BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan 2.1.1 Pengertian Pembangunan Secara etimologis, istilah pembangunan berasal dari kata bangun, diberi awalan
pem-
dan
akhiran
–an
guna
menunjukkan
perihal
membangun.Pembangunan juga berarti menilai kembali keadaan setiap kelompok masyarakat dan mengadakan perbaikan kualitatif, baik dalam kelompok maupun individu. Pembangunan bukanlah tujuan melainkan alat untuk memanusiakan manusia Ndraha, 1987 : 1 – 2). Selain itu, pembangunan juga diartikan sebagai suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya kebebasan, keadilan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka (Nasution, 2007). Lebih luas lagi, pembangunan biasanya didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building) (Siagian, 2000 : 4).
13
Apabila definisi diatas disimak secara cermat, akan muncul 7 (tujuh) ide pokok. Yaitu : 1. Pembangunan merupakan suatu proses. Berarti pembangunan merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkelanjutan dan terdiri dari tahap – tahap yang di satu pihak bersifat independen akan tetapi di pihak lain merupakan “bagian” dari sesuatu yang bersifat tanpa akhir. 2. Pembangunan merupakan upaya yang secara sadar ditetapkan sebagai sesuatu untuk dilaksanakan. Dengan kata lain, jika dalam rangka kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terdapat kegiatan yang kelihatannya seperti pembangunan, akan tetapi sebenarnya tidak ditetapkan secara sadar dan hanya terjadi secara sporadis atau insidental, kegiatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai pembangunan. 3. Pembangunan dilakukan secara terencana, baik dalam arti jangka panjang, jangka sedang, dan jangka pendek. Dan seperti dimaklumi, merencanakan berarti mengambil keputusan sekarang tentang hal – hal yang akan dilakukan pada jangka waktu tertentu di masa depan. 4. Rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan dan perubahan. Pertumbuhan dimaksudkan sebagai peningkatan kemampuan suatu negara untuk
berkembang
dan
tidak
sekedar
mampu
mempertahankan
kemerdekaan, kedaulatan, dan eksistensinya. Sedangkan perubahan mengandung makna bahwa suatu negara harus bersikap antisipatif dan proaktif dalam menghadapi tuntutan situasi yang berbeda dari satu jangka
14
waktu ke jangka waktu yang lain, terlepas apakah situasi yang berbeda itu dapat diprediksikan sebelumnya atau tidak. 5. Pembangunan mengarah kepada modernitas. Modernitas diartikan sebagai cara hidup yang baru dan lebih baik daripada sebelumnya, cara berpikir yang rasional dan sistem budaya yang kuat tetapi fleksibel. 6. Modernitas yang ingin dicapai melalui berbagai kegiatan pembangunan per definisi bersifat multidimensional. Artinya, modernitas tersebut mencakup seluruh segi kehidupan berbangsa dan bernegara, yang dapat mengejawantah dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan. 7. Semua hal yang telah disinggung di atas ditujukan kepada usaha pembinaan bangsa sehingga suatu bangsa yang bersangkutan semakin kokoh fondasinya dan semakin mantap keberadaannya sehingga menjadi negara yang sejajar dengan negara lain di dunia karena mampu menciptakan situasi yang membuatnya berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan negara lain tersebut (Siagian, 2000 : 5). 2.1.2 Pembangunan Masyarakat Pembangunan masyarakat pada dasarnya adalah proses perubahan menuju kondisi yang lebih baik, dan kondisi yang lebih baik tersebut pada umumnya dinyatakan dalam bentuk peningkatan taraf hidup atau kesejahteraan (Soetomo, 2010 : 25). Walaupun terdapat banyak rumusan tentang kesejahteraan, pada dasarnya dapat dikatakan bahwa taraf hidup atau kesejahteraan akan meningkat apabila semakin banyak kebutuhan dapat terpenuhi.
15
Oleh sebab itu, perubahan dalam proses pembangunan masyarakat juga dapat
berarti
sebagai
perubahan
yang
mengarah
pada
kondisi
yang
memungkinkan semakin banyak kebutuhan dapat dipenuhi. Di lain pihak, dalam setiap masyarakat tersedia sumber daya yang memiliki potensi dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut. Sudah barang tentu agar sumber daya tersebut dapat secara efektif berdampak pada pemenuhan semakin banyak kebutuhan dan dengan demikian berarti meningkatkan kesejahteraan, diperlukan pendayagunaan atau mobilisasi untuk mengubah sumber daya potensial menjadi aktual. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendayagunaan sumber daya untuk lebih memungkinan peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan unsusr pokok dari pembangunan masyarakat. Pembangunan masyarakat diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, dimana mereka mampu mengidentifikasikan kebutuhan dan masalah secara bersama. Ada juga yang mengartikan bahwa pembangunan masyarakat adalah kegiatan yang terencana untuk menciptakan kondisi – kondisi bagi kemajuan
sosial
ekonomi
masyarakat
dengan
meningkatkan
partisipasi
masyarakat. Pakar lain memberikan batasan bahwa pembangunan masyarakat adalah perpaduan antara pembangunan sosial ekonomi dan pengorganisasian masyarakat. Pembangunan sektor sosial ekonomi masyarakat perlu diwujudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang didukung oleh organisasi dan partisipasi masyarakat yang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan kinerja yang
16
secara terus menerus tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat (Adisasmita, 2006 : 115). Dalam setiap proses pembangunan masyarakat, terdapat tiga unsur esensial yaitu, adanya proses perubahan, mobilisasi atau pemanfaatan sumber daya dan pengembangan kapasitas masyarakat. Ketiga unsur tersebut dapat disebut sebagai konsep dasar pembangunan masyarakat yang dapat digunakan sebagai basis pemahaman dan penjelasan mengenai pembangunan masyarakat (Soetomo : 2010 : 31). Berbagai sumber mengemukakan pemikiran bahwa pembangunan masyarakat diarahan pada perbaikan kondisi hidup masyarakat. Ruopp (1953) memberi tekanan pada pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mengubah keadaan dari yang kurang dikehendaki menuju keadaan yang lebih baik.Milburn (1954) melaporkan bahwa pembangunan masyarakat di daerah – daerah bekas jajahan Inggris dititikberatkan pada perbaikan kondisi sosial masyarakat. Dan sedangkan menurut PBB (1956), tujuan pembangunan masyarakat adalah perbaikan kondisi ekonomi, sosial dan kebudayaan masyarakat, mengintegrasikan kehidupan masyarakat – masyarakat itu ke dalam kehidupan bangsa, dan memampukan mereka untuk memberi sumbangan sepenuhnya bagi kemajuan nasional. Batten (1960) juga menyetujui pendapat bahwa pembangunan masyarakat adalah suatu proses di mana masyarakat membahas dan merumuskan kebutuhan mereka, merencanakan usaha pemenuhannya, dan melaksanakan rencana itu sebaik – baiknya. Pembangunan masyarakat jelas ditujukan pada
17
upaya untuk mengurangi kemiskinan, kemelaratan, dan kebobrokan lingkungan hidup masyarakat. Dalam usaha praktik pembangunan masyarakat, terdapat masalah – masalah yang dihadapi oleh pembangunan masyarakat (Ndraha, 1987 : 96) yaitu : 1. Terdapat kecenderungan hanya kaum elit komunitas saja yang mampu dan berkesempatan
untuk
berpartisipasi
dalam
proses
penyusunan
kebijaksanaan dan pengambilan keputusan. 2. Sampai sejauh ini, pembangunan masyarakat belum berhasil sepenuhnya dalam usahanya mendorong perubahan sosial. Memang terdapat perubahan, tetapi jarang sekali terjadi perubahan yang mendasar. 3. Dewasa ini pembangunan masyarakat lebih berbau politik, artinya pembangunan masyarakat dijadikan sebagai alat komunikasi politik dan simbol politik. 4. Semakin besar komunitas, semakin bervariasi kepentingannya, sehingga terdapat kepentingan yang saling bersaingan atau kompetitif. 5. Oleh karena itu pembangunan masyarakat cenderung bekerja menurut “model konsensus”, artinya hanya kepentingan yang sangat umum sifatnya yang diperhatikan sementara kepentingan lapisan dan kelompok masyarakat di dalam komunitas, terabaikan atau tersisihkan.
18
2.2 Sektor Pesisir dan Laut 2.2.1 Batasan Wilayah Pesisir Persepsi dalam menentukan batasan wilayah pesisir sangat sulit ditentukan karena definisi yang umum dijumpai bersifat imajiner. Pada suatu ekstrim, suatu batas wilayah pesisir dapat meliputi suatu kawasan yang sangat luas mulai dari batas lautan (terluar) ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) sampai daratan yang masih dipengaruhi oleh iklim laut. Pada ekstrim lainnya, suatu wilayah pesisir hanya meliputi kawasan peralihan antara ekosistem laut dan daratan yang sangat sempit, yaitu dari garis rata – rata pasang tertinggi sampai 200 meter ke arah darat dan ke arah laut meliputi garis pantai pada saat rata – rata pasang terendah. Batasan wilayah pesisir yang sangat sempit ini dianut oleh Costa Rica. Sementara itu, negara – negara lainnya mengambil batasan wilayah pesisir di antara kedua ekstrim tersebut (Dahuri, 2013). Soegiarto (dalam Dahuri, 2013 : 8) menyatakan bahwa definsi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat – sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses – proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
19
Dalam Rapat Kerja Nasional Proyek MREP (Marine Resorce Evaluation and Planning) atau Perencanaan dan Evaluasi Sumber Daya Kelautan di Manado, 1 – 3 Agustus 1994, telah ditetapkan bahwa batas ke arah laut suatu wilayah pesisir adalah sesuai dengan batas laut yang terdapat dalam Peta Lingkungan Pantai Indonesia (PLPI) dengan skala 1 : 50.000 yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Sedangkan batas ke arah laut adalah mencakup batas administratif seluruh desa pantai )sesua dengan ketentuan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, Departemen Dalam Negeri) yang termasuk ke dalam wilayah Pesisir MREP. Definisi wilayah pesisir seperti di atas memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir. 2.2.2 Lingkungan dan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut Dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami ataupun buatan (man – made). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah : terumbu karang (coral reefs), hutan mangroves. Padang lamun (sea grass), pantai berpasir (sandy beach), formasi pes – caprea, formasi 20
baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa : tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan agroindustri dan kawasan pemukiman. Sumber daya di wilayah pesisir terdiri dari sumber daya alam yang dapat pulih dan sumber daya alam yang tak dapat pulih, sumber daya yang dapat pulih antara lain, meliputi : sumber daya perikanan (plankton, benthos, ikan, moluska, krustasea, mamalia laut), rumput laut (seaweed), padang lamun ; hutan mangrove ; dan terumbu karang. Sedangkan sumber daya tak dapat pulih, antara lain, mencakup : minyak dan gas, biji besi, pasir, timah, bauksit dan mineral serta bahan tambang lainnya. 2.2.3 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu Pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir dan laut secara berkelanjutan (Dahuri, 2013 : 12). Dalam konteks ini, keterpaduan (integration) mengandung tiga dimensi : sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis. Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas, wewenang dan tanggung jawab antar sektor atau instansi pemerintah pada tingkat pemerintah tertentu (horizontal integration) ; dan antartingkat pemerintahan mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsim sampai tingkat pusat (vertical integration).
21
Keterpaduan dari sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa di dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar pendekatan interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang melibatkan bidang ilmu : ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang relevan. Ini wajar karena wilayah pesisir pada dasarnya terdidir dari sistem sosial yang terjalin secara kompleks dan dinamis. Wilayah pesisir dan laut tersusun dari berbagai macam ekosistem (mangroves, terumbu karang, pantai berpasir, dan lainnya) yang satu sama lain saling terkait. Perubahan atau kerusakan yang menimpa satu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu, wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia maupun proses – proses alamiah yang terdapat di lahan atas (upland areas) maupun laut lepas (oceans). Kondisi empiris semacam ini mensyaratkan bahwa Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu (PWPLT) harus memperhatikan segenap keterkaitan ekologis (ecological linkages) tersebut, yang dapat mempengaruhi suatu wilayah pesisir. Berdasarkan karakteristik dan dinamika (the nature) dari kawasan pesisir dan laut, potensi dan permasalahan pembangunan, dan kebijakan pemerintah untuk sektor kelautan, maka pencapaian pembangunan kawasan pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan tampaknya hanya dapat dilakukan melalui pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu (PWPLT) (Dahuri dkk, 2013 : 149). Hal tersebut paling tidak berdasarkan pada empat alasan pokok, yaitu :
22
1. Secara empiris, terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional), baik antarekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas. Dengan demikian, perubahan yang terjadi pada suatu ekosistem pesisir (mangrove, misalnya), cepat atau lambat akan mempengaruhi ekosistem lainnya. Begitu pula halnya jika pengelolaan kegiatan pembangunan (industri, pertanian, pemukiman, dan lain – lain) di lahan atas suatu DAS tidak dilakukan secara arif (berwawasan lingkungan), maka dampak negatifnya akan merusak tatanan dan fungsi ekologis kawasan pesisir dan lautan. Fenomena inilah yang kemungkinan besar merupakan faktor penyebab utama bagi kegagalan panen tambak udang yang khir – akhir ini menimpa kawasan Pantai Utara Jawa. Karena, untuk kehidupan dan pertumbuhan udang secara optimal diperlukan kualitas perairan yang bnaik, tidak tercemar seperti Pantai Utara Jawa. 2. Dalam suatu kawasan pesisir (Kalianda – Bandar Lampung, misalnya), biasanya terdapat lebih dari dua macam sumber daya alam dan jasa – jasa lingkungan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan. 3. Dalam suatu kawasan pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat (orang) yang memiliki keterampilan/keahlian dan kesenangan (preference) bekerja yang berbeda, sebagai petani, nelayan, petani tambak, petani rumput laut, pendamping pariwisata, industri dan kerajinan rumah tangga, dan sebagainya. Padahal sangat sukar atau hampir
23
tidak mungkin untuk mengubah kesenangan bekerja (profesi) sekelompok orang yang sudah secara mentradisi menekuni suatu bidang pekerjaan. 4. Baik secara ekologis maupun ekonomis, pemanfaatan suatu kawsan pesisir secara monokultur (single use) adalah sangat rentan terhadap perubahan internal maupun eksternal yang menjurus pada kegagalan usaha. Contohnya, lagi – lagi pembangunan tambak udang di Pantai Utara Jawa, yang sejak tahun 1982 mengkonversi hampir semuapesisir termasuk mangrove (sebagai kawasan lindung) menjadi tambak udang. Sehingga, pada saat akhir 1980 – an sampai sekarang terjadi peledakan wabah virus, sebagian besar tambak udang di kawasan ini terserang penyakit yang merugikan. Kemudian, pada tahun 1988 ketika Jepang memberhentikan impor udang Indonesia selama 3 bulan, mengakibatkan harga udang turun secara drastis dari rata – rata Rp. 14.000,00 per kg menjadi Rp. 7.000,00 per kg, sehingga banyak petani tambak yang merugi. 2.2.4 Maksud dan Tujuan Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Pengelolaan wilayah pesisir dan laut dimaksudkan untuk menjamin pemanfaatan optimum sumber daya pesisir secara kelestarian, pemeliharaan terus menerus biodiversity tinggi, dan konservasi nyata habitat – habitat kritis. Tujuan nyata pengelolaan wilayah pesisir misalnya, mendukung perikanan, perlindungan masyarakat dari badai, daya tarik wisatawan, promosi kesehatan publik, menjaga hasil dari hutan mangrove, dan melindungi coral reef. Semua hal tersebut membutuhkan aksi – aksi komunitas terkoordinasi agar tujuan tercapai.
24
Tujuan utama pengelolaan wilayah pesisir dan laut adalah mengkoordinasi inisiatif berbagai sektor ekonomi pesisir (seperti perkapalan, pertanian, perikanan) menuju outcomes sosial ekonomi jangka panjang, termasuk penyelesaian konflik antara sektor – sektor yang terlibat. Keterpaduan pendekatan multi sektor secara bersama mengarahkan aktivitas – aktivitas sektor ekonomi kunci di bawah sebuah perencanaan pesisir efekftif dan sistem pengelolaan yang tepat. Misalnya, pengembangan sektor pariwisata dan perikanan tergantung pada terjaminnya kualitas lingkunganm termasuk kualitas air pesisir. Kedua sektor tersebut dapat dipengaruhi oleh efek pencemaran, hilangnya habitat hewan liar dan hilangnya keindahan karena pembangunan kilang minyak dan gas yang tidak tekendali. Untuk mewujudkan tujuannya, pengelolaan wilayah pesisir terpadu membutuhkan beberapa aksi – aksi nasional, termasuk sebagai berikut : 1. Komitmen kebijakan untuk mendukung manajemen sumber daya pesisir dan konservasi lingkungan. 2. Stakeholder wilayah pesisir mencapai pemahaman jelas atas tujuan – tujuan pengelolaan sumber daya dan lingkungan. 3. Menetapkan kantor pemerintahan untuk koordinasi urusan pesisir. 4. Inisiasi
sebuah sistem untuk review proyek pembangunan, termasuk
asesmen lingkungan. 5. Akumulasi informasi teknis. 6. Merancang
dan
pembangunan
pengelolaan (Sara, 2014 : 23 – 25).
25
perencanaan
efektif
dan
program
2.2.5 Manfaat Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut La Sara (2014) menyatakan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu dapat menguntungkan suatu bangsa atau daerah melalui sebagian atau seluruh hal berikut : 1. Memfasilitasi keberlanjutan pertumbuhan ekonomi berdasarkan sumber daya alam. 2. Melinfungi habitat alamiah dan species. 3. Mengontrol pencemaran dan perubahan garis pantai dan beachfronts. 4. Mengontrol aktivitas DAS yang memberi efek negatif wilayah pesisir. 5. Mengontrol penggalian, penambangan dan perubahan lain coral reefs, dasar air, dan dasar laut (sea floors). 6. Merehabilitasi kerusakan sumber daya. 7. Menyediakan sebuah mekanisme dan alat untuk alokasi sumber daya rasional. Wilayah pesisir, terutama bagian daratan dan daerah pasang surut, juga dapat dipengaruhi oleh dampak kegiatan yang terjadi di laut, misalnya tumpahan minyak dari kapal tanker dan air limbah hasil pencucian kapal yang dibuang ke laut yang pada gilirannya hanyut sampai ke daerah pasang surut atau daratan. Menjaga dan memelihara sumber daya yang mampu mempertahankan garis pantai, seperti pantai (beachs), mangrove, dan coral reef, merupakan sumber daya penting yang melindungi garis pantai dan pemukiman masyarakat di darat terhadap gelombang dan erosi.
26
Oleh karena wilayah pesisir dan sumber dayanya memberi manfaat besar dari aspek sosial, ekonomi, biologi, dan ekologi kepada kehidupan manusia dalam skala luas dan saat ini berbagai negara menggantungkan sebagian kebutuhan pembangunan ekonominya pada wilayah pesisir dan sumber dayanya, maka kesadaran
dan
partisipasi
semua
stakeholder
memanfaatkan
atau
mengeksploitasinya harus lebih bijaksana dan selalu mempertimbangkan keberlanjutan sumber daya tersebut (Sara, 2014). Meskipun memiliki potensi yang besar dan tidak terbatas dalam sumber daya, tetap saja pemerintah dan segenap stakeholder harus waspada terhadap pemanfaatan yang berlebih. Eksploitasi atau pemanfaatan yang berkelanjutan menjelaskan pemanfaatan bijaksana dan pengelolaan hati – hati (konservasi) individu spesies dan komunitas, bersama habitat dan ekosistemnya sehingga potensi kemanfaatannya saat ini kepada masyarakat tidak rusak. Dengan demikian, sumber daya harus selalu dijaga sehingga kemampuan sumber daya untuk selalu memperbaharui dirinya tidak rusak. Kriteria pemanfaatan berkelanjutan adalah bahwa sumber daya tidak dipanen, diekstraksi atau digunakan dalam jumlah berlebih. Dengan kata lain, sumber daya yang tidak dipanen mempunyai kemampuan lebih cepat atau minimal sama melakukan regenerasi sehingga jumlah populasi dalam lingkungan yang terjaga tetap stabil atau bahkan terus bertambah sesuai dengan daya dukung lingkungan (carrying capacity).
27
2.3 Masyarakat Pesisir 2.3.1 Pengertian Masyarakat Pesisir Masyarakat pesisir sering didefinisikan sebagai suatu masyarakat yang tinggal di pinggir pantai dan menggantungkan hidupnya pada hasil sumber daya laut, tetapi memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat petani. Selain itu, konsentrasi pola hidup masyarakat pesisir yang berhubungan langsung dengan sumber daya alam yang ada di sekitar mereka, menyebabkan kondisi mereka terisolasi dalam satu daerah saja. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang bertempat tinggal di lingkungan pesisir pantai. Karena masyarakat ini hidup di lingkungan pesisir pantai maka masyarakat ini menggantungkan hidupnya pada kekayaan alam yang ada di laut. Pekerjaan masyarakat pesisisr ini secara umum adalah sebagai nelayan. Para nelayan ini ada yang menggunakan tek nologi sederhana atau disebut dengan nelayan tradisonal. Namun, ada juga nelayan yang menggunakan teknologi yang berbeda yang disebut dengan nelayan modern, hanya saja jumlahnya tidak terlalu banyak (Chozin dkk, 2010 : 222 – 223). 2.3.2 Struktur Sosial Masyarakat Pesisir Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di lungkangan pesisir pantai, sehingga pada umumnya mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan dan menggantungkan hidup dari kekayaan alam pesisir maupun lautan.
28
Pekerjaan lain yang ada di kawasan pesisir adalah sewa – menyewa kapal. Ada juga kalangan masyarakat yang membuat garam. Pada umumnya ketergantungan masyarakat pesisir pada sektor kelautan menjadi kendala bagi masyarakat untuk berhasil keluar dari garis kemiskinan. Hal ini karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penghasilan masyarakat pesisir, sehingga pekerjaan ini tidak menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan para keluarga yang tergolong masyarakat pesisir. Hal tersebutlah alasan mengapa dikatakan bahwa masyarakat pesisir memiliki variasi hidup yang kompleks. Selain menangkap ikan, masyarakat pesisir juga mengolah kebun kelapa. Terutama karena di dekat pantai biasanya pohon kelapa mudah tumbuh. Namun, jika memiliki tanah maka tanah tersebut dikelola secara optimal. Pada saat musim padi maka tanah akan berfungsi menjadi sawah dan pada saat yang lain akan dikelola menjadi kebun. Selain itu, kolektifitas masyarakat maritim masih banyak sebagai pelayar dan pedagang antar pulau (Chozin dkk, 2010 : 223). 2.3.3 Karakteristik Masyarakat Pesisir Adapun karakteristik atau ciri – ciri yang dipantulkan oleh komunitas atau masyarakat pesisir di Indonesia adalah : 1. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tergantung pada alam laut. Ketergantungan masyarakat pesisir terhadap alam laut itu dalam bentuk fisik
maupun
emosional
sesuai
dengan
kondisi
alam
yang
mempengaruhinya. Masyarakat pesisir dengan demikiain menggantungkan
29
hidupnya dengan cuaca, iklim, dan pergantian musim terutama masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan. 2. Masyarakat pesisir sangat tergantung pada sumber daya energi yang murah dan konvensional untuk dapat menggali kekayaan alam laut yang merupakan tempat pencarian kebutuhan hidup. 3. Masyarakat pesisir sangat tergantung pada modal tunai untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari terutama untuk modal kegiatan pelayanan dan konsumsi. 4. Masyarakat pesisir sangat bergantung kepada pihak lain baik secara individual maupun berkelompok dalam sistem jaringan kerja, baik penangkapan ikan, jasa pelelangan ikan maupun terhadap para pemilik modal. 5. Masyarakat
pesisir
sangat
membutuhkan
program
–
program
pemberdayaan yang dapat mengeluarkan masyarakat pesisir dari jerat kehidupan yang sangat tajam dan tidak mengenal kompromi (Chozin dkk, 2010). 2.3.4 Upaya Memajukan Masyarakat Pesisir Salah satu upaya memajukan masyarakat pesisir adalah melalui pembangunan infrastruktur. Adapun infrastruktur yang utama adalah jalan. Jalan yang dimaksudkan di sini adalah fasilitas untuk sarana transportasi. Sarana transportasi yang baik akan memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Alasannya, karena keberadaan sarana transportasi meningkatkan efisiensi, alokasi sumber daya, meningkatkan kinerja pasar dan
30
memacu perumbuhan ekonomi. Meningkatkan akses pelayanan dasar baik itu kesehatan, pendidikan, dan meningkatkan peluang ekonomi karena berhasil menurunkan biaya. Dengan adanya jalan, maka mobilitas masyarakat menjadi tidak terbatas. Masyarakat pesisir dapat membuka akses ke wilayah lain yang menjadi sentra – sentra ekonomi. Dapat membina hubungan dengan masyarakat lain yang ada di luar wilayah pesisir. Mobilitas manusia, barang, jasa, dan modal akan bertambah juga dengan adanya transportasi yang baik. Mobilitas dan hubungan dengan masyarakat luar pada akhirnya akan menambah wawasan masyarakat pesisir (Chozin dkk, 2010). Infrastruktur lain adalah fasilitas air, listrik, dan telekomunikasi. Fasilitas – fasilitas ini diperlukan dalam menunjang produktivitas masyarkat pesisir. Di malam hari masyarkat dapat menggunakan listrik untuk penerangan. Keberadaan listrik ini akan mengurangi pengeluaran masyarakat untuk penerangan. Apalagi jika masih menggunakan minyak lampu yang harganya sudah sangat mahal, demikian pula dengan fasilitas air. Kemudahan akan fasilitas air dan listrik akan memudahkan masyarakat pesisir untuk dapat lebih fokus dalam bekerja dan memnuhi kebutuhan hidup sehari – hari. Untuk air bersih, masyarakat pesisir sudah tidak perlu mengangkut air dari tempat sumber air kempat penampungan air keluarga. Ataupun jika fasilitas air bersih tersebut masih berupa sumber air umum, maka pengangkutan air bersih dari sumber air ketempat penampungan air keluarga tidak terlalu jauh.
31
Akses yang baik ke wilayah pesisir merupakan pintu bagi terbukanya orang luar untuk masuk ke wilayah pesisir. Keberadaan orang luar di wilayah pesisir akan membuka peluang munculnya investasi, dan yang paling penting adalah masyarakat pesisir dapat memikirkan peluang untuk membenahi wilayahnya. Apakah itu dengan menyediakan tempat untuk masyarakat luar yang datang untuk menikmati keindahan alam (wisatawan) berupa sarana dan pra – sarana umum seperti penginapan, rumah makan, toilet umum dan lain – lain. Kendala mengenai sikap masyarkat yang menganggap pendatang baru sebagai ancaman bagi persatuan dan kesatuan masyarakat dapat diatasi dengan memberikan pemahaman tentang keuntungan dan kerugian yang diperoleh masyarakat pesisir jika terdapat masyarakat pendatang/luar. Segala upaya tersebut tentu akan membawa perubahan masyarakat pesisir menjadi lebih baik lagi dalam berbagai aspek. Kondisi yang semakin baik tersebut dapat mendorong kreativitas masyarakat untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Kewirausahaan masyarkat dalam bentuk pembuatan kerajinan tangan yang dapat dijual kepada pendatang/wisatawan adalh potensi yang besar. Selain itu, kendala yang didapat dari ketergantungan nelayan pada hasil tangkapan ikan di laut tentu dapat diatasi melalui peningkatan keterampilan dan kreativitas masyarakat, serta kejelian dalam membuka usaha baru.
32
2.4 Konsep Kesejahteraan 2.4.1 Pengertian Kesejahteraan Kesejahteraan adalah salah satu aspek yang cukup penting untuk menjaga dan membina terjadinya stabilitas sosial dan ekonomi. Kondisi tersebut juga diperlukan
untuk
meminimalkan
terjadinya
kecemburuan
sosial
dalam
masyarakat. Selanjutnya percepatan ekonomi masyarakat memerlukan kebijakan ekonomi atau peranan pemerintah dalam mengatur perekonomian sebagai upaya menjaga stabilitas perekonomian. 2.4.2 Kesejahteraan Masyarakat Pembangunan merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarkat yang dilakukan secara berkelanjutan berdasarkan kemampuan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang ekonomi dan sosial. Dalam UU No. 9 Tahun 2009, kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spirituil, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara umum kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu keadaan dan gerakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup, memecahkan masalah sosial, memperkuat struktur sosial masyarakat, memenuhi kebutuhan dasar dan menjaga ketentraman masyarakat, serta memungkinkan setiap warganegara mengadakan
33
usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial secara sebaik – baiknya bagi dirinya, keluarga, dan masyarakat. Dan pada umumnya, usaha – usaha yang dilakukan oleh masyarakat dalam proses pemenuhan kebutuhannya tersebut akan merujuk pada kesejahteraan masyarakat itu sendiri. 2.4.3 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Dalam menilai kesejahteraan suatu masyarakat, maka tentu dibutuhkan berbagai standar sebagai pedoman, agar terdapat kejelasan dan batasan dalam mengukur kesejahteraan dalam masyarakat, yaitu indikator kesejahteraan masyarakat. Badan Pusat Statistik menetapkan indikator tersebut meliputi : 1. Kesehatan Dimana pelayanan kesehatan masyarakat ini merupakanbentuk pelayanan kesejahteraan yang dilaksanakan melalui berbagai lembaga seperti puskesmas, posyandu, poliklinik, dan lain – lain yang disertai penempatan tenaga medis dan paramedis. Dengan adanya peningkatan pelayanan kesehatan
maka
diharapkan
derajat
kesehatan
masyarakat
dapat
meningkat. Hal ini dapat dilihat dari angka harapan hidup masyarakat. Dengan asumsi bahwa semakin tinggi umur seseorang maka tingkat kesejahteraan dan kesehatan orang tersebut semakin baik pula.Dapat dilhat juga dari jumlah lembaga – lembaga kesehatan di daerah tersebut. Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan dalam indikator ini adalah angka kematian ibu, karena angka kematian ibu akan menunjukkan kemampuan dan kualitas pelayanan kesehatan di daerah terkait.
34
2. Pendidikan Menjadikan masyarakat yang sehat dan sejahtera harus memiliki kecerdasan dan keterampilan. Maka, indikator pendidikan sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari angka melek huruf yang menggambarkan jumlah masyarakat sudah dapat membaca dan menulis huruf latin, hal ini juga disertai dengan pembangunan sarana dan prasaran seperti gedung sekolah dan program – program pendidikan oleh instansi terkait dengan kerjasama dengan masyarakat setempat. 3. Pekerjaan. Yaitu kategori profesi yang dilakukan oleh masyarakat dalam mencari penghasilan untuk mendapatkan pendapatan rumah tangga, dengan indikator : jenis pekerjaan dan jenis usaha yang dilakukan/dikembangkan. 4. Pendapatan/Penghasilan. Yaitu jumlah penghasilan riil yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama di dalam keluarga, dengan indikator : pendapatan dari hasil usaha, tanggungan dalam keluarga, tabungan, serta pemenuhan kebutuhan pokok sehari – hari berupa pemenuhan kebutuhan sandang pangan, dan papan. 2.5 Kerangka Pemikiran Sehubungan dengan keanekaragaman dan produktivitas sumber daya alam dan jasa – jasa lingkungan yang pada umumnya terdapat di kawasan pesisir dan
35
laut, kawasan ini menjadi tempat berlangsungnya berbagai macam kegiatan pembangunan yang paling intensif. Oleh karena itu, selain karena kawasan pesisir dan lautan memiliki potensi pembangunan yang sangat tinggi, kawasan ini juga rentan terhadap berbagai rupa dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan – kegiatan pembangunan yang berlangsung di dalam wilayah pesisir maupun di lahan atas dan laut lepas. Selain itu, kawasan pesisir, terutama yang tidak memiliki sistem pelindung alamiah seperti hutan mangrove, terumbu karang, dan gundukan pasir juga rentan terhadap bencana alam berupa tsunami, angin taufan dan lain sebagainya. Dengan demikian, tantangan mendasar dalam pembangunan wilayah pesisir dan lautan adalah bagaimana memfasilitasi pembangunan ekonomi masyarakat pesisir, dan pada saat yang sama meminimalkan dampak negatif dari segenap kegiatan pembangunan, sehingga proses pembangunan wilayah pesisir dan lautan dapat berlangsung secara berkelanjutan. Di provinsi Sumatera Utara, khususnya kabupaten Nias Selatan, merupakan salah satu daerah yang memiliki daerah pesisir dan laut yang melakukan pembangunan kawasan pesisir dan laut secara berkala dan berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan di salah satu wilayah pesisir di Kabupaten Nias Selatan, yakni berlokasi di Desa Sorake Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan. Yang menjadi sasaran penelitian adalah untuk melihat bagaimana peran pemerintah lokal dalam membangun wilayah pesisir dan laut di daerah tersebut, dan apakah pembangunan tersebut berdampak positif atau negatif
36
terhadap kelangsungan hidup berbagai ekosistem yang terdapat di kawasan pesisir dan laut lokasi penelitian, dan tentunya untuk menilai pengaruh pembangunan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa Sorake Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan. Untuk menjelaskan alur penelitian ini, maka penulis menuangkan kerangka pemikiran dalam bagan berikut :
37
Bagan Alur Pemikiran Pembangunan Sektor Pesisir dan Laut
Masyarakat Desa Sorake Kec. Maniamolo Kab. Nias Selatan
Kesehatan
Ketenagakerja an
Pendidikan
Kesejahteraan Masyarakat
1. Pengaruh Positif 2. Pengaruh Negatif
38
Perumahan dan
2.6 Definisi Konsep dan Definisi Operasional 2.6.1 Definisi Konsep Konsep adalah suatu makna yang berbeda di alam pikiran atau di dunia kepahaman manusia yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang atau kata – kata. Dengan demikian, konsep bukanlah objek gejalanya itu sendiri, konsep adalah suatu hasil pemaknaan di dalam intelektual manusia yang memang merujuk ke gejala nyata ke alam empiris (Suyanto, 2005 : 49). Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian ilmiah menunjukkan bahwa untuk mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti oleh peneliti. Peneliti berupaya menggiring para pembaca hasil penelitian itu memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh si peneliti. Jadi definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011 : 136 – 138). Adapun yang menjadi batasan konsep dalam penelitian ini adalah : 1. Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat – sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses – proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
39
2. Masyarakat Pesisir adalah suatu masyarakat yang tinggal di pinggir pantai dan menggantungkan hidupnya pada hasil sumber daya laut, tetapi memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat petani. 3. Pembangunan adalah suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya kebebasan, keadilan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka (Nasution, 2007). 4. Kesejahteraan Masyarakat adalah suatu keadaan dan gerakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup, memecahkan masalah sosial, memperkuat struktur sosial masyarakat, memenuhi kebutuhan dasar dan menjaga
ketentraman
masyarakat,
serta
memungkinkan
setiap
warganegara mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial secara sebaik – baiknya bagi dirinya, keluarga, dan masyarakat. Dan pada umumnya, usaha – usaha yang dilakukan oleh masyarakat dalam proses
pemenuhan
kebutuhannya
tersebut
akan
merujuk
pada
kesejahteraan masyarakat itu sendiri. 5. Desa Sorake Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan adalah salah satu lokasi di Kabupaten Nias Selatan yang memiliki wilayah pesisir dan laut dan merupakan salah satu daerah yang termasuk dalam daerah pembangunan sektor pesisir dan laut oleh pemerintah Kabupaten Nias Selatan.
40
2.6.2 Definisi Operasional Ditinjau dari proses atau langkah-langkah penelitian, dapat dikemukakan bahwa perumusan definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan definisi konsep. Jika definisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa objek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan operasional ditujukan dalam upaya transfornasi konsep kedunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011 : 141). Definisi operasional tidaklah mungkin ditetapkan jika konsep itu tidak merujuk sama sekali pada suatu realitas tertentu. Harus diingat bahwa konsep yang mempunyai rujukan empiris ini masih harus dipandang sebagai konsep yang belum sepenuhnya operasional. Oleh karena itu, menurut Bernard S. Philips sebuah konsep baru akan disebut konsep yang operasioanl jika konsep itu sudah menyatakan secara eksplisit konsekuensi metode operasinya (Suyanto, 2005 : 51). Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian Pengaruh Pembangunan Sektor Pesisir dan Laut Terhadap Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Desa Sorake Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan adalah sebagai berikut : A. Variabel bebas atau disebut juga X adalah segala gejala, faktor, atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi munculnya variable kedua (Nawawi, 1998 : 57). Dalam penelitian ini, yang menjadi variable X adalah pembangunan sektor pesisir dan laut di salah satu daerah pesisir 41
pantai di Kabupaten Nias Selatan, tepatnya di Desa Sorake Kecamatan Maniamolo. B. Variabel terikat atau disebut juga Y adalah sejumlah gejala atau faktor maupun unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan dengan adanya variabel bebas dan bukan karena adanya variabel lain (Nawawi, 1998 : 57). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel Y adalah kesejahteraan masyarakat pesisir, sebelum dan sesudah dilakukannya pembangunan sektor pesisir dan laut di Desa Sorake Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan. Ukuran tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut meliputi : 1. Kesehatan Dimana pelayanan kesehatan masyarakat ini merupakan bentuk pelayanan kesejahteraan yang dilaksanakan melalui berbagai lembaga seperti puskesmas, posyandu, poliklinik, dan lain – lain yang disertai penempatan tenaga medis dan paramedis. Dengan adanya peningkatan pelayanan kesehatan maka diharapkan derajat kesehatan masyarakat dapat meningkat. Hal ini dapat dilihat dari angka harapan hidup masyarakat. Dengan asumsi bahwa semakin tinggi umur seseorang maka tingkat kesejahteraan dan kesehatan orang tersebut semakin baik pula. Dapat dilhat juga dari jumlah lembaga – lembaga kesehatan di daerah tersebut. Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan dalam indikator ini adalah angka
42
kematian ibu, karena angka kematian ibu akan menunjukkan kemampuan dan kualitas pelayanan kesehatan di daerah terkait. 2. Pendidikan. Yaitu indikator tingkat pendidikan yang dapat dilihat dari angka melek huruf yang menggambarkan jumlah masyarakat sudah dapat membaca dan menulis huruf latin, hal ini juga disertai dengan pembangunan sarana dan prasaran seperti gedung sekolah dan program – program pendidikan oleh instansi terkait dengan kerjasa dengan masyarakat setempat. 3. Pekerjaan Yaitu kategori profesi yang dilakukan oleh masyarakat dalam mencari penghasilan untuk mendapatkan pendapatan rumah tangga, dengan indikator :jenis pekerjaan dan jenis usaha yang dilakukan/dikembangkan 4. Pendapatan/Penghasilan Yaitu jumlah penghasilan riil yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama di dalam keluarga, dengan indikator : pendapatan dari hasil usaha, tanggungan dalam keluarga, tabungan, serta pemenuhan kebutuhan pokok sehari – hari berupa pemenuhan kebutuhan sandang pangan, dan papan.
43