17
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai Program Pendidikan Luar Sekolah 1.
Pengertian Pendidikan Luar Sekolah Undang Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional memberikan penjelasan terhadap Pendidikan Luar Sekolah yaitu “jalur pendidikan yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/ atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat”. Senada dengan pendapat di atas, Coombs (Sudjana, 2001 : 22) memberikan definisi bahwa „Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya‟. Berbagai definisi pendidikan Pendidikan Luar Sekolah dikemukakan oleh para ahli, seperti yang dikemukakan oleh Napitulu (1981) dalam Sudjana (2001) bahwa pengertian Pendidikan Luar Sekolah adalah sebagai berikut : Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap usaha pelayanan pendidikan yang diselenggarakan diluar sistem persekolahan, berlangsung seumur hidup, dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang bertujuan untuk mengaktualisasikan potensi manusia (sikap, tindak dan karya) sehingga
17
18
dapat terwujud manusia seutuhnya yang gemar belajar, mengajar dan mampu meningkatkan taraf hidupnya. Definisi lain dikemukakan SEAMEO 1971 yang dikutip dari Djudju Sudjana (2001 : 46) menyatakan bahwa : Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap upaya pendidikan dalam arti luas yang didalamnya terdapat komunikasi yang teratur dan terarah, diselenggarakan diluar sekolah, sehingga seseorang atau kelompok memperoleh informasi mengenai pengetahuan, latihan dan bimbingan sesuai dengan tingkatan usia dan kebutuhan hidupnya. Tujuannya adalah untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok untuk berperan serta secara efisien dan efektif dalam lingkungan keluarganya, pekerjaannya, masyarakat dan bahkan negara. Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Luar Sekolah adalah segala upaya pendidikan yang sistematis dan terorganisir, dilaksanakan di luar sistem persekolahan, dengan maksud untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Selain itu, berdasarkan beberapa batasan tentang pengertian Pendidikan Luar Sekolah, maka dapat diambil kesimpulan pula bahwa Pendidikan Luar Sekolah merupakan setiap kegiatan yang dilakukan di luar jalur pendidikan formal dimana terdapat proses belajar sehingga seseorang yang menjadi peserta belajar akan mendapatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan bimbingan sehingga dapat tercapai tujuan belajarnya. Fleksibilitas penyelenggaraan Pendidikan Luar Sekolah memberikan kemudahan bagi penyelenggara, tutor dan warga belajar untuk melaksanakan proses pembelajaran dalam berbagai bentuk satuan pendidikan. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional bahwa satuan Pendidikan Luar Sekolah meliputi pendidikan kecakapan hidup, Pendidikan Anak
19
Usia Dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Berdasarkan beberapa pengertian Pendidikan Luar Sekolah di atas, apabila dilihat dari karakteristik dan tujuannya bahwa Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk Pendidikan Luar Sekolah. 2. Tujuan, Fungsi dan Sasaran Pendidikan Luar Sekolah a. Tujuan Pendidikan Luar Sekolah Pada dasarnya tujuan Pendidikan Luar Sekolah tidak menyimpang dari tujuan Pendidikan Nasional, yaitu untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berpendidikan, berdisiplin, bekerja keras, tangguh bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Untuk mencapai ke arah tujuan tersebut, tidak bisa tercapai bila hanya mengandalkan pendidikan formal saja, maka Pendidikan Luar Sekolah dan pendidikan keluarga saling melengkapi dalam upaya pencapaian tujuan Pendidikan Nasional tersebut. Dengan kata lain Pendidikan Luar Sekolah membantu tercapainya tujuan Pendidikan Nasional. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa: (1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/ atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
20
(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Tujuan Pendidikan Nasional tersebut dituangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) bidang pendidikan. Untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional di atas pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 73 Tahun 1991 Bab II Pasal 2 tentang penyelenggaraan Pendidikan Luar Sekolah yang didalamnya membagi Sistem Pendidikan Nasional menjadi dua pendidikan yaitu pendidikan sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah. Selanjutnya dalam peraturan tersebut dijabarkan tujuan pendididkan luar sekolah, yaitu : (1) Melayani warga belajar agar dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayat guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya. (2) Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang tinggi. (3) Memenuhi kebutuhan belajar yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah. Selanjutnya Santoso S. Hamijoyo (1973:13) menyatakan bahwa : “Tujuan Pendidikan Luar Sekolah yaitu untuk membantu memecahkan masalah keterlantaran pendidikan, baik bagi mereka yang belum pernah sekolah maupun yang gagal (drop out) serta memberikan bekal sikap, pengetahuan dan keterampilan praktis yang relevan dengan kebutuhan hidup”. Sementara secara lebih singkat Sudjana (2001 : 37) mengemukakan bahwa “Tujuan Pendidikan Luar Sekolah itu bersifat jangka pendek dan khusus maksudnya disusun untuk memenuhi kebutuhan belajar jangka pendek yang di identifikasi dari anak didik dan masyarakat”.
21
Berdasarkan pendapat di atas jelas bahwa tujuan Pendidikan Luar Sekolah adalah
memberikan
layanan
pendidikan
kepada
masyarakat
untuk
mengembangkan potensi peserta didik serta kuantitas lulusan yang disertai kualitas perubahan tingkah laku yang didapat dari hasil belajar. Dengan demikian tujuan Pendidikan Luar Sekolah lebih menekankan kepada perubahan tingkah laku fungsional anak didik dalam hal pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan. b. Fungsi Pendidikan Luar Sekolah Sebagai upaya membantu kehidupan masyarakat dalam bidang pendidikan pada khususnya dan memperoleh pekerjaan, Sudjana (2001 : 82) mengemukakan bahwa Pendidikan Luar Sekolah berfungsi : a) Suplemen (tambahan), Pendidikan Luar Sekolah memberikan kesempatan pendidikan bagi mereka yang telah menamatkan jenjang pendidikan formal tetapi dalam tempat dan waktu berbeda. b) Komplement (pelengkap) pendidikan sekolah, Pendidikan Luar Sekolah menyajikan seperangkat kurikulum tetap yang dibutuhkan sesuai dengan situasi daerah dan masyarakat. c) Substitusi (pengganti) pendidikan sekolah, Pendidikan Luar Sekolah dapat mengganti fungsi sekolah terutama pada daerah-daerah yang belum dijangkau oleh program pendidikan sekolah. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukan bahwa Pendidikan Luar Sekolah memberikan kesempatan kepada seluruh warga masyarakat baik tua maupun muda untuk melengkapi warga masyarakat yang sedang sekolah dan sebagai penambah bagi mereka yang drop out atau pernah sekolah tetapi tidak dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, maupun sebagai pengganti bagi mereka yang tidak pernah menduduki bangku sekolah.
22
c. Sasaran Pendidikan Luar Sekolah Sasaran Pendidikan Luar Sekolah menurut Santoso S. Hamijoyo (1993:18) adalah sebagai berikut : 1) Semua anggota masyarakat yang tidak mendapat kesempatan untuk mengikuti program sekolah. 2) Semua anggota masyarakat yang karena sesuatu hal tidak dapat menyelesaikan studi di tingkat pendidikan tertentu secara bulat, golongan ini dikenal dengan nama gagal sekolah atau drop out. 3) Anggota masyarakat yang walaupun telah menyelesaikan studi pada tingkat tertentu (formal) masih perlu untuk mendapatkan pendidikan melalui program Pendidikan Luar Sekolah.
d. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Komitmen Internasional Perkembangan Pendidikan Anak Usia Dini seperti yang terjadi saat ini tidak terlepas dari kesepakatan internasional seperti dideklarasikan pada pertemuan Dakar Senegal tahun 2000 yang menghasilkan pengakuan tertinggi pada pendidikan yang dikenal dengan wacana pendidikan merupakan harta karun di Dalamnya yang ditulis oleh Delor melalui empat pilar belajar untuk mengetahui, belajar untuk bekerja, belajar untuk hidup dan belajar untuk hidup bersama. Selain itu dihasilkan enam kesepakatan dunia yang salah satu diantaranya mengenai Pendidikan Anak Usia Dini, seperti dinyatakan: 1) Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan Pendidikan Anak Usia Dini, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung. 2) Pendidikan merupakan langkah awal yang harus dilakukan, sebuah negara jika ingin maju di bidang pembangunan ekonomi. Tidak ada negara yang maju perekonomiannya hanya berdasarkan kekayaan alam. Negara harus berinvestasi pada manusia karena manusia bisa selalu diperbaharui (renewed). 3) Menjamin bahwa menjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak perempuan, anak-anak dalam keadaan sulit dan mereka yang termasuk minoritas etnik, mempunyai akses dan menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas dan wajib dengan kualitas baik.
23
4) Menjamin bahwa kebutuhan belajar semua manusia muda dan orang dewasa terpenuhi melalui akses yang adil pada program-program belajar dan kecakapan hidup (life skills) yang sesuai. 5) Mencapai perbaikan 50% pada tingkat keniraksaraan orang dewasa menjelang tahun 2015, terutama bagi kaum perempuan, dan akses yang adil pada pendidikan dasar dan berkelanjutan bagi semua orang dewasa. 6) Menghapus disparitas gender dalam pendidikan dasar dan menengah menjelang tahun 2005 dan mencapai persamaan gender dalam pendidikan menjelang tahun 2015 dengan suatu focus jaminan bagi perempuan atas akses penuh dan sama pada prestasi dalam pendidikan dasar dengan kualitas yang baik. Memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin keunggulannya, sehingga hasil-hasil belajar yang diakui dan terukur dapat diraih oleh semua, terutama dalam keaksaraan, angka dan kecakapan hidup (life skills) yang penting. 3. Karakteristik Pendidikan Luar Sekolah Luasnya cakupan Pendidikan Luar Sekolah menimbulkan berbagai persepsi terhadap berbagai program yang ada di masyarakat. Untuk lebih memperjelas satuan dan jenis pendidikan Pendidikan Luar Sekolah, berikut dijelaskan karakteristik Pendidikan Luar Sekolah menurut Sudjana (2001 : 29-32) adalah sebagai berikut : a. Dari Segi Tujuan 1. Jangka pendek dan khusus, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan belajar tertentu yang fungsional bagi kehidupan masa kini dan masa depan. 2. Kurang menekankan pentingnya ijazah, hasil belajar, berijazah atau tidak, dapat diterapkan langsung dalam kehidupan di lingkungan pekerjaan atau masyarakat. b. Dari Segi Waktu 1. Waktu relatif singkat, jarang lebih dari satu tahun, pada umumnya kurang dari satu tahun. Lamanya penyelenggaraan program bergantung pada
24
kebutuhan belajar peserta didik. Persyaratan untuk mengikuti program ialah kebutuhan, minat, dan kesempatan waktu peserta. 2. Menekankan masa sekarang dan masa depan, memusatkan layanan untuk memenuhi kebutuhan terasa peserta didik guna meningkatkan kemampuan sosial ekonominya dalam waktu bebas. 3. Menggunakan waktu tidak penuh dan tidak terus menerus, waktu ditetapkan dengan berbagai cara sesuai dengan kesempatan peserta didik, serta memungkinkan untuk melakukan kegiatan belajar sambil bekerja atau berusaha. c. Dari Segi Isi Program 1. Kurikulum berpusat pada kepentingan peserta didik, kurikulum bermacam ragam sesuai dengan perbedaan kebutuhan belajar peserta didik dan potensi daerah pendidikan. d. Dari Segi Proses Pembelajaran 1. Dipusatkan dilingkungan masyarakat dan lembaga, kegiatan belajar mengajar dapat dilakukan di berbagai lingkungan atau satuan Pendidikan Luar Sekolah. 2. Berkaitan dengan kehidupan peserta didik dan masyarakat, pada waktu mengikuti program pendidikan, peserta didik berkomunikasi dengan dunia kehidupan atau pekerjaannya. Lingkungan dihubungkan secara fungsional dengan kegiatan belajar.
25
3. Struktur program yang luwes, jenis dan urutan program kegiatan belajar bervariasi. Pengembangan program dapat dilakukan sewaktu program sedang berjalan. 4. Berpusat pada peserta didik, kegiatan pembelajaran dapat menggunakan sumber belajar dari berbagai keahlian dan nara sumber. Peserta didik dapat menjadi sumber belajar. Lebih menekankan kegiatan membelajarkan dibandingkan mengajar. 5. Penghematan sumber-sumber yang tersedia, memanfaatkan tenaga dan sarana yang terdapat di masyarakat dan lingkungan kerja dalam rangka efisiensi. e. Dari Segi Pengendalian 1. Dilakukan oleh pelaksana program dan peserta didik, pengendalian tidak terpusatkan. Koordinasi dilakukan antar lembaga-lembaga terkait. Otonomi pada tingkat program dan derah menekankan inisiatif dan partisipasi masyarakat. 2. Pendekatan demokratis, hubungan pendidik dengan peserta didik bercorak hubungan sejajar atas dasar kefungsian. Pembinaan program dilakukan secara demokratik. 4. Azas Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan Luar Sekolah tumbuh dan berkembang bertumpu pada empat azas, seperti yang dikemukakan oleh Sudjana yaitu : 1) Azas kebutuhan 2) Azas pendidikan sepanjang hayat
26
3) Azas relevansi dengan pengembangan masyarakat 4) Azas wawasan ke masa depan. Azas kebutuhan, memberikan makna bahwa setiap program pendidikan nonformal berorientasi pada usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan warga belajar. Azas pendidikan sepanjang hayat, memberikan penekanan bahwa saat untuk mengalami belajar adalah seumur hidup dan sepanjang hayat yang berfungsi sebagai kekuatan untuk memotivasi warga belajar agar belajar berdasarkan dorongan dan arahan dari dirinya. Azas relevansi dengan pengembangan masyarakat, mengandung makna bahwa kehadiran pendidikan nonformal didasarkan atas tuntutan pengembangan masyarakat dan berperan penting dalam mengembangkan masyarakat. Azas wawasan ke masa depan, memberikan makna bahwa pendidikan nonformal sebagai bagian dari Pendidikan Nasional yang program-programnya berkaitan dengan berbagai sektor pembangunan, untuk memantapkan tugas pokoknya agar berorientasi pada perubahan masyarakat yang mungkin terjadi di masa depan. 5. Relevansi Pendidikan Anak Usia Dini sebagai Program Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini merupakan program dari Pendidikan Nasional, seperti dijelaskan pada pasal 28 ayat 2 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa : “Pendidikan Anak Usia Dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal”.
27
Selanjutnya Pendidikan Anak Usia Dini ini merupakan salah satu program Pendidikan Luar Sekolah, hal ini seperti apa yang dijelaskan dalam pasal 26 ayat 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, yaitu : “Pendidikan Luar Sekolah (Nonformal) meliputi pendidikan kecakapan hidup, Pendidikan Anak Usia Dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik” Sebagai suatu sistem Pendidikan Luar Sekolah memiliki tujuh komponen penting. Sebagaimana diungkapkan Sudjana (2001 : 34) yang dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini sebagai berikut : Gambar 2. 1 Hubungan Fungsional Antara Komponen-Komponen PLS MASUKAN LINGKUNGAN Orang Tua, Keluarga, Teman sebaya, lingkungan sosial dll
MASUKAN LAIN
MASUKAN SARANA Tutor, Modul, Kurikulum
PROSES Proses Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini
KELUARAN Lulusan Pendidikan Anak Usia Dini
PENGARUH MASUKAN MENTAH Anak Usia Dini MASUKAN LINGKUNGAN Lingkungan Keluarga, Lingkungan Masyakat,dan Lingkungan Sosial
Sumber: Djudju Sudjana (2001 : 34)
28
Masukan lingkungan (environmental input) yaitu factor lingkungan yang menunjang dan mendorong serta mempengaruhi proses pendidikan anak, yang meliputi : Lingkungan keluarga (orang tua) peserta didik dan lingkungan sosial dimana orang tua peserta didik itu tinggal. Masukan sarana (instrumental input) meliputi keseluruhan sumber dan fasilitas yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok dapat melakukan kegiatan belajar. Kedalam masukan ini meliputi program, kurikulum (tujuan belajar, materi pelajaran, metode dan teknik, media dan evaluasi hasil belajar), pendidik (tutor dan orang tua peserta didik), tenaga kependidikan lainnya (pengelola program), fasilitas (buku-buku untuk pembelajaran anak usia dini) dan alat (peralatan yang digunakan untuk menunjang kegiatan pembelajaran), dan biaya. Masukan mentah (raw input) yaitu peserta didik (warga belajar) dengan berbagai karakteristik yang dimilikinya, yaitu karakteristik internal dan eksternalnya. Termasuk perbedaan jenis kelamin, keadaan keluarga dari segi ekonomi, status sosial, pendidikan dan latar belakang keluarga peserta didik. Proses menyangkut interaksi edukasi antara masukan sarana, terutama pendidik dengan masukan mentah yaitu peserta didik (warga belajar), proses ini terdiri atas kegiatan pembelajaran, dalam hal ini tutor dan orang tua berupa bimbingan, arahan, pembinaan dan dukungan dengan memanfaatkan berbagai sumber yang ada dan proses belajarnya dilakukan secara mandiri atau berkelompok.
29
Masukan lain (other input) adalah daya dukung lain yang memungkinkan para peserta didik (warga belajar) dapat menggunakan kemampuan yang telah dimiliki, misalnya berupa informasi dari berbagai media, baik media massa maupun elektronik. Pengaruh (impact) menyangkut hasil yang dicapai peserta didik (warga belajar) yang dalam hal ini adalah kerja sama tutor dengan orang tua peserta didik dalam mengembangkan peserta didik. Dengan mengembangkan kemampuan peserta didik, tutor dan orang tua peserta didik berpengaruh dalam menciptakan iklim yang merangsang perkembangan anak. Oleh karena itu kerjasama tutor dan orang tua peserta didik berperan sekali dalam mengembangkan kemampuan anak, agar anak memiliki kesiapan setelah mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini pada program pendidikan selanjutnya. Berdasarkan karakteristik yang terdapat dalam Pendidikan Anak Usia Dini dan karakteristik yang terdapat dalam Pendidikan Luar Sekolah, maka Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk dari Pendidikan Luar Sekolah. 6.
Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah Proses pembelajaran merupakan interaksi antara warga belajar dengan
sumber belajar, sehingga adanya timbal balik antara kedua pihak yang berperan didalam satu kerangka berfikir yang telah disepakati bersama. Sebagai hasil dari interaksi tersebut, individu mengalami banyak perubahan dalam segala hal. Sejalan dengan hal tersebut, Sudjana (1993 ; 43-46) mengemukakan tentang teori pembelajaran, diantaranya adalah sebagai berikut :
30
Pertama, Teori Koneksionisme yang menyatakan bahwa kegiatan belajar akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila memenuhi hukum di bawah ini, yaitu : 1) Hukum kesiapan, kegiatan belajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien apabila warga belajar telah memiliki kesiapan belajar. Kesiapan belajar ini sangat penting karena akan berpengaruh pada hasil belajar yang diperoleh warga belajar. 2) Hukum latihan, materi yang disampaikan dalam proses belajar akan lebih baik dan lebih kuat apabila ada proses pengulangan. 3) Hukum efek, warga belajar akan belajar apabila menghasilkan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bila diberikan itu tidak berguna, maka warga belajar cenderung untuk menghentikannya. Kedua, Teori Conditioning yang hampir sejalan dengan teori di atas, teori ini menyatakan bahwa kegiatan belajar seseorang akan terjadi setelah adanya pengkondisian. Pengkondisian yang dimaksud adalah dalam bentuk rangsangan terhadap individu. Ketiga, Teori Gestal yang menyatakan bahwa seseorang individu tidak menangkap bagian-bagian dari suatu gejala, yang menerimanya secara keseluruhan. Menurut teori ini belajar adalah wawasan. Belajar terjadi apabila diperoleh pemahaman, dimana pemahaman tersebut timbul secara tiba-tiba bila individu dapat melihat hubungan antar unsur-unsur dalam situasi yang problematik. Dalam teori ini belajar lebih diarahkan memberi kesempatan kepada
31
warga belajar untuk melakukan sesuatu yang akan diperoleh pengertian dan menekankan kepada belajar melalui pengalaman. Keempat, Teori Medan yang dikembangkan oleh Kurt Lewin, menurutnya ada tiga fase tingkah laku, yaitu fase pencarian, fase perubahan dan fase pemantapan. Adapun penjelasan dari ketiga fase tersebut adalah sebagi berikut : 1) Fase pencarian adalah fase mengubah cara atau tradisi dan kebiasaan lama yang menghalangi suatu perubahan seseorang atau kelompok, sehingga pada akhirnya mereka siap untuk menerima alternatif perubahan yang baru. 2) Fase perubahan, disini berbagai alternatif perubahan baru dapat diberikan kepada seseorang atau kelompok sehingga mereka mempunyai model tingkah laku baru dengan mengidentifikasikan dan mencoba model baru tersebut. 3) Fase pemanfaatan yaitu proses pengintigrasian tingkah laku baru yang telah dipelajari seseorang kepada kepribadian. Dengan demikian orang yang berada dalam proses perubahan tingkah laku memerlukan upaya pemanfaatan dari lingkungannya. B. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 1. Pengertian Anak Usia Dini Menurut Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (2000 : 8) anak usia dini adalah anak usia dini 0-6 tahun, yang merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan sangat berpengaruh bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini juga diartikan sebagai anak prasekolah. Menurut Biechler dan Snowman (1993) dalam Patmonodewo (2000 : 19) adalah mereka yang
32
berusia antara 3 – 6 tahun. Mereka biasanya mengikuti program prasekolah. Sedangkan di Indonesia, umumnya mereka mengikuti program Tempat Penitipan Anak (3 – 5 tahun) dan Kelompok Bermain (Usia 3 Tahun) sedangkan pada usia 4 – 6 tahun biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak-kanak. Dalam pandangan mutahkir (Solehuddin, 1997 : 23) istilah anak usia dini adalah anak yang berkisar 0 – 8 tahun. Kalau dilihat dari fase-fase pendidikan yang ditempuh oleh anak Indonesia,maka yang termasuk kedalam kelompok Anak usia dini adalah anak Sekolah Dasar kelas rendah (kelas 1 – 3), Taman kanakkanak (TK), Kelompok Bermain (Play Group) dan anak masa sebelumnya (masa bayi). 2. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Pendidikan Anak Usia Dini merupakan suatu upaya dalam mempersiapkan anak usia prasekolah untuk melanjutkan kepada tingkat pendidikan selanjutnya, sehingga dirasakan sangat penting dalam upaya menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Perkembangan Pendidikan Anak Usia Dini tidak hanya terjadi di negara-negara maju saja, namun di negara yang sedang berkembang. Berbagai macam Pendidikan Anak Usia Dini ditemukan dalam kehidupan kita, baik yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah, maupun oleh pihak swasta, baik yang langsung menjangkau peserta didik atau melalui pemberian pengetahuan kepada para ibu atau sekaligus yang menjangkau anak dan ibu. Hal tersebut membuktikan betapa pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini. Menurut Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (2000 : 8) Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan yang berfungsi membantu pertumbuhan
33
jasmani dan rohani peserta didik yang dilakukan di dalam maupun di luar lingkungan keluarganya. Selanjutnya menurut UUSPN No. 20 Tahun 2003, Tentang Pendidikan Anak Usia Dini adalah : Suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan anak untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Hal-hal yang terkait dengan Pendidikan Anak Usia Dini, dengan mengacu pada Pasal 28 UUSPN No. 20 Tahun 2003, yaitu : a. Pendidikan Anak Usia Dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar dan bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. b. Pendidikan Anak Usia Dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan/atau informal. c. Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. TK diselenggarakan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi anak sesuai dengan tahap perkembangannya., sedangkan RA diselenggarakan untuk pengembangan potensi anak dengan lebih banyak menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan. d. Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat. e. Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan keluarga.
Pendidikan Anak Usia Dini dalam pedoman sosialisasi PAUD (2002 : 1) adalah Pendidikan yang ditujukan bagi Anak usia dini (0 – 6 tahun) yang diselenggarakan pada jalur pendidikan nonformal dalam bentuk penitipan anak, kelompok bermain dan satuan pendidikan yang sejenis guna mempersiapkan anak
34
agar dapat tumbuh dan berkembanag secara optimal serta kelak siap memasuki pendidikan dasar. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini yakni untuk membantu perkembangan anak, yaitu perkembangan jasmani dan rohani dan penyelenggaraan program Pendidikan Anak Usia Dini itu diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun swasta. Program Pendidikan Anak Usia Dini di sini yang diselenggarakan oleh Lembaga PAUD Wajar dibawah binaan SKB Kota Gorontalo yang bertujuan untuk membantu terhadap tumbuh kembangnya anak usia dini secara optimal dan selain pemberian pengetahuan kepada anak sebagai peserta didik juga diberikan pengetahuan kepada orang tua berupa penyuluhan, parenting, konseling dan terapi. Pentingnya pendidikan prasekolah tidak perlu disangsikan lagi, baik para ahli maupun masyarakat umum lajimnya sudah mengakui akan betapa esensialnya pendidikan bagi anak usia prasekolah. Salah satu indikasi yaitu dengan banyaknya bermunculan lembaga-lembaga pendidikan prasekolah yang sebagian besar diselenggarakan oleh masyarakat dewasa ini mengindikasikan betapa pedulinya masyarakat terhadap pendidikan prasekolah tersebut. Pedulinya para ahli pendidikan dan masyarakat terhadap pendidikan prasekolah adalah sesuatu yang berdasar. Sekurang-kurangnya ada tiga alasan utama yang mendukung kepedulian mereka terhadap pentingnya pendidikan prasekolah tersebut.
35
Pertama, dilihat dari kedudukan usia prasekolah bagi perkembangan anak selanjutnya. Sejak lama banyak ahli yang memandang usia prasekolah atau balita sebagai fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu. Freud (Santrock dan Yussen, 1992) dalam (Solehudin, 1997 : 2), memandang usia balita sebagai masa terbentuknya kepribadian dasar individu. Kepribadian orang dewasa, menurutnya ditentukan oleh cara-cara pemecahan konflik antara sumbersumber kesenangan awal dengan tuntutan realita pada masa anak. Santrock dan Yussen juga menganggap bahwa usia prasekolah sebagai masa yang penuh dengan kejadian-kejadian penting dan unik (a highly eventful an uniqe period of life) yang meletakan dasar bagi kehidupan seseorang di masa dewasa. Begitu pula Fernie (1998) meyakini bahwa pengalaman-pengalaman belajar awal tidak akan pernah
bisa
diganti
oleh
pengalaman-pengalaman
berikutnya,
kecuali
dimodifikasi. Mendukung pandangan para ahli tersebut, temuan Sperry, Hubbel dan Wiesel (Solehudin, 1997) menjelaskan bahwa perkembangan potensi untuk masing-masing aspek memiliki keterbatasan waktu yang sebagian besar diantaranya terjadi pada masa usia dini. Batas kesempatan untuk perkembangan matematika adalah sampai empat tahun, untuk bahasa sampai sepuluh tahun, dan untuk musik antar 3 – 10 tahun. Lebih lanjut, penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa konstruksi jaringan otak ternyata hanya akan hidup bila diprogram melalui berbagai rangsangan. Tanpa dirangsang atau digunakan, otak manusia tidak akan berkembang karena pertumbuhan otak memiliki keterbatasan waktu, maka
36
rangsangan otak di usia dini menjadi sangat penting. Penundaan yang terjadi akan membuat otak itu tetap tertutup sehingga tidak menerima program-program baru. Selanjutnya, Goleman menjelaskan bahwa periode tiga atau empat tahun pertama merupakan periode subur bagi pertumbuhan otak manusia hingga dapat mencapai kurang lebih dua pertiga dari ukuran otak orang dewasa. Selama periode ini, perkembangan kompleksitas otak juga melaju lebih cepat bila dibanding dengan yang terjadi sesudahnya. Kedua, dilihat dari hakekat belajar dan perkembangan. Belajar dan perkembangan merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Pengalaman belajar dan perkembangan awal merupakan dasar bagi proses belajar dan perkembangan selanjutnya. Temuan Ornstein (Bateman, 1990) tentang fungsi belahan otak, salah satunya, menunjukan bahwa anak yang pada masa prasekolah mendapat rangsangan yang cukup dalam mengembangkan kedua belah otaknya akan memperoleh kesiapan yang menyeluruh untuk belajar secara sukses saat memasuki Sekolah Dasar. Mendukung temuan tersebut, penelitian Marcon (1993:56) juga menjelaskan bahwa kegagalan anak dalam belajar pada kelas-kelas berikutnya. Berikut pula, kekeliruan belajar awal bisa menjadi penghambat bagi proses belajar selanjutnya. Ketiga, tuntutan-tuntutan non-educatif lainnya yang berkembang dewasa ini juga mendorong para orang tua untuk semakin peduli terhadap lembagalembaga pendidikan prasekolah. Dewasa ini tidak jarang di antara orang tua, khusunya dikota-kota besar yang keduanya menghabiskan sebagian besar waktu mereka di kantor, tempat kerja atau untuk kepentingan bisnis. Sementara itu
37
kakek, nenek atau saudara-saudara lainnya tidak lagi berada disamping mereka. Atau kalau pun ada, mereka semua juga sibuk dengan urusan masing-masing. Perubahan pola dan sikap hidup serta struktur keluarga tersebut menurut masyarakat untuk segera memasukan anak-anak mereka kelembaga pendidikan atau penitipan anak secara dini. Tiga alasan di atas tampaknya cukup mendukung pandangan yang mempercayai bahwa pentingnya pendidikan prasekolah itu bukan merupakan sesuatu yang patut dipertanyakan lagi, yang menjadi tantangan sekarang adalah bagaimana para pendidik (orang tua dan tutor) dapat merespons kebutuhan pendidikan anak yang begitu urgen tersebut secara sungguh-sungguh. Di zaman yang penuh dengan tantangan dan persaingan ini, mereka diharapkan tidak lagi menyelenggarakan pendidikan anak prasekolah secara asal-asalan. Sebaliknya, sekarang mereka justru dituntut untuk menyelenggarakan pendidikan secara professional sehingga mampu melahirkan generasi yang tangguh dan siap mengarungi lautan kehidupan yang semakin kompetitif ini. 3. Lingkup Kegiatan, Sasaran dan Tujuan PAUD Direktotat Pendidikan Anak Usia Dini mengemukakan lingkup kegiatan dan sasaran Pendidikan Anak Usia Dini jalur sekolah meliputi segala bentuk perlakuan pendidikan yang ditujukan bagi anak usia 0 – 6 tahun yang sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh masing-masing satuan Pendidikan Anak Usia Dini. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini mengemukakan, terdapat dua tujuan dari Pendidikan Anak Usia Dini, diantaranya adalah :
38
a. Sebagai pedoman bagi para petugas pemerintah dan pihak terkait lainnya dalam melakukan pembinaan penyelenggaraan berbagai bentuk satuan Pendidikan Anak Usia Dini. b. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
4. Prinsip Umum PAUD Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini mengemukakan prinsip-prinsip umum Pendidikan Anak Usia Dini, antara lain adalah : a. Setiap individu adalah unik, oleh karena itu program belajar harus memperhatikan dan aspek terhadap adanya minat yang berbeda antara anak yang satu dengan yang lainnya. b. Tugas pendidik, baik tutor maupun orang tua adalam memberi penghargaan yang positif bagi perkembangan anak, memberi peluang untuk berubah dan bukan mematikan dengan memberikan cap negative pada anak. c. Perkembangan anak berjalan secara bertahap, oleh karenanya pendidik harus menyesuaikan kegiatan belajar dengan tahap perkembangan anak, bukan berdasarkan target yang ditentukan oleh orang tua atau tutor. d. Usia anak-anak merupakan masa kritis, oleh karena itu tutor perlu memahami kebutuhan anak pada setiap tahap perkembangan, dengan cara memberikan rangsangan yang sesuai dan bermanfaat bagi kepentingan perkembangan anak.
39
e. Semua aspek perkembangan saling berhubungan, oleh karena itu perlu memberikan perhatian terhadap anak secara utuh. f. Bakat dan lingkungan saling mempengaruhi perkembangan anak, oleh karena itu lembaga pendidikan perlu memberi lingkungan dan pengaruh positif pada anak, serta berusaha meminimasi kecenderungan negatif yang ada. g. Perilaku anak tergantung pada motivasi atau stimulant dari dalam dan luar dirinya, oleh karena itu pendidik perlu memberikan motivasi dengan cara memberi lebih banyak pengertian tentang keuntungan apa yang akan diperoleh anak bila berlaku positif. h. Perkembangan intelegensia juga bergantung pada pola pengasuhan, oleh karena itu pendidik hendaknya dapat mengantarkan anak pada optimalisasi perkembangan potensinya, dengan cara perlakuan yang tepat dan bimbingan yang memadai, selain pemberian gizi dan perlindungan kesehatan yang cukup. i. Perkembangan anak bergantung pada hubungan antara pribadi, kesempatan mengekspresikan diri dan bimbingan pada tiap tahap perkembangan anak, oleh karena itu lembaga pendidikan perlu menciptakan hubungan atau suasana yang hangat sehingga anak merasa nyaman dan penuh percaya diri dalam lingkungannya. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan betapa pentingnya menjalin kerjasama antara orang tua dengan pihak lembaga (dimana anak mereka di didik) karena apabila orang tua terlibat seperti pada program pada program Pendidikan Anak Usia Dini, misalnya (Kelompok Bermain), mereka akan mendapat kesempatan belajar cara meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
40
Adapun menurut Greenberg (1989) dalam Masitoh (2005 : 29) menyebutkan beberapa kiat keberhasilan tutor dalam bekerja sama dengan para orang tua yang bertindak sebagai relawan, antara lain : 1) Tidak membeda-bedakan masing-masing orang tua dan selalu menghargainya. 2) Mendengarkan secara baik apa yang dikatakan orang tua dan memahami bahwa antara orang tua dan tutor tidak selalu memiliki pandangan yang sama. 3) Apabila melakukan pertemuan dengan orang tua perhatikan waktunya karena orang tua mungkin datang dari tempat yang jauh dan harus menyelesaikan tugas di rumah sebelum mereka meninggalkan rumah. 4) Lakukan kunjungan rumah apabila di setujui orang tua 5) Sarankan kepada orang tua untuk datang sering ke sekolah dan tidak perlu dengan perjanjian. 6) Memberikan petunjuk kepada orang tua bagaimana membantu anak untuk belajar. 7) Pertimbangkan orang tua yang memang tidak mampu secara financial untuk datang kelembaga pendidikan anak mereka. Bantulah mereka dengan memberikan biaya atau menjemput para orang tua, dengan demikian mereka juga dapat melihat putra-putrinya belajar dilembaga pendidikan. Baik tutor maupun pihak lembaga pendidikan harus berusaha menjalin kerjasama dengan para orang tua. Tutor yang tidak bekerja sama dengan orang tua akan berprasangka bahwa orang tua yang berlatar pendidikan rendah akan tidak mampu mendampingi anaknya untuk belajar. Penelitian dari Epstein dan Dauber (1989) dalam Masitoh (2005 : 130) sebagai berikut : Apabila orang tua tidak dilibatkan dalam pendidikan anak, maka perbedaan latar belakang pendidikan dan kelas sosial orang tua akan berpengaruh. Tetapi bila pihak lembaga pendidikan selalu melibatkan para orang tua secara sungguh-sungguh dan melibatkan semua orang tua peserta didik, maka latar belakang pendidikan dan latar belakang kelas sosial akan makin berkurang pengaruhnya bahkan tidak tampak. Dari pernyataan di atas, dapat dijelaskan bahwa kerjasama orang tua dengan pihak lembaga pendidikan tersebut sangat penting, seperti halnya pada program
41
Pendidikan Anak Usia Dini yang diselenggarakan oleh Lembaga PAUD Wajar dibawah binaan SKB Kota Gorontalo yaitu keterlibatan orang tua dalam program Pendidikan Anak Usia Dini yang mendukung pembelajaran sehingga dirasakan menarik untuk anak-anak mereka. Secara umum kebijakan layanan PAUD nonformal adalah mengacu pada 3 pilar kebijakan Depdiknas yakni: pemerataan dan perluasan akses layanan PAUD, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, serta penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Namun pada tahap-tahap awal pilar kebijakan yang pertama masih cukup dominan, sekalipun demikian secara simultan tetap dikaitkan dengan pilar kebijakan ke dua dan tiga. Kebijakan pemerataan layanan PAUD nonformal pada dasarnya berorientasi pada pemberdayaan semua potensi yang ada di masyarakat, yang meliputi: a. Pemberdayaan semua program dan lembaga layanan anak usia dini yang telah ada di masyarakat (seperti Posyandu, BKB, TPQ, TAAM, Sekolah Minggu, dan Bina Iman). b. Pemberdayaan semua fasilitas (prasarana/sarana) yang ada di masyarakat (seperti: sekolah; tempat-tempat ibadah; terminal, stasiun, rumah sakit, pasar, mall; balai desa/balai kelurahan, perkantoran, puskesmas; pabrik/Lembaga PAUD; dan taman, lapangan). c. Pemberdayaan semua sumber daya manusia yang ada untuk mendukung pengembangan dan pelaksanaan PAUD secara holistik (seperti: para pakar, peneliti, praktisi; pendidik/tutor/dosen; dokter, bidan, perawat; tokoh agama,
42
tokoh masyarakat, tokoh pemuda; mahasiswa, sumberdaya, orangtua, keluarga; dan wartawan, artis/seniman, musisi, penyanyi). d. Pemberdayaan lingkungan sekitar anak dengan segala isinya sebagai sarana bermain sambil belajar anak yang tidak ada habisnya (seperti: perabotan; tanam-tanaman, pepohonan, sayur-mayur, buah-buahan; kebun, halaman, sawah, ladang, sungai, gunung; perumahan, pertokoan, jembatan, alat transportasi; makanan dan minuman). e. Memberdayakan keberadaan pakar/praktisi/politisi/tokoh untuk mendukung PAUD melalui wadah Forum PAUD, Konsorsium PAUD dan HIMPAUDI f. Orientasi layanan PAUD yang lebih berpihak kepada keluarga kurang beruntung (miskin, terisolasi). g. Pemberian dana stimulan melalui pola block grant dengan sistim hibah bersaing (seperti binaan PAUD, dan dukungan kelembagaan) h. Pembinaan/pengembangan
PAUD
Model/PAUD
Unggulan/PAUD
Percontohan (kerjasama dengan BPPLSP, BPKB dan SKB, Pertutoran Tinggi, LSM, Organisasi Wanita) i. Pemberian dukungan Alat Permainan Edukatif j. Menggunakan program PAUD sebagai upaya menanamkan jiwa NKRI (terutama untuk daerah-daerah konflik) 5. Landasan Filosofis Pendidikan nonformal yang bermutu dilandasi oleh filsafat yang mencakup tujuh hakikat. Pertama, hakikat kehidupan manusia yang baik, yang menjadi tujuan pendidikan, yaitu adanya interaksi edukasi antarmanusia baik secara
43
individu maupun kelompok, sebagai makhluk yang paling sempurna ciptaan Tuhan Maha Esa. Kedua, hakikat masyarakat Indonesia, di mana pendidikan nonformal diselenggarakan, adalah kelompok individu yang mengamalkan nilainilai Pancasila dalam mewujudkan masyarakat madani dengan ciri penghargaan terhadap hak asasi manusia, keekaan dalam kebhinekaan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, dan kesetaraan gender. Ketiga, hakikat peserta didik adalah individu, sebagai anggota masyarakat, yang mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang melalui proses pendidikan formal dan/atau nonformal. Keempat, hakikat pendidik pendidikan nonformal adalah agen pembelajaran dan pembaharuan untuk membudayakan manusia dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Kelima, hakikat proses pendidikan adalah bantuan pendidik kepada peserta didik dalam bentuk bimbingan, arahan, motivasi, pembelajaran, dan pelatihan yang dilakukan secara sadar dan terencana. Keenam, hakikat kebenaran, yang menjadi kepedulian pendidik dan peserta didik, adalah realitas yang didasarkan pada rasio, pengalaman, manfaat, dan pilihan nilai. Ketujuh, hakekat pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, konversi dan sertifikasi secara sistemik, terdiri atas komponen, proses, keluaran dan pengaruh bagi pengembangan diri dan kemampuan
melaksanakan
tugas
dan
kewajiban
pendidik
dan
tenaga
kependidikan pendidikan nonformal. Sejalan dengan ketujuh hakikat tersebut, proses pengembangan pendidikan dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal yang cerdas memerlukan tersedianya pendidik yang mampu mengembangkan potensi pendidik dan tenaga
44
kependidikan pendidikan nonformal melalui olah qolbu, olah cipta, olah karsa, olah karya, olah rasa, dan olah raga. Semua ini diperlukan guna meningkatkan kesadaran dan wawasan akan peran, hak, dan kewajiban dalam pelaksanaan tugas pelayanan pendidikan nonformal dalam kehidupan bermasyarakat menuju terbentuknya masyarakat Pancasila yang madani dengan ciri belajar sepanjang hayat, penguasaan keterampilan fungsional, pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, penghargaan terhadap hak asasi manusia, keekaan dalam kebinekaan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, dan kesetaraan gender. 6. Implikasi Filosofi Dalam Pelaksanaan PAUD a. Berkaitan dengan Anak 1) Anak akan belajar dengan baik ketika mereka menggunakan sensori. Anak yang senang mengerjakan dan mengeksplorasi alat-alat main yang
diberikan
kepadanya
akan
cenderung
mendapat
hasil
pembelajaran yang lebih banyak dibandingkan anak yang diam dan selalu menerima segala sesuatunya. Semua hal yang dipelajari melalui alat sensorinya akan tersimpan baik dalam ingatan jangka pendek maupun ingatan jangka panjang. 2) Semua anak dapat di didik. Semua anak terlahir dengan potensi bawaan masing-masing, karenanya semua anak juga dapat dididik sesuai potensi tersebut tanpa pengecualian. Setiap anak memiliki kesempatan untuk belajar dari lingkungannya dan dari orang dewasa yang ada di sekelilingnya.
45
3) Setiap anak harus dioptimalkan potensinya. Potensi yang dimiliki anak berbeda satu sama lain, sehingga membutuhkan pembelajaran yang berbeda
pula.
Pembelajaran
yang
diberikan
harus
mampu
mengoptimalkan potensi yang ada agar dapat dimanfaatkan sebagai keterampilan hidupnya 4) Pendidikan harus dimulai sejak dini. Usia dini merupakan usia emas dimana anak dengan mudah menyerap segala informasi yang diterima melalui
semua
inderanya.
Dengan
pemikiran
tersebut,
maka
pendidikan harus dimulai sedini mungkin bahkan ketika anak masih dalam kandungan, karena otak anak telah berkembang sejak usia kandungan empat bulan. 5) Anak tidak dapat dipaksa belajar jika belum siap belajar. Pembelajaran akan mudah dilaksanakan jika anak telah berada pada tahap kematangan dan siap belajar. Anak yang belum siap belajar tidak akan mampu menyerap konsep yang diajarkan dengan baik. Kesiapan belajar ini berbeda antara satu anak dengan anak lainnya, walaupun dalam rentang usia yang sama. 6) Mempersiapkan anak bagi perkembangan selanjutnya dalam belajar. Pembelajaran anak usia dini dapat dijadikan sebagai wahana mempersiapkan
anak
untuk
menjalani
tahap
perkembangan
selanjutnya. Apa yang dipelajari anak di usia dini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi pembelajaran di tahap lanjut.
46
7) Kegiatan pembelajaran harus menarik dan bermakna. Ciri khas yang menonjol dalam pembelajaran anak usia dini adalah pembelajaran yang menarik dan bermakna. Anak akan berminat menjalani pembelajaran jika kegiatan dibuat semenarik mungkin sehingga anak senang belajar.Ketika itu, secara otomatis pembelajaran yang dilakukan menjadi bermakna. 8) Interaksi sosial dengan tutor dan kelompok usia penting bagi perkembangannya. Anak tidak akan mampu melakukan aktivitas sosial jika tidak pernah ada kesempatan untuk berkomunikasi dengan orang lain ataupun anak seusianya. Bermain dapat dijadikan sarana untuk belajar interaksi dengan orang lain. b. Berkaitan dengan Tutor 1) Tutor harus menyayangi dan menghargai semua anak. Kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang tutor adalah rasa sayang dan menghargai anak. Membimbing dengan sayang akan membuat anak nyaman ketika belajar. Anak butuh dihargai seperti orang dewasa, karenanya jika tutor mampu menghargai setiap anak, maka anak akan senang melakukan aktivitas yang diharapkan muncul. 2) Tutor harus memiliki dedikasi untuk mengajar secara profesional. Tutor harus dijadikan sebagai profesi dan memiliki dedikasi tinggi untuk
mengabdi
bagi
Pendidikan
Anak
Usia
Dini.
Sikap
profesionalisme ini akan sangat bermanfaat bagi kemajuan PAUD karena tutor memiliki kreativitas bagi pengembangan program.
47
3) Pengajaran yang baik harus berdasarkan teori, filosofi, tujuan dan sasaran. Tutor tidak dapat mengembangkan program pembelajaran anak usia dini tanpa dasar yang melandasi. Program yang disusun sebaiknya berdasarkan teori, filosofi, tujuan dan sasaran. Rumusan rencana kegiatan ini dapat dijadikan acuan ketika proses pembelajaran berlangsung. 4) Mengajar anak menggunakan materi sebenarnya. Anak usia dini secara garis besarnya berada pada tahap pembelajaran konkret. Tutor mengajar sebaiknya menggunakan materi yang sebenarnya sehingga pembelajaran yang terjadi tidak bersifat abstrak. 5) Pengajaran dimulai dari yang konkret sampai abstrak. Penggunaan materi konkret akan sangat membantu anak memahami materi pembelajaran. Pembelajaran anak usia dini akan lebih bermakna jika dimulai dari pembelajaran konkret ke pembelajaran yang abstrak. 6) Observasi penting guna mengetahui proses belajar anak. Tutor harus selalu melakukan observasi individual anak agar mengetahui perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Hasilnya dapat digunakan untuk menentukan langkah tindak lanjut pembelajaran, apakah harus di ulang atau berlanjut ke materi selanjutnya. 7) Pengajaran harus berpusat pada anak bukan berpusat pada tutor. Pembelajaran yang dibuat harus memperhatikan minat, bakat dan kebutuhan anak. Semua perencanaan dibuat dengan berpusat pada anak sebagai acuannya, bukan pada harapan tutor.
48
c. Berkaitan dengan Orang Tua 1) Keluarga merupakan lembaga yang paling penting dalam pendidikan dan pengembangan anak. Pendidikan anak dimulai dari lingkungan terdekat dalam hal ini adalah keluarga. Keluarga mempunyai peran yang sangat besar bagi pengembangan anak baik perilaku maupun keterampilan hidup. Keluarga merupakan lembaga terpenting, karena anak lahir dalam lingkungan tersebut dan sebagian besar waktunya dihabiskan bersama keluarga. 2) Orang tua adalah pendidik utama bagi anak. Model pertama kali yang dilihat oleh anak adalah orang tuanya, karenanya orang tua merupakan pendidik utama. Apa yang dilakukan anak sebagian besar merupakan perilaku imitasi orang tuanya. Untuk memenuhi aspek-aspek dalam perkembangan anak baik aspek fisik, kognitif, sosial emosional dan bahasa serta aspek lainnya seperti agama dan moral, kemandirian dan seni), maka perlu dilakukan berbagai prinsip yang meliputi: a. Berorientasi pada kebutuhan anak. Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak secara individual. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis. Pendidik dan orang tua harus dapat melihat dan membandingkan antara kemampuan yang dicapai anak pada usia tertentu dengan tingkat kemampuan yang
49
seharusnya
dicapai
perkembangannya)
anak
pada
sehingga
usia
dapat
tersebut diketahui
(sesuai
tahap
kesenjangannya.
Kesenjangan antara kemampuan yang senyatanya dicapai anak dengan kemampuan yang seharus dicapai anak inilah yang menjadi kebutuhan anak. Sehubungan dengan hal tersebut pendidik diharapkan mampu menyediakan
kegiatan-kegiatan
main
yang
dapat
meningkatkan
kemampuan anak b. Berpusat pada anak. Dalam pembelajaran anak usia dini harus berorientasi pada minat dan kebutuhan anak secara individu maupun kelompok, dimana pendidik berfungsi sebagai fasilitator. Pembelajaran yang disusun tidak sekedar memenuhi harapan tutor ataupun orang tua. c. Dilaksanakan dalam suasana bermain (belajar melalui bermain). Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan/ kepuasan bagi diri seseorang (Piaget). Diharapkan
melalui
bermain
dapat
memberi
kesempatan
anak
bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Selain itu melalui bermain dapat membantu anak mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa ia hidup serta lingkungan tepat ia hidup. Bermain merupakan kebutuhan bagi anak, melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan. Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini, dengan menggunakan strategi, metode, materi/bahan dan media yang menarik agar mudah diikuti oleh anak.
50
d. Dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang. Pembelajaran disusun bertahap dari yang mudah ke yang kompleks dengan memperhatikan tahap perkembangan anak. Pembelajaran dilakukan secara meningkat, jika anak telah menguasai materi di tingkat bawah, maka pembelajaran dapat dilanjutkan pada tingkat di atasnya hingga keseluruhan level dapat dikuasai. Pembelajaran anak usia dini akan efektif jika ada pengulangan-pengulangan materi. Semakin sering anak mendengar atau mendapat suatu informasi yang sama dalam kurun waktu tertentu, maka informasi tersebut akan semakin bertahan lama dalam ingatan anak. e. Merangsang semua inderanya. Pembelajaran terjadi saat anak berusaha memahami dunia disekeliling mereka dengan menggunakan seluruh inderanya. Orang dewasa yang ada di sekitarnya diharapkan dapat menyediakan
lingkungan
yang
dapat
merangsang
anak
untuk
menggunakan seluruh inderanya sehingga anak dapat membangun pemahaman mereka sendiri terhadap dunia sekitarnya. f. Mengembangkan semua aspek kecerdasannya. Setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda jenis dan tingkatannya satu sama lain. Kecerdasan yang dimaksud tidak hanya kecerdasan akademik, tetapi lebih luas dari itu. Pembelajaran untuk anak disusun dengan memperhatikan berbagai kecerdasan yang ada. Pembelajaran ini harus mampu mengembangkan semua aspek kecerdasan yang ada pada anak usia dini. Oleh karena itu tutor diharapkan dapat memfasilitasi anak
51
dengan
menyediakan
berbagai
kegiatan
main
yang
dapat
mengembangkan kecerdasan anak. g. Merangsang munculnya kreativitas dan inovasi. Proses kreatif dan inovatif dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang menarik dan membangkitkan rasa ingin tahu anak untuk berpikir kritis dan menemukan hal-hal baru. Kreativitas anak dapat dimunculkan jika kegiatan yang disajikan menantang dan menyenangkan karena anak bebas melakukan eksplorasi tanpa intervensi. Pembelajaran untuk anak dilakukan dengan pembaharuan program seiring perkembangan anak sehingga perlakuan yang diberikan tidak sama untuk setiap anak. h. Memanfaatkan
lingkungan
sebagai
sumber
dan
media
pembelajaran. Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan secara sengaja dan terencana untuk membantu anak mengembangkan potensi secara optimal sehingga anak
mampu beradaptasi dengan
lingkungannya. Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan
menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta
kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain. Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan. Banyak bahan alam yang dapat digunakan sebagai media dan sumber belajar untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangan. Bahan yang ada di lingkungan sangat mudah didapat dan harganya murah.
52
i. Menggunakan pembelajaran tematik dan terpadu. Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa bidang pengembangan untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar. Pembelajaran tematik diajarkan pada anak karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistic). Contohnya, perkembangan fisiknya tidak pernah dapat dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional. Kekuatan pembelajaran tematik adalah: (1) Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak, (2) Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan anak, (3) Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna, (4) Mengembangkan keterampilan berpikir anak dengan permasalahan yang dihadapi, dan (5) Menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain. 7. Hakekat PAUD Pendidikan Anak Usia Dini, pada hakekatnya adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak. Pendidikan Anak Usia Dini memberi kesempatan untuk mengembangkan kepribadian anak, oleh karena itu
53
pendidikan untuk Usia Dini khususnya Taman Kanak-Kanak perlu menyediakan berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan yang meliputi kognitif, bahasa, sosial, emosi, fisik dan motorik. Anderson ( dalam 1993:53). Pengalaman belajar seperti apa yang memungkinkan anak berkembang seluruh aspek perkembangannya. Menurut Pestalozzi, Pendidikan anak hendaknya menyediakan pengalaman-pengalaman
yang menyenangkan,
bermakna, dan hangat seperti yang diberikan oleh orang tua di lingkungan rumah. Dari uraian di atas anda tentunya akan
dapat mencermati apa
sesungguhnya hakikat Pendidikan Anak Usia Dini. Agar memperoleh pemahaman yang mendalam cermati dengan teliti makna dari hakikat pendidikan Usia Dini sebagai berikut yang dikemukakan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (2002). Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Ia memiliki karakteristik yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa serta akan berkembang menjadi manusia dewasa seutuhnya. Dalam hal ini anak merupakan seorang manusia atau individu yang memiliki pola perkembangan dan kebutuhan tertentu yang berbeda dengan orang dewasa. Anak memiliki berbagai macam potensi yang harus dikembangkan. Meskipun pada umumnya anak memiliki pola perkembangan yang sama, tetapi ritme perkembangannya akan berbeda satu sama lainnya karena pada dasarnya anak bersifat individual. Ditinjau dari segi usia, anak usia dini adalah anak yang berada dalam rentang usia 0-8 tahun (Morrison, 1988: 4). Standar usia ini adalah acuan yang
54
digunakan oleh NAEYC (National Assosiation Education for Young Child). Menurut definisi ini anak usia dini merupakan kelompok yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini mengisyaratkan bahwa anak usia dini adalah individu unik yang memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek fisik, kognitif, sosio-emosional, kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tahapan yang sedang dilalui oleh anak tersebut.Anak usia dini terbagi menjadi 4 (empat) tahapan yaitu masa bayi dari usia lahir sampai 12 (dua belas) bulan, masa kanak-kanak/batita dari usia 1 sampai 3 tahun, masa prasekolah dari usia 3 sampai 5 tahun dan masa sekolah dasar dari usia 6 sampai 8 tahun. Setiap tahapan usia yang dilalui anak akan menunjukkan karakteristik yang berbeda. Proses pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada anak haruslah memperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan. Apabila perlakuan yang diberikan tersebut tidak didasarkan pada karakteristik perkembangan anak, maka hanya akan menempatkan anak pada kondisi yang menderita. Pendidikan bagi anak Usia Dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak. Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakkan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan baik koordinasi motorik (halus dan kasar), kecerdasan emosi, kecerdasan jamak (mutiple intelelegences) dan kecerdasan spiritual.
55
Sesuai dengan keunikan dan pertumbuhan Anak Usia Dini, maka penyelenggaraan Pendidikan bagi Anak Usia Dini disesuaikan dengan tahap tahap perkembangan yang dilalui oleh Anak Usia Dini.
Berikut adalah
beberapa pendapat lain mengenai Pendidikan Anak Usia Dini : “Pendidikan Anak Usia Dini, menekankan kepada anak usia dua setengah tahun sampai dengan enam tahun”. Bihler dan Snowman, dalam Diah Hartati (1996). “Pendidikan anak Anak usia Dini, mencakup berbagai program yang melayani anak dari lahir sampai dengan delapan tahun yang dirancang untuk meningkatkan perkembangan intelektual,sosial,emosi, bahasa dan fisik anak” (Bredecamp,1997). Sedangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003) pada pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa “Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003) batasan Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia, adalah dari lahir sampai dengan enam tahun. Apakah Taman Kanak-Kanak termasuk Pendidikan Anak Usia Dini? Apabila melihat rentang usia TK yakni yang terentang antara anak usia empat sampai dengan enam tahun, maka Pendidikan Taman Kanak-Kanak termasuk Pendidikan Anak Usia Dini. Dalam pasal 28 ayat 3 Undang - Undang Sistem Pendidikan Nasional
56
(2003) ditegaskan bahwa : “Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudathul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat”. Dengan demikian cukup jelas bagi anda bahwa TK, termasuk Pendidikan Anak Usia Dini dalam jalur pendidikan formal. Setelah mencermati apa TK, dan apa Pendidikan Anak Usia Dini, maka ada satu hal lagi yang perlu dipahami supaya wawasan anda tentang Pendidikan Anak Usia Dini lebih mantap, yaitu Kelompok Bermain. Tentu anda sudah mengenal Kelompok Bermain yang saat ini sedang berkembang
pesat di tanah air
khususnya di kota-kota besar. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003) ditegaskan bawa kelompok bermain ada pada rentang usia satu sampai dengan empat tahun dan berada dalam pendidikan non formal. Setelah anda memahami dengan jelas tentang persamaan maupun perbedaan tentang TK, Pendidikan Anak Usia Dini, dan Kelompok Bermain, selanjutnya anda perlu juga memahami bagaimana pandangan beberapa ahli tentang anak, dan Pendidikan Anak Usia Dini. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) nonformal yang bersifat fleksibel sering diartikan bahwa PAUD nonformal boleh dilaksanakan tanpa adanya ketentuan apapun. Anggapan tersebut tidaklah benar, karena fleksibelitas dalam PAUD nonformal lebih tertuju pada cara penyelenggaraannya, bukan pada prinsip pembelajarannya. PAUD nonformal harus bisa memberikan layanan PAUD yang murah dan mudah, tetapi bermutu. Prinsip pembelajaran PAUD nonformal adalah bermain sambil belajar, yang sesuai dengan tingkat usia, perkembangan psikologis dan kebutuhan spesifik anak, serta yang
57
mendekatkan anak dengan lingkungannya. PAUD nonformal bukanlah sekolah yang penuh dengan
aturan, melainkan taman
yang menyenangkan,
mengasyikan, dan mencerdaskan. Prinsip
utama
PAUD
nonformal
adalah
memberikan
stimulasi
pendidikan kepada anak dalam rangka melejitkan potensinya agar anak memiliki kesiapan untuk mengikuti pendidikan lebih tinggi. Perkembangan dan kualitas anak dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor hereditas dan lingkungan yang termasuk di dalamnya intervensi pendidikan. Mengapa demikian? Ketika anak lahir, ia baru dibekali dengan modal yang disebut potensi, baik potensi fisik (jasmani) maupun nonfisik (akal, kalbu, dll.). Potensi tersebut baru merupakan kemampuan awal, karenanya harus ditumbuhkembangkan melalui berbagai stimulasi atau rangsangan. Para ahli genetika mempercayai bahwa setiap anak yang lahir membawa potensi yang diturunkan dari kedua orangtuanya dan dipengaruhi oleh gen dari orang-orang yang memiliki garis keturunan di atasnya. Namun potensi tersebut tidak akan mencapai perkembangan secara optimal tanpa adanya stimulasi (rangsangan) yang maksimal. Rangsangan yang bersifat fisik/biologis tentunya terkait dengan pemberian gizi yang seimbang. Terkait dengan gizi ini berbagai studi yang dilakukan oleh para ahli gizi menyimpulkan bahwa pembentukan kecerdasan pada masa usia dini dan dalam kandungan ternyata sangat tergantung pada asupan gizi yang diterima. Makin rendah asupan gizi yang diterima, makin rendah pula status kesehatan anak, dan rendahnya status kesehatan anak akan berpengaruh terhadap kemampuan belajar anak (Syarif,
58
2002). Implikasinya adalah bahwa Pendidikan Anak Usia Dini harus pula memperhatikan pemenuhan gizi anak, termasuk gizi ibunya ketika anak masih menyusu. Rangsangan nonfisik khususnya rangsangan pendidikan merupakan rangsangan yang tak kalah pentingnya. Ascobat Gani (2002) mengungkapkan bahwa sektor pendidikan menekankan pada rangsangan terhadap aspek intelektual, emosional, spiritual dan aspek-aspek lainnya yang terkait dengan software (perangkat lunak) dalam rangka melejitkan potensi diri, sedangkan sektor nonpendidikan menekankan pada rangsangan misalnya terhadap aspek gizi, kesehatan, dan aspek-aspek lainnya yang terkait dengan hardware (perangkat keras). Berkaitan dengan anak usia dini, terdapat beberapa masa yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi bagaimana seharusnya seorang pendidik menghadapi anak usia dini, sebagai berikut: a) Masa peka. Pada masa ini anak akan merespon berbagai stimulus dengan cepat karena kepekaannya yang muncul seiring dengan kematangan. Sebagian pendidik baik orang tua maupun tutor belum sepenuhnya mampu menciptakan suatu kondisi yang kondusif, memberi kesempatan dan menunjukkan permainan serta alat permainan tertentu yang dapat memicu munculnya masa peka dan atau menumbuhkembangkan potensi yang ada di masa peka. b) Masa egosentris. Masa egosentris ditandai dengan sikap keakuan anak yang sangat besar, seperti seolah-olah dialah yang paling benar,
59
keinginannya harus selalu dituruti, segalanya miliknya sendiri, dan mau menang sendiri. Orang tua harus memahami bahwa anak masih berada pada masa egosentris ini. Karenanya orang tua harus memberikan pengertian secara bertahap pada anak agar dapat menjadi makhluk sosial yang baik dengan memberi kesempatan pada anak untuk berinteraksi di lingkungannya. Misalnya dengan melatih anak untuk dapat berbagi sesuatu dengan temannya atau belajar antri/menunggu giliran saat bermain bersama. c) Masa meniru. Pada masa ini proses peniruan anak terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya tampak semakin meningkat. Peniruan ini tidak saja pada perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang disekitarnya tetapi juga terhadap tokoh-tokoh khayal yang sering ditampilkan di televisi dan segala hal yang dilihat serta didengarnya. Pada saat ini orang tua atau tutor haruslah dapat menjadi tokoh panutan bagi anak dalam berperilaku. d) Masa berkelompok. Pada masa ini anak senang melakukan kegiatan secara berkelompok atau team. Biarkan anak bermain di luar rumah bersama teman-temannya, jangan terlalu membatasi anak dalam pergaulan sehingga anak kelak akan dapat bersosialisasi dan beradaptasi sesuai dengan perilaku lingkungan sosialnya. Oleh karena itu orang tua sebaiknya mengkondisikan lingkungan
yang baik bagi pergaulannya untuk
kesempatan anak bersosialisasi dan bergaul. e) Masa bereksplorasi. Masa ini ditandai dengan kegiatan anak yang menunjukkan rasa keingintahuan yang besar mengenai suatu hal. Rasa
60
ingin tahu ini ditunjukkan dengan banyak bertanya, mengamati bahkan membongkar benda. Orang tua atau orang dewasa harus memahami pentingnya eksplorasi bagi anak. Biarkan anak memanfaatkan bendabenda yang ada di sekitarnya dan biarkan anak melakukan trial dan error, karena memang anak adalah seorang penjelajah yang ulung. f) Masa Pembangkangan. Orang tua harus memahami dan mengarahkan anak saat ia mulai membangkang karena
tetapi bukan berarti selalu memarahinya
ini merupakan suatu masa yang akan dilalui oleh setiap anak.
Selain itu
bila terjadi pembangkangan sebaiknya diberikan waktu
pendinginan (cooling down) misalnya berupa penghentian aktivitas anak dan membiarkan anak sendiri berada di dalam kamarnya atau di sebuah sudut. Beberapa waktu kemudian barulah anak diajak bicara mengapa ia melakukan itu semua. 8. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini secara umum Secara umum tujuan PAUD adalah membantu anak untuk terus belajar sepanjang hayat guna menguasai keterampilan hidup. Tujuan tersebut seiring dengan UU Sisdiknas yang berbunyi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pembelajaran bagi anak usia dini bukan berorientasi pada sisi akademis saja. PAUD lebih dititikberatkan kepada peletakan dasar ke arah pertumbuhan
61
dan perkembangan fisik, bahasa, intelektual, sosial-emosi serta seluruh kecerdasan
(Kecerdasan
Jamak).
Dengan
demikian,
PAUD
yang
diselenggarakan harus dapat mengakomodasi semua aspek pengembangan anak dalam suasana yang menyenangkan dan menimbulkan minat anak. Secara umum tujuan Pendidikan Anak Usia Dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sedangkan berdasarkan tinjauan aspek didaktis psikologis tujuan pendidikan di Pendidikan Anak Usia Dini yang khusus adalah: a) Menumbuhkembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan agar mampu menolong diri sendiri (self help), yaitu mandiri dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri seperti mampu merawat dan menjaga kondisi fisiknya, mampu mengendalikan emosinya dan mampu membangun hubungan dengan orang lain. b) Meletakkan dasar-dasar tentang bagaimana seharusnya belajar (learning how to learn). Hal ini sesuai dengan perkembangan paradigma baru dunia pendidikan melalui empat pilar pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO, yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together yang dalam implementasinya di lembaga PAUD dilakukan melalui pendekatan learning by playing, belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta menumbuh-kembangkan keterampilan hidup (life skills) sederhana sedini mungkin.
62
9. Fungsi Pendidikan Anak Usia Dini Berdasarkan tujuan Pendidikan Anak Usia Dini dapat ditelaah beberapa fungsi Pendidikan Anak Usia Dini, yaitu : a) Fungsi Adaptasi. Berperan dalam membantu anak melakukan penyesuaian diri dengan berbagai kondisi lingkungan serta menyesuaikan diri dengan keadaan dalam dirinya sendiri. Dengan keberadaan anak di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini, pendidik membantu mereka beradaptasi dari lingkungan rumah ke lingkungan sekolah. Anak juga belajar mengenali dirinya sendiri. b) Fungsi Sosialisasi. Berperan dalam membantu anak agar memiliki keterampilan-keterampilan sosial yang berguna dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari dimana ia berada. Di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini anak akan bertemu dengan teman sebaya lainnya. Mereka dapat bersosialisasi, memiliki banyak teman dan mengenali sifat-sifat temannya. c) Fungsi Pengembangan. Di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini ini diharapkan dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak. Setiap unsur potensi yang dimiliki anak membutuhkan suatu situasi atau lingkungan yang dapat menumbuhkembangkan potensi tersebut kearah perkembangan yang optimal sehingga menjadi potensi yang bermanfaat bagi anak itu sendiri maupun lingkungannya.
63
d) Fungsi Bermain. Berkaitan dengan pemberian kesempatan pada anak untuk bermain, karena pada hakikatnya bermain itu sendiri merupakan hak anak sepanjang rentang kehidupannya. Melalui kegiatan bermain anak akan mengeksplorasi dunianya serta membangun pengetahuannya sendiri. 10. Karakteristik Anak Usia Dini Ciri tahapan perkembangan berdasarkan aspek perkembangan anak prasekolah. Pada saat anak mencapai tahapan prasekolah (3-6 tahun) mempunyai karakteristik perkembangan sebagai berikut: Tabel 2.1. Karakteristik perkembangan anak usia dini secara umum Perkembangan 1. Jasmani
-
-
-
-
-
-
Karakteristik Pada saat anak mencapai tahapan prasekolah (3-6 tahun) tampak otot-otot tubuh yang berkembang dan memungkinkan bagi mereka melakukan berbagai keterampilan. Dengan bertambahnya usia, letak grativitas makin berada di bawah tubuh; dengan demikian bagi anak yang makin berkembang usianya, keseimbangan tersebut ada di tungkai bagian bawah. Gerakan anak prasekolah lebih terkendali, dan terorganisasi dalam pola-pola, seperti, menegakkan tubuh dalam posisi berdiri, tangan dapat terjuntai secara santai, dan mampu melangkahkan kaki dengan menggerakkan tungkai dan kaki. Apabila anak usia prasekolah ingin meraih bola yang ada di depannya, ia akan mengambil bola tersebut dengan berjalan mendekatinya atau lari. Umumnya jumlah gigi anak prasekolah yang tumbuh mencapai 20 buah. Gigi susu akan tanggal pada akhir masa prasekolah. Gigi yang permanen tidak akan tumbuh sebelum anak berusia 6 tahun. Otot dan sistem tulang akan terus berkembang sejalan dengan usia mereka. Kepala dan otak mereka telah mencapai ukuran orang dewasa pada saat anak mencapai usia prasekolah. Jaringan syaraf mereka juga berkembang sesuai pertumbuhan otak dan mereka akan mampu mengembangkan berbagai gerakan mengendalikannya dengan lebih baik. Pertumbuhan perkembangan jasmani bersifat cephalo-caudal (mulai dari kepala menuju bagian tulang ekor) dan proximo-
64
-
-
-
-
-
distal (mulai dari bagian tengah ke arah tepi tubuh). Gerakan otot kasar lebih dahulu berkembang sebelum gerakan otot halus. Pengendalian otot kepala dan lengan lebih dahulu berkembang dari pengendalian otot kaki. Demikian pula, anak-anak lebih dahulu mampu mengendalikan otot lengan dan baru kemudian otot tangan yang akan dipergunakan untuk menulis dan memotong dengan gunting. Umumnya anak dapat berjalan mengikuti garis yang lurus. Pada usia empat tahun anak dapat berjalan mengikuti garis yang berbentuk lingkaran. Setelah berusia lima tahun, mereka mampu lari kuat dan kencang dengan gaya seperti orang dewasa. Umumnya pada usia 3 tahun anak mampu melakukan gerakan melempar tanpa kehilangan keseimbangan. Pada usia lima tahun mereka meloncat dengan mempertahankan keseimbangannya. Keterampilan motorik kasar dan halus sangat pesat kemajuannya pada tahapan anak prasekolah. Keterampilan motorik kasar misalnya melompat, main jungkat jungkit, dan berlari. Keterampilan motorik halus misalnya, kegiatan membalik halaman buku, menggunakan gunting dan menggabungkan kepingan apabila bermain puzzle. Pada waktu anak berusia 3 tahun umumnya mereka sudah mampu berjalan mundur, berjalan di atas jari kaki (berjinjit) dan lari. Mereka mampu melempar bola dan menerima bola dengan kedua tangan yang diluruskan ke depan. Mereka telah mampu mengendarai sepeda roda tiga. Keterampilan memegang pensil dengan jari tangan telah dikuasi, bukan dengan cara menggenggam pensil. Pada usia 3-4 tahun, anak mulai mampu mengenaI Iingkaran, segi empat, segi tiga dan mencontoh berbagai bentuk. Pada usia antara 4-5 tahun, biasanya mereka sudah mampu membuat gambar, gambar orang. Anak yang berusia 3 tahun sudah mulai menunjukkan kemampuannya membuat suatu bentuk, misalnya: lingkaran, segi-3, segi-4, dan garis silang; pada saat ini anak telah mencapai tahap bentuk. Selanjutnya mereka sampai pada tahapan desain, mereka mampu menggabungkan dua bentuk dasar menjadi pola yang lebih kompleks. Tahap gambar adalah periode perkembangan artistik, yang biasanya dicapai pada waktu anak berusia 4 atau 5 tahun, di mana gambar yang dibuat anak sifatnya tidak lagi abstrak tetapi lebih menunjukkan apa yang ada di sekitarnya. Pada usia 4 tahun anak-anak telah memiliki keterampilan yang lebih baik, mereka mampu melambungkan bola, melompat dengan satu kaki, telah mampu menaiki tangga dengan kaki yang berganti-ganti. Sedangkan beberapa anak yang telah berusia 5 tahun telah mampu melompat dengan mengangkat
65
2. Kognitif
-
-
-
-
3. Bahasa
-
-
-
-
dua kaki sekaligus dan belajar melompat tali. Pada usia 6 tahun diharapkan anak sudah mampu melempar dengan tujuan yang tepat dan mampu mengendarai sepeda roda dua. Tahap praoperasional (2-7 tahun), kecepatan perkembangan anak bersifat pribadi, tidak selalu sama untuk masing-masing anak. Pada anak yang berusia antara 0-2 tahun mulai lebih mampu membedakan hal-hal yang diamati. Para peneliti menjumpai bahwa pada anak usia bayi telah menunjukkan adanya derajat kesadaran pengindraan (melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecepan) yang tinggi. Perkembangan kognitif anak prasekolah termasuk dalam pertengahan tahapan dari Piaget, yaitu tahapan praoperasional adalah fungsi simbolik. Dalam periode sensorimotor anak-anak belajar melalui indra dan tindakannya. Meskipun telah sampai akhir dari tahapan sensorimotor, yaitu sub tahapan yang keenam, mereka tetap 'belajar melalui tindakan', belum berhenti. Setelah masuk pada tahapan praoperasional anak-anak mulai dapat belajar dengan menggunakan pemikirannya, tahapan bantuan kehadiran sesuatu di lingkungannya, anak mampu mengingat kembali simbol-simbol dan membayangkan benda yang tidak tampak secara fisik. Apabila tidak ada isyarat yang sifatnya sensoris, Piaget menganggap, pasti ada kondisi mental, 'simbol' atau 'sign'. Contoh 'simbol' yaitu: secangkir kopi panas, akan meliputi sensasi dari panasnya kopi dan aroma kopi. Apabila 'sign' sifatnya lebih abstrak. 'Sign' dapat berupa kata atau angka, dan tidak diperlukan adanya sensasi apa pun. Ada perkembangan bahasa dan kemampuan berbicara. Bahasa biasanya dipahami sebagai sistem tatabahasa yang rumit dan bersifat semantik, sedangkan kemampuan bicara terdiri dari ungkapan dalam bentuk kata-kata. Terdapat dua daerah pertumbuhan bahasa yaitu bahasa yang bersifat pengertian/reseptif (understanding) dan pernyataan/ekspresif (producing). Bahasa pengertian (misalnya mendengarkan dan membaca) menunjukkan kemampuan anak untuk memahami dan berlaku terhadap komunikasi yang ditujukan kepada anak tersebut. Bahasa ekspresif (bicara dan tulisan) menunjukkan ciptaan bahasa yang dikomunikasi-kan kepada orang lain. Komunikasi diri atau bicara dalam hati, juga harus dibahas. Anak akan berbicara dengan dirinya sendiri apabila berkhayal, pada saat merencanakan menyelesaikan masalah, dan menyerasikan gerakan mereka. Anak-anak secara bertahap berubah dari melakukan ekspresi
66
-
-
4. Emosi dan sosial
-
-
-
-
-
suara saja lalu berekspresi dengan berkomunikasi, dan dari hanya berkomunikasi dengan menggunakan gerakan dan isyarat untuk menunjukkan kemauannya, berkembang menjadi komunikasi melalui ujaran yang tepat dan jelas. Anak prasekolah biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan bicara melalui percakapan yang dapat memikat orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan berbagai cara, antara lain dengan bertanya, melakukan dialog dan menyanyi. Anak-anak dapat menggunakan bahasa dengan ungkapan yang lain, misalnya bermain peran, isyarat yang ekspresif, dan melalui bentuk seni (misalnya menggambar). Ungkapan tersebut dapat merupakan petunjuk bagaimana anak memandang dunia dalam kaitan dirinya kepada orang lain. Setiap anak akan mempunyai emosi rasa senang, marah, jengkel dalam menghadapi lingkungannya sehari-hari. Pada tahapan ini emosi anak prasekolah lebih rinci, bernuansa atau disebut terdiferensiasi. Masing-masing anak menunjukkan ekspresi yang berbeda sesuai dengan suasana hati dan dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh sepanjang perkembangannya. Kerjasama dan hubungan dengan teman berkembang sesuai dengan bagaimana pandangan anak terhadap persahabatan. Pada usia 3 tahun mereka mulai memantapkan hubungannya dengan anggota keluarga dan orang di luar keluarga. Mereka mulai mengembangkan siasat/strategi apa yang diinginkan dan melakukan identifikasi mengenai peran jenis kelamin (melakukan tingkah laku yang sesuai dengan jenis kelamin). Tingkah laku sosialisasi adalah sesuatu yang dipelajari, bukan sekadar hasil dari kematangan. Perkembangan sosial seorang anak diperoleh selain dari proses kematangan juga melalui kesempatan belajar dari respons terhadap tingkah laku anak. Masalah sosial dan emosional yang sering muncul pada anak usia sekolah antara lain adalah: 1) Rasa cemas yang berkepanjangan atau takut yang tidak sesuai dengan kenyataan. 2) Kecenderungan depresi, permulaan dari sikap apatis dan menghindar dari orang-orang di lingkungannya. 3) Sikap yang bermusuhan terhadap anak dan orang lain. 4) Gangguan tidur, gelisah, mengigau, mimpi buruk. 5) Gangguan makan, misalnya nafsu makan sangat menurun.
67
11. Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini Penelitian
tentang
kecerdasan
otak
menunjukkan
bahwa
untuk
memaksimalkan kepandaian anak, stimulasi harus diberikan sejak tiga tahun pertama dalam kehidupannya. Semakin muda si anak diberi latihan-latihan yang dapat mengembangkan pertumbuhan otaknya, semakin pintar ia kelak. Memulai latihan pada usia 5 tahun boleh dikatakan sangatlah terlambat. Pertumbuhan otak yang sangat cepat dan pesat terjadi sebelum usia 1 tahun. Secara faktual dapat dihitung bahwa lebih dari separuh dari jumlah 100 ribu sel yang diperkirakan terdapat didalam gen manusia dipergunakan untuk memproduksi sel-sel otak. Bayi yang baru lahir memiliki miliaran sel otak. Jauh lebih banyak dari yang mereka dapatkan pada usia tiga tahun dan dua kali lebih banyak dari sel-sel otak orang dewasa. Rangsangan pancaindera dapat mempengaruhi pertumbuhan sel otak dan juga mempunyai andil untuk membuat sel-sel itu menjadi tumbuh atau mati. Seorang bayi yang tidak pernah mendengarkan suara-suara dan musik, meraba, merasakan sentuhan, mencium, melihat, lama-kelamaan sel-sel otaknya akan lemah dan kemudian mati. Sektor pendidikan menekankan pada rangsangan terhadap aspek intelektual, emosional, spiritual dan aspek-aspek lainnya yang terkait dengan software (perangkat lunak) dalam rangka melejitkan potensi diri, hal ini berhubungan dengan sel-sel otak yang berkesinambungan menstimulus reaksi yang berkelanjutan dalam otak. Stimulus lingkungan terhadap perkembangan otak jauh lebih rumit dari yang diperkirakan. Rangsangan dari luar mempengaruhi sel-sel otak, simpul-
68
simpul yang menghubungkan sel-sel tersebut dan mengatur bagaimana simpulsimpul itu saling bekerja dan berhubungan. Seorang dewasa, didalam otaknya mempunyai daerah abu-abu seukuran kacang walnut yang beratnya kurang lebih 1 kg yang terdiri miliaran sel otak dan triliunan simpul-simpul saraf otak (jumlah ini bervariasi tergantung apakah sejak lahir ia mendapat stimulasi otak yang baik dari lingkungannya). Stimulasi lingkungan ibarat pahatan yang bekerja membentuk sel-sel otak sehingga otak dapat berkembang dengan baik. Para orang tua dan pengasuh anak harus sadar apa yang dapat dan harus mereka lakukan untuk membuat si kecil menikmati dan banyak mendapat manfaat dalam setiap tahap perkembangan anak. Memberi stimulasi pada anakanak memang kelihatannya mudah, tetapi butuh waktu. Seorang anak membutuhkan waktu dan bimbingan yang banyak untuk membuat mereka mempunyai sikap positif dalam belajar dan mengenal kehidupan. June R. Oberlander dalam bukunya Slow and Steady Get Me Ready menulis buku pedoman pengembangan anak usia dini berupa
permainan
selama 260 minggu pertama dari bayi sejak lahir hingga usia 5 tahun. Permainan-permainan tersebut dimaksudkan sebagai perangsang untuk memaksimalkan perkembangan otak sehingga anak tumbuh cerdas dalam berbagai aspek kecerdasan. Hal paling penting dari buku ini adalah mengajak orangtua
menghabiskan
menyenangkan,
waktu
menantang,
permasalahannya sendiri.
dengan
dan
permainan-permainan
mengarahkan
anak
yang
mengatasi
69
Penny Warner dalam bukunya Play & Learn 160 aktivitas bermain dan belajar bersama anak (usia 0-3 tahun) menyatakan bahwa periode pertumbuhan dan perkembangan yang paling cepat dari bayi adalah diantara saat kelahiran hingga tahun, dimana bayi tumbuh secara fisik, kognitif, verbal, psikologis, sosial dan emosional. Dengan memberikan lingkungan yang merangsang, orang tua dapat menolong bayi memenuhi potensi perkembangaannya pada masa kritis ini. Beliau mengingatkan tiga hal sebagai berikut : 1) bayi belajar terutama melalui permainan, 2) mainan yang paling baik bagi bayi adalah orang tuanya, 3) orang tua hendaknya bermain bersama bayinya. Caron B. Goode, Ed.D dalam bukunya Optimizing Your Child‟s Talent menyatakan perlunya memahami perkembangan umum masa kanak-kanak. Ketrampilan yang berkembang pada anak untuk setiap tahap perkembangannya sebagai berikut : a) Lahir hingga delapan belas bulan, kemampuan paling penting adalah kepercayaan. Melalui interaksi dengan orang lain dan orangtuanya bayi akan merasa bahwa kebutuhannya akan hal-hal seperti kehangatan, makanan, pelukan dan stimulasi terpenuhi akan membangun perasan aman dan kepercayaannya dan menjadi dasar hubungannya sepanjang sisa hidup. b) Delapan bulan hingga tiga tahun, anak mulai belajar tentang batasanbatasan(kompor panas, penggunaan benda, tangga, jalan, dan mobil). Anak pada tahap ini membutuhkan bentuk dan ketegasan, orangtua harus membuat keputusan terutama menyangkut berbagai wilayah keamanan fisik dan kesehatan.
70
c) Tiga tahun hingga tujuh tahun, anak mulai mengembangkan kesadaran akan kenyataan yang berbeda dari khayalan atau fantasi. Pandangan Jean Piaget (1896-1980) sebagaimana dikutip dari Irma Susyanti (2006:25) dalam membantu anak mengetahui sesuatu ada tiga cara, yaitu : a) Melalui interaksi , mempelajari sesuatu dari manusia lain. Berbahasa adalah tingkah laku yang berbudaya. b) Melalui pengetahuan fisik, mengetahui sifat fisik suatu benda, hal ini diperoleh dalam pengalaman anak dari lingkunganya c) Mengetahui
berarti
”logico-mathematical”.
Kategori
ini
meliputi
pengertian tentang angka, klarifikasi, waktu, ruang, dan konservasi. Tipe ini menunjukkan adanya proses mental yang dikaitkan dengan hadirnya benda secara fisik. Selanjutnya Piaget mengemukakan tahapan-tahapan perkembangan anak sebagai tahapan perkembangan kognitif sebagai berikut : a) Tahapan sensorimotor (usia 0-2 tahun) pada tahap ini anak mulai memahami obyek disekitarnya melalui sensori dan aktivitas motor atau gerakannya. b) Tahapan operasional (usia 2-7 tahun) anak berkonsentrasi pada satu ciri atau hal, sedangkan ciri lainnya diabaikan c) Tahapan operasional konkret (usia 7-11 tahun) anak mulai mampu mengatasi masalah yang berkaitan dengan conservasi, perceptual contration, dan egocentrism
71
Ketua umum komnas perlindungan anak, DR. Seto Mulyadi mengatakan sebagaimana dikutip dari skripsi Irma Susyanti (2006 : 28) “ Dalam menjalani tugas perkembangan anak sangat penting untuk menyediakan lingkungan yang kondusif”. Tersedianyan lingkungan yang kondusif bagi anak adalah dengan terpenuhinya empat hak dasar anak, yaitu : hak untuk tumbuh dan berkembang; hak untuk hidup layak, termasuk didalamnya hak untuk bermain, berkreasi dan beristirahat;
hak
untuk
mendapatkan
perlindungan;
dan
hak
untuk
berpartisipasi termasuk mengemukakan pendapatnya kepada orang tua. Menurut Dr. Hj. Ihat Hatimah, M.Pd (2001: 36-37) prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini : a) Kegiatan
anak,
yaitu
kegiatan
pendidikan
dilakukan
untuk
mensejahterakan perasaan anak, sehingga harus diperhatikan keinginan dan kepedulian si anak itu sendiri. b) Penjaminan keamanan, mengandung makna bahwa dalam kegiatan belajar harus dihindari kemungkinan kecelakaan bagi si anak c) Jalin
hubungan dan lakukan kerjasama dengan orang tua/ anggota
keluarga d) Sesuaikan layanan program dengan kecenderungan perkembangan anak e) Hormati keunikan individu dan pastikan setiap anak memperoleh kesempatan imbang dalam belajar f) Jauhi sifat diskriminasi g) Membantu setiap anak anak untuk mengembangkan jati dirinya h) Mengutamakan kepentingan kesehatan perkembangan anak.
72
Menurut Tina Bruce (1987) masitoh (2005: 48) prinsip umum tentang Pendidikan Anak Usia Dini adalah : a) Usia anak adalah sebagian dari kehidupan secara keseluruhan, merupakan masa persiapan untuk menghadapi kehidupan yang akan datang. b) Fisik, mental dan kesehatan sama pentingnya seperti berpikir dan aspek psikis lainnya. c) Pembelajaran pada usia dini saling terkait, tidak dapat dipisahkan. d) Motivasi intrinsic akan menghasilkan inisiatif sendiri (self directed activity) yang sangat bernilai. e) Program pendidikan pada anak usia dini perlu menekankan disiplin f) Masa peka untuk mempelajari sesuatu pada tahap perkembangan tertentu diobservasi g) Titik tolak hendaknya pada apa yang dapat dikerjakan anak, bukan apa yang tidak dapat dikerjakan anak. h) Suatu keidupan terjadi dalam diri anak (innerlife) khususnya pada kondisi yang menunjang. i) Orang-orang yang ada disekitar anda dalam melaksanakan interaksi dengan anak merupakan hal penting j) Pendidikan
Anak
Usia
Dini
merupakan
interaksi
anak
dengan
lingkungannya di mana dalam lingkungan tersebut termasuk orang dewasa dan pengetahuan itu sendiri. Secara singkat dapat dikatakan bahwa materi maupun metodologi pendidikan yang dipakai dalam rangka Pendidikan Anak Usia Dini harus
73
benar-benar memperhatikan tingkat perkembangan mereka. Perlu ada keterlibatan orang tua dalam proses perkembangan dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Anak usia dini adalah prasekolah atau usia lahir hingga empat tahun. Secara garis besar, program PAUD bertujuan agar semua anak usia dini (usia 0-6 tahun), baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, dan sesuai tahap-tahap perkembangan atau tingkat usia mereka. PAUD juga merupakan pendidikan persiapan untuk mengikuti jenjang pendidikan sekolah dasar. Dijelaskan secara lebih spesifik, program PAUD ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan pendidikan melalui jalur formal seperti taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat, serta jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (Kober), taman penitipan anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat, dan jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat.
Program
PAUD
sendiri
bertujuan
menjaga
dan
memperhatikan kelangsungan hidup serta memfasilitasi tumbuh berkembang anak usia dini melalui pengasuhan, stimulasi pendidikan, stimulasi kecerdasan, serta layanan gizi dan kesehatan dalam rangka melejitkan perkembangan kecerdasan. Saat ini, akses anak usia dini terhadap layanan pendidikan dan perawatan melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) masih terbatas dan tidak merata. Dari sekitar 28,2 juta anak usia 0-6 tahun, yang memperoleh
74
layanan PAUD adalah baru 7,2 juta (25,3%). Untuk anak usia 5-6 tahun yang jumlahnya sekitar 8,14 juta anak, baru sekitar 2,63 juta anak (atau sekitar 32,36%) yang memperoleh layanan pendidikan di TK. (Dikdas - Depdiknas, 2009:67) Di antara anak-anak yang memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan tersebut, pada umumnya berasal dari keluarga mampu di daerah perkotaan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga miskin dan anak-anak perdesaan belum memperoleh kesempatan PAUD secara proporsional. C. Relevansi Pendidikan Anak Usia Dini dalam Pendidikan Luar Sekolah Dalam
Undang-Undang
tentang
Sistem
Pendidikan
Nasional
dinyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14). Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7). Usia dini merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk
75
pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut. 1. Anak bersifat unik. 2. Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan. 3. Anak bersifat aktif dan enerjik. 4. Anak itu egosentris. 5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal. 6. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang. 7. Anak umumnya kaya dengan fantasi. 8. Anak masih mudah frustrasi. 9. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak. 10. Anak memiliki daya perhatian yang pendek. 11. Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial. 12. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman. Prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini berbeda dengan prinsipprinsip perkembangan fase kanak-kanak akhir dan seterusnya. Adapun prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini menurut Bredekamp dan Coople (Siti Aisyah dkk., 2007 : 1.17 – 1.23) adalah sebagai berikut. 1. Perkembangan aspek fisik, sosial, emosional, dan kgnitif anak saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain.
76
2. Perkembangan fisik/motorik, emosi, sosial, bahasa, dan kgnitif anak terjadi dalam suatu urutan tertentu yang relative dapat diramalkan. 3. Perkembangan berlangsung dalam rentang yang bervariasi antar anak dan antar bidang pengembangan dari masing-masing fungsi. 4. Pengalaman awal anak memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap perkembangan anak. 5. Perkembangan anak berlangsung ke arah yang makin kompleks, khusus, terorganisasi dan terinternalisasi. 6. Perkembangan dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi oleh konteks sosial budaya yang majemuk. 7. Anak adalah pembelajar aktif, yang berusaha membangun pemahamannya tentang tentang lingkungan sekitar dari pengalaman fisik, sosial, dan pengetahuan yang diperolehnya. 8. Perkembangan dan belajar merupakan interaksi kematangan biologis dan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. 9. Bermain merupakan sarana penting bagi perkembangan sosial, emosional, dan kognitif anak serta menggambarkan perkembangan anak. 10. Perkembangan akan mengalami percepatan bila anak berkesempatan untuk mempraktikkan berbagai keterampilan yang diperoleh dan mengalami tantangan setingkat lebih tinggi dari hal-hal yang telah dikuasainya. 11. Anak memiliki modalitas beragam (ada tipe visual, auditif, kinestetik, atau gabungan dari tipe-tipe itu) untuk mengetahui sesuatu sehingga dapat
77
belajar hal yang berbeda pula dalam memperlihatkan hal-hal yang diketahuinya. 12. Kondisi terbaik anak untuk berkembang dan belajar adalah dalam komunitas yang menghargainya, memenuhi kebutuhan fisiknya, dan aman secara fisik dan fisiologis. Jalur Pendidikan Anak Usia Dini dalam undang-undang tentang sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 (Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional) Bab I Pasal 1 Ayat 14). Dalam pasal 28 ayat 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudathul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan Satuan Pendidikan Anak Usia Dini merupakan institusi Pendidikan Anak Usia Dini yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia lahir sampai dengan 6 tahun. Di Indonesia ada beberapa lembaga Pendidikan Anak Usia Dini yang selama ini sudah dikenal oleh masyarakat luas, yaitu: Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Atfal (RA,) TK merupakan bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur pendidikan formal
78
yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun, yang terbagi menjadi 2 kelompok : Kelompok A untuk anak usia 4 – 5 tahun dan Kelompok B untuk anak usia 5 – 6 tahun. Kelompok Bermain (Play Group), Kelompok bermain merupakan salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 4 tahun (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 23) Taman Penitipan Anak (TPA), Taman penitipan anak merupakan salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. TPA adalah wahana pendidikan dan pembinaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orang tuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh anaknya karena bekerja atau sebab lain (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 24). Landasan yuridis Pendidikan Anak Usia Dini, dalam amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup,
tumbuh
dan
berkembang
serta
berhak
atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
79
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa ”(1) Pendidikan Anak Usia Dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan Anak Usia Dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan Anak Usia Dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan Anak Usia Dini jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai Pendidikan Anak Usia Dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Landasan
Filosofis
Pendidikan
Anak
Usia
Dini,
pendidikan
merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar
80
manusia yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan. Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia Indonesia seutuhnya. Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia Indonesia seutuhnya Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum
sebagai
alat
dalam
mencapai
tujuan
pendidikan,
pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung.
81
Landasan keilmuan Pendidikan Anak Usia Dini, konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artinya kerangka keilmuan PAUD dibangun dari interdisiplin ilmu yang merupakan gabungan dari beberapa displin ilmu, di antaranya: psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak, antropologi, humaniora, kesehatan, dan gizi serta neuro sains atau ilmu tentang perkembangan otak manusia (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 10). Berdasarkan tinjauan secara psikologi dan ilmu pendidikan, masa usia dini merupakan masa peletak dasar atau fondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Apa yang diterima anak pada masa usia dini, apakah itu makanan, minuman, serta stimulasi dari lingkungannya memberikan kontribusi yang sangat besar pada pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa itu dan berpengaruh besar pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perkembangan struktur otak. Dari segi empiris banyak sekali penelitian yang menyimpulkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini sangat penting, karena pada waktu manusia dilahirkan, menurut Clark (dalam Yuliani Nurani Sujono, 2009) kelengkapan organisasi otaknya mencapai 100 – 200 milyard sel otak yang siap dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan optimal, tetapi hasil penelitian menyatakan bahwa hanya 5% potensi otak yang terpakai karena kurangnya stimulasi yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi otak.
82
Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini, Secara khusus tujuan Pendidikan Anak Usia Dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Secara khusus tujuan Pendidikan Anak Usia Dini adalah (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 42 – 43): 1. Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta mencintai sesamanya. 2. Agar anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya termasuk gerakan motorik kasar dan motorik halus, serta mampu menerima rangsangan sensorik. 3. Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk berpikir dan belajar. 4. Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat. 5. Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan masyarakat dan menghargai keragaman sosial dan budaya serta mampu mengembangkan konsep diri yang positif dan control diri. 6. Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta menghargai karya kreatif. Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Anak Usia Dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip (Forum PAUD, 2007) sebagai berikut. Berorientasi pada Kebutuhan Anak dimana kegiatan
83
pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional. Belajar melalui bermain, bermain merupakan sarana belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya. Menggunakan lingkungan yang kondusif, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain. Menggunakan pembelajaran terpadu, pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup, mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin diri. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar, media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /tutor. Menggunakan
84
berbagai media edukatif dan sumber belajar, pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik hendaknya tutor menyajikan kegiatan–kegiatan yang berluang . Proses Pendidikan dan Pembelajaran pada Anak Usia Dini (PAUD) hendaknya dilakukan dengan tujuan memberikan konsep yang bermakna bagi anak melalui pengalaman nyata. Hanya pengalaman nyatalah yang memungkinkan anak menunjukkan aktivitas dan rasa ingin tahu secara optimal
dan
menempatkan
posisi
pendidik
sebagai
pendamping,
pembimbing serta fasilitator bagi anak. Melalui proses pendidikan diharapkan dapat menghindari bentuk pembelajaran yang hanya berorientasi pada kehendak tutor yang menempatkan anak secara pasif dan tutor menjadi dominan. Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden years) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosio emosional, agama dan moral. Pendidikan Anak Usia Dini merupakan wahana pendidikan yang sangat
fundamental dalam memberikan kerangka dasar terbentuk dan
85
berkembangnya dasar-dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan pada anak. Keberhasilan proses pendidikan pada masa dini tersebut menjadi dasar untuk proses pendidikan selanjutnya. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan pada lembaga Pendidikan Anak Usia Dini, seperti : Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak, Satuan PAUD Sejenis maupun Taman Kanak-kanak sangat tergantung pada sistem dan proses pendidikan yang dijalankan. Hal ini dapat dilihat bagaimana seorang anak di usia dini ketika diajarkan sholat akan mengikuti gerakan-gerakan sholat mulai dari takbiratul ikhram sampai mengucapkan dua salam. Artinya bahasa non verbal memegang peranan dalam proses belajar mengajar. Bahkan bahasa non verbal banyak digunakan di taman kanak-kanak atau kelompok bermain (play groups) yang banyak mengadopsi model belajar kindergarten-nya Froebel dan model belajar Casa Dei Bambini-nya Montessori. Mengenal PAUD jauh sebelum konsep Pendidikan Anak Usia Dini (selanjutnya ditulis PAUD) ditemukan, dunia pendidikan kita sesungguhnya telah mengenal konsep pendidikan anak prasekolah. Dasar pemikirannya banyak mengadopsi tokoh-tokoh pendidikan dari Islam dan Barat yang mengupas persoalan pendidikan anak prasekolah. Pendidikan anak prasekolah sendiri merupakan konsep pendidikan yang mencoba menggali dan mencari model pendidikan yang tepat untuk anak di usia dini. Menurut Soemiarti (2003) dalam Masitoh (2005:156) pendidikan prasekolah adalah hal yang menarik perhatian orangtua, masyarakat maupun
86
pemerintah sebagai pengambil keputusan. Mereka menyadari bahwa kualitas masa anak-anak (early chilhood) termasuk masa prasekolah merupakan
cermin
kualitas bangsa di
masa
yang akan
datang.
Pandangannya jelas menunjukkan akan betapa pentingnya pendidikan bagi anak yang membutuhkan bimbingan dari tutor dan orangtua dalam mewarnai hubungan anak dengan teman sebaya dan lingkungan sosialnya. Penyelenggaraan pendidikan anak prasekolah telah diatur dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1990 tentang pendidikan anak prasekolah. Di syahkannya UUSPN tersebut oleh pemerintah sebagai bentuk kepeduliannya akan arti masa prasekolah (3-6 tahun) yang merupakan pijakan awal untuk mengenalkan pendidikan kepada anak usia dini. Lebih dari lima belas tahun konsep pendidikan anak prasekolah berjalan hingga akhirnya menemukan cara pandang baru tentang pendidikan anak yaitu dengan konsep PAUD pada tahun 2003. Gagasan PAUD pada dasarnya ingin mempertajam kembali konsep pendidikan anak prasekolah sebagai pandangan awal sesuai dengan konteks jaman. PAUD menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) dijelaskan bahwa PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
87
pendidikan lanjut. Sederhananya konsep PAUD adalah konsep pendidikan yang ingin menawarkan kepada masyarakat akan pentingnya karakteristik dan perilaku anak usia dini. Selain itu, juga ingin berbagi beban dalam menyikapi berbagai persoalan yang biasa muncul dan dihadapi orangtua baik di sekolah maupun di rumah berkaitan dengan gangguan belajar yang dialami anak usia dini. Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, konsep PAUD saat ini telah menarik perhatian para peminatnya yang berkecimpung di lapangan. Berkaitan dengan pola asuh orangtua terhadap motivasi belajar anak usia dini
menunjukkan bahwa pola
asuh
orangtua sangat
mempengaruhi motivasi belajar anak usia dini. Pentingnya pola asuh orangtua terhadap anak usia dini mengandung arti
bahwa
pendidikan
dalam
keluarga
merupakan
pondasi
bagi
perkembangan pribadi anak. Orangtua yang mampu menyadari akan peran dan fungsinya yang demikian strategis akan mampu menempatkan diri secara lebih baik dan menerapkan pola pendidikan secara lebih tepat sesuai dengan kebutuhan anak. Anak
ibarat
mutiara
dalam
lautan.
Setiap
orangtua
yang
melahirkannya sudah pasti akan menjaga, merawat dan mendidik sampai dewasa. Anak adalah pribadi yang unik. Oleh karena itu, anak bukan orang dewasa mini. Cara pandang seperti ini meminjam istilah Kak Seto sudah tidak relevan lagi sebab sangat berbeda dengan kenyataan asli orang dewasa. Anak adalah tetap anak-anak bukan orang dewasa ukuran mini. Anak dalam proses tumbuh kembangnya sangat dipengaruhi oleh orang lain
88
dan lingkungannya. Sehingga dalam proses awal belajar anak akan menemui kendala begitu juga dengan pola asuh orangtua. Inilah yang disebut dengan ketidakmampuan belajar (learning disability). Padahal menurut Strauss dan Werner (1942) yang pernah melakukan penelitian ketidakmampuan belajar pada anak usia dini yang dikutip (Lidia, 2003) dalam Masitoh (2005: 158) bukan karena seorang anak tidak mampu mengerjakan tugas-tugasnya, melainkan berawal dari adanya kerusakan sistem syaraf sehingga menghambat proses belajar. Saat ini, setelah Strauss dan Werner melakukan penelitiannya diawal abad 20 banyak para ahli pendidikan anak prasekolah (usia dini) seperti Dewey, Montessori dan Piaget yang turut berperan dan mempengaruhinya menyumbangkan pengetahun tentang proses berpikir pada anak-anak. Terutama dewasa ini dari hasil pengembangan teorinya banyak mainan anak-anak
sebagai
media
untuk
belajar
dirancang
khusus
guna
meningkatkan cipta, rasa dan karsa pada anak-anak. Oleh karena itu, PAUD yang telah digagas memiliki dasar berpijak dari berbagai macam pendekatan dalam pendidikan. Terutama PAUD yang berbasis learning by doing. Artinya proses belajar anak usia dini yang menitik beratkan pada usaha belajar sambil beraktivitas. Aktivitas di sini maksudnya adalah aktivitas yang sesuai dengan karakteristik anak usia dini yaitu bermain. Pendekatan ini dilakukan untuk mendukung suasana belajar yang menyenangkan dengan penataan ruang yang representatif. Tentu saja
89
dengan memperhatikan sarana dan prasarana, di tempat mana anak sering bermain, bagaimana posisinya apakah membahayakan dirinya atau tidak. Semuanya dirancang agar motivasi belajar anak tumbuh sesuai dengan kebutuhannya. Di samping itu, anak usia dini memerlukan kedekatan fisik, kondisi dan suasana yang akrab di mana komunikasi tutor di sekolah atau orang tua di rumah sangat membantu proses belajarnya. Sudah saatnya model pola asuh yang otoriter ditinggalkan, sebab akan mengundang kondisi psikologis anak yang tidak nyaman. Sehingga orangtua akan merasa gelisah karena anaknya belum bisa mengenal huruf dan belum bisa menulis. Bermain di sini bukan berarti menerima peran anak apa adanya tapi memberikan
kesempatan
pada
anak
untuk
berpartisipasi
dengan
berkomunikasi dan bekerjasama untuk membangkitkan keterampilan sosial dan emosionalnya. Dengan demikian dari berbagai macam permainan yang ditawarkan seperti melukis, mewarnai, menyusun balok, puzzle, sangat penting diajarkan untuk melatih daya kerja otak pada anak usia dini.Tidak menutup
kemungkinan
belajar
dengan
aktivitas
bermain
akan
membangkitkan keterampilan fisik, keterampilan matematis, yang dapat melahirkan keterampilan membaca dan menulis. Dalam konteks pedagogis aktivitas bermain ini tidak sepenuhnya dengan media bermain dan belajar yang mahal, tapi dapat diganti dengan media belajar dan bermain dalam bentuk lain yang mudah dijangkau harganya, tidak berbahaya, menarik perhatian anak serta memotivasi anak untuk belajar.
90
Perkembangan religi anak dapat ditunjukkan dengan: anak mampu memperhatikan perilaku keagamaan yang diterima melalui inderanya, anak mulai
meniru
perilaku
keagamaan
secara
sederhana
dan
mulai
mengekspresikan rasa sayang dan cinta kasih, anak mampu meniru secara terbatas perilaku keagamaan yang dilihat dan didengarnya, mulai meniru perilaku baik atau sopan, anak mampu meniru dan mengucapkan bacaan doa/lagu-lagu keagamaan dan gerakan beribadah secara sederhana, mulai berperilaku baik atau sopan bila diingatkan,anak mampu melakukan perilaku keagamaan secara berurutan dan mulai belajar membedakan perilaku baik dan buruk. Perkembangan interaksi dapat ditunjukkan dengan : anak mampu membangun interaksi dengan merespon kehadiran orang lain, anak mampu berinteraksi dengan lingkungan terdekatnya (keluarga), dan menunjukkan keinginannya dengan kuat, anak mampu berinteraksi dan mengenal dirinya, dapat menunjukkan reaksi emosi yang wajar, serta mulai menunjukkan rasa percaya diri, anak mampu berinteraksi, mulai dapat mengendalikan emosinya,
dan mulai mematuhi aturan, dapat mengendalikan emosinya
dan dapat menjaga diri sendiri. Perkembangan kognitif anak dapat ditunjukkan dengan, anak mampu menyadari keberadaan benda yang tidak dilihatnya, anak bereksplorasi melalui indera dan motoriknya terhadap benda yang ada di sekitarnya anak mampu mengenal benda dan memanipulasi objek/benda, anak mampu
91
mengenal konsep sederhana dan dapat mengklasifikasi dalam kehidupan sehari-hari, Perkembangan bahasa dapat dilihat dengan ciri-ciri, anak mampu merespon suara, anak mampu mengerti isyarat dan perkataan orang lain serta
mengucapkan
keinginannya
secara
sederhana,
anak
dapat
mendengarkan, dan berkomunikasi secara lisan dengan kalimat sederhana, serta memiliki perbendaharaan kosa kata yang semakin banyak, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung. Perkembangan anak secara jasmani dapat dilihat melalui ciri-ciri, anak mampu menggerakkan tangan, lengan, kaki, kepala dan badan, anak mampu menggerakkan anggota tubuhnya dalam rangka latihan kekuatan otot tangan, otot punggung dan otot kaki, serta kelenturan,kelincahan dan keseimbangan dilakukan secara terkoordinasi. Bidang seni, menunjukkan anak mampu bereaksi terhadap irama yang didengarnya, anak mampu meniru suara dan gerak secara sederhana, anak mampu melakukan berbagai gerakan anggota tubuhnya sesuai dengan irama dapat mengekpresikan diri dalam bentuk goresan sederhana, menyajikan dan berkarya seni, anak mampu mengekspresikan diri dengan menggunakan berbagai media/bahan dalam berkarya seni melului kegiatan eksplorasi,anak mampu mengekspresikan diri dan berkreasi dengan berbagai gagasan imajinasi dan menggunakan berbagai media/bahan menjadi suatu karya seni. D. Tutor Pendidikan Anak Usia Dini
92
Dalam
rangka
mencapai
tujuan
Pendidikan
Nasional
yakni
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya maka sangat dibutuhkan peran pendidik yang profesional. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jabatan tutor sebagai pendidik merupakan jabatan profesional setara dengan tutor. Untuk itu profesionalisme tutor dituntut agar terus berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing baik di forum regional, nasional maupun internasional. Berbagai masalah yang berkaitan dengan kondisi tutor, antara lain: (1) adanya keberagaman kemampuan tutor dalam proses pembelajaran dan penguasaan pengetahuan, (2) belum adanya alat ukur yang akurat untuk mengetahui kemampuan tutor, (3) pembinaan yang dilakukan belum mencerminkan kebutuhan, dan (4) kesejahteraan tutor yang belum memadai. Jika hal tersebut tidak segera diatasi, maka akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan. Rendahnya kualitas pendidikan dimaksud antara lain: (1) kemampuan warga belajar dalam menyerap mata pelajaran yang diajarkan tutor tidak maksimal, (2) kurang sempurnanya pembentukan karakter yang tercermin dalam sikap dan kecakapan hidup yang dimiliki oleh setiap warga belajar, (3) rendahnya kemampuan membaca, menulis dan berhitung warga belajar terutama di tingkat dasar (hasil studi internasional yang dilakukan oleh organisasi International Education Achievement, 1999). Sehubungan
93
dengan itu, Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional yang berisi pembinaan pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Mengajar di daerah merupakan bentuk dari upaya peningkatan kualitas tenaga kependidikan secara nasional. Berdasarkan uraian di atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal, Departemen Pendidikan Nasional menerapkan standar kompetensi tutor yang berhubungan dengan (1) komponen kompetensi pengelolaan pembelajaran dan wawasan kependidikan; (2) komponen kompetensi
akademik/vokasional
sesuai
materi
pembelajaran;
(3)
pengembangan profesi. Komponen-komponen standar kompetensi tutor ini mewadahi kompetensi profesional, personal dan sosial yang harus dimiliki oleh seorang tutor. pengembangan standar kompetensi tutor diarahkan pada peningkatan kualitas tutor dan pola pembinaan tutor yang terstruktur dan sistematis. Untuk
menindaklanjuti
ketentuan
tersebut,
Direktorat
Jenderal
Pendidikan Nonformal dan Informal, Departemen Pendidikan Nasional mengembangkan standar kompetensi tutor pada setiap satuan dan program Pendidikan Nonformal.
Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Arti lain dari kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam pekerjaan, sesuai dengan standar kinerja yang dibutuhkan oleh lapangan.
94
Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki oleh setiap tutor akan menunjukkan kualitas tutor yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan maupun sikap profesional dalam menjalankan fungsi sebagai tutor. Berdasarkan pengertian tersebut, standar kompetensi tutor adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan dan disepakati bersama dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi seorang tenaga kependidikan sehingga layak disebut kompeten. Tujuan adanya standar kompetensi tutor adalah sebagai jaminan dikuasainya tingkat kompetensi minimal oleh tutor sehingga yang bersangkutan dapat melakukan tugasnya secara profesional, dapat dibina secara efektif dan efisien serta dapat melayani pihak yang berkepentingan terhadap proses pembelajaran, dengan sebaik-baiknya sesuai bidang tugasnya. Adapun manfaat disusunnya standar kompetensi tutor ini adalah sebagai acuan pelaksanaan uji kompetensi, penyelenggaraan diklat, dan pembinaan, maupun acuan bagi pihak yang berkepentingan terhadap kompetensi tutor untuk melakukan evaluasi, pengembangan bahan ajar dan sebagainya bagi tenaga kependidikan. Proses pengembangan standar kompetensi tutor dirumuskan secara sistematik melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Melakukan analisis tugas tutor, studi kepustakaan baik dalam negeri maupun luar negeri maupun meminta masukan dari para pakar pendidikan.
95
2. Mengidentifikasi kompetensi tutor. 3. Menyusun buram standar kompetensi tutor. 4. Melakukan sosialisasi buram standar kompetensi tutor. 5. Melaksanakan uji coba standar kompetensi tutor. 6. Menganalisis hasil uji coba standar kompetensi tutor. 7. Menetapkan standar kompetensi tutor. Standar kompetensi tutor meliputi tiga komponen yaitu : (1) komponen
kompetensi
pengelolaan
pembelajaran
dan
wawasan
kependidikan; (2) komponen kompetensi akademik/vokasional sesuai materi
pembelajaran;
(3)
pengembangan
profesi.
Masing-masing
komponen kompetensi mencakup seperangkat kompetensi. Selain ketiga komponen kompetensi tersebut, tutor sebagai pribadi yang utuh harus juga memiliki sikap dan kepribadian yang positip dimana sikap dan kepribadian tersebut senantiasa melingkupi dan melekat pada setiap komponen kompetensi yang menunjang profesi tutor. Telah dinyatakan bahwa standar kompetensi tutor meliputi 3 (tiga) komponen kompetensi dan masing-masing komponen kompetensi terdiri atas beberapa unit kompetensi. Secara keseluruhan standar kompetensi tutor adalah sebagai berikut : komponen kompetensi pengelolaan pembelajaran dan wawasan, yang terdiri atas, Komponen kompetensi pengelolaan pembelajaran; 1.
Menyusun rencana pembelajaran
2.
Melaksanakan pembelajaran
96
3.
Menilai prestasi belajar peserta didik.
4.
Melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik. Sub Komponen Kompetensi Wawasan Kependidikan :
1.
Memahami landasan kependidikan
2.
Memahami kebijakan pendidikan
3.
Memahami tingkat perkembangan warga belajar
4.
Memahami pendekatan pembelajaran yang sesuai materi pembelajarannya
5.
Menerapkan kerja sama dalam pekerjaan
6.
Memanfaatkan kemajuan IPTEK dalam pendidikan Komponen kompetensi akademik/vokasional, yang terdiri atas:
Menguasai keilmuan dan keterampilan sesuai materi pembelajaran, dan komponen
kompetensi
pengembangan
profesi
terdiri
atas
:
mengembangkan profesi. Indikator kompetensi, untuk memperoleh gambaran yang lebih terukur pada pemberian nilai untuk setiap kompetensi, maka perlu ditetapkan kinerja setiap kompetensi. Kinerja kompetensi terlihat dalam bentuk indikator. Dari kajian pustaka dan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi tutor adalah kemampuan seorang tutor untuk melaksanakan tugas belajar mengajar dengan baik, yang indikatornya adalah: menggunakan metode pembelajaran secara baik dan interaktif serta
97
mampu mengorkestrasi kegiatan belajar dikelas sesuai dengan materi yang disampaikan. Kompetensi yang harus dimiliki tutor diantaranya adalah : kompetensi pedagogik
yakni kemampuan pemahaman tentang peserta
didik secara mendalam dan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik. Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman tentang psikologi perkembangan anak sedangkan pembelajaran yang mendidik meliputi kemampuan
merancang
pembelajaran,
mengimplementasikan
pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Menurut PP No. 19 Tahun 2005 tentang standar Pendidikan Nasional menyinggung juga mengenai tutor, bahwasanya kompetensi pedagogik tutor merupakan kemampuan tutor dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: a. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan. Tutor memiliki latar belakang pendidikan keilmuan sehingga memiliki keahlian secara akademik dan intelektual. Merujuk pada sistem pengelolaan pembelajaran yang berbasis subjek (mata pelajaran), tutor seharusnya memiliki kesesuaian antara latar belakang keilmuan dengan subjek yang dibina. Selain itu, tutor memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam penyelenggaraan pembelajaran di kelas. Secara otentik kedua hal tersebut dapat dibuktikan dengan ijazah akademik dan ijazah
98
keahlian mengajar (akta mengajar) dari lembaga pendidikan yang diakreditasi pemerintah. b. Pemahaman terhadap peserta didik. Tutor memiliki pemahaman akan psikologi perkembangan anak, sehingga mengetahui dengan benar pendekatan yang tepat yang dilakukan pada anak didiknya. Tutor dapat membimbing anak melewati masa-masa sulit dalam usia yang dialami anak. Selain itu, tutor memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap latar belakang pribadi anak, sehingga dapat mengidentifikasi problem-problem yang dihadapi anak serta menentukan solusi dan pendekatan yang tepat. c. Pengembangan kurikulum/silabus. Tutor memiliki kemampuan mengembangkan kurikulum Pendidikan Nasional yang disesuaikan dengan kondisi spesifik lingkungan sekolah. d. Perancangan pembelajaran. Tutor memiliki merencanakan sistem pembelajaran yang memanfaatkan sumber daya yang ada. Semua aktivitas pembelajaran dari awal sampai akhir telah dapat direncanakan secara strategis, termasuk antisipasi masalah yang kemungkinan dapat timbul dari skenario yang direncanakan. e. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Tutor menciptakan situasi belajar bagi anak yang kreatif, aktif dan menyenangkan. Memberikan ruang yang luas bagi anak untuk dapat mengeksplor potensi dan kemampuannya sehingga dapat dilatih dan dikembangkan.
99
f. Pemanfaatan teknologi pembelajaran. Dalam menyelenggarakan pembelajaran, tutor menggunakan teknologi sebagai media. Menyediakan bahan belajar dan mengadministrasikan dengan menggunakan teknologi informasi. Membiasakan anak berinteraksi dengan menggunakan teknologi. g. Evaluasi hasil belajar. Tutor memiliki kemampuan untuk mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan meliputi perencanaan, respon anak, hasil belajar anak, metode dan
pendekatan.
Untuk
dapat
mengevaluasi,
tutor
harus
dapat
merencanakan penilaian yang tepat, melakukan pengukuran dengan benar, dan membuat kesimpulan dan solusi secara akurat. h. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Tutor memiliki kemampuan untuk membimbing anak, menciptakan wadah bagi anak untuk mengenali potensinya dan melatih untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan ini adalah dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas, berbasis pada perencanaan dan solusi atas masalah yang dihadapi anak dalam belajar, sehingga hasil belajar anak dapat meningkat dan target perencanaan tutor dapat tercapai. Pada prinsipnya, semua aspek kompetensi pedagogik di atas senantiasa dapat ditingkatkan melalui pengembangan kajian masalah dan alternatif solusi.
100
Kompetensi pribadi tutor sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi tutor sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Sebagai seorang model tutor harus memiliki kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competencies), di antaranya: (1) kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya; (2) kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar umat beragama; (3) kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat; (4) mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang tutor misalnya sopan santun dan tata kerama dan; (5) bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik. Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyesuaian tugas-tugas ketutoran. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting, oleh sebab itu langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Tingkat keprofesionalan seorang tutor dapat dilihat dari kompetensi sebagai berikut: (1) kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasional, institusional, kurikuler dan tujuan pembelajaran; (2) pemahaman dalam bidang
psikologi
pendidikan,
misalnya
paham
tentang
tahapan
perkembangan warga belajar, paham tentang teori-teori belajar; (3) kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang
101
studi yang diajarkannya; (4) kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran; (5) kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar; (6) kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran; (7) kemampuan dalam menyusun program pembelajaran; (8) kemampuan dalam melaksanakan unsur penunjang, misalnya administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan dan; (9) kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja. Kompetensi sosial kemasyarakatan, Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan tutor sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi: (1) kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional; (2) kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan dan; (3) kemampuan untuk menjalin kerja sama baik secara individual maupun secara kelompok. E. Kecerdasan Anak Usia Dini Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu, anak harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Hanya saja, dalam praktik pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak contoh yang menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada umummnya memperlakukan anak tidak sesuai dengan tingkat perkembangananya. Di dalam keluarga orang tua sering memaksakan keinginannya sesuai kehendaknya, di sekolah tutor sering memberikan
102
tekanan (preasure) tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, di berbagai media cetak/elektronika tekanan ini lebih tidak terbatas lagi, bahkan cenderung ekstrim. Mencermati perkembangan anak dan perlunya pembelajaran pada anak usia dini, tampaklah bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan pada Pendidikan Anak Usia Dini, yakni: 1) materi pendidikan, dan 2) metode pendidikan yang dipakai. Secara singkat dapat dikatakan bahwa materi maupun metodologi pendidikan yang dipakai dalam rangka Pendidikan Anak Usia Dini harus benar-benar memperhatikan tingkat perkembangan mereka. Memperhatikan tingkat perkembangan berarti pula mempertimbangkan tugas perkembangan
mereka,
karena
setiap
periode
perkembangan
juga
mengemban tugas perkembangan tertentu. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 1 menegaskan bahwa, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Menyikapi perkembangan anak usia dini, perlu adanya suatu program pendidikan yang didisain sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Kita perlu kembalikan ruang kelas menjadi arena bermain, bernyanyi, bergerak bebas, kita jadikan ruang kelas sebagai ajang kreaktif bagi anak dan menjadikan mereka kerasan dan secara psikologis nyaman. Tokoh Pendidikan
103
Anak Usia Dini, Montessori, mengatakan bahwa ketika mendidik anak-anak, kita hendaknya ingat bahwa mereka adalah individu-individu yang unik dan akan berkembang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Tugas kita sebagai orang dewasa dan pendidik adalah memberikan sarana dorongan belajar dan memfasilitasinya ketika mereka telah siap untuk mempelajari sesuatu. Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan masa-masa yang sangat baik untuk suatu formasio atau pembentukan. Masa ini juga masa yang paling penting dalam masa perkembangan anak, baik secara fisik, mental maupun spritual. Di dalam keluarga dan pendidikan demokratis orang tua dan pendidik berusaha memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan yang dibutuhkan oleh anak. Oleh karena itu, baik dan tepat bagi setiap orang tua dan pendidik yang terlibat pada proses pembentukan ini, mengetahui, memahami perkembangan anak usia dini. Tapi sekolah kita belum memiliki based line data yang holistik yang dapat memberikan berbagai informasi tentang perkembangan behavior dan kesulitan belajar anak terhadap berbagai subkompetensi materi sulit. Informasi ini sangat diperlukan untuk melakukan treatmen secara berjenjang tentang perkembangan anak sejak usia dini sampai mereka dewasa (SLTA). Banyak pendapat dan gagasan tentang perkembangan anak usia dini, Montessori yakin bahwa pendidikan dimulai sejak bayi lahir. Bayipun harus dikenalkan pada orang-orang di sekitarnya, suara-suara, benda-benda, diajak bercanda dan bercakap-cakap agar mereka berkembang menjadi anak yang normal dan sehat. Metode pembelajaran yang sesuai dengan tahun-tahun
104
kelahiran sampai usia enam tahun biasanya menentukan kepribadian anak setelah dewasa. Tentu juga dipengaruhi seberapa baik dan sehat orang tua berperilaku dan bersikap terhadap anak-anak usia dini. Karena perkembangan mental usia-usia awal berlangsung cepat, inilah periode yang tidak boleh disepelekan. Pada tahun-tahun awal ini anak-anak memiliki periode-periode sensitive atau kepekaan untuk mempelajari atau berlatih sesuatu. Sebagian besar anak-anak berkembang pada masa yang berbeda dan membutuhkan lingkungan yang dapat membuka jalan pikiran mereka. Menurut Montessori, paling tidak ada beberapa tahap perkembangan sebagai berikut: 1.
Sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak memiliki kepekaan sensoris dan daya pikir yang sudah mulai dapat “menyerap” pengalamanpengalaman melalui sensorinya.
2.
Usia setengah tahun sampai kira-kira tiga tahun, mulai memiliki kepekaan bahasa dan sangat tepat untuk mengembangkan bahasanya (berbicara, bercakap-cakap).
3.
Masa usia 2 – 4 tahun, gerakan-gerakan otot mulai dapat dikoordinasikan dengan baik, untuk berjalan maupun untuk banyak bergerak yang semi rutin dan yang rutin, berminat pada benda-benda kecil, dan mulai menyadari adanya urutan waktu (pagi, siang, sore, malam).
4.
Rentang usia tiga sampai enam tahun, terjadilah kepekaan untuk peneguhan sensoris, semakin memiliki kepekaan indrawi, khususnya
105
pada usia sekitar 4 tahun memiliki kepekaan menulis dan pada usia 4 – 6 tahun memiliki kepekaan yang bagus untuk membaca.
Pendapat Mantessori ini mendapat dukungan dari tokoh pendidikan Taman Anak, Ki hadjar Dewantara, sangat meyakini bahwa suasana pendidikan yang baik dan tepat adalah dalam suasana kekeluargaan dan dengan prinsip asih (mengasihi), asah (memahirkan), asuh (membimbing). Anak bertumbuh kembang dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih sayang, pengasuhan yang penuh pengertian dan dalam situasi yang damai dan harmoni. Ki Hadjar Dewantara menganjurkan agar dalam pendidikan, anak memperoleh pendidikan untuk mencerdaskan (mengembangkan) pikiran, pendidikan untuk mencerdaskan hati (kepekaan hati nurani), dan pendidikan yang meningkatkan keterampilan. Tokoh pendidikan ini sangat menekankan bahwa untuk usia dini bahkan juga untuk mereka yang dewasa, kegiatan pembelajaran dan pendidikan itu bagaikan kegiatan-kegiatan yang disengaja namun sekaligus alamiah seperti bermain di “taman”. Bagaikan keluarga yang sedang mengasuh dan membimbing anak-anak secara alamiah sesuai dengan kodrat anak di sebuah taman. Anak-anak yang mengalami suasana kekeluargaan yang hangat, akrab, damai, baik di rumah maupun di sekolah, serta mendapatkan bimbingan dengan penuh kasih sayang, pelatihan kebiasaan secara alami, akan berkembang menjadi anak yang bahagia dan sehat. Anak taman kanak-kanak termasuk dalam kelompok umum prasekolah. Pada umur 2-4 tahun anak ingin bermain, melakukan latihan
106
berkelompok,
melakukan
penjelajahan,
bertanya,
menirukan,
dan
menciptakan sesuatu. Pada masa ini anak mengalami kemajuan pesat dalam keterampilan menolong dirinya sendiri dan dalam keterampilan bermain. Seluruh sistem geraknya sudah lentur, sering mengulangi perbuatan yang diminatinya dan melakukan secara wajar tanpa rasa malu. Di taman kanakkanak, anak juga mengalami kemajuan pesat dalam penguasaan bahasa, terutama dalam kosa kata. Hal yang menarik, anak-anak juga ingin mandiri dan tak banyak lagi mau tergantung pada orang lain. Sehubungan dengan ciri-ciri di atas maka tugas perkembangan yang diemban anak-anak adalah: 1. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain. 2. Membangun sikap yang sehat terhadap diri sendiri 3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya 4. Mengembangkan peran sosial sebagai lelaki atau perempuan 5. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan dalam hidup sehari-hari 6. Mengembangkan hati nurani, penghayatan moral dan sopan santun 7. Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis, matematika dan berhitung 8. Mengembangkan diri untuk mencapai kemerdekaan diri. Dengan adanya tugas perkembangan yang diemban anak-anak, diperlukan adanya pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi anakanak yang selalu “dibungkus” dengan permainan, suasana riang, enteng,
107
bernyanyi dan menari. Bukan pendekatan pembelajaran yang penuh dengan tugas-tugas berat, apalagi dengan tingkat pengetahuan, keterampilan dan pembiasaan
yang
tidak
sederhana
lagi
seperti
paksaan
untuk
membaca,menulis, berhitung dengan segala pekerjaan rumahnya yang melebihi kemampuan anak-anak. Pada usia lima tahun pada umumnya anak-anak baik secara fisik maupun kejiwaan sudah siap untuk belajar hal-hal yang semakin tidak sederhana dan berada pada waktu yang cukup lama di sekolah. Setelah pada usia 2-3 tahun mengalami perkembangan yang cepat. Pada usia enam tahun, pada umumnya anak-anak telah mengalami perkembangan dan kecakapan bermacam-macam keterampilan fisik. Mereka sudah dapat melakukan gerakan-gerakan seperti meloncat, melompat, menangkap, melempar, dan menghindar. Pada umumnya mereka juga sudah dapat naik sepeda mini atau sepeda roda tiga. Kadang-kadang untuk anak-anak tertentu keterampilanketerampilan ini telah dikuasainya pada usia 4-5 tahun. Montessori memberikan gambaran peran tutor dan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan kecerdasan, sebagai berikut: a. 80 % aktifitas bebas dan 20 % aktifitas yang diarahkan tutor b. Melakukan
berbagai
tugas
yang
mendorong
anak
untuk
memikirkan tentang hubungan dengan orang lain c. Menawarkan kesempatan untuk menjalin hubungan sosial melalui interaksi yang bebas d. Dalil-dalil ditemukan sendiri, tidak disajikan oleh tutor
108
e. Aturan pengucapan didapat melalui pengenalan pola, bukan dengan hafalan setiap aspek kurikulum melibatkan pemikiran. Montessori, mengatakan bahwa pada usia 3-5 tahun, anak-anak dapat diajari menulis, membaca, dikte dengan belajar mengetik. Sambil belajar mengetik anak-anak belajar mengeja, menulis dan membaca. Ada suatu penelitian di Amerika yang menyimpulkan bahwa kenyataannya anak-anak dapat belajar membaca sebelum usia 6 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada sekitar 2 % anak yang sudah belajar dan mampu membaca pada usia 3 tahun, 6 % pada usia empat tahun, dan sekitar 20 % pada usia 5 tahun. Bahkan terbukti bahwa pengalaman belajar di taman kanak-kanak dengan kemampuan membaca memadai akan sangat menunjang kemampuan belajar pada tahun-tahun berikutnya. Pendapat Montessori ini didukung oleh Moore, seorang sosiolog dan pendidik, meyakini bahwa kehidupan tahun-tahun awal merupakan tahuntahun yang paling kreaktif dan produktif bagi anak-anak. Oleh karena itu, sejauh memungkinkan, sesuai dengan kemampuan, tingkat perkembangan dan kepekaan belajar mereka, kita dapat juga mengajarkan menulis, membaca dan berhitung pada usia dini. Yang penting adalah strategi pengalaman belajar dan ketepatan mengemas pembelajaran yang menarik, mempesona, penuh dengan permainan dan keceriaan, enteng tanpa membebani dan merampas dunia kanak-kanak mereka. Salah satu hal yang dibutuhkan untuk dapat meningkatkan perkembangan kecerdasan anak adalah suasana keluarga dan kelas yang
109
akrab, hangat serta bersifat demokratis, sekaligus menawarkan kesempatan untuk menjalin hubungan sosial melalui interaksi yang bebas. Hal ini ditandai antara lain dengan adanya relasi dan komunikasi yang hangat dan akrab. . Pada masa usia 2 – 6 tahun, anak sangat senang kalau diberikan kesempatan untuk menentukan keinginannya sendiri, karena mereka sedang membutuhkan kemerdekaan dan perhatian. Pada masa ini juga mencul rasa ingin tahu yang besar dan menuntut pemenuhannya. Mereka terdorong untuk belajar hal-hal yang baru dan sangat suka bertanya dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu. Tutor dan orang tua hendaknya memberikan jawaban yang wajar. Sampai pada usia ini, anak-anak masih suka meniru segala sesuatu yang dilakukan orang tuanya. Perlu diingat juga bahwa minat anak pada sesuatu itu tidak berlangsung lama, karena itu tutor dan orang tua harus pandai menciptakan kegiatan yang bervariasi dan tidak menerapkan disiplin kaku dengan rutinitas yang membosankan. Anak pada masa ini juga akan berkembang kecerdasannya dengan cepat kalau diberi penghargaan dan pujian yang disertai kasih sayang, dengan tetap memberikan pengertian kalau mereka melakukan kesalahan atau kegagalan. Dengan kasih sayang yang diterima, anak-anak akan berkembang emosi dan intelektualnya, yang penting adalah pemberian pujian dan penghargaan secara wajar. Untuk memfasilatasi tingkat perkembangan fisik anak, pada taman kanak-kanak perlu dibuat adanya arena bermain yang dilengkapi dengan alatalat peraga dan alat-alat keterampilan lainnya, karena pada usia 2- 6 tahun
110
tingkat perkembangan fisik anak berkembang sangat cepat, dan pada umur tersebut anak-anak perlu dikenalkan dengan fasilitas dan alat-alat untuk bermain, guna lebih memacu perkembangan fisik sekaligus perkembangan psikis anak terutama untuk kecerdasan. Banyak penelitian menyatakan bahwa orang-orang yang cerdas dan berhasil pada umumnya berasal dari keluarga yang demokratis, suka melakukan uji coba, suka menyelidiki sesuatu, suka berpergian (menjelajah alam dan tempat), dan aktif, tak pernah diam dan berpangku tangan. Ingat keterampilan tangan adalah jendela menuju pengetahuan. Dalam proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan uji coba (trial and error), mangadakan penyelidikan bersama-sama, menyaksikan dan menyentuh sesuatu objek, mengalami dan melakukan sesuatu , anak-anak akan jauh lebih mudah mengerti dan mencapai hasil belajar dengan mampu memanfaatkan atau menerapkan apa yang telah dipelajari. Dalam mengimplementasikan konsep Montessori terhadap program pendidikan bagi anak usia dini perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini didesain berdasarkan tingkat perkembangan anak. 2. Materi maupun metodologi pendidikan yang dipakai dalam rangka Pendidikan Anak Usia Dini harus benar-benar memperhatikan tingkat perkembangan mereka. Memperhatikan tingkat perkembangan berarti pula
111
mempertimbangkan tugas perkembangan mereka, karena setiap periode perkembangan juga mengemban tugas perkembangan tertentu. 3. Kompetensi akademis merupakan alat untuk mencapai tujuan,dan manipulasi dilihat sebagai materi yang berguna untuk pengembangan diri anak, Montessori menganjurkan perlu adanya area yang berbeda mewakili lingkungan yang disediakan, yaitu: a. Practical life memberikan pengembangan dari tugas organisasional dan urutan kognisi melalui perawatan diri sendiri, perawatan lingkungan, melatih rasa syukur dan saling menghormati, dan koordinasi dari pergerakan fisik, b. The sensorial area membuat anak mampu untuk mengklasifikasi dan menerangkan impresi sensori dalam hubungannya dengan panjang, lebar, temperatur, masa, warna, titik, dan lain-lain. c. Mathematics area memanfaatkan pemanipulasian materi agar anak mampu untuk menginternalisasi konsep angka, simbol, urutan operasi, dan memorisasi dari fakta dasar. d. Language art yang di dalamnya termasuk pengembangan bahasa lisan, tulisan,
membaca,
kajian
tentang
gambar,
dramatisasi,
dan
kesusesteraan anak-anak. Keahlian dasar dalam menulis dan membaca dikembangkan melalui penggunaan huruf dari kertas, kata-kata dari kertas pasir, dan berbagai prestasi yang memungkinkan anak-anak untuk menghubungkan antara bunyi dan simbol huruf, dan mengekpresikan pemikiran mereka melalui menulis.
112
e. Cultural activies membawa anak-anak untuk mengetahui dasar-dasar geografis, sejarah dan ilmu sosail. Musik, dan seni lainnya merupakan bagian dari kurikulum terintegrasi. 4. Lingkungan Pendidikan Anak Usia Dini menggabungkan fungsi psikososial, fisik dan akademis dari seorang anak. Tugas pentingnya adalah untuk menyediakan dasar yang awal dan umum, dimana di dalamnya termasuk tingkah laku yang positif terhadap sekolah, inner security, kebiasaan untuk berinisiatif, kemampuan untuk mengambil keputusan, disiplin diri dan rasa tanggung jawab anggota kelas lainnya, sekolah dan komunitas.
Dasar
ini
akan
membuat
anak-anak
mampu
untuk
mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang lebih spesifik dalam kehidupan sekolah mereka. F. Pendekatan Beyond Centre and Circle Time (BCCT) dalam PAUD Bermain adalah dunia anak dan bukan hanya sekedar memberikan kesenangan, akan tetapi juga memiliki manfaat yang sangat besar bagi anak. Lewat kegiatan bermain yang positif, anak bisa menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi penginderaannya, menjelajahi dunia sekitarnya, dan mengenali lingkungan tempat ia tinggal termasuk mengenali dirinya sendiri. Kemampuan fisik anak semakin terlatih, begitu pula dengan kemampuan kognitif dan kemampuannya untuk bersosialisasi. Dalam bahasa sederhana, bermain akan mengasah kecerdasannya. Metode sentra dan lingkaran merupakan salah satu metode pembelajaran dalam Pendidikan Anak Usia Dini yang mengedepankan
113
konsep bermain bagi anak, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya optimal. Dalam metode ini, alat-alat dan bahan-bahan main dikelompokkan dalam beberapa sentra sesuai dengan kebutuhan. Sentra persiapan merupakan salah satu sentra yang mengasah kemampuan kognitif dan motorik halus pada anak. Dengan demikian, bahan belajar ini sebagai pendukung bagi Pendidik Anak Usia Dini dalam mengembangkan sentra persiapan lebih lanjut. Bermain bukan hanya sekadar memberikan kesenangan, tapi juga bermanfaat besar bagi anak. Lewat kegiatan bermain yang positif, anak bisa menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi penginderaannya, menjelajahi dunia sekitarnya, dan mengenali lingkungan tempat ia tinggal termasuk mengenali dirinya sendiri. Kemampuan fisik anak semakin terlatih, begitu pula dengan kemampuan kognitif dan kemampuannya untuk bersosialisasi. Dalam bahasa sederhana, bermain membuatnya mengasah kecerdasannya. Setiap anak pada dasarnya cerdas. Akan tetapi, kecerdasan tidak semata-mata merujuk kepada kecerdasan intelektual saja, atau lebih dikenal dengan istilah IQ. Ada pula kecerdasan majemuk (multiple intelligences) seperti kecerdasan bahasa, logika matematika, visual spasial, musik, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, natural dan moral. Setiap anak memiliki kesembilan kecerdasan ini meski dengan taraf yang berbeda-beda. Bermain merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengembangkan potensi dan multiple intelligences anak karena melalui kegiatan bermain ia akan lebih mudah menyerap informasi dan pengalaman.
114
Dengan bermain, berdasarkan riset penelitian yang ada, anak ternyata menjadi lebih cerdas, emosi dan kecerdasan anak pun meningkat. Anak juga jadi lebih peka akan kebutuhan dan nilai yang dimiliki orang lain. Bermain bersama teman juga memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk menyesuaikan perilaku mereka dengan orang lain. Hebatnya lagi, anak juga mampu menghargai perbedaan di antara mereka. Bermain merupakan jendela perkembangan anak. Lewat kegiatan bermain aspek perkembangan anak bisa ditumbuhkan secara optimal dan maksimal. Membiarkan anak-anak usia pra sekolah bermain telah terbukti mampu meningkatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak, bahkan jika anak tersebut mengalami malnutrisi. Lancet Medical Journal baru-baru ini menyebutkan bahwa ada beberapa penelitian yang menemukan kaitan antara kecerdasan dan kegiatan bermain anak. Program kegiatan bermain untuk anak-anak kekurangan gizi di Bangladesh terbukti meningkatkan IQ mereka sampai 9 poin (Sally McGregor, 2006) dari Institute of Child Health at University College London. Malnutrisi atau kekurangan gizi sudah suatu masalah, namun malnutrisi tanpa stimulasi bagi perkembangan mental merupakan masalah yang jauh lebih besar. Juga dilaporkan dalam jurnal tersebut bahwa lebih dari 200 juta anak miskin di dunia kekurangan gizi. Sekitar 89 juta di antaranya ada di Asia Selatan dan 145 juta lainnya ada di negara India, Nigeria, China, Bangladesh, Ethiopia, Pakistan, Congo, Uganda, Tanzania, dan Indonesia (Masitoh, 2005:78)
115
Disimpulkan oleh para periset bahwa untuk meningkatkan kecerdasan anak-anak miskin tersebut bisa dilakukan dengan tindakan intervensi sederhana, yakni mendorong anak-anak untuk banyak bermain di rumah serta tentu saja meningkatkan kadar gizi mereka. Selama ini masyarakat terlalu memfokuskan untuk mengurangi angka kematian, tapi mereka sering lupa kalau banyak anak-anak yang terancam tidak bisa mencapai kecerdasan optimal, setelah duduk di kelas 5 atau 6 SD, kesempatan mereka untuk memperbaikinya sudah tipis. Ditambahkan oleh Mc. Gregor (2006), di sebuah daerah di Jamaica, anak-anak dari keluarga miskin diberi bantuan mainan yang bisa dimainkan sendiri di rumah, lalu perkembangan mereka dipantau sampai berusia 18 tahun. Tingkat IQ mereka lebih baik, kemampuan bacanya baik dan jarang yang drop-out dari sekolah, selain itu kesehatan mental anakanak itu juga baik, mereka tidak depresi dan lebih percaya diri. Sudah saatnya apabila kita semua, terutama para orang tua menyadari bahwa kegiatan bermain bukanlah kegiatan tak berguna dan hanya membuang waktu. Bermain selain merupakan hak asasi anak, juga diperlukan untuk meningkatkan kemampuan mereka (Kompas, 05 Januari 2007). Selama ini perkembangan kecerdasan anak hanya dipandang dari kecerdasan intelektual saja, namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan para peneliti kecerdasan memunculkan teori baru tentang multiple intelligence. Teori tersebut menjadi dasar bagi beragamnya metode pembelajaran baik formal maupun non formal. Ragam metode pembelajaran tersebut bisa dilihat dari maraknya sekolah yang memunculkan berbagai
116
keunggulan sekolah. Pada dasarnya metode belajar baik formal maupun non formal mengacu kepada bagaimana si anak dapat berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya. Tugas pendidik dan orang tua adalah membidani pengetahuan yang sudah ada dalam diri anak agar tereksplorasi secara alamiah Pendidikan bagi anak usia dini seharusnya dapat menyeimbangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik serta memberikan pendidikan dari segi moral dan sensitivitas anak terhadap permasalahan sosial. Permainan yang disajikan bagi anak usia dini harus lebih kreatif lagi. Seiring dengan perkembangan budaya, permainan yang berkembang dalam diri anak sudah bergeser. Tidak salah jika anak sudah meninggalkan permainan tradisional daerah karena budaya permainan yang berbasis teknologi terus berkembang. Untuk itu tetap harus memperkenalkan permainan tradisional daerah, selain anak mempunyai variatif permainan juga untuk mewariskan khazanah budaya yang berjuta pesona. Untuk memfasilitasi anak agar memiliki kesempatan bermain
yang cukup,
Pendidikan Anak
Usia Dini
salah satunya
dikembangkan dengan menggunakan metode sentra dan lingkaran yang diadopsi dari metode BCCT (Beyond Centre and Circle Time). Dalam metode ini, pembelajaran dibagi dalam bentuk sentra. Salah satu sentra yang ada adalah sentra persiapan. Sentra ini merupakan ”bengkel kerja” bagi anak-anak guna mengoptimalkan kemampuan keaksaraan pada anak sejak dini. Seiring dengan berkembangnya zaman, paradigma pendidikan di Indonesia mengalami perubahan. Hal itu sejalan dengan diberlakukannya
117
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang memberikan kewenangan kepada lembaga-lembaga pendidikan usia dini, dasar, menengah, dan pertutoran tinggi untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan sekolah atau yang lebih dikenal dengan desentralisasi pendidikan. Yang termasuk pengembangan kemampuan dasar adalah membaca, menulis, dan berhitung (calistung) permulaan. Oleh karena itu sangat dipandang perlu menanamkan konsep dasar Calistung yang menyenangkan dengan tujuan memberikan pembelajaran tanpa memberi beban melebihi kematangan belajar di usia mereka. Semua ini sejalan dengan pola yang dianut pada pendidikan usia dini yaitu bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain. Sebagai langkah untuk memberikan pembelajaran Calistung yang menyenangkan anak didik, penulis mencoba menerapkan metode Beyond Centers and Circles Time (BCCT). Artinya, anak dirangsang untuk secara aktif melakukan kegiatan bermain sambil belajar. Untuk itu sentra-sentra pembelajaran disiapkan secara permanen, lengkap dengan fasilitas yang dibutuhkan dan selalu menggunakan pijakan duduk melingkar sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dalam sentra. Dengan kata lain dalam pendekatan ini seluruh kegiatan pembelajaran berfokus pada anak sebagai subjek “pembelajar” sehingga anak usia dini terbantu dalam pengembangan dirinya sesuai dengan bakat atau potensi dan minat masing-masing. Ada tujuh sentra yang dikembangkan dalam BCCT. Pertama, sentra persiapan. Sentra ini menyediakan permainan yang berkaitan dengan
118
Calistung permulaan yang bermutu dan menyenangkan. Untuk itu disediakan huruf-huruf, buku-buku cerita, alat tulis, angka-angka, pohon hitung, dan bahan-bahan lain yang merangsang, anak mencoba konsep aksara dan matematika. Pembelajaran ini harus dimulai dari sesuatu yang sederhana agar anak memahami calistung secara alamiah. Kedua, sentra balok. Sentra ini berisi balok-balok bentuk geometri dengan berbagai ukuran dan warna. Disarankan paling sedikit 100 balok setiap anak agar dapat merangsang anak menciptakan bentuk bangunan yang bervariasi dan terstruktur sesuai dengan ide atau gagasannya. Anak tanpa sadar belajar menghitung jumlah balok yang diperlukan dalam konstruksi bangunan yang diciptakannya. Ketiga, sentra cair. Sentra ini menyediakan bahan sifat cair atau bahan alam (eksplorasi di bak pasir, bak air, dengan perlengkapannya) yaitu (1) alat ukur (literan, botol, jirigen, sendok, gelas ukur, dan pompa air), (2) konsep terapung tenggelam (batu, busa, sumba), (3) percampuran warna (air, sumba, cat air), (4) ublek (adonan tepung, pewarna, air), dan (5) pengenalan tekstur kasar dan halus (tepung, pasir). Keempat, sentra musik dan olah tubuh. Sentra ini menyediakan permainan dan pengenalan dengan alat-alat musik perkusi seperti angklung, tamborin, marakas, piano, terompet, dan lain-lain. Anak langsung bisa menyanyi, menari, ritmik, diiringi dengan alat musik tersebut. Sedangkan untuk olah tubuh bisa melakukan seperti englek, memanjat, permainan bola dan lain-lain.
119
Kelima, sentra seni dan kreativitas. Sentra ini menyediakan permainan pembelajaran menggambar, mewarnai, dan melukis, dengan bermacammacam media dan cara. Selain itu, anak juga dikenalkan dengan meronce, menggunting sederhana, melipat kertas, mencocok gambar, membatik, jumputan, mozaik, kolase, mengayam, dan menjahit sederhana. Semua kegiatan tersebut untuk melatih pengembangan motorik kasar dan halus pada anak. Keenam, sentra bermain peran. Pada sentra ini tersedia sarana untuk main peran mikro, misalnya rumah boneka, rangkaian kereta dengan rel, kebun binatang dengan miniatur binatang-binatang liarnya. Sedangkan bermain peran makro yaitu sesungguhnya,
misalnya
tutor
menggunakan alat-alat yang berukuran menggunakan
alat-alat
tulis
dalam
pembelajaran, tukang pos dengan surat-surat dan sepedanya, dokter dengan peralatannya, dan lain-lain. Tujuan akhir dari bermain peran adalah belajar bermain dan bekerja sama dengan orang lain agar anak memperoleh pengalaman pada dunia nyata. Ketujuh, sentra ibadah. Pada sentra ini disediakan sarana-sarana ibadah yang sesuai dengan agama dan kepercayaan anak dan aturan-aturan dalam beribadah, misalnya agama Islam mengajarkan doa-doa sehari-hari, praktek shalat, dan prakek wudu. Begitu juga dengan agama Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha diajarkan cara beribadah serta pembiasaan nilai-nilai moral yang berlaku.
120
G. Konsep Kecerdasan Kecerdasan
merupakan
kemampuan
seseorang
untuk
dapat
menghubungkan suatu pengalaman, kesimpulan atau kejadian yang pernah dialaminya secara tepat dengan apa yang sedang dihadapi (Winfred. F. Hill, 2009 : 145). Kecerdasan dibagi menjadi beberapa dimensi, menurut Sanford J. Chon kecerdasan dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu kawasan intelektual, yang mencangkup aspek kuantitatif, verbal spesial, dan beberapa dimensi khusus lain. Kawasan artistik yang mencangkup senirupa, seni pertunjukan, dan kawasan sosial yang mencangkup kemampuan kemanusiaan dan interaksi. Robert Gagne (1983) dalam Hernowo (2002:67) merumuskan bahwa kecerdasan intelektual didapatkan dengan pembelajaran dan perolehan hasil belajar skolastik, sedangkan kecerdasan talenta berhubungan dengan kempuan memimpin, kinerja mekanik, dan keterampilan manipulatif lainnya. Hal tersebut merupakan gambaran umum yang diketahui dapat dibagi secara logis. Menurut Stenberg yang berdasarkna pada teori komponen intelegensi manusia kecerdasan merupakan kemampuan untuk menganalisis masalah harus dipahami dengan superior aktivitas dan umpan balik dari komponen informasi yang dilatih. Sedangkan Bloom merumuskan bahwa kecerdasan dibagi menjadi tiga ranah, yaitu kecerdasan kognitif yang secara spesifik lebih mendetail pada kemampuan parsial, skolastik, matematis, verbal dan kemampuan lain yang bisa di pelajari secara berkelajutan. Kecerdasan afektif yang berhubungan dengan kemampuan untuk memilih sikap dan memutuskan keluaran dari sikap
121
tersebut, hal ini lebih berdasrkan pada pertimbangan nilai, karakter dan kemampuan emosional. Terakhir adalah kecerdasan psikomotorik yang menekankan pada kemampuan gerak ruang .
Psikomotorik
Afektif
Kognitif
Ketiga kecerdasan tersebut saling mengisi dan akan membentuk karakter, menentukan sikap, dan membuat individu memiliki pertimbangan dalam melakukan sesuatu. Seorang praktisi pendidikan yang memprakarsai model pembelajaean Quantum Learning, Bobby the potter (2002: 34) mengungkapkan bahwa taksonomi Bloom lebih banyak digunakan dalam pembentukan tujuan belajar saat ini, karena secara individu, manusia dibagi menjadi tiga bagian yaitu pikiran yang di pengaruhi oleh kecerdasan kognitif, hati dan perasaan yang dipengaruhi oleh kecerdasan afektif, dan jasad yang dipengaruhi oleh kecerdasan psikomotorik. Kecerdasan kognitif merupakan kecerdasan yang timbul secara alamiah dari individu dan dapat ditingkatkan levelnya dengan proses yang disebut pembelajaran, berlatih atau berfikir. Proses pembelajaran merupakan
122
interaksi antara warga belajar dengan sumber belajar, sehingga adanya timbal balik antara kedua pihak yang berperan didalam satu kerangka berfikir yang telah disepakati bersama. Sebagai hasil dari interaksi tersebut, individu mengalami banyak perubahan dalam segala hal. Beberapa teori pembelajaran, yang mendukung berkembangnya kecerdasan kognitif, diantaranya adalah sebagai berikut : Teori Koneksionisme yang menyatakan bahwa kegiatan belajar akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila memenuhi hokum di bawah ini, yaitu, Hukum kesiapan, kegiatan belajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien apabila warga belajar telah memiliki kesiapan belajar. Kesiapan belajar ini sangat penting karena akan berpengaruh pada hasil belajar yang diperoleh warga belajar. Hukum latihan, materi yang disampaikan dalam proses belajar akan lebih baik dan lebih kuat apabila ada proses pengulangan. Hukum efek, warga belajar akan belajar apabila menghasilkan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bila diberikan itu tidak berguna, maka warga belajar cenderung untuk menghentikannya. Teori Conditioning yang hampir sejalan dengan teori di atas, teori ini menyatakan bahwa kegiatan belajar seseorang akan terjadi setelah adanya pengkondisian. Pengkondisian yang dimaksud adalah dalam bentuk rangsangan terhadap perkembangan kecerdasan kognitif. Teori Gestalt yang menyatakan bahwa seseorang individu tidak menangkap bagian-bagian dari suatu gejala, yang menerimanya secara keseluruhan. Menurut teori ini belajar adalah wawasan. Belajar terjadi apabila diperoleh pemahaman, dimana
123
pemahaman tersebut timbul secara tiba-tiba bila individu dapat melihat hubungan antar unsur-unsur dalam situasi yang problematik. Dalam teori ini belajar lebih diarahkan memberi kesempatan kepada warga belajar untuk melakukan sesuatu yang akan diperoleh pengertian dan menekankan kepada belajar melalui pengalaman sehingga meningkatnya kecerdasan kognitif individu. Teori Medan yang dikembangkan oleh Kurt Lewin, menurutnya ada tiga fase tingkah laku, yaitu fase pencarian, fase perubahan dan fase pemantapan. Adapun penjelasan dari ketiga fase tersebut adalah sebagi berikut : Fase pencarian adalah fase mengubah cara atau tradisi dan kebiasaan lama yang menghalangi suatu perubahan seseorang atau kelompok, sehingga pada akhirnya mereka siap untuk menerima alternatif perubahan yang baru. Fase perubahan, disini berbagai alternatif perubahan baru dapat diberikan kepada seseorang atau kelompok sehingga mereka mempunyai model tingkah laku baru dengan mengidentifikasikan dan mencoba model baru tersebut. Fase pemanfaatan yaitu proses pengintegrasian tingkah laku baru yang telah dipelajari seseorang kepada kepribadian. Dengan demikian orang yang berada dalam proses perubahan tingkah laku memerlukan upaya pemanfaatan dari lingkungannya secara spesifik untuk peningkatan kecerdasan kognitif.
H. Konsep Pengelolaan Konsep manajemen atau pengelolaan yang umum dilakukan oleh instansi mengacu pada Planning – Organizing- Actuating – Controling (POAC) yang dikemukakan oleh G.R. Terry. Untuk memahami lebih jauh
124
tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan, di bawah akan dipaparkan tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan dalam perspektif persekolahan, dengan merujuk kepada pemikiran G.R. Terry, meliputi : (1) perencanaan (planning); (2) pengorganisasian (organizing); (3) pelaksanaan (actuating) dan (4) pengawasan (controlling).
1. Perencanaan (planning) Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Louise E. Boone dan David L. Kurtz (1984) bahwa: planning may be defined as the proses by which manager set objective, asses the future, and develop course of action designed to accomplish
these
objective.
Sedangkan
T.
Hani
Handoko
(1995)
mengemukakan bahwa : “ Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam fungsi ini.” Arti penting perencanaan terutama adalah memberikan kejelasan arah bagi setiap kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan
seefisien
dan
seefektif
mungkin.
T.
Hani
Handoko
mengemukakan sembilan manfaat perencanaan bahwa perencanaan: (a) membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
125
lingkungan; (b) membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalahmasalah utama; (c) memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran; (d) membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat; (e) memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi; (f) memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi; (g) membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami; (h) meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti; dan (i) menghemat waktu, usaha dan dana. Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) dalam Winardi (2000:114) mengemukakan langkah-langkah pokok dalam perencanaan, yaitu: a. Penentuan tujuan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut : (a) menggunakan kata-kata yang sederhana, (b) mempunyai sifat fleksibel, (c) mempunyai sifat stabilitas, (d) ada dalam perimbangan sumber daya, dan (e) meliputi semua tindakan yang diperlukan. b. Pendefinisian gabungan situasi secara baik, yang meliputi unsur sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal. c. Merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan secara jelas dan tegas. Hal senada dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko (1995:72) bahwa terdapat empat tahap dalam perencanaan, yaitu : (a) menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan; (b) merumuskan keadaan saat ini; (c) mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan; (d) mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan Pada bagian lain, Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) dalam Winardi (2000:132) mengemukakan bahwa atas dasar luasnya cakupan
126
masalah serta jangkauan yang terkandung dalam suatu perencanaan, maka perencanaan dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu : (1) rencana global yang merupakan penentuan tujuan secara menyeluruh dan jangka panjang, (2) rencana strategis merupakan rencana yang disusun guna menentukan tujuantujuan kegiatan atau tugas yang mempunyai arti strategis dan mempunyai dimensi jangka panjang, dan (3) rencana operasional yang merupakan rencana
kegiatan-kegiatan
yang
berjangka
pendek
guna
menopang
pencapaian tujuan jangka panjang, baik dalam perencanaan global maupun perencanaan strategis. Perencanaan strategik akhir-akhir ini menjadi sangat penting sejalan dengan perkembangan lingkungan yang sangat pesat dan sangat sulit diprediksikan, seperti perkembangan teknologi yang sangat pesat, pekerjaan manajerial yang semakin kompleks, dan percepatan perubahan lingkungan eksternal lainnya. Pada bagian lain, T. Hani Handoko (1995 : 78) memaparkan secara ringkas tentang langkah-langkah dalam penyusunan perencanaan strategik, sebagai berikut: 1. Penentuan misi dan tujuan, yang mencakup pernyataan umum tentang misi, falsafah dan tujuan. Perumusan misi dan tujuan ini merupakan tanggung jawab kunci manajer puncak. Perumusan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawakan manajer. Nilai-nilai ini dapat mencakup masalah-masalah sosial dan etika, atau masalah-masalah umum seperti macam produk atau jasa yang akan diproduksi atau cara pengoperasian pendidikan. 2. Pengembangan profil pendidikan, yang mencerminkan kondisi internal dan kemampuan pendidikan dan merupakan hasil analisis internal untuk mengidentifikasi tujuan dan strategi sekarang, serta memerinci kuantitas
127
dan kualitas sumber daya -sumber daya pendidikan yang tersedia. Profil pendidikan menunjukkan kesuksesan pendidikan di masa lalu dan kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan sebagai implementasi strategi dalam pencapaian tujuan di masa yang akan datang. 3. Analisa lingkungan eksternal, dengan maksud untuk mengidentifikasi cara-cara dan dalam apa perubahan-perubahan lingkungan dapat mempengaruhi organisasi. Disamping itu, pendidikan perlu mengidentifikasi lingkungan lebih khusus, seperti para penyedia, pasar organisasi, para pesaing, pasar tenaga kerja dan lembaga-lembaga keuangan, di mana kekuatan-kekuatan ini akan mempengaruhi secara langsung operasi pendidikan. Meski pendapat di atas lebih menggambarkan perencanaan strategik dalam konteks bisnis, namun secara esensial konsep perencanaan strategik ini dapat diterapkan pula dalam konteks pendidikan, khususnya pada tingkat persekolahan, karena memang pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang menghadapi berbagai tantangan internal maupun eksternal, sehingga membutuhkan perencanaan yang benar-benar dapat menjamin sustanabilitas pendidikan itu sendiri. 2. Pengorganisasian (organizing) Fungsi manajemen berikutnya adalah pengorganisasian (organizing). George R. Terry (1991) mengemukakan bahwa : “Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu”. Lousie
E.
Boone
dan
David
L.
Kurtz
(1984)
mengartikan
pengorganisasian : “… as the act of planning and implementing organization
128
structure. It is the process of arranging people and physical resources to carry out plans and acommplishment organizational obtective”. Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya. Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan beberapa asas dalam organisasi, diantaranya adalah : (a) organisasi harus profesional, yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai
dengan
kebutuhan;
(b)
pengelompokan
satuan
kerja
harus
menggambarkan pembagian kerja; (c) organisasi harus mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab; (d) organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol; (e) organisasi harus mengandung kesatuan perintah; dan (f) organisasi harus fleksibel dan seimbang. Ernest Dale seperti dikutip oleh T. Hani Handoko (1995:79) mengemukakan tiga langkah dalam proses pengorganisasian, yaitu : (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatankegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang; dan (c) pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.
129
3. Pelaksanaan (actuating) Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi Dalam hal ini, George R. Terry (1986) dalam Winardi (2000:156) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggotaanggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran pendidikan dan sasaran anggota-anggota pendidikan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut. Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika : (1) merasa yakin akan mampu mengerjakan, (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya, (3) tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting, atau mendesak, (4) tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan (5) hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.
130
4. Pengawasan (controlling) Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan. Dalam hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984) dalam Winardi (2000:157) memberikan rumusan tentang pengawasan sebagai : “… the process by which manager determine wether actual operation are consistent with plans”. Sementara itu, Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995: 125) mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa : “Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya pendidikan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan.” Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya. Selanjutnya dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko (1995:141) bahwa proses pengawasan memiliki lima tahapan, yaitu : (a) penetapan standar pelaksanaan; (b) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; (c)
131
pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata; (d) pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan; dan (e) pengambilan tindakan koreksi, bila diperlukan. Fungsi-fungsi manajemen ini berjalan saling berinteraksi dan saling kait mengkait antara satu dengan lainnya, sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan proses manajemen. Dengan demikian, proses manajemen sebenarnya merupakan proses interaksi antara berbagai fungsi manajemen.