BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai hijabers bukanlah penelitian yang baru. Sebelumnya penelitian dengan tema serupa sudah pernah diteliti. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang sejenis adalah: Penelitian Rizka Devi Kusumawardhani, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi
Universitas
Diponegoro,
Efektivitas
Stategi
Komunikasi
Komunitas Hijabers Semarang Terhadap Sikap Mahasiswa Fisip Undip Untuk Menggunakan Jilbab, tahun 2012. Penelitian ini berfokus pada seberapa besar pengaruh dan efektivitas komunikasi persuasif yang dilakukan Komunitas Hijabers Semarang terhadap Mahasiswa Undip untuk menggunakan jilbab, lebih khusunya agar ikut bergabung dalam komunitas tersebut. Dalam penelitian ini penelitian hanya terfokus pada efektivitas komunikasinya, bukan pada bagaimana pandangan komunitas hijabers yang akan di bahas pada penelitian yang akan peneliti lakukan. Penelitian Lintang Ranti, dosen jurusan Ilmu Komunikasi, Cadar, Media dan Identitas Muslim, tahun 2011. Membahas bagaimana pencitraan media mengenai cadar, dan wanita berjilbab begitu mempengaruhi massa. Dalam penelitian ini dikupas habis mengenai konsep diri wanita berjilbab lebar dan cadar dan juga bagaimana media memberikan citra pada wanita yang bercadar. Dalam hal ini sama seperti penelitian sebelumnya, tidak dibahas mengenai bagaimana bagaimana pandangan informan mengenai jilbab yang
10
11
berujung pada terlihatnya motif pemakaian jilbab lebar dan cadar pada mereka. Rima Hardianti, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makkasar tahun 2012 mengenai Komunitas Jilbab Kontemporer “Hijabers” di Kota Makassar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gaya hidup muslimah yang tergabung dalam komunitas hijabers Makassar yang meliputi gaya bahasa, cara berpakaian, dan kebiasaan menghabiskan waktu luang mereka serta identitas yang dimunculkan pada masyarakat berdasarkan penuturan mereka sendiri. Namun, dalam penelitian ini tidak di bahas mengenai pandangan mereka tentang Hijab style itu sendiri serta motif pemakaian jilbab. Nur Azizah, Presentasi Diri Anggota Komunitas “Hijabers”, tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Presentasi Diri Anggota Komunitas “Hijabers”. Untuk menjawab masalah di atas, peneliti mengangkat subfokus panggung depan, panggung belakang, dan presentasi diri. Serupa dengan penelitian komunitas hijabers yang lain, penelitian ini tidak membahas mengenai pandangan anggota komunitas hijabers terhadap Hijab Style itu sendiri. Annisa Ismaranti, Jurusan Ilmu Hubungan Masyarakat Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran tentang Konsep Diri Anggota Committee Hijabers Community, diteliti tahun 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keikutsertaan dan kesamaan hobi akan fashion dapat mempengaruhi konsep diri anggota Committee Hijabers Community. Namun,
12
tetap dalam pembahasan ini tidak membahas mengenai pandangan komunitas hijabers tersebut terhadap fenomena Hijab Style yang menjadi akar utama munculnya komunitas hijabers. Ghufronudin Pendidikan Sosiologi – Antropologi UNS Surakarta, Makna Jilbab Di Kalangan Mahasiswi UNS, tahun 2010. Penelitian ini menjelaskan bahwa wanita muslim yang mengenakan jilbab pada setiap dirinya memiliki keiginan yang sifatnya sangat subyektif. Dimana hal ini bergantung pada bagaimana individu itu memberikan ‘makna’ terhadap jilbab yang mereka kenakan. Sehingga dalam kajian ini, jilbab bukan berarti sebagai sehelai kain yang berfungsi untuk menutupi bagian tubuh semata. Tetapi jilbab
dapat
bermakna
lain
bagi
individu
(wanita
muslim)
yang
mengenakanya. Penelitian ini lebih terfokus pada kajian jilbab, bukan pada Hijab Style. walaupun jilbab dan hijab diartikan sama pada sebagian besar muslimah, namun kata hijab lebih merujuk pada Hijab Style, yaitu cara berkerudung yang lebih fashionable dari jilbab biasa pada umumnya atau bisa dikatakan jilbab kontemporer. Dari beberapa penelitian yang penulis temukan, penulis berinisiatif melakukan penelitian yang membahas tentang bagaimana pandangan komunitas Hijabers Ukhti Community Palangka Raya (UCP) terhadap Hijab Style dan bagaimana pemahaman mereka mengenai kewajiban menutup aurat dalam syariat Islam. Sehingga dari penelitian ini akan terlihat motif penggunaan jilbab kontemporer Hijab Style, apakah sebagai bentuk ketundukan terhadap Allah SWT ataukah hanya sebagai fashion dari
13
maraknya budaya populer. Menurut penulis, beberapa penelitian terdahulu belum ada yang membahas mengenai hal ini. Komunitas hijabers di Kota palangka Raya terbilang masih pemula dan belum begitu banyak berkembang, sehingga penelitian dengan objek komunitas Hijabers belum pernah diteliti di Kota Palangka Raya. Jadi, dapat dikatakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan komunitas Hijebers adalah penelitian pertama yang dilakukan di Kota Palangka Raya. B. Deskriptif Teoritik 1. Jilbab Dalam Islam a. Definisi Jilbab Jilbab mempunyai bentuk jamak jalabib, yakni kain yang digunakan untuk menutup tubuh dari atas ke bawah. Pendapat yang paling kuat, jilbab adalah pakaian yang digunakan seorang wanita di atas bajunya yang menutupi seluruh tubuhnya yang dikenakan dari kepala hingga kakinya.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia jilbab adalah kerudung lebar yang dipakai wanita muslimah atau menutup kepala dan leher dada.2
sampai
Adapun
secara
istilah,
menurut
Ibnu
Hazm
rahimahullah mengatakan, “Jilbab menurut bahasa Arab yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
1
Asy-Syahhat Ahmad Ath-Thahhan Wala’ Muhammad, Makin Cantik Dan Disayang Allah Dengan Jilbab (Pesona Muslimah berjilbab Sesuai Syariat), Solo:Perum Gampang Baru, 2011, h. 88 2
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, 2005, h. 473. Hal senada juga terdapat pada Kamus Besar bahasa Indonesia, 1998, tentang pengertian jilbab.
14
pakaian yang menutupi seluruh badan, bukan hanya sebagiannya.” Sedangkan Ibnu Katsir mengatakan, “Jilbab adalah semacam selendang yang dikenakan di atas khimar yang sekarang ini sama fungsinya seperti izar (kain penutup).” Lebih sederhananya, jilbab adalah pakaian yang berfungsi untuk menutupi perhiasan wanita dan auratnya.3 Adapun dalil mengenai jilbab terdapat dalam Al-Qur’an salah satunya:
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.4 Sedangkan hadis mengenai jilbab salah satunya diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyah. r.a, ia berkata: “Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk keluar pada hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha, baik para gadis yang menginjak aqil balig, wanita-wanita yang sedang 3
Ammani Zakariya, Jilbab, Tiada Mengenakannya, Solo: At-Tibyan, 2011, hal. 15 4
lagi
Alasan
Untuk
Tidak
Q.S. Al-Ahzab [33]: 59. Mushaf Al-Qur’an Terjemahan edisi tahun 2002, Jakarta: Al Huda. Dalam ayat ini, jilbab diartikan sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.
15
haid tetap meninggalkan shalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan (mendengar nasihat) dan dakwah kaum muslimin. Aku Bertanya, ‘Wahai Rasulullah, salah satu dari kami ada yang tidak memiliki jilbab.’ Beliau menjawab: ‘Kalau begitu hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya (agar dia keluar dengan jilbab).”5 b. Jilbab Dalam Syariat Islam Jilbab erat kaitannya dengan masalah hijab dan kewajiban menutup aurat. Menutup aurat merupakan kewajiban yang tidak perlu diperdebatkan.6 Aurat menurut pengertian agama dan tata bahasa ialah anggota atau bagian dari tubuh manusia yang apabila terbuka atau tampak akan menimbulkan rasa malu, ‘aib dan keburukan-keburukan lainnya. 7 Adapun batas-batas aurat bagi wanita yang wajib ditutup ialah seluruh tubuh wanita kecuali muka dan telapak tangan sampai pergelangan tangan. Ini berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Turmidzi dari Ibnu mas’ud yang artinya demikian:
5 H.R. Al-Bukhari dan Muslim, dalam Kitab Al-Idain, No. 980 dan Imam Muslim dalam kitab Al-Idain, No. 890/12, sedangkan lafal hadis tersebut ada pada riwayat Muslim. Asy-Syahhat Ahmad Ath-Thahhan Wala’ Muhammad, Makin Cantik.....h. 69 6
Muhammad Mutawwali Asy-Sya’rawi, Fiqih Wanita, Jakarta Pusat: Pena Pundi Aksara, h. 2006, h. 50 7
Abu Mujahiddidul Islam Mafa dan lailatus Sa’adah, Memahami Aurat dan Wanita, Lumbung Insani, 2011, h. 26
16
“Perempuan itu adalah aurat, maka apabila ia keluar dari rumahnya syetan pun berdiri tegak (dirangsang olehnya).”8 Dalam Al-Qur’an dijelaskan:
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Secara zahir dari surah Al-Ahzab ayat 59 menunjukkan bahwa jilbab diwajibkan bagi seluruh kaum wanita mukminah. Berjilbab adalah bentuk ibadah, karena didalamnya terkandung pelaksanaan perintah Allah. Bagi seorang muslimah, hukum berhijab sama seperti melaksanakan shalat dan puasa.9 Ayat lain yang juga berbicara
8
Mulhandy Ibn Haj.,Kusumayani, Amir Taufik, Enam Puluh Satu Tanya jawab Tentang Jilbab (Kerudung), Yogyakarta:Shalahuddin Press, 2007, h. 3-5 9 Asy-Syahhat Ahmad Ath-Thahhan Wala’ Muhammad, Makin Cantik Dan Disayang Allah Dengan Jilbab (Pesona Muslimah Berjilbab Sesuai Syari’at), Solo:Kafilah Piblishing, 2011, h. 71
17
mengenai jilbab adalah Surah An-Nuur: 31, yang mana salah satu kandungan dalam ayat tersebut adalah kewajiban memakai kerudung.10
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,...” c. Jilbab Dalam Perspektif Sejarah Jilbab adalah identitas kaum muslimah selama kurang lebih seribu tahun. Ia berevolusi secara bertahap selama tiga abad pertama Islam awal, dan mapan secara penuh pada abad ke 10 dan ke 11 M dengan dukungan interpretasi kaum teolog dan fuqaha pada masa khalifah ‘Abbasiyah. Akhirnya, ia dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan kaum muslimin.11
10
Lebih jelas, lihat Abu Abdullah Haman bin Ahmad Al Marakisy, Sorotan Bagi Perempuan Muslimah: Suatu Refleksi Urgensi Berjilbab, Yogyakarta: Mumtas, h. 51-81 11 Unun Roudatul Janah, Agama, Tubuh, dan Perempuan : Analisis Makna Tubuh Bagi Perempuan Berjilbab di Ponorogo. Jurnal Ilmiah KODIFIKASI, Jurnal Penelitian Keagamaan dan Sosial-Budaya. Volume 4 No. 1 . Pusat Penelitian dan Pengabdian Mayarakat (P3M) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo, 2010, hal. 80-81
18
Dalam kacamata antropolog, menstruasi mempunyai hubungan erat dengan pengunaan Jilbab. Mereka berpendapat bahwa jilbab dan semacamnya bersumber dari ketabuan menstruasi (menstrual taboo).12 Darah menstruasi dianggap darah tabu dan perempuan yang sedang menstruasi menurut kepercayaan agama Yahudi harus hidup dalam gubuk khusus, yaitu suatu gubuk khusus yang dirancang untuk tempat hunian para perempuan menstruasi atau mengasingkan diri di dalam goa-goa, tidak boleh bercampur dengan keluarganya, tidak boleh berhubungan seks, dan tidak boleh menyentuh jenis masakan tertentu. Satu hal yang ang lebih penting ialah tatapan mata dari mata wanita sedang menstruasi yang biasa disebut dengan "mata iblis" harus diwaspadai, karena diyakini bisa menimbulkan berbagai bencana. Perempuan harus mengenakan identitas diri sebagai isyarat tanda bahaya manakala sedang menstruasi, supaya tidak terjadi pelanggaran terhadap menstrual taboo.13
12
Perempuan yang mengalami menstruasi diyakini berada dalam situasi tabu. Darah menstruasi (menstrual blood) dianggap darah tabu yang menuntut berbagai upacara, ritual dan perlakuan khusus. http://irfanisophy .wordpress. com/2008/07/22/jilbab-di-mata-islam-sebuah-tatapan-antropologis1/. Diakses pada tgl 1 April 2013. Hal ini sama dengan keyakinan masyarakat Yunani, jilbab berkaitan erat dengan teologi atau mitologi menstruasi. Perempaun yang sedang menstruasi harus diasingkan secara sosial karena diyakini dalam kondisi “kotor” sehingga mudah dirasuki iblis. Untuk menghindari masuknya iblis ke diri perempuan tersebut maka harus ditutupi jilbab sehingga iblis tidak bisa masuk. http://asnawiihsan.blogspot.com/2007/09/jilbab-dan-aurat-dalam-hukum-islam.html. Diakses pada tgl 1 april 2013. 13 Dari sinilah asal-usul penggunaan kosmetik yang semula hanya diperuntukkan kepada perempuan sedang menstruasi. Barang-barang perhiasan seperti cincin, gelang, kalung, giwang, anting-anting, sandal, selop, lipstik, shadow, celak, termasuk cadar/jilbab ternyata adalah menstrual creations. Nasaruddin Umar, Jurnal Pemikiran Islam PARAMADINA, Perspektif Gender Dalam Islam, Jakarta:Yayasan Paramadina.
19
Upaya lain dalam mengamankan tatapan "mata iblis" ialah dengan menggunakan kerudung atau cadar yang dapat menghalangi tatapan mata tersebut. Sehingga kalangan antropolog berpendapat menstrual taboo inilah yang menjadi asal-usul penggunaan kerudung atau cadar. Kerudung dari semacamnya semula dimaksudkan sebagai pengganti "gubuk pengasingan" bagi keluarga raja atau bangsawan. Keluarga bangsawan tidak perlu lagi mengasingan diri di dalam gubuk pengasingan tetapi cukup menggunakan pakaian khusus yang dapat menutupi anggota badan yang dianggap sensitif. Peralihan dan modifikasi dari gubuk pengasingan menjadi cadar juga dilakukan di New Guinea, British Columbia, Asia, dan Afrika bagian Tengah, Amerika bagian Tengah, dan lain sebagainya. 14 Sejak itu jilbab menjadi pakaian wajib bagi para wanita. Bahkan dalam agama Yahudi, pernah ditetapkan bahwa membuka jilbab dianggap suatu pelanggaran yang mengakibatkan terjadinya perceraian, karena dianggap sebagai suatu ketidaksetiaaan terhadap suami.15 Dalam tradisi masyaratak Arab, di mana pertama kali Islam berkembang, jilbab pun sudah populer. Hanya saja dalam tradisi masyarakat arab, kepala ditutup rapat namun dada mereka terbuka.16
14
Nasaruddin Umar, Jurnal Pemikiran Islam PARAMADINA, Perspektif Gender Dalam Islam, Jakarta:Yayasan Paramadina. 15
http://irfanisophy. wordpress.com / 2008 /07 /22 /jilbab-di-mata-islamsebuah-tatapan-antropologis1/. Diakses pada tgl 1 April 2013. 16
terkemuka
Data ini dilacak dalam kitab Shofwatuttafsir karya seorang ulama yang bernama Muhammad Ali As-Shobuni. http://asnawiihsan.
20
Di Indonesia sendiri, proses berjilbab mengalami tahapantahapan dan berliku.17 Istilah jilbab baru populer digunakan di Indonesia sekitar tahun 1980-an. Sebelumnya istilah yang digunakan adalah kerudung. 18 Penerimaan jilbab secara luas semakin terjadi saat Soeharto (Presiden RI kala itu) mengubah kebijakan politiknya dari kesan anti Islam menjadi “ijo royo royo”, sebuah istilah yang digunakan untuk kebijakan pro Islam, pada sekitar tahun 1990-an. Gelombang kedua jilbabisasi di Indonesia muncul sesaat setelah Era Reformasi dicanangkan. Salah satu isu reformasi yang diperjuangkan adalah Otonomi Daerah. Saat inilah, entah atas dasar pemahaman keagamaan murni atau soal kepentingan politik lain, isu jilbab menjadi tren dan dibakukan menjadi Peraturan Daerah.19 2. Jilbab Dalam Kajian Budaya a. Kebudayaan dan Budaya Populer 1) Kebudayaan Kebudayaan berasal dari kata budaya, yang artinya pikiran; akal budi; hasil; adat istiadat; sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar untuk dirubah. Sedangkan kebudayaan
blogspot.com/2007/09/jilbab-dan-aurat-dalam-hukum-islam.html. Di akses pada tgl 1 april 2013. 17
Unun Roudatul Janah, Agama, Tubuh, dan Perempuan ...hal. 80-81
18
Unun Roudatul Janah, Agama, Tubuh, dan Perempuan ...hal. 89 19 Unun Roudatul Janah, Agama, Tubuh, dan Perempuan ...hal.89
21
adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.20 Dalam bukunya J. Verkuyl mengatakan bahwa kata kebudayaan itu berasal dari bahasa Sansekerta budaya, yakni bentuk jamak dari budi yang berarti roh dan akal. Koentjaningrat memandang bahwa kata kebudayaan itu berasal dari bahasa Sansekerta budhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.21 Ada pendirian lain mengenai asal kata “kebudayaan”, bahwa kata itu adalah suatu perkembangan dari mejemuk budidaya, artinya daya dari budi, kekuatan dari akal. 22 Dalam bahasa Inggris, istilah kebudayaan disebut culture. Kata culture berasal dari kata Latin colore yang berarti “mengolah atau mengerjakan,” terutama mengolah tanah atau bertani.23 Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Antropologi mengatakan bahwa colore kemudian disebut culture, yang berarti segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah
20
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998, hal. 169-170
21
Lihat juga Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan, Jakarta: Bumi aksara, 1994, hal. 45-46, tentang arti kebudayaan. 22 Abdulsyani, Sosiologi Skematika,... hal. 45-46. Lihat juga Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. cet V. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hal. 107, tentang beragam arti kebudayaan. 23
Lihat juga Abdulsyani, Sosiologi Skematika, ... hal. 45-46, tentang asal kata culture.
22
alam.24 Dari arti ini, berkembanglah arti culture sebagai segala daya dan usaha manusia untuk mengubah alam. Istilah culture (Inggris) telah di Indonesiakan menjadi kultur, dan dalam bahasa Arab disebut tsaqofah.25 Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kebudayaan adalah hasil pikiran dan akal manusia yang yang menghasilkan suatu kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun dan sulit untuk dirubah.26 2) Budaya Populer Budaya populer (populer culture) atau yang umum disingkat sebagai budaya pop mulai merebak di kalangan masyarakat modern pada abad ke 20. Tepatnya di awal pertengahan abad ke-20, ketika bermunculan budaya mainstream global yang begitu marak di abad ke-20 hingga 21 dalam konteks budaya Barat. 27 Budaya populer adalah seperangkat ide, perspektif, sikap gambaran dan fenomena lain, yang menurut konsensus umum berada dalam lingkaran arus utama dari budaya yang ada.28 Kebudayaan populer banyak berkaitan dengan masalah kesaharian yang dapat dinikmati oleh semua orang atau kalangan orang tertentu, seperti pementasan mega bintang, kendaraan 24
Abdulsyani, Sosiologi Skematika,... hal. 45-46
25
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam.... hal. 10
26
Abdulsyani, Sosiologi Skematika,... hal. 46 Henry Subiakto, Rachmah Ida, Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cetakan pertama, 2012, hal. 124 27
28
Henry Subiakto, Rachmah Ida, Komunikasi Politik, ,...hal. 124
23
pribadi,
fashion,
model
rumah,
perawatan
tubuh,
dan
semacamnya.29 Budaya populer juga sering kali didekatkan dengan istilah ‘mass culture’ atau budaya masaa, yang diproduksi secara masal dan dikonsumsi secara masal juga. Dengan kata lain, budaya populer adalah produk budaya yang bersifat pabrikan, yang ada di mana-mana
dan
tidak
memerlukan
usaha
untuk
mengkonsumsinya.30 b. Hubungan Agama dan Kebudayaan Dalam masalah ini ada tiga kelompok yang memperdebatkan mengenai hubungan agama dan kebudayaan, yaitu sebagai berikut:
1) Agama merupakan bagian dari kebudayaan Dengan
menggunakan
istilah “religie” dan
bukan
“agama”, Koentjaningrat berpendapat bahwa religie merupakan unsur atau bagian dari kebudayaan.31 Muhammad Hatta, wakil presiden Republik Indonesia yang pertama, dalam Kongres Kebudayaan I (tahun 1984) di Megelang, Jawa Tengah, mengatakan bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan: Kebudayaan adalah ciptaan hidup daripada suatu bangsa. Kebudayaan banyak sekali macamnya. Menjadi pertanyaan apakah agama itu suatu ciptaan manusia atau bukan. Kedua-duanya bagi saya bukan 29
Greeme Burton, Media dan Budaya Populer, hal. 101
30
Henry Subiakto, Rachmah Ida, Komunikasi Politik,,...hal. 124 31 Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam....hal. 15
24
soal. Agama adalah juga suatu kebudayaan karena dengan beragama manusia dapat hidup senang. Karenanya saya katakan agama adalah suatu bagian daripada kebudayaan.32 2) Agama wahyu bukan merupakan bagian dari kebudayaan Menurut kelompok ini, agama dapat dikatagorikan menjadi dua kelompok besar.
Pertama, agama wahyu
(revealed
religion),yakni agama yang diwahyukan oleh Allah kepada para nabi dan rasul-Nya. Agama ini disebut pula agama samawi (agama langit) atau agama profetis. Kedua, agama non-wahyu (nonrevealed religion) adalah agama hasil ciptaan manusia. Agama ini dinamakan pula agama filsafat, agama bumi (din al-ard), agama ra’yu, din at-thabi’i, agama alamiah, atau agama budaya. Kelompok ini memasukkan semua agama yang pernah dibawa oleh para nabi dan rasul Allah sejak Nabi adam sampai Nabi Muhammad SAW sebagai agama wahyu. Termasuk dalam kategori ini adalah agama Yahudi dan agama Nasrani. Kelompok ini berpendapat bahwa klasifikasi agama ke dalam dua jenis dimaksudkan sebagai cara untuk menghindari generalisasi atau pencampuradukan dan penyamaratakan semua agama sebagai bagian dari kebudayaan. 3) Agama non-wahyu merupakan bagian dari kebudayaan
32
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam....hal 16
25
Pendapat ini menyatakan bahwa agama wahyu bukan merupakan bagian dari kebudayaan.33 Menurut mereka, semua agama tersebut adalah termasuk agama non-wahyu. Dalam agamaagama suku, seperti pada bangsa Romawi kuno, perpautan antara agama dan kebudayaan sangat erat, bahkan sulit dipisahkan. 34 Dalam agama-agama suku, kultur dalam setiap seginya sangat erat dan tak terpisahkan dengan ibadat (kultus).35 Dalam Islam, unsurunsur kebudayaan terlarang masuk ke dalam agama. Orang-orang Islam, misalnya dapat melakukan salat langsung kepada Allah tanpa disertai media tabuhan, nyanyian, tarian, saji-sajian, dan unsur-unsur kebudayaan lainnya. Dengan demikian, pada tataran teoritis-doktrinal-teologis, agama Islam tetap terpelihara dan terjaga keaslian dan kemurniannya, tidak tercampuri oleh adanya anasir-anasir kebudayaan yang hendak menyusup dan disusupkan ke dalam agama.36 c. Pergeseran Semantik Istilah Menutup Aurat Permasalah menutup aurat berkaitan erat dengan jilbab, dan jilbab termasuk kategori hijab. Menurut bahasa, hijab berasal dari kata 33
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam....hal 24
34
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam....hal 24
35
Keadaan seperti ini, sampai sekarang masih dapat disaksikan pada masyarakat Hindu-Bali, di mana antara agama, adat-istiadat, tradisi, seni budaya sulit dibedakan dan dipisahkan, semuanya lebur-luluh dalam satu kesatuan yang utuh dan padu. Upacara peribadatan, tabuhan, sajian, tarian, nyanyian, seni dan sebagainya. Di sini kebudayaan sama dengan agama. Faisal Islamil, Paradigma Kebudayaan Islam....hal 24 36 Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam....hal 25
26
hajaban yang artinya menutupi. Sedangkan menurut istilah syara’, alhijab dimaksudkan sebagai suatu tabir yang menutupi badan wanita. 37 Kata hijab bermakna pakaian, seperti juga makna tirai dan pendinding. Dan kebanyakan penggunaanya adalah untuk penutup, yaitu yang mendindingi sesuatu dari sesuatu dan menghalangi antara keduanya.38 Ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang hijab adalah:
“...Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir...”.39 Dari sudut “pakaian”, hijab dalam sebagian konteks Muslim Arab mengandung spektrum makna yang luas, dari pakaian khusus hingga konsep umum tentang pakaian perempuan yang sopan yang merefleksikan komitmen keagamaan.40 Syaikh Al Bani mengatakan, “Setiap jilbab adalah hijab, tetapi tidak semua hijab itu jilbab, sebagaimana yang tampak.” Sehingga memang terkadang kata hijab
37
http://berbicarawanita.blogspot.com/2012/11/hijab-style-girl.html di akses pada tanggal 4 Desember 2012. 38
Murtadha Muthahhari, Wanita dan Hijab. Jakarta: Lentera, 2002, hal. 58
39 Q.S Al-Ahzab [33]: 53. Mushaf Al-Qur’an Terjemahan edisi tahun 2002, Jakarta:Al Huda. 40 Asy-Syahhat. A, Makin Cantik.... hal. 337-340
27
dimaksudkan untuk makna jilbab.41 Allah SWT dalam Al Quran berfirman :
“Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang mukmin. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikia n itu supaya mereka lebih muda untuk di kenal karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah maha pengampun dan penyayang.42 Dari semua ketetapan hukum dalam Al-Qur’an berkenaan dengan istri-istri Nabi saw, hijab bersama perluasan makna semantik dan hukumnya yang muncul pada abad pertengahan. Pada abad yang lalu mendapat perhatian utama sebagai fokus definisi paradigmatis umat Islam. Merasa diserang oleh orang-orang asing dan pribumipribumi sekuler, serta dibela oleh suara konservatif, saat itu hijab mewakili keseluruhan institusi tradisional yang mengatur peran perempuan dalam masyarakat Islam. Jadi, dalam perjuangan ideologis
41
http://aslibumiayu. wordpress. com/2012 /07 /31 / seperti-apakah-jilbabyang-dibenarkan-dalam-islam/ di akses pada di akses pada tanggal 4 Desember 2012. 42
Q.S. Al-Ahzab : 59. Mushaf Al-Qur’an Terjemahan edisi tahun 2002, Jakarta:Al Huda.
28
di sekitar pendefinisikan watak dasar Islam dan perannya di dunia modern, hijab telah mendapatkan status sebagai “simbol budaya”.43 Bagi Qasim Amin44, adanya hijab bertentang dengan cita-cita kaum modernis tentang hak-hak ideal kaum wanita atas pendidikan dasar. Seklusi domestik perempuan dan penutup wajah menjadi poin utama dalam serangan Qasim Amin pada sistem sosial Mesir yang dianggap keliru pada zamannya. Kemudian poin-poin itu menjadi fokus pembelaan Islam konservatif, di Mesir dan tempat-tempat yang lain.45 Ketika hubungan antara perempuan dengan budaya terus menjadi tema dominan dalam perdebatan teori keagamaan, perubahanperubahan sosio-ekonomi kini juga telah meninggalkan jejaknya pada “makna” yang tepat tentang hijab dalam terma yang bersifat praktis, meskipun tidak simbolis.46 Di satu pihak, perempuan kelas menengahatas dan kelas atas, di masa lalu merupakan satu-satunya “pengikat 43
Barbara Freyer Stowassel, Reinterpretasi Gender, hal. 334
44
Yaitu seorang politikus, pengacara, jurnalis Mesir Pro Barat, didikan Prancis abad ke-19 pertama kali berbicara tentang bagaimana membawa bangsa Mesir dari kemundurannya menuju “peradaban” dan modernitas”. 45
Reaksi ini misalnya direkam dalam suatu monograf yang berjudul The Hijab karya Muslim India Abu al-ala al-Maududi, dengan coraknya yang khusus kerena telah mengilhami kaum konservatif dan fundamentalis di seluruh dunia Islam. Pemikiran Islam al-Maududi itu bertujuan menghindari akibat-akibat buruk dalam masyarakat dari sekularisasi budaya sebagaimana yang terjadi di Barat. Karyanya itu dipaparkan dengan ukuran-ukuran preventif dalam sistem sosial yang mapan, yaitu sistem sosial Islam tradisional, di mana konsep pemisahan perempuan menjadi salah satu pokoknya. Barbara Freyer Stowassel, Reinterpretasi Gender, Wanita dalam Alquran, Hadis, dan Tafsir, New York: Oxford University Press, 1994, hal. 331333 46 Barbara Freyer Stowassel, Reinterpretasi Gender, hal. 335
29
rumah atau kelompok yang terkena hukum pemisahan, saat ini telah memiliki akses pada pendidikan, kemudian pada karir profesional yang berarti akhir dari pemisahan domestik yang telah terlembagakan sebelumnya. Secara stimulan, ketika perempuan kelas menengah ini mendapat akses pada dunia pendidikan, banyak diantara mereka yang kini mengisi berbagai bidang pekerjaan di luar rumah mereka. 47 Bagi perempuan-perempuan kelas menengah ke bawah keadaan semacam ini bukan keadaan yang baru. Akibatnya, seruan Islam untuk penggunaan hijab bagi perempuan telah berubah arah. Objek seruan dalam hal ini adalah perempuan Muslim yang sering didesak untuk bekerja, maka seruan Islam tentang hijab juga mengalami perubahan dengan semantik. Akibat kebutuhan sosioekonomi, maka kewajiban untuk memakai hijab saat ini seringkali lebih diaplikasikan pada konsep “pakaian” perempuan yang dipakai di luar rumah dibanding sebagai konsep ajaran yang berlaku pada paradigma “seklusi” domestik perempuan-perempuan di masa lalu. 48 Dalam khutbah-khutbah dan tulisan-tulisan muballigh Mesir Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, “rumah” dianggap sebagai wilayah khusus yang diberikan Allah kepada perempuan.49 Maka bagi kaum konservatif, rumah tetap menjadi hijab perempuan yang paling baik. Tetapi “kebutuhan”
di sini menujukkan keadaan yang
47
Barbara Freyer Stowassel, Reinterpretasi Gender, hal. 335
48
Barbara Freyer Stowassel, Reinterpretasi Gender, hal. 336 Barbara Freyer Stowassel, Reinterpretasi Gender, hal. 336
49
30
meringankan. Bahkan para pemikir konservatif saat ini setuju bahwa dalam situasi-situasi darurat, perempuan Muslim boleh bekerja di luar rumah, asalkan dia berkelakuan sopan dan tetap kembali pada kehidupan domestik (rumah tangga) segera setelah situasi darurat teratasi. Maka bagaimanapun juga, seruan kaum konservatif semakin melemah. Konsekuensinya, dalam bahasa Islam normatif Mesir kontemporer, maka hijab saat ini hanya menujukkan “cara berpakaian” dibanding sebagai “jalan kehidupan”, atau sekedar “kerudung” yang bisa dibawa dibanding “tabir atau seklusi domestik” yang kaku.50 Indikasi perubahan makna semantis ini misalnya nampak pada berbagai bahan bacaan utama konservatif bagi perempuan Muslim di mana pelajaran tentang “kerudung” menempati posisi yang penting. Gema serangan kaum imperialis di masa lalu pada pakaian ini dan kesadaran atas penafiannya oleh anggota kaum wanita kelas atas, tetapi yang lebih penting adalah upaya untuk menyelamatkan paling tidak sebagian aspek dari konsep lama hijab yang kompleks pada masa sekarang, telah memaksa para penulis dan pembicara golongan konservatif untuk mendesak kaum wanita Muslim pada “pemakaian hijab” demi Allah semata, demi martabat dirinya di masa muda dan masa tua, sebagai pelindung bagi moralitas dirinya dan moralitas semua laki-laki yang dia hadapi dalam kehidupan sehari-hari di luar
50
Barbara Freyer Stowassel, Reinterpretasi Gender, hal. 336
31
rumah. Kelanjutannya, di masa pra-modern tradisional, konsep hijab digunakan
dalam
terma
umum
sebagai
pakaian
perempuan.
Berdasarkan surah An-Nur ayat 31, kaum konservatif Mesir misalnya, berpendapat bahwa hijab haruslah menutup bagian kepala, leher, dan bagian atas dada perempuan.51 d. Fenomena Jilbab Kontemporer 1) Hijab Style Dilihat dari berbagai tutorial online mengenai cara berjilbab, dapat dikatakan bahwa hijab style adalah tata cara berkerudung yang penuh dengan inovasi, unik dan berbeda dari cara kerudung biasa (jilbab konvensional). Hijab Style dapat juga dikatakan dengan “jilbab kontemporer” seperti yang dikatakan beberapa kalangan sosial di kota-kota besar. Tanggal 4 september diperingati sebagai Hari Hijab Sedunia.52
Munculnya
fenomena
ini
sebenarnya
dilandasi
pengetahuan bahwa trend fashion dari tahun ke tahun yang selalu
51
52
Barbara Freyer Stowassel, Reinterpretasi Gender, hal. 337
Hari Hijab Sedunia ini dilatarbelakangi oleh keputusan pemerintah Inggris yang melarang mahasiswa untuk memakai simbol-simbol keagamaan, termasuk hijab. Sehingga keputusan ini memicu banyak reaksi protes yang berujung terbentuknya Konferensi London pada tanggal 4 September 2004. Konferensi yang dihadiri 300 delegasi dari 102 organisasi Inggris dan internasional ini memutuskan untuk menggalang dukungan terhadap perempuan muslim untuk tetap menggunakan hijab, dan mentapkan 4 September sebagai Hari Hijab Sedunia. Kantor Berita Radio Nasional. http://rri.co.id/index.php/ detailberita/ detail/29375#. UL15fGeRq9s. di akses pada tanggal 4 Desember 2012.
32
berubah. Jadi, style hijab masa kini adalah hasil permintaan konsumen yang didahului dengan propaganda media. 53 Dengan adanya Hijab style, produk kosmetik pun sekarang mulai melirik model yang berhijab sebagai bintang iklannya seperti iklan kosmetik Wardah. Baru-baru ini juga digelar ajang Internasional Fair Of The Muslim Words Le Bourget Paris tahun 2012 lalu dengan melibatkan 12 perancang busana muslim dengan model yang semuanya berhijab. 54 Belum lagi banyaknya industriindustri modeling yang membangun model berhijab, sebut saja Hijmi Models dan Zaura Models.55 Berkembangnya Hijab Style ini juga menelurkan bisnis-bisnis hijab, seperti bisnis Jasa Stylist hijab yang di bangun oleh Neera yang mendirikan Neera Moslemah Wedding Make Up and Gallery di kawasan Pasanggrahan, Jakarta Selatan, atau bisnis Jolie di Yogyakarta yang membuka kelas pasang kerudung.56 Belum lagi munculnya komunitas-komunitas hijabers di berbagai kota besar di Indonesia.
2) Komunitas Hijabers 53
http://berbicarawanita.blogspot.com/2012/11/hijab-style-girl.html di akses pada tanggal 4 Desember 2012. 54
Lebih jelas lihat Majalah Ummi Smart seri 1 tahun 2013 hal. 20-21
55
Lebih jelas lihat Tabloid Nova edisi 20-26 Agustus 2012, rubrik peristiwa, hal. 52 56
Lebih jelas lihat Tabloid Nova edisi 6-12 Agustus 2012, rubrik peristiwa hal. 58 & 59
33
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, komunitas diartikan sebagai kelompok orang yang hidup dan saling berinteraksi di daerah tertentu.57 Hijabers Community bisa dibilang menjadi pelopor penggunaan jilbab dan busana muslim yang gaya, trendi, dan segar. Hijabers Community memang tempatnya anak muda yang ingin memakai jilbab, namun tetap terlihat modern dan modis. Di tangan para hijabers, dijamin pemakaian hijab tidak akan terlihat kuno.58 C. Kerangka Pikir dan Pertanyaan Penelitian 1. Kerangka Pikir Dalam agama Islam jilbab adalah kewajiban bagi setiap muslimah. Dewasa ini jilbab kembali menjadi primadona bagi kaum hawa. Jilbab yang berkembang saat ini bukanlah jilbab yang biasa, tetapi dengan wajah baru yang disebut dengan “Hijab Style”. Pemakaian jilbab di sini tidak lagi sebagai kewajiban agama, namun sudah menjadi sebuh produk budaya populer. Di dalam persimpangan jilbab sebagai produk agama dan produk budaya, maka perlu diketahui bagaimana sebenarnya pandangan Hijabers Ukhti Community Palangka Raya terhadap Hijab Style dan bagaimana pemahaman Ukhti Community Palangka Raya terhadap menutup aurat dalam Islam. Kerangka pikir Ini dapat dilihat pada skema berikut: SKEMA 57
Kamus Besar bahasa Indonesia, 2005 tentang arti Komunitas.
58 http://rifqiramadhani.blogspot.com/2012/03/hijabers-community-tetap-gayadengan.html. 26 Januari 2013.
34
Simbol agama Hijabers
Jilbab
UCP
Produk Budaya (Budaya Populer)
Fenomena “Hijab Style”
Pemahaman menutup aurat dalam syariat Islam
2.
Pertanyaan Penelitian Adapun yang menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut: a. Tanggapan Hijabers UCP tentang Hijab Style. 1) Apa itu Hijab Style menurut UCP? 2) Bagaimana pandangan UCP terhadap fenomena “Hijab Style”? 3) Apa yang mereka pahami tentang Jilbab dan hijab? b. Pemahaman Hijabers Ukhti Community Palangka Raya terhadap menutup aurat dalam syariat Islam. 1) Apa yang mereka ketahui tentang aurat dan kewajiban menutup aurat dalam syariat Islam? 2) Apa saja batas-batas aurat perempuan? 3) Apa saja dalil-dalil tentang perintah menutup aurat?