BAB II KAJIAN PUSTAKA
2. 1. Corporate Social Responsibility (CSR) dalam perspektif Good Corporate Governance (GCG) Mewujudkan Corporate Social Responsibility adalah gagasan utama dari penerapan good corporate governance (GCG), hal ini sejalan dengan kesimpulan yang terangkum dalam konferensi CSR yang diselenggarakan oleh Indonesia Business Link (IBL) 55. Penerapan good corporate governance atau dapat diartikan sebagai tata kelola perusahaan yang baik muncul sebagai akibat dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, baik di Indonesia maupun luar negeri. Pengertian Good Corporate Governance menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-117/ M-MBU/ 2002, Tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance Pada BUMN dijelaskan bahwa Corporate Governance adalah : “Suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk
meningkatkan
keberhasilan
usaha
dan
akuntabilitas
perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
55
Etty Murwaningsari, Hubungan Corporate Governance, Corporate Social Responsibilities dan Corporate Financial Performance dalam Satu Continuum.” Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 11 No. 1: 30-40. Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti. 2009
Universitas Sumatera Utara
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika”.
Prinsip – prinsip GCG sesuai pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada BUMN sebagai berikut : 1. Transparansi (transparency): keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan. 2. Pengungkapan
(disclosure):
penyajian
informasi
kepada
stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal – hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan. 3. Kemandirian (independence): suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip – prinsip korporasi yang sehat. 4. Akuntabilitas (accountability): kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis.
Universitas Sumatera Utara
5. Pertanggungjawaban
(responsibility):
kesesuaian
dalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang – undangan yang berlaku dan prinsip – prinsip korporasi yang sehat. 6. Kewajaran (fairness): keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak–hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang–undangan yang berlaku. 2.1.1. Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) Sejak abad ke-19, berawal dari perkembangan pesat perusahaan sebagai organisasi bisnis di Amerika 56. Kemudian kebijakan publik secara tegas merubah lingkup sosial yang mesti direspon perusahaan secara lebih spesifik, seperti kesehatan dan keselamatan kerja (K3), jaminan sosial pekerja, pelestarian lingkungan, perlindungan konsumen, dll.
Perusahaan
perlu
merespon
tuntutan
pasar
sukarela,karena
merflesikan tuntutan moral dan sosial konsumen, disisi lain juga memiliki tanggung jawab sosial, juga harus patuh terhadap hukum dan kebijakan publik. Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) sudah muncul sejak tahun 1933, dalam The Modern Corporatation And Private Property,
dikemukakan
bahwa
korporasi
modern
seharusnya
mentransformasikan diri menjadi institusi sosial, ketimbang institusi ekonomi yang semata memaksimalkan laba. Pemikiran ini dipertajam
56
Edi Suharto. “Corporate Social Responsibility: What is and Benefit for Corporate ,2008. makalah hal 2
Universitas Sumatera Utara
oleh Peter F Drucker pada tahun 1946, lewat bukunya The Concept Of Corporation 57. Kemudian pada tahun 1953 nama CSR pertama kali digaungkan dalam diskursus resmi akademik Howard R. Bowen dengan bukunya yang berjudul Social Responsibility of the Businessman 58. Ide dasar yang dikemukakan Bowen mengacu pada kewajiban pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat ditempat perusahaannya beroperasi 59. Tetapi pada tahun 1970, ekonomi Milton Friedman menjelaskan pandangan yang berbeda tentang CSR, Bahwa tanggung jawab sosial perusahaan adalah menghasilkan menghasilkan keuntungan (profit) dalam batasan moral masyarakat dan hukum. Ia mengingatkan bahwa inisiatif perusahaan untuk menjalankan CSR dapat membuat arah manajemen menjadi tidak fokus, membuat pengelolaan sumber daya menjadi tidak efesien, memperlemah daya saing, serta mempersempit pilihan-pilihan dan kesempatan. Namun seiring waktu berjalan, CSR semakin berkembang dan terus menjadi isu kunci dalam konteks manajemen, pemasaran dan akuntansi di Inggris, Amerika, Eropa, Canada, dan Negara-negara lain.
57
http://www.ppm-manajemen.ac.id/index.php?wb=11&mib=highlights.detail&id=9 Prinsip-prinsip yang dikemukakannya mendapatkan pengakuan publik dan akademisi sehingga Howard R. Bowen dinobatkan sebagai “Bapak CSR” 59 Susiloadi. Implementasi Corporate Social Responsibility untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan. Spirit Publik, 2008. Vol. 4:124 58
Universitas Sumatera Utara
Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan atau bahkan sering diidentikkan dengan CSR ini antara lain Pemberian/Amal Perusahaan (Corporate Giving/Charity), Kedermawanan Perusahaan (Corporate philanthropy),
Relasi
Kemasyarakatan
Community/PublicRelations),
dan
Perusahaan
Pengembangan
(Corporate Masyarakat
(Community Development). Keempat nama itu bisa pula dilihat sebagai dimensi atau pendekatan CSR dalam konteks Investasi Sosial Perusahaan (Corporate Social Investment/Investing) yang didorong oleh spectrum motif yang terentang dari motif “amal” hingga “pemberdayaan” 60. Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Melalui konsep investasi sosial perusahaan “seat belt”, sejak tahun 2003 Departemen Sosial
tercatat
sebagai
lembaga
pemerintah
yang
aktif
dalam
mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. Perusahaan menyadari untuk mempertahankan eksistensinya perusahaan berusaha untuk meningkatkan kualitas hidup, potensi kewirausahaan dan kualitas lingkungan sekitar. Karena perusahaan
60
Brilliant, Eleanor L. dan Kimberlee A. Rice. “Influencing corporate philantrophy” dalam Gary M. Glould dan Michael L. Smith(eds), social work in the workspace (New York:Spinger Publishing Co. 1988) page 299-313
Universitas Sumatera Utara
tidak bisa bertahan ditengah masyarakat miskin dan lingkungan yang tidak mendukung kemajuannya. Untuk itu, perusahaan memberikan perhatian besar pada perlunya memberdayakan berbagai potensi masyarakat sebagai unsur penting yang menunjang survival perusahaan sejak sekarang. Namun
demikian,
tidak
dapat
pula
dipungkiri
bahwa
perkembangan pelaksanaan CSR akhir-akhir ini juga mengalami kecenderungan positif dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Timbul kesadaran pelaksanaan CSR merupakan bagian yang menyatu dalam strategi bisnis suatu korporasi, dimana pelaksanaan CSR justru mendukung tujuan-tujuan bisnis inti. Perubahan arah kecenderungan perkembangan pelaksanaan CSR tersebut di Indonesia akhir-akhir ini cukup intens diperbincangkan berbagai kalangan (pemerintah, pebisnis, akademisi, dan NGOs). Namun demikian, riset-riset yang terkait dengan implementasi CSR belum banyak dilakukan. Riset yang dilakukan masih berkisar pada praktek CSR yang sedang berlangsung saat ini, seperti yang dilakukan Rusfadia Saktiyanti Jahya (2006) 61 dan Siti Adiprigandari Adiwoso Suprapto (2006). Dari beberapa hasil riset tersebut secara umum dapat disimpulkan antara lain: pertama, bahwa pebisnis umumnya melihat praktek CSR sabagai kegiatan yang memiliki makna sosial dan bisnis sekaligus. Artinya, praktek CSR masih dikaitkan dengan peningkatan citra korporat di mata masyarakat; 61
Jahja, Rusfadia Saktiyanti. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Corporate Social Responsibility Perusahaan Ekstraktif dalam Jurnal Galang, Vol.1, No.2, Hal.22-35, Edisi Januari 2006.
Universitas Sumatera Utara
kedua, praktek CSR yang dilakukan belum mencapai hasil seperti yang diharapkan dalam arti pemberdayaan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Hal ini terjadi antara lain disebabkan oleh kebijakan program yang terlalu kaku, implementasi yang salah, dan belum siapnya masyarakat calon penerima bantuan.
2.1.2. Defenisi Corporate Social Responsibility (CSR) Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan konsep yang masih terus berkembang sehingga CSR memiliki beraneka ragam definisi. Belum ada definisi tunggal serta kriteria spesifik mengenai konsep CSR dikarenakan implementasi dan penjabaran CSR yang dilakukan perusahaan juga berbeda-beda 62. Dari keragaman pengertian CSR maka pengertian CSR dilihat beberapa aspek yaitu: 1. Aspek ekonomi dan sosial Anatan mendefinisikan CSR sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi, untuk meningkatkan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan komunitas luas 63.
62
Sumardiyono, E. Evaluasi Pelaksanaan Community Development dalam Perolehan PROPER Hijau (Studi Kasus di PT Pupuk Kaltim Bontang). Tesis. Semarang: Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro 2007. Hal 37 63 Anatan, L. Corporate Social Responsibility (CSR): Tinjauan Teoritis dan Praktik di Indonesia 2009, (Online), (http://majour.maranatha.edu/index.php/jurnalmanajemen/article/view/220, diakses 13 maret 2014
Universitas Sumatera Utara
World
Business
Council
for
Sustainable
Development
mendefinisikan CSR sebagai komitmen berkelanjutan kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberikan sumbangan pada pembangunan ekonomi
sekaligus
meningkatkan
kualitas
hidup
karyawan
dan
keluarganya, komunitas lokal, dan masyarakat secara keseluruhan 64. CSR dikemukakan ISO 26000 adalah Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan
berkelanjutan
dan
kesejahteraan
masyarakat,
mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh 65. Nuryana menyatakan Corporate Social Responsibility (CSR) ialah Sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial di dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para stakeholder berdasarkan prinsip kemitraan dan kesukarelaan 66.
64
Rahadhini, M.D. Peran Public Relations dalam Membangun Citra Perusahaan melalui Program Corporate Social Responsibility. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan 2010. Vol. 10, No. 1:14. (online) (http://repository.unhas.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/8256/SKRIPSI%20LE NGKAP-FEB-AKUNTANSI-NEFERTITI%20BALAMURTI%20DEWI.pdf?sequence=1) diakses 13 maret 2014 65 Martono Anggusti, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, (Bandung : Books Terrace & Library, 2010) hal. 9. 66 Mu’man nuryana. Corporate Social Responsibility dan kontribusi bagi pembangunan berkelanjutan, makalah yang disampaikan pada diklat pekerjaan social industri balaibesar pendidikan dan pelatihan kesejahteraan social (BBPPKS). Bandung, .2005
Universitas Sumatera Utara
2. Aspek lingkungan The European Commission mendefinisikan CSR sebagai “being socially responsible means not only fulfilling legal expectations, but also going beyond compliance and investing more into human capital, the environment,and relations with stakeholders”. Artinya CSR bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi dilaksanakan secara suka rela dan ada dorongan yang tulus dari dalam, serta merupakan investasi untuk lingkungan dan stakeholders 67. Institute of Chartered Accountants, England and Wales: Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham (shareholders) mereka 68. 3. Pembangunan berkelanjutan (sustainability development) Perkembangan CSR tidak bisa terlepas dari konsep pembangunan berkelanjutan. Menurut John Elkington sustainability (keberlanjutan) adalah
keseimbangan
antara
people-planet-profit,
yang
dikenal
dengansebutan 3P dalam konsep Triple Bottom Line. Sustainability terletak pada pertemuan antara tiga aspek, people-sosial, planetenvironment; dan profit-economic. Maka menurut Elkington, perusahan
67
J.Wiwoho. Corporate Social Responsibility (CSR) ditinjau dari Aspek Sejarah, Falsafah, Keuntungan, serta Kendalanya. MMH. Vol. 37 No. 2. 2008 Hal 110 68
http://en.wikipedia.org/wiki/Institute_of_Chartered_Accountants_in_England_%26_W ales
Universitas Sumatera Utara
harus bertanggung jawab atas dampak positif maupun negatif yang ditimbulkan terhadap aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup 69. Dari definisi tersebut, tersirat makna bahwa CSR harus dilaksanakan
secara
terus
menerus
agar
tercipta
pembangunan
berkelanjutan yang merupakan inti dari CSR, sehingga elemen profit, people, dan planet menjadi satu kesatuan utuh yang dapat memberikan manfaat yang besar dan menyentuh semua aspek kehidupan. Menurut Akib defenisi CSR adalah upaya manajemen yang dijalankan oleh entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasarkan keseimbangan pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif 70. Terdapat dua jenis keberlanjutan menurut Dunphy et al yakni ecological sustainability (keberlanjutan ekologi) dan human sustainability (keberlanjutan
manusia).
Keberlanjutan
ekologi
mencakup
desain
organisasi yang dapat memberikan kontribusi kepada sustainable economic development (pembangunan ekonomi yang berkelanjutan), perlindungan terhadap lingkungan hidup, dan pembaharuan biosfir (permukaan bumi dan atmosfir yang ditinggali mahluk hidup). Sementara
69
Radyati, M.R. CSR dan Sustainable Development. Makalah disajikan dalam acara Launching MM-CSR Universitas Trisakti, Le-Meridien Hotel, Jakarta 2008, 12 Maret. Hal 1 70 Akib. Implementasi Corporate Sosial Responsibility Jogja TV (Studi Deskriptif Program Perpustakaan Keliling di Kabupaten Bantul dan Sleman). Skripsi. Yogyakarta: Program Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga 2010. Hal 16
Universitas Sumatera Utara
keberlanjutan manusia adalah meningkatkan kemampuan dan keahlian manusia untuk kinerja perusahaan yang tinggi dan berkelanjutan serta untuk kesejahteraan sosial (well-being) dan ekonomi masyarakat. Sebuah organisasi yang berkelanjutan berarti organisasi yang menjalankan kegiatan dengan memahami kebutuhan dan kepentingan pihak lain (kelompok masyarakat, lembaga pendidikan dan agama, pekerja, dan masyarakat umum), serta meningkatkan jaringan kerja sama yang mempersatukan mereka semua 71. Secara umum defenisi Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tangung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan 72.
71 72
Radyati, Loc.Cit Untung Budi Endrik, Corporate Social Responsibility, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009) Hal.
1
Universitas Sumatera Utara
2. 2. Model Implementasi CSR Perusahaan Di Indonesia Saat ini mengimplentasikan CSR menjadi tren bagi dunia usaha. Komitmen untuk bertanggung jawab secara sosial disadari bahwa keuntungan untuk keberlangsungan jangka panjang perusahaan yang hanya bisa didapat dengan adanya kesejahteraan masyarakat. Seperti yang dialami PT.Danone Aqua terjadinya demonstrasi di pabrik Aqua Klaten pada 2004. Demonstrasi Aqua Klaten pada saat itu menggunakan isu kekeringan yang disuarakan oleh Walhi. Gerakan advokasi Walhi ini merupakan respon terhadap ditetapkannya Undang-Undang no 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang dinilai banyak LSM sebagai pemberian tiket ke pihak swasta melakukan privatisasi air. Respon manajemen saat itu adalah membuka komunikasi dengan para pemangku kepentingan di Aqua Klaten. Kala itu, Departemen Human Resources menjadi garda depan karena dipercaya mengurusi social affairs. Cukup besarnya tekanan pemangku kepentingan memberi pelajaran penting bagi Danone Aqua, manajemen harus bertindak cepat. Do Something First, saat itu dilakukan untuk menangani isu dan memperlihatkan kepada publik bahwa Aqua telah merespon isu yang menjadi perhatian pemangku kepentingan. Setelahnya Danone mulai membentuk Departemen CSR dan merekrut orang-orang baru sehingga mulai terjadi perhatian terhadap CSR dari departemen-departemen lainnya. Hingga pada tahun 2005 di internal
Universitas Sumatera Utara
Aqua mulai banyak dilakukan diskusi mengenai CSR 73. Pelaksanaan CSR PT.Danone Aqua adalah demi keberlanjutan usaha jangka panjang. Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai suatu bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan internal dan lingkungan eksternal, belum banyak dijadikan sebagai nama program atau kegiatan tersebut dalam perusahaan di Indonesia, termasuk Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) yang merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Secara konsep Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang dilaksanakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak jauh berbeda dengan best practices CSR yang dilakukan oleh perusahaan swasta sehingga dapat dikatakan bahwa PKBL merupakan praktek CSR yang dilakukan oleh BUMN. PKBL merupakan program wajib dari pemerintah bagi perusahaan BUMN untuk melakukan tanggungjawab sosialnya terhadap lingkungan, pendanaan program tersebut diambil dari penyisihan laba bersih perusahaan. Sedangkan program CSR, diambil dari dana sukarela perusahaan.
Sukarela
berarti
perusahaan
memang
sejak
awal
menganggarkan dana khusus untuk program-program CSR. Walupun mempunyai perbedaan sumber dana, namun baik itu CSR maupun PKBL mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mengajak perusahaan lebih etis dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, sehingga tidak merugikan 73
http://www.csrindonesia.com/publikasi/pub/studi-kasus/item/88-csr-danone-aquaperjalanan-yang-mendewasakan# diakses 13 maret 2014
Universitas Sumatera Utara
lingkungan dan masyarakat, dan pada akhirnya terciptalah reputasi baik di mata stakeholders. Peran PKBL BUMN mempunyai cakupan yang lebih luas dibanding praktek CSR yang dilakukan oleh perusahaan swasta karena PKBL- BUMN juga diharapkan untuk mampu mewujudkan 3 pilar utama pembangunan (triple tracks) yang telah dicanangkan pemerintah dan merupakan janji politik kepada masyarakat, yaitu: (1) pengurangan jumlah pengangguran (pro-job) (2) pengurangan jumlah penduduk miskin (propoor) dan (3) peningkatan pertumbuhan ekonomi (pro-growth). Melalui PKBL diharapkan terjadi peningkatan partisipasi BUMN untuk memberdayakan potensi dan kondisi ekonomi, sosial, dan lingkungan masyarakat dengan fokus diarahkan pada pengembangan ekonomi kerakyatan untuk menciptakan pemerataan pembangunan. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa model implementasi CSR perusahaan di Indonesia mencakup hal-hal berikut ini: 1. Bantuan sosial meliputi: bakti sosial, pengadaan sarana kesehatan, rumah ibadah, jalan dan sarana umum lainnya, penanggulangan bencana alam, pengentasan kemiskinan dan pembinaan masyarakat. 2. Pendidikan
dan
pengembangan
meliputi:
pengadaan
sarana
pendidikan dan pelatihan, melaksanakan pelatihan dan memberikan program beasiswa kepada anak-anak usia sekolah.
Universitas Sumatera Utara
3. Ekonomi meliputi: mengadakan program kemitraan, memberikan dana atau pinjaman lunak untuk pengembangan usaha dan memberdayakan masyarakat sekitar. 4. Lingkungan meliputi: pengelolaan lingkungan, penanganan limbah, dan melestarikan alam dan keanekaragaman hayati. 5. Konsumen meliputi: perbaikan produk secara berkesinambungan, pelayanan bebas pulsa dan menjamin ketersediaan produk. 6. Karyawan meliputi: program jaminan hari tua, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan program renumerasi yang baik 74. 2.2.1 Program Kemitraan BUMN Kemitraan kesempatan
merupakan
berkiprahnya
suatu
jawaban
pengusaha
untuk
kecil
meningkatkan
dalam
percaturan
perekonomian nasional sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat serta mengurangi kesenjangan sosial. Defenisi kemitraan tersebut mengandung makna sebagai tanggung jawab moral. Pengusaha menengah/besar untuk membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan usahanya sehingga mampu menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan dan kesejahteraan bersama. Ini berarti masingmasing pihak yang bermitra harus menyadari bahwa mereka memiliki perbedaan, masing-masing memiliki keterbatasan, baik di bidang manajemen, pengusasaan iptek maupun penguasaan sumber daya, mereka
74
David Sukardi Kodrat, Manajemen Strategi, Membangun Keunggulan Bersaing Era Global di Indonesia Berbasis Kewirausahaan, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), hal. 264265.
Universitas Sumatera Utara
harus mempu saling mengisi dan melengkapi kekurangan masingmasing 75. Kemitraan seperti tercantum dalam UU N. 20 Tahun 2008 tentang UMKM adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Program kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) pada dasarnya merupakan wujud tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) BUMN kepada masyarakat. Secara umum, PKBL diwujudkan dengan upaya-upaya untuk memberdayakan masyarakat, meningkatkan kesejahteraan sosial dan pertumbuhan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN 76. Program Kemitraan didanai dari alokasi hasil laba Perusahaan. Jumlah penyisihan laba untuk pendanaan program maksimal sebesar 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Kemitraan 77. Program ini berbentuk pemberian pinjaman modal kerja kepada sektor usaha kecil, 75
Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan,(Bandung : PT. Refika Aditama, 2006), hlm. 65 76 PERMEN-5-MBU-2007 pasal 1 77 Ibid pasal 9
Universitas Sumatera Utara
mikro dan koperasi di berbagai sektor yaitu, sektor industri, sektor perdagangan, sektor pertanian, sektor jasa, dan dengan imbal jasa (bunga) yang
terjangkau.
Pengembalian
modal
kerja tersebut
dan
hasil
pengembangannya dialokasikan kembali untuk membantu usaha kecil, mikro dan koperasi lainnya. Program kemitraan usaha antara
UMKM dengan BUMN
merupakan wahana yang strategis dalam mempercepat proses pemerataan hasil pembangunan. Dengan adanya pinjaman modal dari BUMN pada UMKM, diharapkan mampu membuat UMKM yang menjadi mitra binaannya berkembang dan bisa tetap terus bertahan menghadapi gejolak perekonomian globalisasi pada saat ini. 2.2.2 Tujuan program kemitraan Adapun tujuan program kemitraan adalah : •
Mewujudkan ekonomi kerakyatan
•
Meningkatkan kualitas SDM masyarakat dengan program hibah melalui pendidikan, pelatihandan lain-lain.
•
Menciptakan hubungan yang harmonis antara masyarakat, pemerintah daerah setempat
•
Menciptakan iklim usaha yang sehat dan dinamis bagi Pengusaha Kecil, Menengah dan Koperasi dengan mengurangi kesenjangan sosial dimasyarakat.
•
Pemerataan pembangunan dan perluasan lapangan kerja.
•
Memberikan modal kerja bagi Mitra binaan.
Universitas Sumatera Utara
•
Meningkatkan taraf hidup Pengusaha Kecil,Menengah dan Koperasi.
•
Meningkatkan kemampuan Mitra binaan menjadi tangguh dan mandiri 78. Program Kemitraan ini bertujuan meningkatkan kemampuan usaha
kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui dukungan terhadap modal, serta pelatihan Sumber Daya Manusia yang profesional dan terampil agar dapat mendukung pemasaran dan kelanjutan usaha di masa depan. 2.2.3
Kriteria Usaha Kecil Yang Bisa Mendapatkan Program
Kemitraan Kriteria Usaha Kecil Yang Bisa Mendapatkan Program Kemitraan berdasarkan Permen.BUMN No. Per-05/MBU/2007, yakni: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 (tidak termasuk tanah dan bangunan) atau; Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000 b. Pengusaha tersebut berkewarganegaraan Indonesia c. Berusaha secara mandiri (berdiri sendiri) yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki/dikuasai baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar d. Berbentuk badan usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. 78
http://www.bumn.go.id/tanggung-jawab-sosial/program-kemitraan/ diakses 2 maret 2014
Universitas Sumatera Utara
e.
Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 tahun serta mempunyai potensi & prospek usaha untuk dikembangkan.
f. Belum memenuhi persyaratan perbankan (non bankable).
2. 3. Konsep Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) 2.3.1
Sejarah Singkat Kepedulian BUMN terhadap Usaha Mikro
Kecil BUMN memiliki peran yang strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil. Peran dan tanggung jawab dari BUMN sebagai korporasi dijabarkan lebih lanjut dalam Undangundang RI No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang telah disahkan pada tanggal 20 Juli 2007. Pasal 74 UU RI No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa: (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Universitas Sumatera Utara
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Kewajiban Perseroan Terbatas untuk melakukan Tanggung Jawab Sosialnya merupakan
wujud
kepedulian
pemerintah.
Selanjutnya
Pemerintah turut mendorong BUMN untuk peduli terhadap lingkungan dan masyarakat dengan mengeluarkan berbagai peraturan sebagai berikut: Pertama, Pembinaan usaha kecil oleh BUMN dilaksanakan sejak terbitnya peraturan pemerintah nomor 3 tahun 1983 tentang tata cara pembinaan dan pengawasan Perusaahaan Jawatan (perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perseroan terbatas (Persero). Kedua,
Dengan
terbitnya
Keputusan
Menteri
Keuangan
No.1232/KMK.013/1989 tanggal 11 Nopember 1989 tentang Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi Melalui Badan Usaha Milik Negara, dana pembinaan disediakan dari penyisihan sebagian laba sebesar 1% - 5% dari laba setelah pajak. Nama program saat ini lebih dikenal dengan program Pegelkop. Ketiga, Pada Tahun 1994, nama program diubah menjadi Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (Program PUKK) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui pemanfaatan dana dari bagian laba Badan Usaha Milik Negara.
Universitas Sumatera Utara
Keempat, keputusan Menteri Pendayagunaan BUMN/Kepala Badan Pembina BUMN No. Kep-216/M-PBUMN/1999 tanggal 28 September 1999 tentang Program kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN. Kelima, Keputusan Menteri BUMN No.Kep-236/MBU/2007 tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Dan yang terakhir, Peraturan menteri Negara BUMN No. Per05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. 2.3.2
Defenisi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Menurut Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, yang
dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan 79. Badan
Pusat
Statistik
(BPS)
memberikan
definisi
UKM
berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha 79
Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun 2008-2009. Jakarta, 2009.
Universitas Sumatera Utara
yang memiliki jumlahtenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang 80. Adapun yang dimaksud dengan usaha kecil menurut Pasal 3 Peraturan Menteri BUMN No. Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan ini adalah: 1) Pengusaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah. 2) Bangunan tempat usaha, atau pengusaha yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar). Pada 4 Juli 2008 ditetapkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Definisi UKM yang disampaikan oleh Undang-undang ini juga berbeda dengan definisi di atas. Menurut UU No 20 Tahun 2008 ini, yang disebut dengan usaha menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan
80
Badan Pusat Statistik dan Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Pengukuran dan Analisis Ekonomi Kinerja UKM dalam Hal Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi) Nasional Tahun 2009. Jakarta, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). 2.3.3
Pemberdayaan UMKM Menurut Suharto Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan.
Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu – individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjukan pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri,
maupun
sosial
seperti
memiliki
kepercayaan
diri,
mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berprestasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam mela ksanakan tugas – tugas kehidupannya 81. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha
81
Edi Suharto. Membangun Masyarakat (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2006) hal 59
Memberdayakan
Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM): a. mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan; b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan c. meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Dengan itu pemberdayaan UMKM sangatlah penting untuk dilaksanakan. Dilihat dari pengertian pemberdayaan, maka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) itu sendiri. Jadi pendekatan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) titik beratnya adalah penekanan pada pentingnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Universitas Sumatera Utara
(UMKM) yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu sebagai objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunan yang menentukan masa depan dan kehidupan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Pelaksanaan kebijakan dalam rangka strategi pemberdayaan untuk pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tidak bisa hanya dibidang permodalan saja, namun juga harus berorientasi secara keseluruhan atas kebutuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) baik secara individu maupun kelompok termasuk mendasarkan pada potensi sumberdaya manusianya. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai suatu rencana yang harus direncanakan serius dan lebih memfokuskan pada upaya-upaya yang membuat pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mampu mengembangkan komunikasi antar mereka sehingga pada akhirnya mereka dapat saling berdiskusi secara kontruktif dan mengatasi permasalahan yang ada. Jadi ketika agen pengubah, baik yang berasal dari lembaga pemerintahan atau nonpemerintah telah menyelesaikan program pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tersebut, pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai suatu proses yang dapat terus berlangsung 82.
82
Loc. Cit
Universitas Sumatera Utara
Pemberdayaan UMKM adalah untuk memperkuat usaha UKM agar menjadi tangguh dan mandiri, sehingga dapat menghadapi perdagangan bebas yang bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian Indonesia.
2. 4. Defenisi Konsep Defenisi konsep diperlukan peneliti dalam melakukan penelitian yakni dengan penggunaan istilah yang khusus untuk menggambarkan sebuah fenomena yang hendak diteliti secara tepat 83. Konsep sangat diperlukan dalam penelitian agar dapat menjaga fokus masalah dan timbulnya kekacauan ataupun kesalahpahaman yang dapat mengaburkan penelitian. Oleh karena itu dalam menjelaskan penelitian ini, perlu dijelaskan beberapa defenisi konsep antara lain : 1. Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. 2. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.
83
Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survay (Jakarta:LP3ES, 2006) hal. 33
Universitas Sumatera Utara
3. Implementasi program kemitraan dalam pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan Perusahaan untuk meningkatkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi tangguh dan mandiri.
Universitas Sumatera Utara