BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Endurance Kardiorespirasi 2.1.1 Definisi Endurance kardiorespirasi Endurance kardiorespirasi adalah keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk bekerja dalam waktu lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan pekerjaan tersebut dan masih memiliki cadangan tenaga untuk kegiatan rutin sehari-hari. Kemampuan endurance kardiorespirasi didukung oleh jantung, paru – paru dan darah yang sehat untuk menyuplai oksigen ke otot. Aktivitasi endurance kardiorespirasi seperti berlari dan berenang (Corbin et al, 2014). Tubuh mempunyai mekanisme kerja yang kompleks, ketika seseorang mengalami peningkatan endurance kardiorespirasi tubuh akan mengirim suplai darah lebih efisien. Peningkatan kemampuan endurance kardiorespirasi diukur maksimal oksigen yang diambil. Peningkatan endurance kardiorespirasi juga mengakibatkan peningkatan volume darah dan sel darah marah, sehingga darah lebih banyak membawa oksigen ke tubuh (Corbin et al, 2014). 2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Kardiorespirasi Ketika kita beraktivitas fisik akan lebih baik dalam mengontrol berat badan, pembentukan otot, dan menjaga postur tubuh. Aktivitas fisik secara rutin akan meningkatkan beberapa organ seperti jantung yang lebih kuat dan aliran darah yang lebih baik. Peningkatan endurance
9
10
kardiorespirasi dapat mengurangi resiko penyakit hipokinetik, terutama penyakit jantung dan diabetes. Ada beberapa organ yang mengalami perubahan ketika peningkatan endurance respirasi yaitu jantung, paru – paru, pembuluh darah dan darah (Kadir, 2001). 2.1.2.1 Jantung Jantung terdiri atas empat ruang, yaitu dua ruang yang berdinding tipis disebut atrium (serambi) dan dua ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel(bilik). Fungsi kontraktilitas otot jantung sebgai pemompa merupakan bagian dari fungsi jantung (Gibson, 2003). Ketika kita beraktifitas fisik seperti berjalan, terjadi peningkatan kebutuhan oksigen serta hasil pembuangan di sel – sel otot. Jantung akan memompa lebih banyak darah dan hasil pembuangan akan dibawa ke jantung lebih banyak. Ketika kita beraktifitas fisik jantung melakukan dua fungsi yaitu memompa lebih cepat serta mengirim darah lebih banyak setiap memompa (Corbin et al, 2014). Setiap orang yang melakukan aktifitas fisik secara rutin mempunyai denyut nadi istarahat sekitar 60 x – 80 x per menit.ketika seseorang berolahraga secara rutin akan terjadi penurunan heart rate (Wibowo, 2003).
11
2.1.2.2 Paru – Paru Paru – paru mempunyai fungsi sebagai tempat pertukaran oksigen. Ketika kita bernafas, udara masuk ke paru-paru. Menyebabkan paru - paru membesar. Di dalam paru-paru, terjadi pertukaran oksigen dari udara ke darah. Ketika ekspirasi, udara keluar membawa Co2. Diapragma dan otot abdominal membantu dalam inspirasi dan ekspirasi paru – paru. Setiap orang memiliki kemampuan respirasi yang berbeda-beda tergantung kemampuan paru – paru dan otot – otot respirasi sehingga menjaga endurance respirasi (Corbin et al, 2014). Ketika seseorang berlatih secara periodik fungsi paru – paru akan meningkat. Fungsi otot abdominal dan diapragma juga meningkat akibat kebutuhan oksigen dalam tubuh meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan kapasitas paru seseorang akan meningkat. Kapasitas paru seseorang normal memliki kapasitas 110 liter per menit. Ketika latihan diberikan kapasitas paru meningkat menyampai 135 liter per menit. Pada atlit kapasitas paru meningkat bisa mencapai 180 – 200 liter per menit.(Rosato et al, 2010) 2.1.2.3 Pembuluh Darah Komponen ketiga sistem transpor kardiovaskuler adalah pembuluh darah yang terdiri atas arteri dan vena. Masing-masing memiliki struktur yang berbeda sesuai dengan ukuran dan otot
12
yang melapisi dinding pembuluh darah tersebut. Aorta dan arteriarteri besar memfasilitasi keluaran darah yang berasal dari jantung. Tekanan dan elastisitas dinding pembuluh darah berfluktuasi sesuai dengan tekanan aliran yang menuju jantung (Muttaqin, 2009). 2.1.2.4 Darah Darah merupakan alat pembawa (carrier) pada sistem kardiovaskuler. Secara normal volume darah yang berada dalam sirkulasi pada seseorang laki-laki dengan berat badan 70 Kg berkisar 8% dari berat badan atau sekitar 5600 ml. Dari jumlah tersebut sekitar 55% merupakan plasma. Volume komponen darah harus memiliki jumlah yang sesuai dengan rentang yang normal agar sistem kardiovaskuler dapat berfungsi sebagimana semestinya (Muttaqin, 2009). Darah memliki dua komponen utama yaitu : 1. Plasma darah ,bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein darah. 2. Butir – butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen – komponen berikut ini : a. Eritrosit: sel darah merah (SDM – red blood cells) b. Leukosit : sel darah putih (SDP – white blood cells) c. Trombosit : Butir pembeku darah – platelet Sel darah merah/ eritrosit merupakan cairan bikonkaf dengan diameter sekitar tujuh mikron. Fungsi sel darah merah
13
mengangkut oksigen dan zat makanan ke sel – sel tubuh. Pada sel darah merah terdapat hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen. Terdapat 300 molekul hemoglobin dalam satu sel darah merah. Satu gram hemoglobin akan mengikat 1,34 ml oksigen. Hemoglobin terdiri atas dua komponen yaitu heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi dan globin berupa protein yang terdiri atas dua alfa dan dua rantai beta (Handyani dan Haribowo, 2008). Kemampuan mengangkut oksigen tergantung dari jumlah hemoglobin dan jumlah darah. Apabila hemoglobin meningkat, maka kemampuan mengikat oksigen juga meningkat. Namun peningkatan hemoglobin akan menyebabkan viskositas darah meningkat sehingga akan menyebabkan meningkatnya tekanan dalam pembuluh darah yang berakibat kapasitas mengangkut oksigen justru menurun. Yang mengikat bukanlah jumlah Hb/100 cc darah, tetapi jumlah Hb total. Peningkatan jumlah Hb total ini disebabkan karena peningkatan volume darah sesudah latihan yang cukup lama, maka jumlah darah meningkat dari 5 menjadi 6 (Kadir, 2001).
14
Gambar 2.1 Sistem Kardiovaskuler (Kadir, 2001) 2.1.3 Faktor yang mempengaruhi endurance kardiorespirasi Pada penelitian yang dilakukan oleh Wiranty (2013), Endurance Kardiorespirasi dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut : 2.1.3.1 Indeks Massa Tubuh(IMT) IMT merupakan hasil pembagiaan dari berat badan (kilogram) dibagi pada kuadrat dari tinggi badan (meter) rumus : BB (Kg) IMT = ( TB(m) )2 Keterangan : BB = Berat Badan(Kg) TB = Tinggi Badan (m)
15
Hal ini dibuktikan berdasarkan jurnal penelitian, yaitu Korelasi antara IMT dan Kebugaran fisik wanita perguruan tinggi di Seoul, yang menyatakan secara signifikan korelasi negatif, IMT yang besar menurunkan kebugaran fisik pada 158 wanita perguruan tinggi. Semakin besar nilai IMT semakin kurang nilai endurance kardiorepirasi (Wiranty, 2013). 2.1.3.2 Kebiasaan Olahraga Latihan fisik yang dilakukan oleh seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat kesamaan aerobik. Orang yang terlatih akan memiliki otot lebih kuat, lebih lentur, dan memiliki ketahanan kardiorepirasi yang lebih baik. Menurut WHO, aktifitas fisik yang baik dapat meningkatkan endurance kardiorespirasi, yaitu penurunan denyut nadi, pernafasan semakin membaik, penurunan risiko penyakit jantung dan hipertensi. Semakin tinggi kebiasaan olahraga semakin bertambah kemampuan endurance kardiorespirasinya (Wiranty, 2013). 2.1.3.3 Umur Pengaruh umur dapat mempengaruhi kesamaan aerobik seseorang. Ketahanan jantung-paru mencapai puncaknya pada umur 10-20 tahun dengan nilai indeks jantung normal kira-kira 4 L/menit/m². Ketahanan jantung-paru menurun secara perlahan seiring dengan peningkatan usia, dan pada usia 80 tahun nilai normal indeks jantung hanya tinggal 50%. Hal ini terjadi karena penurunan kekuatan kontraksi jantung, massa otot jantung, kapasitas vital paru dan kapasitas oksidasi otot skelet. Semakin
16
bertambah umur kemampuan endurance kardiorespirasi juga semakin menurun (Wiranty, 2013).
2.2 Lanjut Usia 2.2.1 Pengertian Lanjut Usia Menurut Maryam (2008), Lanjut usia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan pasal 1 ayat 2,3,4 tentang kesehatan yang dikutip oleh Maryam dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Peningkatan kualitas kesehatan menyebabkan peningkatan usia harapan manusia sehingga jumlah lanjut usia(Lansia) meningkat. Penuaan adalah
proses
alamiah
yang
dialami
setiap
manusia.
Penuaan
menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Maryam, 2008) 2.2.2 Penurunan fungsi pada lansia Menurut Tamher dan Noorkasiani (2009), Pada lansia terjadi penurunan berbagai fungsi sistem organ meliputi perubahan pada kulit, sistem indra,sistem pencernaan, sistem kardiovaskuler sistem respirasi, sistem perkemihan dan reproduksi. Perubahan tersebut dijabarkan sebagai berikut. 1. Sistem kulit dan integumen Pada kulit, terutama kulit yang mengeriput, hal pertama yang dialami adalah kulit di sekitar mata dan mulut, sehingga berakibat wajah
17
dengan ekspresi sedih Rambut semakin beruban dan khusus pada pria tak jarang terjadi kebotakan. 2. Sistem indra (penglihatan dan pendengaran) Pada lansia terjadi penurunan indra penglihatan. Pada mata sering ditemukan
katarak,
glaukoma
atau
degnerasi
glukoma
sehingga
mengganggu penglihatan. Gangguan penglihatan menyebabkan seseorang mengalami gangguan keseimbangan tubuh. Pada pendengaran terjadi penurunan sehingga lansia sulit mendengar dengan frekuensi rendah. 3. Sistem pencernaan Jumlah gigi berangsur – angsur berkurang akibat tanggal atau ekstraksi akibat indikasi tertentu. Hal ini akan mengurangi kenyamanan saat makan serta membatasi jenis makanan yang dimakan Pada lidah terjadi penurunan fungsi pengecap sehingga lansia membutuhkan garam/gula sebagai penambah rasa. Pada esofagus terjadi penurunan gerakan ritmis/peristaltik sehingga penurunan makanan ke lambung menjadi melambat. Pada lambung terjadi penurunan asam klorida (asam lambung) mempengaruhi penyerapan vitamin B12. Pada usus halus terjadi penurunan enzim laktase sehingga menggangu penyerapan zat susu dalam usus halus. Pada usus besar terjadi penurunan kontraktilitas, akibatnya mudah mengalami sembelit , atau gangguan buang air besar.
18
4. Sistem kardiovaskuler Perubahan pada jantung terlihat dalam gambaran anatomis berupa : bertambahnya
jaringan
kolagen,
bertambahnya
ukuran
miokard,
berkurangnya jumlah miokard dan berkurangnya jumlah air pada jaringan. Tebal bilik kiri dan kekakuan katup bertambah seiring dengan penebalan septum interventrikular, ukuran organ jantung juga membesar. Selain itu, akan terjadi penurunan jumlah sel – sel pacu jantung serta serabut berkas His dan Purkinye. Keadaan diatas mengakibatkan menurunnya kekuatan dan kecepatan kontraksi miokard disertai dengan memanjangnya waktu pengisian diastolik, hasil akhirnya berupa berkurangnya fraksi ejeksi sampai 10% - 20%. Timbulnya aritmia jantung juga akan meningkat sejalan dengan penambahan usia. Pembuluh darah akan lebih kaku sehingga kehilangan kelenturannya. Endapan lemak yang menyebabkan aterosklerosis akan makin banyak dengan berbagai manifestasi seperti jantung koroner. 5. Sistem pernafasan Seiring penambahan usia, kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan akan menurun, sendi – sendi tulang iga akan menjadi kaku. Menyebabkan penurunan laju ekspirasi paksa dan menurunnya sistem pertahanan yang terdiri atas gerak bulu getar, leukosit, antibodi dan refleks batuk sehingga lansia mudah sakit.
19
6. Sistem hormonal Produksi testosteron dan sperma menurun mulai usia 45 tahun. Namun laki – laki masih memiliki libido dan dapat melakukan kopulasi. Pada wanita karena jumlah ovum dan folikel yang sangat rendah, maka kadar esterogen akan menurun setelah menopause (45-50 tahun). Hal ini menyebabkan dinding rahim menipis, selaput lendir mulut rahim dan saluran kemih menjadi kering. Infeksi saluran kemih lebih sering terjadi pada lansia. 2.2.3 Penurunan endurance kardiorespirasi pada Lansia Pada lansia banyak mengalami penurunan organ dan fungsi pada tubuh. Pada Sistem kardiovaskuler terjadi penurunan berupa Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi, dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin. Katup jantung mengalami fibrosis dan kalsifikasi. SA node dan jaringan konduksi
berubah menjadi jaringan ikat.
Kemampuan arteri dalam menjalankan fungsinya berkurang 50%. Pembuluh darah kapiler mengalami penurunan elastisitas dan permebilitas. Terjadi perubahan fungsional berupa kenaikan tahanan vaskuler sehingga menyebabkan peningkatan tekanan systole dan penurunan perfusi jaringan. Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal (Vo2 maks) berkurang sehingga kapasitas vital paru menurun. Sistem Respirasi pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru. Kapasitas total paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah. Volume tidal bertambah untuk mengompensasi
20
kenaikan rugi paru. Udara yang ke paru berkurang. Sehingga kapasitas paru pada lansia menurun (Pudjiastuti & Utomo, 2003). Pada lansia terjadi penurunan fungsi jantung dan paru – paru. Pada jantung kekuatan jantung menurun menyebabkan penurunan cardiac output sehingga heart rate akan meningkat pada aktivitas fisik. Penurunan cardiac output menyebabkan kebutuhan O2 lebih meningkat pada aktivitas rendah sehingga lansia mudah kelelahan (Burbank & Riebe, 2002). Pada otot – otot jantung terjadi hipertrofi (pembesaran sel – sel otot jantung). Dinding jantung menebal, katup – katup jantung menebal dan kaku, sehingga kontraktilitas ( daya pompa otot jantung) menurun dan para lansia akan mengalami kelelahan bila berjalan jauh (Santoso & Ismail, 2009). Perubahan pada otot, kartilago, dan sendi toraks mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan pergangan toraks berkurang. Apabila terjadi perubahan otot diafragma, otot toraks menjadi tidak seimbang dan menyebabkan terjadinya distorsi dinding toraks selama respirasi
berlangsung.
Kalsifikasi
kartilago
kosta
mengakibatkan
penurunan mobilitas tulang rusuk sehingga ekspansi rongga dada dan kapasitas ventilasi menurun sehingga terjadi penurunan endurance kardiorespirasi (Pudjiastuti & Utomo, 2003).
21
2.3 Alat Ukur 2.3.1 Tes jalan 6 menit Tes jalan 6 menit adalah pengembangan dari Cooper test. Six walking test digunakan dalam mengukur Vo2 max. Uji jalan 6 menit salah satu modalitas uji latih yang sangat popular karena mudah dilakukan, tidak memerlukan alat canggih dan hasilnya mampu memberikan evaluasi obyektif kapasitas fungsional penderita jantung (Wiesman dan Zeballos, 2002). Pelaksanaan Uji jalan 6 menit 1. Sebelum dilakukan Uji jalan 6 menit
pasien diperiksa
secara seksama termasuk tanda vital seperti Tekanan darah, Denyut jantung, Respirasi, Suhu 2. Jika diperlukan pengulangan Uji jalan 6 menit, maka uji ulang harus dilakukan pada hari yang sama. Hal ini berguna untuk
mengurangi
perbedaan
atau
hasil
karena
kemungkinan timbul perubahan seperti kondisi fisik, waktu latihan . 3. Tidak dianjurkan melakukan periode pemanasan sebelum dilakukan uji latih. 4.
Pasien harus beristirahat dengan duduk dikursi, dekat dengan garis start, kurang lebih 5 – 10 menit sebelum uji jalan dimulai
22
5.
Berikan instruksi pada pasien sebelum uji latih dimulai dan informasikan yang utama adalah jalan sejauh mungkin selama 6 menit, jangan lari ataupun jogging.
6.
Posisikan pasien pada garis start.
7.
Selama uji dilakukan, penguji harus tetap berdiri di dekat garis start. Tidak diperkenankan berjalan bersama pasien. Hal ini guna mencegah adu balap antara pasien dengan penguji
sehingga
akan
mempengaruhi
hasil
yang
sebenarnya. Pada saat pasien mulai berjalan, nyalakan stopwatch. 8. Penguji tidak diperkenankan bicara kepada siapapun selama uji latih. Pusatkan perhatian pada pasien, jangan sampai salah menghitung jumlah putaran. Rumus Vo2 Max Vo2 Max = ( 0,03 x panjang jarak yang ditempuh(m)) + 3,98 (ml/Kg/menit) Tabel 2.1 Tabel Vo2 max (House, 2013) Vo2 Max Wanita Usia 13 – 19 20 -29 30 – 39 40 – 49 50 – 59 + 60
Very Poor < 25,0 < 23,6 < 22,8 < 21,0 < 20.2 < 17,5
Poor
Fair
Good
Excellent
Superior
25,0 – 30,9 23,6 – 28,9 22,8 – 26,9 21,0 – 24,4 20,2 – 22,7 17,5 – 20,1
31,0 – 34,9 29,0 – 32,9 27,0 – 31,4
35,0 – 38,9 33,0 – 36,9 31,5 – 35,6
39,0 – 41,9 > 41,9 37,0 – 41 > 41,0 35,7 – 40 > 40,0
24,5 – 28,9 22,8 – 26,9 20,2 – 24,4
29,0 – 32,8 27,0 – 31,4 24,5 – 30,2
32,9 – 36,9 31,5 – 34,7 30,3 – 31,4
> 36,9 > 35,7 > 31,4
23
Vo2 Max Pria Usia 13 – 19 20 -29 30 – 39 40 – 49 50 – 59 + 60
Very Poor < 35 < 33,0 < 31,5 < 30,2 < 26,1 < 20,5
Poor
Fair
Good
Excellent
Superior
35,0 – 38,3 33,0 – 36,4 31,5 – 35,4 30,2 – 33,5 26,1 – 30,9 20,5 – 26,0
38,4 – 45,1 36,5 – 42,4 35,5 – 40,9
45,2 – 50,9 42,5 – 46,4 41,0 – 44,9
51,0 – 55,9 > 55,9 46,5 – 52,4 > 52,4 45,0 – 49,4 > 49,4
33,6 – 38,9 31,0 – 35,7 26,1 – 32,2
39,0 – 43,7 35,8 – 40,9 32,3 – 36,4
43,8 – 48,0 41,0 – 45,3 36,5 – 44,2
> 48,0 > 45,3 > 44,2
Kontraindikasi test jalan 6 menit yaitu : 1. Ketidaksetabilan fungsi jantung 2. Infark miokardial 3. Resting HR > 120 4. Tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan Diastolik 100 mmHg 2.3.2 Heart Rate Heart Rate adalah jumlah denyut jantung dalam satu menit. Heart rate sangat dipengrauhi oleh stimulasi β-adrenegic. peningkatan heart rate menyebabkan peningkatan sirkulasi oksigen dalam tubuh. Heart rate normal manusia sekitar 60 – 80 denyut/ menit.(Oppie, 2004) 2.3.3 Spirometry Manual Incentive Spirometry Manual Incentive (SMI) adalah alat yang digunakan untuk mengukur kapasitas paru. Spirometry manual Incentive berfungsi untuk mengetahui fungsi paru – paru, menentukan diagnostik penyakit, menilai manfaat pengobatan,
24
memantau
perjalanan
penyakit,
menentukan
prognosis,
menentukan toleransi tindakan bedah ( Hudson, 2001).
Gambar 2.2 Spirometry manual incentive (Hudson, 2001)
Prosedur menggunakan spirometry manual incentive : 1. Subjek diposisikan duduk 2. Subjek melakukan nafas dalam sebanyak 3 x 3. Kemudian pada nafas ke 4 masukkan mouth piece dan lakukan nafas dalam semaksimal mungkin. 4. Tahan 2- 3 detik dan ukur tingkat maksimal. 5. Kemudian hembuskan
25
Tabel 2.2 Nilai Normal Insprasi Substained Maksimal ( Hudson, 2001) Pria Usia
< 150
20 1900 25 1850 30 1800 35 1750 40 1700 45 1650 50 1600 55 1550 60 1500 65 1450 70 1400 75 1350 80 1300 Wanita Usia
< 150
20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
2000 1950 1900 1850 1800 1750 1700 1650 1600 1550 1500 1450 1400
150 – 154 2100 2050 2000 1950 1900 1850 1800 1750 1700 1650 1600 1550 1500
155 159 2300 2250 2200 2150 2100 2050 2000 1950 1900 1850 1800 1750 1700
160 – 165 2500 2450 2400 2350 2300 2250 2200 2150 2100 2050 2000 1950 1900
165 – 169 2700 2650 2600 2550 2500 2450 2400 2350 2300 2250 2200 2150 2100
170 174 2900 2850 2800 2750 2700 2650 2600 2550 2500 2450 2400 2350 2300
175 179 3100 3050 3000 2950 2900 2850 2800 2750 2700 2650 2600 2550 2500
180 184 3300 3250 3200 3150 3100 3050 3000 2950 2900 2850 2800 2750 2700
185 >
150 – 154 2200 2150 2100 2050 2000 1950 1900 1850 1800 1750 1700 1650 1600
155 – 159 2400 2350 2300 2250 2200 2150 2100 2050 2000 1950 1900 1850 1800
160 – 165 2600 2550 2500 2450 2400 2350 2300 2250 2200 2150 2100 2050 2000
165 – 169 2800 2750 2700 2650 2600 2550 2500 2450 2400 2350 2300 2250 2100
170 174 2900 2850 2800 2750 2700 2650 2600 2550 2500 2450 2400 2350 2300
175 179 3100 3050 3000 2950 2900 2850 2800 2750 2700 2650 2600 2550 2500
180 184 2900 2850 2800 2750 2700 2650 2600 2550 2500 2450 2400 2350 2300
185 >
3500 3450 3400 3350 3300 3250 3200 3150 3100 3050 3000 2950 2900
2700 2650 2600 2550 2500 2450 2400 2350 2300 2250 2200 2150 2100
26
2.4 Latihan Jalan Intensitas Sedang 2.4.1 Definisi Latihan Jalan Intensitas Sedang Latihan jalan intensitas sedang adalah aktivitas fisik yang paling banyak dilakukan di seluruh dunia. Pada setiap orang intensitas dan kecepatan jalan berbeda – beda. Pada orang dewasa jalan antara 4.000 sampai 18.000 langkah per hari. Pada pekerja kantoran jalan sekitar 7.000 langkah per hari. Pada anak- anak antara 6 -12 tahun jalan antara 10.000 sampai 16.000 langkah per hari. Sedangkan pada lansia jalan 2.000 sampai 9.000 langkah per hari (Anonim, 2012). Jalan memberikan berbagai manfaat yaitu dapat menurunkan berat badan. pelatihan jalan selama 45 menit dalam 4 kali seminggu dapat menurunakan berat badan. kekuatan jantung dan paru – paru juga meningkat. aktivitas jalan juga meningkatkan fleksibiltas, kekuatan dan daya tahan otot sehingga dapat beraktifitas lebih lama. (Iknolan, 2005) Pada penelitian yang dilakukan oleh Oberg et al tahun (1993), kecepatan anak – anak usia 10 – 14 tahun sekitar 132,3 cm/detik, usia 15 – 19 tahun sekitar 135,1 cm/detik, usia 20 – 29 tahun sekitar 122,7 cm/detik, 30 – 39 tahun sekitar 131,6 cm/detik, usia 40 – 49 tahun sekitar 132,8 cm/detik, usia 50 59 tahun sekitar 125,2 cm/detik, usia 60 – 69 tahun sekitar 127,7 cm/detik dan usia 70 – 79 sekitar 118,2 cm/detik.
27
2.6.2 Biomekanik Berjalan Menurut Newmann (2009) Berjalan memliki 2 fase yaitu fase stance dan fase swing. Fase stance dimana kaki sedang menumpu ditanah sedangkan fase swing dimana kaki sedang melayang(tidak menyentuh tanah). Pada berjalan normal fase stance berjumlah 62 % dan fase swing 38% dari jumlah proses berjalan.setiap fase memiliki tahapan masingmasing : 2.6.2.1 Stance Phase a. Initial Contact (interval: 0-2%) Fase ini merupakan moment ketika tumit menyentuh lantai. Initial contact merupakan awal dari fase stance dengan posisi heel rocker. Posisi sendi pada waktu mengakhiri gerakan ini, menentukan pola loading response. Fase ini merupakan moment seluruh centre of gravity berada pada tingkat terendah dan seseorang berada pada tingkat yang paling stabil. Pada periode ini anggota bawah yang lain juga menyentuh
lantai
sehingga
terjadi
posisi
double
stance.
Menyentuhnya tumit dengan lantai, memberikan bayangan yang mengindikasikan bahwa tungkai akan bergerak, sedang tungkai yang lain berada pada akhir terminal stance. b. Loading Response (interval: 0-10%) Fase ini merupakan periode initial double stance. Awal fase dilakukan dengan menyentuh lantai dan dilanjutkan sampai kaki
28
yang lain mengangkat untuk mengayun. Berat tubuh berpindah ke depan pada tungkai. Dengan tumit seperti rocker, knee fleksi sebagai shock absorption. Saat heel rocker, ankle plantar fleksi dengan kaki depan menyentuh lantai sedangkan tungkai yang berlawanan pada posisi fase preswing. c. Midstance (interval: 10-30%) Merupakan sebagian awal dari gerakan satu tungkai. Untuk awalan gerakan, kaki mengangkat dan dilanjutkan sampai berat tubuh berpindah pada kaki yang lain dengan lurus. Saat ankle dorsal fleksi (ankle rocker) bayangan tungkai mulai bergerak ke depan sementara knee dan hip ekstensi. Sedangkan tungkai yang berlawanan mulai bergerak menuju fase mid-swing. d. Terminal stance (interval: 30-50%) Pada fase ini satu tungkai memberikan bantuan. Fase ini dimulai dengan mengangkat tumit dan dilanjutkan sampai kaki memijak tanah. Keseluruhan pada fase ini berat badan berpindah ke depan dari forefoot. Saat posisi ekstensi knee yang meningkat dan akan diikuti sedikit fleksi. Di mana posisi tungkai yang lain berada pada fase terminal swing. Pada fase Terminal stance, centre of gravity berada di depan kaki yang menapak jadi tekanan gravitasi akan meningkatkan lingkup dari ekstensi hip dan dorsal fleksi ankle.
29
e. Preswing (interval: 50-60%) Pada akhir fase stance adalah interval gerakan ke dua double stance pada siklus berjalan. Dimulai dari initial contact pada anggota gerak bawah kontralateral dan diakhiri toe-off pada anggota gerak ipsilateral, dengan meningkatnya ankle ke posisi plantar fleksi diikuti fleksi knee maka hip tidak lagi pada posisi ekstensi. Disaat yang sama anggota gerak bawah yang lain pada fase loading response. Menyentuhnya anggota gerak atau tungkai kontralateral merupakan awal dari terminal double support. 2.6.2.2 Swing Phase a. Initial swing (interval: 60-73%) Pada fase pertama adalah perkiraan satu dari tiga fase mengayun. Diawali dengan mengangkat kaki dari lantai dan diakhiri ketika mengayun kaki sisi kontralateral dari kaki yang menumpu. Pada saat posisi initial swing hip bergerak fleksi dan knee naik menjadi fleksi dan ankle pada setengah dorsalfleksi. Pada saat yang sama, sisi kontralateral bersiap pada mid stance. b. Mid swing (interval: 73-87%) Pada fase kedua dari periode swing dimulai, saat mengayun anggota gerak bawah yang berlawanan dari tungkai yang menumpu. Akhir dari fase ini ketika tungkai mengayun ke depan dan tibia vertikal atau lurus. Saat mid-swing, hip fleksi dengan knee bergerak ekstensi untuk merespon gravitasi, dan diikuti dengan
30
ankle dorsifleksi menuju posisi netral. Sedangkan tungkai yang lain berada pada akhir dari fase midstance. c. Terminal swing (interval: 87-100%) Akhir dari fase swing dimulai dari tibia vertikal dan diakhiri saat kaki memijakkan lantai. Kedudukan tungkai yang baik adalah dengan posisi ekstensi knee dan hip mempertahankan fleksi sedangkan ankle bergerak dari dorsifleksi ke netral. Anggota gerak bawah yang lain berada pasa fase terminal stance. Ketika berjalan otot - otot yang berkontraksi adalah M. Erector Spinae bagian kanan yang aktif pada fase initial contact, terminal stance dan pre swing. M. Erector Spinae bagian kiri banyak berkontraksi pada rotasi trunk pada fase Initial Contact dan Pre swing. M. Gluteus Medius berkontraksi pada fase stance. M.Rectus Femoris banyak berkontraksi pada fase terminal swing. M.
Hamstrings
berkontraksi
diseluruh
fase
berjalan,
M.
Gastrocnemius berkontraksi pada fase stance, dan M. Tibialis Anterior berkontraksi pada fase stance. (Bennedeti et al, 2012) 2.6.3 Dosis Jalan Frekuensi
: 3 x/minggu
Intensitas
: 60% - 85% dari maksimal heart rate
Tipe
: Berjalan
Times
: 30 menit
Speed
: 4,8 – 7,2 km/jam
31
2.6.4. Proses latihan jalan intensitas sedang Ketika kita jalan secara rutin tubuh akan mengalami perubahan fisiologis. Pada sistem kardiorespirasi terjadi perubahan stroke volume (SV), volume darah yang ke luar dari jantung akan meningkat setiap denyut nya sehingga denyut jantung akan mengalami penurunan sekitar 20 – 40 denyut per menit. Penurunan denyut jantung akibat suplai darah setiap denyut bertambah serta lebih efisein. Volume darah akan meningkat terutama bagian plasma dan sel darah merah. Akibat jumlah sel darah meningkat akan mengakibatkan jumlah oksigen yang dibawa ke sel tubuh juga akan meningkat (Rosato et al, 2010). Proses jalan intensitas sedang dibagi menjadi 3 yaitu : 1) Warm up Warm up terdiri atas stretching otot leher, tangan, punggung dan kaki 2) Walk dilakukan selama 30 menit berjalan sampai HR mencapai 60% - 85% 3) Cool down Cool Down terdiri atas stretching otot leher, tangan, punggung dan kaki
2.7 Static Bicycle 2.7.1 Definisi Static bicycle Bersepeda adalah bentuk aktivitas fisik yang efektif dalam meningkatkan kardiorespirasi dan fungsi metabolisme seluruh tubuh. Static bicycle dikenalkan oleh jhonny goldberg. Pada tahun 1979 johnny
32
goldberg datang dari Afrika selatan ke Amerika. Dia senang sekali dengan bersepeda karena cuaca di Amerika terlalu panas sehingga berlatih sepeda di rumah. Pada tahun 1994 jhony goldberg mengembangkan bersepeda di rumah lebih baik lagi (Brannon, 2013). Static bicycle memiliki manfaat dibandingkan sepeda di luar karena tidak harus bermasalah dengan cuaca dan kemacetan di jalan. Static bicycle
memberikan
kardiorespirasi,
manfaat
meningkatakan
dalam
meningkatkan
metabolisme
tubuh
endurance
sehingga
bisa
membakar kalori dalam tubuh, serta menjaga kepadatan tulang dan kekuatan otot (Brannon, 2013). 2.7.2 Biomekanik Static bicycle Mengayuh sepeda dibagi menjadi 2 fase yaitu power phase (downstroke) dari arah jam 12 ke 6 dan recovery phase (upstroke) dari arah jam 6 ke 12. Selama power phase lutut akan berubah posisi dari sudut fleksi 1100 -1200 sampai ekstensi 250 – 350. Otot quadriceps dan gluteal adalah otot penggerak utama pada power phase. Otot hip flexors dan knee flexors (rectus femoris, psoas dan hamstrings) berperan dalam phase recovery. Otot knee plantar flexor(gasrocnemius dan soleus) dan ankle dorsiflexor(tibialis anterior) sebagai stabilisasi selama gerakan mengayuh (Garret & Donald, 2000) 2.7.3 Dosis Pelatihan Static bicycle Frekuensi : 3 x minggu Intensitas : 60% - 85% dari maksimal heart rate
33
Times
: 30 menit
Tipe
: Latihan Static bicycle
Speed
: 6,4 – 14,4 km/jam
2.7.4 Proses Static bicycle Static bicycle merupakan bentuk latihan yang bertujuan untuk meningkatkan Vo2 max,kekuatan otot dan endurance. Pada saat latihan static bicycle terjadi peningkatan karbondioksida (CO2) dan Hidrogen (H+) akibat aktivitas sel otot serta peningkatan suhu tubuh sehingga kebutuhan Oksigen (O2) juga meningkat. Tubuh akan menstimulasi jantung untuk meningkatkan jumlah curah jantung (Cardiac Output) untuk memenuhi kebutuhan O2 dalam tubuh. Paru – paru juga akan mengalami peningkatan ventilasi paru – paru untuk mendapatkan O2 lebih banyak. (Porcari et al, 2015) Sebelum dan seseudah melakukan latihan static bicycle melakukan beberapa aktivitas antara lain : 1)
Stretching a) Stretching M. Posterior Deltoid dan M.Trapezius
Gambar 2.3
34
Stretching M. Posterior Deltoid dan M.Trapezius (Kiddle, 2004) Duduk di atas static bicycle kemudian pegang tangan kanan kiri rotasi berpegangan kemudian sambil menggerakan berputar pada bahu. b) Stretching M.Pectoralis dan M.Deltoid Anterior
Gambar 2.4 Stretching M.Pectoralis dan M.Deltoid Anterior (Kiddle, 2004) Pegang tangan ke belakang dan ke bawah sambil tangan kanan dan kiri berpegangan. Tahan 6 detik kemudian rileks lakukan 3 x repitisi. c) Stretching M.Triceps
Gambar 2.5 Stretching M.Triceps (Kiddle, 2004)
35
Posisi siku satu menekuk sedang tangan yang lain memegang siku kemudian gerakan menjauhi deltoid yang menekuk. Tahan 6 detik kemudian rileks lakukan 3 x repitisi d) Stretching M.Sternocleidomastoid
Gambar 2.6 Stretching M.Sternocleidomastoid (Kiddle, 2004) Gerakan lateral fleksi cervical tahan selama 6 detik kemudian rileks lakukan sebanyak 3 x. Gerakan rotasi cervical tahan selama 6 detik kemudian rileks lakukan sebanyak 3 x. e) Stretching M.Quadriceps dan M.Rectus femoris
Gambar 2.7 Stretching M.Quadriceps dan M.Rectus femoris (Kiddle. 2004)
36
Berdiri di samping static bicycle sambil menukuk lutut sampai full rom. Tahan selama 6 detik kemudian rileks lakukan sebanyak 3 x repitisi. f)
Stretching M.Gluteus Maximus
Gambar 2.8 Stretching M.Gluteus Maximus (Kiddle, 2004) Gerakan adduksi dan internal rotasi ke arah depan kaki. Tekuk kaki pendukung dan menempatkan kaki yang berlawanan di paha. Untuk meningkatkan regangan mendorong pantat ke belakang dan memungkinkan tubuh anda untuk maju. Tahan selama 6 detik kemudian rileks lakukan sebanyak 3 x
37
g)
Stretching M.Gastrocnemius dan M.Soleus
Gambar 2.9 Stretching M.Gastrocnemius dan M.Soleus (Kiddle, 2004) Gunakan sepeda untuk berpegangan. Tempatkan satu kaki di belakang Anda , dan tekan tumit kaki kembali ke tanah untuk merasakan peregangan ringan . Untuk meningkatkan regangan , biarkan pinggul maju ke depan. . Tahan selama 6 detik kemudian rileks lakukan sebanyak 3 x. h) Stretching M.Hamstring
Gambar 2.10 Stretching M.Hamstring (Kiddle, 2004) Luruskan kaki depan dan tekuk kaki Anda kembali . Tempatkan
tangan
di
paha
kaki
ditekuk
belakang
dan
memindahkan pinggul anda ke belakang dan membungkuk ke
38
depan dari pinggul mempertahankan tulang belakang. Tahan selama 6 detik kemudian rileks lakukan sebanyak 3 x. i)
Stretching M.Fleksor Hip
Gambar 2.11 Stretching M.Fleksor Hip (Kiddle, 2004) Pergilah ke posisi lunge , mengambil lutut Anda kembali ke tanah dan mendorong pinggul anda ke depan . Pastikan lutut depan anda tidak lebih dari jari-jari kaki. Tahan selama 6 detik kemudian rileks lakukan sebanyak 3 x 2) Warm up Warm up dilakukan selama 2 menit dengan stretching. 3) Main component Dilakukan latihan selama 30 menit untuk mencapai heart rate 60% - 85%. Dengan kecepatan 6,4 – 14,4 km/jam 4) Cooling down Setelah 30 menit dilakukan Cooling down dengan cara stretching selama 5 menit.