BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pendidikan Kewarganegaraan 1. Hakikat PKn Mengenai istilah Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia Nu’man Somantri (1975 : 31) mengemukakan bahwa di Indonesia telah mengalami perkembangan dan perubahan dari tahun ke tahun. Timbulnya Pendidikan Kewarganegaraan (Civics Education) di Indonesia pun tidak lepas dari Civics yang diajarkan di Amerika Serikat mulai tahun 1790. Hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Civic Education (Amerika Serikat) telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Selanjutnya Nu’man Somantri (1975: 31) memaparkan bahwa secara historis Civic Education dapat di gambarkan pertumbuhannya sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5)
Civics (1790) Community Civics (1907, A. W. Dunn) Civic Education (1901, Harold Wilson) Civic Citizenship Education (1945, John Mahoney) Civic Citizenship Education (1971, NCSS). Dalam perkembangannya pelajaran civics mulai diperkenalkan
pada tahun 1790 di Amerika Serikat, yaitu dalam rangka “mengAmerikakan” bangsa Amerika atau terkenal dengan “theory of Americanization”. Henry Randall Waite dalam penerbitan majalah “The
17
18
Citezen” dan “Civics” pada tahun 1886 mengemukakan “Civic” dengan “the science of citizenship-the relation of man, the individual, to man in organized collection-the individual in his relation to the state”. Dari definisi tersebut dijelaskan bahwa Ilmu Kewarganegaraan adalah ilmu yang membicarakan tentang hubungan manusia dengan manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir (organisasi sosial, ekonomi, politik), individu-individu dan dengan Negara. Selanjutnya Nu’man Somantri (2001 : 299) mengartikan bahwa : “Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat dan orangtua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih siswa berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. Lebih lanjut Nu’man Somantri mengemukakan bahwa :
“Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antar warga Negara dengan Negara serta pendidikan pendahuluan bela Negara agar menjadi warga Negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara”.
Senada dengan pendapat di atas Depdiknas (2006 : 49) mengemukakan definisi Pendidikan Kewarganegaraan, bahwa : “PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga Negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945”.
19
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang tidak hanya
menitik
beratkan
Kewarganegaraan juga
pada
aspek
kognitif
saja,
Pendidikan
menitik beratkan pada kemampuan dan
keterampilan berfikir aktif warga negara dalam mengamalkan nilai-nilai warga negara yang baik yang mampu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, agar menjadi warga Negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negra. Di sisi lain Cogan (dalam Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi, 2008 : 5) berpendapat bahwa pendidikan kewarganegaraan sebagai (citizenship education) merupakan istilah generik yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan diluar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan dan dalam media. Dari pengertian di atas dengan jelas dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan kegiatan pendidikan yang dilakukan
dalam
berbagai
saluran
pendidikan
yang
bermuatan
pengetahuan-pengetahuan akan negara dan diberikan kepada peserta didik sebagai warga Negara.
20
2. Pembelajaran PKn Menurut Sardiman A.M. (2007: 20), “Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya’’. Sedangkan dalam Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia (1999: 14) menyebutkan bahwa “belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian”. Pendapat lain menyatakan bahwa, “Learning, as we have seeen, is a general term that is use to describe changes in behavior potentiality resulting from experience”. (BR Hergen Hahn, 1997: 6). Dalam hal ini belajar diartikan sebagai suatu istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu perubahan dalam tingkah laku seseorang yang dihasilkan dari pengalaman. Sejalan dengan itu, Muhibbin Syah (2005: 89) memaparkan bahwa : “Belajar adalah kegiatan yang memerlukan proses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar”. Berdasarkan paparan mengenai pengertian belajar di atas secara jelas dapat dipahami bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya
21
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu alat dan cara dalam penyelenggaraan pendidikan yang secara langsung berhubungan dengan proses pembelajaran. Dimyati dan Mudjiono, (2002: 297) mengungkapkan bahwa “Proses pembelajaran (belajar dan mengajar) merupakan suatu kegiatan yang komponennya bekerjasama sejak awal kegiatan sampai dengan kegiatan berakhir. Dalam kegiatan pembelajaran melibatkan beberapa komponen yaitu, siswa, guru, tujuan, isi pelajaran, metode dan evaluasi. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Sedangkan menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia (1999: 14), menyebutkan bahwa “pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar”. Selain itu, Depdiknas (2007 : 4) mengemukakan bahwa : “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang lebih baik terhadap materi pelajaran”. Pembelajaran PKn adalah suatu proses komunikasi dua arah antara pihak guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik yang berkaitan tentang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
22
menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Dari pengertian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa pembelajaran merupakan interaksi timbal balik antar siswa dengan guru dan antara sesama siswa dalam proses pembelajaran. Sebagai bahan ajar, mata pelajaran PKn disini memiliki kompleksitas sendiri. Mata pelajaran PKn sebagai bagian dari ilmu sosial lebih cenderung kepada mengutamakan pembentukan sikap dan kepribadian yang mengarah kepada tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa yaitu Pancasila.
B. Perpustakaan Digital Sebagai Sumber Belajar 1. Makna Perpustakaan Istilah ini berasal dari kata librer atau libri, yang artinya buku (Sulistyo, 1991: 3). Dari kata latin tersebut maka terbentuklah istilah libraries, tentang buku. Dan dalam bahasa asing lainnya perpustakaan disebut bibliotheca (Belanda), yang berasal juga dari bahasa Yunani biblia yang artinya tentang buku, kitab. Sulistyo Basuki (1991: 3) mengemukakan “Perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung, ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasa disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual”. Selanjutnya Darmono (2 : 2001) mengemukakan bahwa “Perpustakaan adalah salah satu unit kerja yang berupa tempat untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, dan mengatur koleksi bahan
23
pustaka secara sistematis untuk digunakan oleh pemakai sebagai sumber informasi sekaligus sebagai sarana belajar yang menyenangkan”. Secara lebih umum Yusuf dan Suhendar (1: 2005) mendefinisikan bahwa: “Perpustakaan adalah suatu tempat yang di dalamnya terdapat kegiatan penghimpunan, pengelolaan, dan penyebarluasan (pelayanan) segala macam informasi, baik yang tercetak maupun yang terekam dalam berbagai media seperti buku, majalah, surat kabar, film, kaset. Tape recorder, video, komputer, dan lain-lain”.
Dari definisi perpustakaan di atas dapat dilihat bahwa perpustakaan memiliki beberapa hal penting yang perlu diingat, yaitu : a. Perpustakaan sebagai suatu unit kerja; b. Perpustakaan sebagai tempat pengumpul, penyimpan, dan pemelihara berbagai koleksi bahan pustaka; c. Perpustakaan sebagai sumber informasi. Perpustakaan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, perpustakaan sebagai wahana belajar sepanjang hayat. Berkaitan dengan peranan perpustakaan dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat tersebut maka hendaknya perpustakaan yang fungsinya sebagai media pembelajaran yang dalam pengelolaaannya perlu penyediaan dan pemanfaatan bahan-bahan pustaka yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat khususnya mampu mendukung terselenggaranya proses pendidikan yang maju baik diselenggarakan oleh pendidikan formal maupun nonformal serta dapat tercapainya tujuan
24
pendidikan nasional yang tertuang dalam amanah Pembukaan UndangUndang Dasar 1945. Wikipedia (2010) mengemukakan bahwa perpustakaan digital dalam bahasa Inggris digital library atau electronic library atau virtual library adalah perpustakaan yang mempunyai koleksi buku sebagian besar dalam bentuk format digital dan yang bisa diakses dengan komputer. Adapun dalam hal ini, Sismanto (2008) mengemukakan bahwa “perpustakaan digital adalah sebuah sistem yang memiliki berbagai layanan dan obyek informasi yang mendukung akses obyek informasi tesebut melalui perangkat digital”. Sedangkan Lesk (dalam Pendit : 2007) memandang perpustakaan digital secara sangat umum sebagai sematamata kumpulan informasi digital yang tertata. Dari
beberapa
definisi
perpustakaan
digital
diatas
dapat
disimpulkan bahwa perpustakaan digital merupakan sebuah sistem yang memiliki berbagai layanan informasi yang mendukung akses objek informasi yang tertata yang disimpan dalam bentuk format digital. Adapun mengenai definisi perpustakaan digital diatas, dalam hal ini Sismanto (2008) mengemukakan bahwa perpustakaan digital berbeda jenisnya dengan jenis perpustakaan konvensional yang berupa kumpulan buku tercetak, film mikro (microform dan microfiche), ataupun kumpulan kaset audio, video, dan lain-lain. Isi dari perpustakaan digital berada dalam suatu komputer server yang bisa ditempatkan secara lokal, maupun di
25
lokasi yang jauh, namun dapat diakses dengan cepat dan mudah lewat jaringan
komputer.
Perpustakaan
digital
secara
ekonomis
lebih
menguntungkan dibandingkan dengan perpustakaan tradisional. Chapman dan Kenney (Dalam sismanto : 2008), mengemukakan bahwa ada empat alasan mengapa perpustakaan itu penting, empat alasan tersebut yaitu : institusi dapat berbagi koleksi digital, koleksi digital dapat mengurangi kebutuhan terhadap bahan cetak pada tingkat lokal, penggunaannya akan meningkatkan akses elektronik, dan nilai jangka panjang koleksi digital akan mengurangi biaya berkaitan dengan pemeliharaan dan penyampaiannya. Selanjutnya Chapman dan Kenney (Dalam Sismanto : 2008) mengemukakan bahwa perpustakaan digital dapat dilihat dari beberapa sisi, diantaranya : Dari sisi temu kembali informasi, perpustakaan digital dapat diartikan sebagai kumpulan data base. Dari segi layanan informasi, perpustakaan digital dapat diartikan atau dilihat sebagai penggunaan World Wide Web. Sedangkan dari sisi ilmu perpustakaan, perpustakaan digital bisa dipandang sebagai kelanjutan dari otomasi perpustakaan. Perkembangan perpustakaan digital muncul dari pengembangan otomasi perpustakaan dan selanjutnya tersedia bahan-bahan digital seperti CD-ROM. Seiring perkembangan teknologi informatika seperti internet sebagai salah satu pilihan alternatif penunjang penyelenggaraan menuju perpustakaan digital, sehingga pelayanan bisa dilakukan secara lebih
26
praktis, cermat, akurat sebagai perpustakaan yang mampu memberikan pelayanan resources discovery seperti mulai dikembangkan untuk mencari jutaan indeks pustaka, online bookstrores, juga memberi layanan untuk mencari ribuan pustaka yang online, serta ratusan dari katalogi perpustakaan dari berbagai institusi ternama. Perubahan yang terjadi di lingkungan perpustakaan, khususnya menyangkut infrastruktur telah membawa konsekuensi. Diantaranya menuntut para pustakawan untuk selalu menambah wawasan/pengetahuan, mengubah paradigma pelayanan dan perilaku untuk menerjemahkan nilainilai tradisional ke dalam jaringan informasi elektronik. Pelayanan perpustakaan berbasis elektronik di era digital ini dimaksudkan untuk meminimalisir ruang, jarak dan waktu dalam rangka memberikan pelayanan yang efisien dan optimal kepada para pengguna/pemakai atau pengunjung.
2. Eksistensi Perpustakaan Digital Mengenai eksistensi atau keberadaan perpustakaan digital pada masa sekarang ini Sismanto (2008) mengemukakan bahwa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi lah yang telah membawa konsekuensi, di antaranya menuntut pengembangan perpustakaan untuk melakukan suatu perubahan. Hal ini menyebabkan adanya pemikiran bahwa
perpustakaan
harus
melakukan
perubahan,
sebab
apabila
perpustakaan tidak segera melakukan perubahan yang signifikan maka
27
niscaya perpustakaan akan termarginalkan bahkan ditinggalkan oleh pemakai atau pengunjung. Perpustakaan sebagai public service (pelayan publik) semakin dituntut memberikan pelayanan prima, khususnya dalam strategi pengembangan organisasi atau kelembagaan ke arah yang lebih berpihak kepada kepentingan pemakai. Itulah sebabnya, pelayanan dan fasilitas perpustakaan menjadi penting dalam rangka memenuhi user friendly serta tetap berorientasi kepada kebutuhan para pemakai. Lebih lanjut Sismanto (2008) mengemukakan bahwa mengenai eksistensi perpustakaan pada era globalisasi ini yang lebih diutamakan adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi informasi, menuntut keberadaan perpustakaan yang semakin handal, berkualitas serta terikini untuk dapat berkompetisi dalam kancah persaingan jasa pelayanan. Selain itu, teknologi informasi telah berperan penting dalam meningkatkan kualitas layanan perpustakaan. Sebagai contoh, perkembangan internet dan perkembangan sumber informasi baru yang begitu cepat sehingga menuntut perpustakaan digital untuk melakukan suatu langkah perubahan, baik dalam bentuk koleksi maupun dalam hal pola pelayanannya. Tersedianya koleksi perpustakaan digital yang dapat diperoleh secara cepat, tepat serta pelayanan yang efisien dan efektif akan menunjukkan bahwa perpustakaan digital serius dalam memperlakukan informasi sesuai dengan percepatan perubahan zaman. Hal ini akan memberi nilai tambah dan dampak positif bagi perpustakaan tersebut, khususnya tentang penanaman citra perpustakaan digital pada
28
saat sekarang ini masih di nilai rendah di mata siswa maupun guru. Atas dasar asumsi dan bertitik tolak pada perubahan pandangan demikian kemudian eksistensi atau keberadaan perpustakaan digital pun akan diperhitungkan dan mampu bersaing dengan lembaga-lembaga pelayanan jasa informasi yang lain. Mengenai eksistensi keberadaan perpustakaan digital yang telah dipaparkan diatas, dalam hal ini Sismanto (2008) mengemukakan bahwa eksistensi keberadaan perpustakaan digital sendiri tidak lain dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu : a. Perkembangan Internet Dalam beberapa tahun terakhir ini, perkembangan dan penggunaan internet semakin meluas di Indonesia, bahkan bisa dikatakan perkembangannya sangat luar biasa. Terbentuknya internet dapat menyatukan suatu network komputer dengan network komputer lainnya atau komunikasi antar komputer. Internet juga dikenal dengan istilah “net” saja dalam arti adalah jaringan komputer terbesar di dunia. Melalui internet kita bisa berhubungan antarjaringan komputer. Karena sifatnya berupa ruang yang mirip dengan dunia sehari-hari, maka internet bisa disebut sebagai ruang maya (cyberspace). Melalui internet kita dapat melakukan pertukaran teks dan berbagai pesan dengan berjuta manusia dalam bisnis, akademi, pemerintahan dan organisasi lain dalam jumlah lebih dari berpuluh atau ratusan negara. Internet juga dapat mengakses perangkat lunak,
29
dokumen (seni, politik, kebudayaan), gambar, peta cuaca, katalog perpustakaan dan berbagai informasi dari beberapa tempat di seluruh dunia. Melalui internet pula, bisa dilakukan komunikasi dan pertukaran sumberdaya atau mendapatkan sumberdaya untuk bekerjasama dalam satu lembaga yang berbeda benua, guna mencapai tujuan yang sama. Pada dasarnya kegunaan internet dapat ditinjau dari dua hal yaitu dari orang yang menggunakan dan informasi yang terkandung di dalamnya. Sebagai alat komunikasi, kegunaan amat penting dari internet adalah berupa pertukaran pesan antar manusia dengan electronic mail. Internet juga menghubungkan komputer dan fasilitas sharing resources di antara komputer. Dengan internet kita dapat mencari software, essay, data dan program dari ribuan titik distribusi di seluruh dunia. Banyak perusahaan yang menyediakan sofware gratis tentang
pemasaran,
penjualan
dan
pelayanan
pada
internet.
Peningkatan angka perusahaan pengguna internet semakin banyak, di Indonesia meliputi angka pertumbuhan pengguna internet sebanyak 700% per-tahun (Sumber : //http :www.telkomindonesia.co.id). Kegunaan atau fungsi lain dari internet berupa resources discovery. Navigasi untuk mencari file tertentu, dokumen host atau orang di antara jutaan host bukan hal mudah. Melalui internet maka pelayanan resources discovery (navigator) yang telah dikembangkan akhir-akhir ini dapat membantu masalah tersebut. Beberapa layanan perpustakaan diantaranya seperti mencari: (1)
jutaan indeks dari
30
pustaka yang online, (2) online bookstrores, (3) kata kunci dari full documen untuk mencari ribuan pustaka, (4) Ratusan dari katalogi perpustakaan, termasuk Library of Congress dan beberapa katalog universitas ternama, dan (5) Sejumlah dari basis data khusus. Dari berbagai paparan di atas, dapat dikatakan bahwa internet merupakan suatu jaringan bebas dalam mempertukarkan informasi dan menghubungkan ribuan bahkan jutaan jaringan di seluruh dunia, kini terus bertumbuh-kembang sangat pesat. Sebagai sarana komunikasi, kehadiran internet mestinya membawa dampak di antaranya akan mengubah sikap atau cara manusia bekerja dan dapat dipastikan akan mengubah cara manusia berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Tampaknya sangat mustahil bila kehidupan maupun aktivitas di abad serba modern seperti sekarang harus menghindar dari serbuan informasi tersebut, kecuali jika mengisolirkan diri dari kemajuan zaman. Demikian juga dalam hal pengelolaan perpustakaan, mau tidak mau harus mengubah dalam hal cara penyajian informasi yang menjadi koleksinya. Bahan-bahan yang tersedia untuk dikonsumsi sudah selayaknya dibuat dalam bentuk digital. Dewasa ini, ada perusahaan penerbitan yang telah memproduk atau menghasilkan bahan-bahan dalam bentuk digital. Penerbit bahan-bahan digital akan menjadi sesuatu yang lazim dalam waktu dekat ini, apalagi mengingat perkembangan informasi
31
yang relatif cepat sehingga menuntut penerbit untuk mengikuti trend yang ada. Koleksi digital terutama sangat diperlukan oleh lembagalembaga yang banyak menghasilkan produk-produk berupa hasil-hasil penelitian, seperti perguruan tinggi atau lembaga riset lainnya. Internet merupakan suatu pilihan alternatif yang sangat strategis sebagai sarana penunjang dalam penyelenggaraan maupun upaya menuju perpustakaan digital. Hal ini disebabkan oleh faktorfaktor berikut: (1) internet mempunyai networking yang sangat luas; (2) internet mempunyai kapasitas yang tinggi; dan (3) internet tidak hanya merupakan teknologi berakses tetapi juga dapat digunakan untuk berinteraksi, mempunyai sifat one stop shopping. Telah dikembangkannya internet menjadi one stop shopping untuk memperoleh koleksi digital dari seluruh dunia. One stop shopping dimaksudkan “belanja semua kebutuhan di satu tempat” atau lebih luasnya bermakna “solusi satu atap. ( Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1986. Petunjuk Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah di Indonesia ).
b. Peran Pustakawan Eksistensi
keberadaan
perpustakaan
digital
memerlukan
pustakawan digital. Oleh karena itu, perpustakaan disini tentunya tidak bisa terlepas dari peran pustakawan. Dalam hal ini, pustakawan harus siap dan selalu bersedia menjawab tantangan perubahan yang terjadi,
32
dengan memiliki kemampuan untuk melihat apa yang sebenarnya sedang atau akan terjadi. Dalam menghadapi tuntunan kebutuhan pengguna perpustakaan yang semakin tinggi dan beraneka ragam, maka
perpustakaan
perlu
mempersiapkan
pustakawan
yang
profesional. Namun dalam prakteknya sampai sejauh ini pustakawan Indonesia belum bisa dikatakan mampu untuk menjadi profesional (ideal pun belum) bahkan masih sangat jauh dari konsep ideal. Sebagai pustakawan profesional, kita perlu mengikuti perkembangan dan informasi mutakhir dalam bidang Pusdokinfo. Perkembangan TI mengakibatkan semua bidang pekerjaan perpustakaan tidak ada lagi yang tidak mendapat sentuhan “keajaiban” TI. Keilmuan perpustakaan pun saat ini dituntut mampu mengikuti perubahan sosial pemakainya. Perubahan dalam kebutuhan informasi, perubahan dalam berinteraksi dengan orang lain, dan dalam berkompetisi. Pustakawan perlu menyadari bahwa perlu ditumbuhkan suatu jenis kepustakawanan dengan paradigma-paradigma baru yang mampu menjawab tantangan media elektronik tanpa meninggalkan kepustakawanan konvensional yang memang masih dibutuhkan (hybrid library). Hanya dengan sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini tenaga pengelola perpustakaan dan tenaga fungsional pustakawan yang berkualitaslah (melalui
keilmuannya)
kepustakawanan
kita
Indonesia.
bisa Saiful
membangun (dalam
paradigma
Sismanto
2008)
33
memaparkan bahwa untuk membangun paradigma kepustakawanan Indonesia profil pustakawan Indonesia diharapkan : 1). Berorientasi kepada kebutuhan pengguna 2). Mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik 3). Mempunyai kemampuan teknis perpustakaan yang tinggi 4). Mempunyai kemampuan pengembangan secara teknis dan prosedur kerja 5). Mempunyai kemampuan dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, antara lain: (a) Kemampuan dalam penggunaan komputer (computer literacy); (b) Kemampuan dalam menguasai basis data (database); (c) Kemampuan dalam penguasaan peralatan TI (tools and technological skill); (d) Kemampuan dalam penguasaan teknologi jaringan (computer networks); (e) Kemampuan dalam penguasaan internet dan intranet; (f) Kemampuan berbahasa asing yang memadai terutama
bahasa
Inggris;
(g)
Mempunyai
kemampuan
melaksanakan penelitian di bidang perpustakaan. Saiful (dalam Sismanto : 2008) menambahkan selain memiliki kemampuan seperti yang disebutkan diatas, pustakawan juga dituntut untuk dapat memberikan pelayanan prima kepada penggunanya. Pelayanan prima yaitu suatu sikap atau cara pustakawan dalam melayani penggunanya dengan prinsip layanan berbasis pengguna (people based service) dan layanan unggul (service excellence). Tujuan
34
dari service excellence adalah : 1)Memuaskan pengguna; 2) Meningkatkan loyalitas pengguna; 3) Meningkatkan penjualan produk dan jasa; 4) Meningkatkan jumlah pengguna. Selain itu, profesi pustakawan dituntut untuk mampu bersikap lebih terbuka, suka kerja keras, suka melayani, mengutamakan pengabdian serta aspek-aspek kepribadian dan perilaku. Dalam mengantisipasi masa mendatang, pustakawan hendaknya selalu tanggap terhadap perkembangan teknologi informasi, mengenal seluk beluk manajemen, menguasai cara-cara penyediaan informasi, dan memahami sumber-sumber informasi, serta mengetahui sistem jaringan informasi. Nilai-nilai yang menjadi landasan profesi pustakawan memang akan tetap sama, tetapi cara-cara serta nilai maupun sikap yang diaplikasikan ke dalam kegiatan dan operasional perpustakaan akan mengalami perubahan secara mendasar. Misi perpustakaan untuk mengumpulkan, mengolah, dan melayani informasi masih tetap relevan, tetapi seiring dengan akselerasi (percepatan) teknologi informasi dan komunikasi seperti belakangan ini maka cara melakukannya mengalami perubahan yang cukup signifikan. Itu sebabnya, penyediaan informasi berbasis cetak, walaupun tidak harus secara serta merta dihilangkan, namun dalam rangka memenuhi perubahan zaman yang semakin mengglobal seyogyanya aktivitas perpustakaan dilengkapi dengan sumber daya berbasis
35
elektronik yang jumlah dan kecepatannya kian meningkat. Perubahan zaman yang ditandai oleh akselerasi bidang ilmu pengetahuan dan teknologi semakin layak diantisipasi sehingga lebih menjadikan tantangan dalam meningkatkan pelayanan. Pada tingkat implementasi, selanjutnya para pustakawan perlu terlibat secara langsung dan menerima tanggung jawab dalam lingkungan jaringan informasi. Medium internet telah menawarkan cara-cara terbaru dalam berkomunikasi dan berinteraksi guna memperoleh informasi bagi para pengguna. Dalam hal ini pustakawan perlu mengambil inisiatif untuk mengorganisir dan mengakses informasi yang disajikan melalui medium internet tersebut. Katalog online
akhirnya
menjadi
sebuah
pilihan
yang
cukup
layak
dikembangkan dan selanjutnya dimuat dalam jaringan lokal dan internet. 3. Perpustakaan Digital Sebagai Sumber Belajar
Menurut Dirjen Dikti (1983: 12), sumber belajar adalah segala sesuatu dan dengan mana seseorang mempelajari sesuatu. Degeng (1990: 83) mengungkapkan bahwa sumber belajar mencakup semua sumber yang mungkin dapat dipergunakan oleh si-belajar agar terjadi prilaku belajar. Selanjutnya Saiful (2008) memaparkan mengenai kegunaan perpustakaan sebagai sumber belajar. Dimana perpustakaan merupakan salah satu di antara sarana dan sumber belajar yang efektif untuk menambah pengetahuan melalui beraneka bacaan. Berbeda dengan pengetahuan dan
36
keterampilan yang dipelajari di sekolah, perpustakaan menyediakan berbagai bahan pustaka yang secara individual dapat digumuli oleh peminatnya
masing-masing.
Tersedianya
beraneka
bahan
pustaka
memungkinkan tiap orang memilih apa yang sesuai dengan minat dan kepentingannya, dan kalau warga masyarakat itu masing-masing menambah pengetahuannya melalui pustaka pilihannya, maka akhirnya merata pula peningkatan taraf kecerdasan masyarakat itu. Kalau kita sepakat bahwa perbaikan mutu perikehidupan suatu masyarakat ditentukan oleh
meningkatnya
taraf
kecerdasan
warganya,
maka
kehadiran
perpustakaan dalam suatu lingkungan kemasyarakatan niscaya turut berpengaruh terhadap teratasinya kondisi ketertinggalan masyarakat yang bersangkutan. Sejarah mencatat, betapa peradaban manusia cenderung menjulang
tatkala
mendapat
dukungan
dari
perkembangan
tiga
kemampuan dasar itu manusia memperluas cakrawala wawasannya dan seiring dengan itu juga semakin kaya dengan berbagai ikhtiar untuk meningkatkan mutu perikehidupannya.
Sejarah peradaban pun telah membuktikan betapa besar pengaruh perubahan
penguasaan
ketiga
kemampuan
dasar
itu
terhadap
perkembangan prestasi kecerdasan masyarakat yang bersangkutan. Daya ciptanya pun makin mencuat melalui penemuan ‘baru’ yang selanjutnya berdampak terhadap peningkatan mutu perikehidupan warga masyarakat. Demikianlah yang dapat kita saksikan manakala dalam suatu masyarakat terjadi peralihan dari tradisi lisan ke tradisi tulisan. Tradisi lisan
37
sebagaimana terjadi dalam pengalihan dongeng, legenda, mitos, dan sebagainya dari satu generasi ke generasi tentu mengalami perubahan, bahkan mungkin perubahan yang distortif, karena bagaimanapun juga sesuatu periwayatan yang pengalihannya berlangsung dari mulut ke mulut tidak senantiasa terjamin sesuai dengan aslinya.
Lain halnya dengan periwayatan yang diteruskan sebagai tulisan dan dialihkan sebagai bacaan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahan bacaan demikian itu merupakan rekaman yang jauh lebih menjamin dapat dipertahankanya keaslian muatannya. Tentu saja tulisan dan bahan bacaan juga bisa mengalami perubahan dalam perjalanan sejarah, sesuatu naskah yang ditulis berdasarkan tradisi lisan bisa saja mengalami perubahan, apalagi kalau suatu periwayatan kemudian ditulis oleh beberapa orang penulis, sehingga terdapat beberapa varian atau versi mengenai ihwal yang diriwayatkan. Namun sekali naskah tertulis itu menemukan wujudnya, maka menetaplah jejaknya, terkecuali kalau rusak dimakan zaman.
Dalam perjalanan sejarah peradaban manusia dapat ditunjuk beberapa momen puncak yang dianggap sangat berpengaruh terhadap peri kehidupan manusia selanjutnya. Termasuk dalam momen puncak itu ialah ditemukannya sesuatu sistem perlambangan atau abjad untuk menuliskan segala ihwal yang dianggap perlu untuk dilestarikan agar selanjutnya dapat disajikan kepada khalayak pembaca (reading audience). Momen puncak
38
lainnya ialah tatkala ditemukan teknik cetak serta penjilidan yang memungkinkan terbit dan beredarnya bacaan berupa buku.
Sejak munculnya buku sebagainya himpunan tulisan yang bisa diperbanyak jumlahnya dan dapat diedarkan dalam lingkungan khalayak pembaca yang kian meluas, maka meningkat pula laju proses pencerdasan dalam masyarakat yang bersangkutan. Oleh peredaran buku masyarakat yang bersangkutan dimungkinkan untuk menimba himpunan informasi perihal apa saja yang tidak diketahui sebelumnya. Buku sebagai sumber informasi menjadikan seseorang tidak lagi tergantung pada penuturan seseorang secara lisan.
Oleh karena semakin banyaknya buku yang terbit dan beredar dalam suatu masyarakat, maka timbulah keperluan untuk penyimpanannya dalam sistem yang berbentuk perpustakaan. Kehadiran perpustakaan merupakan tuntutan mutlak bagi tiap masyarakat yang ingin menjadikan warganya bukan saja kaya informasi (well informed) dan terdidik baik (well educated), melainkan makin bertambah kecanggihan wawasannya (sophisticated).
Untuk berdampak sedemikian itu perpustakaan harus menyediakan bahan bacaan yang dapat menjadi sumber informasi dan pengetahuan bagi khalayak pembaca dalam kawasannya. Perpustakaan tentu bukan saja merupakan
‘penggudangan
buku’,
melainkan
menjadi
tempat
penyimpanan informasi, edukasi dan rekreasi. Menurut Darmono (2008)
39
Ketiga kebutuhan ini dapat dilayani oleh perpustakaan yang menyesuaikan koleksinya dengan minat khalayak pembaca dalam kawasannya.
Perpustakaan suatu jenjang pendidikan (school library, university library) tentu menyediakan buku dan bahan bacaan yang berbeda dengan apa yang disimpan oleh perpustakaan umum (public library); demikian juga perpustakaan suatu wilayah (provincial library) menyediakan bahan pustaka yang berbeda dengan apa yang tersedia dalam perpustakaan pedesaan (country library). Pendek kata, perpustakaan sebaiknya dirancang sesuai dengan minat dan kepentingan khalayak dalam kawasannya.
Keanekaan ciri daerah-daerah pemukiman di Indonesia dengan sendirinya perlu diperhatikan dalam persebaran perpustakaan, masyarakat perkotaan tentu berbeda minatnya dengan masyarakat pedesaan, masyarakat desa pegunungan tentu berbeda perhatian dan minatnya dengan masyarakat desa pantai, dan begitu seterusnya. Maka manfaaat kehadiran perpustakaan dalam suatu daerah hunian perlu memperhatikan apa yang ingin diperoleh khalayak pembacanya sebagai sumber informasi, edukasi dan rekerasi. Dengan demikian perpustakaan akan tetap memiliki daya tarik untuk dikunjungi, dan dengan ramainya kunjungan ke perpustakaan itu berkembang pula dalam masyarakat yang bersangkutan sikap positif terhadap buku. Kehadiran perpustakaan bukan saja berrjasa dalam menumbuhkan minat baca melainkan juga cinta buku.
40
Maka adanya prakarsa untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang perlunya kehadiran perpustkaan dalam kawasannya. Banyaknkya kawasan hunian baru yang dibangun oleh para pengembang tidak selalu disertai pengadaan perpustakaan sebagai fasilitas umum. Jangankan di daerah hunian yang sederhana, di kawasan yang tergolong mewah pun perpustakaan sebagai fasilitas umum cenderung dilupakan penyediaannya. Jauh lebih ditonjolkan sebagai keistimewaan adalah adanya shopping mall dan berbagai fasilitas rekreasi ketimbang adanya perpustakaan yang bisa melayani minat para penghuninya.
Dalam hubungan ini perlu disusun perencanaan yang menetapkan mana kawasan pemukiman yang perlu diprioritaskan untuk pembangunan perpustakaan, misalnya kawasan yang penduduknya kurang mampu untuk menyediakan sendiri perpustakaan bagi warganya, seperti masyarakat di kota kecil atau daerah pedesaan. Untuk beberapa kawasan juga dapat dipertimbangkan sejauh mana efektifnya penyelenggaraan perpustakaan keliling (mobile library) yang secara berkala berkunjung ke kawasan pemukiman tertentu. Bahkan pada awal tahun 1990-an pernah dibahas gagasan untuk menyelenggarakan perpustakaan terapung (floating library) untuk berfungsi sebagai perpustakaan keliling di daerah kepulauan (seperti di kepulauan Riau dan Maluku) serta sepanjang sungai-sungai jalur lalulintas angkutan (seperti di Kalimantan).
41
Tentu saja berbagai kemungkinan tersebut sebaiknya didahului dengan mempelajari apa yang menjadi minat dan kepentingan masyarakat setempat, terutama yang berkenaan dengan usaha peningkatan kualitas kehidupan warganya. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan pula penyediaan bahan pustaka yang dapat menambah pengetahuan dan keterampilan warga masyarakat yang bersangkutan, teruatama buku-buku yang merupakan panduan ‘kerjakan sendiri’ (do it your self). Lebih baik lagi kalau buku panduan demikian itu dipulih sesuai dengan kepentingan warga masyarakat setempat untuk melakukan usaha yang dapat menambah sumber penghasilan (income generating) atau dapat membuka lapangan kerja (employment generating).
Selain buku-buku panduan ‘kerjakan sendiri’, tidak kalah pentingnya ialah buku-buku yang bersifat informatif dan edukatif mengenai kesehatan, kebersihan lingkungan hidup, bahaya pencemaran lingkungan, dan bahan bacaan lain yang bisa berdampak positif bagi terjadinya perubahan sikap dan perilaku warga masyarakat yang bersangkutan terhadap berbagai permasalahan aktual.
Perlu dicatat, bahwa perpustakaan masakini tidak hanya memiliki koleksi buku-buku, melainkan juga berupa perangkat untuk penyajian bahan melalui CD, VCD, CD-ROM, dan sebagainya sejalan dengan perkembangan teknologi informasi. Demikian juga koleksi rekaman film tentang flora dan fauna, dokumentasi sejarah, kelautan, kehutanan, dan
42
sebagainya. Sejalan dengan kemajuan teknologi informasi, perpustakaan juga bisa berfungsi lebih dari sekedar tempat simpan pinjam bahan pustaka ditambah ruang baca belaka.
Darmono (2008) mengemukaan bahwa perpustakaan modern mestinya bisa berfungsi bagi penyelenggaraan berbagai forum penerangan dan pembahasan tentang masalah-masalah aktual, antara lain melalui penyelenggaraan diskusi panel, seminar, simposium, lokakarya, dan sebagainya. Perpustakaan juga dapat menyelenggarakan acara pameran buku, pemutaran film, perkenalan dengan pengarang dan sastrawan nasional maupun lokal. Melalui berbagai forum pembahasan itu niscaya dapat didorong perkembangan berbagai pemikiran mengenai masalahmasalah aktual yang diahadapi oleh masyarakat yang bersangkutan.
Kemungkinan swakelola perpustakaan oleh masyarakatnya sendiri perlu dipertimbangkan, agar kehadiran dan fungsinya tidak terus-menerus diandalkan pada dukungan sumber daya dari luar, misalnya dari kalangan bisnis dan industri. Namun demikian, dukungan tersebut sebaiknya ditujukan pada tumbuhnya kesanggupan swakelola perpustakaan oleh masyarakat yang bersangkutan. Kecenderungan untuk menggantungkan eksistensi perpustakaan pada dukungan dari luar masyarakatnya perlu diubah dengan menyadarkan masyarakat yang bersangkutan untukpada suatu saat sanggup secara mandiri mengelola dan mempertahankan kehadiran perpustakaannya demi peningkatan kecerdasan serta mutu
43
perikehidupan warganya. Swakelola perpustakaan bisa menjadi nyata apabila masyarakat yang bersangkutan menyadari betapa perpustakaan dapat menjadi sumber belajar dan pada gilirannya berperan sebagai agen perubahan bagi segenap warganya.
Maka, perlu dipikirkan berbagai cara agar perpustakaan dapat dihadirkan di berbagai cara agar perpustakaan dapat dihadirkan di berbagai kawasan pemukiman, terutama yang relatif tertinggal kondisi peri kehidupan dan taraf kesejahteraan. Para pemuka masyarakat yang bersangkutan dapat berusaha menjalin kerjasama dengan dunia usaha dan industri yang adakalanya menyisihkan sejumlah dana bagi pengembangan komunitas (community development). Bahan pustaka juga bisa diperoleh melalui kampanye pengumpulan sumbangan buku dan majalah dari perorangan maupun lembaga swadaya masyarakat. Tidak tertutup kemungkinan tersedianya bahan pustaka dan dokumentasai yang dapat dikumpulkan dari berbagai instansi, terutama bahan bacaan yang bersifat penyuluhan. Dalam kerjasama dengan sekolah-sekolah dapat juga diusahakan pembuatan kliping dari media cetak oleh para pelajar sebagai pekerjaan rumah atau kegiatan ekstra kurikuler yang kemudian diteruskan sebagai sumbangan bahan bacaan di perpustakaan pedesaan.
Pendeknya, banyak cara untuk berusaha menghimpun bahan bacaan yang dapat dimanfaatkan oleh perputakaan pedesaan dan berbagai daerah hunian yang oleh satu dan lain sebab agak terbelakang
44
pendidikannya. Menurut Darmono (2008) Kehadiran perpustakaan di kawasan demikian itu niscaya besar dampaknya yang bersifat edukatif. Maka, dengan sifat edukatif yang dimiliki tersebut semakin meningkatlah penyebaran perpustakaan sebagai pusat pembelajaran dan sekaligus efektif berperan sebagai agen perubahan, terutama di kawasan pemukiman yang relatif tertinggal dalam usaha peningkatan kecerdasan serta perbaikan perikehidupan warganya.
4. Keunggulan dan Kelemahan Perpustakaan Digital
Perpustakaan digital pada masa sekarang ini masih sangat digumuli oleh masyarakat pada umumnya jika dibandingkan perpustakaan yang ada sebelumnya. Mengenai hal tersebut, Gatot (2009) mengungkapkan bahwa ada beberapa keunggulan-keunggulan yang terdapat di dalam perpustakaan digital. Mengenai keunggulan diantaranya sebagai berikut :
a) Long distance service, artinya dengan perpustakaan digital pengguna bias menikmati layanan sepuasnya, kapanpun dan dimanapun; b) Akses yang mudah, dimana akses perpustakaaan digital lebih mudah dibanding dengan perpustakaan konvensional; c) Murah, Perpustakaan digital tidak memerlukan banyak biaya; d) Mencegah duplikasi dan plagiat; dan e) Publikasi karya secara global, dengan adanya perpustakaan digital karya-karya dapat dipublikasikan secara global keseluruh dunia dengan bantuan internet.
45
Selain keunggulan-keunggulan yang telah dipaparkan diatas perpustakaan digital juga memiliki kelemahan. Dalam hal ini, Gatot (2009) mengungkapkan ada beberapa kelemahan perpustakaan digital. Kelemahan tersebut diantaranya sebagai berikut :
a) Tidak Semua pengarang mengizinkan karyanya didigitalkan. b) Masih banyak masyarakat di Indonesiayang buta akan teknologi c) Masih sedikit pustakawan yang belum mengerti tentang tata cara mendigitalkan koleksi perpustakaan.
C. Kualitas Belajar Dalam Pembelajaran PKn 1.
Visi, Misi, dan Tujuan Pembelajaran PKn Nu’man
Somantri
(2001
:
279)
mengemukakan
tujuan
pembelajaran PKn, bahwa “tujuan pembelajaran PKN adalah mendidik warga Negara agar menjadi warga Negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan warga Negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan Negara, beragama, demokratis dan Pancasila sejati”. Selanjutnya Depdiknas (2006 : 49) mengemukakan tentang tujuan pembelajaran PKn, yaitu untuk memberikan kompetensi sebagai berikut :
a. Berfikir kritis, rasional dan kretif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. b. Berpartisipasi secara cerdas, bertanggung jawab dan bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bermasyarakat.
46
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dangan bangsa lain. Secara rinci mengenai tujuan diselenggarakannya Pendidikan kewarganegaraan tercantum dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia
dan
diatur
dalam
perangkat
pelaksanaan
pendidikan
(kurikulum). Secara umum tujuan pendidikan sendiri tercantum dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003, yaitu mengenai Sistem Pendidikan Nasional yang isinya : “Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, PKn bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : a. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi. c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan subjek pembelajaran
yang mengemban misi untuk membentuk kepribadian bangsa, yang
47
mempunyai karakter. Bunyamin Maftuh dan Sapriya (2005 : 321) mengemukakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan ini memiliki misi sebagai berikut : a. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik, yang berarti program pendidikan ini memberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada siswa agar mereka mampu hidup sebagai warga negara yang memiliki tingkat kemelekan politik (political literacy) dan kesadaran politik (political awareness), serta kemampuan berpartisipasi politik (political participation) yang tinggi. b. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan hukum, yang berarti bahwa programpendidikan ini diarahkan untuk membina siswa sebagai warga negara yng memiliki kesadaran hukum yang tinggi, yang menyadari akan hak dan kewajibannya, dan yang memiliki kepatuhan terhadap hukum yang tinggi. c. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai (value education), yang berarti melalui Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan tertanam dan tertransformasikan nilai, moral, dan norma yang dianggap baik oleh bangsa dan negara kepada diri siswa, sehingga mendukung bagi upaya nation and character building.
Dengan melihat pada misi PKn tersebut, maka kompetensi dan materi PKn bukan hanya berupa konsep-konsep ilmu politik saja, tetapi juga memuat konsep- konsep ilmu hukum dan disiplin ilmu sosial lainnya. Selain itu, sebagai pendidikan nilai, maka konsep dalam PKn juga memuat nilai- nilai luhur yang terkandung dalam nilai-nilai sentral (central values) bangsa
Indonesia,
yakni
Pancasila.
Tujuan
dari
Pendidikan
Kewarganegaraan menurut Bunyamin Maftuh dan Sapriya (2005: 319) bahwa : “Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan menyiapkan siswa untuk menjadi warga Negara yang baik dengan menguasai pengetahuan kewarganegaraan (knowledge) yang berasal dari konsep dan teori berbagai disiplin ilmu, meyakini, mentranspormasikan, dan
48
mengamalkan nilai-nilai dan kebenaran yang menjadi pandangan hidup bangsa dan Negara (virtues) dan mampu menerapkan keterampilan berwarganegara (citizenship skills). Ketiga aspek kompetensi berwarganegara tersebut yakni pengetahuan, sikap atau nilai, dan keterampilan berwarganegara tersebut hendaknya dapat tersajikan secara terpadu melalui pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan”. Seperti yang dikemukakan Kosasih Djahiri (1995:10) mata pelajaran PKn memiliki dua tujuan, yaitu : a. Secara umum, tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional. b. Secara khusus, tujuan PKn adalah membina moral yang di harapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu prilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, prilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, prilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta prilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, pendidikan kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : a. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi. c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
49
Dari beberapa pendapat yang disampaikan di atas secara umum PKn memiliki tujuan untuk mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik (to be good citizenship) yang ditandai dengan warga negara yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, adanya
rasa
saling
menghormati
dan
menghargai,
toleransi,
kekeluargaan, bangga dan cinta terhadap bangsa dan tanah air, demokratis, bertanggung jawab serta mampu memposisikan diri dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, negara bahkan dalam pergaulan antar bangsa. Di dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar 2006, Depdiknas (2006:2) dinyatakan bahwa fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai berikut : a. Sebagai wahana untuk membentuk warga Negara yang baik (to be good citizenship), cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia yang merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai amanat pancasila dan UUD 1945. b. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian interdisipliner, dimana dalam materi Pendidikan Kewarganegaraan mencakup beberapa disiplin ilmu, antara lain ilmu politik, ilmu Negara, ilmu tata negara, hukum, sejarah, ekonomi, moral, dan filsafat. Dengan demikian diharapkan mampu membentuk warga Negara yang baik, jadi seorang warga Negara harus mampu memahami dan menguasai pengetahuan yang lengkap tentang konsep dan prinsip politik, hukum dan moral. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kosasih Djahiri (1995: 8), bahwa melalui mata pelajaran PKn diharapkan peserta didik :
50
a. Nalar akan konsep dan norma pancasila dalam berbagai fungsi dan perannya. Pancasila sebagai falsafah idiil yuridis konstitusional ideologi negara, etika politi berbangsa dan bernegara serta berbagai pandangan hidup dan jati diri manusia/masyarakat Indonesia dalam berbagai kehidupannya (astragatra kehidupan). b. Melek konstitusi (UUD 1945) dalam perangkat hukum yang berlaku dalam negara RI. c. Menghayati dan meyakini tatanan nilai dan moral yang termuat dalam sub a dan sub b. d. Mengamalkan dan membudayakan hal tersebut sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran PKn bertujuan agar siswa tidak hanya sekedar hafal teori saja, melainkan lebih pada pengamalannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dimana lebih menonjolkan segi afektifnya. Selain itu pun mata pelajaran PKn menekankan pada pendidikan nilai yaitu pengembangan moral dan norma, serta menekankan pada proses untuk mencapai penguasaan pengetahuan dan keterampilan sebagai warga negara dalam menjalankan
kehidupan
berbangsa
dan
bernegara,
agar
mampu
memposisikan diri dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara bahkan lebih luas lagi yaitu kehidupan dunia internasional.
Mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan
dapat
mengembangkan berbagai kemampuan dasar yang dimiliki setiap siswa sebagai warga negara, seperti kemampuan untuk berpikir kritis dan logis, dapat mengambil keputusan secara tepat, mengajarkan siswa untuk memegang teguh aturan yang adil, menghormati hak orang lain, menjalankan hak dan kewajiban sebagi warga negara, serta berpartisipasi
51
aktif sebagai warga negara dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
2. Kualitas Pembelajaran a. Pengertian Kualitas Kualitas adalah tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat sesuatu. Sedangkan menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia (1999 : 532), “Kualitas : 1) tingkat baik buruknya sesuatu; kadar; 2) derajat atau taraf (kepandaian, kecakapan, dan sebagainya); mutu”. Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia (1999: 532), “Kualitas pribadi yang baik adalah bentuk tingkah laku yang baik seseorang sebagai warga masyarakat atau warga negara yang dapat dijadikan teladan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara”. Berdasarkan paparan di atas, kualitas dapat diartikan sebagai suatu tingkatan tentang baik dan buruknya sesuatu hal tertentu. Bisa juga sebagai tingkatan mutu baik bagi seseorang, barang, proses atau suatu hal yang dapat diukur mutunya.
b. Pengertian Pembelajaran Dimyati
dan
Mudjiono
(2002
:
297)
memaparkan
“Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”. Sedangkan menurut
52
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia (1999: 14), menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Selain itu, Depdiknas (2007: 4) mengemukakan bahwa :
“Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang lebih baik terhadap materi pelajaran”.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran adalah suatu proses komunikasi dua arah antara pihak guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik untuk mengatur dan
mengorganisasikan
lingkungan
sekitar
sehingga
siswa
memperoleh tingkah laku secara keseluruhan untuk mencapai suatu keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan interaksi timbal balik antar siswa dengan guru dan antara sesama siswa dalam proses pembelajaran. Tujuan
pembelajaran
adalah
perubahan
perilaku
yang
diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti belajar mengajar yang mencakup perubahan kognitif, psikomotor, dan afektif. Keberhasilan pendidikan didukung oleh beberapa komponen pengajaran yang saling mempengaruhi
satu
sama
lain.
Rohani
dan
Ahmad
(1991)
mengemukakan bahwa “komponen pengajaran itu meliputi tujuan,
53
bahan, siswa, guru, metode, media, dan evaluasi”. Komponenkomponen ini akan berkaitan satu sama lain sehingga memungkinkan terjadinya proses pembelajaran.
3. Indikator Kualitas Belajar dalam Pkn Untuk mengetahui tingkat kualitas pembelajaran dalam kegiatan belajar dan mengajar , maka perlu diketahui dan dirumuskan indikator kualitas pembelajaran. Morrison, Mokashi dan Cotter (2006 : 4-21) dalam risetnya telah merumuskan 44 indikator kualitas pembelajaran yang kemudian di reduksi ke dalam 10 indikator. Kesepuluh indikator kualitas pembelajaran tersebut meliputi : a) Rich and stimulating physical environment; b) Clasroom climate condusive to learning; c) Clear and high expectation for all student; d) Coherent, focused instruction; e) Thoughtful discourse; f) Authentic learning; g) Regular diagnostic assessment for learning; h) Reading and writing as essential activities; i) Mathematical reasoning; j) Effective use of technology. Kualitas pembelajaran berdasarkan pendapat diatas dikatakan baik apabila : a) lingkungan fisik mampu menumbuhkan semangat siswa untuk belajar; b) iklim kelas kondusif untuk belajar; c) guru menyampaikan pelajaran dengan jelas dan semua siswa mempunyai keinginan untuk berhasil; d) guru menyampaikan pelajaran secara sistematis dan terfokus; e) guru menyajikan materi dengan bijaksana; f) pembelajaran bersifat riil (autentik dengan permasalahan yang dihadapi masyarakat dan siswa); g)
54
ada penilaian diagnostik yang dilakukan secara periodic; h) membaca dan menulis
sebagai
kegiatan
yang
esensial
alam
pembelajaran;
i)
menggunakan pertimbangan yang rasional dalam memecahkan masalah; j) menggunakan teknologi pembelajaran, baik untuk mengajar maupun kegiatan belajar siswa (S. Eko Widyoko : 2007). Dalam konteks pendidikan pengertian kualitas mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam proses pendidikan yang berkualitas terlibat berbagai input, seperti: bahan ajar (kognitif, afektif, dan psikomotor), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi, sarana prasana, sumber daya lainnya, dan penciptaan suasana yang kondusif. Kualitas belajar adalah hasil belajar yang dicapai oleh siswa yang diperoleh melalui proses belajar mengajar dalam suatu rentan waktu tertentu (Sulaeman, 1984:36). Materi PKn sebagai pendidikan bidang studi terorganisir secara psikologis dan secara scientific (keilmuan) mata pelajaran PKn diorganisasikan secara interdisipliner dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial seperti ilmu politik, hukum, tata Negara, psikologi, dan berbagai bahan kajian lainnya yang berasal dari kemasyarakatan, nilainilai budi pekerti dan hak asasi manusia dengan penekanan pada hubungan antara warga negara dan warga negara, warga negara dengan pemerintah, serta warga negara dengan warga negara dunia.
55
4.
Hasil Belajar Kegiatan belajar yang dilakukan siswa akan menghasilkan perubahan-perubahan pada dirinya yang oleh Bloom dalam Makmun (1997:116)
dikelompokkan
kedalam
ranah
kognitif,
afektif
dan
psikomotor. Hasil-hasil yang diperoleh siswa dapat diukur atau diketahui berdasarkan perubahan perilaku sebelum dan sesudah dilakukan kegiatan belajar dalam bentuk hasil belajar. Hasil belajar juga diartikan sebagai perubahan prilaku berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, informasi dan atau strategi kognitif yang baru dan diperoleh siswa setelah berinteraksi dengan lingkungan dalam suatu suasana atau kondisi pembelajaran (Ibrahim, 2001). Lebih lanjut Machr dalam Nupuz (2003:25) mengemukakan hasil belajar sebagai berikut : a. Hasil belajar merupakan tingkah laku yang dapat diukur dengan menggunakan tes hasil belajar. b. Hasil belajar merupakan hasil dari perubahan individu itu sendiri bukan hasil dari perbuatan orang lain. c. Hasil belajar dapat dievaluasi tinggi rendahnya berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh penilai atau menurut standar yang telah ditetapkan oleh kelompok. d. Hasil belajar merupakan hasil dari kegiatan yang dilakukan secara sengaja dan disadari, jadi bukan suatu kebiasaan atau perilaku yang tidak disadari.
Sudjana (1997:390) mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa, seperti faktor kemampuan yang dimilikinya dan faktor dari luar diri siswa
56
atau faktor lingkungannya. Secara rinci Rusyan (1994:81) menjelaskan bahwa hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut : a. Faktor internal, yang terdiri dari : 1). Faktor fisiologis/jasmani individu yang bersifat bawaan, seperti penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya. 2). Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, terdiri dari : (a) Faktor-faktor intelektif, meliputi : faktor potensial seperti intelegensi, dan faktor kecakapan nyata, yaitu hasil yang dimiliki; (b). Faktor-faktor non intelektif, meliputi : unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri. 3) Faktor kematangan fisik dan psikis. b. Faktor eksternal, meliputi : 1). Faktor sosial, yaitu : (a) lingkungan keluarga, seperti suasana rumah, didikan orang tua, relasi antar keluarga dan sebagainya; (b) Lingkungan sekolah, seperti kurikulum, metode pemelajaran, waktu sekolah, relasi guru dan siswa, dan sebagainya; (c) Lingkungan masyarakat, seperti kehidupan siswa dalam bergaul, masyarakat, media dan sebagainya.
57
2) Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. 3) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas belajar, fasilitas rumah dan iklim. 4) Faktor spiritual seperti lingkungan agama. Dari beberapa definisi hasil belajar yang telah dipaparkan di atas dapat diketahui bahwa hasil belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri siswa pada aspek kognitif yang dapat diukur dengan menggunakan test hasil belajar yang ditunjukkan dengan skor atau angka yang diberikan oleh guru. Selain itu, hasil belajar merupakan hasil dari kegiatan yang dilakukan siswa secara sengaja dan disadari melalui proses belajar mengajar.