7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan Penuaan merupakan akumulasi dari perubahan-perubahan dalam sel dan jaringan yang dapat meningkatkan resiko kematian. Secara kronologis, setiap kali bumi selesai mengelilingi matahari, usia bertambah satu tahun. Akan tetapi, penuaan atau menjadi tua secara biologis berbeda pada tiap orang (Wihandani, 2007). Penyebab penuaan secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Para ahli mengemukakan banyak teori tentang penuaan. Tidak satupun teori yang dapat menjelaskan secara tuntas teori penuaan tersebut. Goldman and Kaltz (2007) mengemukakan tentang empat prinsip teori penuaan berikut ini. 2.1.1 The wear and tear theory Tubuh dan sel-selnya rusak oleh karena banyak digunakan (overuse) dan disalah gunakan (abuse). Proses penuaan tidak sama pada setiap orang. Hal ini berkaitan dengan adanya toksin, dalam diet dan lingkungan; mengkonsumsi makanan yang banyak lemak, gula, kafein, alkohol, nikotin; sinar ultra violet dari matahari; beberapa faktor fisik lain dan stress emosional. Pemberian suplemen nutrisi dapat membantu menstimulasi kemampuan tubuh itu sendiri untuk memperbaiki dan memelihara organ dan sel-selnya.
8
2.1.2 The neuroendocrine theory Teori ini menekannkan pada sistem neuroendokrin sebagai jaringan biokimia yang rumit dalam pelepasan hormon dan elemen vital tubuh. Hormon sangat dibutuhkan untuk memperbaiki dan mengatur fungsi tubuh. Bila produksi hormon menurun akibat penuaan, maka kemampuan tubuh untuk memperbaiki dan mengatur fungsi tubuh juga menurun. 2.1.3 The genetic control theory Teori ini berfokus pada program genetik DNA. Saat lahir memiliki kode genetik unik yang dapat menentukan kecendrungan tipe badan dan fungsi mentalnya. Pewarisan genetik dapat menentukan umur dan berapa lama hidupnya. 2.1.4 The free radical theory Teori ini memberi penekanan pada radikal bebas yang dapat merusak tubuh manusia. Radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogenus) yang dihasilkan selama metabolisme sel normal dan dari luar tubuh (exogenous). Radikal bebas dapat merusak membran sel, protein, dan DNA sehingga dapat berakibat fatal bagi kelangsungan hidup sel atau jaringan. Perubahan-perubahan oleh radikal bebas diyakini sebagai penyebab utama dari penuaan, penyakit, dan kematian. Efek buruk radikal bebas berupa reaksi berantai yang menyebabkan oksidasi bahan-bahan organik oleh molekul oksigen. Dalam keadaan fisiologis, akibat buruk radikal bebas dapat diredam oleh tubuh melalui antioksidan. Bila
9
jumlah anti oksidan tubuh kurang dari kebutuhan, timbul stress oksidatif yang akhirnya dapat menimbulkan kerusakan dan kematian sel (Wihandani, 2007). Faktor eksternal penyebab penuaan antara lain diet, gaya hidup, dan kebiasaan yang salah; polusi lingkungan; stress; serta kemiskinan. Seluruh faktor eksternal tersebut dapat mempengaruhi faktor internal (Pangkahila,2007a). Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan perubahan fisik dan psikis. Pangkahila (2007b) menguraikan, proses penuaan berlangsung melalui tiga tahap, yaitu tahap subklinik (usia 25-35 tahun), tahap transisi (usia 35-45 tahun), dan tahap klinik (usia 45 tahun keatas). Pada tahap sub klinik sebagian besar hormon didalam tubuh seperti testosteron, growth hormone, dan estrogen mulai menurun. Kerusakan sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh, tetapi tidak dirasakan oleh individu bersangkutan. Pada tahap transisi penurunan hormon mencapai 25%, massa otot berkurang sebanyak satu kg per tahun yang menyebabkan tenaga dan kekuatan dirasakan menghilang, sedangkan komposisi lemak tubuh bertambah yang mengakibatkan resistensi insulin, resiko penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat, dan obesitas. Kerusakan DNA mulai diekspresikan, yang dapat mengakibatkan penyakit, menurunnya memori, dan diabetes. Pada tahap klinik, penurunan kadar hormon terus berlanjut yang mengakibatkan menurunnya bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral. Densitas tulang menurun dan massa otot berkurang. Disfungsi seksual merupakan keluhan yang penting dan mengganggu keharmonisan banyak pasangan.
10
Proses penuaan dapat dihambat dengan beberapa upaya, antara lain menjaga kesehatan tubuh, menghindari stress, mengupayakan berfikir positif dan optimis, lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, dan pemakaian obat sesuai petunjuk ahli (Pangkahila,2007b). 2.2 Menopause Menopause dibagi dalam beberapa tahap: (1) pramenopause. Ini adalah fase antara usia 40 tahun, yang ditandai dengan haid yang tidak teratur, dengan perpanjangan masa perdarahan haid dan jumlah darah haid yang relatif banyak, kadang disertai nyeri haid. Perubahan endokrin yang terjadi berupa fase pemendekan folikuler, tingginya kadar estrogen, FSH biasanya tinggi bahkan normal; (2) Perimenopause. Merupakan fase peralihan antara pramenopause dan menopause. Ditandai dengan siklus haid tidak teratur, (panjang >38 hari, pendek <18 hari ). Dua tahap tersebut adalah proses awal yang normal sampai menopause dan mungkin berlangsung 4 atau 5 tahun bahkan lebih; (3) Menopause. Jumlah folikel yang mengalami atresia meningkat sampai tidak tersedia folikel yang cukup. Produksi estrogen berkurang dan tidak terjadi haid lagi. Diagnosis menopause merupakan diognosis retrospektif bila dalam 12 bulan terakhir tidak mendapat menstruasi dan dijumpai kadar FSH darah > 40 mlU/ml dan kadar estradiol <30pg/ml berarti seseorang mencapai menopause (Baziad, 2003). Pasca menopause ovarium sudah tidak berfungsi sama sekali, kadar estradiol berada antara 20-30 pg/ml dan kadar hormon gonadotropin biasanya meningkat (Harvey, 2002).
11
Setelah menopause ovarium mengecil sampai setengah ukurannya dari masa reproduksi, dan biasanya permukaanya tidak merata tapi berbatas tegas dan solid, kadang terlihat kista fungsional di kortex bertambah dan biasanya mencapai jumlah terbanyak pada usia 40-50 tahun. Gambaran yang khas dari ovarium pasca menopause adalah tidak adanya folikel primordial yang diikuti dengan tidak adanya folikel yang matang, korpus luteum, korpus albikan, dan folikel yang atresia. Stroma ovarium mengalami peningkatan kolagen interseluler dan selnya menjadi lebih kecil, lebih hitam dan nukleusnya tidak tampak. Dalam keadaan lain dapat juga ditemukan hiperplasia stroma ovarium dan setelah menopause stroma menjadi fibrotik ( Clement, 2002). Begitu memasuki usia premenopause, panjang kavum uteri pada uterus mulai berkurang. Pada pasca menopause terjadi degenerasi miometrium, dinding pembuluh darah menipis dan rapuh. Kelenjar endoservikal juga atropi, lemak subkutan berkurang, distrofi vulva (atropi dan hiperkeratosis) ( Clement, 2002).
Gambar.2.2 Folikel Anthral 2.3 Pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium Epithel germinal mengelilingi ovarium. Di bawah epithel terdapat tunika albuginea yang memiliki vaskularisasi sangat sedikit. Ovarium terdiri dari korteks
12
dan medulla. Korteks merupakan bagian fungsional ovarium yang terdiri atas jaringan konektif yang disebut stroma yang di dalamnya terdapat folikel ovarium dalam berbagai tahap perkembangan. medula berada di bagian tengah ovarium, terdiri atas jaringan konektif yang kaya vaskularisasi, saraf, limfa, serta terdapat sel interstitial (Gartner and Hiatt, 2001). Oosit primer yang bertahan hidup dikelilingi oleh sel epithelial pipih yang disebut folikel primordial. Selama masa pubertas, setiap bulannya 15-20 folikel primordial berkembang dan satu folikel diantaranya mengalami ovulasi setiap 28 hari (sadler, 2004). Hal ini terjadi selama 35-40 tahun kemudian. Dalam 10-15 tahun terakhir sebelum menopause, terjadi suatu percepatan kehilangan folikel. Jumlah folikel primordial pada saat menopause mungkin akan habis atau kurang dari 100. Hal ini menyebabkan turunnya level hormon estrogen akibat berkurangnya jumlah folikel aktif, meningkatnya jumlah folikel yang mengalami atresia akibat apoptosis, peningkatan FSH, serta penurunan level inhibin B seperti insulin-like growth factor I (Gordon and Speroff, 2002). Jumlah folikel yang tersedia sangat berbeda pada setiap perempuan. Oosit dan pertumbuhan folikel juga dipengaruhi oleh stress biologis seperti radikal bebas, kerusakan DNA, dan menumpuknya bahan kimia yang dihasilkan oleh proses metabolisme tubuh. Oosit selalu mengalami kendali mutu yang ketat, sehingga oosit yang mendapat kelainan akan mengalami apoptosis (Baziad, 2003). Saat usia lebih dari 30 tahun ovarium mulai mengecil dan jumlah kista fungsionalnya bertambah, yang mencapai puncaknya antara umur 40-45 tahun.
13
Pada usia tersebut tidak jarang ditemukan hyperplasia stroma ovarium, dan setelah menopause akan berkurang dimana stroma ovarium mengalami fibrotik. Meskipun telah menghentikan fungsinya, ovarium masih tetap sebagai organ endokrin, diamana sel-sel interstitial dan sel-sel stromanya memproduksi testosteron dan androstenedion, serta estradiol dan progesteron dalam jumlah kecil (Baziad, 2003). Folikel di korteks ovarium seluruhnya berada pada tahap folikel primordial sebelum mencapai masa pubertas. Oosit berhenti berkembang sampai berada pada stadium diploten. Oosit tersebut dikelilingi oleh selapis sel granulose pipih dan tidak memiliki suplai pembuluh darah. Dipisahkan dari stroma ovarium oleh lamina basalis. Folikel ini tidak dipengaruhi oleh gonadotropin. Tetapi, diferensiasi dan proliferasinya dipicu oleh faktor lokal (Anantasika, 2005). Perkembangan sel folikuler dan oosit terdiri dari lima tahap. Tahapan yang dimaksud meliputi primer (folikel primer), sekunder (folikel sekunder),tertier atau early antral phase, antral, dan graafian follicle. Menurut Bulun dan Adashi (2002), tahap perkembangan folikel ovarium sebagai berikut. 2.3.1 Folikel primer (100-150 µm) Perkembangan folikel primer merupakan stadium pertama pertumbuhan folikel. Oosit mulai tumbuh, terbentuk zona pellusida yang mengelilingi oosit. Zona pellusida tersebut disintesis oleh oosit dan sel granulosa yang terletak di
14
antara oosit dan lapisan sel granulose. Pada akhir stadium ini, sel-sel granulosa mengalami perubahan morfologi dari skuamosa menjadi kuboidal.
Gambar. 2.3.1 Folikel Primer 2.3.2 Folikel sekunder Diameter oosit mencapai 200 µm. Pertumbuhan folikel meliputi proliferasi sel-sel granulosa, dan terbentuknya sel-sel teka merupakan perubahan ke arah folikel sekunder. Dengan perkembangan sel teka, folikel memperoleh suplai darah tersendiri meskipun lapisan sel granulosa tetap avaskuler. Sel-sel granulosa membentuk reseptor-resptor follicle stimulating hormone (FSH), estrogen, dan androgen (Wiknjosastro, 2005). Menurut Garner and Hiatt (2001), pada akhir tahap perkembangan folikel sekunder sel-sel stroma membesar dan kapiler-kapiler memasuki teka interna untuk memberi nutrisi kepada teka interna dan sel-sel granulosa yang avaskular. Sebagian besar folikel yang mencapai perkembangan pada tahap ini mengalami atresia. Tetapi, beberapa sel granulosanya tidak mengalami degenerasi dan membentuk kelenjar interstitial yang mensekresi androgen.
15
2.3.3 Folikel tertier Folikel tertier atau early antral phase ditandai dengan pembentukan sebuah antrum atau rongga dalam folikel. Cairan antrum mengandung steroid, protein, elektrolit, dan proteoglycans. Di bawah pengaruh FSH, sel-sel granulosa mulai berdiferensiasi membentuk membran periantral, cumulus oophorus, dan lapisan corona radiata. Sel granulosa mensekresi aktivin dan meningkatkan ekspresi P450 aromatase karena stimulasi FSH. Fungsi aktivin adalah meningkatka ekspresi gen reseptor FSH di sel granulosa dan mempercepat folikulogenesis. Disisi lain, sel granulosa juga mensekresi inhibin. Inhibin terlibat dalam lengkung umpan balik negatif yang menghambat hipofise mensekresi FSH. Pertumbuhan folikel selama fase ini karena mitosis sel granulosa akibat stimulasi FSH. Bila tidak terdapat FSH, folikel akan mengalami atresia (Wiknjosastro, 2005). Atas pengaruh FSH dan estrogen, sel-sel teka interna mendapatkan reseptor LH. Di bawah pengaruh LH, sel teka interna meningkatkan jumlah reseptor LH dan memperkuat aktivitas enzim
StAR, 3 β hidroxysteroid
dehydrogenase (3βHSD) dan P450c17 untuk segera meningkatkan sekresi androgen dalam bentuk androstenedion dan testosteron. Selanjutnya androgen berdifusi melewati lamina basalis folikel menuju sel granulose. Di bawah pengaruh FSH, androgen terutama androstenedion mengalami proses aromatisasi dengan bantuan enzim P450 aromatase menjadi estrogen. Estrogen yang dihasilkan bekerja pada folikel untuk meningkatkan jumlah reseptor FSH di sel
16
granulosa sehingga sel tersebut mengalami proliferasi. Hal ini penting dalam seleksi folikel dominan (Wiknjosastro, 2005). 2.3.4 Folikel antral Fase pertumbuhan antrum (antral phase) ditandai oleh pertumbuhan cepat dari folikel dan bersifat sangat tergantung pada gonadotropin. Di bawah pengaruh FSH sel teka interna terus berdiferensiasi dan mensekresi androstenedion lebih banyak sehingga estrogen yang dihasilkan juga bertambah banyak. Meningkatnya estrogen menyebabkan aktivitas FSH dalam folikel diperkuat, memberi umpan balik negatif ke hipofisis untuk menghambat sekresi FSH serta memfasilitasi pengaruh FSH dalam membentuk reseptor LH di sel granulosa. Puncak FSH, merangsang munculnya reseptor LH yang adekuat di sel-sel granulosa untuk terjadinya luteinisasi (Wiknjosastro, 2005). 2.3.5 Graafian follicle (Folikel de Graaf) Fase ini merupakan proses penentuan atau seleksi satu folikel dominan yang akan berovulasi. Turunnya kadar FSH menyebabkan folikel antral yang lebih kecil mengalami atresia, sedangkan folikel dominan terus tumbuh dengan mengakumulasi jumlah sel-sel granulosa dan reseptor FSH yang lebih banyak. Tingginya kadar estrogen dalam folikel memberi umpan balik positif ke hipofise untuk menghasilkan lonjakan LH. Lonjakan LH tersebut menyebabkan disekresinya progesteron di sel-sel granulosa. FSH, LH, dan progesteron menstimulasi enzim-enzim proteolitik yang mendegradasi kolagen di dinding folikel sehingga mudah ruptur. Disekresinya prostaglandin menyebabkan otot-otot
17
polos ovarium berkontraksi sehingga membantu pelepasan ovum (Wiknjosastro, 2005). Setelah ovulasi, sel-sel stratum granulosa, jaringan ikat, dan pembuluh darah kecil di ovarium mulai berpoliferasi. Selanjutnya sel-sel granulosa membesar dan mengandung lutein dengan banyak kapiler dan jaringan ikat diantaranya serta berwarna kekuningan yang disebut korpus luteum. Korpus luteum mensekresi hormon progesteron. Bila terjadi fertilisasi, korpus luteum tersebut dipertahankan sampai plasenta terbentuk sempurna. Bila tidak terjadi fertilisasi, sel-selnya mengalami atropi dan terbentuklah korpus albikans (Wiknjosastro, 2005). 2.4 Estrogen 2.4.1 Mekanisme kerja Estrogen dan progesterone adalah hormon-hormon yang dihasilkan oleh ovarium. Estrogen terutama meningkatkan proliferasi dan pertumbuhan sel-sel spesifik pada tubuh dan bertanggung jawab akan perkembangan sebagian besar sifat seksual skunder wanita. Sedangkan progesterone hampir seluruhnya berkaitan dengan persiapan akhir uterus untuk kehamilan dan kelenjar mammae untuk laktasi (Guyton, 2000). Pada wanita normal yang tidak hamil, estrogen disekresikan dalam jumlah besar oleh ovarium dan jumlah kecil oleh korteks adrenal. Pada kehamilan, estrogen juga disekresi oleh plasenta. Ada 3 yang terdapat dalam jumlah yang
18
bermakna, yaitu beta estradiol, estron, dan estrion. Beta estradiol merupakan estrogen utama yang disekresi oleh ovarium. Estron sebagian besar disekresi oleh korteks adrenal ginjal dan sel teka ovarium. Estriol adalah estrogen yang lemah, merupakan produk oksidasi estradiol dan estron, perubahan ini terjadi pada hati. Potensi beta estradiol 12 kali potensi estron dan 80 kali potensi estriol, sehingga beta estradiol dianggap sebagai estrogen utama (Guyton, 2000). Estrogen pada tulang menyebabkan aktivitas osteoblastik dan penyatuan epifisis dini dengan diafisis tulang panjang. Pada pelvis menyebabkan perluasan pelvis. Pada kulit menyebabkan sifat lembut dan halus (Guyton, 2000). Estrogen berperan sebagai pemberi efek umpan balik negatif yang kuat menekan gonadotropin (FSH dan LH) sehingga pertumbuhan folikel terhambat. Efek ini yang diambil sebagai mekanisme kerja obat anti fertilitas, dengan estrogenik sintetik menghambat ovulasi melalui efek pada hipothalamus, yang kemudian mengakibatkan supresi pada FSH dan LH kelenjar hipofise (Guyton, 2000). 2.4.2 Efek estrogen sebagai terapi sulih hormon (TSH). Kemanjuran TSH dalam mengatasi keluhan menopause seperti vasomotor, psikofisiologik, dan urogenital menempatkan TSH sebagai pengobatan kunci bagi menopause ( Hidajat, 2001). Untuk TSH tersedia berbagai jenis estrogen dan yang dianjurkan adalah estrogen alamiah. Disebut alamiah karena estrogen tersebut memiliki sifat dan
19
cara kerja yang sama dengan hormon yang di dalam tubuh wanita. Yang termasuk estrogen alamiah adalah estradiol, estron, estron sulfat, estriol dan ester estradiol seperti estradiol benzoate, estradiol valerat, atau estradiol suksinat (Baziad, 2003). Estrogen sintetik seperti etinil estradiol dan mestranol sangat tidak dianjurkan penggunaannya sebagai TSH karena estrogen jenis ini sangat memberatkan fungsi hati dan efek sampingnya banyak. Misalnya etinil estradiol memicu pembentukan angiotensinogen 35.000 kali lebih kuat dibanding estrogen alamiah, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Efeknya terhadap proliferasi endometrium juga sangat besar. Estradiol merupakan estrogen utama wanita usia reproduksi, sehingga dibuat estrogen alamiah yang didalam tubuh akan diubah menjadi estradiol. Yang paling efektif adalah estradiol dan estradiol valerat (Baziad, 2003). 2.5 Tanaman Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. f.) Tanaman ini berupa semak, pada umumnya di tanam sebagai pagar hidup atau tumbuhan liar di hutan, tanggul sungai atau di pelihara sebagai tanaman obat. Tumbuh pada ketinggian 1-500 m di atas permukaan laut. tumbuh tegak, tinggi dapat mencapai 2 m, percabangan banyak, dimulai dari dekat pangkal batang. Cabang - cabang yang masih muda berwarna ungu gelap, dan bila sudah tua warnanya menjadi coklat mengkilat. Daun letak berhadapan, berupa daun tunggal, yang bentuknya lanset dengan panjang 5-20 cm., lebar 1-3,5 cm, tepi rata, ujung daun meruncing, pangkal berbentuk biji bertangkai pendek antara 5 – 7,5 mm, warna daun hijau gelap.
20
Bunga kecil berwarna putih atau dadu yang tersusun dalam rangkaian berupa malai bulir yang menguncup, berambut menyebar dan keluar dari ketiak daun atau ujung tangkai. Buah berbentuk bulat panjang. Selain yang berbatang hitam lebih populer ada juga yang berbatang hijau. Di India dan Asia Tenggara dipakai sebagai penurun panas, merangsang muntah, anti reumatik, pengobatan sakit kepala, kelumpuhan otot wajah, eczema, sakit mata dan telinga (Sastroamidjojo, 1967). Nama lokal Handarusa (Sunda), Gandarusa, Tetean, Trus (Jawa), Puli (Ternate), Besi-besi (Aceh), Gandarusa (Melayu), Bo gu dan (China), Gandarisa (Bima). Daun gandarusa mengandung justicin, alkaloida, saponin, flavonoida, minyak atsiri, dan tanin. Berkhasiat sebagai obat pegal linu, obat pening dan obat untuk haid yang tidak teratur. Kegunaan yang lain untuk obat luka terpukul (memar), patah tulang (Fraktur), reumatik pada persendian, bisul, borok dan korengan. Daun tanaman gandarusa mempunyai banyak kegunaan dalam pengobatan tradisional. Di antaranya, akar dan daun direbus, kemudian diminum dua kali dalam sebulan bisa sebagai obat KB bagi laki-laki (Syamsuhidayat, 1991).
Gambar . 2.5 Tanaman Gandarusa
21
2.5.1 Klasifikasi Divisi
= Spermatophyta
Sub Divisi
= Angiospermae
Kelas
= Dicotyledonae
Ordo
= Euphorbiales
Familia
= Euphorbiaceae
Genus
= Justicia
Spesies
= Justicia gendarussa Burm. f.
2.5.2 Alkaloid Alkaloid merupakan golongan steroid, adalah hormon seks yang berfungsi mengatur fungsi-fungsi organ reproduksi, baik pada perempuan maupun pada laki-laki. Hormon steroid seks yang terpenting adalah Estrogen, Gestagen (progesteron) dan Androgen. Estrogen adalah hormon streroid dengan 18 atom C yang dibentuk dari 17 ketosteroid androstenedion, dan dibagi menjadi dua jenis, yaitu estrogen alamiah dan sintetik. Jenis estrogen alamiah yang terpenting adalah estradiol (E2), estriol (E3), dan estron (E4). Estrogen baru dapat bekerja secara aktif setelah diubah terlebih dahulu menjadi estradiol. Estrogen dibentuk tidak hanya pada fase folikuler, melainkan pada fase luteal oleh sel-sel yang terdapat pada dinding folikel. Pada endometrium estrogen menyebabkan perubahan proliferatif, sedangkan pada vagina, tuba dan uterus, estrogen akan meningkatkan kemampuan kerja organ-organ tersebut. Gestagen (progesterone) termasuk steroid 21 atom C, baru bisa bekerja pada organ sasaran setelah terbentuk reseptornya
22
terlebih dahulu oleh estrogen. Progesteron menyebabkan perubahan sekretorik pada endometrium dan mengurangi kontraksi miometrium. Pada serviks, progesteron menyebabkan perubahan konsistensi lendir serviks, sehingga sulit untuk ditembus oleh sperma dan pada akhirnya tidak terjadi fertilisasi (Maidangkay, 2008 ). 2.5.3 Saponin Saponin merupakan senyawa glikosida triterpen dan sterol. Ikatan sterol. Ikatan sterol dalam senyawa saponin merupakan ikatan steroid yang terdapat dalam hormon steroid, termasuk dalam kelompok steroid yang mempunyai sifat penghambat spermatogenesis (Maidangkay, 2008 ). Golongan steroid merupakan prekursor hormon estrogen yang salah satu kerjanya pada otot polos uterus, yaitu merangsang kontraksi uterus. Estrogen dapat menurunkan sekresi FSH pada keadaan tertentu akan menghambat LH (reaksi umpan balik) sehingga dapat mempengaruhi populasi (Maidangkay, 2008). 2.5.4 Flavonoid Flavonoid merupakan substansi poliphenolic yang terdapat dalam sebagian besar tanaman. Kombinasi multipel grup hidroksil, gula, oksigen, dan grup metal membentuk beberapa kelas dari flavonoid yaitu flavonols, flavones, flavan 3ols ( cattechins) antochyains dan isoflavons (Zilliken, 2009). Isoflavon merupakan flavonoid yang bertindak sebagai fitoestrogen yang banyak berguna bagi kesehatan. Flavonoida dan isoflavonoida adalah salah satu golongan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-
23
tumbuhan, khususnya dari golongan Leguminoceae (tanaman berbunga kupukupu) (Zilliken, 2009). Senyawa isoflavon terdistribusi secara luas pada bagian - bagian tanaman, baik pada akar, batang, daun, maupun buah, sehingga senyawa ini secara tidak disadari juga terdapat dalam menu makanan sehari-hari. Bahkan, karena sedemikian luas distribusinya dalam tanaman maka dikatakan bahwa hampir tidak normal apabila suatu menu makanan tanpa mengandung senyawa flavonoid. Hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa flavon tidak membahayakan bagi tubuh dan bahkan sebaliknya dapat memberikan manfaat pada kesehatan (Zilliken, 2009). Senyawa isoflavon merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak disintesis oleh tanaman. Oleh karena itu, tanaman merupakan sumber utama senyawa isoflavon di alam (Zilliken, 2009) Berdasarkan biosintesisnya flavon/isoflavon digolongkan sebagai senyawa metabolit sekunder. Isoflavon termasuk dalam golongan flavonoid (1,2diarilpropan) dan merupakan bagian kelompok yang terbesar dalam golongan tersebut Aktivitas fisiologis senyawa isoflavon telah banyak diteliti dan ternyata menunjukkan bahwa berbagai aktivitas berkaitan dengan struktur senyawanya. Aktivitas suatu senyawa ditentukan pula oleh gugus-gugus yang terdapat dalam struktur tersebut. Dengan demikian, dengan cara derivatisasi secara kimia dan secara biologis, dapat dibentuk senyawa-senyawa aktif yang diinginkan. Dalam
24
hal struktur, aktivitas antioksidan ditentukan oleh bentuk struktur bebas (aglikon) dari senyawa. Aktivitas tersebut ditentukan oleh gugus -OH ganda, terutama dengan gugus C=0 pada posisi C-3 dengan gugus -OH pada posisi C-2 atau pada posisi C-5. Hasil transformasi isoflavon selama fermentasi tempe daidzein, genistein, glisitein, dan Faktor-II, ternyata memenuhi kriteria tersebut. Sistem gugus fungsi demikian memungkinkan terbentuknya kompleks dengan logam (Zilliken, 2009). Aktivitas estrogenik isoflavon ternyata terkait dengan struktur kimianya yang mirip dengan stilbestrol, yang biasa digunakan sebagai obat estrogenik. Bahkan, senyawa isoflavon mempunyai aktivitas yang lebih tinggi dari stilbestrol. Daidzein merupakan senyawa isoflavon yang aktivitas estrogenik-nya lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa isoflavon lainnya. Aktivitas antiinflamasi ditunjukkan oleh gugus C=O pada posisi C-3 dan gugus -OH pada posisi C-5 yang dapat membentuk kompleks dengan logam besi, seperti quersetin. Sedang aktivitas anti-ulser ditunjukkan oleh struktur gugus -OH yang bersebelahan, seperti pada mirisetin. Sebagaimana diperlihatkan oleh Graham dan Graham (1991) bahwa senyawa formononitin dan gliseolin berpotensi untuk membunuh kapang patogen sehingga berpotensi sebagai senyawa pestisida (biopestisida). Di atas disebutkan bahwa senyawa isoflavonoida banyak mempunyai aktivitas biologis. Mekanisme aktivitas senyawa ini dapat dipandang sebagai fungsi "alat komunikasi" (molecular messenger) dalam proses interaksi antar sel yang selanjutnya mempengaruhi proses metabolisma sel atau makhluk hidup yang
25
bersangkutan. Dalam hal ini, dapat secara negatif (menghambat) maupun secara positif (menstimulasi). Jenis senyawa isoflavon di alam sangat bervariasi. Di antaranya telah berhasil diidentifikasi struktur kimianya dan bahkan telah diketahui fungsi fisiologisnya dan telah dapat dimanfaatkan untuk obat-obatan (Zilliken, 2009). Senyawa isoflavon terbukti juga mempunyai efek hormonal, khususnya efek estrogenik. Efek estrogenik ini terkait dengan struktur isoflavon yang dapat ditransformasikan menjadi equol, dimana equol ini mempunyai struktur fenolik yang mirip dengan hormon estrogen ( Pradana, 2009). 2.6 Marmut (Cavia cobaya) Marmut (Cavia cobaya) adalah hewan asli Amerika Selatan, mempunyai bulu halus dan licin dengan warna bermaca-macam. Semua marmut (Cavia cobaya) mempunyai badan pendek, kuat dengan telinga dan kaki juga pendek. Dalam kondisi sehat, marmut merupakan hewan yang amat jinak. Rata-rata hidupnya 2 tahun atau lebih sedikit. Berat badan pada umur 4 minggu dapat mencapai 200 gr dan dewasa sampai 800 gr atau lebih. Kebanyakan marmut (Cavia cobaya) laboratorium merupakan keturunan dari galur Dunkin dan Hartley. Ada beberapa sifat marmut yang berbeda dengan hewan percobaan lain pertama, marmut (Cavia cobaya) tidak mempunyai ekor menonjol, kedua pada waktu lahir anak marmut mirip dengan dewasa. Marmut (Cavia cobaya) biasanya hanya makan sayursayuran, berbeda dengan hewan lain marmut memerlukan banyak vitamin C
26
dalam makanannya dan memerlukan serat kasar sepuluh kali lebih besar dibandingkan dengan hewan percobaan lain (Smith, dan Mangkoewidjojo, 1999). Penggunaan marmut sebagai hewan percobaan masih sangat penting karena marmut mempunyai beberapa sifat yang tidak terdapat pada hewan coba lain. Pertama, marmut tidak mempunyai ekor menonjol, kedua, pada waktu lahir anak marmut mirip dengan dewasa yaitu sudah berambut dan mata sudah terbuka. Akhirnya, anak marmut sudah dapat makan makanan keras pada umur 5 hari. Rata-rata hidupnya 2 tahun atau lebih sedikit, tetapi dapat sampai 8 tahun. Marmut sudah lama dipakai sebagai hewan percobaan, paling sedikit sejak tahun 1780 (Wagner, 1976). Keuntungannya adalah bahwa marmut kecil, jinak dan mudah dipelihara. Dalam kondisi sehat, marmut merupakan hewan yang amat jinak, berbulu licin, mengkilap dan bersih (Smith dan Mangkoewidjojo, 1999). 2.6.1 Data Biologis Marmut Lama hidup
: 2-3 tahun, dapat sampai 8 tahun
Lama produksi ekonomis
: 1-2 tahun
Lama bunting
: 55-75 hari, rata-rata 68 hari
Kawin sesudah beranak
: 6 sampai 20 jam
Umur disapih
: 14 -21 hari
Umur dewasa
: 55-70 hari
Umur dikawinkan
: segera sesudah berat badan mencapai 400gr
Siklus kelamin
: poliestrus
27
Siklus estrus ( birahi)
: 16-19 hari
Periode estrus
: 6-11 jam
Perkawinan
: pada waktu estrus
Ovulasi
: rata-rata 10 jam sesudah estrus spontsn
Fertilisasi
: 1-15 jam sesudah kawin
Implantasi
: 6,0-7,5 hari sesudah fertilisasi
Berat dewasa
: 600-1000 g jantan, 600-800 g betina
Berat lahir
:75-100 g, tergantung jumlah anak.
2.6.2 Siklus Kelamin Marmut Peristiwa-peristiwa fisiologis yang utama pada siklus estrus terjadi pada ovarium, Kejadian-kejadian tersebut tercermin pada perubahan-perubahan yang terjadi pada vagina dibawah pengaruh hormon-hormon ovarium, yakni estrogen dan progesteron. Histologi epitelium vagina tidak tinggal tetap diam selama siklus. Epitelium vagina secara siklik rusak dan dibangun kembali, bervariasi dari bentuk skuama berlapis sampai kuboid rendah (Shearer, 2008).. Siklus estrus adalah waktu antara periode estrus. Betina memiliki waktu sekitar 25-40 hari pada estrus pertama. Marmut merupakan poliestrus dan ovulasi terjadi secara spontan, durasi siklus estrus 16-19 hari dan fase estrus sendiri membutuhkan waktu. Tahapan pada siklus estrus dapat dilihat pada vulva. Fasefase pada siklus estrus diantaranya adalah estrus, metestrus, diestrus, dan proestrus. Periode tersebut terjadi dalam satu siklus dan serangkaian, kecuali pada saat fase anestrus yang terjadi pada saat musim kawin (Nongae, 2008).
28
Fase proestrus dimulai dengan regresi corpus luteum dan menurunnya produksi progesteron untuk memulai estrus. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel yang sangat cepat (Nongae, 2008). Fase proestrus berlangsung sekitar 2-3 hari dan dicirikan dengan pertumbuhan folikel dan produksi estrogen. Peningkatan jumlah estrogen menyebabkan pemasokan darah ke sistem reproduksi untuk meningkatkan kelenjar cervix dan vagina dirangsang untuk meningkatkan aktifitas sekretori membangun muatan vagina yang tebal. Fase estrus merupakan periode waktu ketika betina reseptif terhadap jantan dan akan melakukan perkawinan. Ovulasi berhubungan dengan fase estrus, dimana pada ovarium terjadi pematangan folikel de Graaf, estrogen yang dihasilkan folikel de Graaf menyebabkan terjadinya perubahan pada saluran reproduksi, yaitu dinding tuba Falopi mulai berkontraksi, fimbriae merapat dengan gerakan-gerakan khas kearah folikel de Graaf , vaskularisasi uterus meningkat. Uterus membesar karena akumulasi cairan dan serviks menjadi oedematus serta kelenjarnya menghasilkan cairan yang bersifat transparan dan liat (Shearer, 2008). 2.6.3 Histologi ovarium Ovarium dikelilingi oleh selapis sel epitel kuboid. Sel epitel kolumnar Ovarium tersusun atas folikel dengan berbagai tingkatan perkembangan, jaringan interstisial, serta jaringan stroma yang berisi pembuluh darah, saraf, dan limfe (Davis, 1999).
29
Folikel marmut diklasifikasi menjadi tiga, yaitu folikel kecil (small follicles), folikel sedang (medium follicles), dan folikel besar (large follicles). Folikel yang tidak berkembang secara berangsur mengalami atresia. Atresia tahap awal ditandai dengan sel teka interna dan sel granulosa intak, beberapa sel mulai terlepas masuk ke antrum yang masih mengandung cairan folikel. Cumulus ooporus tampak tidak utuh dan degenerasi oosit sudah berada dalam tahap lanjut. Sisa oosit dikelilingi zona pellusida tebal, tampak didalam antrum. Atresia tahap lanjut ditandai dengan sel teka interna masih tetap utuh, tampak agak hipertropi, sel granulosa tidak ada, semua sudah dilepaskan dan direabsorpsi. Membran vitrea menebal, jaringan ikat longgar berasal dari stroma dan telah mengisi sebagian rongga folikel yang telah mengecil, yang masih mengandung cairan folikel. Atresia tahap akhir, seluruh folikel telah diganti oleh jaringan ikat (Eroschenko, 2003).