BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1.
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Pengertian Kewirausahawan Kewirausahaan berasal dari kata dasar wirausaha diberi awalan “ke” dan akhiran “an” yang bersifat membuat kata benda kewirausahaan mempunyai pengertian abstrak, yaitu hal-hal yang bersangkutan dengan kewirausahaan. Lebih lanjut bila “wira” diartikan sebagai berani dan usaha diartikan sebagai kegiatan bisnis yang non komersil maupun yang non bisnis atau non komersil, maka kewirausahaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan keberanian seseorang untuk melaksanakan sesuatu kegiatan bisnis/non bisnis (secara mandiri). Menurut Pekerti, dalam Asri (2005:10) menyebutkan bahwa kewirausahaaan adalah kemampuan seseorang untuk mendirikan, mengelola, mengembangkan dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri. Kewirausahaan adalah tanggapan terhadap peluang usaha yang terungkap dalam seperangkat tindakan yang membuahkan hasil berupa organisasi yang melembaga, produktif dan inovatif. Entrepreneur atau wirausaha adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru. Orang tersebut melakukan kegiatannya melalui organisasi bisnis yang baru ataupun bisa pula dilakukan dalam organisasi bisnis yang sudah ada. Dalam definisi ini ditekankan bahwa seorang wirausaha adalah orang yang melihat adanya peluang kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut dan memulai suatu bisnis yang baru sedangkan proses kewirausahaan meliputi semua kegiatan fungsi dan tindakan untuk mengejar dan memanfaatkan peluang dengan menciptakan suatu organisasi (Schumpeter dan Bygrave, 1994 dalam Alma, 2003:24)
2.1.2 Konteks Keluarga Lingkungan dalam bentuk “role models” juga berpengaruh terhadap minat berwirausaha. Role models ini biasanya melihat kepada orang tua, saudara, keluarga yang lain (kakek, paman, bibi, anak), teman-teman, pasangan, atau pengusaha yang sukses yang diidolakannya. Terhadap pekerjaan orang tua, seringkali terlihat bahwa ada pengaruh dari orang tua yang bekerja sendiri, dan memiliki usaha sendiri cenderung anaknya jadi pengusaha pula. Keadaan ini seringkali menjadi inspirasi anak sejak kecil, situasi ini akan lebih diperkuat lagi oleh ibu yang juga ikut berwirausaha. Orang tua ini cenderung mendukung serta mendorong keberanian anaknya untuk berdiri sendiri dan ini sangat penting bagi calon pengusaha (Alma, 2003:7). Faktor keluarga adalah seseorang yang sudah terbiasa dengan dunia perdagangan karena mempunyai latar belakang keluarga yang sudah memiliki bisnis sendiri (Leon et al., 2007). Seseorang yang berasal dari keluarga dengan latar belakang bisnis atau sudah mempunyai bisnis sendiri maka orang tersebut akan mengobservasi proses wirasusaha ayah dan ibunya. Hal ini akan menjadikan orang tersebut lebih tertarik dengan pekerjaan yang mempunyai tingkat fleksibilitas dan independen yang tinggi (Brockhause et al., dalam Leon et al., 2007). Menurut Crant dalam Routamaa dan Anna (2003), mahasiswa dengan orang tua yang berwirausaha memiliki intensi berwirausaha karena orangtua mereka sebagai model panutan. Anak-anak yang mempunyai pandangan kewirausahaan dan berasal dari keluarga wirausahawan akan mempunyai pandangan yang positif dan realistik terhadap persyaratan yang diperlukan untuk menjadi seorang pengusaha (Miettinen dalam Routamaa dan Anna, 2003). Menurut Gray, dalam Routamaa dan Anna (2003), menyatakan orang-orang yang mempunyai dukungan keluarga yang kuat akan siap menghadapi kemampuan dan sumber daya yang diperlukan dalam berwirausaha. Mereka akan lebih stabil jika mereka mengejar karir
sebagai pengusaha. Seseorang yang sebelumnya telah terbentuk di lingkungan keluarga yang memiliki bisnis akan mempengaruhi perilaku seseorang untuk menjadi seorang pengusaha (Krueger dalam Basu dan Meghna, 2007). Mereka yang telah berpengalaman dalam bisnis keluarga lebih memiliki persepsi desirability (yaitu keinginan yang kuat dalam memulai bisnis) dan persepsi feasibility (yaitu kepercayaan diri seseorang jika ia mampu dan akan berhasil dalam menjalankan suatu bisnis). Ketika seseorang telah memiliki pengalaman dalam berwirausaha yang didapatkan dari keluarganya maka ia akan lebih mengetahui kesulitan apa yang akan dihadapi dalam berwirausaha. Selain itu kegagalan orang tua dalam berbisnis dan berganti-ganti bisnis berpengaruh positif terhadap sikap individu yang mengarah kepada kewirausahaan (Drennan et al., dalam Basu dan Meghna, 2007). 2.1.3 Entrepreneurial Skills Entrepreneurial skills terdiri dari Market Awareness dan Creativity (Gurbuz dan Aykol, 2008; Escan dalam Oosterbeek et al., 2008). Creativity merupakan kemampuan untuk menerapkan pandangan dari perspektif yang berbeda dan untuk melihat serta mencoba kemungkinan-kemungkinan yang baru berdasarkan pengamatan terbuka yang ada di dalam lingkungan sekitar. Kreatifitas diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan produk baru, produk baru artinya tidak seluruhnya baru tapi dapat merupakan bagian-bagian produk saja. Berdasarkan analisis faktor, ada lima sifat yang menjadi ciri kemampuan berfikir kreatif, yaitu kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan, keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah, keaslian (originality) adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak klise, penguraian (elaboration) adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terinci, dan perumusan kembali (redefinition) adalah kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh banyak orang (Semiawan dan Guilford, 1984 dalam Alma, 2003:68).
Market Awareness merupakan kemampuan untuk memperkirakan kebutuhan pelanggan dan menghubungkannya ke dalam suatu bisnis, dimana mereka mengetahui apa yang terjadi di pasar, baik dari segi kebutuhan pelanggan maupun posisi pesaing (Oosterbeek et al., 2008). Menurut Alma (2003:195) menyebutkan di dalam strategi pemasaran, memilih dan menganalisa pasar sasaran yang merupakan suatu kelompok orang yang ingin dicapai dan menciptakan bauran pemasaran yang cocok dan yang dapat memuaskan pasar sasaran tersebut ini mengindikasikan bahwa suatu organisasi/perusahaan akan dapat menguasai market share atau pangsa pasar yang luas dan market position pada posisi yang baik. Pengusaha harus menetapkan strategi arah sasaran dari pemasarannya, apakah ditujukan ke seluruh lapisan masyarakat konsumen, atau hanya menetapkan segmen pasar tertentu saja. Menurut Bandura (1997) dalam Baum dan Edwin (2009), Hubungan keterampilan atau keahlian dalam mengelola sumber daya baru untuk tujuan yang diinginkan, dalam hal ini seorang wirausaha baru memiliki keahlian yang cukup, keterampilan untuk membuat suatu perusahaan berkembang mungkin mencerminkan kekurangan dalam menetapkan tujuan, Mereka yang percaya bahwa memiliki tingkat keterampilan/kecakapan yang tinggi dan baik harus cukup percaya diri untuk menetapkan tujuan yang tinggi pula dalam mendirikan usaha. Selanjutnya, Boyatzis (1982) dalam Baum dan Edwin (2009), menemukan hubungan antara sifat-sifat dan keterampilan khusus antara 8 dari 19 mengusulkan bahwa kegigihan dan semangat akan meningkatkan kemampuan pengusaha dengan akuisisi sumber daya dan sistematisasi.
2.1.4
Locus Of Control Locus of control merupakan salah satu konsep kepribadian individual dalam perilaku
keorganisasian. Konsep dasar locus of control diambil dari teori pembelajaran sosial (social learning) yang dikembangkan oleh (Rotter dan Patten, 2005 dalam Purnomo dan Sri, 2010). Selain itu, Locus of control menurut Kreitner dan Kinicki (2003) dalam Abdulloh (2006) terdiri
dari dua konstruk yaitu internal dan eksternal, dimana apabila seseorang yang meyakini bahwa apa yang terjadi selalu berada dalam kontrolnya dan selalu mengambil peran serta bertanggung jawab dalam setiap pengambilan keputusan termasuk dalam internal locus of control, sedangkan seseorang yang meyakini bahwa kejadian dalam hidupnya berada diluar kontrolnya termasuk dalam external locus of control. Individu dengan internal locus of control cocok dengan pekerjaan yang terkait dengan kompleksitas pekerjaan, tuntutan informasi yang rumit, pekerjaan yang membutuhkan inisiatif, kreativitas, motivasi yang tinggi, dan jiwa kepemimpinan, sedangkan individu dengan external locus of control sesuai dengan pekerjaanpekerjaan yang bersifat rutin, statis dan penuh kontrol dari atasan (Beukman, 2005 dalam Purnomo dan Sri, 2010). Variabel-variabel yang terkait dengan locus of control antara lain kinerja organisasi, kepuasan kerja, stres terhadap kerja, intensi untuk berhenti kerja, kepemimpinan, entrepreneurship, dan keterlibatan kerja (Bello, 2001 dalam Purnomo dan Sri, 2010). Menurut Alma (2003:82) berpendapat bahwa locus of control merupakan variabel utama untuk menjelaskan perilaku manusia dalam organisasi. Locus of control adalah tingkatan dimana individu berkeyakinan bahwa hasil (peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya) tergantung pada perilaku atau karakteristik pribadi mereka.
2.1.5 Intensi Berwirausaha Intensi Berwirausaha adalah intensi untuk memulai sebuah bisnis baru (Low dan MacMillan dalam Pilis et al., 2007). Menurut Smith (1976) dalam Winardi (2008:4), menggambarkan seorang entrepreneur sebagai seorang individu yang menciptakan sebuah organisasi untuk tujuan komersial. Intensi merupakan sebuah motivasi diri seseorang, kemauan untuk mengerahkan usaha, dan kemauan untuk berusaha keras yang akan tercermin dari perilaku (Ajzen, 1991). Nursito et al., 2013, menyatakan niat berwirausaha sebagai kesungguhan niat seseorang untuk melakukan perbuatan atau memunculkan suatu perilaku
tertentu, yaitu berwirausaha. Intensi berwirausaha (entrepreneurial intention) atau dapat disebut niat berwirausaha adalah kecenderungan seseorang untuk membangun suatu usaha baru (Uddin dan Tarun, 2012). Menurut Rasli (2013), niat berwirausaha adalah keadaan dimana dalam pikiran seseorang ada keinginan untuk menumbuhkan bisnis atau menciptakan usaha baru. Secara umum, semakin kuat intensi dalam menggunakan perilaku tersebut maka kinerja dalam berwirausaha akan semakin baik. Ketika mahasiswa memiliki orientasi untuk terjun dalam dunia kewirausahaan sejak muda, maka kemungkinan akan lebih mudah untuk mengembangkan perusahaan dan meraih kesuksesan di masa depan (Fatoki, 2014). Niat kewirausahaan dapat diartikan sebagai proses pencarian informasi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembentukan suatu usaha, menurut (Katz dan Gartner, 1988 dalam Indarti dan Rostiani, 2008). Menurut Alma (2003:4) menyatakan orang-orang yang ingin memulai untuk berwirausaha harus memiliki banyak keterampilan seperti keterampilan mengetik manual, komputer, akuntansi, pemasaran, otomotif, elektronik, dan sebagainya. Makin banyak keterampilan yang dikuasai, makin tinggi minat bisnisnya dan makin banyak peluang terbuka untuk membuka berwirausaha.
2.2
Rumusan Hipotesis Penelitian dan Konsep Penelitian Berdasarkan apa yang sudah dipaparkan sebelumnya pada latar belakang dan kajian
pustaka maka dapat disusun dengan hipotesis, sebagai berikut: 2.2.1 Pengaruh Konteks Keluarga terhadap Intensi Berwirausaha Beberapa penelitian kewirausahaan telah banyak menunjukkan variabel keluarga (latar belakang keluarga wirausahawan) mempunyai hubungan yang positif terhadap pengembangan karir pengusaha yang profesional (Andreu dalam Leon et al., 2007). Seseorang yang mempunyai latar belakang dari bisnis keluarga maka akan ada kecenderungan orang tersebut membuka sebuah usaha baru. Didalam penelitian Leon et al., 2007, menemukan bahwa
terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara aspek keluarga dengan intensi berwirausaha. Hasil penelitian Akanbi (2013) menunjukkan bahwa faktor keluarga berpengaruh positif dan signifikan pada intensi berwirausaha dan menunjukkan semakin responden memiliki latar belakang keluarga berwirausaha maka akan semakin tinggi intensi berwirausaha. Sebaliknya semakin rendah responden yang memiliki latar belakang keluarga berwirausaha maka akan semakin rendah intensi berwirausaha, penelitian ini menemukan bahwa faktor keluarga sangat terhubung dengan niat kewirausahaan. Oleh karena itu, melalui paparan ini, anak-anak mungkin telah memahami dividen dari bekerja secara mandiri dan bercita-cita untuk terlibat di bisnis orang tua mereka. Selain itu, penelitian dari Kume et al., 2013, Paparan setiap individu untuk melakukan kewirausahaan dalam praktek, baik langsung maupun tidak langsung melalui latar belakang keluarga mereka dalam bisnis, secara signifikan berpengaruh terkait mengenai kewirausahaan. Lebih khusus, memiliki ayah seorang wiraswasta secara signifikan terkait dengan sikap siswa yang positif terhadap kewirausahaan. Berdasarkan beberapa kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: H1 :
Konteks Keluarga secara positif dan signifikan memengaruhi Intensi Berwirausaha mahasiswa.
2.2.2 Pengaruh Entrepreneurial Skills terhadap Intensi Berwirausaha Entrepreneurial Skills itu sendiri, terdiri dari Market Awareness dan Creativity. Menurut Baum dan Edwin (2009), menemukan bahwa keterampilan yang baru dalam berwirausaha (creativity) positif signifikan mempengaruhi dan mengilhami visi yang lebih menantang dari pertumbuhan usaha baru,pertumbuhan yang lebih tinggi, dan poin pentingnya keterampilan sumber daya baru untuk memotivasi wirausahawan, dan variabel motivasi adalah prediktor langsung pertumbuhan usaha, karena pengalaman adalah prediktor yang dikenal sebagai keterampilan, dapat mendukung mengandalkan bisnis yang sukses (market
awareness). Hasil penelitian Silvia (2013), Variabel entrepreneurial skills berpengaruh secara signifikan terhadap intensi kewirausahaan, dan terdapat hubungan tidak langsung antara risk taking propensity, market awareness dan intensi kewirausahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi risk taking propensity seseorang dan market awareness tinggi, maka akan semakin tinggi juga intensi kewirausahaan seseorang tersebut. Senada dengan hasil penelitian sebelumnya, hasil penelitian Gordon dan Tracey (2014), Hasil dari kesadaran dalam menganalisis pasar (market awareness) melalui proses analisis pasar, terdapat hubungan yang relevan untuk kesempatan kewirausahaan. Dengan memfasilitasi pengolahan akurat pengusaha dan persepsi informasi, kesadaran berkontribusi untuk meningkatkan akurasi evaluasi peluang. Berdasarkan beberapa kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: H2 :
Entrepreneurial Skills secara positif dan memengaruhi Intensi Berwirausaha mahasiswa.
signifikan
2.2.3 Pengaruh Locus Of Contol terhadap Intensi Berwirausaha Berdasarkan hasil dari penelitian Uddin dan Tarun (2012), menunjukkan locus of control berpengaruh positif terhadap niat berwirausaha mahasiswa bisnis tingkat S1 dan tingkat master universitas swasta di Bangladesh. Senada dengan penelitian sebelumnya, hasil dari penelitian Olanrewaju (2013), Hubungan yang signifikan antara niat kewirausahaan, dengan locus of control menetapkan bahwa tidak adanya variabel ini dapat melemahkan perilaku kewirausahaan di kalangan pemuda Nigeria. Bisa jadi bahwa tiga variabel independen dideduksi memiliki kekuatan potensi memprediksi kewirausahaan. Selain itu, hasil penelitian dari Rodrigues et al., 2013, mengindikasikan bahwa locus of control memengaruhi secara signifikan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa menengah. Terakhir, menurut hasil penelitian Rojuaniah, (2014), Secara umum, penelitian menemukan bahwa Locus of Control mempengaruhi keinginan untuk berwirausaha pada mahasiswa Universitas Esa Unggul.
Berdasarkan beberapa kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: H3 :
Locus Of Control secara positif dan signifikan memengaruhi Intensi Berwirausaha mahasiswa.
2.2.4 Perbedaan pengaruh Konteks Keluarga, Entrepreneurial Skills dan Locus Of Contol terhadap Intensi Berwirausaha Penelitian ini berhasil mengkaji niat kewirausahaan mahasiswa di Universitas Pelita Harapan Surabaya secara lebih mendalam dengan menggunakan empat variabel, yaitu latar belakang keluarga, inovasi serta kreasi (creativity), kebutuhan untuk berprestasi dan pengambilan resiko dalam hal ini internal locus of control. Konklusi yang diperoleh dari hasil penelitian adalah terdapat perbedaan dari empat variabel yang diteliti tersebut pengambilan resiko terhadap kontrol dalam d iri, inovasi serta kreasi dan kebutuhan untuk berprestasi terhadap niat kewirausahaan mahasiswa di Universitas Pelita Harapan Surabaya pada beberapa fakultas. Hasilnya terdapat perbedaan terutama terdapat minat berwirausaha yang lebih tinggi pada fakultas ekonomi dan fakultas teknik industri dibandingkan dengan fakultas hukum, ilmu komputer dan psikologi, tergantung pada implementasinya saat proses penerimaan pembelajaran kewirausahaan di masing-masing fakultas. Berbeda dengan pengambilan resiko yang dikendalikan oleh kontrol di dalam diri, alasan inovasi dan kreasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap niat kewirausahan mahasiswa pada masing-masing fakultas. Di sisi lain, latar belakang keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap niat kewirausahaan mahasiswa di Universitas Pelita Harapan Surabaya (Malo dan Amelia, 2011). Hasil penelitian dari Olanrewaju (2013) menunjukkan bahwa faktor sosio demografi (usia, gender, dan faktor keluarga) siswa secara signifikan tidak memiliki pengaruh niat kewirausahaan remaja atau sikap, sedangkan hubungan yang signifikan antara niat kewirausahaan, self-efficacy dan locus of control menetapkan bahwa tidak adanya variabel-variabel ini dapat melemahkan perilaku
kewirausahaan di kalangan pemuda pada tingkatan atau kelompok yang berbeda-beda. Penelitian yang terakhir menunjukkan bahwa entrepreneurial traits dan entrepreneurial skills terdapat perbedaan pengaruh variabel tersebut terhadap intensi kewirausahaan pada beberapa fakultas di Universitas Kristen Petra (Silvia, 2013). Berdasarkan beberapa kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: H4 :
Terdapat perbedaan pengaruh Konteks Keluarga, Entrepreneurial Skills dan Locus Of Control terhadap Intensi Berwirausaha mahasiswa.
2.2.5 Konsep Penelitian Berdasarkan penelusuran pada kajian pustaka dan hasil-hasil penelitian terdahulu, maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.1 berikut.
Konteks Keluarga (X1)
H1
Entrepreneurial Skills (X2)
H2
Intensi Berwirausaha (Y)
H3 Locus Of Control (X3)
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian