BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori 1. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan a. Pengertian Belajar Belajar merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan setiap orang secara maksimal untuk dapat menguasai atau memperoleh sesuatu. Oleh karena itu perlu diketahui seluk-beluk belajar, dan makna belajar itu sendiri. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya” (Slameto, 2003: 2). Pendapat yang sama juga disebutkan oleh Ngalim Purwanto, “Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis seperti perubahan dalam pengertian berpikir, kecakapan, kebiasaan ataupun sikap” (Ngalim Purwanto, 2006: 85). Menurut Muhibin Syah (2003: 89), “Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan”. Belajar bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri dengan hasil yang positif. Belajar dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan secara sungguh-sungguh, dengan sistematis, mendayagunakan semua potensi yang dimiliki, baik fisik mental, dana, panca indra, otak dan anggota tubh
15
16
lainnya, demikian pula aspek-aspek kejiwaan seperti intelegensi, bakat, dan sebagainya. b. Tujuan Belajar Menurut Sardiman A.M (2009: 26-28), secara umum ada tiga jenis tujuan belajar, yaitu: 1)
Untuk mendapatkan pengetahuan Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Di sini dikatakan bahwa tidak dapat
mengembangkan
kemampuan
berfikir
tanpa
adanya
bahan
pengetahuan, begitu juga sebaliknya, dengan adanya kemampuan berpikir maka akan menambah pengetahuan. 2)
Penanaman konsep dan keterampilan Dalam merumuskan suatu konsep memerlukan suatu keterampilan. Keterampilan bersifat jasmani dan rohani. Ketrampilan jasmaniah adalah ketrampilan-ketrampilan yang dapat dilihat, diamati sehingga akan menitikberatkan pada ketrampilan gerak/penampilan dari anggota tubuh. Sedangkan ketrampilan rohani lebih menyangkut masalah-masalah yang bersifat abstrak mengenai masalah-masalah penghayatan dan ketrampilan berfikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.
3)
Pembentukan sikap Pembentukan sikap, mental dan perilaku anak didik tidak terlepas dari penanaman nilai. Guru sebagai pendidik dalam berinteraksi dengan siswa harus memindahkan nilai-nilai dalam setiap kegiatan pembelajaran.
17
Berdasarkan pendapat di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan belajar antara lain untuk mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya mengenai informasi/ilmu yang belum diketahui, selain pengetahuan diharapkan dengan belajar akan memperoleh konsep dan ketrampilan sehingga pengetahuan yang sudah diperoleh tersebut dapat langsung diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. c. Teori-teori Belajar Menurut para ahli ada beberapa teori dalam belajar (Slameto, 2010: 9-15) yaitu: 1)
Teori Gestalt Teori ini dikemukakan oleh Koffa dan Kohler. Menurut mereka belajar yang penting yakni adanya penyesuaian pertama yaitu memperoleh response yang tepat untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Belajar yang penting bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari tetapi mengerti atau memperoleh suatu insight. Prinsip-prinsip belajar menurut teori gestalt antara lain: a)
Belajar berdasarkan keseluruhan.
b)
Belajar adalah suatu proses perkembangan.
c)
Siswa sebagai organisme keseluruhan.
d)
Terjadi transfer.
e)
Belajar adalah reorganisasi pengalaman.
f)
Belajar harus dengan insight.
18
g)
Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan siswa.
h) 2)
Belajar berlangsung terus menerus.
Teori belajar menurut J. Bruner Menurut Bruner belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah.
3)
Teori Belajar dari R. Gagne Terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi, yaitu: a)
Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku.
b)
Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh dari instruksi.
4)
Purposeful Llearning Purposeful learning adalah belajar yang dilakukan dengan sadar untuk mencapai tujuan dan yang: a)
Dilakukan siswa sendiri tanpa perintah atau bimbingan orang lain.
b) Dilakukan siswa dengan bimbingan orang lain di dalam situasi belajar mengajar di sekolah. d. Faktor-faktor Belajar Menurut Muhibbin Syah (2007: 145) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
19
1)
Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/ kondisi jasmani dan rohani siswa.
2)
Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa.
3)
Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Berdasarkan ketiga faktor-faktor yang mempengaruhi belajar di atas maka
peneliti dapat menyimpulkan bahwa ketiga faktor belajar di atas saling mempengaruhi dan saling berkesinambungan dalam menentukan keberhasilan siswa dalam belajar, sehingga untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal maka ketiga faktor belajar di atas harus dipenuhi. e. Prinsip-prinsip Belajar Prinsip-prinsip belajar menurut Slameto (2010: 27-28) yaitu: 1)
Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar a)
Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional.
b)
Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.
c)
Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif.
20
d) 2)
Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
Sesuai hakikat belajar a)
Belajar itu proses kontinu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya.
b) Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery. c)
Belajar adalah proses kontinuitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan memberikan respon yang diharapkan.
3)
Sesuai materi atau bahan yang harus dipelajari. a)
Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.
b) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya. 4)
Syarat keberhasilan belajar a)
Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang.
b) Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/ketrampilan/sikap itu mendalam pada siswa. f. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang mempunyai banyak misi, diantaranya adalah untuk mengembangkan warga negara atas hak
21
dan kewajibannya agar menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, baik, dan berkarakter. Menurut Cholisin (2004: 10) Pendidikan Kewarganegaraan diartikan sebagai: Aspek pendidikan politik yang materinya peranan warga Negara dalam kehidupan bernegara yang kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk membina peranan tersebut sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara yang sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan Menurut Numan Soemantri (2004: 8) : PKn adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber sumber pengetahuan lainnya, positive influence pendidikan sekolah, masyarakat, orang tua yang kesemuanya itu diproses untuk melatih pelajar pelajar bersifat kritis, analitis dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokrasi dengan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Hakikatnya pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga Negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela Negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan Negara. Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah mewujudkan warga Negara sadar bela Negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa (Komaruddin H dan Azyumardi Azra, 2008: 5). Dari berbagai sumber yang ada tentang Pendidikan Kewarganegaraan menyebutkan hampir sama, dalam penelitian ini pengertian Pendidikan Kewarganegaraan adalah proses pendidikan politik yang dapat melatih siswa untuk berfikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis agar menjadi
22
warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara yang sesuai dengan ketentuan ideologi serta konstitusi bangsa. g. Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan Visi
mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn)
adalah
berorientasi pada terbentuknya masyarakat demokratis yang lebih dikenal dengan masyarakat madani (civil society). PKn paradigma baru berupaya memberdayakan warga negara melalui proses pendidikan agar mampu berperan serta aktif dalam sistem pemerintahan yang demokratis. Berdasarkan pada visi mata pelajaran PKn tersebut, maka dapat dikembangkan misi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru, yaitu membentuk warga negara yang baik (good citizenship), yaitu menciptakan kompetensi siswa agar mampu berperan aktif dan bertanggung jawab bagi kelangsungan pemerintahan demokratis melalui pengembangan pengetahuan karakter dan keterampilan warga negara. Dengan demikian misi dari PKn dapat disimpulkan dari bagian pendahuluan
pada
naskah
standar
isi
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan. Misi dari Pendidikan Kewarganegaraan yaitu sebagai berikut : 1)
2)
Pendidikan sebagai wawasan kebangsaan yang berarti pendidikan yang menyiapkan peserta didik agar memiliki pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat serta konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 Konstitusi Negara Republik Indonesia. Pendidikan yang demokrasi berarti pendidikan yang menyiapkan peserta didik agar mampu menjalankan hak-hak sebagai warga negara untuk
23
3)
menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan yang menyiapkan peserta didik agar memiliki kesadaran bela negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak serta sikap perilaku anti korupsi, kolusi dan nepotisme (Winarno, 2006: 29). Berdasarkan pemaparan di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa visi
Pendidikan Kewarganegaraan adalah menciptakan masyarakat madani yang aktif dalam sistem pemerintahan yang demokratis, dari visi tersebut maka dapat dikembangkan misi Pendidikan Kewarganegaraan adalah membentuk masyarakat yang baik, aktif dan bertanggung jawab terhadap kelangsungan pemerintahan yang demokratis, serta memiliki wawasan pendidikan demokratis sehingga dapat menyiapkan peserta didik yang memiliki kesadaran bela negara dan penghargaan terhadap hak asasi manusia. h. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan memberikan kompetensi sebagai berikut ini: 1) Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menggapai isu kewarganegaraan. 2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti-korupsi. 3) Berkembang secara positif dan demokrasi untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa banga lain. 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Secara sederhana tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah membentuk warga negara yang baik (good citizen) dan mempersiapkannya untuk masa depan
24
(Cholisin, 2004: 12). Melalui pendidikan kewarganegaraan diharapkan warga negara mampu memahami, menganalisis serta menjawab berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara secara tepat, rasional, konsisten, berkelanjutan dan bertanggung jawab dalam rangka mencapai tujuan nasional. Menjadi warga negara yang mengetahui hak dan kewajibannya, menguasai ilmu dan teknologi serta seni namun dengan tidak menghilangkan jati diri bangsa Indonesia. Menurut Ruud Veldhuis dalam Samsuri (2011 : 28) tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah untuk merangsang partisipasi warga Negara dalam masyarakat kewargaan dan dalam pembuatan keputusan politik di dalam suatu (sistem) demokrasi konstitusional. Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Sunarso dkk, 2006 :5). Berdasarkan fungsinya, pendidikan Kewarganegaraan harus dinamis dan mampu menarik perhatian siswa yaitu dengan cara guru membantu siswa untuk mengembangkan pemahaman baik materi maupun intelektual. i.
Subtansi Materi dan Karakter Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang standar isi, ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi beberapa aspek. Aspek pertama yaitu Persatuan dan kesatuan bangsa meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam
25
pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan. Aspek kedua yaitu norma hukum dan peraturan meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, peraturan peraturn daerah, Norma norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional. Aspek ketiga yaitu hak asasi manusia meliputi : Hak dan Kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan dan perlindungan HAM. Aspek keempat yaitu kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan Kedudukan warga negara. Aspek kelima yaitu konstitusi Negara meliputi : Proklamasi kemerdekaan dan Konstitusi pertama, konstititusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar Negara dengan konstitusi. Aspek keenam yaitu kekuasaan dan Politik meliputi pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi. Aspek ketujuh yaitu Pancasila meliputi : kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi Negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar Negara, pengalaman nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideology terbuka. Aspek kedelapan yaitu Globalisasi meliputi : globalisasi
26
di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan internasional, dan Mengevaluasi globalisasi. Pendapat Print yang dikutip Muchson AR, isi Pendidikan Kewarganegaraan yang prinsipil adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
j.
Hak dan tanggung jawab warga Negara Pemerintah dan Lembaga-lembaga Sejarah dan Konstitusi Identitas Nasional Sistem Hukum dan Rule of Law HAM, hak-hak politik, ekonomi, dan sosial Proses dan prinsip-prinsip demokrasi Partisipasi aktif warga Negara dalam wacana kewarganegaraan Wawasan Internasional Nilai-nilai dari kewarganegaraan yang demokratis (Muchson, 2009: 24). Pengertian Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan
Proses belajar yang sudah dilaksanakan tentunya akan memperoleh hasil pembelajaran. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa digunakan salah satu parameter, yaitu tingkat prestasi belajar yang didapatkan siswa. Winkel (2004: 226), mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni : kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut. Menurut Sumadi Suryabrata (2006: 294), menyebutkan bahwa hasil belajar siswa dapat diukur dengan jalan: 1) Memberikan tugas-tugas tertentu 2) Menanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan pelajaran tertentu
27
3) Memberikan tes pada siswa sesudah mengikuti pelajaran tertentu, dan 4) Memberikan ulangan. Nana Syaodih Sukmadinata (2005: 102-103) menyebutkan bahwa prestasi belajar (achievement) merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapankecakapan potensional atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunnya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan, pengetahuan, ketrampilan berpikir maupun ketrampilan motorik. Di sekolah, hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa akan mata pelajaran yang ditempunya. Tingkat penguasaan hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan mengukur/menilai melalui sebuah tes dan dilambangkan dengan huruf atau angka-angka. Dari definisi diatas prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan merupakan hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berupa seperangkat pengetahuan, sikap, dan ketrampilan dasar yang berguna bagi siswa untuk kehidupan sosialnya baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang, dimana prestasi belajar dinilai dari proses belajar Pendidikan Kewarganegaraan selama jangka waktu tertentu yang dapat diukur dengan tes dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk angka. k. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar Prestasi belajar siswa pada hakekatnya merupakan interaksi dari beberapa faktor. Berhasil atau tidaknya proses belajar seseorang individu berubungan dengan banyak faktor baik itu faktor yang berasal dari dalam (intern), maupun faktor yang berasal dari luar dirinya (ekstern).
28
Pengenalan terhadap faktor-fakor yang berhubungan dengan prestasi belajar sangat penting dalam rangka membantu siswa dalam mencapai prestasi yang sebaik-baiknya. Menurut Ngalim Purwanto (2006: 112), faktor- faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar adalah: 1) Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual; 2) Faktor dari luar individu yang kita sebut faktor sosial yang termasuk dalam faktor individual antara lain : faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, motivasi dan faktor pribadi. Sedangkan yang dimaksud faktor sosial antara lain faktor keluarga/keadaan rumah, guru dan cara mengajarnya, alat yang digunakan dalam belajarmengajarnya, lingkungan dan kesempatan yang tersedia. Menurut Dalyono (2005: 55) faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar, yaitu: 1) Faktor internal (faktor yang berasal dari dalam). Faktor ini meliputi kesehatan, intelegensi dan bakat, minat dan motivasi serta cara belajar; 2) Faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar). Faktor ini meliputi keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Dari dua pendapat diatas peneliti dapat menyampaikan pula secara khusus bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan adalah faktor internal dan faktor eksternal siswa, dimana faktor internal diantaranya meliputi kemandirian belajar siswa, apabila faktor internalnya tinggi maka pencapaian prestasi belajarnya akan baik terhadap mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
29
2. Tinjauan Tentang Keaktifan Mengikuti Kegiatan OSIS a. Pengertian Keaktifan Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai makhluk sosial pasti akan melakukan usaha yang ditandai dengan adanya kegiatan. Dari semua kegiatan manusia tersebut timbul aktivitas yang mana berupa tindakan-tindakan yang dilakukan manusia dalam kegiatan sehari-harinya. Keaktifan merupakan kegiatan yang dilakukan sehari-hari mengarah pada aktivitas sesuai dengan tujuan dari kegiatan itu, keaktifan membantu seorang anak dalam pembentukan watak, akhlak, dan budi pekerti luhur melalui aktivitas tersebut. Keaktifan berasal dari kata “aktif” dan menurut kamus ilmiah popular aktif adalah “giat dalam menjalankan kewajiban, kreatif dan sibuk (dalam usaha maupun organisasi)”. Sumadi Suryabrata (2001: 97-98) mengemukakan aktivitas (activiteit) adalah banyak sedikitnya orang mengemukakan diri, menjelmakan perasaan, dan pikirannya dalam tindakan yang spontan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan adalah ikut bergeraknya jasmani dan rohani dalam suatu kegiatan dan kesibukan dengan dituntut untuk berperan dalam kegiatan yang dilakukan dan mencurahkan segala potensi yang dimiliki melalui pikiran maupun tindakan yang nantinya akan direalisasikan sesuai dengan kegiatan itu sendiri sehingga orang yang aktif merupakan orang yang ikut berpartisipasi dlam suatu kegiatan tertentu. b. Sejarah Terbentuknya OSIS Sebelum lahirnya OSIS, di sekolah-sekolah tingkat SLTP dan SLTA terdapat organisasi yang bebagai macam corak bentuknya. Ada organisasi siswa
30
yang hanya dibentuk bersifat intern sekolah itu sendiri, dan ada pula organisasi siswa yang dibentuk oleh organisasi siswa di luar sekolah. Organisasi siswa yang dibentuk dan mempunyai hubungan dengan organisasi siswa dari luar sekolah, sebagian ada yang mengarah pada hal-hal bersifat politis, sehingga kegiatan organisasi siswa tersebut dikendalikan dari luar sekolah sebagai tempat diselenggarakannya proses belajar mengajar. Akibat dari keadaan yang demikian itu, maka timbullah loyalitas ganda, disatu pihak harus melaksanakan peraturan yang dibuat Kepala Sekolah, sedang dipihak lain harus tunduk kepada organisasi siswa yang dikendalikan di luar sekolah. Dapat dibayangkan berapa banyak macam organisasi siswa yang tumbuh dan berkembang pada saat itu, dan bukan tidak mungkin organisasi siswa tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan organisasi di luar sekolah. Pada tahun 1970 sampai dengan tahun 1972, beberapa pimpinan organisasi siswa yang sadar akan maksud dan tujuan belajar di sekolah, ingin menghindari bahaya perpecahan di antara para siswa intra sekolah di sekolah masing-masing, setelah mendapat arahan dari pimpinan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pembinaan dan pengembangan generasi muda diarahkan untuk mempersiapkan kader penerus perjuangan bangsa dan pembangunan nasional dengan memberikan bekal keterampilan, kepemimpinan, kesegaran jasmani, daya kreasi, patriotisme, idealisme, kepribadian dan budi pekerti luhur. Oleh karena itu pembanguan wadah pembinaan generasi muda di lingkungan sekolah yang diterapkan melalui Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS ) perlu ditata secara terarah dan teratur. Bukti perhatian dan usaha
31
pemerintah dalam membina kehidupan para siswa, maka ditetapkan “OSIS” sebagai salah satu jalur pembinaan kesiswaan secara nasional. Jalur tersebut terkenal dengan nama “Empat Jalur Pembinaan Kesiswaan”, yaitu: organisasi kesiswaan, latihan kepemimpinan, kegiatan ekstrakulikuler dan kegiatan wawasan wiyatamandala. c. Pengertian Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) Menurut Ngalim Purwanto (2003: 17), organisasi ialah aktivitas-aktivitas menyusun dan membentuk hubungan-hubungan sehingga terwujudlah kesatuan usaha dalam mencapai maksud-maksud dan tujuan-tujuan pendidikan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa organisasi merupakan tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul dan bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana dan terorganisasi dalam memanfaatkan sumber daya, sarana dan prasarana dan sebagainya yang digunakan secara efektif dan terencana untuk mencapai tujuan-tujuan dari organisasi tersebut. OSIS diurus dan dikelola oleh murid-murid yang terpilih untuk menjadi pengurus OSIS. Biasanya organisasi ini memiliki seorang pembimbing dari guru yang dipilih oleh pihak sekolah. Anggota OSIS adalah seluruh siswa yang berada pada satu sekolah tempat OSIS itu berada. Seluruh anggota OSIS berhak untuk memilih calonnya untuk kemudian menjadi pengurus OSIS. Dalam upaya mengenal, memahami dan mengelola Organisasi Intra Sekolah (OSIS) perlu penjelasan mengenai pengertian dan peranan tentang Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Secara sistematis di dalam surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor
32
226/C/Kep/0/1993, disebutkan bahwa organisasi kesiswaan di sekolah adalah OSIS yang terdiri dari, organisasi, siswa, intra, dan sekolah. Secara umum organisasi adalah kelompok kerjasama antara pribadi yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi dalam hal ini dimaksudkan satuan atau kelompok kerjasama para siswa yang dibentuk dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama, yaitu mendukung terwujudnya pembinaan sekolah. Siswa adalah peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Intra adalah berarti terletak di dalam dan diantara. Sekolah adalah satuan pendidikan tempat menyelenggarakan kegiatan belajar secara berjenjang dan bersinambungan sehingga OSIS berarti suatu organisasi siswa yang ada di dalam dan di lingkungan sekolah yang bersangkutan. Secara organisasi OSIS adalah satu-satunya wadah organisasi siswa yang sah di sekolah. Oleh karena itu sekolah wajib membentuk Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), yang tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan OSIS di sekolah lain dan tidak menjadi bagian/alat dari organisasi lain yang ada di luar sekolah. Secara fungsional dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan khususnya dibidang pembinaan, kesiswaan arti yang terkandung lebih jauh dalam pengertian OSIS adalah sebagai salah satu dari empat jalur pembinaan kesiswaan, disamping ketiga jalur yang lain, yaitu : latihan kepemimpinan, ekstrakurikuler dan wawasan wiyata mandala. Secara sistem apabila OSIS dipandang suatu sistem, berarti OSIS sebagai tempat kehidupan berkelompok siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini OSIS dipandang sebagai sistem, dimana sekumpulan para
33
siswa mengadakan koordinasi dalam upaya menciptakan suatu organisasi yang mengadakan koordinasi dalam upaya menciptakan suatu organisasi yang mampu mencapai tujuan (Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 226/C/Kep/0/1993). d. Pengertian Keaktifan Mengikuti Kegiatan OSIS Keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan OSIS merupakan kegiatan atau aktivitas yang merupakan seperangkat pengalaman belajar yang memiliki nilai manfaat bagi pembentukan karakter siswa dimana semua kegiatan yang diselenggarakan OSIS dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan siswa sehingga kegiatan-kegiatan tersebut merupakan pengalaman belajar untuk menunjang kegiatan di sekolah. Dengan demikian keaktifan kegiatan OSIS adalah kegiatan dan kesibukan yang dijalankan oleh siswa dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai suatu tujuan, meliputi ikut berpartisipasi setiap kegiatan yang dilaksanakan OSIS dan patuh menjalankan peraturan organisasi tersebut. e. Fungsi OSIS Salah satu ciri pokok suatu organisasi ialah memiliki berbagai macam fungsi. Demikian pula OSIS sebagai suatu organisasi memiliki pula beberapa fungsi dalam mencapai tujuan. Menurut Permendiknas No. 39 Tahun 2008, sebagai salah satu jalur dari pembinaan kesiswaan, fungsi OSIS antara lain pertama sebagai wadah yakni merupakan satu-satunya wadah kegiatan para siswa di sekolah bersama dengan jalur pembinaan yang lain untuk mendukung tercapainya pembinaan kesiswaan. Kedua sebagai motivator yakni perangsang
34
yang menyebabkan lahirnya keinginan dan semangat para siswa untuk berbuat dan melakukan kegiatan bersama dalam mencapai tujuan. Ketiga sebagai Preventif yakni secara internal OSIS dapat menggerakkan sumber daya yang ada dan secara eksternal OSIS mampu beradaptasi dengan lingkungan, seperti menyelesaikan persoalan perilaku menyimpang siswa dan sebagainya. Dengan demikian secara prepentif OSIS ikut mengamankan sekolah dari segala ancaman dari luar maupun dari dalam sekolah. Fungi preventif OSIS akan terwujud apabila fungsi OSIS sebagai pendorong lebih dahulu harus dapat diwujudkan. f. Tujuan OSIS Menurut Malayu Hasibuan (2005: 24) organisasi adalah sistem perserikatan formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerjasama dalam tujuan tertentu. Organisasi merupakan alat dan wadah saja. Melalui organisasi diharapkan dapat mendidik seorang anak dalam membentuk karakter dan kepribadian anak serta melatih sikap mental yang positif. Seorang anak yang ikut berpartisipasi dalam suatu organisasi akan terdorong untuk menerapkan sikap-sikap yang positif. OSIS merupakan satusatunya wadah untuk menampung dan menyalurkan kreativitas siswa baik melalui kegiatan kukulikuler maupun ekstra kurikuler. Setiap organisasi selalu memiliki tujuan yang ingin dicapai, begitu pula dengan OSIS. Ada beberapa tujuan yang
ingin dicapai, antara
lain : Pertama, meningkatkan generasi penerus yang beriman dan bertaqwa. Kedua, memahami serta menghargai lingkungan hidup dan nilai-nilai moral dalam mengambil keputusan yang tepat. Ketiga, membangun landasan kepribadian yang
35
kuat dan menghargai HAM dalam konteks kemajuan budaya bangsa. Keempat, membangun,
mengembangkan
wawasan
kebangsaan
dan
rasa
cinta
tanah air dalam era globalisasi. Kelima, memperdalam sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab dan kerjasama secara mandiri, berpikir logis dan demokratis. Keenam, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta menghargai karya artistik, budaya dan intelektual. Ketujuh, meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani memantapkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. g. Perangkat OSIS Menurut Permendiknas No. 39 Tahun 2008, perangkat OSIS terdiri dari Pembina OSIS, perwakilan kelas, dan pengurus OSIS. 1) Pembina OSIS : Pembina OSIS terdiri dari : a)
Kepala Sekolah, sebagai Ketua
b) Wakil Kepala Sekolah, sebagai Wakil Ketua c)
Guru, sebagai anggota, sedikitnya 5 (lima) orang dan bergantian setiap tahun pelajaran
Beberapa rincian tugas pembina OSIS antara lain : Bertanggung jawab atas seluruh pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan OSIS di sekolahnya; memberikan nasihat kepada perwakilan kelas dan pengurus; mengesahkan keanggotaan perwakilan kelas dengan Surat Keputusan Kepala Sekolah; mengesahkan dan melantik pengurus OSIS dengan Surat Keputusan Kepala Sekolah; mengarahkan penyusunan Anggaran Rumah Tangga dan program kerja
36
OSIS; menghadiri rapat-rapat OSIS; mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas OSIS 2) Perwakilan Kelas Perwakilan kelas terdiri atas 2 orang dari setiap kelas. Beberapa rincian tugas dari perwakilan kelas antara lain:
mewakili kelasnya dalam rapat
perwakilan kelas, mengajukan usul kegiatan untuk dijadikan program kerja OSIS, mengajukan calon pengurus OSIS berdasarkan hasil rapat kelas, memilih pengurus OSIS dari daftar calon yang telah disiapkan, menilai laporan pertanggung
jawaban
pengurus
OSIS
pada
akhir
tahun
jabatannya,
mempertanggung jawabkan segala tugas kepada Kepala Sekolah selaku Ketua Pembina, bersama- sama pengurus menyusun Anggaran Rumah Tangga. 3)
Pengurus OSIS Syarat pengurus OSIS meliputi: a)
Taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b) Memiliki budi pekerti yang baik dan sopan santun terhadap orang tua, guru, dan teman c)
Memiliki bakat sebagai pemimpin
d) Tidak terlibat penggunaan Narkoba e)
Memiliki kemauan, kemampuan, dan pengetahuan yang memadai
f)
Dapat mengatur waktu dengan sebaik-baiknya, sehingga pelajarannya tidak terganggu karena menjadi pengurus OSIS
g) Pengurus dicalonkan oleh perwakilan kelas h) Tidak duduk dikelas terakhir, karena akan menghadapi ujian akhir
37
i)
Syarat lain disesuaikan dengan ketentua sekolah.
Kewajiban Pengurus OSIS antara lain : menyusun dan melaksanakan program kerja sesuai dengan Anggran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga OSIS; selalu menjunjung tinggi nama baik, kehormatan, dan martabat sekolahnya; kepemimpinan pengurus OSIS bersifat kolektif; menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada Pembina OSIS dan tembusannya kepada Perwakilan Kelas pada akhir masa jabatannya; selalu berkonsultasi dengan Pembina. h. Struktur dan Rincian Tugas Pengurus 1) Ketua : a) Memimpin organisasi dengan baik dan bijaksana b) Mengkoordinasikan semua aparat kepengurusan c) Menetapkan kebijakan yang telah dipersiapkan dan direncanakan oleh aparat kepengurusan. d) Memimpin rapat e) Menetapkan
kebijakan
dan
mengambil
keputusan
berdasarkan
musyawarah dan mufakat. f) Setiap saat mengevaluasi kegiatan aparat kepengurusan. 2) Wakil Ketua : a) Bersama-sama ketua menetapkan kebijaksanaan b) Memberikan saran kepada ketua dalam rangka mengambil keputusan c) Menggantikan ketua jika berhalangan d) Membantu ketua dalam melaksanakan tugasnya e) Bertanggung jawab kepada ketua
38
f) Wakil ketua bersama dengan wakil sekretaris mengkoordinasikan seksiseksi. 3) Sekretaris : a)
Memberikan saran kepada ketua dalam rangka mengambil keputusan.
b) Mendampingi ketua dalam memimpin setiap rapat c)
Menyiarkan, mendistribusikan dan menyimpan surat serta arsip yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan.
d) Menyiapkan laporan, surat, hasil rapat dan evaluasi kegiatan e)
Bersama ketua menandatangani setiap surat
f)
Bertanggung jawab atas tertib administrasi organisasi
g) Bertindak sebagai notulis dalam rapat, atau diserahkan kepada wakil sekretaris. 4) Wakil Sekretaris : a)
Aktif membantu pelaksanaan tugas sekretaris
b) Menggantikan sekretaris jika sekretaris berhalangan c)
Wakil sekretaris membantu wakil ketua mengkoordinir seksi-seksi.
5) Bendahara dan Wakil Bendahara : a)
Bertanggung jawab dan mengetahui segala pemasukan, pengeluaran uang/ biaya yang diperlukan.
b) Membuat tanda bukti kwitansi setiap pemasukan pengeluaran uang untuk pertanggung jawaban. c)
Bertanggung jawab atas inventaris dan perbendaharaan
d) Menyampaikan laporan keuangan secara berkala.
39
6) Ketua Seksi : a)
Bertanggung jawab atas seluruh kegiatan seksi yang menjadi tanggung jawabnya.
b) Melaksanakan kegiatan seksi yang diprogramkan c)
Memimpin rapat seksi
d) Menetapkan
kebijaksanaan
seksi
dan
mengambil
keputusan
berdasarkan musyawarah dan mufakat e)
Menyampaikan laporan, pertanggung jawaban pelaksanaan kegiatan seksi kepada Ketua melalui Koordinator.
3. Tinjauan Tentang Kemandirian Belajar a. Pengertian Kemandirian Belajar Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Poerdinata, 2005: 359) ”Mandiri berarti keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain”. “Kemandirian berarti hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain”. Pendapat lain tentang kemandirian yang dikemukakan oleh Brookfield yang dikutip oleh Martinis Yamin (2007: 116) menyatakan bahwa “belajar mandiri adalah belajar yang dilakukan oleh siswa secara bebas menentukan tujuan belajarnya, arah belajarnya, merencanakan proses belajarnya, strategi belajarnya, menggunakan sumber-sumber belajar yang dipilihnya, membuat keputusan akademik dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan belajarnya”. Menurut Marinis Yamin “belajar mandiri artinya belajar yang
40
bebas menentukan arah, rencana, sumber dan keputusan untuk mencapai tujuan akademik”. Kemandirian belajar mengandung pengertian sebagai kemampuan belajar siswa untuk belajar sendiri tanpa ketergantungan atau pengaruh dari orang lain. Kemandirian pada diri seseorang tidak terbentuk begitu saja, tetapi melalui sebuah proses panjang yang berawal dari ketergantungan yang tinggi pada orang lain, yang akan berkurang perlahan dan akhirnya tumbuh kesadaran pada dirinya sendiri. Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2005: 114) mengatakan bahwa kemandirian belajar merupakan suatu kekuatan internal individu yang diperoleh melalui proses individuasi. Proses individuasi itu adalah proses realisasi kedirian dan proses menuju kesempurnaan. Pendapat yang lebih lanjut dijelaskan oleh Umar Tirtaraharja dan S.L. La Sulo (2005: 50) bahwa kemandirian dalam belajar adalah aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih di dorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri. Dorongan dari internal individu memiliki kunci pokok dalam kegiatan belajar anak. Perolehan hasil belajar yang di dapat anak, baik ketrampilan maupun kompetensi tertentu akan mampu dicapai jika dialami sendiri dalam proses perolehan hasil belajar tersebut. Menurut Haris Mudjiman (2007: 7) menyatakan bahawa belajar mandiri adalah kegiatan aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengalaman atau kompetensi yang telah dimiliki. Kemandirian dalam hal ini
41
dilakukan guna mengatasi masalah yang tengah dihadapi dengan kemampuan yang dimilikinya sendiri khususnya dalam penguasaan suatu kompetensi tertentu. Dari beberapa pendapat di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah kondisi aktivitas belajar yang mandiri, tidak tergantung pada orang lain, memiliki kemauan serta bertanggung jawab sendiri dalam menyelesaikan masalah belajarnya. Kemandirian belajar akan terwujud apabila siswa aktif mengontrol sendiri segala sesuatu yang dikerjakan, mengevaluasi dan selanjutnya merencanakan sesuatu yang lebih dalam pembelajaran yang dilalui dan siswa juga mau aktif dalam proses pembelajaran. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemandirian belajar Kemandirian bukan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak lahir. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari lingkungannya, selain potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orang tuanya. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar menurut Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2005: 118) meliputi: 1) Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi sering kali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. 2) Pola asuh orang tua. Cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak. 3) Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi
tanpa
argumentasi
akan
menghambat
perkembangan
42
kemandirian. Sebaliknya proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian reward, dan peciptaan kompetisi positif akan mempelancar kemandirian. 4) Sistem pendidikan di masyarakat. Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial merasa kurang aman atau tercekam serta kurang menghargai manifestasi potensi dalam kegiatan produktif, dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi anak dalam bentuk berbagai kegiatan dan tidak terlalu hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian anak. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar siswa menurut Hasan Basri (1996: 53-54) antara lain: 1) Faktor Endogen (faktor dari dalam diri siswa) yaitu merupakan semua pengaruh yang bersumber dari dalam dirinya sendiri. Faktor endogen ini meliputi: keadaan keturunan dan kondisi tubuhnya sejak dilahirkan dengan gejala perlengkapan yang melekat padanya. Bermacam-macam sifat dari bapak atau ibu dan nenek moyangnya mungkin akan didapatkan di dalam diri seseorang seperti bakat, potensi intelektual, potensi pertumbuhan tubuhnya. 2) Faktor Eksogen (faktor dari luar siswa) yaitu semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering pula dinamakan faktor lingkungan. Dengan lingkungan keluarga yang baik, terutama dalam hal kebiasaan hidup membentuk kepribadian, dapat memupuk kemandirian dalam diri anak. Begitu pula sebaliknya, jika lingkungan keluarga kurang baik, maka kebiasaan hidup membentuk kepribadian pun kurang, maka kemandirian diri anak kurang. Dari beberapa pendapat di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa kemandirian belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain gen atau keturunan, dan konstitusi tubuh anak, sedangkan
43
faktor eksternal meliputi pola asuh orang tua, sistem pendidikan di sekolah, dan sistem pendidikan di dalam masyarakat. c. Konsep Kemandirian Belajar Menurut Haris Mudjiman (2007: 7), konsep kemandirian dalam belajar, yaitu: 1) Kegiatan belajar aktif merupakan kegiatan belajar yang memiliki ciri keaktifan pembelajaran, persistensi, keterarahan, dan kreatifitas untuk mencapai tujuan. 2) Motif atau niat untuk menguasai sesuatu kompetensi adalah kekuatan pendorong kegiatan belajar secara intensif, persisten, terarah, dan kreatif. 3) Kompetensi adalah pengetahuan atau keterampilan yang dapat digunakan untuk memecahakan masalah. 4) Dengan pengetahuan yang telah dimiliki, pembelajaran mengolah informasi yang diperoleh dari sumber belajar, sehingga menjadi pengetahuan ataupun keterampilan baru yang dibutuhkannya. 5) Tujuan belajar hingga evaluasi hasil belajar ditetapkan sendiri oleh pembelajar, sehingga ia sepenuhnya menjadi pengendali kegiatan belajarnya. Umar Tirtahardja dan La Sulo (2005: 50) mengemukakan bahwa: “Konsep kemandirian dalam belajar bertumpu pada prinsip bahwa individu yang belajar hanya akan sampai pada perolehan hasil belajar, keterampilan, pengembangan penalaran, pembentukan sikap, sampai pada penemuan diri sendiri, apabila ia mengalami sendiri dalam proses perolehan hasil belajar tersebut”. Berdasarkan pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa konsep kemandirian belajar merupakan prinsip yang dimiliki oleh individu untuk mencapai hasil belajar melalui ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki individu secara mandiri. Individu yang memiliki konsep kemandirian belajar akan terus berusaha memperoleh hasil belajar yang maksimal.
44
d. Ciri-ciri Kemandirian Belajar Anak yang memiliki kemandirian belajar akan menunjukkan ciri khusus dalam proses belajarnya. Ciri tersebut biasanya nampak dalam berbagai tindakan yang dilakukannya. Berbagai ciri kemandirian belajar telah banyak dikemukakan para ahli pendidikan. Menurut Isjoni (2008: 47) ciri-ciri kemandirian belajar adalah sebagai berikut: Kemandirian belajar mempunyai ciri-ciri: bebas (bertindak atas kemauan sendiri); progresif dan ulet (mengejar prestasi, penuh ketekunan, punya rencana jelas dalam hidup, senantiasa mewujudkan harapannya); berinisiatif (berfikir dan bertindak secara orisinil, kreatif dan penuh inisiatif); pengendalian diri dari dalam (punya kemampuan mengatasi masalah yang dihadapi, punya pengendalian diri, mampu mengendalikan tindakannya, mampu mempengaruhi lingkungan atas usahanya sendiri); punya kemantapan diri (punya kepercayaan diri dan puas atas usahanya sendiri). Menurut
Laird
yang
dikutip
oleh Haris
Mudjiman
(2007:
14)
mengemukakan ciri-ciri kemandirian belajar sebagai berikut: 1) Kegiatan belajarnya bersifat mengarahkan diri sendiri tidak dependent. 2) Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam proses pembelajaran dijawab sendiri atas dasar pengalaman bukan mengharapkan jawaban dari guru atau orang lain. 3) Tidak mau didekte guru. 4) Umumnya tidak sabar untuk segera memanfaatkan hasil belajar. 5) Lebih senang dengan problem-centered learning daripada content centered learning . 6) Lebih senang dengan partisipasi aktif dari pada pasif mendengarkan ceramah guru. 7) Selalu memanfaatkan pengalaman yang telah dimiliki (kontruktivistik). 8) Lebih menyukai collaborative learning. 9) Perencanaan dan evaluasi belajar lebih baik dilakukan dalam batas tertentu antara siswa dan guru.
45
10) Belajar harus dengan berbuat tidak cukup hanya mendengarkan dan menyerap. Suardiman (1984: 45) mengatakan ciri-ciri kemandirian belajar sebagai berikut: 1) Adanya kecenderungan untuk berpendapat, berperilaku dan bertindak atas kehendak sendiri. 2) Memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai suatu tujuan. 3) Membuat perencanaan dan berusaha dengan ulet dan tekun untuk mewujudkan harapan. 4) Mampu untuk berfikir dan bertindak secara kreatif, penuh inisiatif dan tidak sekedar meniru. 5) Memiliki kecenderungan untuk mencapai kemajuan, yaitu : mampu caya meningkatkan prestasi belajar. 6) Mampu menemukan sendiri tentang sesuatu yang harus dilakukannya tanpa mengharapkan bimbingan dengan pengarahan orang lain. Berdasarkan uraian di atas ciri-ciri kemandirian belajar adalah sikap yang mengarah pada kesadaran belajar sendiri dan segala keputusan, pertimbangan yang berhubungan dengan kegiatan belajar diusahakan sendiri sehingga bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses belajar tersebut. e. Tujuan Kemandirian Belajar Berdasarkan pendapat Haris Mudjiman (2007: 10), “Tujuan kemandirian belajar atau belajar mandiri adalah mencari kompetensi baru baik yang berbentuk pengetahuan maupun keterampilan untuk mengatasi suatu masalah”. Untuk mendapatkan kompetensi baru tersebut, secara aktif pembelajar mencari informasi dari berbagai sumber dan mengolahnya berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki. Tujuan belajar mandiri atau kemandirian belajar dan cara pencapaiannya ditetapkan sendiri oleh pembelajar, sehingga ketepatan dalam menetapkan tujuan kemandirian belajar oleh pembelajar akhirnya mampu menguasai kompetensi.
46
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan kemandirian belajar adalah untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi mengenai sesuatu yang belum diketahui secara mandiri, sehingga diharapkan akan akan memahami dan menguasai pengetahuan atau informasi tersebut secara menyeluruh. f. Manfaat Kemandirian Belajar Budaya belajar mandiri saat ini belum begitu berkembang di kalangan para peserta didik di Indonesia, mereka masih beranggapan bahwa guru merupakan satu-satunya sumber ilmu, akan tetapi sebagian dari mereka juga ada yang berhasil dalam belajar karena memanfaatkan belajar mandiri atau belajar yang tidak hanya mengandalkan informasi yang diberikan dari guru, tetapi mereka aktif mencari pengetahuan baik melalui media cetak maupun elektronik. Menurut H. Martinis Yamin (2008:117) belajar mandiri memiliki manfaat yang banyak terhadap kemampuan kognisi, afeksi, dan psikomotorik siswa, manfaat tersebut seperti dibawah ini: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Memupuk tanggungjawab. Meningkatkan keterampilan. Memecahkan masalah. Mengambil keputusan. Berpikir kreatif. Berpikir kritis. Percaya diri yang kuat. Menjadi guru bagi dirinya sendiri.
47
B. Kerangka Berfikir 1. Hubungan Keaktifan Mengikuti Kegiatan OSIS dengan Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan OSIS mempunyai banyak kegiatan yang telah di agendakan atau merupakan seperangkat pengalaman belajar yang memiliki nilai manfaat bagi pembentukan karakter siswa dimana semua kegiatan dalam OSIS bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa sehingga kgiatan-kegiatan OSIS merupakan pengalaman belajar untuk menunjang kegiatan di sekolah. Adanya peran serta siswa dalam kegiatan OSIS di sekolah memberi kesempatan pada siswa untuk mengaktualisasi diri demi mencapai tujuan yaitu prestasi belajar. Kegiatan yang di adakan tersebut dapat memberikan manfaat untuk mengembangkan minat baru, pengalaman baru pada berbagai aspek kegiatan. Dengan aktif dalam mengikuti kegiatan OSIS maka dapat memicu siswa untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Sebaliknya, apabila terlalu aktif dalam kegiatan OSIS siswa cenderung mengalami keengganan dalam belajar karena faktor kelelahan fisik maupun pikiran. Apabila fisik sudah kelelahan dapat timbul pemikiran yang pasif, malas, mudah menyerah dan putus asa yang pada akhirnya berdampak pada prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan. Berdasarkan uraian di atas, diduga ada hubungan antara keaktifan mengikuti kegiatan OSIS dengan Prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan.
48
2. Hubungan Kemandirian Belajar dengan Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa dalam proses belajar melakukan kegiatan yang disebut belajar, dimana terjadi perpindahan pengetahuan dan ketrampilan. Memahami pelajaran tidak cukup hanya dengan mendengarkan dan membaca tetapi harus dengan memperbanyak latihan atau mengerjakan tugas. Siswa yang memiliki kemandirian dalam belajar tentunya memiliki inisiatif tersendiri di dalam belajar. Kemandirian belajar adalah kencenderungan seseorang untuk belajar dengan kemampuan sendiri dengan memperkecil bahkan meniadakan ketergantungan terhadap orang lain. Kemandirian belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap siswa yang mengarah pada kesadaran sendiri dan segala keputusan pertimbangan yang berhubungan dengan kegiatan belajar di usahakan sendiri sehingga ia bertanggungjawab sepenuhnya dengan proes belajar tersebut. Tingginya kemandirian belajar yang dimiliki siswa akan sangat membantu siswa tersebut dalam proses belajarnya sehingga siswa dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula. Rendahnya kemandirian belajar yang dimiliki siswa akan menghambat proses belajarnya dan itu juga akan menghambat pencapaian prestasi belajar yang dicapai akan rendah pula.
3. Hubungan Keaktifan Mengikuti Kegiatan OSIS dan Kemandirian Belajar dengan Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan. Siswa yang aktif mengikuti kegiatan OSIS akan mendapatkan banyak manfaat seperti halnya dapat membuat siswa lebih aktif dan maju dalam segala aspeknya. Misalnya, berani mengemukakan pendapat di depan forum serta berani
49
mempertahankan pendapatnya. Manfaat yang lain adalah terbentuknya pola pikir yang mandiri, mempunyai motivasi internal untuk melakukan sesuatu hal yang positif dan hal tersebut akan nampak dalam belajar yang mandiri. Kemandirian belajar merupakan suatu sikap yang didasarkan pada belajar mandiri. Belajar mandiri adalah kegiatan aktif, didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kopentensi guna mengatasi sesuatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kopentensi yang telah dimiliki. Belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri, melainkan suatu prinsip belajar yang bertumpu pada kegiatan dan tanggungjawab sisiwa sendiri demi keberhasilan belajarnya. Ada motivasi diri yan mendorong kegiatan belajar sehingga terjadi proses belajar mandiri. Dalam kegiatan belajar, siswa dituntut untuk memiliki sikap mandiri, artinya siswa dituntut untuk melakukan usaha belajar. Dengan mempunyai pola yang mandiri dalam belajar tentunya akan mempunyai dampak yang baik dalam pencapaian prestasi belajar. Jadi siswa aktif khususnya dalam kegiatan OSIS akan memiliki kemampuan berfikir yang lebih baik, keaktifan di dalam melakukan sesuatu hal yang positif sehingga dapat menjadikan siswa mandiri khususnya dalam belajar yang disebut dengan kemandirian belajar. Kemandirian belajar berarti siswa mempunyai motivasi yang tinggi, tanpa disuruh orang lain dapat mengerti dengan apa yang harus dilakukannya. Hal tersebut akan berdampak dalam prestasi belajar, tentunya menjadikan nilai baik bagi pencapaian hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan.
50
C. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan positif keaktifan mengikuti kegiatan OSIS dengan prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas VIII SMP Negeri seKota Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013. 2. Ada hubungan positif kemandirian belajar dengan prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas VIII SMP Negeri se-Kota Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013. 3. Ada hubungan positif keaktifan mengikuti kegiatan OSIS dan kemandirian belajar dengan prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas VIII SMP Negeri se-Kota Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013.