BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1
Pengertian Perbankan Bank adalah lembaga keuangan, berarti bank adalah badan usaha yang
kekayaan utamanya dalam bentuk asset keuangan (financial assets) serta bermotivasi profit dan juga sosial, jadi bukan mencari keuntungan saja (Malayu S.p Hasibuan: 2002 dalam Fathurrahman, 2012). Ponco (2008) menyatakan bahwa Menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian bank adalah badan usaha yang
menghimpun
dana
dari
masyarakat
dalam
bentuk
simpanan
dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Pengertian tersebut memiliki kandungan filosofis yang tinggi. Pengertian yang lebih teknis dapat ditemukan pada Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 792 Tahun 1990. Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan (1999: 31.1) adalah, bank merupakan suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
2.1.2 Kinerja Perbankan Kinerja keuangan pada dasarnya merupakan hasil yang dicapai suatu perusahaan dengan mengelola sumber daya yang ada dalam perusahaan yang seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan manajemen. Menurut Kidwell (1982) dalam Sudiyanto (2009) menyatakan bahwa kinerja perbankan dapat diukur dengan mengunakan rata–rata tingkat bunga pinjaman, rata–rata tingkat bunga simpanan, dan profitabilitas perbankan. Kinerja perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam variabel atau indikator, antara lain melalui laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan ini dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang umum digunakan sebagai dasar di dalam penilaian kinerja perusahaan. Menurut Merkusiwati (2007) dalam Ponco (2008) penilaian kinerja perusahaan bagi manajemen dapat diartikan sebagai penilaian terhadap prestasi yang dapat dicapai. Dalam hal ini laba dapat digunakan sebagai ukuran dari prestasi yang dicapai dalam suatu perusahaan. Penilaian kinerja perusahaan penting dilakukan, baik oleh manajemen, pemegang saham, pemerintah, maupun pihak lain yang berkepentingan dan terkait dengan distribusi kesejahteraan di antara mereka, tidak terkecuali perbankan. Faktor–faktor kinerja perusahaan perbankan yang digunakan untuk menilai kesehatan bank dapat dijelaskan sebagai berikut (Januarti, 2002 dalam Ponco, 2008): 1) Capital
Modal merupakan faktor yang penting dalam rangka pengembangan usaha dan untuk menampung risiko kerugiannya. Modal berfungsi untuk membiayai operasi, sebagai instrumen untuk mengantisipasi rasio, dan sebagai alat untuk ekpansi usaha. Penelitian aspek permodalan suatu bank lebih dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana atau berapa modal bank tersebut telah memadai untuk menunjang kebutuhannya. Sedangkan menurut Bank Indonesia, penilaian pemodalan dimaksudkan untuk mengevaluasi kecukupan modal Bank dalam mengcover eksposur risiko saat ini dan mengantisipasi eksposur risiko di masa datang. 2)
Assets Quality Penilaian kualitas aset dimaksudkan untuk mengevaluasi kondisi aset bank dan kecukupan manajemen risiko kredit. Aspek ini menunjukkan kualitas aset sehubungan dengan risiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank pada portofolio yang berbeda. Setiap penanaman dana bank dalam aktiva produktif dinilai kualitasnya dengan menentukan tingkat kolektibilitas yaitu apakah lancar, kurang lancar, diragukan atau macet. Pembedaan tingkat kolektibilitas tersebut diperlukan untuk mengetahui besarnya cadangan minimum penghapusan aktiva produktif yang harus disediakan oleh bank untuk menutup risiko kemungkinan kerugian terjadi.
3)
Management Penilaian manajemen dimaksudkan untuk mengevaluasi kemampuan manajerial pengurus Bank dalam menjalankan usahanya, kecukupan manajemen risiko dan kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia. manajemen yang dimaksud disini adalah kemampuan manajemen bank untuk mengidentifikasi, mengukur, mengawasi dan mengontrol risiko–risiko yang timbul melalui kebijakan-kebijakan dan strategi bisnisnya untuk mencapai target. Indikator manajemen disini dapat diartikan sebagai kemampuan
manajemen
perusahaan
perbankan
dalam
mengendalikan
operasinya ke dalam maupun keluar, pengendalian operasi yang baik, memiliki sistem dan prosedur yang jelas yang didukung dengan adanya sumber daya manusia yang handal, kepemimpinan manajemen yang profesional serta ketersediaan teknologi informasi. 4) Earning Penilaian earning dimaksudkan untuk mengevaluasi kondisi dan kemampuan earning atau rentabilitas Bank dalam mendukung kegiatan operasional dan pemodalan. Earnings digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menetapkan harga yang mampu menutup seluruhbiaya. Laba memungkinkan Bank untuk bertumbuh. Laba yang dihasilkansecara stabil akan memberikan nilai tambah. 5) Liquidity
Penilaian likuiditas dimaksudkan untuk mengevaluasi kemampuan Bankdalam
memelihara
tingkat
likuiditas
yang
memadai
dan
kecukupanmanajemen risiko likuiditas. Analisis likuiditasdimaksudkan untuk mengukur seberapa besar kemampuan bank tersebutmampu membayar utangutangnya dan membayar kembali kepadadeposannya serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpaterjadi penangguhan.Ketersediaan dana dan sumber dana bank pada saat ini dan di masa yangakan datang, merupakan pemahaman konsep likuiditas dalam indikator ini.Pengaturan likuiditas terutama dimaksudkan agar bank setiap saat dapatmemenuhi kewajiban–kewajibannya yang harus segera dibayar. Likuiditas dinilai dengan mengingat bahwa aktiva bank kebanyakanbersifat tidak likuid dengan sumber dana dengan jangka waktu lebihpendek.
Penilaian
likuiditas
antara
lain
melihat
kemampuan
bankmenyediakan aset likuid yang dapat segera dijadikan uang tunai. 2.1.3
Laporan Keuangan Perbankan Ketentuan laporan keuangan bank terdiri dari (1) Neraca (2) Laporan
Perhitungan Laba Rugi(3) Laporan Komitmen dan Kontijensi, (4) Laporan Perubahan Posisi Keuangan, dan (5) Catatanatas Laporan Keuangan (IAI, 1995dalam Prasnugraha, 2007). Neraca sebagai laporan posisi keuangan bank pada saat tertentu Aktiva dan pasiva pada neracabank tidak diklasifikasikan menurut lancar dan tidak lancar, melainkan disusun sesuai dengan dengantingkat likuiditas dan jatuh tempo. Setiap
pos aktiva produktif harus disajikan dalam jumlah bruto dandikurangi dengan penyisihan penghapusannya. Laporan
laba
rugi
bank
disusun
multiple
step
(bertahap)
sehinggamenggambarkan kegiatan operasi utama bank dengan kegiatan non opersionalnya. Pos-pos laporanlaba rugi harus disesuaikan dengan Standard Khusus Akuntansi Perbankan Indonesia(SKAPI) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI). Laporan Komitmen dan Kontijensi harus disusun secara sistematis, agar dapat memberikangambaran komprehensif posisi komitmen dan kontijensi, baik yang bersifat tagihan maupunkewajiban, secara tersendiri tanpa pos lawan. Komitmen merupakan perjanjian atau kontrak yangtidak dapat dibatalkan (irreversible) secara sepihak. Kontijensi merupakan kewajiban yang timbulnyabersifat kondisional. Laporan perubahan posisi keuangan merupakan laporan arus kas yang membagi arus kasmenjadi tiga kategori arus kas operasi, arus kas investasi dan arus kas pendanaan. Laporan arus kasdiatur sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 2 tentang laporan aruskas. Catatan atas laporan keuangan harus menjelaskan pos-pos laporan keuangan pokok dan catatantentang posisi devisa menurut jenis mata uang serta kegiatannya, seperti kegiatan wali amanat,custodianship(perwakilan), dan penyaluran kredit kelolaan (IAI, 1995).Rasio keuangan sangat penting bagi analisis eksternal yang menilai suatu perusahaan berdasarkan laporan keuangan yang diumumkan. Penilaian
ini meliputi masalah likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, efisiensi manajemen, dan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Menurut Harahap (2004:195) dalam Fathurrahman (2012), analisis laporan keuangan bertujuan untuk : 1)
Dapat memberikan informasi yang lebih luas, lebih dalam daripada yang terdapat dari laporan keuangan biasa.
2)
Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata (explicit) dari suatu laporan keuangan atau yang berada di balik laporan keuangan (implicit).
3)
Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan.
4)
Dapat membongkar hal-hal yang bersifat tidak konsisten dalam hubungannya dengan suatu laporan keuangan baik dikaitkan dengan komponen intern laporan keuangan maupun kaitannya dengan informasi yang diperoleh dari luar perusahaan.
5)
Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan modelmodel dan teori yang terdapat di lapangan seperti untuk memprediksi, peningkatan (rating).
6)
Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan.
7)
Dapat menentukan peringkat (rating) perusahaan menurut kriteria tertentu yang sudah dikenal dalam dunia bisnis.
8)
Dapat membandingkan situasi perusahaan dengan perusahaan lain dengan periode sebelumnya atau dengan standar industri normal atau standar ideal.
9)
Dapat memahami situasi dan kondisi keuangan yang dialami perusahaan, baik posisi keuangan, hasil usaha, struktur keuangan, dan sebagainya.
10)
Dapat memprediksi potensi apa yang mungkin dialami perusahaan di masa yang akan datang
2.1.4
Rasio Keuangan Perbankan Analisis rasio keuangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
memperoleh gambaran perkembangan finansial dan posisi finansial perusahaan. Analisis rasio keuangan berguna sebagai analisis intern bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui hasil finansial yang telah dicapai guna perencanaan yang akan datang dan juga untuk analisis intern bagi kreditor dan investor untuk menetukan kebijakan pemberian kredit dan penanaman modal suatu perusahaan (Bahtiar Usman, 2003 dalam Prasnanugraha, 2007 ) Menurut Wiagustini (2010) menyatakan bahwa analis rasio adalah suatu teknik analisis yang menghubungkan antara satu pos dengan pos lainnya baik dalam neraca atau rugi laba maupun kombinasi dari kedua laporan keuangan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk memberi informasi atas hasil interpretasi mengenai kinerja yang dicapai perusahaan. Kondisi keuangan dapat dilihat dalam berbagai aspek, yaitu:
1)
Aspek Likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya dalam jangka pendek dengan dana lancar yang tersedia.
2)
Aspek Solvabilitas/Leverage, kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, atau mengukur sejauh mana perusahaan dibiayai dengan hutang.
3)
Aspek Profitabilitas, kemampuan perusahaan memperoleh laba atau ukuran efektivitas pengelolaan manajemen perusahaan.
4)
Aspek Aktivitas Usaha, kemampuan perusahaan untuk menjaga stabilitas usahanya sehingga bisa bertahan hidup dan berkembang secara sendiri.
5)
Aspek Pasar, menunjukan pengakuan pasar terhadap kondisi keuangan yang dicapai perusahaan atau mengukur kemampuan manajemen dalam menciptakan nilai pasar diatas biaya investasi.
2.1.5
Profitabilitas Laba yang diraih dari kegiatan yang dilakukan merupaan cerminan kinerja
sebuah perusahaan dalam menjalankan usahanya. Sebagai salah satu acuan dalam mengukur besarnya laba menjadi begitu penting untuk mengetahui apakah perusahaan telah menjalankan usahanya secara efisien, karena efisiensi baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut dengan kata lain adalah menghitung profitabilitas (Nusantara, 2009). Meski ada beragam indikator penilaian profitabilitas yang dapat
digunakan oleh bank, dan pada penelitian inidinggunakan rasio Return on Assets (ROA), dengan alasan ROA memperhitungkan bagaimana kemampuan manajemen bank dalam memperoleh profitabilitasnya dan peningkatan efisiensi secara menyeluruh. ROA merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Prihantini (2009) menyatakan
ROA digunakan untuk
mengetahui besarnya laba bersih yang dapat diperoleh dari operasional perusahaan dengan menggunakan seluruh kekayaannya. Tinggi rendahnya ROA tergantung pada pengelolaan asset perusahaan oleh manajemen yang menggambarkan efisiensi dari operasional perusahaan. Semakin tinggi ROA semakin efisien operasional perusahaan dan sebaliknya, rendahnya ROA dapat disebabkan oleh banyaknya asset perusahaan yang menganggur, investasi dalam persediaan yang terlalu banyak, kelebihan uang kertas, aktiva tetap beroperasi dibawah normal dan lain-lain. 2.1.6
Capital Adequacy Ratio (CAR) Capital
menunjukkan
Adequacy
Ratio
(CAR)
merupakanrasio
kemampuan
bank
dalam
menyediakandana
permodalan untuk
yang
keperluan
pengembangan usaha dan menampung risiko kerugiandana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. CAR menunjukkansejauh mana penurunan Asset Bank masih dapat ditutup oleh Equity bankyang tersedia, semakin tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah bank(Tarmidzi Achmad, 2003). RasioCAR digunakan untuk
mengukur kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian didalamkegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Sesuai peraturan Bank Indonesia No. 10/15/PBI/2008, permodalan minimum yang harus dimiliki bank adalah 8%. Suatu bank yang memiliki modal yang cukup diterjemahkan ke dalam profitabilitas yang lebih tinggi. Ini berari bahwa semakin tinggi modal yang diinvestasikan di bank maka semakin tinggi profitabilitas bank (Hayat, 2008 dalam Agustiningrum, 2012) 2.1.7
Non Performance Loan (NPL) Non Performance Loan (NPL) merupakan rasio yang dipergunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam mengukur risiko kegagalan pengembalian kreditoleh debitur (Mabruroh, 2004). Meliyanti (2009) menyatakan NPLjuga dapat di katakan kredit yang tidak lancar atau kredit dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratanyang diperjanjikan.NPLmencerminkan risiko kredit, semakinkecil NPL semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung pihak bank.Bank dalam memberikan kredit harus melakukan analisis terhadapkemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelahkredit diberikan bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaankredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhikewajibannya (Nusantara,2009).Bank dikatakan mempunyaiNPL yang tinggi jika banyaknyakredit yang bermasalah lebih besar daripada jumlah kredit yang diberikankepada debitur (Mahardian, 2008). Dengan demikianapabila suatu
bank mempunyai NPL yang tinggi, makaakan memperbesar biaya baik biaya pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya. 2.1.8
Loan to Deposit Ratio (LDR) Loan to deposit ratio(LDR) adalah rasio adanya kemungkinan deposan atau
debitur menarik dananya dari bank. Resiko penarikan dana tersebut berbeda antara masing–masing likuiditasnya. Giro tentunya memiliki likuiditas yang lebih tinggi karena sifat sumber dana ini sangat labil karena dapat ditarik kapan saja sehingga bank harus dapat memproyeksi kebutuhan likuiditasnya untuk memenuhi nasabah giro. Sementara Deposito Berjangka resikonya relatif lebih rendah karena bank dapat memproyeksikan kapan likuiditas dibutuhkan untuk memenuhi penarikan Deposito Berjangka yang telah jatuh tempo. Kata lainLDR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur likuiditas bank dalam memenuhi kebutuhan dana yang ditarik oleh masyarakat dalam bentuk tabungan, giro dan deposito (Sudiyanto, 2010) Almadany (2012)
menyatakan bahwa kebutuhan likuiditas setiap bank
berbeda-beda tergantung antara lain pada khususan usaha bank, besarnya bank dan sebagainya. Oleh karena itu untuk menilai cukup tidaknya likuiditas suatu bank dengan menggunakan ukuran LDR, yaitu dengan memperhitungkan berbagai aspek yang berkaitan dengan kewajibannya, seperti memenuhi commitmen loan, antisipasi atas pemberian jaminan bank yang pada gilirannya akan menjadi kewajiban bagi bank.Apabila hasil pengukuran jauh berada di atas target dan limit bank tersebut. Maka dapat dikatakan bahwa bank akan mengalami kesulitan likuiditas yang
padagilirannya akan menimbulkan beban biaya yang besar. Sebaliknya bila berada dibawah target dan limitnya, maka bank tersebut dapat memelihara alat likuid yangberlebihan dan ini akan menimbulkan tekanan terhadap pendapatan bank berupatingginya biaya pemeliharan kas yang menganggur (idle money).
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1
PengaruhCapital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Kinerja Keuangan Capital Adequacy Ratio (CAR) meerupakan rasio permodalan untuk
mengukur kecukupan modal yg dimiliki bank untuk menunjang aktiva yg mengandung atau menghasilkan resiko, misal kredit yg diberikan. Indikator CAR merupakan salah satu indikator permodalan yang sering digunakan dalammenilai kinerja perbankan. Semakin besar CARmaka kinerja perbankan tersebut semakin baik, karena permodalan yang ada digunakan untuk menutup kemungkinan kerugian didalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Teori tersebut juga konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Singh (2015), Marwadi (2004), Rahman (2010)dan Ponco (2008) menyatakan bahwa,CAR terbukti mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja keuangan. Berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2012), Karunia (2013), Almilia dan Herdiningtyas (2005), dan Prasnanugraha (2007) menyatakan semakin besar CAR maka dapat mengurangi kemampuan bank dalam melakukan ekspansi usaha karena semakin besarnya cadangan modal yang digunakan untuk menutupi resiko kerugian. Terhambatnya ekspansi usaha akibat tingginya CAR
yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja keuangan bank. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipostesis yaitu : H1 :Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruhpadakinerja keuangan.
2.2.2
Pengaruh Non Performance Loan (NPL) Terhadap kinerja keuangan Non Performance Loan (NPL) menunjukan bahwa kemampuan manajemen
bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk kualitas kredit bankyang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar makakemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kreditdalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidaktermasuk kredit kepada bank lain Hal ini dikuatkan dengan bukti empiris yang dilakukan oleh Marwadi (2004), Purwoko dan Sudiyanto (2013), dan Ponco (2008) yang menunjukkan hasil bahwa NPL berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan. Hasil serupa juga ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan Rachmawati (2013) dan Mahardian (2008) menyatakan bahwa, NPLmemiliki pengaruh negatif terhadap kinerja keuangan. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipostesis yaitu: H2:Non Performance Loan (NPL) berpengaruh padakinerja keuangan.
2.2.2
Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap kinerja keuangan Loan to deposit ratio(LDR) adalah rasio perbandingan antara kredit yang
diberikan dengan dana pihak ketiga, termasuk pinjaman yang diterima, tidak termasuk pinjama subordinasi, LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan
dana yang dilakukan deposan dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya Prasnanugraha (2007) menyatakan semakin tinggi LDR sampai dengan batas tertentu maka akan semakin banyak dana yang disalurkan dalam bentuk kredit maka akan meningkatkan pendapatan bunga sehingga ROA semakin tinggi. Basran Desfian (2005) dalam Prasnanugraha(2007) menyatakan bahwa sesuai dengan teori yaitu peningkatan LDR disebabkan peningkatan dalam pemberian kredit ataupun penarikan dana oleh masyarakat dimana hal ini dapat mempengaruhi likuiditas bank yang berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan masyarakat. Hal ini dikuatkan dengan bukti empiris yang dilakukan oleh Nurwati (2014), Sudiyanto (2010), Almadany (2012) menyatakan bahwa LDR berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Nusantara (2009)
juga menyatakan bahwa, LDR
mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diperoleh hipostesis yaitu : H3:Loan to deposit ratio(LDR) berpengaruhpadakinerja keuangan