih dialamatkan kepada infrastruktur, yang dapat dikualifikasikan kedalam : 1. Politisi yang bergabung dalam wadah partai politik. 2. Politisi yang menekuni perkembangan dan peristiwa-peristiwa politik (para pengamat politik). 3. Politisi yang mengembangkan konsep pemikiran melalui tulisantulisan atau karangan-karangan (ilmuwan politik). 4. Politisi yang tergabung dalam suatu asosiasi yang berlatar belakang keilmuan (di Indonesia disebut Asosiasi Ilmu Politik Indonesia)25
2.1.2. Citra Politik Dal am kont eks ini , pengerti an cit ra sangat berkait an dengan ci t ra sebuah l em baga i nstit usi yai t u part ai poli ti k. Dal am kondisi apapun, cit ra adal ah kat a kunci untuk diterima tidaknya oleh masyarakat, artinya citra suatu lembaga baik maka kemungkinan besar gagasan, visi, misi 24 25
Op.Cit, Dan Nimmo, hal 30 Modul Komunikasi Politik UMB Kegiatan Belajar 2
42
partai sekaligus program partai akan lebih mudah diterima, demikian juga sebaliknya, oleh sebab itu, tugas utama adalah bagaimana partai mampu menjadikan image agar nama baik partai tetap baik.26 Citra berasal dari bahasa Jawa, yang berarti gambar. Kemudian dikembangkan menjadi gambaran sebagai padanan perkataan image dalam bahasa Inggria. Jadi citra politik dapat dipahami sebagai gambaran seseorang tentang politik (kekuasaan, kewenangan, konflik dan konsensus).27 Selanjutnya citra politik dapat dirumuskan sebagai suatu gambaaran tentang politik (kekuasaan, kewenangan, konflik dan konsensus) yang memiliki makna, kendatipun tidak selamanya sesuai dengan realitas politik yang sebenarnya. Citra politik tersusun melalui persepsi yang berinakna tentang gejala politik dan kemudian menyatakan makna itu melalui kepercayaan, nilai, dan pengharapan dalam bentuk pendapat pribadi yang selanjutnya dengan berkembang menjadi pendapat umum.28 Dan D. Nimmo menjelaskan bahwa citra seseorang tentang politik yang terjalin melalui pikiran, perasaan dan kesucian subyektif akan memberi kepuasan baginya, dan memiliki paling sedikit tiga kegunaan, yaitu:29
1. Memberi pemahaman tentang peristiwa politik tertentu 2. Kesukaan atau ketidaksukaan umum kepada citra seseorang tentang politik menyajikan dasar untuk menilai objek politik. 26
Bawono Kumoro, Berhenti Memanggil Mereka Wakil Rakyat, dapat diakses di http://suarokezone.com/read/2o11/04/08/58/443784/berhenti-mengakui-mereka-wakil-rakyat 27 Anwar Arifin, Pencitraan dalam Politic (Strategi Pemenangan Pemilu dalam Perspektif Komunikasi Politik). Jakarta: Pustaka Indonesia. 2006. 28 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Remadja Karya, 2002, hal 25 29 Dan D. Nimmo, Komunikasi Politik (khalayak dan Efek). (Terjemahan Tjun Surjaman), dalam Pencitran dalam Politik Prof Dr. Anwar Arifin, Jakarta: Pustaka Indonesia 2006, hal 1-4.
43
3. Citra diri seseorang memberikan cara menghubungkan diri dengan orang lain. Menurut Nimmo, citra politik seseorang akan membantu dalam pemahaman, penilaian dan pengidentifikasian peristiwa, gagasan, tujuan atau pemimpin politik. Citra politik juga membantu bagi seseorang dalam memberikan alasan yang dapat diterima secara subjektif tentang segala sesuatu hadir sebagaimana tampaknya tentang preferensi politik. Citra politik akan menjadi perhatian penting jika seseorang menganggap bahwa dalam memenuhi kebutuhan fisik, sosial dan psikologia, hanya dapat diatasi dan dilakukan oleh Negara. Orang bertukar citra politik melalui komunikasi politik sebagai cara untuk menyelesaikan konflik dan mencari konsensus dalam upaya manusia dan masyarakat memenuhi kebutuhankebutuhan dasarnya. Para politikus atau pemimpin politik sangat berkepentingan dalam pembentukan citra politik melalui komunikasi politik dalam usaha menciptakan stabilitas sosial dengan memenuhi tuntutan rakyat. Misalnya pengumuman Presiden bahwa kesulitan ekonomi sudah teratasi, dengan sendirinya akan membangkitkan citra tentang masa depan yang lebih baik bagi rakyat, dan bahkan mungkin masa jabatan Presiden itu perlu diperpanjang dengan memilihnya kembali dalam pemilihan umum yang akan datang. Justru itu para politikus dan pemimpin politik, harus berusaha menciptakan dan mempertahankan tindakan politik yang membangkitkan citra yang memuaskan, supaya dukungan pendapat umum dapat diperoleh dari rakyat sebagai khalayak komunikasi politik.30
30
Ibnu
Hamad,
Media
dan
Demokrasi
Indonesia,
dapat
diakses
di
balitbang
44
2.1.2.1. Jenis Citra M. Linggar Anggoro menjelaskan tentang jenis citra yaitu:31 1. Citra Bayangan (mirror image) Citra bayangan adalah citra yang dibentuk oleh orang-orang yang dalam organisasi terhadap organisasinya sendiri yang diperoleh dari pandangan orang diluar terhadap lembaganya. Citra bayangan ini seringkali tidak tepat karena cenderung selalu positif. Citra yang diperoleh adalah citra yang hebat tentang diri sendiri dan percaya bahwa orang lain juga memiliki pandangan atau penilaian citra yang sama dengan orang yang berada di dalam organisasi. 2. Citra yang Berlaku (Current Image) Citra yang berlaku adalah kebalikan dari citra bayangan, citra, yang berlaku diperoleh dari penilaian dan pandangan masyarakat diluar organisasi itu sendiri. Dengan demikian masyarakat dalam memberikan penilaian citra adalah dengan berdasarkan pada pengalaman dan pengetahuan masyarakat atau informasi yang terbatas tentang organisasi. Citra yang berlaku juga seringkali tidak tepat, karena cenderung selalu negatif. Orang yang berada diluar organisasi seringkali tidak memiliki informasi yang lengkap tentang organisasi yang dia sendiri tidak menjadi anggotanya. 3. Citra harapan (Wish Image) Suatu organisasi dipastikan mempunyai tujuan yaitu citra, yang diharapkan depkominfo.go.id/adfile/jurnal/…/53/naskah%20ibnu.rtf 31
M.Linggar Anggoro, Teori dan Persepsi Kehumasan, Bumi Kasara, Jakarta 2002,hal 4
45
oleh manajemen organisasi itu sendiri. Citra harapan ini tentu saja bukan citra, yang realiatik karena citra harapan sudah ditentukan lebih dahulu oleh organisasi dan tentu saja pasti selalu baik. Citra harapan ini dijadikan acuan dalam melaksanakan program komunikasi organisasi untuk mewujudkan citra yang telah ditentukan. 4. Citra Organisasi atau Lembaga, (Corporate Image) Citra organisasi atau lembaga meliputi citra yang diperoleh dari masyarakat atas penilaian yang menyeluruh tentang organisasi baik citra atas produk hasil organisasi atau lembaga. Citra, atas jasa, pelayanan yang diberikan oleh organisasi atau lembaga, termasuk citra positif yang diperoleh organisasi atau lembaga dari sejarah dan diriwayat mulai berdiri, citra yang diperoleh dari sektor keuangan, proses produksi, hubungan industri, Serta citra yang diperoleh dari seluruh relasi yang terkait dengan organisasi atau lembaga. 5. Citra Majemuk (Multiple Image) Citra majemuk merupakan citra yang diperoleh organisasi atas citra masing masing unit yang berada dalam organisasi itu sendiri. Tiap unit dari organisasi secara sengaja atau tidak, akan memunculkan citra tersendiri yang belum tentu sama dengan citra organisasi secara keseluruhan. Variasi citra majemuk ini sebaiknya ditekan seminim mungkin untuk disampaikan dengan citra organisasi, sehingga yang muncul adalah citra secara keseluruhan terhadap organisasi atau lembaga.
46
2.1.2.2. Proses Terbentuknya Citra Citra adalah tujuan utama dan sekaligus merupakan reputasi dan prestasi yang hendak dicapai. pengertian citra abstrak dan tidak dapat diukur secara Sistematis, tetapi wujudnya bisa dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk, seperti tanggapan baik atau buruk, seperti penerimaan dan tanggapan negatif atau positif yang khususnya datang dari publik dan masyarakat luas umumnya. Dalam bagan berikut dapat dilihat proses terbentuknya citra. Public
Original message
Phsycal
Filter selective
Relation
Stimulus Faktor
Receptor
Attention
Image
Perception
Perceived
Teori Image Building32 Dalam pembentukan citra dapat dilihat dari teori image building dimana citra akan terlihat terbentuk melalui proses sumberan secara fisik (panca indera), masuk ke saringan perhatian (attention filter) lalu menghasilkan pesan yang dapat dimengerti atau dilihat (perceived massage), yang kemudian berubah menjadi persepsi dan akhirnya citra.
2.1.3. Partai Politik 2.1.3.1 Pengertian Partai Politik Mengenai pengertian partai politik cukup banyak sarana telah mengemukakan
32
Wayne M Seloize, The Marketing Communication Process, McGraw Hill, Kagakusha., 1976, hal 44
47
pendapatnya, antara lain sebagai berikut :33 (1) Carr, "Political party ia an organization that attempts and maintain control of goverment" (Partai politik adalah suatu organisasi yang berusaha untuk mencapai dan memelihara pengawasan terhadap pemerintah). (2) Nimmo, "a political party ia an coalition of fairly stable, enduring, and frequently conflicting interest, organized to mobilize support in competitive election in order to control policy making" (3) Ranney, "a political party ia an organization that sponsors candidates for political offer under the organization's name." Pengertian yang hampir sama juga dikemukakan oleh Budihardjo bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terkelola yang anggota -anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik atau merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum. Sementara itu pengertian partai politik menurut Undang-undang No.31 Tahun 2002 Republik Indonesia dinyatakan bahwa "Partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum." Berdasarkan berbagai pengertian partai politik yang telah dikemukakan, ada
33
Hafid Cangara, Komunikasi Politik "konsep,teori dan strategi", dapat diakses di http://booksgoogle.co.id/books?id
48
tiga prinsip dasar dari partai politik, yakni sebagai berikut:34 1. Partai sebagai koalisi, yakni membentuk koalisi dari berbagai kepentingan untuk membangun kekuatan mayoritas, Partai yang dibentuk atas dasar koalisi didalamnya terdapat fraksi-fraksi. Dalam tubuh Partai GOLKAR misalnya ada fraksi Kosgoro, MKGR, dan Korpri (sebelum tahun 1999) terdapat fraksi NU, Parmusi, Perti, dan PSII. Kehadiran fraksi-fraksi dalam partai besar sering mengacaukan kesatuan partai karena satu sama lain berusaha menjadi dominan dalam partai. Ketidakcocokan dalam partai terutama muncul dalam hal penetapan atas perjuangan, program, kepengurusan organisasi, dan pencalonan kandidat.
2. Partai sebagai organisasi, untuk menjadi institusi yang eksis, dinamis, dan berkelanjutan partai politik harus dikelola. Partai harus dibina dan dibesarkan selungga, mampu menarik dan menjadi wadah perjuangan, sekaligus representasi dari sejumlah orang atau kelompok. Tugasnya, adalah mencalonkan anggota untuk pemilu dengan label partai, mengambil bagian dalam pemilu, mengajukan calon yang diaepakati, mengumpulkan dana, dan membuat isu propaganda dalam kampanye. Untuk itu, partai politik melakukan mobiliaasi kepada anggota-anggotanya untuk loyal kepada partai.
3. Partai sebagai pembuat kebijakan (policy making). Partai politik juga berbeda dengan kelompok sosial lainnya dalam hal pengambilan kebijakan. Partai politik mendukung secara konkret para calon yang mereka ajukan untuk menduduki jabatan-jabatan publik. Dari posisi ini mereka memiliki kekuasaan
34
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedis 2007, 403
49
untuk mempengaruhi atau mengangkat petugas atau karyawan dalam lingkup kekuasaannya, bahkan turut memberi pengaruh dalam pengambilan kebijakan di kementrian dimana kader partai menduduki posisi yang sama melalui kolegitas partai. Berdasarkan tiga prinsip dasar partai politik di atas, bisa dibedakan antara partai politik, gerakan (movement) dan kelompok penekan. Gerakan adalah Sebuah kelompok atau golongan yang ingin mengadakan perubahan, atau menciptakan suatu lembaga masyarakat baru dengan memakai cara-cara politik. Gerakannya lebih terbatas dan sifatnya fundamental, dan kadang-kadang bersifat ideologi, mengikat para anggotanya sehingga mampu menumbuhkan suatu identitas kelompok (group identity) yang kuat. Sebuah gerakan memiliki organisasi yang kurang kuat dibandingkan dengan partai politik, dan tidak pemah mengelola iri untuk ikut bertarung dalam pemilu. Kelompok penekan (pressure group) biasanya lebih banyak digunakan dengan istilah kelompok kepentingan (interest group). Kelompok ini memperjuangkan suatu kepentingan dan memberi pengaruh terhadap kekuatankekuatan politik yang ada di parlemen untuk mendapatkan keputusan yang merugikan. Kelompok penekan berusaha mempengaruhi pemegang posisi pada jabatan pemerintahan, dan memberi dukungan kepada calon yang diajukan oleh partai karena ada kepentingan. Kelompok penekan tidak menempatkan wakil dalam parlemen, tetapi berusaha mempengaruhi 1-2 partai atau fraksi yang ada di dalam parlemen. Kelompok ini mewakili berbagai golongan dan lebih banyak memperjuangkan kepentingan umum, misalnya kelompok pecinta alam (green
50
peace), kelompok peduli satwa langka, parlement watch, dan semacamnya.35
2.1.3.2. Tujuan Partai Politik Dalam Undang-undang No.2 Tahun 2008 Pasal 10 dinyatakan bahwa: (1)
Tujuan umum partai politik adalah:
1) Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
2) Menjaga dan memelihara keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia. 3) Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakayat dalam negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
4) Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. (2) Tujuan khusus, partai politik adalah :
1) Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan.
2) Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3) Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
35
Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1955
51
2.1.3.3. Fungsi partai politik Di Indonesia mengenai fungsi partai politik telah diatur dalam UndangUndang No.2 Tahun 2008, Pasal 12 sebagai berikut36: (1) Pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi warga Negara Republik Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (2) Penciptaan iklim yang kondusif serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk mensejahterakan masyarakat. (3) Penyerap, penghimpunan, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara. (4) Partisipasi politik warga negara Indonesia (5) Rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. Ada beberapa macam Sistem kepartaian yang diberlakukan oleh negara baik yang memakai Sistem pemerintahan demokrasi maupun yang memakai Sistem pemerintahan autokrasi. Budihardhjo membagi atas empat macam bentuk partai, yaitu:37 1. Partai Massa Partai massa mengandalkan jumlah anggota yang besar, dan biasanya terdiri dari banyak golongan yang bergabung dibawah payung partai, misalnya GOLKAR. 2. Partai Kader 36 37
Undang-undang Republik Indonesia No. 2 tAun 2008 tentang Partai Politik Op. Cit. Miriam Budiardjo
52
Partai Kader mengutamakan kedekatan organisasi dan disiplin para anggotanya. Untuk menjaga kemurnian perjuangan partai, kalau perlu, anggota yang tidak disiplin dipecat karena keluar dari garis perjuangan, misalnya PKS. 3. Partai Lindungan Partai lindungan, memiliki organisasi nasional, disiplin lemah dan tidak mementingkan aturan. Tujuannya hanya untuk memenangkan pemilu. Oleh karena itu, aktivitasnya hanya kelihatan menjelang pemilu. Contoh partai Demokrat dan Partai Republik di AS. 4. Partai Ideologi Partai ideologi memiliki pandangan hidup yang digariskan melalui kongres atau musyawarah nasional. penerimaan anggota partai melalui saringan, sedangkan untuk menjadi pimpinan partai harus melalui saringan, sedangkan untuk menjadi pimpinan partai harus melalui proses, pengkaderan dari bawah, miaalnya Partai Komunia, Partai Sosialia dan Partai Fasciame. Selain pembagian yang telah disebutkan, Maurice Duverger juga membagi Sistem kepartaian atas tiga macam, yakni: 1. Sistem Partai Tunggal (One-Party Sistem) Sistem ini merupakan model lama dalam bidang pemerintahan, yakni Sistem authoritharian (otoriter) yang digerakan oleh satu partai tunggal yang berkuasa. Sistem partai tunggal hanya mengakui satu partai saja yang diperkenankan dalam suatu negara. Menurut Jerry J. Wiatr dalam Ranney, Sistem partai tunggal ada tiga fraksi, yakni a. Monoparty Sistem
53
Sistem partai tunggal (monoparty) dipraktikan oleh Partai Komunis Uni Soviet (PKUS) di bawah kepemimpinan Lenin, Stalin, dan Breshnev, Partai Nazi di Jerman di bawah kepemimpinan Hitler, Partai Fracia di Italia di bawah Mussolini, dan Partai komunis Kuba di bawah Fidel Castro. Pemerintahan dikelola berlabel demokrasi palsu, sementara para pemimpin partai mengenakan pakaian gaya militer siap tempur dengan berbagai aksesori angkatan perang. Menurut Lenin dan Stalin, demokrasi harus disentralisasi, artinya setiap anggota masyarakat bebas berbicara, tetapi keputusan terakhir harus ditetapkan oleh partai sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Kritik hanya boleh dilakukan oleh politbiro. Dalam tubuh partai juga terdapat polisi rahasia (KGM) yang bertugas mendeteksi dan menghukum siapa yang tidak loyal terhadap keputusan partai.
b. Hegemoni Sistem Di eropa Timur, beberapa negara yang tadinya bekas imperium Jerman sesudah merdeka membangun Sistem kepartaian yang disebut "demokrasi rakyat", tetapi tidak identik dengan Partai Komunia Uni Soviet. Pada Sistem hegemoni tidak ditemukan tantangan yang berarti dalam front nasional, sebab partai sudah dipisahkan dengan identitas dan aktivitasnya. Tetapi sejak tahun 1989 Sistem ini mengalami perubahan yang lebih radikal dibanding dengan perubahan yang terjadi di Uni Soviet, sebab penguasa Partai Komunia Polandia W Jaruzelski tidak saja mengizinkan
54
dan memberi pengakuan kepada gerakan solidaritas buruh yang dipimpin oleh Lech walesa, tetapi juga melaksanakan pemilihan umum yang bebas dan terbuka luas untuk pertamakalinya sejak Perang Dunia ke-2. c.
Dominant Sistem Dinegara-negara yang menganut Sistem pemerintahan demokrasi,
terdapat wilayah di mana partai tertentu lebih dominan miaalnya di AS negara, bagian Louisiana dikuasai oleh Partai republik sejak 1854 sampai 1858. di Indonesia sebelum Pemilu daerah 2006 Aceh dan Kalimantan Selatan selalu didominati oleh PPP. Dalam Sistem partai dominan di negara-negara yang menganut demokrasi, partaipartai politik diperkenankan bersaing tanpa menghiraukan ideologi atau program-program yang mereka ajukan. Semua partai diberi kesempatan yang sama untuk menang dalam pemilu. 2. Sistem Dua Partai (Two-Party Sistem) Amerika serikat adalah salah satu dari sedikit Negara ynang menganut Sistem dua partai, yakni partai yang berkuasa dan partai oposisi, karena amerika serikat hanya dikenal dua partai besar, yakni partai demokrat dan partai republik, dan bila salah satunya berhasil memenangkan pemilihan umum ia akan menjadi partai berkuasa dalam pemerintahan, sementara yang lainnya akan mengambil sikap oposisi. 3. Sistem Multipartai (Multy-Party Sistem) Model Sistem multipartai atau banyak partai dianut oleh banyak
55
Negara, meski tidak ada jaminan bahwa Negara yang memiliki penduduk dalam jumlah besar tidak mempraktikan Sistem multipartai. Indonesia misalnya sejak keluarnya Maklumat no.X Tahun 1946 memperkenankan setiap kelompok masyarakat membentuk partai sebagai kendaraan politik guna mengisi jabatan dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sampai pemilu 1995. dalam pemilu 1995 ini sudah tercatat 28 partai politik sebagi peserta pemilu ditambah jalur perorangan (independen). Bahkan sejak digulirkannya reformasi politik oleh Presiden B.J Habibie, Indonesia telah memiliki kurang lebih 150 partai politik yang tercatat dalam Departemen, Kehakiman RI. 2.1.4. Media Massa dalam Komunikasi Politik Salah satu aktor penting dalam demokrasi modern adalah media massa. Dalam masyarakat yang mayoritas menggunakan media sebagai alat untuk mendapatkan informasi, agenda setting media berpengaruh kuat. Masyarakat menentukan pilihan maupun keputusan politiknya berdasarkan informasi yang diperolehnya melalui media. Disadari atau tidak oleh para pengguna media, agenda setting media untuk bidang politik mengarahkan pemikiran dan sikap politik si-pengguna media tersebut. Kondisi ini mengantar media massa sebagai sumber yang dominan tidak saja bagi individu tetapi juga bagi masyarakat dalam memperoleh gambaran dan citra realitas sosial. Asumsi ini didukung oleh berbagai teori tentang hubungan media dan khalayak diantaranya, Stinimulus Respon, Agenda Setting, The Spiral of Silence, Cultivation dan lain-lain. Teoriteori ini secara umum menjelaskan bahwa, apabila media memberikan tekanan
56
pada suatu peristi wa , maka i a akan mem pengaruhi khala yak untuk menganggapnya penting. Pada perspektif ini, media tidak menentukan what to think, tetapi what to think about. Nilai penting media massa (seperti radio, surat kabar, majalah, dan televisi) yang paling nyata adalah, kemampuannya dalam menjangkau jumlah audiens yang tidak terbatas. Perkembangan media massa, menurut J. Keane selalu beriringan dengan aspirasi demokrasi dan perjuangan untuk meraih kekuasaan politik. Media massa telah menjadi fokus dari kompleksitas aktivitas politik yang terbaru. Demokrasi tradisional yang sebelumnya terfokus pada masifikasi, berganti pada fragmentasi. Dengan situasi yang tak kalah rumit dan dinamisnya ini, media dan politik akan terus berkembang menuju situasi yang saling terikat satu sama lain.38 Menurut Chaffee, media massa merupakan sumber informasi politik yang penting, bukan sekedar pelengkap komunikasi interpersonal, tetapi mendukung pertumbuhan politik seseorang atau sebuah intitusi, walaupun pada akhirnya yang menentukan apakah media berpengaruh atau tidak adalah pengguna media itu sendiri.39 Sementara menurut Keller, setiap orang bisa menjadi terkenal dalam waktu 15 merit, khususnya di televisi. Selain mendongkrak popularitas, media massa juga menjadi sumber utama informasi dan stimulasi makna politik. Sementara menurut Harsono, sejumlah aspek yang membuat media massa penting dalam kehidupan politik adalah:40
1. Daya jangkauannya yang sangat bisa dalam menyebarluaskan informasi 38
John Keane, The Media and Democracy, Cambridge: Blackwell, 1991, hal 119 Lyman G.Chaffee, political protest and street art, Green wood press:1993, hal 3 40 Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politic dalam Media Massa, Granit :2004, hal 243 39
57
politik; yang mampu melewati batas wilayah (geografia), dan kelompok umur, jenis kelamin, status sosial-ekonomi (demografis), serta perbedaan paham dan orientasi (psikografis). Sehingga suatu masalah politik yang dimediasikan menjadi perhatian bersama di berbagai tempat dan katangan.
2. Kemampuannya melipatgandakan peran yang luar biasa. Suatu peristiwa politik bisa dilipatgandakan pemberitaannya sesuai dengan jumlah ekslempar koran, tabloid, majalah yang tercetak, juga bisa diulang-ulang penyiarannya sesuai dengan kebutuhan.
3. Setiap media bisa mewacanakan sebuah peristiwa politik sesuai pandangannya masing-masing.
Kebijakan
redaksional
yang
dimilikinya
menentukan
penampilan isi peristiwa politik yang diberitakan.
4. Dengan fungsi agenda setting yang dimilikinya, media memiliki kesempatan yang sangat luas (bahkan hampir tanpa batas) untuk memberitakan sebuah peristiwa politik, sesuai dengan kebijakannya masingmasing. Setiap peristiwa politik dapat disiarkan atau tidak disiarkan. Yang jelas, belum tentu berita politik yang menjadi agenda media merupakan agenda publik.
5. Pemberitaan peristiwa politik oleh suatu media lazimnya berkaitan dengan media lainnya hingga membentuk rantai informasi. Hal ini menambah kekuatan tersendiri pada penyebaran informasi politik dan dampaknya terhadap publik.
Dalam fenomena politik mutakhir, Deddy N Hidayat menganggap bahwa, pers telah menjelma menjadi media driven politics. Dalam arti, setiap momentum politik mustahil menafikan kehadiran pers. Dalam fungsinya sebagai media
58
politics driven, pers menjalankan fungsi penghubung antara elit politik dengan warga. Sebuah fungsi yang dulunya dominan dilakukan oleh partai ataupun kelompok-kelompok politik tertentu. Dalam banyak hal, fungsi penghubung tersebut semakin banyak yang diambil alih pers. Proses memproduksi dan mereproduksi
berbagai
sumber
daya
politik,
seperti
menghimpun
dan
mempertahankan dukungan masyarakat dalam pemilu, memobilisasi dukungan publik terhadap suatu kebijakan, merekayasa citra kinerja sang kandidat, dan sebagainya, banyak dijembatani, atau bahkan dikemudikan oleh kepentingan dan kaidah-kaidah yang berlaku di pasar industri media.41 Secara umum, komunikasi politik selalu membahas tentang posisi media dalam ranah publik. Media menjadi sangat penting karena berada tepat di tengah pusaran kelompok-kelompok kepentingan, juga penting sebagai alat pembentuk opini publik. Dalam komunikasi politik modern, media memegang peranan penting. Namun media tidak pemah bekerja (perform) dalam Sebuah ruang kosong.Terdapat berbagai model interaksi media dengan unsur-unsur lain dalam Komunikasi Politik. Beberapa model komunikasi yang menghubungkan media dengan elemen-elemen Komunikasi politik. Berikut ini adalah model yang dipaparkan oleh Brian McNair:42 Reportasi, Editorial
Organisasi Institusi Politik
Media
Argumen, Program Iklan, Public Relations
41
Parpol Institusi Publik Pressure Groups Organisasi Teroris
Dedy N Hidayat, Pers dalam "Revolusi Mei", Runtuhnya Sebuah Hegemoni Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2000, hal 200. 42 Brian McNair, News and the Journalism in the UK, Routledge, New York: 1999,Hal 207
59
Reportasi, Editorial Komentar, Analisis
Jejak Pendapat Surat Pembaca, dan sejenisnya Penduduk
Ga m b a r 1.2 . P os i si m e d i a d al am kom uni k a si pol i t i k . (S um b e r M c N ai r, 19 99 ) Dapat dipahami bahwa McNair menganggap Media sebagai sentral dari elemenelemen komunikasi politik semacam gatekeeper bagi seluruh pesan politik. Semua komunikasi politik dianggap mediated. Di berbagai negara maju dimana media menjangkau semua lapisan masyarakat. Menurut Habermas, pada awalnya media dibentuk untuk menjadi bagian dari public sphere, tetapi kemudian dikomersilkan menjadi komoditi yang didistribusikan secara massal serta "menjual khalayak massa" demi kepentingan perusahaan periklanan. Kondisi ini pada gilirannya menjauhkan media dari perannya semula sebagai public sphere. Memang, konsep public sphere ini dinilai oleh Boyd Barret memiliki beberapa kelemahan, di antaranya adalah perhatian Habermas yang berlebihan pada berita politik serta berlebihannya Habermas dalam membesar-besarkan kecurangan yang muncul karena komersialisasi media massa di abad 19 dan abad 20-an. Terlepas dari kekurangannya tersebut, beberapa, `tuntutan' dari konsep public sphere cukup baik untuk menempatkan fungsi media dengan tepat di antara unsur komunikasi politik lainnya. Berdasarkan konsep public sphere yang disempurnakan", McNair memberikan lima fungsi media dalam masyarakat
60
demokratis yang ideal;43
1. fungsi monitoring: memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa yang sedang berlangsung dalam masyarakat itu
2. fungsi mendidik (educate): memberikan kejujuran atas makna dan sinifikansi
dari
fakta-fakta
obyektifitasnya
karena
yang value
terjadi. yang
Jurnalis mereka
harus
menjaga
miliki
sebagai
―pendidik‖ tergantung pada bagaimana mereka memilih isu/wacana yang dipublikasikannya
3. memberikan
platform
terhadap
memfasilitasi/mengakomodir
diskursus
pembentukan
politik
opini
publik
publik, dan
mengembalikan opini itu kepada publik, termasuk di dalamnya memberikan tempat kepada berbagai pendapat yang saling berlawanan, tanpa mengurangi nilai-nilai demokrasi
4. fungsi
watchdog:
mempublikasikan
institusi
politik
dan
institusi
pemerintahan, menciptakan keterbukaan (transparansi) pada institusiinstitusi publik tersebut, dan
5. fungsi advocacy: menjadi channel untuk advokasi politik Partai partai, contohnya, membutuhkan ―alat‖ untuk mengartikulasikan kebijakan dan program mereka kepada khalayak, dan karenanya media mesti terbuka kepada semua partai. Lebih jauh lagi, beberapa media umumnya media cetak secara aktif memperjuangkan salah satu partai dalam situasi yang sensitif seperti pemilihan umum: dalam konteks ini fungsi advocacy dapat
43
Mc Nair, Ibid hal 211
61
pula dikatakan sebagai fungsi persuasi. Media massa terdiri atas pers, film radio, dan televisi. Keempat jenis media itu memiliki karakteristik, keunggulan dan kelemahan masing-masing dalam kapasitasnya sebagai saluran komunikasi politik. Pers dikenal sebagai media cetak, sedangkan radio, film dan televisi dikenal sebagai media elektronik. Perkembangan semua jenis media massa itu secara teknis didukung oleh perkembangan ilmu dan teknologi, yang sekarang ini telah mencapai teknologi digital. Hal ini mempermudah dan mempercepat proses transformasi peristiwa politik menjadi berita politik yang kemudian tersebar secara luas menyentuh khalayak.
2.1.4.1. Peran Media Massa Membentuk Citra Politikus Persoalan yang paling essensial dalam komunikasi politik ialah bagaimana, para politikus dan aktivis memanfaatkan media massa dalam membentuk citra dan pendapat umum yang positif bagi partai politik atau lembaganya serta aktivitasnya dalam masyarakat sebagai pekerja politk atau aktivis yang peduli politik. Di Indonesia, sejak tahun 1999 media massa dikontrol penuh oleh masyarakat, terutama oleh pemilik modal. Sebelumnya, penguasa ikut mengontrol media massa, meskipun tidak persis sama dengan Negara otoritarian.44 Kini media massa di Indonesia telah bergeser dari orientasi idealisme pembangunan nasional ke media massa yang berorientasi bisnis dan kemerdekaan informasi. Hal itu dapat dipahami karena media massa adalah industry yang padat
44
Op.Cit, Muhamad Hasyim
62
modal dengan persaingan yang ketat antara satu dengan yang lainnya.hidup dan matinya lembaga media massa, kini tidak lagi ditentukan oleh faktor politik, melainkan sangat ditentukan oleh pasar (faktor ekonomi). Tiap-tiap lembaga media massa memiliki politik atau kepentingan redaksi masing-masing yang menjadi kerangka acuan para pekerja media, dalam meliput, menyaring, dan memproduksi pesan. Itulah sebabnya media massa bukanlah institusi yang pasif seperti robot, melainkan institusi yang aktif, bahkan kepala batu memiliki filter konseptual (kesadaran aku).45 Dengan demikian, media massa tidak mudah dipengaruhi oleh siapapun saja yang ingin memanfaatkan media massa sebagai media komunikasi politk, harus memiliki kemampuan yang prima dalam menciptakan berita, yaitu peristiwa (fakta dan opini) yang actual. Dalam jurnalistik, aktual diartikan sebagai baru terjadi dari segi waktu dan baru terjadi dari segi substansi, serta menarik minat banyak orang.
2.1.4.2. Peran Media Massa Mendukung Kegiatan Komunikasi Politik Bentuk komunikasi politik sangat berkaitan dengan perilaku politikus atau aktivis politik untuk mencapai tujuan politiknya. Teknik komunikasi yang dilakukan diarahkan untuk mencapai dukungan-legitimasi (otoritasi sosial), yang meliputi tiga level, yaitu pengetahuan, sikap, dampak dengan perilaku khalayak. Ke gi at an k om u ni ka si pol i t i k m el i put i j u ga up a ya u nt u k m en c a ri , mempertahankan, dan meningkatkan dukungan politk. Sesuai dengan paparan
45
op.Cit, Ibnu Hamad
63
diatas, keberadaan media massa dalam perspektif atas sudut pandang ilmuwan komunikasi, sangat berperan dan efektif dalam membahas dan menyebarkan pesan-pesan komunikasi politik. Hal ini berkaitan dengan fungsi komunikasi massa. Wilbur Scramm menyatakan, komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interpreter dan encoder. komunikasi massa mendecode lingkungan sekitar untuk kita, mengawasi kemungkinan timbulnya bahaya, mengawasi terjadinya persetujuan dan juga efek dari hiburan. Komunikasi massa menginterpretasikan hal-hal yang didekode sehingga dapat mengambil kebijakan masyarakat menikmati kehidupan. Komunikasi massa juga mendecode pesan-pesan yang memelihara hubungan kita dengan masyarakat lain serta menyampaikan kebudayaan baru kepada masyarakat. Peluang ini mampu memperluas pandangan atau pendengaran dalam jarak yang hampir tidak terbatas dan dapat melipat gandakan suara dan kata secara luas.46
2.1.5. Reflecfive Projective Theory Reflective Projective Theory dikemukakan oleh Lee Loevinger pada tahun 1968. Adanya teori ini bermula ketika suatu citra dianggaplah penting apalagi untuk public figure seperti politikus. Dimana sebuah media massa dirasakan dapat mempengaruhi segala hal. Asumsi dasar dari teori ini yaitu bahwa media massa, dapat mencerminkan suatu masyarakat yang memiliki suatu citra yang ambigu (menimbulkan penafsiran yang bennacam-macam) sehingga pada media massa
46
Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, Jakarta:Grasindo, 2000, hal 10
64
setiap orang memproyeksikan atau melihat citranya.47 Dalam teori ini ditekankan bahwa media massa dapat menjadi sebuah media untuk citra diri seseorang. Media massa mencerminkan citra khalayak, dan khalayak memproyeksikan citranya pada penyajian media massa.48 Dalam teori ini seolah media adalah sesuatu yang sangan kuat, namun Klapper, seorang tokoh kontroversial menyatakan bahwa bukan saja media yang dapat memperburuk ataupun memperbaiki citra; lebih lanjut Klapper mengungkapkan bahwa media lebih cenderung menyokong status quo ketimbang perubahan. Teori "reflective projective theory" beranggapan bahwa media massa adalah cermin masyarakat yang mencerminkan suatu citra yang ambigu, artinya menimbulkan tafsir yang macam-macam, sehingga pada media massa setiap orang memproyeksikan atau melihat citranya. Media massa mencerminkan citra khalayak, dan khalayak memproyeksikan citranya pada penyajian media
massa. Roberts pada tahun 1977 menganggap bahwa adanya
kecenderungan hal tersebut disebabkan karena : 1. Reporter dan editor memandang dan menafsirkan Dunia sesuai dengan citranya tentang realitas (kepercayaan, nilai, dan norma). 2. Wartawan selalu memberikan respons pada, tekanan halus yang merupakan kebijaksanaan pemimpin media. 3. Media massa sendiri cenderung menghindari hal-hal yang kontroversial, karena kuatir hal-hal tersebut akan menurunkan volume khalayaknya. Pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat 47 48
Astar hadi, Matinya Dunia Cyber Space, Yogyakarta: Mia, 2005, hal 118 Op.Cit Anwar 2003 dalam Ardial, hal 48
65
modern; orang memperoleh lebih banyak informasi tentang Dunia dari media massa. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa berita politik, tokoh politik, partai politik dan kebijakan politik dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda, dan citra politik yang berbeda bagi masing-masing orang. selain itu media massa dari perspektif komunikasi politik, bukan saja cermin masyarakat politik yang ambigu, tetapi media massa juga dapat disebut sebagai cermin masyarakat politik yang retak, karena tidak mampu merefleksikan seluruh realitas politik yang ada, dalam masyarakat secara menyeluruh, tepat dan benar. Berita media massa hanyalah merupakan mosaik dari keping-keping peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. yang demikian, media massa tetap memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk persepsi politik dan citra politik khalayak.
2.1.5.1. Teori Khalayak Batu Tindakan
pemberi
suara
dalam
pemilihan
umum,
d i d a s a r k a n k e p a d a berbagai pertimbangan. Teori khalayak kepala batu (the obstinate audience) telah menjelaskan beberapa faktor yang membuat khalayak atau pemberi suara mel akukan seleksi terhadap tindakan politik yang harus dilakukan. 49 Faktor-faktor yang membuat individu pemberi suara menyaring semua pengaruh dari luar itu antara lain, keyakinan politik atau ideologi, persepsi politik, motivasi politik, sikap politik, dan dorongan politik. Di antara semua faktor itu
49
Anwar arifin, 138-139
66
ternyata bahwa faktor ideologi atau keyakinan politik, merupakan faktor penangkal yang kuat bagi individu. Meskipun, demikian semua faktor khalayak kepala batu itu dalam menentukan pilihan dapat dirangkum dalam dua konsep, yaitu perspektif dan persepsi. P e rsp e kt i f m e nu ru t Fi s h er (19 90 : 13 1 -1 38 ) a da l a h su du t pa nd an g ba gi i nd i vi du yang menjadi kerangka acuan dalam menilai, menanggapi, dan menindaki sesuatu y a n g b e r a s a l d a r i l u a r d i r i n ya . 50 Sedangkan
persepsi
menurut
Rakhmat
(1985:64)
adalah
pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Justru itu, perspektif dan persepsi sangat ditentukan oleh faktor personal para pemberi suara. 51
2.2. Kerangka Pemikiran GOLKAR adalah salah satu partai paling berpengaruh di Indonesia, Soeharto mampu membawa GOLKAR maju pada eranya, terbukti dengan masa jabatan Soeharto menjadi Presiden sejak 1967-1998. Sejak kejatuhan Soeharto pada tahun 1998 dengan reformasi, GOLKAR sudah tiga kali pergantian Ketua Umum GOLKAR dilaksanakan mulai dari Akbar Tandjung dengan masa jabatan 1998-2004, dilanjutkan oleh Jusuf Kalla, yang hanya bisa menjadi orang nomor dua di Indonesia, hingga saat ini jabatan Ketua Umum oleh seorangpengusaha besar Abu Rizal Bakrie. GOLKAR berusaha memperbaiki citra partai mereka dengan berbagai 50
B Aubrey Fisher, Teori-teori Komunikasi (terjemahan Jalaludin Rakhmat), Bandung: Remadja Karya, cetakan Pertama, 1990 51 Jalaludin Rakhmat
67
cara, salah satunya dengan melakukan komunikasi politik dengan cara mendukung hak angket pansus century, dan baru-baru. ini GOLKAR juga mendukung hak angket mafia pajak. Yang seharusnya GOLKAR sebagai partai koalisi tidak bersebrangan dengan pemerintah yang menolak hak angket mafia pajak. Cara-cara politik yang dilakukan oleh GOLKAR bertujuan meningkatkan citra partai dimata khalayak. Komunikasi politik menurut McNair murni membicarakan tentang alokasi sumber daya publik yang memiliki nilai, apakah itu nilai kekuasaan atau nilai ekonomi, petugas yang memiliki kewenangan untuk memberi kekuasaan dan keputusan dalam pembuatan undang-undang atau aturan, apakah itu legislative atau eksekuitive, serta sanksi-sanksi, apakah itu dalam bentuk hadiah atau denda. Selanjutnya citra politik dapat dirumuskan sebagai suatu gambaran tentang politik (kekuasaan, kewenangan, authoritas, konflik dan konsensus) yang memiliki makna, kendatipun tidak selamanya sesuai dengan realitas politik yang sebenarnya. Komunikasi politik yang dilakukan oleh partai GOLKAR, yang menjadi kajian didalam penelitian ini adalah komunikasi politik yang menggunakan media massa. Berdasarkan teori Reflective Projective Theory, citra yang ditampilkan oleh media massa bersifat ambigu atau multi tafsir, dimana media massa mempunyai peran yang amat sangat besar dalam pembentukan citra tersebut. Pola komunikasi yang dilakukan adalah vertikal yaitu dari bawah ke atas dimana masyarakat bisa menyampaikan aspirasi dan harapan mereka dan mendapat respon dari pemerintah.
68
Komunikasi politik yang dilakukan oleh komunikator politik, komunikator dalam penelitian ini adalah kader-kader partai GOLKAR, yang menyebarkan pesan politik partai GOLKAR atau hasil dari komunikasi politik melalui saluran media massa yang akan membentuk citra positif partai GOLKAR.
Komunikator Politik ( DPD II Golkar Jak-Sel )
Program-program Politik Golkar
Citra Positif Golkar
Masyarakat