12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Pendidikan Luar Sekolah 1. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah Beberapa ahli mendefiniskan Pendidikan Luar Sekolah dengan segala aspeknya. Berbagai definisi tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk menjelaskan batasan dan ciri-ciri pendidikan luar sekolah terutama dengan pendidikan persekolahan. Definisi pendidikan luar sekolah menurut Coombs dalam Sudjana (2004:22) adalah : Setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dlam mencapai tujuan belajarnya. Hal yang hampir senada diungkapkan The South East Asian Ministery of Education Organization (SEAMO, 1971), adalah setiap upaya pendidikan dalam arti luas yang di dalamnya terdapat komunikasi yang teratur dan terarah, diselenggarakan di luar subsistem pendidikan formal, sehingga seseorang atau kelompok memperoleh informasi, latihan, dan bimbingan sesuai dengan tingkatan usia dan kebutuhan hidupnya (Sudjana 2004:46). Napitulu (1981) memberi batasan bahwa pendidikan nonformal adalah setiap usaha pelayanan pendidikan yang diselenggarakan di luar sistem sekolah, berlangsung seumur hidup, dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang bertujuan untuk mengaktualisasikan potensi manusia (sikap, tindak, dan karya) sehingga dapat
13
terwujud manusia seutuhnya yang gemar belajar-mengajar dan mampu meningkatkan taraf hidupnya (Sudjana, 2004: 49). Pada hakekatnya konsep Pendidikan Luar Sekolah ditandai oleh karakteristik sebagai berikut: Pertama, pembelajaran bermakna sebagai bantuan atau bimbingan untuk melayani kebutuhan belajar masyarakat pada umumnya dengan tidak dibatasi sasaran usia tertentu serta tempat tertentu dan berlangsung sepanjang hayat. Kedua, tujuan pembelajaran menekankan kepada pemenuhan kebutuhan belajar masyarakat yang fungsional diluar pendidikan persekolahan, yakni memberikan bekal pengetahuan, sikap, keterampilan untuk meningkatkan kualitas hidup dan martabat kehidupan dalam lingkungan sosial yang lebih luas. Ketiga, kegiatan belajar merupakan aktivitas yang disengaja serta terorganisir secara sistematis utnuk mencapai tujuan tertentu. Keempat, isi program lebih bersifat aplikatif sesuai dengan kebutuhan sasaran peserta didik. 2. Tujuan Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan Luar Sekolah, sebagai kegiatan terorganisir dan sistematis di luar sub sistem pendidikan sekolah, bertujuan untuk membantu peserta didik dan masyarakat sehingga mereka selalu belajar tentang nilai-nilai, sikap, pengetahuan, dan keterampilan fungsional yang diperlukan untuk mengaktualisasikan diri dan untuk membangun masyarakat dan bangsa dengan selalu berorientasi pada kemajuan kehidupan masa depan. Untuk mencapai kehidupan masa depan yang lebih baik harus ada upaya dari seseorang untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.
14
Hal ini selaras dengan tujuan Pendidikan Luar Sekolah yang tercantum dalam PP No. 73 tahun 1991 Bab II Pasal 2, yaitu: a. Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya b. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, atau melanjutkan ke tingkat dan jenjang yang lebih tinggi. c. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah. Tujuan pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah menurut Sudjana (2004:47) adalah : ”Untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilainilai yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok untuk berperan secara efektif dan efisien dilingkungan keluarganya, pekerjaannya, masyarakat, dan bahkan negaranya.” Uraian diatas memiliki makna bahwa tujuan penyelenggaraan Pendidikan Luar Sekolah adalah untuk menyelenggarakan pembangungan sumber daya semaksimal mungkin agar masyarakat mampu mengembangkan segala potensi yang dimilikinya baik potensi dasar maupun potensi penunjang dalam rangka mewujudkan dan meningkatkan ksejahteraan masyarakat dan negaranya. 3. Fungsi Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan Luar Sekolah termasuk pendidikan kemasyarakatan yang bertujuan untuk mengembangkan minat dan bakat serta kemampuan didalam memberikan kesempatan yang lebih luas untuk bekerja dan berusaha bagi anggota masyarakat, Sudjana (2004:74) pendidikan luar sekolah tersendiri terhadap pendidikan persekolahan diantaranya:
mempunyai fungsi
15
a. Pendidikan nonformal sebagai pelengkap bagi pendidikan persekolahan, berarti pendidikan luar sekolah melengkapi apa yang diajarkan dalam pendidikan persekolahan. Kegiatan pendidikan nonformal yang termasuk sebagai pelengkap diantaranya adalah olah raga, latihan kesenian, pendidikan keterampilan produktif. b. Pendidikan nonformal sebagai penambah bagi pendidikan persekolahan, ini berarti pendidikan nonformal sebagai tambahan terhadap pendidikan persekolahan. Materi yang diperoleh dalam pendidikan nonformal sebagai tambahan terhadap apa yang diperoleh dalam pendidikan persekolahan. Adapun jenis kegiatannya diantaranya adalah latihan kejuruan, kursus-kursus dan sebagainya c. Pendidikan sebagai pengganti bagi pendidikan persekolahan, ini berarti pendidikan nonformal sebagai pengganti pendidikan persekolahan. Materi yang disajikan adalah materi yang sama dengan materi pelajaran dalam pelajaran persekolahan. Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam fungsi ini adalah Kejar Paket. B. Konsep Media Pembelajaran 1. Pengertian Media Pembelajaran Arsyad (2009: 3) kata media beraasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ’tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Gerlach & Ely (1971) dalam Arsyad (2009:3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang
16
membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atauelektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Heinich dkk (1982) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi, televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran. Sejalan dengan batasan ini, Hamidjojo dan Latuheru (1993) memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. (Arsyad, 2009:4). Banyak batasan yang diberikan orang tentang media. Asosiasi Teknologi dan
Komunikasi
(Association
of
Education
and
Communication
Technology/AECT) di Amerika, membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dan lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara ituBriggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. (Sadiman , dkk 2009:6).
17
2. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran Hamalik (1986) dalam Arsyad A (2009: 15) mengemukakan bahwa pemakaian
media
pembelajaran
dalam
proses
belajar
mengajar
dapat
membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan ransangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengeruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelaajaran pada tahap orientasi pembeajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkanpenafsiran data, dan memadatkan informasi. Media berungsi untuk tujuan instruksi di mana informasi yang terdapt dalam media itu harus melibatkan siswa baik dalam benak atau mental maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. Materi harus dirancang secara lebih sistematis dan psikologis dilihat dari segi prinsipprinsip belajar agar dapat menyiapkan instruksi yang efektif. Di samping menyenangkan media pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan perorangan siswa. Menurut Kemp & Dayton (1985) dalam Ahmad Arsyad (2009: 21) meskipun telah lama disadari bahwa banyak keuntungan penggunaan media pembelajaran, penerimaannya serta pengintegrasiannya ke dalam programprogram pengajaran berjalan amat lambat. Mereka mengemukakan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan dampak positif dari penggunaan media sebagai
18
bagian integral pembelajaran di kelas atau sebagai cara utama pembelajaran langsung sebagai berikut: a. Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. Setiap pelajar yang melihat atau mendengar penyajian melalui media menerima pesan yang sama. Meskipun para guru menafsirkan isi pelajaran dengan cara yang berbeda-beda, dengan penggunaan media ragam hasil tafsiran itu dapat dikurangi sehingga informasi yang sama dapat disampaikan kepada siswa sebagai landasan untuk pengkajian, latihan, dan aplikasi lebih lanjut. b. Pembelajran bisa lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai penarik perhatian dan membuat siswa tetap terjada dan memperhatiakan. Kejelasan dan keruntunan pesan, daya tarik image yang berubah-ubah, penggunaan efek khusus yang dapat menimbulkan keingintahuan menyebabkan siswa tertawa dan berpikir, yang kesemuanya menunjukkan bahwa media memiliki aspek motivasi dan meningkatkan minat. c. Pembelajran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik, dan penguatan. d. Lama waktu pembelajran yang diperlukan dapat dipersingkat karena kebanyakan media hanya memerlukan waktu singkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak dan kemungkinannya dapat diserap oleh siswa.
19
e. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bilamana integrasi kata dan gambar sebagai media pembelajaran dapat mengkomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan cara yang terorganisasikan dengan baik, spesifik dan jelas. f. Pembelajaran dapat diberikan kapan dan di mana diinginkan atau diperlukan terutama jika media pembelajaran dirancang untuk penggunaan secara individu. g. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan. h. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif, beban guru untuk penjelasan yang berulang-ulang mengenai isi pelajaran dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga ia dapat memusatkan perhatian kepada spek penting lain dalam proses belajar mengajar, misalnya sebagai konsultan atau penasihat siswa. Sudjana dan Rivai (2005:3) mengemukakan manfaat media pembelajran dalam proses belajar siswa, yaitu: a. Pembelajaran
akan
lebih
menarik
perhatian
siswa
sehingga
dapat
menumbuhkan motivasi belajar; b. Bahan pembelajran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran; c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga guru tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran;
20
d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain. Dari uraian di atas, Sudjana dan Rivai dalam Arsyad (2009:24) dapat disimpulakan bahwa secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaankegunaan sebagai berikut: a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka); b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya: 1) Objek yang terlalu besar – bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film, atau model; 2) Ojek yang kecil – dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau gambar; 3) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timlapse atau high-speed photography; 4) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal; 5) Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain, dan 6) Peristiwa alam seperti gunung berapi, gempa bumi, iklim dan lain-lain dapat divisualkan dalam bentuk film, dilm bingkai, gambar, dan lain-lain. c. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk:
21
1) Menimbulkan kegiatan belajar; 2) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan; 3) Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya. d. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuannya dalam: 1) Memberikan perangsang yang sama; 2) Mempersamakan pengalaman; 3) Menimbulkan persepsi yang sama. 3. Jenis-jenis Media Pembelajaran Adapun jenis-jenis media yang sering digunakan dalam pembelajaran menurut Zaman, dkk (2008): a. Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat. Jenis media visual ini nampaknya yang paling sering digunakan oleh guru pada lembaga pendidikan anak usia dini untuk membantu menyampaikan isi dari tema pendidikan yang sedang dipelajari. b. Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
22
dan kemauan anak untuk mempelajari isi tema. Contoh media audio yaitu program kaset suara dan program
radio. Penggunaan media audio dalam
kegiatan pendidikan untuk anak usia dini pada umumnya untuk melatih keterampilan
yang
berhubungan
dengan
aspek-aspek
keterampilan
mendengarkan. c. Media Audio Visual. Sesuai dengan namanya, media ini merupakan kombinasi dari media audio dan mediavisual atau biasa disebut media pandang-dengar. Dengan menggunakan media audio-visual ini maka penyajian isi tema kepada anak akan semakin lengkap dan optimal. Selain itu media ini dalam batas-batas tertentu dapat juga menggantikan peran dan tugas guru. Dalam hal ini guru tidak selalu berperan sebagai penyampai materi, karena penyajian materi bisa diganti oleh media. Peran guru bisa beralih menjadi fasilitator belajar yaitu memberikan kemudahan bagi anak untuk belajar. Contoh dari media audio visual ini di antaranya program televisi/video pendidikan/instruksional, program slide suara, dsb. Dunia anak adalah dunia bermain, bermain mampu membuat anak merasa senang dan secara tidak langsung anak belajar melalui bermain. Bermain pada akan lebih bermakna apabila menggunakan alat bantu yang biasa disebut mainan, menurut Ismail (2006: 185) mainan adalah alat yang paling penting untuk mengajar pada anak usia dini, sebagaimana halnya pensil dan kertas. Anak-anak secara efektif melalui efektivitas bermain. Kekuatan dari bermain adalah imajinasi yang
amat
baik,
sampai-sampai
dalam
suatu
permainan
anak
dapat
mengimajinasikan pipa karton sebagai sebual teleskop, pengeras suara, senjata
23
mesin, dan sebagainya. Mainan yang baik adalah mainan yang dapat mengembangkan kognisi, motorik, bahasa, sosial emosional, keterampilan, dan daya cipta. Sehingga mainan tersebut dapat menyediakan ruang imajinasi dan mengembangkan
keterampilan
anak-anak.
Adapun
alat-alat
yang
dapat
mengembangkan kemampuan dasar anak usia dini terbagi menjadi dua, yaitu peralatan indoor (di dalam ruangan) dan outdoor (di luar ruangan). d. Peralatan Indoor Peralatan indoor adalah sarana atau fasilitas bermain sambil belajar yang di gunakan di dalam ruangan, baik ruangan sentra maupun ruang kelas yang akan memberi kemudahan kepada anak dalam proses penyempaian materi tema pelajaran. Adapun peralatan indoor yang umumnya digunakan dalam proses belajar adalah: 1) Sentra bahasa Sentra bahasa adalah tempat aktivitas anak untuk melatih kemampuan berbahasa. Di sentra ini anak dapat mengembangkan kemampuannya dalam mendengarkan, berbicara, persiapan menulis, dan membaca. Perlengkapan dan beberapa bahan-bahan dibutuhkan untuk membantu mengoptimalkan kemampuan berbahasa ini di antaranya adalah: Poster alfabet, buku dan kaset bercerita, kartu bergambar untuk bercerita dengan anak-anak, objek dan gambar yang dilengkapi dengan kata, sajak atau inisial bunyi, gambar domino, permainan menebak gerakan (pantomim) atau gambar melalui permainan jari, syair, dan bercerita, pertunjukan wayang golek, puzzle huruf, rekaman suara, seperti suara binatang, suara benda-benda yang dikenal dan tanda atau bel.
24
2) Sentra matematika Sentra matematika adalah wilayah permainan yang mengembangkan kemampuan logika dan kognitif anak. Aktivitas di area matematika ini dapat berbentuk pengenalan konsep angka, bentuk (geometri), ukuran, ruang, posisi, dan arah logika sederhana. Beberapa perlengkapan yang dapat disediakan untuk memfasilitasi pengembangan kemampuan matematika anak meliputi: sempoa (atau alat bantu hitung), manik-manik, berbagai contoh bentuk-bentuk geometri, kayu panjang, pendek, timbangan, bejana air dalam berbagai bentuk untuk mengembangkan konsep ukuran, kalender, termometer, jam, skala, gelas ukur, kartu bilangan, domino, seta puzzle. 3) Sentra Balok Dalam permainan balok, terdapat kecenderungan ke arah agresif dan tindakan menyendiri. Karena itu, area balok harus mengakomodasi anak yang ingin bekerja sendiri, mengakomodasi anak yang ingin bermain dengan anak lain, atau mengakomodasi anak yang ingin bermain secara berkelompok yang terdiri dari empat sampai lima anak. Bahan-bahan sentra balok dan bangunan dapat meliputi: aksesoris untuk bangunan balok seperti bintang dan orang (kayu, karet, plastik), roda yang di dorong di lantai, setir, dan balok tambahan, kereta dorong, balok besar, papan yang disambungkan, Lego, lassy atau balok yang disambungkan satu sama lainnya (banyak macam yang akan didapatkan dari kayu dan plastik), balok berlubang, papan, box, rumah kayu, tong, dan lain-lain, perlengkapan tanda-tanda lalu-lintas, dan lain sebagainya.
25
4) Sentra Musik dan Menari Sebagian orang berpendapat bahwa dunia musik adalah dunia yang sangat dekat dengan anak-anak. Oleh karena itu, mengembangkan kesenangan mereka dalam bermain musik dinilai sangat penting. Sebagai cabang dari kesenian, seni musik memiliki unsur-unsur yang bisa diintegrasikan. Seni musik terdiri atas bunyi nada, gerak irama, dan imajinasi melodi. Perlengkapan yang dibutuhka di sentra musik dan menari adalah: tape recorder, VCD, gamelan, pianika, Drum band, seruling, kostum. 5) sentra pengembangan agama Di sentra ini mengembangkan nilai-nilai budi pekerti yang luhur dan pengenalan tata cara peribadahan sesuai dengan agama dan kepercayaan masingmasing. Pada sentra ini dapat disediakan berbagai alat peribadahan misalnya untuk anak-anak yang beragama Islam disediakan AL-Quran, Iqro, kain mukena, sarung, peci, dan tasbih. Dan bagi anak-anak yang non muslim dapat disediakan berbagai peralatan peribadatan sesuai dengan agama dan kepercayaan masingmasing. b. Peralatan Outdoor 1) Sentra Pengembangan Motorik-Kasar Peralatan outdoor pada sentra pengembangan motorik-kasar antara lain: ayunan, jembatan layang, perosotan, panjat tebing, jungkitan, komedi putar, tangga, tenda, kolam renang, kereta-keretaan atau mobil-mobilan kardus.
26
2) Sentra pasir dan air 3) Sentra kebun, dan sentra bermain bebas 4. Pengelolaan Media Pembelajaran Anak Usia Dini a. Perencanaan Media Pembelajaran Zaman (2010) perencanaan merupakan hal yang sangat penting dilakukan dalam setiap kegiatan. Dalam konteks pembelajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai
proses
penyusunan
materi
pembelajaran,
penggunaan
media
pembelajaran, penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Faktor perencanaan ini sangat penting untuk diperhatikan mengingat banyak kegiatan yang akhirnya kurang berhasil atau bahkan mengalami kegagalan dan tidak mencapai hasil yang maksimal akibat tidak direncanakan dengan baik. Banyak ahli yang mengatakan bahwa perencanaan yang baik adalah lima puluh persen keberhasilan. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa perencanaan tidak boleh diabaikan dan dianggap sepele. Perencanaan media pembelajaran dimulai dengan mengadakan identifikasi kebutuhan media di suatu lingkungan pendidikan anak usia dini. Kebutuhankebutuhan ini dirumuskan melalui observasi atau pengamatan, wawancara atau diskusi tentang masalah pendidikan khususnya masalah yang berkenaan dengan proses pembelajaran serta penggunaan media pembelajaran untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran anak usia dini. Berdasarkan identifikasi kebutuhan tersebut guru atau calon guru memperoleh data tentang jenis-jenis media pembelajaran yang dibutuhkan untuk program pembelajaran anak usia dini.
27
Depdiknas (2008) jenis-jenis media yang diidentifikasi tersebut harus disesuaikan dengan perencanaan program pembelajaran. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dan ditetapkan dalam perencanaan pembelajaran meliputi tema kegiatan, kelompok yang akan melakukan kegiatan bermain, semester dan tahun ajaran, jumlah waktu, hari dan tanggal pelaksanaan, jam pelaksanaan, tujuan kegiatan bermain, materi yang akan dimainkan sesuai dengan tema, bentuk kegiatan bermain, setting lingkungan, bahan dan alat yang diperlukan dalam bermain, evaluasi perkembangan anak. b. Penggunaan Media Pembelajaran Depdiknas
(2008)
jenis
kegiatan
bermain
harus
sesuai
dengan
perkembangan anak sehingga anak senang dan mau mematuhi peraturan yang diberikan. Adapun contoh pengaturan waktu kegiatan main antara lain: 1) Pembukaan
: 15 menit
2) Saat lingkaran
: 15 menit
3) Kegiatan main
: 60 menit
4) Saat mengingat kembali
: 15 menit
5) Istirahat
: 30 menit
Menggunakan berbagi media pembelajaran memang membutuhkan keterampilan tertentu dan khusus. Berikut ini ada beberapa contoh penggunaan beberapa media pembelajaran dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaannya yang ungkapkan oleh (Zaman, dkk: 2010).
28
1) Media cetak Buku mutlak digunakan oleh guru sebagai sumber belajar. Beberapa kriteria yang sebaiknya menjadi dasar pertimbangan dalam menggunakan buku adalah kriteria isi yang mencakup apakah isi buku ini relevan dengan kurikulum/program yang berlaku, urutan isi buku, isi dan topik yang disajikan pembahasannya mudah dipahami anak, kemampuan pengarang dan penerbit, kebaruannya (currentness), dan lain-lain. 2) Benda sebenarnya Sejalan dengan pembelajaran anak usia dini, guru dapat menggunakan benda-benda sebenarnya sebagai media pembelajaran. Penggunaan benda sebenarnya seperti pada saat guru menjelaskan tanaman misalnya bunga guru harus dapat menggunakan secara tepat dan memanfaatkan benda-benda tersebut agar sebuah indera anak terstimulasi dengan baik misalnya saja anak dapat mengamati bunga yang sebenarnya, mencium harum wangi bunga, menyentuh mahkotanya, daun dan tangkai bunga. Dengan demikian anak lebih memahami melalui pengalaman nyata dan lebih menyenangkan. 3) Barang Bekas Kreativitas guru dalam menggunakan barang bekas menjadi media pembelajaran dapat membantu proses pembelajaran. Contohnya botol bekas minuman kaleng dapat dikemas menjadi kaleng suara dengan bantuan kerikil untuk berlatih seni musik, melatih daya pendengaran, dan mengenalkan berbagai bunyi-bunyian kepada anak.
29
4) Model Guru dapat menggunakan model tiruan seperti motor-motoran, mobilmobilan, becak dan lain-lain untuk membantu memberikan gambaran alat angkutan kepada anak. Model ini cukup efektif digunakan untuk memberikan pengetahuan dan informasi pada anak mengenai objek-objek tertentu yang ditampilkan dalam bentuk model ataun tiruan dari benda sebenarnya. Alasan perlunya penggunaan media pembelajaran secara optimal dalam pembelajaran adalah dikaitkan dengan tugas yang diemban guru dalam kesehariannya yaitu menyajikan pesan, membimbing dan membina anak untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu mengembangkan semua aspek perkembangan anak dalam waktu yang telah ditetapkan dan relatif terbatas. Sementara itu banyaknya media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh guru terkadang luput dari perhatianya. Hal tersebut salah satu penyebabnya adalah karena guru tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan teknis untuk menggunakan media pembelajaran tersebut. c. Evaluasi Media Pembelajaran Zaman, dkk (2010) evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan dalam lingkup yang lebih luas. Evaluasi merupakan bagian penting dalam pengembangan media pembelajaran. Lingkup evaluasi media pembelajaran dapat dikembangkan dalam beberapa bentuk antara lain evaluasi terhadap kelayakan media yang digunakan dan evaluasi efektivitas media dalam mendukung proses pembelajaran yang
30
dilaksanakan. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah media yang dibuat tersebut dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Dalam
evaluasi
terhadap
kelayakan
media
pembelajaran
untuk
kepentingan pembelajaran anak, sebaiknya diperhatikan kriteria-kriteria berikut ini : 1) Ketepatan dengan tujuan pembelajaran; 2) pembelajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan; 3) Dukungan terhadap isi bahan ajar. Artinya media yang digunakan mendukung tersampaikannya bahan ajar dengan baik dan sesuai dengan tingkat perkembangan anak.sehingga bahan ajar mudah difahami oleh anak; 4) Kemudahan memperoleh media pembelajaran. Artinya media pembelajaran yang diperlukan mudah diperoleh, baik yang tinggal menggunakan maupun yang harus terlebih dahulu dibuat; 5) Keterampilan guru dalam menggunakannya. Apapun media pembelajaran yang diperlukan, syarat utama adalah guru dapat menggunakannya dalam proses pembelajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada media pembelajaran, tetapi dampak dari penggunaan media pembelajaran bagi kebermaknaan yang diperoleh bagi anak; 6) Tersedia waktu untuk menggunakannya, sehingga media pembelajaran tersebut dapat bermanfaat bagi anak selama proses pembelajaran berlangsung; 7) Sesuai dengan taraf berfikir anak, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh anak.
31
Bila sumber belajar telah dirancang dan digunakan, langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap efektivitas media dalam mendukung proses pembelajaran yang dilaksanakan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: 1) Apakah media pembelajaran yang digunakan dapat meningkatkan kemampuan anak mencapai tujuan yang telah ditentukan; 2) Apakah media pembelajaran yang digunakan cukup memadai dalam mengembangkan kemampuan anak; 3) Apakah isi sumber belajar sudah memenuhi syarat dalam menjelaskan bahan ajar yang akan disampaikan; 4) Apakah sumber belajar yang digunakan mampu menarik perhatian anak dalam kegiatan belajarnya; 5) Apakah sumber belajar yang digunakan mampu menjelaskan bahan ajar secara detail pada anak; 6) Apakah sumber belajar yang digunakan telah memuat seluruh informasi yang akan disampaikan. C. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 1. Konsep Anak Usia Dini Anak usia dini adalah anak usia 0-6 tahun yang merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan sangat berpengaruh bagi kehidupan selanjutnya. Karakteristik perkembangan anak usia dini : a. Usia 0-1 tahun, anak mulai mempelajari keterampilan motorik, keterampilan mempergunakan panca indera, dan mempelajari komunikasi sosial
32
b. Usia 2-3 tahun, anak sangat aktif mengeksploraasikan benda-benda yang ada disekitarnya, mulai mengembangkan kemampuan berbahasa dan emosi c. Usaha 4-6 tahun, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan, perkembangan bahasa semakin baik, perkembangan kognitip (daya pikir) sangat pesat dan permainan anak masih bersifat individu. 2. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Pendidikan Anak Usia Dini sangat penting dilakukan, sebab pendidikan bagi anak usia dini merupakan dasar pembentukan kepribadian manusia secara utuh dalam mencapai kemajuan bangsa. Anak merupakan aset bangsa yang akan menentukan baik buruknya masa depan bangsa. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan, dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini (Depdiknas, 2006: 2). Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan yang berfungsi membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani peserta didik yang dapat dilakukan didalam maupun diluar lingkungan selanjutnya
(Direktorat PAUD
2002 : 8). Pengertian lain yaitu menurut Bab 1 Pasal 1 ayat 14 UU RI No 20 tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
33
perkembangan jasmani dan rohani anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Sejalan dengan pengertian diatas menurut Bab 1 Pasal 28 UU RI No 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yang dimaksud dengan Pendidikan Anak Usia Dini adalah sebagai berikut : a) Pendidikan Anak Usia Dini di selenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. b) Pendidikan Anak Usia Dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal atau informal c) Pendidikan AnakUsia Dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), Raudatul Athpal (RA) atau bentuk lain yang sederajat d) Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat e) Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Melaui
Pendidikan
Anak
Usia
Dini
diharapkan
anak
dapat
mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya yang meliputi agama, intelektual, sosial, emosi, fisik, kebiasaan-kebiasaan yang positif, menguasai sejumlah pengetahuan dan keterampilan sesuai perkembangannya serta memiliki motivasi dan sikap untuk berkreatif. 3. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini Berdasarkan PP 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, fungsi dan tujuan PAUD diatur dalam Pasal 61. Berikut bunyi lengkapnya: (1) Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan
34
tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya. (2) Pendidikan anak usia dini bertujuan: a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab; dan b. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, kinestetis, dan social peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan. 4. Lingkup Kegiatan dan Sasaran Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Aqib (2011: 40) penyusunan rencana kegiatan pendidikan anak usia dini diarahkan pada tiga peran pendidikan anak usia dini, yaitu sebagai berikut: a. Pendidikan sebagai proses belajar dalam diri anak. Anak harus diberikan kesempatan untuk belajar secara optimal, kapan saja dan dimana saja. Implementasinya terwujud dengan memeberikan kesempatan kepada anak untuk mendengar, melihat, mengamati, dan menyentuh benda-benda di sekitarnya. b. Pendidikan sebagai proses sosialisai. Pendidikan bukan hanya untuk mencerdaskan dan membuat anak terampil, tetapi juga membuat anak menjadi manusia yang bertanggung jawab, bermoral, dan beretika. Pendidikan mempersiapkan anak untuk mampu hidup sesuai dengan kebutuhan zaman di masa depan. c. Pendidikan sebagai proses pembentukan kerja sama peran. Dengan demikian, anak dapat mengetahui bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling melengkapi. Manusia membutuhkan orang lain karena secara individual
35
mempunyai kekurangan dan di sisi lain memiliki kelebihan yang dapat memberikan nilai tambah bagi orang lain. Aqib (2011: 42) kegiatan pendidikan anak usia dini hendaknya memperhatikan sembilan kemampuan anak, yaitu sebagai berikut: a. Kecerdasan linguistik (linguistic intelligence) yang dapat berkembang bila diransang melalui berbicara, mendengarkan, membaca, menulis, berdiskusi, dan bercerita. b. Kecerdasan logika-matematika (logico-mathematicall intelligence) yang dapat diransang melalui kegiatan menghitung, membedakan bentuk, menganalisis data, dan bermain dengan benda-benda. c. Kecerdasan visual-spasial (visual-spatial intelligence) dapat riransang melalui bermain balok-balok dan bentuk-bentuk geometri, seperti melengkapi puzzle, menggambar, melukis, menonton film, dan bermain dengan daya khayal (imajinasi). d. Kecerdasan musikal (musical intelligence) yang dapat riransang melalui irama, nada, birama, berbagai bunyi, dan bertepuk tangan. e. Kecerdasan kinestetik (bodily/kinesthetic intelligence) yang dapat diransang melalui gerakan, tarian, dan terutama gerakan tubuh. f. Kecerdasan naturalis (naturalist intelligence) yang dapat diransang melalui pengamatan
lingkungan,
bercocok
tanam,
memelihara
binatang,
dan
mengamati fenomena alam, seperti hujan, angin, banjir, pelangi, siang, malam, panas, dingin, bulan, dan matahari.
36
g. Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence) yang dapat diransang melalui bermain bersama teman, kerjasama, bermain peran, memecahkan masalah, dan menyelesaikan konflik. h. Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence) yang dapat diransang melalui pengembangan konsep diri, harga diri, mengenal diri, dan disiplin. i. Kecerdasan spiritual (spiritual intelligence) yang dapat diransang melalui penanaman nilai-nilai moral dan agama. Kemampuan-kemampuan belajar anak di atas merupakan dasar perumusan kompetensi dan hasil belajar. Adapun yang menjadi sasaran dalam program pendidikan anak usia dini (Depdiknas 2006:8) adalah sebagai berikut: a. Sasaran utama : 0-6 tahun 1) Program Kelompok Bermain : 3 - 6 tahun 2) Program Taman Kanak-Kanak/RA : 4 - 6 tahun 3) Program Taman Penitipan Anak : 0 - 6 tahun 4) Satuan PAUD Sejenis : 0 – 6 tahun b. Sasaran antara : 1) Orang tua yang memiliki anak usia 0 – 6 tahun 2) Pendidik dan pengelola lembaga pendidikan anak usia dini 3) Lembaga atau masyarakat yang menyelenggarakan PAUD 5. Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini Depdiknas (2006: 4) penerapan program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
37
a. Berorientasi pada kebutuhan anak. Kegiatan belajr harus ditujukan pada pemenuhan kebutuhan perkembangan anak secara individu. Hal ini disebabkan, anak merupakan indivisu yang unik dan masing-masing anak memiliki kebutuhan ransangan yang berbeda. b. Kegiatan belajar dilakukan melakukan melalui bermain. Bermain merupakan pendekatan dalam mengelola kegiatan belajar anak dengan menerapkan metode, strategi, sarana, dan media belajar yang meransang anak untuk melakukan eksplorasi, serta menemukan dan menggunakan benda-benda yang ada di sekitarnya. c. Merangsang munculnya kreativitas dan inovatif. Kreativitas dan inovasi tercermin melalui kegiatan yang emmbuat anak tertarik, fokus, serius, dan konsentrasi. d. Menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar. Lingkungan harus diciptakan menjadi lingkungan yang menarik danmenyenangkan bagi anak selama mereka bermain. e. Mengembangkan kecakapan hidup anak. Kecakapan hidup diarahkan untuk membantu anak menjadi mandiri, disiplin, mampu bersosialisasi, dan memiliki keterampilan dasar yang berguna bagi kehidupan anda kelak. f. Menggunakan berbagai sumber dan media belajar yang ada di lingkungan sekitar. g. Dilaksanakan secara bertahap dengan mengacu pada prinsip perkembangan anak.
38
h. Ransangan pendidikan mencakup semua aspek perkembangan. Ransangan pendidikan bersifat menyeluruh yang mencakup semua aspek perkembangan anak. Saat anak melakukan sesuatu, sesungguhnya ia sedang mengembangkan berbagai aspek perkembnagan / kecerdasannya. Sebagai contoh, saat anak makan, ia mengembangkan kemampuan bahasa (kosakata tentang nama bahan makanan, jenis makanan, dan sebagainya), gerakan motorik halus (memegang sendok dan
memasukkan makanan ke mulut), kemampuan kognitif
(membedakan jumlah makanan yang banyak dan sedikit), kemampuan sosial emosional (duduk dengan tepat, saling berbagi, dna saling menghargai keinginan teman), dan aspek moral (berdoa sebelum dan sesudah makan). 6. Unsur-unsur yang Berperan Penting dalam Penyelenggaraan Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Dalam Depdinkas (2006) pendidikan dan pengelola adalah: a. Pendidik Aqib (2011: 95) pendidik anak usia dini adalah profesional yang bertugas merencanakan,
melaksanakan
proses
pembelajaran,
dan
menilai
hasil
pembelajaran serta melakukan pembimbingan, pengasuhan, dan perlindungan anak didik. Pendidik kelompok bermain harus memiliki kualifikasi sebagai berikut: 1) Memiliki kualifikasi akademik minimal SLTA sederajat; 2) Mendapat pelatihan pendidikan anak usia dini; 3) Memahami dan menyayangi anak; 4) Memahami tahapan tumbuh kembang anak;
39
5) Memahami prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini; 6) Memiliki
kemampuan
mengelola
(merencanakan,
melaksanakan,
mengevaluasi, membuat laporan) kegiatan/proses pembelaajran pendidikan anak usia dini; 7) Diangkat secara sah oleh pengelola kelompok bermain; 8) Sehat jasmani dan rohani Adapun hak dan kewajiban pendidik adalah sebagai berikut: 1) Hak Pendidik kelompok bermain berhak mendapat insentif baik dalam bentuk materi, penghargaan maupun peningkatan kinerja sesuai dengan kemampuan dan kondisi setempat (baik melalui APBN, APBD I & II, dan masyarakat). 2) Kewajiban Pendidik kelompok bermain berkewajiban untuk membimbing anak, menyiapkan lingkungan belajar yang mendukung pengembangan semua potensi anak dan pembentukan sikap serta perilaku anak. b. Pengelola Pengelola kelompok bermain hendaknya memiliki kualifikasi sebagai berikut: 1) Pendidikan minimal SLTA atau sederajat 2) Memiliki kemampuan dalam mengelola program kelompok bermain secara profesional 3) Memiliki kemampuan dalam melakukan koordinasi dengan tenaga pendidik, instansi terkait dan masyarakat.
40
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat dan anak didik serta orangtuanya. 5) Memiliki tanggung jawab moril mempertahankan dan meningkatkan keberlangsungan kelompok bermain yang dikelolanya. Sama hal nya dengan pendidik, pengelola memiliki hak dan kewajiban, yaitu sebagai berikut: 1) Hak a) Mendapatkan pengakuan tentang pengelolaan kelompok bermain dari Pemerintah Daerah setempat b) Mendapat kesempatan untuk meningkatkan mutu pengelola Kelompok Bermain c) Mendapat insetif baik dalam bentuk materi, penghargaan maupun peningkatan kinerja sesuai dengan kemampuan dan kondisi setempat. 2) Kewajiban a) Melakukan pendataan b) Mengusulkan perizinan c) Menyiapkan sarana dan prasarana d) Melakukan koordinasi dengan lintas terkait e) Melakukan fungsi manajemen terkait. c. Peran Serta Orang tua dan Masyarakat Peran serta orang tua dan masyarakat adalah keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam pemenuhan fasilitas untuk menunjang kebutuhan lingkungan belajar anak serta keikutsertaan orang tua dan masyarakat dalam membantu
41
mendukung penyelenggaraan program pendidikan anak usia dini (PAUD), baik berupa kerjasama atau bentuk apapun. Kerjasama dengan orang tua dan masyarakat perlu diusahakan untuk terciptanya lingkungan belajar yang kondusif dan menyelaraskan program yang tertuang dalam kurikulum di sekolah dengan lingkungan anak di rumah. Orang tua perlu mengetahui keadaan anak mereka dari unsur sekolah, dan manfaat bagi guru adanya komunikasi dengan orang tua siswa, diantaranya untuk memahami perilaku anak selama berada di rumah dari masukan orang tua. Sebagaimana pendapat yang menyatakan bahwa “Jika sekolah tidak membuat dan melakukan usaha untuk mengikutsertakan orang tua dalam proses pembelajaran, anak-anak dapat menemukan kesulitan untuk menggabungkan dan menyatukan pengalamanpengalaman mereka yang terpisah antara rumah dan sekolah, (Henderson, 1988 dalam Mariyana, 2010: 150). Adapun bentuk kerjasama yang dapat dibangun antara sekolah dengan pihak masyarakat dapat lebih luas. Masyarakat di sini tidak hanya masyarakat yang berada di sekitar sekolah saja yang dapat dilibatkan dalam program sekolah. Akan tetapi semua unsur dan pihak-pihak lain yang dapat dilibatkan untuk membantu terciptanya lingkungan belajar yang kondusif. Unsur masyarakat yang dapat dilibatkan dalam pemenuhan kebutuhan lingkungan belajar sekolah adalah lembaga pendidik lain yang sederajat atau yang lebih tinggi, perusahaanperusahaan yang bergerak di bidang pengadaan sarana dan prasarana belajar serta fasilitas pendidikan khususnya di bidang pendidikan anak usia dini, pemerintahan,
42
serta perseorangan yang ikut terlibat dalam pengadaan dan pemenuhan lingkungan belajar di PAUD (Mariyana, 2010: 157). 7. PAUD Sebagai Satuan PLS Pendidikan anak usia dini ini merupakan satuan pendidikan luar sekolah (nonformal), hal ini seperti yang dijelaskan pada pasal 26 ayat 3 UUSPN No. 20 tahun 2003, yaitu: Pendidikan luar sekolah (nonformal) meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan, dan pealtihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Selanjutnya dijelaskan pada pasal 28 ayat 2 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, bahwa: “Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidika formal, nonformal, dan informal”. Dengan melihat peraturan pemerintah di atas yaitu termuat dalam bentuk Undang-undang ini menunjukkan betapa pentingnya pendidikan itu dilakukan oleh setiap orang meskipun seseorang tersebut masih dini. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Makino dalam Sudjana (2004: 227) belajar sepanjang hayat adalah “proses belajar yang menurut pandangan individu dan masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan setiap orang dan harus dilakukan selama hidupnya”. Dalam menjalankan perannya sebagai bagian sistem pendidikan nasional guna mencapai tujuannya, pendidikan luar sekolah memiliki sitem tersendiri yang terbagi menjadi beberapa komponen yang saling berkaitan. Sebagai suatu sistem pendidikan luar sekolah memiliki tujuh komponen penting, sebagaimana
43
diungkapkan oleh Sudjana (2004:34) yang dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini: Masukan Lingkungan
Masukan Sarana
Masukan Lain
Proses
Keluaran
Masukan Mentah
Pengaruh
Masukan Lingkungan Gambar 2.1 Hubungan Fungsional antara komponen, proses dan tujuan pendidikan luar sekolah Sumber : Sudjana (2004:34) Masukan lingkungan (environmental input) terdiri atas unsur-unsur lingkungan yang menunjang atau mendorong berjalannya program pendidikan anak yang meliputi lingkungan keluarga (orang tua) warga belajar dan lingkungan sosial dimana orang tua warga belajar itu tinggal. Masukan Sarana (instrumental Input) meliputi keseluruhan sumber dan fasilitas yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok dapat melakukan kegiatan belajar. Masukan sarana ini meliputi program, tutor, kurikulum, bahan
44
belajar, sumber belajar, metode, media, dana belajar dan pengelolaan program serta sarana belajar lainnya. Masukan Mentah (Raw Input) yaitu peserta didik (warga belajar) dengan berbagai ciri yang dimilikinya, yaitu karakteristik internal yang meliputi struktur kognitif, pengalaman, sikap, minat, keterampilan, kebutuhan belajar, aspirasi dan sebagainya; serta ciri-ciri yang berhubungan dengan karakteristik eksternalnya seperti keadaan keluarga dalam segi ekonomi, pendidikan, status sosial, biaya dan sarana belajar serta cara dan kebiasaan belajar. Proses (Process) menyangkut interaksi edukasi antara masukan sarana, terutama pendidik, dengan masukan mentah, yaitu peserta didik (warga belajar), proses ini terdiri atas kegiatan pembelajaran, dalam hal ini tutor dan orang tua berupa bimbingan, arahan anak dan pembinaan dengan memanfaatkan berbagai sumber yang tersedia, dan proses belajarnya dilakukan baik secara mandiri atu berkelompok. Keluaran (Output) merupakan tujuan antara pendidikan luar sekolah. Keluaran mencakup kuantitas lulusan yang disertai kualitas perubahan tingkah laku yang didapat melalui kegiatan pembelajaran, yaitu kualitas lulusan yang disertai kualitas perubahan tingkah laku yang didapat melalui kegiatan belajar mengajar. Perubahan tingkah laku ini mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang sesuai dengan kebutuhan belajar yang mereka butuhkan. Masukan Lain (Other Input) adalah daya dukung lainnya yang memungkinkan para peserta didik dan lulusan dapat menggunakan kemampuan
45
yang telah dimiliki untuk kemajuan kehidupannya misalnya berupa informasi dari berbagai media, baik itu media massa maupun media elektronik. Pengaruh (Out Come atau Impact) menyangkut hasil yang dicapai warga belajar, yang dalam hal ini adalah kerja sama tutor dan orang tua warga belajar dalam mengembangkan kemampuan warga belajar, tutor dan orang tua warga belajar terpengaruh dalam menciptaan iklim yang merangsang perkembangan anak. Oleh akrena itu, kerjasama tutor dan orang tua warga belajar berperan sekali dalam mengembangkan kemampuan anak, agar warga belajar memiliki kesiapan setelah mengikuti pendidikan anak usia dini pada program selanjutnya. Berdasarkan karakteristik yang terdapat dalam pendidikan anak usia dini dan karakteristik yang terdapat dalam pendidikan luar sekolah, maka pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk dari pendidikan luar sekolah. D. Pembelajaran Berbasis Alam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 1. Kerangka Filosofis Pembelajaran Berbasis Alam Depdiknas (2008) lingkungan alam merupakan salah satu komponen terpenting dalam pengembangan tujuan, isi dan proses pendidikan pada anak usia dini. Esensi tujuan pendidikan pada anak usia dini diantaranya adalah membantu anak memahami dan menyesuaikan diri secara aktif dengan lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud memiliki konotasi pemahaman yang luas mencakup segala sumber yang ada dalam lingkungan anak (termasuk dirinya sendiri), lingkungan keluarga dan rumah, tetangga (tetangga pedagang, tetangga dokter, tetangga peternak, dan petani), lingkungan yang berwujud makanan, minuman serta pakaian, gedung atau bangunan, kebun, persawahan dan lain-lain.
46
Filosofis pembelajaran yang berbasis lingkungan alam sebenarnya telah digagas pertama kali oleh Jan Ligthart pada tahun 1859 (Depdiknas, 2008; Blogspot, 2009) terkenal dengan "Pengajaran Alam Sekitar". Menurut tokoh ini pendidikan sebaiknya disesuaikan dengan keadaan alam sekitar. Ide dasarnya adalah pendidikan pada anak dilakukan dengan mengajak anak dalam suasana sesungguhnya melalui belajar pada lingkungan alam sekitar yang nyata. Menurut Jan Lighthart, sumber utama bentuk pengajaran ini adalah lingkungan di sekitar anak. Melalui bentuk pengajaran ini akan tumbuh keaktifan anak dalam mengamati, menyelidiki serta mempelajari lingkungan. Kondisi lingkungan yang sesungguhnya juga akan menarik perhatian spontan anak sehingga anak memiliki pemahaman dan kekayaan pengetahuan yang bersumber dari lingkungannya sendiri. Bahan-bahan pengajaran yang ada pada lingkungan sekitar anak akan mudah diingat, dilihat dan dipraktikan sehingga kegiatan pengajaran menjadi berfungsi secara praktis. Bahan pengajaran dari lingkungan oleh Jan Lighthart dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu lingkungan alam (sebagai bahan mentah), lingkungan produsen atau lingkungan pengrajin (pengolah dan penghasil bahan mentah menjadi bahan jadi) serta lingkungan masyarakat pengguna bahan jadi (konsumen). Bahan ini dapat terdiri dari tanaman, tanah, batu-batuan, kebun, sungai dan ladang, pengrajin kayu, rotan dan pasar atau toko sebagai pusat jual beli bahan-bahan jadi tersebut. Landasan filosofis kedua (Depdiknas, 2008; Blogspot, 2009) dapat ditelaah dari filsafat pendidikan naturalisme romantik yang dikemukakan J.J. Rousseau dengan teorinya "Kembali ke Alam" menunjukkan betapa pentingnya
47
pengaruh alam terhadap perkembangan anak didik. Filosof ini mengambangkan konsep pendidikan yang dilakukan secara naturalistik atau alami, karena itu pendidikan anak harus dilaksanakan di lingkungan alam yang bersih, tenang, suasana menyenangkan, dan segar, sehingga sang anak tumbuh sebagai manusia yang baik. Ia mengemukakan filosofisnya bahwa: a) pendidikan harus mengembangkan kemampuan-kemampuan alami atau bakat/pembawaan anak dan b) pendidikan yang berlangsung dalam alam. Sesuai dengan pandangan di atas, maka pendekatan untuk mendidik anak bukanlah dengan mengajar anak secara formal atau melalui pengajaran langsung, akan tetapi dengan memberi kesempatan kepada mereka belajar melalui proses eksplorasi dan diskoveri. Landasan filosofis ketiga adalah konsep filosofis yang disampaikan oleh Ovide Decroly dikenal dengan teorinya, bahwa "Sekolah adalah dari kehidupan dan untuk kehidupan" (Ecolepourlaviepar laviej). Dikemukakan, bahwa "bawalah kehidupan ke dalam sekolah agar kelak anak didik dapat hidup di masyarakat" (Depdiknas,2008; Blogspot, 2009). Depdiknas (2008) Declory (1897) filosof pendidikan ini mengemukakan beberapa ide filosofis bahwa: a. Sekolah harus dihubungkan dengan kehidupan alam sekitar b. Pendidikan dan pengajaran agar didasarkan pada perkembangan anak c. Sekolah harus menjadi laboratorium bekerja bagi anak-anak d. Bahan-bahan pendidikan/pengajaran yang fungsional praktis.
48
Dalam Depdiknas (2008) deskripsi analisis filosofis tersebut dapat di rangkum sebagai berikut: Filosofis yang terkait dengan pendidikan (pembelajaran) yang berbasis alam adalah pandangan bahwa kegiatan pendidikan (sekolah atau kurikulum) harus dapat membantu anak mengembangkan berbagai potensi perkembangan yang dipergunakan untuk beradaptasi secara kreatif dengan lingkungan alam. Atas dasar pandangan filosofis tersebut, kegiatan pendidikan seharusnya menggunakan lingkungan
alam
dengan
berbagai
variasi
untuk
memenuhi
kebutuhan
perkembangan anak usia dini. Sebagai lembaga sosial, sekolah harus menyajikan kehidupan nyata dan penting bagi anak sebagaimana yang terdapat di dalam rumah, di lingkungan sekitar, atau di lingkungan masyarakat luas. (Dewey dalam Krogh, 1994). Pandangan ini mempertegas bahwa sekolah (kurikulum : pembelajaran yang dilaksanakan) harus mampu membantu anak usia dini mengelaborasi dan mengeksplorasi lingkungan alam sebagai sumber belajar. Kegiatan pendidikan seperti ini sekaligus sebagai upaya memenuhi kebutuhan anak usia dini dalam masa-masa bermain, bereksplorasi dan bereksperimen. Filosofis pendidikan berikutnya adalah bahwa kegiatan pembelajaran yang berbasis pada lingkungan alam akan membantu menumbuhkan otoaktivitas atau Autoactivity (aktivitas yang tumbuh dari dalam diri) anak sehingga dimungkinkan terjadi proses active learning (belajar secara aktif). Filosofis ini akan membantu pendidik merancang dan mengembangkan berbagai aktivitas yang memungkinkan anak terlibat secara aktif penuh (penuh keaktivitas) dalam interaksi pendidikan. Anak akan terlibat secara aktif dalam belajar melalui proses mengamati, mencari,
49
menemukan, mendiskusikan, menyimpulkan, mengkomunikasikan dan membuat laporan sendiri tentang suatu fokus pembelajaran. Proses belajar seperti ini akan membantu anak memperoleh sejumlah keterampilan proses yang sangat dibutuhkan dalam mengembangkan life skill. Filosofis ketiga dalam pembelajaran berbasis alam adalah pandangan bahwa lingkungan alam akan memberikan sejumlah pengalaman belajar langsung (real learning) dan/atau pembelajaran secara nyata (real instructions). Dalam istilah Jan Lightghart ini dikenal dengan istilah pengajaran barang yang sesungguhnya.
Konsep
pendidikan
seperti
ini
akan
membantu
anak
mengembangkan proses berpikir komprehensif dalam situasi yang nyata tentang berbagai aspek kehidupan dalam lingkungan alam. Filosofis keempat, konsep pembelajaran berbasis alam akan memberikan suasana atau kesempatan pada anak untuk mengembangkan kepekaan, kepedulian atau sensitivitas terhadap berbagai kondisi lingkungan alam. Kegiatan ini sekaligus tidak hanya membangun kecerdasan naturalis anak saja tetapi juga kecerdasan intra dan interpersonal, kecerdasan spiritual dan berbagai kecerdasan lainnya. Kepekaan yang berkembangan pada anak terhadap lingkungan alam secara konseptual disebut sebagai perhatian spontan. Perhatian spontan anak akan muncul ketika anak-anak berinteraksi dengan berbagai objek dan kondisi lingkungan alam, baik secara individual maupun kelompok. Filosofis kelima, konsep pembelajaran berbasis alam akan membantu anak memperoleh proses dan hasil belajar yang bermakna (meaningfull learning) serta pembelajaran yang fungsional praktis (practical and functional intruction).
50
Melalui pembelajaran berbasis alam, anak dapat menemukan, memahami dan menerapkan secara langsung proses belajar pada berbagai aspek dalam kehidupan secara nyata. Dengan demikian, anak dapat memaknai bahwa belajar tentang berbagai hal akan memiliki makna dalam kehidupan kini maupun di masa yang akan datang. 2. Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbasis Alam Depdiknas
(2008)
proses
pembelajaran
berbasis
alam
perlu
memperhatikan sejumlah prinsip yang mendasarinya. Prinsip-prinsip yang dimaksud diantaranya adalah : a. Berpusat pada perkembangan anak dan optimalisasi perkembangan Keberhasilan pendidikan dapat diukur pada sejauh mana pendidikan berhasil mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengoptimalkan potensi setiap anak sesuai dengan karakteristik perkembangannya. Oleh karena itu, keberhasilan proses pembelajaran berbasis alam terletak pada peningkatan optimalisasi seluruh potensi perkembangan anak dengan menjadi lingkungan alam sebagai sumber belajar yang utama. b. Membangun kemandirian anak Proses pembelajaran yang berbasis alam diharapkan dapat membangun dan mengembangkan kemampuan menolong diri sendiri (kemandirian), kedisiplinan dan sosialisasi agar terbentuk karakter kemandirian yang kuat. Dalam pembelajaran yang berbasis alam, anak akan terbiasa dihadapkan pada sejumlah persoalan kehidupan secara faktual. Anak dapat berusaha memecahkan persoalan tersebut, baik secara individual maupun bekerja sama dengan teman-temannya.
51
c. Belajar dari lingkungan alam sekitar Proses pembelajaran berbasis alam akan memaksimalkan pemanfaatan kekayaan alam yang ada,sebagai sumber ilmu pengetahuan,sehingga memiliki ketajaman berpikird a n wawasan keilmuan yang aplikatif. d. Belajar dan bermain dari lingkungan sekitar Melalui
bermain,
memungkinkan
anak
untuk
terlibat
dalam
lingkungannya, melalui konflik internal maupun eksternal sehingga anak belajar melalui berbagai pengalaman dengan objek, orang, kegiatan yang ada di sekitarnya. Pembelajaran yang dialami anak akan menjadi lebih menarik, menyenangkan (fun learning), bermakna dan tidak membosankan. e. Memanfaatkan sumber belajar yang mudah dan murah Dengan memanfaatkan lingkungan sekitar, anak dapat mempelajari banyak hal dari lingkungan terdekatnya (lingkungan alam, lingkungan fisik, lingkungan sosial, kultur budaya, dll) sehingga sumber belajar tidak harus sengaja dirancang dengan mengeluarkan biaya yang mahal. f. Pembelajaran menggunakan pendekatan tematik Pembelajaran tema adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang didasarkan atas ide-ide pokok/sentral tentang anak dan lingkungannya. Melalui pembelajaran tema dapat memberikan pengalaman langsung tentang objek yang riil bagi anak untuk menilai dan memanipulasinya, menumbuhkan cara berpikir yang komprehensif.
52
g. Membangun kebiasaan berpikir ilmiah sejak usia dini Berpikir ilmiah yang dimaksud pada prinsip ini adalah memperkenalkan dan membiasakan anak untuk menemukan berbagai permasalahan yang ada di lingkungannya dan berpikir untuk menemukan cara memecah-kannya. Kegiatan berpikir seperti ini dapat dilakukan melalui eksplorasi berbagai hal yang terjadi/ada dari lingkungannya, dari hal yang mudah/sederhana ke arah yang lebih kompleks/sukar. h. Pembelajaran inspiratif, menarik, kreatif dan inovatif Anak adalah subjek dalam pembelajaran. Kegiatan-kegiatan pembelajaran perlu disiapkan untuk membangun rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis dan menemukan hal-hal yang baru. i. Memberikan ruang bagi anak untuk belajar secara aktif (active learning). Dengan belajar dari sumber lingkungan sekitar dan lingkungan lain yang mendukung akan mendorong anak untuk menunjukkan aktivitas belajarnya. Anak akan berusaha mengamati, mencari dan menemukan berbagai pengetahuan dan konsep yang penting berkaitan dengan berbagai bidang perkembangan. 3. Media Pembelajaran Berbasis Alam Depdiknas (2008)
media dan sumber belajar akan membantu
mendekatkan jarak pemahaman antara anak dan pendidik tentang suatu konsep dan proses yang dipelajari. Pendidik dapat menemukan dan mengembangkan media serta sumber belajar yang berbasis alam sekitar sehingga mendorong dan memudahkan anak untuk menemukan sendiri tentang konsep dan proses yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
53
Depdiknas (2008) media dan sumber belajar yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian utama, yaitu : a. Lingkungan Alam Lingkungan alam adalah objek-objek dan benda-benda yang ada di alam yang sudah tersedia yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar. Jenis-jenis sumber belajar meliputi: 1) Tanaman; 2)Binatang; 3) Hutan; 4) Kebun; 5) Kolam, dll. b. Lingkungan Fisik Lingkungan fisik adalah objek yang terdapat di sekitar anak berupa bangunan
atau
benda
yang
dibuat/dibangun
oleh
masyarakat
sekitar.
Jenis-jenis sumber belajar meliputi : 1. Masjid; 2. Kantor pos; 3. Kantor Polisi; 4. Perpustakaan; 5. Rumah sakit; 6. Supermarket, dll c. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial adalah objek, kegiatan, peristiwa yang terjadi di masyarakat/
lingkungan
sekitar
yang
dapat
dijadikan
sumber
belajar.
Jenis-jenis sumber belajar meliputi : 1. Tokoh Masyarakat; 2. Pasar; 3. Banjir; 4. Kebakaran; 5. Kultur/ budaya; Media
pembelajaran
yang
dapat
digunakan
dalam
memfasilitasi
pembelajaran berbasis alam meliputi: a. Media Visual: yang hanya dapat dilihat melalui indera penglihatan, seperti media gambar.
54
b. Media Audio: yang mengandung pesan auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan pemahaman untuk mempelajari bahan ajar. c. Media Audio Visual: merupakan kombinasi audio dan visual yang biasa disebut media pandang dengar. d. Media Objek: merupakan media tiga dimensi yang menyampaikan informasi tidak dalam bentuk penyajian melainkan melalui ciri fisik nya sendiri seperti: ukuran, bentuk, berat, susunan, warna, fungsi dsb. Media ini dapat dibagi dalam 2 kelompok: media objek alami dan media objek buatan. e. Media Sederhana: media yang mudah dibuat dan mudah diperoleh bahanbahannya.