BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Teori Kepatuhan Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi, yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of complience) merupakan tulang punggung dari self assesment system, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan kemudian secara akurat dan tepat waktu dalam membayar dan melaporkan pajaknya. Pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Rahayu (2010:138), menyatakan bahwa Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut oleh Rahayu (2010:139), menyatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan dari: 1)
Kewajiban Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri.
2)
Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat pemberitahuan.
3)
Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang.
4)
Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000
menyatakan bahwa Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam 12
pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak menurut Rahayu (2010) adalah: 1)
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang perpajakan.
2)
Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa Undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak.
2.1.2 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2013:1). Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur- unsur : 1) Iuran dari rakyat kepada rakyat Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang/jasa). 2) Sifatnya dapat dipaksakan. 3) Berdasarkan undang- undang. 13
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang- undang serta atuaran pelaksanaanya. 4) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjukan. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 5) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.1.3 Fungsi Pajak Menurut Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton (2008:12), pajak mempunyai beberapa fungsi yaitu : 1) Fungsi Anggaran (budgetair) adalah fungsi yang letaknya di sektor publik yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan undang-undang yang berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dan bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah. 2) Fungsi Mengatur (regulerend) adalah suatu fungsi bahwa pajak- pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. 3) Fungsi Demokrasi adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong royong termasuk kegiatan pemerintahan dan penggunaan demi kesejahteraan masyarakat.
14
4) Fungsi Redistribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.
2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton (2008:22), sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi empat yaitu : 1) Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang. 2) Semi self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada fiskus dan wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang terutang seseorang. 3) Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. 4) Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang pada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang. Pihak ketiga yang telah ditentukan tersebut selanjutnya menyetor dan melaporkan kepada fiskus. Pelaksanaan official assessment system telah berakhir pada tahun 1967 yaitu dengan dikeluarkanya Undang- undang Nomor 8 Tahun 1967. Tahun 1967 sampai dengan 1983 masih menggunakan semi self assessment system dan witholding system secara penuh dalam sistem pemungutan pajak Indonesia yaitu 15
dengan diundangkanya Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang mulai berjalan pada 1 Januari 1984.
2.1.5 Pajak Daerah Pajak Daerah dipungut berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tersebut mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan kini telah diubah kedua kalinya menjadi Undang-Undang 28 Tahun 2009. Berdasarkan Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang dan dapat dipaksakan berdasarkan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, serta digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut, Pajak Daerah dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu : 1) Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi), meliputi : a.
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air
b.
Bea Balik Nama Kendaraan dan Kendaraan Diatas Air
c.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d.
Pajak Pengambilan Dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Permukaan
16
2) Pajak Dearah Tingkat II (Kabupaten/Kota), meliputi : a.
Pajak Hotel
b.
Pajak Restoran
c.
Pajak Reklame
d.
Pajak Penerangan Jalan
e.
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
f.
Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah (ABT)
g.
Pajak Bumi Dan Bangunan Perkotaan Dan Pedesaan
2.1.6 Pajak Hotel Sistem penetapan pajak hotel yaitu suatu prosedur atau tata cara yang digunakan untuk mentapkan besar kecilnya jumlah tarif pajak hotel yang dikenakan pada wajib pajak berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung No.15 Tahun 2011 yang mengatur tentang pajak hotel, dimana dalam Peraturan Daerah tersebut terkandung pengertian sebagai berikut : 1) Pajak Hotel yang selanjutnya disebut Pajak adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. 2) Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/ peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk
wisata,
wisma
pariwisata,
pesanggrahan
rumah
penginapan dan sejenisnya serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). 3) Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel. 17
4) Wajib
Pajak
Hotel
adalah
orang
pribadi
atau
Badan
yang
mengusahakan Hotel. 5) Dasar pengenaan Pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada Hotel. 6) Tarif Pajak ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen). 7) Dengan nama Pajak Hotel dipungut Pajak atas setiap jasa pelayanan hotel (1)
Objek Pajak adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran jasa pelayanan dan jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.
(2)
Jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas telepon, faksimile, pelayanan
cuci,
seterika,
teleks,
internet,
fotokopi,
transportasi dan fasilitas sejenis
lainnya yang disediakan atau dikelola Hotel. (3)
Tidak termasuk objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. b. jasa sewa apartemen, kondominium dan sejenisnya. c. jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan. d. jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan 18
e. jasa
biro
perjalanan
atau
perjalanan
wisata
yang
diselenggarakan oleh Hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.
2.1.7 Pengertian Pelayanan Pengertian pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara- cara tertentu yang memerlukan
kepekaan dan hubungan
interpersonal agar tercipta kepuasan dan keberhasilan (Boediono,2003). Sedangkan yang dimaksud hakikat pelayanaan umum adalah: 1) Meningkatkan mutu dan produktifitas pelaksanaan tugas dari instansi pemerintah di bidang pelayanan umum. 2) Mendorong upaya pengefektifan sistem dan tata laksana pelayanan sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berguna. 3) Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
2.1.8 Kualitas Pelayanan Menurut Supadmi (2009), secara sederhana kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya. Menurut the Amerika Society of Quality Control dalam Sumadi (2005), kualitas adalah keseluruhan ciri- ciri dan karakteristik dari suatu produk atau jasa menyangkut kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau yang telah bersifat laten. Tjiptono (dalam Hadiati, 2003) mendefinisikan kualitas 19
sebagai derajat sejauh mana produk memenuhi spesifikasi- spesifikasinya. Dengan demikian, yang dikatakan kualitas adalah kondisi dinamis yang menghasilkan : 1) Produk yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. 2) Jasa yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. 3) Suatu proses yang memenuhi atau melebihi haparan pelanggan. 4) Lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Kualitas pelayanan merupakan suatu sikap atau pertimbangan global tentang keuangan dari suatu pelayanan (Burhanudin, 2009). Menurut gap theory yang diusulkan oleh Parasuraman et al. (1985) bahwa kualitas pelayanan merupakan perbandingan antara harapan yang diinginkan oleh pelanggan dengan penilaian mereka terhadap kinerja aktual dari suatu penyediaan layanan. Menururt Parasuraman (dalam Tjiptono 2002) ada lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas jasa pelayanan, yaitu : 1) Bukti Langsung, yaitu meliputi fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan, dan komunikasi. 2) Keandalan (reliability) merupakan kemampuan para petugas pajak dalam memberikan pelayanan yang menjanjikan dengan segera dan memuaskan. 3) Daya Tanggap (responsiveness) merupakan karakteristik kecocokan dalam pelayanan manusia yaitu keinginan para petugas pajak untuk membantu wajib pajak dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 4) Jaminan (assurance), yaitu mencangkup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh petugas pajak bebas dari risiko, bahaya atau keragu-raguan. 20
5) Empati (emphaty), yaitu meliputi kemudahan petugas dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami para wajib pajak.
2.1.9 Kewajiban Moral Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia moral adalah integritas dan martabat pribadi yang dimiliki manusia. Kewajiban moral adalah moral individu yang dimiliki dalam diri seseorang, namun kemungkinan tidak dimiliki oleh orang lain (Ajzen, 2002). Seperti misalnya etika, prinsip hidup, perasaan bersalah yang nantinya dikaitkan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan dalam hal ini untuk kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak hotel. Menurut Wenzel (2005) moral wajib pajak, etika dan norma sosialnya sangat berpengaruh terhadap perilaku dari wajib pajak.
2.1.10 Sanksi Perpajakan Menurut (Mardiasmo, 2013:59) sanksi adalah tanggungan (tindakan dan hukuman) untuk memaksa orang menepati perjanjian atau menaati ketentuan perundang-undangan. Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan dalam perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan merupakan interpretasi dan pandangan wajib pajak dengan adanya sanksi perpajakan. Sanksi
terhadap
wajib
pajak
yang
tidak
memenuhi
kewajiban
perpajakannya di atur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Bunga 21
sebesar 2% (dua persen) dikenakan pada sanksi administratif berupa sebulan dari pajak yang tidak atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan atas pajak yang tidak atau terlambat dibayar (Sri,2011). Ada dua macam sanksi yang di kenal dalam perpajakan yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan, sedangkan sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Sanksi pidana dapat berupa siksaan atau penderitaan. Sanksi administrasi terdiri dari tiga jenis, yaitu denda, bunga dan kenaikan. Sanksi pidana terdiri dari denda, pidana, kurungan, dan penjara.
2.1.11 Kepatuhan Perpajakan Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Sony Devano, 2006:110), kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia saat ini adalah self assessment system, dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh wajib pajak. Fiskus hanya melakukan pengawasan melalui prosedur pemeriksaan.Dalam sistem self assessment system, kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajak secara sukarela (voluntary of compliance) merupakan tulang punggung dari sistem ini, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut. Kepatuhan dalam perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi, wajib pajak 22
yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Menurut Chaizi Nasucha (dalam Sony Devano 200:111), kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan dari : 1) Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri. 2) Kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran pajak terutang. 3) Kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran tunggakan. Safri Nurmantu mengatahan bahwa
kepatuhan perpajakan
dapat
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan semua hak perpajakannya (Sony Devano 2006:110). Norman D. Nowak (2007) mengemukakan kepatuhan perpajakan sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan (Sony Devano, 2006:110), tercermin dalam situasi dimana : 1) Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. 2) Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas. 3) Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. Ada dua macam kepatuhan (Supadmi, 2009) yaitu sebagai berikut : 1) Kepatuhan formal, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang- undang perpajakan. 23
2) Kepatuhan Material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Kualitas Pelayanan pada Kepatuhan Wajib Pajak Hotel Meningkatkan kepatuhan wajib pajak dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas pelayanan (Handayani, 2009). Pelayanan yang baik menyebabkan kepatuhan wajib pajak meningkat. Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan (Boediono, 2003:60). Kualitas pelayanan merupakan perbandingan antara apa yang di harapkan dengan apa yang diperolehnya. Kepuasan yang diperoleh oleh pelanggan akan berdampak pada kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakanya. Pelayanan kepada pelanggan dikatakan bermutu apabila memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau semakin kecil kesenjangan antara pemenuhan janji dengan harapan pelanggan adalah semakin mendekati ukuran bermutu. Menyediakan jasa secara konsisten kepada pelanggan adalah pelayanan bermutu. Pelayanan yang berkualitas harus dapat memberikan keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum kepada pelanggan (Supadmi, 2009). Jika kualitas pelayanan meningkat maka akan berdampak pada kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. 24
Supadmi (2009) mengatakan bahwa secara sederhana kualitas pelayanan adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya. Meningkatkan kepatuhan wajib pajak dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas pelayanan. Jika kualitas pelayanan meningkat maka akan berdampak pada kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Menurut Agustini (2011) kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak kendaraan bermotor. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah : H1 : Kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak hotel di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung.
2.2.2 Pengaruh Kewajiban Moral pada Kepatuhan Wajib Pajak Hotel Dalam kaitannya dengan kewajiban moral, tidak terlepas dengan integritas. Integritas berarti bahwa prilaku seseorang konsisten dengan nilai yang menyertainya dan orang tersebut bersifat jujur, etis dan dapat dipercaya. Integritas dapat diartikan sebagai kesehatan moral, kejujuran yang terbebas dari pengaruh atau motif korupsi, dapat dipercaya dan disukai, serta memiliki ketulusan. Menurut Ajzen (2002) Kewajiban moral merupakan moral individu yang dimiliki oleh seseorang, namun tidak dimiliki oleh orang lain. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah wajib pajak hotel. Dengan moral yang sehat dan kejujuran yang terbebas dari pengaruh negatif, wajib pajak dapat memenuhi kewajiban dalam perpajakan (Handayani, 2009). Tingkat kepatuhan pajak akan menjadi lebih tinggi ketika wajib pajak memiliki kewajiban moral yang lebih kuat (Ho, 2009). 25
Menurut Handayani (2009) kewajiban moral berpengaruh positif signifikan terhadap pelaporan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: H2 : Kewajiban moral berpengaruh positif pada kepatuhan wajib hotel di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung.
2.2.3 Pengaruh Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Hotel Undang-undang Perpajakan tidak memuat jenis penghargaan bagi wajib pajak yang patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2013:59). Walaupun tidak mendapatkan penghargaan atas kepatuhannya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, wajib pajak akan dikenakan sanksi jika sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Jika sanksi yang dikenakan bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya semakin tinggi maka akan berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya. Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ ditaati/ dipatuhi (Mardiasmo, 2013:59). Sanksi perpajakan bertujuan untuk meningkatkan ketaatan wajib pajak sesuai dengan self assessment system perpajakan di Indonesia. Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajaknnya bila memandang sanksi perpajakan dapat merugikannya. Wajib pajak yang sengaja tidak memenuhi kewajibannya akan di kenakan sanksi perpajakan yang berlaku. Semakin banyak pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak maka semakin berat sanksi 26
perpajakan yang akan diterima. Septian dan Edy (2011) menunjukkan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan wajib pajak badan koperasi. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: H3 : Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak hotel di Dinas Pendapatan Kabupaten Badung.
27