BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Harga Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya. Keputusan mengenai harga tidak mudah dilakukan. Di satu sisi harga yang cukup mahal dapat meningkatkan laba jangka pendek, tetapi disisi lain akan sulit dijangkau pelanggan. Marjin laba yang besar cenderung menarik para pesaing untuk masuk ke industri yang sama. Jika harga terlampau murah, mengakibatkan pangsa pasar melonjak, akan tetapi marjin kontribusi dan laba bersih yang diperoleh dapat menjadi amat kecil dan bahkan tidak dapat untuk mendukung pertumbuhan atau ekspansi organisasi. Secara sederhana istilah harga menurut Tjiptono et al (2008:465) dapat diartikan sebagai sejumlah uang (satuan moneter) atau aspek lain (non moneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk. Kotler and Armstrong (2001:439–440) dalam arti sempit mengartikan harga sebagai jumlah uang yang dibebankan atas suatu produk. Lebih luas lagi, harga adalah jumlah dari sejumlah nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat memiliki atau menggunakan produk dan jasa tersebut. Harga adalah satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan. Harga juga salah satu elemen yang fleksibel dari bauran pemasaran. Pada saat yang sama, penetapan harga dan persaingan harga adalah masalah yang utama yang dihadapai banyak eksekutif pemasaran.
8
9
Tjiptono et al (2008: 467-469) mengungkapkan harga sebagai salah satu elemen bauran pemasaran yang membutuhkan pertimbangan cermat. Ini dikarenakan adanya sejumlah dimensi strategik harga dalam hal: 1) Harga merupakan pernyataan nilai dari suatu produk (a statement of value). Nilai adalah rasio atau perbandingan antara persepsi terhadap manfaat dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk. 2) Harga merupakan aspek yang tampak jelas bagi para pembeli. Bagi konsumen yang tidak terlalu paham hal-hal teknis pada pembelian produk otomotif dan elektronik, kerap kali harga menjadi satu-satunya faktor yang mereka dapat mengerti. Tidak jarang pula harga dijadikan semacam indikator kualitas. 3) Harga adalah determinan utama permintaan. Berdasarkan hukum permintaan (the law of demand), besar kecilnya harga mempengaruhi kuantitas produk yang dibeli konsumen. Semakin mahal harga, semakin sedikit jumlah permintaan atas produk bersangkutan dan sebaliknya. Meskipun demikian, semua itu tidak selalu berlaku pada semua situasi. Pada kasus tertentu seperti mobil mewah, harga yang mahal malah diminati oleh pelanggan. 4) Harga berkaitan langsung dengan pendapatan dan laba. Harga adalah satusatunya unsur bauran pemasaran yang mendapatkan pemasukan bagi perusahaan yang pada gilirannya berpengaruh pada besar kecinya laba dan pangsa pasar yang diperoleh. Unsur bauran pemasaran lainnya, seperti produk, distribusi, dan promosi malah mengeluarkan dana dalam jumlah yang tidak sedikit.
10
5) Harga bersifat fleksibel, artinya dapat disesuaikan dengan cepat. Dari seluruh unsur bauran pemasaran, harga adalah elemen yang paling mudah diubah dan diadaptasikan dengan dinamika pasar. Ini terlihat jelas dari persaingan harga yang kerap terjadi dalam industri ritel. 6) Harga mempengaruhi citra dan strategi positioning. Pada pemasaran produk presitius yang mengutamakan citra kualitas dan eksklusivitas, harga menjadi unsur penting. Pelanggan cenderung mengasosiasikan harga dengan tingkat kualitas produk. Harga yang mahal dipersepsikan mencerminkan kualitas yang tinggi dan sebaliknya. 7) Harga merupakan masalah nomor satu yang dihadapi para manajer. 2.1.1 Persepsi Kewajaran Harga Persepsi
tentang
kewajara
harga
disebabkan
ketika
seseorang
membandingkan harga dengan hasil yang akan diperoleh atau membandingkan harga yang satu dengan harga yang lain pada suatu jenis produk yang sama. Boton et al (2003) dalam Martin et al (2007) mendefinisikan kewajaran sebagai suatu penilaian untuk suatu hasil dan proses agar mencapai hasil yang masuk akal dan dapat diterima. Aspek kognitif definisi ini menunjukkan bahwa penelitian kewajaran harga melibatkan perbandingan prosedur harga yang terkait dengan standar, referensi atau norma. Salah satu dasar dari persepsi kewajaran menurut Herman et al (2007) yaitu prinsip hak ganda, yang menunjukkan bahwa salah satu pihak tidak boleh menguntungkan dengan menyebabkan kerugian dari pihak lain. Ketika perusahan menggunakan permintaan pelanggan yang lebih tinggi untuk keuntungan sendiri dengan kenaikkan harga, pelanggan akan merasa dieksploitasi
11
dan karenanya memandang harga tersebut tidak wajar. Menurut Kahneman et al (1986) pada prinsip hak ganda sebagian besar pelanggan percaya bahwa mereka berhak mendapatkan referensi harga dan perusahan berhak mendapat keuntungan referensi, maka kenaikkan harga sepadan dengan kenaikkan biaya yang akan dianggap wajar (ceterius paribus). Persepsi mengenai kewajaran harga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Xia et al (2004) meringkas faktor-faktor tersebut menjadi empat kelompok. Kelompok pertama adalah variabel-variabel yang terkait dengan konteks transaksi, bahwa penilaian dari kewajaran harga kemungkinan besar didasarkan pada perbandingan transaksi yang melibatkan berbagai pihak. Ketika dirasakan terjadi perbedaan harga, maka tingkat kesamaan antara transaksi merupakan unsur penting dari penilaian kewajaran harga. Penilain kewajaran juga tergantung pada berapa besar komperatif pihak yang terlibat dalam transaksi. Kelompok kedua adalah faktor informasi. Informasi seperti teori kewajaran, teori prinsip hak ganda dan informasi dari hasil pengamatan terhadap harga menunjukkan bahwa informasi memberikan alasan mengapa harga yang ditetapkan dapat mempengaruhi persepsi kewajaran. Kelompok ketiga adalah kesimpulan dari pengalaman pelanggan. Pelanggan dapat mempertimbangkan hasil dari transaksi tertentu dan membuat kesimpulan berdasarkan pengalaman transaksi trsebut. Kelompok keempat adalah keyakinan terhadap perusahaan atau merek tertentu. Keyakinan atau kepercayaan terhadap kualitas yang dapat diberikan oleh sebuah perusahaan atau merek tertentu dapat mempengaruhi persepsi kewajaran yang akhirnya menempatkan penilaian kewajaran harga pada
12
satu konteks yang lebih luas dan menyarankan norma-norma sosial. Ferguson et al (2010) menjelasakan dengan lebih sederhana, bahwa dalam menilai kewajaran harga pelanggan dipengaruhi oleh beberapa standar, seperti harga sebelum, harga yang diharapkan dan harga pesaing. Kewajaran harga menurut Martin et al (2007) dapat diukur dengan beberapa atribut sebagai berikut : 1)
Membayar harga yang wajar. Ini merupakan persepsi pelanggan bahwa telah membayar harga yang wajar untuk suatu produk.
2)
Kebijakkan harga yang etis. Ini merupakan persepsi pelanggan bahwa harga yang ditetapkan telah disesuaikan dengan kondisi tertentu yang mempertimbangkan kondisi pelanggan.
3)
Harga yang berbeda pada jenis produk yang sama. Ini merupakan persepsi pelanggan bahwa wajar saja jika harga produk sejenis memiliki perbedaan harga.
4)
Kebijakan harga yang ditetapkan perusahaan dapat diterima. Ini merupakan suatu kondisi dimana pelanggan dapat menerima kebijakan harga yang ditetapkan oleh perusahaan karena merasa harga yang ditetapkan perusahan sebanding dengan nilai produk yang ditawarkan.
2.1.2 Persepsi Penerimaan Harga Monroe (1990) dalam Huber et al (2001) menjelaskan bahwa pengukuran penerimaan harga pelanggan merupakan upaya langsung untuk membentuk keinginan potensial pembeli, untuk membeli sebagai fungsi berbagai
13
harga. Tingkat penerimaan dapat didefinisikan sebagai harga maksimum yang pembeli bersedia bayar untuk suatu produk. Menurut Huber et al (2001) dalam mengukur penerimaan harga tidak cukup hanya melakukan pengamatan terhadap pasar dan percobaan harga, karena sejak dalam pembelian yang nyata atau situasi konsumsi pembeli tidak memutuskan hanya berdasarkan satu kriteria. Diperlukan beberapa tingkat performa yang berbeda dalam pengolahan informasi yang rumit, misalnya tradisional survei langsung kepada pelanggan untuk mengukur penerimaan harga. Penerimaan harga menurut penelitian Martin et al (2007) dapat diukur dengan artribut-artribut sebagai berikut: 1) Kesediaan membayar lebih merupakan suatu kondisi di mana pelanggan bersedia membayar lebih untuk memdapatkan layanan dari perusahaan tertentu. 2) Memahami terjadinya perubahan harga merupakan suatu kondisi di mana pelanggan memahami terjadinya perubahan harga yang dilakukan perusahaan. 3) Memiliki pengetahuan tentang harga pembanding merupakan suatu kondisi di mana pelanggan memiliki pengetahuan tentang harga pembanding dari perusahaan pesaing. 4) Rasa maklum bila harga yang ditetapkan lebih mahal dari perusahaan lainya merupakan suatu kondisi dimana pelanggan memaklumi bila harga yang ditetapkan perusahaan lebih mahal dari pesaingnya.
14
2.2 Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan terus berlanjut sebagai sebuah topik yang seringkali diteliti oleh perusahaan, karena kepuasan pelanggan merupakan suatu daerah kehidupan setiap perusahaan. Kepuasaan pelanggan menjadi salah satu elemen penting dalam meningkatkan kinerja pemasaran dalam suatu perusahaan atau organisasi. Sebagai konsekuensinya, para teoritikus terus mengembangkan modelmodel dan metode terbaru yang dapat menguak informasi penting tentang kepuasan pelanggan. Menurut Kotler and Armstrong (2001:13) kepuasan pelanggan tergantung pada perkiraan kinerja produk dalam memberikan nilai relatif terhadap harapan pembeli. Jika kinerja produk jauh lebih rendah dari harapan pelanggan, pembeli tidak terpuaskan. Jika kinerja sesuai dengan harapan, pembeli terpuaskan. Jika kinerja melebihi harapan pembeli lebih senang. Kotler (2007:179) menyatakan pelanggan yang puas pada umumnya: 1) Lebih lama setia. 2) Membeli lebih banyak, ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan meningkatkan produksi yang ada. 3) Membicarakan hal-hal yang menyenangkan tentang perusahaan dan produkproduknya. 4) Tidak banyak memberikan perhatian kepada merek pesaing. 5) Tidak terlalu peka terhadap harga. 6) Menawarkan ide produk atau layanan kepada perusahaan. 7) Lebih sedikit biaya untuk melayani pelanggan ini ketimbang pelanggan baru karena transaksinya bersifat rutin.
15
Boone dan Kurtz (2007) mengartikan kepuasan pelanggan sebagai hasil dari barang atau jasa yang memenuhi atau melebihi kebutuhan dan harapan pembeli. Konsep dari barang atau jasa yang memberikan kepuasan pembeli karena bisa memenuhi atau melebihi harapan mereka adalah hal yang penting bagi operasi perusahaan. Sebuah perusahaan yang gagal untuk memenuhi kepuasan pelanggan dibandingkan dengan kompetitornya tidak akan bertahan di bisnis dalam waktu yang lama. Perusahaan terkemuka akan mencari cara sendiri untuk mempertahankan kepuasan pelanggannya. Pelanggan yang merasa puas akan kembali membeli, dan mereka akan memberitahu yang lain tentang pengalaman baik mereka dengan produk tersebut. Kuncinya adalah menyesuaikan harapan pelanggan dengan kinerja perusahaan. Perusahaan yang pintar bermasud untuk memuaskan pelanggan dengan hanya menjanjikan apa yang dapat mereka berikan, kemudian memberikan lebih banyak dari apa yang mereka janjikan. Kepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut sumber dana maupun sumber daya (Sugiharto, 2007). Kepuasan pelanggan menurut penelitian Martin et al (2007) dan Bahar et al (2009) dapat diukur dengan artribut-artribut sebagai berikut: 1) Perasaan senang yang dirasakan pelanggan merupakan suatu kondisi di mana pelanggan merasa senang/bahagia karena telah memilih perusahaan yang tepat.
16
2) Harga yang sesuai dengan harapan pelanggan merupakan suatu kondisi di mana pelanggan merasa puas setelah membayar harga yang ditetapkan perusahaan. 3) Pengalaman yang memuaskan merupakan semua kondisi atau aktivitas yang dirasakan puas oleh pelanggan ketika menjadi pelanggan perusahaan tersebut. 2.3 Loyalitas Pelanggan Loyalitas pelanggan merupakan kekuatan dalam menciptakan barrier to new entrans (menghalangi pemain baru masuk). Dalam rangka menciptakan loyalitas maka perusaaan harus berpikir untuk dapat menciptakan kepuasan terlebih dahulu. Salah satunya yaitu melalui relationship marketing yang tidak hanya mengutamakan pada bagaimana menciptakan penjualan saja tetapi bagaimana mempertahankan pelanggan dengan dasar hubungan kerjasama dan kepercayaan. Hurriyati (2005:127-128) menyatakan bahwa loyalitas pelanggan memiliki peran penting dalam sebuah perusahaan, mempertahankan mereka berarti meningkatkan kinerja keuanggan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, hal ini menjadi alasan utama bagi sebuah perusahaan untuk menarik dan mempertahankan mereka. Usaha untuk memperoleh pelanggan yang loyal tidak bisa dilakukan sekaligus, tetapi melalui beberapa tahapan, mulai dari mencari palanggan potensial sampai memperoleh partners. Griffin dalam Hurriyati (2005:128-129) mengemukakan loyalty is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit. Berdasarkan definisi ini dapat dijelaskan loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara
17
terus menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih. Sehingga keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal antara lain : 1) Dapat mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik palanggan yang baru lebih mahal). 2) Dapat mengurangi biaya transaksi. 3) Dapat mengurangi biaya turn over pelanggan (karana pergantian pelanggan yang lebih sedikit). 4) Dapat meningkatkan penjualan silang, yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan. 5) Mendorong word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga merupakan pelanggan yang merasa puas. 6) Dapat mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian, dll). Griffin dalam Hurriyati (2005:129-230) juga mengukapkan karakteristik yang dimiliki oleh pelanggan loyal: 1) Melakukan pembelian secara teratur (makes regular repeat purchases). 2) Membeli diluar lini produk/jasa (purchases across product and service lines). 3) Merekomendasikan produk lain (refers other). 4) Menunjukan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing (demonstrates an immunity to be the full of the competition). Untuk menjadi pelanggan yang loyal seseorang harus melalui beberapa tahapan. Seperti yang diungkapkan Dharmmesta (1999) bahwa loyalitas berkembang mengikuti tiga tahap, yaitu kognitif, afektif, dan konatif.
18
1) Tahap pertama: loyalitas kognitif pelanggan yang mempunyai loyalitas tahap
pertama ini menggunakan informasi keunggulan suatu produk atas produk lainnya. Loyalitas kognitif lebih didasarkan pada karakteristik fungsional, terutama biaya, manfaat dan kualitas. Jika ketiga faktor tersebut tidak baik, pelanggan akan mudah pindah ke produk lain. Pelanggan yang hanya mengaktifkan tahap kognitifnya dapat dihipotesiskan sebagai pelanggan yang paling rentan terhadap perpindahan karena adanya rangsangan pemasaran. 2) Tahap kedua: sikap loyalitas afektif
merupakan fungsi dari kognisi pada
periode awal pembelian (masa sebelum konsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya ditambah dengan kepuasan di periode berikutnya (masa setelah konsumsi). Munculnya loyalitas afektif ini didorong oleh faktor kepuasan yang menimbulkan kesukaan dan menjadikan objek sebagai preferensi. Kepuasan pelanggan berkorelasi tinggi dengan niat pembelian ulang di waktu mendatang. Pada loyalitas afektif, kerentanan pelanggan lebih banyak terfokus pada tiga faktor, yaitu ketidakpuasan dengan merek yang ada, persuasi baik dari pemasar maupun pelanggan merek lain, dan upaya mencoba produk lain. 3) Tahap ketiga: loyalitas konatif, konasi ini menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu. Niat merupakan fungsi dari niat sebelumnya (pada masa sebelum konsumsi) dan sikap pada masa setelah konsumsi. Maka loyalitas konatif merupakan suatu loyalitas yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian.
19
Biasanya pelanggan menjadi setia lebih dulu pada aspek kognitifnya, kemudian pada aspek afektif, dan akhirnya pada aspek konatif. Ketiga aspek tersebut biasanya sejalan. Tahapan-tahapan ini berlangsung lama, dengan penekanan dan perhatian yang berbeda untuk masing-masing tahap. Jika, memperhatikan masing-masing tahap perusahan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon pembeli menjadi pelanggan loyal. Loyalitas pelanggan menurut penelitian Martin et al (2007) dan Bahar et al (2009) dapat diukur dengan artribut-artribut sebagai berikut: 1) Menyebarkan berita positif merupakan suatu kondisi di mana pelanggan selalu menyampaikan hal-hal positif mengenai perusahaan tersebut kepada orang lain. 2) Rekomendasi pada orang lain merupakan suatu aktivitas yang menyarankan kepada orang lain untuk menjadi pelanggan dari perusahaan. 3) Melakukan pembelian ulang merupakan suatu kegiatan pembelian kembali yang dilakukan oleh pelanggan di perusahaan tersebut. 4) Prilaku untuk tidak pindah ke produk lain merupakan persepsi pelanggan untuk tidak akan menjadi pelanggan perusahaan lain.