BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan situasional didasarkan atas hubungan antara (1) tingkat bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan pemimpin; (2) tingkat dukungan sosio-emosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin; dan (3) tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan (kematangan bawahan) dalam melaksanakan tugas, fungsi atau tujuan tertentu (Hersey & Blanchard). Gaya kepemimpinan seseorang adalah pola perilaku yang diperlihatkan orang itu pada saat mempengaruhi aktivitas orang lain seperti yang dipersepsikan orang lain. Gaya kepemimpinan seseorang terdiri dari kombinasi dari perilaku tugas dan perilaku hubungan. Kedua jenis perilaku itu, tugas dan hubungan, yang merupakan inti konsep gaya kepemimpinan, didefinisikan sebagai berikut (Hersey & Blanchard): Perilaku tugas adalah kadar upaya pemimpin mengorganisasi dan menetapkan peranan anggota kelompok (pengikut); menjelaskan aktivitas setiap anggota serta kapan, di mana, dan bagaimana cara menyelesaikannya; dicirikan dengan upaya untuk menetapkan pola organisasi, saluran komunikasi, dan cara penyelesaian pekerjaan secara rinci dan jelas. Pendapat tersebut jelas bahwa perilaku tugas dapat menentukan apa yang dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan, kapan dikerjakan, untuk apa, jumlah biaya, darimana dan dengan siapa mengerjakannya dan kesemuanya ini disampaikan kepada karyawan. Adapun instrumen untuk mengukur perilaku tugas menurut Hersey, Blanchard dan Hembleton yang didasarkan dalam lima dimensi perilaku sebagai berikut (Hersey & Blanchard):
11
12
Tabel 2.1 Instrumen untuk Mengukur Perilaku Tugas Pemimpin DIMENSI PERILAKU TUGAS
INDIKATOR PERILAKU Sejauh mana pemimpin........
Penyusunan tujuan
Menetapkan tujuan yang perlu dicapai orang-orang.
Pengorganisasian
Mengorganisasi situasi kerja bagi orang-orangnya.
Menetapkan batas waktu
Menetapkan batas waktu bagi orang-orangnya.
Pengarahan
Memberikan arahan spesifik. Menetapkan dan mensyaratkan adanya laporan regular
Pengendalian tentang kemajuan pelaksanaan pekerjaan. Perilaku hubungan adalah kadar upaya pemimpin membina hubungan pribadi diantara mereka sendiri dan dengan para anggota kelompok mereka (pengikut) dengan membuka lebar saluran komunikasi, menyediakan dukungan sosio-kultural dan pemudahan perilaku. Adapun instrumen untuk mengukur perilaku hubungan menurut Hersey, Blachard dan Hembleton yang didasarkan dalam lima dimensi perilaku sebagai berikut (Hersey & Blanchard) :
13
Tabel 2.2 Instrumen untuk Mengukur Perilaku Hubungan Pemimpin DIMENSI PERILAKU TUGAS
INDIKATOR PERILAKU Sejauh mana pemimpin........
Memberikan dukungan
Memberikan dukungan dan mendorong. Melibatkan orang-orang dalam diskusi yang bersifat “memberi dan menerima” tentang
Mengkomunikasikan
aktifitas kerja. Memudahkan
interaksi
diantara
orang-
Memudahkan interaksi orangnya. Berusaha mencari dan menyimak pendapat dan Aktif menyimak kerisauan orang-orangnya. Memberikan balikan tentang prestasi orangMemberikan balikan orangnya.
Pengenalan kedua perilaku diatas sebagai suatu dimensi penting dari perilaku pemimpin, telah dikenal sebagai suatu bagian yang penting dari kerja keras ahli-ahli manajemen beberapa dasawarsa terakhir ini. Untuk lebih mengerti secara mendalam tentang kepemimpinan situasional, perlu bagi kita mempertemukan antara Gaya Kepemimpinan dengan Kematangan Pengikut karena pada saat kita berusaha mempengaruhi orang lain, tugas kita adalah: •
Mendiagnosa tingkat kesiapan bawahan dalam tugas-tugas tertentu.
•
Menunjukkan gaya kepemimpinan yang tepat untuk situasi tersebut.
14
V Variabel ini sangat penting karenna gaya keepemimpinann mencermiinkan apa yang dilakukann oleh pemiimpin dalam m mempengaruhi pengikkutnya untuuk merealisaasi visinya. Gaya kepemim mpinan adalaah pola menyyeluruh dari tindakan seoorang pemim mpin, baik gaya g yang tam mpak maupun yang tidak tampak t olehh bawahannyya. Artinya, gaya kepem mimpinan adaalah perilakuu dan strategi, sebagai hasiil kombinasi yang konsistensi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap yang sering diiterapkan seeorang pemiimpin ketikka ia mencooba mempenngaruhi kineerja bawahaannya (Veithzall Rivai). Adaa empat gaya dasar kepeemimpinan yaitu y (Thohaa) yaitu: Gambarr 2.1 Empat Gaya Dasar Kepemimpiinan
1 Gaya 1 (G 1. G1) : Instruk ksi (memberritahukan) Ini ditujuukkan oleh perilaku p pem mimpin yangg tinggi penngarahan dann rendah duukungan, gayya ini dicirikann dengan kom munikasi satuu arah. Pemiimpin membberikan batasan peranan pengikutnya dan memberiitahu merekaa tentang apaa, bagaiman,, bilamana dan d dimana melaksanaka m an berbagai tugas. t Inisiatif pemecahan p masalah dann pembuatann keputusan semata-matta dilakukann oleh pemim mpin. Pemecahhan masalah dan keputuusan diumum mkan dan peelaksanaannyya diawasi secara s ketatt oleh pemimpin.
15
2. Gaya 2 (G2) : Konsultasi (menjajakan) Ini ditunjukkan oleh perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan, dalam menggunakan gaya ini pempimpin masih banyak memberikan pengarahan dan masih membuat hampir sama dengan keputusan, tetapi hal ini diikuti dengan meningkatkan komunikasi dua arah dan perilaku mendukung, dengan berusaha mendengar perasaan pengikut tentang keputusan yang dibuat, serta ide-ide dan saran-saran mereka. Meskipun dukungan ditingkatkan, pengendalian (control) atas pengambilan keputusan tetap pada pemimpin. 3. Gaya 3 (G3) : Parstisipasi (mengikutsertakan) Ini ditunjukkan oleh perilaku pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan. Posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Dengan penggunaan gaya 3 ini, pemimpin dan pengikut saling tukar-menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuat keputusan. Komunikasi dua arah ditingkatkan, dan peranan pemimpin adalah secara aktif mendengar. Tanggung jawab pemecahan masalah dan pembuatan keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut. Hal ini sudah sewajarnya karena pengikut memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas. 4. Gaya 4 (G4) : Delegasi (mendelegasikan) Ini ditunjukkan oleh perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan. Pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. Sekarang bawahanlah yang memiliki kontrol untuk memutuskan tentang bagaimana cara pelaksanaan tugas. Pemimpin memberikan kesempatan yang luas bagi bawahan untuk melaksanakan pertunjukkan mereka sendiri karena
16
mereka memiliki kemampuan dan keyakinan untuk memikul tanggungjawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri. Semua orang cenderung lebih atau kurang matang dalam hubungannya dengan tugas, fungsi, atau sasaran spesifik yang diupayakan pemimpin untuk diselesaikan melalui upaya mereka (Hersey & Blanchard). Menurut Hersey dan Blanchard ada hubungan yang jelas antara level kematangan orang-orang dan atau kelompok dengan jenis sumber kuasa yang memiliki kemungkinan paling tinggi untuk menimbulkan kepatuhan pada orang-orang tersebut. Kepemimpinan situational memandang kematangan sebagai kemampuan dan kemauan orangorang atau kelompok untuk memikul tanggungjawab mengarahkan perilaku mereka sendiri dalam situasi tertentu. Maka, perlu ditekankan kembali bahwa kematangan merupakan konsep yang berkaitan dengan tugas tertentu dan bergantung pada hal-hal yang ingin dicapai pemimpin. Menurut Paul Hersey dan Ken. Blanchard, seorang pemimpin harus memahami kematangan bawahannya sehingga dia akan tidak salah dalam menerapkan gaya kepemimpinan. Ada dua dimensi kematangan yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Kematangan Pekerjaan Dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan sesuatu. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan. Orang-orang yang memiliki kematangan pekerjaan yang tinggi dalam bidang tertentu memiliki pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu tanpa arahan dari orang lain. Seseorang yang tinggi kematangan kerjanya boleh jadi akan mengatakan: ”Saya benar-benar berbakat dalam bagian pekerjaan saya yang ini. Saya dapat bekerja sendiri dalam bidang itu tanpa memerlukan banyak bantuan dari pimpinan saya.”
17
b. Kematangan Psikologis Dikaitkan dengan kemauan atau motivasi untuk melakukan sesuatu. Hal ini erat kaitannya dengan rasa yakin dan keikatan. Orang-orang yang sangat matang secara psikologis dalam bidang atau tanggungjawab tertentu merasa bahwa tanggungjawab merupakan hal yang penting serta memiliki rasa yakin terhadap diri sendiri dan merasa dirinya mampu dalam aspek pekerjaan tertentu. Mereka tidak membutuhkan dorongan ekstensif untuk mau melakukan hal-hal dalam bidang tersebut. Komentar orang yang sangat matang secara psikologis kemungkinan besar adalah: ”Saya sangat menyenangi aspek pekerjaan saya yang ini. Atasan saya tidak perlu mengawasi saya dengan ketat atau mendorong saya untuk melakukan pekerjaan dalam bidang itu.” Berdasarkan kemampuan dan kemauan yang dijelaskan tersebut, maka kematangan pengikut dapat dikelompokkan menjadi empat level kematangan, seperti tertera pada tabel dibawah ini: Tabel 2.3 Kontinum Tingkat Kematangan Pengikut TINGGI
SEDANG
M4
M3
M2
Mampu dan mau atau Mampu tetapi tidak Tidak percaya diri.
mau
atau
RENDAH
mampu
M1 tapi Tidak
tidak mau atau percaya diri.
percaya diri.
mampu
dan
tidak mau atau tidak percaya diri.
Indikator dari kesiapan setiap level tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dalam Kematangan Level 1 (M1), pengikut tidak mampu dan kurang komitmen dan motivasi untuk melaksanakan tugasnya atau dapat juga pengikut tidak mampu dan merasa tidak percaya
18
diri untuk melaksanakan tugasnya. Indikator M1 atau tak mampu dan tidak mau antara lain adalah: •
Tidak melakukan tugas pada level yang dapat diterima.
•
Terintimidasi oleh tugasnya.
•
Tidak jelas mengenai arah tugas.
•
Penundaan pelaksanaan tugas.
•
Mengajukan sejumlah pertanyaan mengenai tugas.
•
Menghindari tugas.
•
Menjadi defensif atau tidak enak untuk melaksanakan tugas.
2. Dalam Kematangan Level 2 (M2), pengikut tidak mampu akan tetapi mempunyai kemauan untuk melaksanakan tugas. Pemimpin kurang kemampuannya akan tetapi termotivasi untuk berupaya melaksanakan tugasnya. Atau pengikut tidak mampu tapi punya percaya diri untuk melaksanakan tugasnya sepanjang pemimpin berada di dekatnya untuk memberikan panduan. Indikatornya adalah sebagai berikut: •
Tertarik dan responsif.
•
Menunjukkan kemampuan sedang.
•
Mau menerima masukan.
•
Penuh perhatian.
•
Antusiastik.
•
Mau melaksanakan tugas baru tanpa pengalaman.
19
3. Dalam Kematangan Level 3 (M3), pengikut mempunyai kemampuan akan tetapi tidak mempunyai kemauan untuk mempergunakan kemampuannya untuk melaksanakan tugas. Dapat juga pengikut mempunyai kemampuan akan tetapi tidak mempunyai percaya diri untuk melaksanakan tugasnya. Indikator kesiapan ini adalah sebagai berikut: •
Telah menunjukkan pengetahuan dan kemampuan.
•
Tampak ragu-ragu untuk menyelesaikan atau mengambil langkah berikutnya dalam melaksanakan tugas.
•
Kelihatannya takut, kaget dan bingung.
•
Tampak masa bodo untuk melaksanakan tugas sendiri.
•
Sering meminta balikan.
4. Dalam Kematangan Level 4 (M4), pengikut mempunyai kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan tugas. Atau mungkin juga pengikut mempunyai kemampuan dan mempunyai percaya diri untuk melaksanakan tugasnya. Indikator dari kesiapan ini adalah: •
Membuat atasan selalu terinformasi tentang kemajuan pelaksanaan tugas.
•
Mempergunakan sumber secara efisien.
•
Bertanggungjawab dan berorientasi pada hasil.
•
Dapat melaksanakan tugas secara independent.
•
Berbagi berita baik dan buruk.
•
Membuat keputusan yang efektif mengenai tugas.
•
Melaksanakan standar tinggi.
•
Berbagi ide kreatif.
•
Menyelesaikan tugas tepat waktu atau lebih cepat.
20
G Gaya kepemiimpinan yanng sesuai (gaya pemimppin) bagi levvel kematanngan tertentuu dari pengikut digambark kan dengan kurva preskriptif yanng bergerakk melalui keempat k kuaadran mpinan. Kurrva berbenttuk loncengg itu disebbut kurva preskriptif karena hal itu kepemim menunjukkkan gaya kepemimpiinan yang sesuai langgsung di attas level keematangan yang berkaitann. Hubungan n gaya kepem mimpinan deengan tingkaat kematanggan dilukiskaan dalam gaambar dibawah ini (Thoha ) : Gambarr 2.2 Model Kepemimpiinan Situasioonal
G Gambar di atas a berusahha menggam mbarkan hubbungan antaara tingkat kematangan k para pengikut atau bawah han dengan gaya kepem mimpinan yaang sesuai untuk u diterappkan ketika para pengikut bergerak daari kematanggan yang seddang ke kemaatangan yang telah berkeembang (darri M1 sampai dengan d M4)). Hubungann tersebut dapat d diikutti uraian peenjelasannyaa sebagai beerikut (Thoha): 1. G1 (IInstruksi), diberikan d unntuk pengikuut yang renndah kemataangannya. Orang O yang tidak mampu dan mau (p percaya diri)) (M1) mem miliki tangggungjawab untuk u melakksanakan sesuatu
21
adalah tidak kompeten atau tidak memiliki keyakinan. Dalam banyak kasus ketidakinginan mereka merupakan akibat dari ketidakyakinannya atau kurangnya pengalaman dan pengetahuannya berkenaan dengan suatu tugas. Dengan demikian, gaya pengarahan (G1) memberikan pengarahan yang jelas dan spesifik. 2. G2 (Konsultasi), adalah untuk tingkat kematangan rendah ke sedang. Orang yang tidak mampu tetapi berkeinginan (M2) untuk memikul tanggungjawab memiliki keyakinan tetapi kurang memiliki keterampilan. Dengan demikian, gaya konsultasi (G2) yang memberikan perilaku mengarahkan, karena mereka kurang mampu, juga memberikan perilaku mendukung untuk memperkuat kemampuan dan antusias, tampaknya merupakan gaya yang sesuai digunakan bagi individu pada tingkat kematangan seperti ini. 3. G3 (Partisipasi), adalah bagi tingkat kematangan dari sedang ke tinggi. Orang-orang pada tingkat perkembangan ini memiliki kemampuan tetapi tidak berkeinginan (M3) untuk melakukan suatu tugas yang diberikan. Ketidakinginan mereka itu seringkali disebabkan karena kurangnya keyakinan. Namun bila mereka yakin atas kemampuannya tetapi tidak mau, maka keengganan mereka untuk melaksanakan tugas tersebut lebih merupakan persoalan motivasi dibandingkan persoalan keamanan. Dengan demikian, gaya yang mendukung, tanpa mengarahkan, partisipasi (G3) mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi untuk diterapkan bagi individu dengan tingkat kematangan seperti ini. 4. G4 (Delegasi), adalah bagi tingkat kematangan yang tinggi. Orang-orang dengan tingkat kematangan seperti ini adalah mampu dan mau, atau mempunyai keyakinan untuk memikul tanggungjawab (M4). Dengan demikian, gaya delegasi yang berprofil rendah (G4) memberikan sedikit pengarahan atau dukungan memiliki tingkat kemungkinan efektif yang paling tinggi dengan individu-individu dalam tingkat kematangan seperti ini.
22
Dibawah ini beberapa pendapat para peneliti yang tentang hubungan gaya kepemimpinan dengan loyalitas karyawan sebagai berikut : Purwandari (2014) menyatakan jika pemimpin tidak bisa menjaga hubungan baik dengan karyawannya, dan karyawan merasa tertekan dengan gaya kepemimpinan atasannya maka diduga tidak akan memiliki loyalitas kepada perusahaan. Dia akan berusaha berpindah kerja ke perusahaan yang memperlakukan karyawannya dengan lebih baik. Hal ini berarti semakin baik gaya kepemimpinan atasan diduga akan semakin baik pula loyalitas karyawannya. Sutanto (2002) menyatakan loyalitas akan muncul jika seorang pemimpin mampu menjaga kenyamanan di lingkungan kerjanya. Kenyamanan tersebut merupakan hasil dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dan diterapkan di dalam unit kerja yang dipimpinnya. Hal ini tercermin pada gaya kepemimpinan seorang atasan. Dengan demikian sangatlah penting bagi para pemimpin untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat agar loyalitas karyawan dapat terjaga. Saat ini loyalitas para karyawan bukan sekedar menjalankan tugas-tugas serta kewajibannya sebagai karyawan yang sesuai dengan uraian-uraian tugasnya atau disebut juga dengan job description, melainkan berbuat seoptimal mungkin untuk menghasilkan yang terbaik dari organisasi. 2.2 Kompensasi Menurut Heidjrachman dan Husnan (2000) “Kompensasi dapat didefinisikan sebagai penghargaan yang adil dan layak terhadap para karyawan sesuai dengan sumbangan mereka untuk mencapai tujuan organisasi.” Soehardi Sigit (2003) berpendapat bahwa kompensasi adalah segala bentuk imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya atas pengorbanan karyawan yang bersangkutan.
23
Pengorbanan karyawan tersebut dapat berupa kerja, jasa kinerja, biaya, maupun jerih payah yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Sedangkan Hani Handoko (1995) berpendapat bahwa kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam pemberian kompensasi ialah bahwa kompensasi itu harus layak, adil, dapat diterimakan, memuaskan, memberi motivasi kerja, bersifat penghargaan, dan sesuai dengan kebutuhan. Pemberian kompensasi akan memberikan manfaat kepada dua belah pihak, baik kepada pihak perusahaan maupun kepada pihak karyawan. Bagi perusahaan, pemberian kompensasi akan bermanfaat untuk: a. Bisa menarik karyawan yang tingkat keterampilan tinggi untuk bekerja pada perusahaan. b. Untuk memberikan rangsangan agar karyawan mau bekerja dengan giat untuk mencapai prestasi yang tinggi yang berdampak pada peningkatan produktivitas karyawan. c. Untuk mengikat karyawan agar bekerja pada perusahaan. Sedangkan untuk karyawan sendiri kompensasi akan memberikan manfaat, seperti: a. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. b. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. c. Untuk dapat menimbulkan semangat dan kegembiraan dalam bekerja. d. Untuk meningkatkan status sosial dan prestise karyawan dalam lingkungan masyarakat. Pertimbangan pemberian kompensasi bagi karyawan sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor yang ada dalam perusahaan dan faktor-faktor yang datang dari luar perusahaan faktor
24
faktor dari dalam perusahaan yang mempengaruhi kebijakan pemberian kompensasi bagi karyawan adalah: a. Berat ringannya suatu pekerjaan; untuk pekerjaan yang mengandung resiko tinggi maka pemberian kompensasinya akan lebih tinggi dari pada pekerjaan yang tidak mengandung resiko tinggi. b. Kemampuan kerja dari karyawan tersebut; kemampuan seseorang harus dihargai perusahaan dengan memberikan kompensasi yang memadai dengan usaha yang telah dikeluarkan sesuai dengan kemampuannya. c. Jabatan atau pangkat; memang salah satu pertimbangan bahwa semakin tinggi jabatan seseorang dalam perusahaan maka akan makin besar pula kompensasi balas jasa yang diterimanya. Ini berkaitan dengan tanggungjawab dan resiko dari jabatan yang dipegangnya. d. Pendidikan; dalam pemberian kompensasi balas jasa tentu masalah pendidikan menjadi pertimbangan, pemberian kompensasi sesuai pendidikan karyawan yang bersangkutan maksudnya untuk menuju prestasi. Ini berkaitan dengan keahlian yang diperoleh karyawan tersebut dari pendidikan yang telah diikutinya. e. Lama bekerja; makin lama karyawan bekerja tentu akan mengharapkan kompensasi yang meningkat sesuai lamanya karyawan bekerja. Makin lama karyawan bekerja, sudah tentu harus mendapatkan kompensasi untuk dapat meningkatkan kegairahan kerja karyawan yang bersangkutan. Ini berhubungan dengan pengalaman dan kejenuhan yang didapat oleh karyawan tersebut. f. Kemampuan
perusahaan;
pemberian
kompensasi
juga
sangat
dipengaruhi
kemampuan perusahaan dalam hal keuangan. Perusahaan besar akan memberikan
25
kompensasi pada karyawannya relatif lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang menengah atau kecil. Ini juga berhubungan dengan upaya perusahaan untuk mempertahakan karyawannya yang potensial. Di samping faktor-faktor dari dalam perusahaan, pemberian kompensasi bagi karyawan juga dipengaruhi oleh faktor- faktor dari luar perusahaan, yaitu: a. Peraturan pemerintah; pemerintah dalam pelaksanaan pemberian kompensasi untuk karyawan bidang pengolahan maupun jasa dapat mempengaruhi dan memaksakan suatu peraturan untuk menetapkan upah minimum. Penetapan upah minimum ini oleh pemerintah didasarkan kepada kebutuhan pokok hidup sehari-hari. b. Biaya hidup; penentuan besarnya kompensasi sangat dipengaruhi oleh biaya hidup sehari-hari. Biaya hidup ini sangat dipengaruhi oleh harga-harga kebutuhan pokok yang tergantung pada lokasi dimana perusahaan itu berada. Kalau biaya hidup naik otomatis kompensasi yang diterima karyawan juga naik seiring naiknya biaya hidup. c. Tawar menawar serikat pekerja; pengaruh tawar menawar dengan kelompok serikat kerja akan sangat berpengaruh terhadap perusahaan dalam menetapkan besarnya kompensasi yang diberikan kepada karyawan. d. Letak geografis; perbedaan dalam pemberian kompensasi juga sangat dipengaruhi oleh letak geografis dimana perusahaan itu berada. Karyawan perusahaan di daerah yang terpencil akan mendapat kompensasi yang berbeda dengan karyawan perusahaan di kota besar. e. Pasar tenaga kerja; pemberian kompensasi juga sangat dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan tenaga kerja di pasar. Sesuai hukum penawaran dan permintaan,
26
pada saat keadaan perekonomian pada titik booming permintaan akan tenaga kerja sedangkan tenaga kerja yang tersedia sangat terbatas maka kompensasi yang ditawarkan kepada calon karyawan pun akan tinggi. Begitu juga sebaliknya apabila perekonomian dalam keadaan resesi permintaan tenaga kerja maka tingkat kompensasi yang ditawarkan kepada calon karyawan pun akan rendah. Calon karyawan dengan keahlian dan ketrampilan khusus akan mempunyai posisi tawar menawar yang lebih kuat dalam menentukan tingkat kompensasi dibandingkan dengan calon karyawan yang tidak memiliki keahlian dan keterampilan khusus. 2.2.1 Jenis-Jenis Kompensasi 1)
Kompensasi Upah. Hasibuan (2005) mengemukakan bahwa “Upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati membayarnya”. Atas dasar uraian tersebut, terdapat hal yang perlu dielaborasi bahawa upah disini dimaksudkan sebagai balas jasa yang adil dan layak diberikan kepada para pekerja atas jasa-jasanya dalam mencapai tujuan organisasi.
2)
Kompensasi Keamanan. Samsudin (2005) menyatakan : “Keamanan adalah keadaan karyawan yang bebas dari rasa takut dan bebas kemungkinan kecelakaan kerja”. Programprogram keamanan yang dapat dilakukan antara lain: a. Menggunakan mesin-mesin yang dilengkapi alat-alat pengaman. b. Mengatur lay-out pabrik dan penerangan sebaik mungkin. c. Melakukan pemeliharaan fasilitas pabrik secara baik.
27
d. Menggunakan berbagai petunjuk dan peralatan keamanan, beserta larangan-larangan yang dianggap perlu. e. Mendidik para karyawan dalam hal keamanan. f. Membentuk komite manajemen serikat kerja untuk memecahkan masalah-masalah keamanan, dan sebagainya. 3) Kompensasi Kesehatan. Samsudin (2005) menyatakan : “Kesehatan pada dasarnya mencakup kesehatan jasmani dan rohani”. Seorang disebut sehat jasmani apabila seluruh unsur organisme badaniah seseorang itu berfungsi normal dan baik, yang berarti tanpa sakit, tanpa menyidap penyakit, dan tanpa kelemahan fisik. Sedangkan
sehat
rohaniah
adalah
bila
seseorang
sudah
berhasil
mengadaptasikan dirinya pada organisasi tempat ia bekerja, memiliki konsepsi yang akurat tentang kenyataan-kenyataan hidup, dapat mengatasi berbagai stress dan frustasi dan sebagainya. 4) Kompensasi Insentif. Simamora (1997) mengemukakan : “Kompensasi insentif adalah programprogram kompensasi yang mengaitkan bayaran dengan produktivitas”. Berdasarkan uraian tersebut, berikut yang perlu dielaborasi adalah guna lebih mendorong produktivitas kerja yang lebih tinggi, banyak organisasi yang menganut sistem insentif sebagai bagian system imbalan yang berlaku bagi para karyawan. Kompensasi dalam bentuk insentif tersebut dimaksudkan untuk memberikan upah yang berbeda, bukan didasarkan pada evaluasi jabatan, namun karena adanya perbedaan prestasi kerja.
28
5) Kompensasi Tunjangan. Simamora (1997) mengemukakan : “Tunjangan karyawan adalah pembayaranpembayaran dan jasa-jasa yang melindungi dan melengkapi gaji pokok, dan perusahaan membayar semua atau sebagian dari tunjangan ini”. 6) Kompensasi Gaji. Rivai (2005) mengemukakan : “Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan/pegawai sebagai konsekuensi dari statusnya sebagai seorang pegawai yang memberikan konstribusi dalam mencapai tujuan perusahaan/organisasi”. Atau dapat juga dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima seseorang karena kedudukannya dalam perusahaan/organisasi”. Dengan demikian, gaji pegawai merupakan salah satu jenis balas jasa yang diberikan kepada seorang pegawai secara periodic (biasanya sekali sebulan). 7) Kompensasi Pensiun. Nawawi (1998) mengemukakan : “Pensiun adalah dana yang dibayarkan secara regtular dengan interval tertentu kepada seorang pekerja dan keluarganya setelah berhenti dari perusahaan/organisasi”. Untuk itu harus dipenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan, karena sifatnya adalah pemberian bagian dari keuntungan yang diperoleh perusahaan/organisasi”. Dibawah ini beberapa pendapat para peneliti yang tentang hubungan kompensasi dengan loyalitas karyawan sebagai berikut : Purwandari (2014) menyatakan kompensasi diterima oleh karyawan sebagai imbalan atas jasa yang telah diberikannya kepada perusahaan. Kompensasi merupakan salah satu bentuk penghargaan perusahaan kepada karyawannya. Jika perusahaan
29
memberi kompensasi yang layak dan adil sesuai dengan jasa yang diberikan oleh karyawan, dan kompensasi tersebut dapat mencukupi kebutuhan hidupnya maka karyawan diduga tidak akan berpikir untuk berpindah kerja lagi, atau menerima pekerjaan dari perusahaan lain. Jadi, semakin baik kompensasi yang diterima karyawan diduga semakin tinggi pula loyalitas karyawan tersebut terhadap perusahaan. Muljani (2002) menyatakan kompensasi sering kali dianggap sebagai pemicu utama ketidakpuasan karyawan yang pada akhirnya menyebabkan ketiadaan loyalitas. Bila mereka merasa tidak loyal, mereka mungkin tidak bekerja seperti seharusnya, dan pada akhirnya perusahaan akan sulit mempertahankan karyawan, dan juga sulit mengharapkan loyalitasnya. Apabila harapan karyawan mengenai kompensasi yang demikian dapat diwujudkan oleh perusahaan, maka karyawan akan merasa diperlakukan secara adil oleh perusahaan. 2.3 Lingkungan Kerja Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan kinerja karyawan. Karena lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap karyawan didalam menyelesaikan pekerjaan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja organisasi. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Oleh karena itu penentuan dan penciptaan lingkungan kerja yang baik akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Sebaliknya apabila lingkungan kerja yang tidak baik akan dapat menurunkan motivasi serta semangat kerja dan akhirnya dapat menurunkan kinerja karyawan.
30
Kondisi dan suasana lingkungan kerja yang baik akan dapat tercipta dengan adanya penyusunan organisasi secara baik dan benar sebagaimana yang dikatakan oleh Sarwoto (1991) bahwa suasana kerja yang baik dihasilkan terutama dalam organisasi yang tersusun secara baik, sedangkan suasana kerja yang kurang baik banyak ditimbulkan oleh organisasi yang tidak tersusun dengan baik pula. Dari pendapat tersebut dapat diterangkan bahwa terciptanya suasana kerja sangat dipengaruhi oleh struktur organisasi yang ada dalam organisasi tersebut. Menurut Alex S Nitisemito (2000) mendefinisikan lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan. Menurut Mardiana (2005) “Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan pekerjaannya sehari-hari”. Menurut Sedarmayati (2011) lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perserorangan maupun sebagai kelompok. Menurut Sedarmayanti (2001) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yaitu: 1) Lingkungan Kerja Fisik Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Sedarmayanti, 2001). Menurut Komarudin (2002) Lingkungan kerja fisik adalah keseluruhan atau setiap aspek dari gejala fisik dan sosial - kultural yang
31
mengelilingi atau mempengaruhi individu. Menurut Alex S. Nitisemito (2002). Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas - tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik dan lainlain. Faktor - faktor lingkungan kerja fisik adalah sebagai berikut: a) Pewarnaan Masalah warna dapat berpengaruh terhadap karyawan didalam melaksanakan pekerjaan, akan tetapi banyak perusahaan yang kurang memperhatikan masalah warna. Dengan demikian pengaturan hendaknya memberi manfaat, sehingga dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Pewarnaan pada dinding ruang kerja hendaknya mempergunakan warna yang lembut. b) Penerangan Penerangan dalam ruang kerja karyawan memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan semangat karyawan sehingga mereka akan dapat menunjukkan hasil kerja yang baik, yang berarti bahwa penerangan tempat kerja yang cukup sangat membantu berhasilnya kegiatan-kegiatan operasional organisasi. c) Udara Di dalam ruangan kerja karyawan dibutuhkan udara yang cukup, dimana dengan adanya pertukaran udara yang cukup, akan menyebabkan kesegaran fisik dari karyawan tersebut. Suhu udara yang terlalu panas akan menurunkan semangat kerja karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan.
32
d) Suara bising Suara yang bunyi bisa sangat menganggu para karyawan dalam bekerja. Suara bising tersebut dapat merusak konsentrasi kerja karyawan sehingga kinerja karyawan bisa menjadi tidak optimal. Oleh karena itu setiap organisasi harus selalu berusaha untuk menghilangkan suara bising tersebut atau paling tidak menekannya untuk memperkecil suara bising tersebut. Kemampuan organisasi didalam menyediakan dana untuk keperluan pengendalian suara bising tersebut, juga merupakan salah satu faktor yang menentukan pilihan cara pengendalian suara bising dalam suatu organisasi. e) Ruang Gerak Suatu organisasi sebaiknya karyawan yang bekerja mendapat tempat yang cukup untuk melaksanakan pekerjaan atau tugas. Karyawan tidak mungkin dapat bekerja dengan tenang dan maksimal jika tempat yang tersedia tidak dapat memberikan kenyamanan. Dengan demikian ruang gerak untuk tempat karyawan bekerja seharusnya direncanakan terlebih dahulu agar para karyawan tidak terganggu di dalam melaksanakan pekerjaan disamping itu juga perusahaan harus dapat menghindari dari pemborosan dan menekan pengeluaran biaya yang banyak. f) Keamanan Rasa aman bagi karyawan sangat berpengaruh terhadap semangat kerja dan kinerja karyawan. Di sini yang dimaksud dengan keamanan yaitu keamanan yang dapat dimasukkan ke dalam lingkungan kerja fisik. Jika di tempat kerja tidak aman karyawan tersebut akan menjadi gelisah, tidak bisa berkonsentrasi dengan
33
pekerjaannya serta semangat kerja karyawan tersebut akan mengalami penurunan. Oleh karena itu sebaiknya suatu organisasi terus berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan suatu keadaan dan suasana aman tersebut sehingga karyawan merasa senang dan nyaman dalam bekerja. g) Kebersihan Lingkungan kerja yang bersih akan menciptakan keadaan disekitarnya menjadi sehat. Oleh karena itu setiap organisasi hendaknya selalu menjaga kebersihan lingkungan kerja. Dengan adanya lingkungan yang bersih karyawan akan merasa senang sehingga kinerja karyawan akan meningkat. 2) Lingkungan Kerja Non Fisik Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungsn kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan dengan bawahan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan ( Sedarmayanti, 2001). Lingkungan kerja non fisik ini tidak kalah pentingnya dengan lingkungan kerja fisik. Semangat kerja karyawan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan kerja non fisik, misalnya hubungan dengan sesama karyawan dan dengan pemimpinnya. Apabila hubungan seorang karyawan dengan karyawan lain dan dengan pimpinan berjalan dengan sangat baik maka akan dapat membuat karyawan merasa lebih nyaman berada di lingkungan kerjanya. Dengan begitu semangat kerja karyawan akan meningkat dan kinerja pun juga akan ikut meningkat.
34
Ada 5 aspek lingkungan kerja non fisik yang bisa mempengaruhi perilaku karyawan, yaitu: a) Struktur kerja, yaitu sejauh mana bahwa pekerjaan yang diberikan kepadanya memiliki struktur kerja dan organisasi yang baik. b) Tanggung jawab kerja, yaitu sejauh mana pekerja merasakan bahwa pekerjaan mengerti tanggung jawab mereka serta bertanggung jawab atas tindakan mereka. c) Perhatian dan dukungan pemimpin, yaitu sejauh mana karyawan merasakan bahwa pimpinan sering memberikan pengarahan, keyakinan, perhatian serta menghargai mereka. d) Kerja sama antar kelompok, yaitu sejauh mana karyawan merasakan ada kerjasama yang baik diantara kelompok kerja yang ada. e) Kelancaran komunikasi, yaitu sejauh mana karyawan merasakan adanya komunikasi yang baik, terbuka, dan lancar, baik antara teman sekerja ataupun dengan pimpinan. Kedua jenis lingkungan kerja di atas harus selalu diperhatikan oleh organisasi. Keduanya tidak bisa dipisahkan begitu saja. Terkadang organisasi hanya mengutamakan salah satu jenis lingkungan kerja di atas, tetapi akan lebih baik lagi apabila keduanya dilaksanakan secara maksimal. Dengan begitu kinerja karyawan bisa akan lebih maksimal. Peran seorang pemimpin benar-benar diperlukan dalam hal ini. Pemimpin harus bisa menciptakan sebuah lingkungan kerja baik dan mampu meningkatkan kinerja karyawan. Dibawah ini beberapa pendapat para peneliti yang tentang hubungan lingkungan kerja dengan loyalitas karyawan sebagai berikut : Purwandari (2014) menyatakan karyawan bekerja dalam suatu lingkungan kerja, Jika ia bekerja dalam lingkungan yang sudah nyaman, ruang bekerja serta peralatan kerja yang baik,
35
memiliki hubungan yang baik dengan karyawan yang lain dan juga dengan atasannya maka diduga ia akan tetap setia bekerja di perusahaannya. Karena jika ia berpindah kerja belum tentu ia akan mendapatkan lingkungan kerja yang sebaik lingkungan kerjanya sekarang. Jadi semakin baik dan nyaman lingkungan kerja yang ada, diduga semakin tinggi loyalitas karyawannya. Menurut Hameed et al. (2009) faktor lain yang dapat menjadikan karyawan dapat bersikap loyal terhadap perusahaan ialah dengan adanya lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Lingkungan kerja yang memuaskan bagi karyawan dapat meningkatkan kinerja, sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai dapat menurunkan kinerja karyawan. 2.4 Gender Gender adalah jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin (Suryadi dan Idris, 2004). John M. Echols & Hassan Sadhily mengemukakan kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (Rahmawati, 2004). Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari perbedaan bentuk tubuh antara laki-laki dan perempuan Dibawah ini beberapa pendapat para peneliti yang tentang hubungan gender dengan loyalitas karyawan sebagai berikut : Gender adalah jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran social berdasarkan jenis kelamin (Suryadi dan Idris, 2004). John M. Echols & Hassan Sadhily mengemukakan kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (Rahmawati, 2004). Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari perbedaan bentuk tubuh antara laki-laki dan perempuan.
36
Dibandingkan pria, para wanita ternyata lebih loyal pada satu perusahaan. Namun, kesetiaan tersebut lebih banyak ditemui pada wanita yang sudah menikah, dibandingkan dengan karyawati yang masih melajang. Hasil penelitian yang dimuat dalam The American Sociological Review ini menunjukkan, loyalitas para karyawan terhadap perusahaan terus menurun. Tetapi jika dibandingkan menurut gender, para karyawati cenderung lebih loyal 2.5 Loyalitas Karyawan Pengertian loyalitas karyawan Hasibuan (2005), mengemukakan bahwa loyalitas atau kesetiaan merupakan salah satu unsur yang digunakan dalam penilaian karyawan yang mencakup kesetiaan terhadap pekerjaannya, jabatannya dan organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi didalam maupun diluar pekerjaan dari dorongan orang yang tidak bertanggungjawab. Menurut Sudimin (2003), Loyalitas berarti “Kesediaan karyawan dengan seluruh kemampuan, keterampilan, pikiran, dan waktu untuk ikut serta mencapai tujuan perusahaan dan menyimpan rahasia perusahaan serta tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan perusahaan selama orang itu masih berstatus sebagai karyawan”. Sedangkan loyalitas menurut Siagian (2005), “Suatu kecenderungan karyawan untuk tidak pindah ke perusahaan lain”. Poerwopoespito (2004), menyebutkan bahwa loyalitas kepada pekerjaan tercermin pada sikap karyawan yang mencurahkan kemampuan dan keahlian yang dimiliki, melaksanakan tugas dengan tanggung jawab, disiplin serta jujur dalam bekerja. Poerwopoespito (2004), juga menjelaskan bahwa sikap karyawan sebagai bagian dari perusahaan yang paling utama adalah loyal. Sikap ini diantaranya tercermin dari terciptanya suasana yang menyenangkan dan
37
mendukung ditempat kerja, menjaga citra perusahaan dan adanya kesediaan untuk bekerja dalam jangka waktu yang lebih panjang. Definisi-definisi diatas dapat peneliti simpulkan bahwa loyalitas karyawan tercermin dari sikap dan perbuatan mencurahkan kemampuan dan keahlian yang dimiliki, melaksanakan tugas dengan tanggungjawab, disiplin, serta jujur dalam bekerja, menciptakan hubungan kerja yang baik dengan atasan, rekan kerja, serta bawahan dalam menyelesaikan tugas, menciptakan suasana yang mendukung dan menyenangkan di tempat kerja, menjaga citra perusahaan dan adanya kesediaan untuk bekerja dalam jangka waktu yang lebih panjang. 2.5.1 Aspek-Aspek loyalitas karyawan Aspek-Aspek loyalitas menurut Saydam ( 2000 ) adalah sebagai berikut : 1) Ketaatan atau Kepatuhan : Ketaatan yaitu kesanggupan seorang pegawai untuk mentaati segala peraturan kedinasan yang belaku dan mentaati perintah dinas yang diberikan atasan yang berwenang, serta sanggup tidak melanggar larangan yang ditentukan. Ciri-ciri ketaatan yaitu : a. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. b. Mentaati perintah kedinasan yang diberikan atasan yang berwenang dengan baik c. Selalu mentaati jam kerja yang sudah ditentukan d. Selalu memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya 2) Bertanggung Jawab : Tanggungjawab adalah kesanggupan seorang karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan baik, tepat waktu, serta berani mengambil resiko untuk keputusan yang dibuat atau tindakan yang dilakukan.
38
Ciri-ciri tanggung jawab yaitu : a. Dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu. b. Selalu menyimpan atau memelihara barang-barang dinas dengan sebaik-baiknya. c. Mengutamakan kepentingan dinas dari kepentingan golongan. d. Tidak pernah berusaha melemparkan kesalahan yang dibuatnya kepada orang lain. 3) Pengabdian : Pengabdian yaitu sumbangan pemikiran dan tenaga secara ikhlas kepada perusahaan. 4) Kejujuran : Kejujuran adalah keselarasan antara yang terucap atau perbuatan dengan kenyataan. Ciri-ciri kejujuran yaitu : a. Selalu melakukan tugas dengan penuh keikhlasan tanpa merasa dipaksa. b. Tidak menyalahgunakan wewenang yang ada padanya. c. Melaporkan hasil pekerjaan kepada atasan apa adanya. Unsur-unsur loyalitas yang lain dikemukakan oleh Steers & Porter (1983) berhubungan dengan sikap yang akan dilakukan karyawan, dan merupakan proses psikologis terciptanya loyalitas kerja dalam perusahaan, antara lain : a. Dorongan yang kuat untuk tetap menjadi anggota perusahaan, kekuatan aspek ini sangat dipengaruhi oleh keadaan individu, baik kebutuhan, tujuan maupun kecocokan individu dalam perusahaan. b. Keinginan untuk berusaha semaksimal mungkin bagi perusahaan. Kesamaan persepsi antara karyawan dan perusahaan dan yang didukung oleh kesamaan tujuan dalam perusahaan mewujudkan keinginan yang kuat untuk berusaha maksimal, karena dengan pribadi juga perusahaan akan terwujud.
39
c. Kepercayaan yang pasti dan penerimaan yang penuh atas nilai-nilai perusahaan. Kepastian kepercayaan yang diberikan karyawan tercipta dari operasional dari perusahaan yang tidak lepas darikepercayaan perusahaan terhadap karyawan itu sendiri untuk melaksanakan pekerjaannya. Karyawan yang memiliki loyalitas tinggi akan memiliki sikap kerja yang positif. Sikap kerja yang positif meliputi : 1) Kemauan untuk bekerja sama. Bekerja sama dengan orang-orang dalam suatu kelompok akan memungkinkan perusahaan dapat mencapai tujuan yang tidak mungkin dicapai oleh orang-orang secara individual. 2) Rasa memiliki. Adanya rasa ikut memiliki karyawan terhadap perusahaan akan membuat karyawan memiliki sikap untuk ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap perusahaan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas demi tercapainya tujuan perusahaan. 3) Hubungan antar pribadi. Karyawan yang mempunyai loyalitas karyawan tinggi mereka akan mempunyai sikap fleksibel kearah hubungan antara pribadi. Hubungan antara pribadi ini meliputi : hubungan sosial diantara karyawan. Hubungan yang harmonis antara atasan dan karyawan, situasi kerja dan sugesti dari teman sekerja.
40
4) Suka terhadap pekerjaan. Perusahaan harus dapat menghadapi kenyataan bahwa karyawannya tiap hari datang untuk bekerja sama sebagai manusia seutuhnya dalam hal melakukan pekerjaan yang akan dilakukan dengan senang hati. 2.5.2 Faktor - Faktor yang mempengaruhi loyalitas karyawan Loyalitas karyawan akan tercipta apabila karyawan merasa tercukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup dari pekerjaannya, sehingga meraka betah bekerja dalam suatu
perusahaan.
Kadarwati
(2003)
menegaskan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi loyalitas karyawan adalah adanya fasilitas-fasilitas kerja, tunjangan kesejahteraan, suasana kerja serta upah yang diterima dari perusahaan. Selanjutnya Steers & Porter(1983) menyatakan bahwa timbulnya loyalitas karyawan dipengaruhi oleh : 1) Karaktersitik Pribadi. Karakteristik pribadi merupakan faktor yang menyangkut karyawan itu sendiri yang meliputi usia, masa kerja, jenis kelamin, tingkat pendidikan, prestasi yang dimiliki, ras dan sifat kepribadian. 2) Karakteristik Pekerjaan. Karakteristik pekerjaan menyangkut pada seluk beluk perusahaan yang dilakukan meliputi tantangan kerja, job stress, kesempatan untuk berinteraksi sosial, identifikasi tugas, umpan balik dan kecocokan tugas. 3) Karakteristik Desain Perusahaan. Karakteristik desain perusahaan menyangkut pada interen perusahaan yang dapat dilihat dari sentralisasi, tingkat formalitas, tingkat keikutsertaan dalam pengambilan keputusan,
41
paling tidak telah mengajukan berbagai tingkat asosiasi dengan tanggung jawab perusahaan. Ketergantungan fungsional maupun fungsi kontrol perusahaan. 4) Pengalaman yang diperoleh dari perusahaan. Pengalaman tersebut merupakan internalisasi individu terhadap perusahaan setelah melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan sehingga menimbulkan rasa aman, merasakan adanya keputusan pribadi yangdipenuhi oleh perusahaan.
2.6 Penelitian Terdahulu No 1
Judul Penelitian “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Pola Komunikasi dalam Organisasi, dan Jenis Penghargaan terhadap Loyalitas Karyawan”. Journal The Winners. Vol. 11 No 2, Tahun 2010
Nama Peneliti Laksmi Sito Dwi Irvianti dan Kokoh Chandranegara
Variabel Gaya Kepemimpinan, Komunikasi Organisasi, dan Jenis Penghargaan terhadap Loyalitas Karyawan
Keterangan Hasil penelitian menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan, komunikasi organisasi, dan jenis penghargaan terhadap loyalitas karyawan, besar pengaruh masingmasing sebesar 26,11%, 39,56%, dan 52,13%.
2
“Loyalty to supervisor vsorganizational commitment : Relationshops to employee performance in China”. Journal of Occupational and Organizational Psychology (2002)
Chen, Zhen., Tsui, Anne.,& Farh, Jiing-Lih
Gaya Kepemimpinan terhadap Loyalitas
Dalam jurnal ini Mengusulkan dimensidimensi untuk menangkap pengertian mengenai loyalitas karyawan kepada atasan dimana pimpinan perusahaan termasuk didalamnya.
42
No 3
Judul Penelitian Nama Peneliti Riny Novira Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Komunikasi Organisasi, Dan Jenis Penghargaan Terhadap Loyalitas Karyawan (Studi Kasus : Pt Hero Supermarket Tbk, Kantor Pusat). Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Bina Nusantara, 2012.
4
Pengaruh Pemasaran Rachmawati Lia Hubungan(Relationsh ip Marketing) Terhadap Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty) Yang Dimoderasi Oleh Jenis Kelamin(Gender ) (Studi pada konsumen Excelso Cafe di Kota Malang), 2015.
Variabel Gaya kepemimpinan, komunikasi organisasi, jenis penghargaan dan Loyalitas Karyawan
Pemasaran Hubungan, Loyalitas Pelanggan dan Gender
Keterangan Berdasarkan hasil pengolahan data primer diperoleh Gaya Kepemimpinan, Komunikasi Organisasi, dan Jenis Penghargaan secara simultan berkontribusi signifikan terhadap Loyalitas Karyawan sebesar 93,6 %. Dimana Gaya Kepemimpinan berkontribusi positif dan signifikan terhadap Loyalitas Karyawan sebesar 89,8 %. Sedangkan untuk Komunikasi Organisasi berkontribusi positif dan signifikan terhadap Loyalitas Karyawan sebesar 46,4 %. Untuk Jenis Penghargaan berkontribusi positif dan signifikan terhadap Loyalitas Karyawan sebesar 87,6 % Gender memoderasi hubungan antara Pemasaran Hubungan, Loyalitas Pelanggan
43
No
5
6
Judul Penelitian Skripsi Fakultas Ekonomidan Bisnis Universitas Brawijaya Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik, Kepemimpinan, dan Kompensasi Terhadap Loyalitas Karyawan Pada Pt. Gino Valentino Bali. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (UNUD) Bali, Indonesia, 2011.
Nama Peneliti
Variabel
Kadek Suhendra Wina Dwipayoga dan I.G.A. Dewi Adnyani
Lingkungan kerja fisik, kepemimpinan, kompensasi, loyalitas karyawan
Sahal tastariwal, Analisis pengaruh insentif, budaya kerja Mukhlis yunus dan lingkungan kerja dan Mahdani terhadap loyalitas serta dampaknya terhadap kepuasan kerja karyawan hotel di kota banda aceh.Jurnal Ilmu ManajemenPascasarja na Universitas Syiah Kuala, 2015.
Insentif, Budaya Kerja, Lingkungan kerja, Loyalitas dan Kepuasan Kerja Karyawan
Keterangan
Terdapat pengaruh positif dan signifikan secara parsial dari variabel lingkungan kerja fisik, kepemimpinan, dan kompensasi terhadap loyalitas kerja karyawan pada PT. Gino Valentino Bali. Dari ketiga variabel bebas , kepemimpinan, dan kompensasi, yang Dominan mempengaruhi loyalitas kerja karyawan pada PT. Gino Valentino Bali Adalah variabel kompensasi. Hasil uji hipotesis secara parsial dan simultan juga menunjukkan bahwa Insentif kerja, budaya kerja dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap loyalitas kerja karyawan Hotel di Kota BandaAceh, Hasil uji hipotesis secara parsial dan simultan juga menunjukkan bahwa loyalitas kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan.
44
No
Judul Penelitian
Nama Peneliti
7
Eka Idham K dan Pengaruh Subowo kepemimpinan, lingkungan kerja fisik Dan kompensasi terhadap kinerja karyawan Di pt. Pertamina (persero) daerah operasi hulu Jawa bagian barat, Cirebon. Jurnal Edisi Khusus on Human Resources, 2005
8
Pengaruh kualitas kehidupan kerja (quality of work life), dan kompensasi terhadap loyalitas serta dampaknya pada kinerja karyawan pt. Bank aceh cabang bener meriah.Jurnal Ilmu ManajemenPascasarja na Universitas Syiah Kuala, 2012. Pengaruh Kompensasi terhadap Loyalitas Karyawan PT. Putera lautan kumala lines Samarinda.eJournal Administrasi Bisnis 2015.
9
Variabel
Kepemimpinan, Lingkungan Kerja fisik, Kompensasi, Kinerja karyawan
Keterangan
Dari hasil analisis korelasi berganda, dapat disimpulkan bahwa secara bersamasama variabel kepemimpinan, lingkungan kerja fisik dan kompensasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja karyawan di PT. Pertamina (Persero) Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Barat, Cirebon. Secara simultan terdapat pengaruh signifikan antara kualitas kehidupan kerja, dan kompensasi, terhadap kinerja melalui loyalitas pada Karyawan PT. Bank Aceh Cabang Bener Meriah.
Afrizal, Nasir Aziz dan Mukhlis Yunus
Kualitas Kehidupan Kerja, Kompensasi, Loyalitas dan Kinerja karyawan
Rahmadana Safitri
Kompensasi dan Terdapat pengaruh Loyalitas Karyawan yang signifikan secara parsial antara variabel kompensasi dengan variable loyalitas.
45
No 10
Judul Penelitian Nama Peneliti Leadership Styles and R. Gopal & Rima Employee Motivation: Ghose Chowdhury an empirical Investigation in a leading oil company in India.International Journal of Research in Business Management 2014.
Variabel
11
Pengaruh Kompensasi dan Lingkungan Kerja Pada Loyalitas Karyawan berdasarkan Jenis Kelamin pada PT. Duta Lestari Sentratama Denpasar.
Lea Ayu Stephani Jenis Kelamin, dan I Made Artha Kompensasi, Wibawa Lingkungan Kerja dan Loyalitas Karyawan
12
Peran Gender dalam memoderasi pengaruh Kepuasan Pelanggan terhadap Loyalitas Pelanggan rama krisna oleh-oleh khas bali.
Dwi Mahatma Dhinata dan Ni Made Wulandari Kusumadewi
Gaya kepemimpinan dan motivasi karyawan
Kepuasan Pelanggan, Gender dan Loyalitas Pelanggan
Keterangan Korelasi antara gaya kepemimpinan transformasional dan motivasi karyawan positif dan skor adalah 0,602. Korelasi antara gaya transaksional dan motivasi juga positif dan skor adalah 0,329. Namun,tingkat korelasi kurang, yang berarti bahwa, gaya transformasional dari memotivasi kepemimpinan karyawan lebih dari gaya transaksional. Terdapat perbedaan pengaruh berdasarkan jenis kelamin yakni laki-laki dan perempuan antara kompensasi dan lingkungan kerja terhadap loyalitas karyawan pada PT. Duta Lestari Sentratama Denpasar. Terdapat dampak positif dan signifikan kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan secara negatif dan signifikan akan diperlemah oleh Gender.
46
2.7 Kerangka Pemikiran Penelitian Menurut Uma Sekaran, dalam Sugiyono, (1997) mengemukakan bahwa kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka pemikiran yang baik akan menjelaskan secara teoritis hubungan antara variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antara variabel independen dan dependen. Dalam bagian kerangka pemikiran ini, peneliti menjelaskan keterkaitan antara gaya kepemimpinan, kompensasi, lingkungan kerja dan gender dengan loyalitas karyawan di Taman Santap Rumah Kayu Serpong. Berdasarkan teori yang dikemukakan diatas, maka pengembangan kerangka pikiran dapat dilihat seperti berikut ini: Gaya Kepemimpinan (X1)
H1
H2
Loyalitas Karyawan (Y)
Kompensasi (X2)
H3 Lingkungan Kerja (X3)
H4 Gender (X4)
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Dalam skema di atas terdapat dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen. 1. Variabel dependen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi Akibat karena adanya variabel independen. Dalam hal ini variabel dependennya adalah Loyalitas Karyawan (Y).
47
2. Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Gaya kepemimpinan, Kompensasi, Lingkungan Kerja dan Gender. Kerangka pemikiran diatas menunjukkan bahwa Gaya Kepemimpinan (X1), Kompensasi (X2), Lingkungan Kerja (X3), dan Gender (X4) merupakan faktor yang berpengaruh terhadap Loyalitas Karyawan.
2.8 Hipotesis Penelitian Sebelum dirumuskan hipotesis dari penelitian ini, terlebih dahulu dikemukakan mengenai hipotesis menurut Sugiyono, (2005) pengertian hipotesis adalah: Jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, Oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik. Jadi, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hubungan antara gaya kepemimpinan dan loyalitas karyawan Purwandari (2014) menyatakan jika pemimpin tidak bisa menjaga hubungan baik dengan karyawannya, dan karyawan merasa tertekan dengan gaya kepemimpinan atasannya maka diduga tidak akan memiliki loyalitas kepada perusahaan. Dia akan
48
berusaha berpindah kerja ke perusahaan yang memperlakukan karyawannya dengan lebih baik. Hal ini berarti semakin baik gaya kepemimpinan atasan diduga akan semakin baik pula loyalitas karyawannya. Sutanto (2002) menyatakan loyalitas akan muncul jika seorang pemimpin mampu menjaga kenyamanan di lingkungan kerjanya. Kenyamanan tersebut merupakan hasil dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dan diterapkan di dalam unit kerja yang dipimpinnya. Hal ini tercermin pada gaya kepemimpinan seorang atasan. Dengan demikian sangatlah penting bagi para pemimpin untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat agar loyalitas karyawan dapat terjaga. Saat ini loyalitas para karyawan bukan sekedar menjalankan tugas-tugas serta kewajibannya sebagai karyawan yang sesuai dengan uraian-uraian tugasnya atau disebut juga dengan job description, melainkan berbuat seoptimal mungkin untuk menghasilkan yang terbaik dari organisasi. Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dwipayoga dan Adnyani pada tahun 2013 dengan judul penelitian “Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik, Gaya Kepemimpinan, dan Kompensasi Terhadap Loyalitas Karyawan pada PT. Gino Valentino Bali”. Dari penelitian tersebut mendapat hasil bahwagaya kepemimpinan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas kerja karyawan pada PT. GinoValentino Bali. Dari teori-teori diatas dan hasil penelitian sebelumnya maka kami merumuskan sebuah hipotesis yaitu : H1 : Gaya kepemimpinan berpengaruh signifikans terhadap loyalitas karyawan. 2. Hubungan antara kompensasi dan loyalitas karyawan Purwandari (2014) menyatakan kompensasi diterima oleh karyawan sebagai imbalan atas jasa yang telah diberikannya kepada perusahaan. Kompensasi merupakan
49
salah satu bentuk penghargaan perusahaan kepada karyawannya. Jika perusahaan memberi kompensasi yang layak dan adil sesuai dengan jasa yang diberikan oleh karyawan, dan kompensasi tersebut dapat mencukupi kebutuhan hidupnya maka karyawan diduga tidak akan berpikir untuk berpindah kerja lagi, atau menerima pekerjaan dari perusahaan lain. Jadi, semakin baik kompensasi yang diterima karyawan diduga semakin tinggi pula loyalitas karyawan tersebut terhadap perusahaan. Muljani (2002) menyatakan kompensasi sering kali dianggap sebagai pemicu utama ketidakpuasan karyawan yang pada akhirnya menyebabkan ketiadaan loyalitas. Bila mereka merasa tidak loyal, mereka mungkin tidak bekerja seperti seharusnya, dan pada akhirnya perusahaan akan sulit mempertahankan karyawan, dan juga sulit mengharapkan loyalitasnya. Apabila harapan karyawan mengenai kompensasi yang demikian dapat diwujudkan oleh perusahaan, maka karyawan akan merasa diperlakukan secara adil oleh perusahaan. Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purwandari pada tahun 2014 dengan judul penelitian “Pengaruh Kompensasi, Lingkungan Kerja, dan Gaya Kepemimpinan terhadap Loyalitas KaryawanDi CV. Cemerlang Baru”. Dari penelitian tersebut mendapat hasil terdapat pengaruh positif kompensasi terhadap loyalitas karyawan di CV. Cemerlang Baru. Dari teori-teori diatas dan hasil penelitian sebelumnya maka kami merumuskan sebuah hipotesis yaitu : H2 : Kompensasi berpengaruh signifikans terhadap loyalitas karyawan. 3. Hubungan antara lingkungan kerja dan loyalitas karyawan Purwandari (2014) menyatakan karyawan bekerja dalam suatu lingkungan kerja, Jika ia bekerja dalam lingkungan yang sudah nyaman, ruang bekerja serta peralatan kerja
50
yang baik, memiliki hubungan yang baik dengan karyawan yang lain dan juga dengan atasannya maka diduga ia akan tetap setia bekerja di perusahaannya. Karena jika ia berpindah kerja belum tentu ia akan mendapatkan lingkungan kerja yang sebaik lingkungan kerjanya sekarang. Jadi semakin baik dan nyaman lingkungan kerja yang ada, diduga semakin tinggi loyalitas karyawannya. Menurut Hameed et al. (2009) faktor lain yang dapat menjadikan karyawan dapat bersikap loyal terhadap perusahaan ialah dengan adanya lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Lingkungan kerja yang memuaskan bagi karyawan dapat meningkatkan kinerja, sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai dapat menurunkan kinerja karyawan. Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purwandari pada tahun 2014 dengan judul penelitian “Pengaruh Kompensasi, Lingkungan Kerja, dan Gaya Kepemimpinan terhadap Loyalitas KaryawanDi CV. Cemerlang Baru”. Dari penelitian tersebut mendapat hasil terdapat pengaruh positif lingkungan kerja terhadap loyalitas karyawan di CV. Cemerlang Baru.
Dari teori-teori diatas dan hasil penelitian
sebelumnya maka kami merumuskan sebuah hipotesis yaitu : H3 : Lingkungan kerja berpengaruh signifikans terhadap loyalitas karyawan. 4. Hubungan antara gender dan loyalitas karyawan. Menurut Oakley (1972) Gender berarti perbedaan atau jenis kelamin yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Sedangkan menurut Caplan (1987) menegaskan bahwa gender merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan selain dari struktur biologis, sebagian besar justru terbentuk melalui proses social dan cultural. Gender dalam ilmu sosial diartikan sebagai pola relasi lelaki dan perempuan yang didasarkan pada ciri sosial masing-masing (Zainuddin, 2006).
51
Dibandingkan pria, para wanita ternyata lebih loyal pada satu perusahaan. Namun, kesetiaan tersebut lebih banyak ditemui pada wanita yang sudah menikah, dibandingkan dengan karyawati yang masih melajang. Hasil penelitian yang dimuat dalam The American Sociological Review ini menunjukkan, loyalitas para karyawan terhadap perusahaan terus menurun. Tetapi jika dibandingkan menurut gender, para karyawati cenderung lebih loyal. Dari teori-teori diatas dan hasil penelitian sebelumnya maka kami merumuskan sebuah hipotesis yaitu : H4 :Gender berpengaruh signifikans terhadap loyalitas karyawan.