BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Konsep-konsep dan Definisi yang Digunakan
2.1.1 Konsep produksi Produsen atau perusahaan memerlukan faktor-faktor produksi (input) untuk melakukan suatu proses produksi. produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output sehingga nilai barang tersebut positif. Input terdiri dari barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi dan output adalah barang dan jasa yang dihasilkan dari suatu produksi (Adiningsih,1999:3). Produksi adalah sebagai tempat kegiatan yang menimbulkan tambahan maanfaat atau penciptaan falsafah baru. Input dapat dikatagorikan menjadi 2 katagori yaitu input tetap dan input variabel. Input tetap misalkan: tanah, gedung dan lainnya dan input variabel adalah input yang dapat diubah jumlahnya dalam jangka pendek (Suryawati, 1996: 57). Produksi juga dapat diartikan sebagai salah satu dari kegiatan ekonomi suatu perusahaan, sebab tanpa adanya proses produksi maka tidak akan ada barang atau jasa yang dihasilkan. Menurut Ahman (2004:116), pengertian produksi mengalami perkembangan yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Menurut aliran Fisiokrat, produksi adalah kegiatan untuk menghasilkan barang baru (product nett). 2) Menurut aliran Klasik, produksi adalah kegiatan menghasilkan barang. Barang yang dihasilkan tidak harus barang baru, tetapi bisa juga barang yang hanya diubah bentuknya. 1
2
3) Pengertian produksi terus berkembang yang pada akhirnya para ekonom memberikan pengertian produksi sebagai kegiatan menghasilkan barang maupun jasa, atau kegiatan menambah manfaat suatu barang. 2.1.2 Faktor-faktor produksi Menurut Ahman (2004:118), faktor produksi merupakan unsur-unsur yang dapat digunakan atau dikorbankan dalam proses produksi. Faktor-faktor produksi menurut Soekarwati (2003:167) adalah: (a). Tenaga Kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan hanya dilihat dari tersedianya jumlah tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu diperhitungkan. (b). Modal, dalam hal ini proses produksi modal dibedakan menjadi dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap, dimana perbedaan tersebut disebabkan karena ciri-ciri yang dimiliki oleh modal tersebut. Faktor produksi seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin dimasukkan ke dalam modal tetap dan sering disebut investasi. Modal tetap adalah biaya yang dilakukan dalam proses produksi dan tidak habis dalam sekali proses produksi. Modal tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam waktu satu kali produksi, misalnya modal yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku penolong dan yang dibayarkan untuk pembayaran tenaga kerja. (c). Manajemen, dalam suatu usaha peranan manajemen menjadi sangat penting dan strategis. Manajemen terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta evaluasi dalam suatu proses produksi dimana dalam prakteknya faktor manajemen banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek antara lain tingkat pendidikan, tingkat ketrampilan, skala usaha,
3
besar kecilnya kredit, macam komoditas serta teknologi yang digunakan. Untuk menghasilkan suatu produk, maka diperlukan pengetahuan hubungan antara faktor produksi atau input dengan output. 2.1.3 Fungsi produksi Proses produksi mempunyai landasan teknis, yang dalam teori ekonomi disebut fungsi produksi. Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara output dengan input. Fungsi produksi juga dapat diartikan sebagai fungsi matematis yang menyatakan berapa jumlah suatu masukan dalam jumlah unit tertentu, sedangkan menurut Sukirno (2000:194), fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara input sumber daya perusahaan (faktor-faktor produksi) dan keluarannya (output) yang berupa barang dan jasa per unit waktu yang dirumuskan sebagai berikut. A = f(K,L,R,T) ...............................................................
(1)
Keterangan : A = Barang yang diproduksi K = Kapital / Modal L = Labour / Tenaga kerja R = Resources / Alam T = Teknologi Input modal seringkali sulit dihitung menurut periode karena modal perusahaan sendiri terdiri dari barang modal dengan berbagai variasi usia, baik masa pakai atau produktivitasnya, begitu pula dengan input tenaga kerja dimana perusahaan memperkerjakan orang-orang dengan kualitas yang bervariasi. Akibatnya para peneliti terfokus menggandaikan fungsi produksi, dengan konsep yang lazim disebut produksi Coob Douglas. Secara umum Formulasinya adalah: Q = A. La. Kb...................................................................(2)
4
Keterangan: Q = Output A = Konstanta L = Kualitas jasa tenaga kerja K = Kualitas jasa modal a = Koefisien tenaga kerja b = Koefisien modal Persamaan 1 dan 2 merupakan suatu pernyataan matematik yang pada dasarnya berarti bahwa tingkat produksi suatu barang bergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam dan tingkat teknologi yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbeda-beda pula. Disamping itu, untuk satu tingkat produksi tertentu dapat pula digunakan gabungan faktor produksi yang berbeda-beda. 2.1.4 Siklus kehidupan produk (Product Life Cycle) Konsep ini menyatakan bahwa hampir semua produk baru yang ditawarkan kepada masyarakat akan menjalani suatu siklus kehidupan yang terdiri dari 4 tahap dalam periode waktu yang terbatas (Purnawati, 2004:13) yaitu : Volume penjualan Kedewasaan
Pertumbuhan
Penurunan
Perkenalan
Waktu
Gambar 2.1 Tahapan Siklus Kehidupan Produk Sumber: Purnawati (2004:13)
5
(1) Tahap Perkenalan (Introduction), tahapan ini volume penjualan masih rendah, terdapat masalah-masalah teknis, sehingga biaya produksi tinggi. Pembeli produk mungkin hanya konsumen yang mencoba-coba sehingga kegiatan pemasaran yang gencar sangat diperlukan untuk menimbulkan keinginan, perhatian, percobaan, dan pembelian. Kegiatan produksi yang diperlukan adalah perhatian pada mutu dan desain. (2) Tahap Pertumbuhan (Growth), tahapan ini volume penjualan meningkat pesat, biaya produksi lebih rendah. Bagian R&D penting untuk meningkatkan keandalan produk, perbaikan produk yang kompetitif dan di standarisasi serta mengembangkan model-model baru serta feature pada produk, kapasitas dan distribusi ditingkatkan untuk meningkatkan penjualan. (3) Tahap Kedewasaan (Maturity), tahapan ini ditandai dengan peningkatan volume penjualan yang semakin kecil bahkan tidak bertambah, karena setiap orang atau pembeli potensial sekarang telah memiliki produk, sehingga penjualan sangat tergantung pada pergantian (replacement) dan pertambahan penduduk. Tugas manajemen produksi pada tahap ini adalah memodifikasi produk dan mengusahakan inovasi produk. (4) Tahap Penurunan (Decline), hampir semua produk akan sampai pada tahapan ini, terjadi penurunan permintaan, diferensiasi produk sangat kecil, karena semakin banyaknya bermunculan produk-produk baru di pasaran. Manajemen dapat melakukan pemangkasan terhadap produk-
6
produk yang tidak memberikan margin yang baik dan pengurangan kapasitas untuk meminimalkan biaya. Tidak semua produk yang dikembangkan mampu melewati keempat tahapan tersebut, ada produk yang bisa berpindah dari tahap perkenalan ke tahap penurunan atau dari tahap kejenuhan ke tahap pertumbuhan kedua. Begitu juga dengan lama waktu siklus akan berbeda-beda sesuai dengan strategi operasi perusahaan. Perubahan pasar, kemajuan teknologi dan faktor-faktor lingkungan akan menciptakan kecenderungan bagi perusahaan untuk mendisain produkproduk baru. 2.1.5 Perluasan produksi Biasanya pengusaha selalu berusaha meningkatkan hasil produksinya dengan berbagai cara diantaranya dengan usaha perluasan produksi dalam berproduksi. Menurut Ahman (2004:121), perluasan produksi mengandung arti memperluas dan meningkatkan produksi dengan maksud meningkatkan produk, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Perluasan produksi dapat dilakukan dengan cara : (1) Intensifikasi, merupakan usaha untuk meningkatkan hasil produksi dengan cara memperbaiki atau mengganti alat produksi yang digunakan baik dengan meningkatkan produktivitas faktor-faktor produksi maupun memperbaiki metode kerja. (2) Ekstensifikasi, merupakan usaha untuk meningkatkan hasil produksi dengan cara memperluas atau menambah faktor produksi.
7
(3) Diversifikasi, merupakan cara untuk meningkatkan produksi memperluas usaha dengan menambah jenis produksi atau hasil. Misalnya mula-mula memproduksi benang, kain, kemudian pakaian jadi. (4) Rasionalisasi, merupakan usaha untuk meningkatkan produksi dengan meningkatkan manajemen keilmuwan melalui jalur pendidikan dan teknologi, serta mempertinggi efisiensi kerja dan modal.
2.2
Teori-teori yang digunakan
2.2.1 Produktivitas pertanian Teori, historiografi dan bukti empiris menunjukkan bahwa pertanian mempunyai peran besar bagi pembangunan ekonomi suatu negara. Sektor industri dapat saja secara substansial tidak mengalami perkembangan atau bahkan akan mati saat produktivitas pertanian berada pada tingkat terrendah. Sejarah secara global menunjukkan bahwa sektor industri baru dapat berkembang saat sistem pertanian tradisional telah berubah menjadi sistem pertanian modern dengan menerapkan teknologi canggih. Karena itulah peningkatan produktivitas pertanian menjadi fokus utama pembangunan di banyak negara (Ang, 2013: 162). Kemampuan
sektor
pertanian
dalam
peningkatan
produksi
dan
pengentasan kemiskinan akan ditentukan oleh tiga faktor, yaitu 1) kemampuan mengatasi kendala pengembangan produksi, 2) kapasitas dalam melakukan reorientasi dan implementasi arah dan tujuan pengembangan agribisnis padi, dan 3) keberhasilan pelaksanaan program diversifikasi usaha tani di lahan sawah dengan mempertimbangkan komoditas alternatif nonpadi seperti palawija dan hortikultura. Kebijakan strategis yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah:
8
1) memfasilitasi pengembangan infrastruktur fisik dan kelembagaan, perbaikan sistem insentif usaha tani, dan mendorong pengembangan agroindustri padat tenaga kerja di pedesaan, 2) reorientasi arah dan tujuan pengembangan agribisnis padi dengan sasaran peningkatan pendapatan dan ketahanan pangan rumah tangga petani padi, serta sebagai wahana dinamisasi perekonomian desa, dan 3) pengembangan infrastruktur (fisik dan kelembagaan), teknologi, permodalan, kebijakan stabilisasi, dan penyuluhan untuk komoditas alternatif nonpadi yang bernilai ekonomi tinggi tetapi memiliki risiko yang besar (Sudaryanto, 2006: 115). Peningkatan produktivitas yang signifikan dari waktu ke waktu telah dipercaya dapat meningkatkan kualitas pembangunan di sektor manufaktur pada sebuah negara. Pertanian di banyak negara merupakan sumber pendapatan pajak yang dapat membiayai pembangunan infrastruktur sebuah negara. Peningkatan produktivitas pertanian dapat menimbulkan efek positif bagi pertumbuhan ekonomi negara. Ini tentunya dapat dilakukan dengan menciptakan keunggulan kompetitif dari komoditas pertanian yang dihasilkan (Chang, 2006: 891). Peningkatan produktivitas pertanian pada semua komoditas telah menjadi perhatian selama 50 tahun terakhir ini. Perhatian ini diberikan agar tidak terjadi ketimpangan antara pertumbuhan jumlah penduduk dengan ketersediaan bahan pangan. Selama lima puluh tahun terakhir hingga tahun 2010 telah terjadi peningkatan yang signifikan pada pertumbuhan produktivitas pertanian. Iindikasinya adalah dengan makin terjangkaunya seluruh produk pertanian pada semua lapisan masayarakat. Pertumbuhan produktivitas pertanian memerlukan
9
dukungan berupa ketersediaan lahan, tenaga kerja, pupuk, energi dan permodalan (Fuglie, 2012: 1). 2.2.2 Skala Ekonomi dan Sifat Produk Skala ekonomis menunjukan hubungan antara output dengan biaya sebagai akibat adanya proses produksi. Skala ekonomis yang ditentukan oleh hubungan antara biaya rata-rata dengan output disebut skala ekonomis yang bersumber dari dalam (intern economis), yaitu faktor ekonomi yang timbul dari peningkatan ukuran perusahaan. Eksternal ekonomi seperti perubahan teknologi dan perubahan harga-harga input adalah faktor ekonomis yang timbul akibat perubahan faktorfaktor luar, selanjutnya menurut Adiningsih dan Kadarusman (2008:37), skala ekonomis dibedakan menjadi 3 jenis yaitu : 1) Increasing return to scale yaitu skala yang semakin meningkat ditunjukan oleh laju pertambahan produksi lebih besar daripada laju pertambahan biaya rata-rata. 2) Constan return to scale yaitu penerimaan skala tetap, yang ditunjukan oleh laju pertambahan produksi yang besarnya sama dengan laju pertambahan biaya rata-rata. 3) Decreasing return to scale yaitu penerimaan skala yang semakin menurun yang ditunjukan oleh laju pertambahan produksi yang lebih kecil dari laju pertambahan biaya rata-rata. Skala ekonomis mengacu pada apa yang terjadi terhadap output bila semua masukan berubah secara proporsional atau bagaimana laju peningkatan produksi
10
bila semua masukan digandakan secara proposional (Gujarati, 1997:99). Secara matematis konsep skala ekonomis dinyatakan pada persamaan berikut. Y=.L1.K2.................................................................. (3) LnY=ln+1lnL+2lnK+u..........................................
(4)
Keterangan : Y= Output L= Labour / Tenaga Kerja K= Kapital / Modal = Konstanta = Koefisien Regresi Dari Persamaan 3 yang kemudian dinyatakan dalam bentuk logaritma menjadi Persamaan 4 dapat ditentukan skala ekonomis dalam proses usaha tani cengkeh di Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng. 1)
Jika 1+2 > 1, increasing return to scale.
2)
Jika 1+2 = 1, constant return to scale.
3)
Jika 1+2 < 1, decreasing return to scale. Parameter 1 dan 2 juga menggambarkan hubungan antara faktor
produksi L dan K . Bila nilai 1 > 2 fungsi produksinya bersifat padat karya, dan apabila sebaliknya, maka fungsi produksinya bersifat padat modal. 2.2.3 Cengkeh Cengkeh merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Bagi Bangsa Indonesia, cengkeh memiliki nilai ekonomi yang sangat penting dan strategis karena komoditas ini merupakan bahan campuran pembuatan rokok kretek yang banyak menghasilkan pendapatan negara melalui
11
cukainya. Selain sebagai bahan dasar pembuatan rokok kretek, cengkeh juga dapat berguna sebagai rempah-rempah yang dibutuhkan dalam bidang pengobatan dan dapat juga dipakai sebagai bahan pembuatan minyak atsiri (Arisena, 2009). Daerah asal tanaman cengkeh sempat mengundang perdebatan dalam ruang lingkup internasional. Wiesner mengatakan cengkeh berasal dari Pulau Makian di Maluku Utara, sedangkan Toxopeus berpendapat, selain dari Maluku cengkeh juga berasal dari Irian. Nicola Ponti dari Venesia mengungkapkan bahwa daerah asal cengkeh adalah Banda. Di daerah kepulauan Maluku ditemukan tanaman cengkeh tertua di dunia dan daerah ini merupakan satu-satunya produsen cengkeh terbesar di dunia. Penyebaran tanaman cengkeh keluar Pulau Maluku dimulai sejak tahun 1769. Bibit tanaman ini mula-mula diselundupkan oleh seorang kapten dari Perancis ke Rumania, selanjutnya disebarkan ke Zanzibar dan Madagaskar. Penyebaran tanaman cengkeh ke wilayah Indonesia seperti Jawa, Sumatera, dan Kalimantan baru dimulai pada tahun 1870. Sampai saat ini tanaman cengkeh telah tersebar ke seluruh dunia. Cengkeh ditanam terutama di Indonesia (Kepulauan Banda) dan Madagaskar, juga tumbuh subur di Zanzibar, India, dan Sri Lanka (Situmeang, 2008). Hadiwijaya (1986) dalam Situmeang (2008), menyebutkan budidaya tanaman cengkeh di Indonesia cocok pada ketinggian 0-900 m dpl (paling optimum pada 300-600 m dpl) atau terletak pada ketinggian lebih dari 900 m dpl, dengan hamparan lahan yang menghadap laut. Tumbuhan cengkeh akan tumbuh dengan baik apabila cukup air dan mendapat sinar matahari langsung. Cengkeh menghendaki iklim yang panas dengan curah hujan cukup merata, karena tanaman
12
ini tidak tahan kemarau panjang. Angin yang terlalu kencang dapat merusak tajuk tanaman. Untuk pertumbuhannya, curah hujan optimal bagi pertumbuhan tanaman cengkeh antara 1500-4500 mm/tahun. Cengkeh menghendaki sinar matahari minimal 8 jam per hari. Suhu yang optimal untuk tanaman ini adalah 22°C -30°C, dengan kelembaban udara antara 60 persen sampai 80 persen. Tanaman cengkeh juga menghendaki tanah yang subur, gembur tidak berbatu, berdrainase baik, dan kedalaman air tanah pada musim hujan tidak lebih dangkal dari 3m dari permukaan tanah dan pada musim kemarau tidak lebih dari 8m. Penentuan standar mutu cengkeh ruang lingkupnya mencakup ukuran, warna, bau, bahan asing, gagang cengkeh, cengkeh inferior, cengkeh rusak, kadar air, dan kadar minyak atsiri. Bahan asing yang dimaksud yaitu semua bahan yang bukan berasal dari bunga cengkeh. Cengkeh inferior yaitu cengkeh keriput, patah, dan cengkeh yang telah dibuahi. Cengkeh rusak adalah cengkeh yang telah berjamur dan telah diekstraksi. Standar mutu cengkeh di Indonesia tercantum di dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01-3392-1994 yang ditetapkan oleh Dewan Standardisasi Nasional (DSN) dari Standar Perdagangan SP-48-1976 (http://warintek.progressio.or.id). Standar mutu cengkeh Indonesia adalah: 1) Ukuran: sama rata 2) Warna: coklat kehitaman 3) Bau: tidak apek 4) Bahan asing maksimum: 0.5-1.0 persen 5) Gagang maksimum: 1.0-5.0 persen 6) Cengkeh rusak maksimum: 0 persen
13
7) Kadar air maksimum: 14.0 persen 8) Cengkeh inferior maksimum: 2.0-5.0 persen 9) Kadar Atsiri maksimum: 16.0-20.0 persen Beberapa upaya perbaikan untuk menanggulangi permasalahan mutu cengkeh di Indonesia antara lain dapat dilakukan dengan perwilayahan cengkeh sehingga penanaman dilakukan pada daerah yang sangat sesuai, penggunaan varietas unggul, serta perbaikan dan standardisasi cara pengolahan. Perbaikan cara pengolahan antara lain dengan waktu panen yang tepat sehingga rendemen cengkeh kering dan kadar minyak meningkat serta cengkeh inferior dan menir berkurang. Mengurangi kadar bahan asing pada cengkeh sebaiknya dilakukan pengeringan pada lantai jemur yang bersih atau di atas para-para menggunakan tampah atau pengering buatan. Selain itu, kadar bahan asing dan persentase gagang cengkeh dapat dikurangi dengan melakukan sortasi sebelum cengkeh disimpan atau dipasarkan.
2.3
Keaslian Penelitian
2.3.1 Hubungan luas lahan dengan jumlah produksi Lahan sebagai tempat tumbuh kembangnya berbagai macam produk pertanian tentunya mempunyai peran yang sangat penting bagi pertumbuhan jumlah produksi komoditas pertanian. Hasil penelitian Olujenyo (2005) di Nigeria menunjukkan bahwa petani yang mempunyai lahan yang lebih luas mampu menghasilkan jumlah produksi yang lebih besar dibandingkan petani yang memiliki lahan lebih sempit. Pertumbuhan produktivitas di Nigeria juga sangat dipengaruhi oleh luas kepemilikan lahan dari masing-masing petani.
14
Hasil penelitian yang dilakukan Masood (2012) di Pakistan menunjukkan hasil yang sedikit berbeda dengan hasil penelitian Olujenyo (2005). Hasil penelitian Masood menunjukkan bahwa luas lahan dapat saja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan jumlah produksi komoditas pertanian. Namun pada jangka panjang pengaruh positif tersbut dapat saja tidak berpengaruh atau bahkan berpengaruh negatif menurunkan jumlah produksi pertanian. Hal ini dapat saja terjadi jika pemanfaatan lahan tidak ditunjang oleh sebuah metode pertanian yang dapat menjamin keberlanjutan fungsi biologis tanah. Artinya pemanfaatan lahan harus diimbangi dengan tindakan konservasi lahan. Saragih (2013) yang meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan produksi Kopi Arabica di Sumatera Utara menyatakan bahwa luas lahan yang digunakan berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi kopi petani. Namun pada beberapa kondisi menunjukkan bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap jumlah biji kopi berkualitas yang dihasilkan dari setiap lahan yang ada. Penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa luas lahan berpengaruh terhadap jumlah produksi adalah penelitian Ahishakiye tahun 2011. Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan di Burundi. Hasil uji menunjukkan bahwa luas lahan merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap terjadinya ketahanan pangan di Burundi selain jumlah tanggungan keluarga, dan kemudahan akses permodalan. Penelitian Dharmasiri tahun 2010 yang melakukan perhitungan Indeks Rata-rata Produktivitas (Average Productivity Index – API) pada produksi
15
pertanian di Sri Lanka, mununjukkan bahwa luas lahan dapat daja tidak mempengaruhi jumlah produksi. Hasil penelitian justru menunjukkan bahwa kondisi geografi tertentu menjadi faktor pembeda dalam menghasilkan produk pertanian baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Aikpokpodion (2011) pada hasil penelitiannya menunjukkan bahwa luas lahan berpengaruh untuk meningkatkan jumlah produksi komoditas coklat di Nigeria. Perluasan lahan secara periodik sebagai antisipasi peningkatan kebutuhan akan komoditas coklat sangat diperlukan. Perluasan lahan bukan hanya dilakukan dengan membuka hutan namun juga dengan memanfaatkan lahan kritis yang ada. Hasil penelitian Aikpokpodion ini juga sejalan dengan penelitian Mwijage (2011) dan Fan (2013). 2.3.2 Hubungan jumlah tenaga kerja dengan jumlah produksi Tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi tentunya berpengaruh terhadap jumlah produksi komoditas pertanian. Namun demikian jumlah tenaga kerja yang dilibatkan dalam usaha pertanian perlu mempertimbangkan beberapa faktor. Faktor yang dimaksud adalah sektor hulu dan hilir. Sektor hulu merupakan sektor pertanian yang memproduksi kebutuhan utama masyarakat di suatu kawasan. Sektor hilir adalah sektor yang menghasilkan produk-produk yang menjadi unggulan sebuah kawasan. Kedua sektor ini perlu dipertimbangkan agar jumlah tenaga kerja yang dilibatkan dapat lebih efisien dan efektif mencapai target produktivitas (Shively, 2006). Chaudry (2009) yang melakukan penelitian di Pakistan menyatakan bahwa pada era indutrialisasi ini juga berimbas pada usaha pertanian. Industrialisasi
16
komoditas pertanian bukan hanya pada penambahan mesin ataupun modal. Jumlah tenaga kerja yang memadai jumlahnya dan keterampilan yang cukup tentunya akan mendorong peningkatan produktivitas pertanian. Kuosnamen (2004) yang meneliti produktivitas pertanian menyebutkan bahwa skala produksi pertanian sangat ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan oleh pemilik lahan. Semakin besar jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan oleh pemilik lahan maka akan semakin tinggi juga produktivitas. Pernyataan seperti tersebut juga merupakan simpulan dari hasil penelitian Hossain (2012) dan Prakash (2012). 2.3.3 Hubungan modal kerja dengan jumlah produksi Kepemilikan modal merupakan suatu hal yang absolut bagi seorang petani. Ini karena usaha pertanian memerlukan banyak pembiayaan. Pengurangan pada upaya pemenuhan pembiayaan tersebut dapat berakibat pada merosotnya produktivitas. Namun demikian ketidaktepatan prediksi biaya justru menyebabkan kerugian bagi petani. Karena itulah biaya produksi menjadi suatu hal yang krusial baik terhadap produktivitas petani maupun pendapatan petani (Dharmasiri, 2010). Faruq (2011) dalam tulisannya yang berjudul Factors Affecting Manufacturing and Agricultural Productivity Trends among Asian Countries menyebutkan bahwa produktivitas pertanian di Asia selalu lebih rendah pertumbuhannya bila dibandingkan dengan produktivitas sektor manufaktur. Salah satu penyebab utamanya adalah tidak maksimalnya pembiayaan pada proses produksi. Kemampuan pembiayaan untuk membeli alat-alat produksi oleh petani
17
di Asia umumnya masih rendah sehingga produksi yang dihasilkan juga tidak dapat maksimal. Chaudry tahun 2009 melakukan penelitian terhadap elastisitas faktor produksi yang mempengaruhi produktivitas pertanian di Pakistan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal kerja berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan produktivitas pertanian. Ahishakiye (2011) menyatakan bahwa ketersediaan modal kerja sangat dipengaruhi oleh akses modal yang disediakan kepada petani oleh pemerintah. Semakin mudah dan luas akses bagi petani untuk mendapatkan modal kerja maka produktivitas pertanian akan semakin meningkat. Karena itulah Rajović (2012) mengusulkan penambahan modal bagi petani untuk meningkatkan intensifikasi pertanian. Penambahan modal ini dapat dilakukan dengan baik bila mendapat dukungan dari pemerintah. Ita (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi modal kerja makan semakin tinggi pula produktivitas. Pengaturan anggaran (Budgetary Alocation) sangat perlu dikuasai oleh petani. Tingginya modal tidak akan meningkatkan produktivitas bila tidak ditunjang oleh pengaturan anggaran yang baik. Pendapat Ita ini didukung oleh hasil penelitian Elias (2013) dan Ntale (2013)