BAB II IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP KEWARGANEGARAAN DALAM BIDANG KEIMIGRASIAN DI INDONESIA
A. Keimigrasian 1. Definisi Imigrasi Pengertian
keimigrasian mengandung atau terdapat beberapa arti.
Perpindahan manusia dari suatu tempat ke tempat lain, telah berlangsung lama, hal ini dari waktu kewaktu masa yang lalu, dapat kita pelajari melalui penelusuran sejarah peradaban umat manusia. Perpindahan manusia tersebut, dapat disebabkan beberapa alasan atau faktor, antara lain : untuk memperbaiki dan meninggalkan taraf kehidupan ekonomi yang lebih sejahtera. Dalam perkembangan, migrasi manusia tersebut, dapat berupa masuk atau keluar dari wilayah suatu negara. Perpindahan orang dari suatu tempat dan masuk ke wilayah suatu negara disebut imigrasi, sedangkan sebaliknya emigrasi merupakan perpindahan orang dari dalam suatu negara ke luar menuju ke negara lain. Istilah imigrasi berasal dari bahasa latin migratio yang artinya perpindahan orang dari suatu tempat atau negara menuju ke tempat atau negara lain. Ada istilah emigratio yang mempunyai arti berbeda, yaitu perpindahan penduduk dari suatu wilayah atau negara keluar menuju wilayah atau negara lain. Sebaliknya, istilah immigratio dalam bahasa latin mempunyai arti perpindahan penduduk dari suatu
Universitas Sumatera Utara
negara untuk masuk kedalam negara lain. Pada hakekatnya emigrasi dan imigrasi itu menyangkut yang sama yaitu perpindahan penduduk antar negara, tetapi yang berbeda adalah cara memandangnya. Ketika seseorang peristiwa ini dipandang sebagai peristiwa emigrasi,
pindah ke negara lain, namun bagi negara yang
didatangi orang tersebut peristiwa itu disebut sebagai peristiwa imigrasi. 38 Definisi imigrasi menurut Oxford Dictionary of Law adalah “Immigration is the act of entering a country other than one’s native country with the intention of living there permanently”. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa perpindahan itu selalu mempunyai arti yang pasti, yakni untuk tinggal menetap dan mencari nafkah di tempat yang baru. Oleh karena itu, bagi orang asing yang datang ke suatu negara untuk tujuan wisata, bisnis, membawa misi kesenian atau misi olah raga, tugas dari negaranya, atau hal-hal yang sejenis lainnya tidak dapat dikatakan sebagai immigrant. Sebuah Konferensi Internasional yang dilaksanakan di Roma pada tahun 1924 tentang migrasi dan imigrasi, memberikan definisi tentang imigrasi sebagai berikut : “Emmigration and Immigration is human mobility to enter a country with its purpose to make a living or for residence”. Dari kalimat tersebut, pengertian emigrasi dan imigrasi adalah gerak pindah manusia memasuki suatu negara dengan niat untuk tinggal menetap dan mencari nafkah di negara tersebut. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor: 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, bahwa keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang
38
Muhammad Iman Santoso, Perspektif Imigrasi, Dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, (Jakarta: UI Press, 2004), hlm.14.
Universitas Sumatera Utara
yang masuk atau keluar wilayah RI dan pengawasan orang asing di wilayah negara RI. Dari perumusan ketentuan Pasal 1 ayat (1) tersebut diatas, bahwa keimigrasian memuat 2 (dua) hal pokok yaitu: a. Lalu lintas orang, baik orang asing maupun warga negara Indonesia yang meliputi: 1) Mengatur setiap orang yang masuk ke wilayah Indonesia, baik warga negara Indonesia maupun orang asing; 2) Memberikan legalitas keberadaan orang asing; c) Mengratur setiap orang yang keluar wilayah Indonesia, baik warga Negara Indonesia maupun orang asing. b. Pengawasan orang asing di wilayah Indonesia, berupa pengawasan terhadap orang asing yang masuk, keberadaan, kegiatan dan keluar dari wilyah Indonesia, antara lain dapat menimbulkan 2 (dua) kemungkinan yakni: 1. Orang asing menaati peraturan yang berlaku dan tidak melakukan kegiatan yang berbahaya bagi keamanan dan ketertiban umum, hal ini tidak menimbulkan masalah keimigrasian maupun kenegaraan. 2. Orang asing menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, hal ini menimbulkan tindakan hukum, berupa: (a)
Tindakan hukum pidana berupa penyidikan keimigrasian yang merupakan bagian daripada rangkaian integrated criminal justice system, sistem peradilan pidana (penyidikan, penuntutan, peradilan) dan atau;
Universitas Sumatera Utara
(b)
Tindakan hukum administrasi negara berupa tindakan keimigrasian adalah tindakan administratif dalam bidang keimigrasian di luar proses peradilan. Termasuk bagian daripada tindakan keimigrasian ini adalah diantaranya deportasi terhadap orang asing untuk keluar dari wilayah yurisdiksi negar kesatuan Republik Indonesia.39
Dari berbagai uraian mengenai pengertian umum keimigrasian diatas, maka dapat dinyatakan bahwa pada hakekatnya keimigrasian merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pemberian pelayanan dan penegakan hukum, serta pengamanan terhadap lalu lintas keluar masuknya orang dari dan ke dalam wilayah suatu negara, serta pengawasan atas keberadaan dan kegiatan orang asing selama berada di negara tersebut.40 Bila dikaitkan dengan negara kesatuan Republik Indonesia, secara operasional peran keimigrasian di Indonesia dapat diterjemahkan ke dalam konsep Tri Fungsi Imigrasi. 41 Konsep ini menyatakan bahwa sistem keimigrasian baik ditinjau dari sisi budaya hukum keimigrasian, materi hukum keimigrasian, lembaga keimigrasian organisasi, aparatur, mekanisme hukum keimigrasian, sarana dan prasarana hukum keimigrasian, dalam operasionalnya selalu mengandung fungsi pelayanan, fungsi penegakan hukum dan fungsi pengamanan.
39
Yusril Ihza Mahendra, Deportasi Sebagai Instruyen Penegakan Hukum dan Kedaulatan Negara di Bidang Keimigrasian, (Jakarta: PT.Adi Kencana Aji, 2004), hlm.3. 40 Muhammad Iman Santoso, Perspektif Imigrasi, Dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2004), hlm. 21. 41 Direktorat Jenderal Imigrasi, Lintas Sejarah Imigrasi Indonesia, (Jakarta: Departemen Hukum dan HAM RI, 2005), hlm. 57.
Universitas Sumatera Utara
Adapun penjelasan mengenai peran instansi Imigrasi dalam suatu rangkaian yang komprehensif dapat diterjemahkan dalam konsep Tri Fungsi Imigrasi yang mencakup beberapa hal sebagai berikut: a. Fungsi Pelayanan Masyarakat, dimana Imigrasi berfungsi sebagai penyelenggara pemerintahan atau administrasi negara yang mencerminkan aspek pelayanan. b. Fungsi Penegakan Hukum, dimana Imigrasi berperan sebagai aparat pelaksana penegakan aturan hukum keimigrasian kepada semua orang yang berada di wilayah RI baik WNI maupun WNA. c. Fungsi Petugas Keamanan, dimana Imigrasi berperan sebagai penjaga pintu gerbang negara. Di dalam perkembangan Tri Fungsi Imigrasi dapat dikatakan mengalami suatu pergeseran bahwa pengertian fungsi keamanan dan penegakan hukum merupakan satu bagian yang tak terpisahkan karena penerapan penegakan hukum di bidang keimigrasian berarti identik dengan menciptakan kondisi keamanan yang kondusif atau sebaliknya. Sedangkan fungsi baru42 yaitu sebagai fasilitator pembangunan ekonomi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan fungsi keimigrasian lainnya. Hal ini terlihat ketika jasa keimigrasian telah menjadi bagian dari infrastruktur perekonomian.
2. Peraturan Perundang-undangan Keimigrasian Indonesia
42
Muhammad Iman Santoso, Perspektif Imigrasi, Dalam Pembangunan …, Op. Cit., hlm. 24.
Universitas Sumatera Utara
Dalam ilmu hukum diakui perbedaan ilmu hukum pidana. Ilmu hukum perdata, ilmu hukum tata negara dan ilmu hukum internasional. Jika dikaitkan dengan ilmu hukum yang menjadi induknya, hukum keimigrasian adalah bagian dari ilmu hukum tata negara, khususnya merupakan cabang dari hukum administrasi. 43 Hal itu terlihat dari fungsi keimigrasian yang dilaksanakannya, yaitu fungsi penyelenggara pemerintahan atau administrasi negara dan pelayanan masyarakat: bukan fungsi pembentuk undang-undang dan bukan juga fungsi peradilan. Dalam model hukum dan pembangunan bertumpu pada dua faktor yaitu birokrasi dan masyarakat yang merupakan bagian tak terpisahkan yang saling mempengaruhi dan saling interdependensi. Birokrasi dituntut agar menjalankan tugas dan kewajiban sesuai peraturan dan penyelenggaraan berdasarkan prinsip-prinsip good governance (transparansi, akuntabilitas, akses masyarakat serta masyarakat dituntut kesadaran untuk taat). Dalam konteks membangun sistem hukum keimigrasian Indonesia, kedua fungsi hukum dalam pembangunan seyogyanya dijadikan pertimbangan pembentuk undang-undang. Dalam konteks penerapan fungsi hukum tersebut peranan penghalusan hukum dalam penyusunan undang-undang keimigrasian sangat penting dan strategis. Disarankan dalam proses penghalusan hukum agar menggunakan tiga pendekatan, yaitu
sociological jurisprudence,
positivisme hukum atau legal positives dan pragmatic legal realism. Ketiga pendekatan tadi dapat didayagunakan untuk meningkatkan dan mengendalikan 43 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2003, hlm. 13, menyatakan bahwa: Bidang hukum administrasi sangat luas karena hukum administrasi merupakan perangkat hukum yang diciptakan dalam bentuk undang-undang, peraturan-peraturan, perintah, dan keputusan-keputusan untuk melaksanakan kekuasaan dan tugas-tugas pengaturan/mengatur dari lembaga yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
kualitas penerapan sistem hukum keimigrasian. Sistem pengendalian bertujuan agar hukum keimigrasian dilandaskan pada standar minimum hukum keimigrasian internasional yang sudah diadopsi ke dalam peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian. Berkaitan dengan perkembangan hukum keimigrasian yang bersifat internasional, hukum keimigrasian tidak lagi sekedar mengatur lalu lintas manusia ke luar masuk dan pengawasan orang asing di suatu negara, tetapi telah bertalian juga dengan pencegahan orang ke luar wilayah Indonesia dan penangkalan orang masuk wilayah Indonesia.44 Hukum keimigrasian sebagai bagian dari hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur tata cara menjalankan pemerintahan yang mencakup dua hal pokok. Pertama mengatur tata cara administrasi negara yang mencampuri kehidupan masyarakat seperti tata cara bepergian ke luar negeri, tata cara warga asing masuk dan tinggal di dalam negeri, tata cara warga negara mendatangkan dan mengeluarkan orang asing, tata cara persyaratan kewarganegaraan dan lain sebagainya. Kedua mengatur tata cara melindungi masyarakat dari tindakan administrasi negara atau untuk mencegah pelanggaran hak warga negara, tata cara pengenaan tindakan keimigrasian baik pendeportasian atau pedetensian (administratif). Oleh karena itu peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian harus mengikuti dan tunduk pada asas-asas dan kaidah hukum administrasi negara umum.
44
Bagir Manan, “Hukum Keimigrasian dan Sistem Hukum Nasional”, (makalah) disampaikan Rakernas Keimigrasian, (Jakarta: Departemen Hukum dan Perundang-undangan, 14-15 Januari 2000), hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
Dua asas utama yang harus diterapkan dalam setiap implementasi peran keimigrasian adalah: 1. Asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik (general principles of good administration), mencakup asas persamaan perlakuan, asas kepastian hukum, asas keseimbangan dan asas keterbukaan. Oleh sebab itu setiap tindakan yang bertentangan dengan asas ini dapat dijadikan dasar tuntutan bagi koreksi dan pelaksanaan kewajiban hukum aparatur keimigrasian; 2. Asas legalitas, yaitu setiap tindakan pejabat administrasi negara dilakukan menurut ukuran hukum yang berlaku mencakup ukuran kewenangan, ukuran isi tindakan atau isi keputusan, oleh sebab itu keputusan yang bertentangan dengan asas legalitas dapat mengakibatkan keputusan yang bersangkutan batal demi hukum. Dalam
pelaksanaan
tugas
keimigrasian,
keseluruhan
aturan
hukum
keimigrasian ditegakkan kepada setiap orang yang berada di dalam wilayah hukum negara RI baik itu WNI atau WNA. Secara operasional fungsi penegakan hukum juga mencakup penolakan pemberian izin masuk, izin bertolak, izin keimigrasian, tindakan keimigrasian. Semua itu merupakan bentuk penegakan hukum yang bersifat administratif.45 Pembahasan peran dan fungsi keimigrasian dilandaskan pada perubahan paradigma fungsinya yang semula Tri Fungsi Imigrasi yaitu pelayanan masyarakat, penegakan hukum dan keamanan kemudian berubah menjadi: 45
Muhammad Iman Santoso, Perspektif Imigrasi, Dalam United Nation …, Op. Cit., hlm. 79.
Universitas Sumatera Utara
1. Fungsi pelayanan masyarakat; 2. Fungsi penegakan hukum dan sekuriti; 3. Fungsi fasilitator pembangunan ekonomi nasional. Fungsi-fungsi keimigrasian harus muncul dalam pelaksanaan setiap uraian tugas pokok keimigrasian. Misalnya: dalam melakukan seleksi terhadap setiap maksud kedatangan orang asing melalui pemeriksaan permohonan visa dan izin masuk; pencegahan dan penangkalan yaitu larangan bagi seseorang untuk meninggalkan dan atau memasuki wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
B. Yurisdiksi Yurisdiksi adalah kewenangan untuk melaksanakan ketentuan hukum nasional suatu negara yang berdaulat dan ini merupakan implementasi kedaulatan negara sebagai yurisdiksi negara dalam batas-batas wilayahnya yang akan tetap melekat pada negara berdaulat46. Oleh sebab itulah penelitian ini mengacu kepada teori yurisdiksi, karena setiap orang baik WNI, WNA ataupun mereka yang memiliki kewarganegaraan ganda yang berada di wilayah hukum Indonesia harus tunduk kepada peraturan hukum di Indonesia. Ada 4 (empat) prinsip yang digunakan untuk melandasi yurisdiksi negara yang terkait dengan hubungannya dengan hukum internasional, yaitu:47 1. Yurisdiksi territorial baik subyektif maupun obyektif (teritorial yang diperluas), menetapkan bahwa yurisdiksi negara berlaku atas orang, 46
Yudha Bhakti Adhiwisastra, Imunitas Kedaulatan Negara di Forum Pengadilan Asing, (Bandung, 1999), hlm.16. 47 Ibid, hlm. 44-45.
Universitas Sumatera Utara
perbuatan, dan benda yang ada di wilayahnya maupun di luar wilayahnya atau di luar negeri; 2. Yurisdiksi individu (personal) baik active nationality maupun passive nationality, menetapkan bahwa negara memiliki yurisdiksi atas warga negaranya di dalam wilayahnya serta negara mempunyai kewajiban warga negaranya di luar negeri; 3. Yurisdiksi perlindungan (protective), menetapkan bahwa setiap negara memiliki yurisdiksi atas kejahatan terhadap keamanan dan kepentingan negara; 4. Yurisdiksi universal, menetapkan bahwa setiap negara mempunyai yurisdiksi atas kejahatan jure gentium, kejahatan terhadap umat orang yang diakui secara universal, seperti pembajakan (hijacking), perompakan (piracy), agresi, genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity), kejahatan perang (war crime). Untuk menggambarkan keterkaitan operasionalisasi tugas pokok dan fungsi keimigrasian dengan konsep kedaulatan negara secara jelas, dapat digambarkan kedalam konstruksi pemikiran sebagai berikut : Kedaulatan wilayah nasional berarti mengenai kemampuan negara dalam menjalankan yurisdiksi atau kewenangannya atas orang, benda, dan tindakantindakan yang dilakukan dalam wilayahnya. Pada umumnya keberadaan secara fisik seseorang atau suatu benda dalam wilayah suatu negara akan menimbulkan yurisdiksi negara atas orang atau benda tersebut. Namun demikian ada pembatasan berlaku
Universitas Sumatera Utara
yurisdiksi suatu negara baik jika dikaitkan dengan imunitas atau kekebalan yang dimiliki kepala negara asing, diplomat asing, kapal berbendera asing, atau lembaga internasional serta tenggang waktu keberadaan. Ketika orang atau benda tersebut telah berada di luar wilayah negara, maka berakhir pula yuridiksi negara atas orang atau benda tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat yurisdiksi yang bersifat sementara.
C. Kewarganegaraan 1. Pengertian Warga Negara dan Kewarganegaraan Salah satu persyaratan diterimanya sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warganegara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warganegara lain. 48 Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’. Dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kita menyaksikan banyak sekali penduduk suatu negara yang berpergian keluar negeri, baik karena direncanakan dengan sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkan anak-anak di luar negeri. Bahkan dapat pula terjadi, karena alasan pelayanan medis yang lebih baik, orang sengaja melahirkan anak di rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin kesehatan dalam proses persalinan. Dalam hal negara tempat asal seseorang dengan negara tempat ia melahirkan
48
Jimly Asshiddiqie,”Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cetakan 1, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hlm. 278.
Universitas Sumatera Utara
atau dilahirkan menganut sistem kewarganegaraan yang sama, tentu tidak akan menimbulkan persoalan, akan tetapi apabila kedua negara yang bersangkutan memiliki sistem yang berbeda, maka dapat terjadi keadaan yang menyebabkan seseorang menyandang status dwi-kewarganegaraan (double citizenship) atau sebaliknya malah menjadi tidak berkewarganegaraan sama sekali (stateless). Muhammad Tahir Azhary berpendapat bahwasannya suatu negara biasanya harus memiliki tiga unsur pokok yaitu: 1) rakyat atau sejumlah orang; 2) wilayah tertentu; 3) Pemerintahan yang berwibawa dan berdaulat. Sebagai unsur komplementer dapat ditambahkan pengakuan oleh masyarakat internasional atau negara-negara lain.49 L. Oppenheim dalam bukunya yang berjudul Hukum Internasional juga berpendapat bahwa terdapat 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi untuk berdirinya suatu negara, yaitu adanya: 1. Rakyat, yang terdiri dari kumpulan orang-orang, lelaki maupun perempuan yang hidup dalam suatu masyarakat sungguhpun mereka berasal dari suku/keturunan yang berlainan dan warna kulit berlainan; 2. Daerah/wilayah, tak perduli berapapun luasnya dan di mana orang-orang menetap; 3. Pemerintah, yang terdiri dari orang-orang yang mewakili rakyatnya dan 49
Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum, Suatu Studi Tentang Prinsip-prinsipnya, Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, (Jakarta: Bulan Bintang, September 1992), hlm. 11-12.
Universitas Sumatera Utara
memerintah berdasarkan hukum dari daerah / wilayah tersebut; 4. Pemerintah yang berkuasa yang tidak tunduk pada kekuasaan apapun di atas dunia baik di dalam maupun di luar wilayahnya.50 Sebagaimana telah kita ketahui dalam Ilmu Tata Negara, bahwa rakyat merupakan salah satu unsur bagi terbentuknya suatu negara, di samping unsur wilayah dan unsur pemerintahan. Suatu negara tidak akan terbentuk tanpa adanya rakyat walaupun memiliki wilayah tertentu dan pemerintahan yang berdaulat, demikian pula kalau rakyatnya ada yang berdiam pada wilayah tertentu akan tetapi tidak memiliki pemerintahan sendiri yang berdaulat ke dalam dan ke luar, maka negara itupun jelas tidak bakal ada. Sehingga ketiga unsur itu sangat diperlukan bagi persyaratan terbentuknya suatu negara. Pengertian rakyat sering dikaitkan dengan pengertian warganegara. Warganegara adalah rakyat yang menetap di dalam suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam hubungannya dengan negara.51 Sedang dalam pengertian penduduk dapat mencakup pengertian yang lebih luas, baik meliputi warga negara maupun bukan warga negara yang kesemuanya jelas bertempat tinggal dalam suatu wilayah negara. Secara tegas penduduk dapat dibagi atas : (a) penduduk warganegara; (b) penduduk bukan warganegara, yaitu orang asing.
Keduanya sangat berbeda dalam hubungannya dengan negara yang didiaminya yaitu:
50
L. Oppenheim ., M.A.LLD: International Law, hlm. 64. Kaelan dan Achmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi, Edisi Pertama, (Yogyakarta: Paradigma, 2007), hlm.117. 51
Universitas Sumatera Utara
(a) Setiap warganegara memiliki hubungan yang tidak terputus dengan tanah
airnya,
dengan
Undang-Undang
Dasar
Negaranya,
walaupun
yang
bersangkutan berada di luar negeri atau selama yang bersangkutan tidak memutuskan hubungannya atau terikat oleh ketentuan hukum internasional. (b) Penduduk yang bukan warganegara (orang asing) hubungannya hanya selama
yang bersangkutan bertempat tinggal dalam wilayah negara tersebut. Tetapi kalau dilihat dari sudut kewajiban negara untuk melindungi kepentingan penduduknya, maka baik warganegara maupun orang asing mendapat perlindungan hukum yang sama dari Negara.52 Warganegara adalah salah satu tiang daripada adanya negara, di samping kedua tiang yang lain, yaitu wilayah dan pemerintah negara. Karena warganegara merupakan tiang atau sokoguru negara, maka kedudukan daripada warganegara itu sangatlah penting dalam suatu negara.53 Menurut Black's Law Dictionary, "citizen is a person who, by either birth or naturalization, is a member of a political community, giving allegiance to the community and being entitled to enjoy all its civil rights and protections; a member of the civil state, entitled to all its privileges.54 Bila dibicarakan mengenai hubungan warganegara dengan negara atau keanggotaan dalam negara, maka hubungan tersebut dinyatakan dengan istilah kewarganegaraan yang menyatakan hubungan atau ikatan hukum antara seorang individu dengan suatu 52
Abdul Bari Azed, Intisari Kuliah-Masalah Kewarganegaraan, Cetakan 1, (Jakarta: IndoHill Co, 1995), hlm. 2. 53 B.P. Paulus, Kewarganegaraan RI Ditinjau dari UUD 1945 (Khususnya Kewarganegaraan Peranakan Tionghoa), Cetakan 1, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1983), hlm. 41. 54 Garner A. Bryan, Black’s Law Dictionary, Eighth Edition, (USA: Thomson West, 2004), hlm. 261.
Universitas Sumatera Utara
negara atau keanggotaan daripada suatu negara. Dalam menyatakan hubungan atau ikatan hukum tersebut di masing-masing negara tidak dinyatakan dalam istilah yang sama dalam arti dan isinya. Terkadang digunakan istilah citizen, national atau subject yang penggunaannya sering membingungkan.55 Kewarganegaraan (citizenship) adalah suatu status menurut hukum dari suatu negara yang memberi keuntungan-keuntungan hukum tertentu dan membebankan kewajiban-kewajiban tertentu kepada individu. Sedangkan kebangsaan (nationality) sebagai istilah hukum internasional menunjuk kepada ikatan yaitu ikatan seorang individu terhadap suatu negara yang memberi kepada suatu negara hak untuk mengatur atau melindungi nationals-nya, meski di luar negeri sekalipun. 56 Sehingga Sudargo Gautama menyimpulkan bahwa pengertian pokok dari kewarganegaraan ialah ikatan antara individu dengan negara, yaitu individu merupakan anggota penuh secara politik dalam negara itu dan berkewajiban untuk tetap setia kepada negara (permanence of allegiance), tetapi sebaliknya negara berkewajiban melindungi individu tersebut di manapun ia berada.57 Pengertian kewarganegaraan sendiri menurut Kho Wan Sik dapat dibedakan atas : 1. Kewarganegaraan dalam arti yuridis (juridische nationaliteit) dan sosiologis (sociologische nationaliteitsbegrip). 55
B.P. Paulus, Op. Cit., hlm. 42. Ibid, hlm. 46. 57 Sudargo Gautama, Warganegara dan Orang Asing, Cetakan 6, (Bandung:Alumni, 1997), 56
hlm. 21.
Universitas Sumatera Utara
Kewarganegaraan dalam arti yuridis adalah ikatan hukum (derechtsband) antara negara dengan orang-orang pribadi (natuurlijke personen) yang karena ikatan itu menimbulkan akibat, bahwa orang-orang tersebut jatuh di bawah lingkungan kuasa pribadi dari negara yang bersangkutan atau dengan kata lain warga dari negara itu (burgers van die Staat zijn).58 Kewarganegaraan dalam arti sosiologis adalah kewarganegaraan yang tidak berdasarkan
ikatan
yuridis,
tetapi
sosial
politik
yang
disebut
natie.
Kewarganegaraan yang sosiologis adalah kewarganegaraan yang terikat pada suatu negara oleh karena adanya perasaan kesatuan ikatan karena satu keturunan, kebersamaan sejarah, daerah/tanah (wilayah) dan penguasa berkembang dalam suatu persekutuan daerah atau negara tempat ia tinggal. 59 Dari sudut kewarganegaraan sosiologis dapat dilihat bahwa kewarganegaraan yuridis mungkin tidak memiliki persyaratan kewarganegaraan sosiologis, sedangkan dari sudut kewarganegaraan sosiologis hanya satu persyaratan yang tidak dipenuhi yaitu persyaratan yuridis yang merupakan ikatan formal dengan negara tersebut dalam bentuk antara lain surat bukti. Terkadang kedua ikatan tersebut tidak bersamaan, sehingga sangatlah ideal apabila kewarganegaraan yuridis dan kewarganegaraan sosiologis itu manunggal dalam diri seorang warganegara. 2. Kewarganegaraan dalam arti formal dan materil (formal en materiil nationaliteitsbegrip). 58
Kho Wan Sik, De Meervoudige Uitgeversmaatschappij N.V, 1957), hlm. 1. 59 Ibid, hlm. 1.
Nationalteit:
(Leiden:
A.W.
Sijthoff’s
Universitas Sumatera Utara
Kewarganegaraan dalam arti formal (gatranya) adalah tempat kewarganegaraan itu dalam sistematika hukum karena menyangkut salah satu sendi dari negara, yaitu rakyat negara, maka kewarganegaraan itu terletak di bidang hukum publik, sebab kaidah-kaidah yang mengenai adanya negara semata-mata bersifat publik (publiekrechtelijk). Kewarganegaraan dalam arti materiil (isinya) adalah akibat hukum dari pengertian kewarganegaraan itu, yaitu apakah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang konkrit terhadap seseorang yang timbul dari pengertian kewarganegaraan itu atau dengan kata lain, apakah perbedaan yang timbul dari ikatan hukum antara kedudukan seorang warganegara dengan orang asing. Kho Wan Sik, melukiskan sifat hukum dari pengertian kewarganegaraan sebagai pertalian hukum antara negara dengan seorang (manusia) dengan akibat hukum, bahwa orang itu menjadi warganegara dan jatuh di bawah lingkungan kekuasaan pribadi (personengebeid atau personal jurisdiction) negara tersebut. Menurutnya juga bahwa kewarganegaraan itu bersifat baik suatu pertalian hukum maupun suatu status (apabila dilihat dari sudut perseorangan).60 Dalam Black's Law Dictionary juga disebutkan pengertian citizenship61 adalah: 1) the status of being a citizen; 2) the quality of a person's conduct as a member of a community.
60 61
Ibid, hlm. 2. Garner A. Bryan, Op. Cit., hlm. 261.
Universitas Sumatera Utara
Sedang menurut M. Said Nizar, seorang anggota KOMNAS HAM
R.I
mengemukakan bahwa hubungan antara negara dengan warganegara tidak mungkin dapat
dibahasakan
secara
lengkap
tanpa
diikutsertakan
pembahasan
soal
"nasionalisme". Nasionalisme adalah suatu "state of mind" atau suatu sikap kejiwaan yang mengikat rakyat menjadi suatu bangsa dengan satu tanah air. Tali pengikat ini menuju kepada suatu cita-cita masa depan dengan cakrawala luas. Seorang sastrawan Perancis "Ernest Renan" menjelaskan bahwa nasionalisme itu adalah "suatu jiwa dan suatu prinsip spiritual" (Une ame, un principe spiritual).62 Jika konsep kewarganegaraan itu adalah suatu "Jiwa" berarti citizenship bukanlah symbol". Sebab dia adalah jiwa yang menyatu dan berkualitas. Tetapi pemahaman seperti ini tidak pernah dibicarakan secara rinci. Bahkan di zaman kolonial diskusi tentang kewarganegaraan tidak pernah menyentuh apa yang dikatakan oleh Ernest Renan yaitu soal keterikatan jiwa. Diskusi kewarganegaraan tersebut dikerdilkan dan disederhanakan, dipatok dalam pemahaman yang sempit.63
2. Prinsip-Prinsip Penentuan Kewarganegaraan Tiap-tiap negara adalah berdaulat untuk menentukan tentang siapa-siapa yang dapat menjadi warganegaranya dan siapa pula yang tidak atau tentang perolehan dan kehilangan kewarganegaraan dari warganegaranya. Dalam hal kedaulatan negara ini termasuk juga, bahwa tidak ada negara yang berhak mengatur masalah-masalah 62 M. Said Nizar, Aspek Anti Diskriminasi Terhadap Undang-Undang Kewarganegaraan dan Kebijakan Pemerintah RI-Suatu Tinjauan Hukum Internasional, Makalah pada Seminar’Mencari Pemahaman Komprehensif Tentang Kewarganegaraan yang Diperlukan untuk Membangun dalam Konteks Nation and Character Building”, (Jakarta: KOMNAS HAM RI, 20 Februari 2006), hlm. 31. 63 Ibid, hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
kewarganegaraan negara lain. Pembatasan ini berdasarkan kepada "general international law'', yaitu asas "pacta sunt servanda" dan "of mutual recognition of each other souvereignity" berupa konvensi-konvensi internasional, kebiasaan internasional dan prinsip-prinsip hukum yang umum dan secara internasional telah diakui di bidang kewarganegaraan. 64 Pelaksanaan peraturan lalu lintas orang tersebut merupakan derivasi dari hak negara untuk memberi izin atau melarang orang asing masuk kedalam wilayahnya dan merupakan atribut esencial dari pemerintahan negara yang berdaulat. Oleh karena itu orang asing yang memasuki wilayah suatu negara akan tunduk pada hukum negara tersebut sebagaimana halnya warganegara itu sendiri. 65 Dalam ketentuan-ketentuan kewarganegaraan terdapat dua asas yang utama yaitu:66 a.Asas daerah kelahiran (lus Soli) Ditinjau dari istilah bahasa latin, maka ius berarti hukum, sedangkan soli berarti tanah, sehingga dalam pengertian sepenuhnya maka ius soli adalah hukum yang mengikuti tanah kelahiran. Maksudnya adalah kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya yaitu seseorang adalah warganegara dari suatu negara berdasarkan tempat dimana ia dilahirkan. Jadi asas ini merupakan asas dalam pewarganegaraan yang mengikuti di tempat mana seseorang itu dilahirkan. Asas kelahiran (ius soli) di dalam wilayah Republik Indonesia juga diterapkan 64
Sudargo Gautama, Op. Cit., hlm. 5. J G Strake, Pengantar Hukum Internasional, ter. Bambang Iriana Djajaatmadja, (Jakarta: Sinar Grafika 2000)., hal. 467. 66 Abdul Bari Azed, Op. Cit., hlm. 4. 65
Universitas Sumatera Utara
untuk menghindarkan adanya orang yang "tanpa kewarganegaraan" (Stateless). Apabila anak yang dilahirkan di Indonesia tidak memperoleh kewarganegaraan ibunya maupun dari ayahnya, maka anak itu dapat memiliki kewarganegaraan RI untuk menghindari anak menjadi tanpa kewarganegaraan. 67 Asas ius soli lazim dimanfaatkan oleh negara-negara yang jumlah rakyatnya kecil atau sedikit, kebanyakan penduduk di negara itu adalah pendatang yang diterima
untuk
melaksanakan
berbagai
pekerjaan
bagi
perkembangan
perekonomiannya, atau para imigran yang diterima dengan baik di negara yang bersangkutan. Menurut Sudargo Gautama bahwa kepentingan negara-negara yang termasuk negeri-negeri imigran adalah bagaimana kepentingan warga-warga asing yang telah masuk dalam negeri mereka secepat mungkin diasimilasi menjadi rakyat mereka. Terutama dalam negeri-negeri yang masih kekurangan warga. Hubungan pertalian dengan negara asal secepat mungkin harus dilepaskan. Para imigran ini secepat mungkin harus dijadikan warganegara dari Negara baru yang telah dipilih oleh mereka sebagai tempat mencari kehidupan. Jadi untuk negeri-negeri semacam ini sudah tentu ius soli adalah yang paling tepat .68 Orang-orang yang tadinya termasuk warga asing menetap dalam wilayah negara yang menganut ius soli dan melahirkan anak-anaknya disitu, maka anak-anak tersebut haruslah dipandang sebagai warga dari negara bersangkutan dan negara dimana ia dilahirkan dan hidup. Anak-anak yang dilahirkan di negara itu lazimnya 67
R.G. Kartasapoetra, Sistematika Hukum Tata Negara, Cetakan 2, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm. 216. 68 Sudargo Gautama, Op. Cit., hlm. 16.
Universitas Sumatera Utara
diberi pewarganegaraan pasif. Sehingga dalam hal ini ius soli selalu dikaitkan dengan pewarganegaraan pasif. Dalam pewarganegaraan pasif sendiri adalah bahwa seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh sesuatu negara atau tidak mau diberi dan dijadikan warganegara sesuatu negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi. Jika diperhatikan negara Amerika Serikat, Kanada, Australia termasuk negara yang menerapkan asas ius soli dan memanfaatkan asas tersebut dalam pewarganegaraan pasif terhadap keturunan-keturunan berbagai suku bangsa yang berimigran ke negara-negara tersebut. Negara Indonesia pada masa penjajahan (Hindia Belanda) membuat peraturan kewarganegaraan dengan menganut asas ius soli. Walaupun demikian Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia No.62 Tahun 1958 yang berlaku sekarang menganut juga asas ius soli terbatas dengan tujuan untuk menghindari terjadinya seseorang menjadi tanpa kewarganegaraan (stateless). b. Asas Keturunan (Ius Sanguinis) Menurut istilah bahasa latin, ius berarti hukum, sedangkan sanguinis dapat berarti keturunan atau darah, jadi asas ini mengikuti hukum atau ketentuan-ketentuan dari keturunan atau darah orangtuanya. Artinya bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh keturunan dari pada orang yang bersangkutan. Penganutan asas ius sangunis ini memang sangat penting apalagi pada masa sekarang dimana hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya berlangsung dengan pesat dan sangat baik, yang memungkinkan orang-orang untuk berpindah atau bermukim sementara waktu di negara lain dalam rangka pekerjaan, pendidikan atau
Universitas Sumatera Utara
tugas tugas kenegaraan yang diembannya. Terlebih bila diperhatikan bahwa negara-negara yang memilih asas ius sanguinis pada umumnya termasuk negara-negara emigran. 69 Sebagai contoh negara yang menganut asas ini adalah negara RRC, India, Indonesia yang terkenal sebagai negara yang banyak jumlah warganya. Dalam kaitannya sebagai konsekuensi asas ius sanguinis ini, apabila adanya keinginan seseorang warganegara untuk berpindah kewarganegaraan harus ditempuh melalui proses pewarganegaraan atau naturalisasi. Jika persyaratan-persyaratan tersebut dapat dipenuhi oleh yang bersangkutan maka terkabullah kehendaknya. Dalam penentuan apakah seseorang menjadi warganegara suatu negara ataukah tidak, dengan menggunakan asas ius sanguinis atau ius soli tidak dapat dilepaskan dari keadaan-keadaan yang menjadi latar belakang penentuan itu, yaitu keinginan pembentuk negara atau pemerintah masing-masing negara untuk menjadikan warganegaranya sebagaimana yang mereka kehendaki dan dicitacitakan.70 Tetapi tidak jarang dalam kenyataannya kita menemui negara-negara yang memanfaatkan kedua asas tersebut. Artinya tidak memilih salah satu asas secara konsekuen (taat asas) melainkan dipakai suatu kombinasi dari kedua asas. Kedua asas dipergunakan namun hanya saja yang satu lebih dikedepankan dari yang lain. Negaranegara yang pertama-tama mementingkan asas ius sanguinis (keturunan) juga tak mengabaikan sama sekali asas ius soli (tempat kelahiran).
69
Sudaro Gautama, Op. Cit., hlm. 15. B.P. Paulus, Op. Cit., hlm. 50.
70
Universitas Sumatera Utara
Juga karena masing-masing negara berdaulat untuk menentukan siapakah warganegaranya, maka dalam kenyataannya terdapat ketidakseragaman peraturanperaturan mengenai kewarganegaraan. Ketidakseragaman ini dapat terjadi bahwa apabila seseorang yang telah ditentukan menjadi warganegara dari suatu negara tertentu adalah pula warganegara dari negara lain, berdasarkan asas penentuan kewarganegaraan dari negara itu atau dapat pula terjadi seseorang menjadi tanpa kewarganegaraan. Di sinilah akan timbul permasalahan benturan asas yang mengakibatkan seseorang memiliki dwikewarganegaraan/dual citizenship/bipatridie/ kewarganegaraan ganda atau bahkan multipatridie (memiliki. lebih dari dua kewarganegaraan) dan atau menjadi tanpa kewarganegaraan (apatridie/stateless).
3. Apatridie dan Bipatridie Dalam kenyataannya terdapat keanekaragaman peraturan dan asas-asas kewarganegaraan apakah ius soli atau ius sanguinis, karena negara bebas untuk memilih asas-asas manakah yang hendak dipakainya dalam menentukan siapakah yang menjadi warganya. Kemudian menimbulkan apatridie, bipatridie bahkan mungkin multipatridie karena dari benturan asas-asas kewargarnegaraan yang tidak seragam. Akibatnya timbul peraturan-peraturan di bidang kewarganegaraan yang tidak sama di semua negara. Menurut istilah Sudargo Gautama hal ini menggambarkan
seolah-olah
terjadi
"pertentangan".71
Namun
untuk
lebih
mempertajam pembahasan pada tulisan ini, tidak akan dikemukakan lebih jauh halhal berkenaan dengan multipatridie. 71
Sudargo Gautama, Op. Cit., hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
Yang dimaksud dengan apatridie yaitu orang-orang yang tidak mempunyai suatu kewarganegaraan (tanpa kewarganegaraan). Pada akhir-akhir ini, apatridie banyak kemungkinan terjadi, karena perkembangan hubungan antara negara dan hubungan politis. Beberapa negara tertentu telah mulai mempergunakan pencabutan kewarganegaraan sebagai semacam hukuman. Apabila orang-orang yang terkena dinyatakan hilang kewarganegaraan oleh negara yang bersangkutan, dan mereka ini belum dapat memperoleh kewarganegaraan pengganti, maka mereka ini bertatus tanpa kewarganegaraan. 72 Keadaan tanpa kewarganegaraan ini adalah menyedihkan bagi yang harus mengalami. Sama sekali tidak ada perlindungan dari sesuatu negara. Tidak dapat memiliki paspor negara tertentu. Seandainya mereka harus diusir dari negara tempat mereka berdomisili, kemana mereka harus dikirim. Sedangkan Bipatridie atau dwikewarganegaraan akan terjadi apabila seseorang memiliki dua kewarganegaraan. Kenyataan terjadinya bipatridie kerapkali sering berlaku yaitu kalau seseorang penduduk pada suatu negara yang berasal dari kewarganegaraan lain diberi pewarganegaraan oleh negara yang didiaminya, tanpa ia menyatakan malepaskan kewarganegaraan aslinya (leluhurnya). Jika satu negara menganut asas ius sanguinis dan negara lain menganut asas soli maka kemungkinan akan timbul kewarganegaraan ganda/dwi kewarganegaraan/bipatridie sangatlah besar. Walaupun pada umumnya soal dwikewarganegaraan timbul karena perbedaan-perbedaan dalam peraturanperaturan kewarganegaraan berbagai bangsa yang disebabkan oleh benturan asas
72
Abdul Bari Azed, Op. Cit., hlm. 6.
Universitas Sumatera Utara
penentuan kewarganegaraan suatu negara adalah tidak seragam. Terkadang dapat pula terjadi seorang menjadi bipatridie dengan adanya penerapan prinsip kewarganegaraan yang sama dalam negara-negara bersangkutan. Seiring dengan semakin berkembangnya jalur informasi dan transportasi mengakibatkan hubungan antar bangsa juga menjadi semakin berkembang. Orang asing, datang dan pergi ke suatu negara tertentu merupakan suatu hal yang lumrah, baik untuk bekerja, sekolah, berdagang atau hanya sekedar sebagai turis. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka sudah pasti berhubungan satu sama lain, baik dengan warga negara setempat atau dengan warga negara asing lainnya, hubungan mana seringkali diakhiri dengan suatu perkawinan. Keadaan berkewarganegaraan ganda sering pula terjadi akibat dari perkawinan campuran antar bangsa yang otomatis menganut hukum perkawinan dan kewarganegaraan yang berbeda.73 Di mana masing-masing pihak terkait dalam perkawinan campuran tersebut oleh negara asalnya ada yang mengizinkan anak yang dihasilkan dari perkawinan tersebut untuk memiliki kewarganegaraan kedua orangtuanya (kewarganegaraan ganda/dwikewarganegaraan). Dari pengertian warga negara diatas, dikatakan bahwa warga negara mempunyai kedudukan resmi sebagai anggota penuh suatu negara karena mereka memiliki semua hak dan kewajiban sebagai anggota negara sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut. Berikutnya sebagai warga negara mereka dituntut
73
Zulfa Djoko Basuki,”Perkawinan Campuran Serta Permasalahan Hukumnya di Indonesia Dewasa Ini”, Volume 1 No. 3, (Jakarta: Jurnal Hukum Internasional, April, 2004), hlm. 547.
Universitas Sumatera Utara
untuk memberikan kesetiaannya kepada negara dimana mereka tercatat sebagai warga negara. D. Implikasi Keimigrasian Dalam Pengaturan Kewarganegaraan Ganda Terbatas. Beberapa implikasi terhadap bidang keimigrasian yang terkait dari diterbitkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, namun demikian pada dasarnya peran Imigrasi adalah sebagai berikut : 1. Pembatalan / Pencabutan Izin Keimigrasian 2. Penerbitan Paspor RI. 3. Peneraan Cap pada Paspor RI dan Pemberian keterangan secara affidavit pada Paspor Asing bagi Subyek Kewarganegaraan ganda terbatas. 4. Pemberian
Surat
Keterangan
Keimigrasian
(SKIM)
dalam
rangka
Pewarganegaraan dan Menyampaikan Pernyataan Untuk Menjadi Warganegara Indonesia. 5. Menyesuaikan (mengharmonisasikan dan mensinkronisasikan) berbagai peraturan keimigrasian dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2006. 74 Sebagaimana diamanatkan Undang Undang Kewarganegaraan, Kementerian Hukum dan HAM RI telah mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01-HL.03.01 Tahun 2006 tentang Tata Cara
74
Firdaus Amir, Pemahaman Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, (Jakarta, Bahan Sosialisasi, 2007)
Universitas Sumatera Utara
Pendaftaran Untuk Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia Berdasarkan Pasal 41 dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia Berdasarkan
Pasal
42
Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
2006
tentang
Kewarganegaraan Indonesia. Dengan diterbitkannya peraturan tersebut, maka diperlukan ketentuan yang berkaitan dengan keimigrasian bagi anak subyek kewarganegaraan ganda terbatas yang dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Subyek Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang lahir sebelum Undang-Undang / sebelum 01 Agustus 2006 (Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM RI No. M.09-IZ.03.10 Tahun 2006 tentang Fasilitas Keimigrasian Bagi Anak Subyek Kewarganegaraan Ganda Terbatas yang lahir sebelum Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia). 2. Subyek Pasal 4 c, huruf d, huruf h, huruf l dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang lahir setelah Undang-Undang / setelah 01 Agustus 2006 (Peraturan Menteri Hukum dan HAM R.I No. M. 80-HL.04.01 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pencatatan, dan Pemberian Fasilitas Keimigrasian sebagai Warga Negara Indonesia yang Berkewarganegaraan Ganda). Add 1. Subyek Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya anak yang lahir sebelum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 ( sebelum 01 Agustus 2006 ) tidak secara otomatis mendapatkan Kewarganegaraan RI tetapi dengan cara didaftarkan oleh orangtua / walinya kepada Menteri Hukum dan HAM RI melalui Pejabat (Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM RI) sesuai Pasal 41 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 junto Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01-HL.03.01 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pendaftaran Untuk Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dan diberi waktu paling lama 4 (empat) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan, dengan perkataan lain bahwa pada tanggal 01 Agustus 2010 mereka tidak dapat lagi menggunakan haknya untuk mendapatkan Kewarganegaraan Republik Indonesia.75 Karena sifatnya sementara atau pada hukum waktu tertentu akan tidak berlaku lagi, maka ketentuan ini diatur di dalam Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM RI No. M.09-IZ.03.10 Tahun 2006 tentang Fasilitas Keimigrasian Bagi Anak Subyek Kewarganegaraan Ganda Terbatas yang lahir sebelum Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Adapun isi Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM RI tersebut dapat kami simpulkan sebagai berikut : a. Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
75
Departemen Hukum dan HAM RI, Pasal 41 mengenai Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M. 01-HL.03.01 Tahun 2006 tentang Tata CaraPendaftaran Untuk Memperoleh Kewarganegaraan RI.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia, yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin, yang belum
mengajukan
permohonan
pendaftaran
untuk
memperoleh
kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia tetap diwajibkan memiliki izin keimigrasian dan pemberian izin keimigrasian tersebut cukup diselesaikan / dilakukan oleh kantor imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak. b. Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin yang telah mengajukan permohonan pendaftaran untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia dan sudah mendapat Keputusan Menteri tentang perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia maka orang tua atau wali dari anak yang bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia wajib melaporkan secara tertulis perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia tersebut kepada kantor imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak atau kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak dalam hal anak bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia, dengan melampirkan: 76
76
Departemen Hukum dan HAM RI, Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM RI No. M. 09IZ.03.10 Tahun 2006 tentang Fasilitas Keimigrasian Bagi Anak Subyek Warganegaraan Ganda Terbatas.
Universitas Sumatera Utara
(1) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Perolehan Kewarganegaraan Republik Indonesia. (2) Paspor asing atau paspor orang tuanya (bagi anak yang namanya tercantum dalam paspor orang tuanya); dan (3) Dokumen Keimigrasian atas nama anak yang bersangkutan. 3. Kepala Kantor Imigrasi atau kepala Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak, setelah menerima permohonan tertulis dari orang tua / wali anak melakukan: (1) Pembatalan / pencabutan izin keimigrasian atas nama anak yang bersangkutan; (2) Penerbitan Paspor Republik Indonesia atas permohonan anak yang bersangkutan dan / atau orang tua atau walinya serta mencatatnya dalam buku register dengan menerakan cap pada Paspor Republik Indonesia di dalam endorsments / pengesahan yang berbunyi : “Pemegang Paspor ini adalah subyek Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia”. (3) Pemberian keterangan yang dilekatkan (affidavit) pada paspor asing bahwa “Yang bersangkutan adalah subyek Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l, dan
Pasal
5
Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
2006
tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia”.
Universitas Sumatera Utara
4. Anak pemegang dua paspor yang memilih menggunakan paspor asing pada saat masuk atau ke luar wilayah negara Republik Indonesia maka Pejabat Imigrasi atau Petugas Pemeriksa Pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi menerakan cap “Yang bersangkutan subyek Pasal 4 huruf huruf d, huruf h, huruf l, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia” pada Arrival Departure Card-nya. 5. Terhadap anak-anak subyek kewarganegaraan ganda dapat diberikan fasilitas keimigrasian sebagai berikut : a. Anak yang hanya memegang paspor asing pada saat masuk dan berada di wilayah negara Indonesia dibebaskan dari kewajiban memiliki Visa, Izin Tinggal dan Izin Masuk Kembali (Re-Entry Permit); b. Anak yang hanya memegang paspor asing sebagaimana dimaksud pada huruf a yang melakukan perjalanan masuk atau keluar wilayah Indonesia pada paspornya diterakan Tanda Bertolak / Tanda Masuk oleh Pejabat Imigrasi atau Petugas Pemeriksa Pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi; c. Anak pemegang 2 (dua) paspor pada saat yang bersamaan (Paspor Republik Indonesia dan Paspor Asing), pada saat masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia wajib menggunakan 1 (satu) paspor yang sama; d. Anak pemegang 2 (dua) paspor sebagaimana dimaksud pada huruf c yang memilih menggunakan paspor asing pada saat masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia, maka Pejabat Imigrasi atau Petugas Pemeriksa
Universitas Sumatera Utara
Pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi menerakan cap “ yang bersangkutan subyek Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l dan Pasal 5 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia” pada Arrival Departure Card-nya. Add 2. Subyek Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pada dasarnya anak yang lahir setelah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 (setelah 01 Agustus 2006) secara otomatis menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Karena itu anak tersebut dapat mengajukan permohonan Paspor Republik Indonesia di Kantor Imigrasi. Akan tetapi untuk dapat diberlakukan sebagai WNI pada paspor asingnya, bagi anak yang berkewarganegaraan ganda terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf l dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, maka wajib didaftarkan oleh orang tua / walinya di Kantor Imigrasi / Perwakilan R.I di luar negeri yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak tersebut.
E. Implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Pemerintah dalam mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 dengan memberikan fasilitas keimigrasian bagi anak subyek kewarganegaraan ganda terbatas yang lahir sebelum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. Sejak
diundangkan
Undang-Undang
NO.
12
Tahun
2006
tentang
Kewarganegaraan RI dan mulai diberlakukannya sejak tanggal 01 Agustus 2006 maka dimulailah babak baru dalam hukum negara Indonesia yang mengatur tentang
Universitas Sumatera Utara
kewarganegaraan Indonesia, yang secara spesifik menyangkut kepada status kewarganegaraan bagi anak hasil kawin campur antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA) Pada dasarnya pemberlakuan Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI adalah untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi
anak yang menjadi subyek kewarganegaraan ganda terbatas, dimana dengan
memperoleh status sebagai Warga Negara Indonesia dan juga sebagai WNA mengikuti status kewarganegaraan dari bapak atau ibunya. Dengan demikian anak yang menjadi subyek kewarganegaraan ganda terbatas sebagai orang Indonesia sudah selayaknya mendapatkan perlindungan atas hak-haknya sebagai warga negara. Disisi lain, melekat juga status sebagai warga negara Asing yang mengikuti status kewarganegaraan bapak atau ibunya sudah sepatutnya diberikan fasilitas-fasilitas tertentu dimana fasilitas yang diberikan tersebut harus jelas dan mempunyai dasar hukum. Fasilitas ataupun kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh pemerintah bagi anak yang menjadi subyek kewarganegaraan ganda terbatas adalah fasilitas dibidang keimigrasian yang diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM RI No.M.09-IZ.03.10 Tahun 2006 tentang Fasilitas Keimigrasian bagi Anak Subyek Kewarganegaraan Ganda Terbatas yang lahir sebelum Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI. Adapun fasilitas-fasilitas yang dapat diberikan kepada anak subyek kewarganegaraan ganda terbatas tersebut adalah kemudahan yang dapat dipergunakan untuk tinggal menetap di wilayah Indonesia tanpa adanya keharusan untuk memiliki
Universitas Sumatera Utara
berbagai izin keimigrasian sebagaimana yang harus dimiliki oleh orang asing umumnya untuk menetap di Indonesia dan juga kemudahan untuk berlalu lintas keluar dan masuk wilayah Indonesia, dan yang paling signifikan adalah dapat memperoleh Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI) apabila yang bersangkutan membutuhkannya. 77 Dalam hal yang bersangkutan membutuhkan Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI), ada beberapa persyaratan yang harus dilengkapi oleh orang tua/wali dari subyek kewarganegaraan ganda terbatas terbatas, berupa:78 1. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) orang tua; 2. Fotocopy paspor asing orang tua; 3. Fotocopy Kartu Keluarga (KK); 4. Fotocopy Surat Nikah orang tua; 5. Akta Kelahiran anak; Surat keterangan yang dikeluarkan oleh Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM yang wilayah kerjanya meliputi tempat domisili anak (untuk yang lahir sebelum 1 Agustus 2006); Bukti pendaftaran kewarganegaraan ganda yang diberikan secara affidavit yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat domisili anak;
77
Direkorat Jenderal Imigrasi, Bahan Sosialisasi Undnag-Undnag Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI (Jakarta, 2006). 78 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.01-HL.03.01 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pendaftaran Untuk Memperoleh Kewarganegaraan RI berdasarkan Pasal 41 dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI Berdasarkan Pasal 42 UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, Pasal 4 ayat (2).
Universitas Sumatera Utara
Penetapan pengangkatan anak yang dikeluarkan oleh pengadilan (dalam hal yang bersangkutan merupakan anak angkat). Keseluruhan persyaratan diatas wajib dipenuhi oleh orang tua/wali dari anak subyek kewarganegaraan ganda terbatas untuk memastikan bahwa Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI) yang nantinya akan diberikan telah tepat sasaran atau diberikan kepada orang yang berhak memilikinya, karena didalam proses penerbitan Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI), selain terdapat unsur pelayanan juga terdapat unsur pengawasan. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam proses penerbitan Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI) meliputi beberapa hal seperti pemeriksaan kelengkapan persyaratan permohonan, pemeriksaan keaslian dan keabsahan berkas permohonan, pemeriksaan daftar cegah dan tangkal, serta pengawasan terhadap kebenaran penggunaan identitas yang digunakan dalam mengajukan proses permohonan SPRI. Apabila dikaitkan dengan proses pemberian SPRI bagi anak subyek kewarganegaraan ganda terbatas, dalam pelaksanaannya juga tetap memperhatikan aspek pengamanan dan penegakan hukum. Hal itu dikarenakan walaupun anak subyek kewarganegaraan ganda terbatas tersebut memang mempunyai keistimewaan berupa memiliki 2 (dua) kewarganegaraan sebelum dirinya dewasa pada usia 18 (delapan betas) tahun hingga 21 (dua puluh satu) tahun, mereka secara hukum tetap diperlakukan
sebagai
seorang
Warga
Negara
Indonesia,
dimana
dalam
pelaksanaannya tetap diperhatikan agar dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan SPRI.
Universitas Sumatera Utara
Dari uraian tersebut diatas dapat terlihat dengan jelas bahwa pemerintah telah memperlakukan anak yang menjadi subyek kewarganegaraan ganda terbatas sebagai warga negara Indonesia dengan segala hak-haknya walaupun fasilitas atau kemudahan-kemudahan tersebut berlaku terbatas sampai anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun dan maksimal 21 (dua puluh satu) tahun dan yang bersangkutan sudah harus membuat suatu keputusan untuk memilih salah satu kewarganegaraan yang akan dijadikan status kewarganegaraannya. 79 Dengan memilih dan menentukan kewarganegaraannya akan memberikan konsekuensi bahwa yang bersangkutan memiliki hak, kewajiban serta tanggung jawab untuk setia dan taat kepada negara dan hukum serta peraturan yang berlaku di negara tersebut. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi pada saat subyek kewarganegaraan ganda terbatas telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau maksimal 21 (dua puluh satu) tahun yang berhubungan dengan proses pemilihan kewarganegaraan terkait dengan topik dalam pembahasan tesis ini. Yang pertama adalah apabila subyek kewarganegaraan ganda terbatas memilih kewarganegaraan asing dan kemungkinan kedua apabila subyek kewarganegaraan ganda terbatas memilih untuk menjadi WNI. Yang masing-masing dari kemungkinan ini menimbulkan tata cara yang berbeda pada proses pemilihannya. Dalam hal yang bersangkutan memilih kewarganegaraan asing, maka proses pemilihan yang harus dilakukan adalah sesuai dengan kebijakan dari masing-masing negara yang dipilih oleh yang bersangkutan, dimana prosedur dan aturan serta kebijaksanaan setiap negara berbeda-beda. Dengan menyatakan memilih 79
Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Pasal 5 Ayat (1), (2).
Universitas Sumatera Utara
menjadi WNA maka subyek kewarganegaraan ganda terbatas tersebut mempunyai kewajiban yang harus dilakukan terhadap pemerintah Indonesia. Kewajiban tersebut adalah mengembalikan segala dokumen yang telah diberikan kepada yang bersangkutan selama berstatus warga negara ganda terbatas yang identik dengan kewarganegaraan Indonesia, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI). Berikutnya adalah pembahasan tentang kemungkinan kedua, yaitu apabila subyek kewarganegaraan ganda terbatas memilih kewarganegaraan Indonesia. Dalam hal yang bersangkutan memilih kewarganegaraan Indonesia, maka yang bersangkutan harus menyatakan hal tersebut kepada Menteri Hukum dan HAM RI melalui kantor wilayah Kementrian Hukum dan HAM RI pada Divisi Pelayanan Hukum yang wilayah kerjanya meliputi tempat yang bersangkutan berdomisili dengan cara mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia diatas kertas bermaterai yang sekurang-kurangnya memuat:80 1. Nama lengkap anak yang menyampaikan pernyataan; 2. Tempat dan tanggal lahir; 3. Jenis kelamin; 4. Alamat tempat tinggal; 5. Nama lengkap orang tua; 6. Status perkawinan orang tua; 7. Kewarganegaraan orang tua. 80
Departemen Hukum dan HAM RI, Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 80-HL.04.01 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pencatatan, dan Pemberian Fasilitas Keimigrasian sebagai WNI yang berkewarganegaraan Ganda Bagian D.1.
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan tersebut harus dilampiri dengan berbagai dokumen-dokumen lain seperti :81 1. Fotocopy kutipan akte kelahiran anak yang disahkan oleh pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia; 2. Fotocopy kutipan akte perkawinan/buku nikah orang tua yang disahkan oleh pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia; 3. Fotocopy kutipan akte perkawinan/buku nikah anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun tetapi sudah kawin yang disahkan oleh pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia; 4. Fotocopy paspor Republik Indonesia dan/atau paspor asing atau surat lainnya yang disahkan oleh pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia; Surat pemyataan melepaskan kewarganegaraan asing dari anak yang mengajukan, surat pernyataan tersebut dibuat diatas kertas bermaterai cukup yang disetujui oleh pejabat negara asing yang berwenang atau kantor perwakilan negara asing; 5. Pasfoto berwarna terbaru dari anak yang menyampaikan pernyataan berukuran 4x6 sebanyak 6 (enam) lembar. Setelah semua persyaratan diatas dilengkapi, maka pejabat yang berwenang akan memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen-dokumen yang dilampirkan mewakili Menteri Hukum dan HAM RI. Setelah pejabat menyetujui permohonan, 81 Departemen Hukum dan HAM RI, Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 80-HL.04.01 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pencatatan, dan Pemberian Fasilitas Keimigrasian sebagai WNI yang berkewarganegaraan Ganda Bagian D.2.
Universitas Sumatera Utara
maka yang bersangkutan dapat melaksanakan pengambilan sumpah. Namun sebelumnya
yang
bersangkutan
mengembalikan
semua
dokumen
yang
mengidentikkan seseorang dengan kewarganegaraan suatu negara, seperti paspor asing kepada kedutaan negara tertentu, serta menyerahkan tanda buktinya. Apabila anak subyek kewarganegaraan ganda terbatas tersebut berada di negara lain pada saat berusia 18 (delapan belas) tahun atau 21 (dua puluh satu) tahun bahkan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau 21 (dua puluh satu) tahun namun sudah menikah, mereka tetap harus melakukan pemilihan kewarganegaraannya. Dimana proses pemilihan tersebut dilakukan di perwakilan negara Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi negara tempat anak tersebut berada. Satu hal yang sangat penting digaris bawahi adalah apabila anak subyek kewarganegaraan ganda tidak melakukan pemilihan salah satu kewarganegaraannya menurut peraturan hukum Indonesia anak tersebut dinyatakan memilih menjadi WNA. Sejak Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI diberlakukan, sampai dengan saat ini anak-anak subyek kewarganegaraan ganda terbatas belum ada yang mencapai usia 18 (delapan belas) tahun sehingga proses pemilihan kewarganegaraan belum pernah dilakukan baik yang menyatakan memilih menjadi warga negara Indonesia ataupun yang menolak kewarganegaraan Indonesia dan memilih untuk menjadi warga negara asing. Berdasarkan pembahasan tentang izin keimigrasian sebelumnya, maka terdapat beberapa kemungkinan yang dapat dipertimbangkan untuk menentukan izin
Universitas Sumatera Utara
keimigrasian apa yang tepat bagi anak eks-kewarganegaraan ganda terbatas pasca pemilihan kewarganegaraan.82 Pasal 60 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, Dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia berbunyi: “(1) Anak yang berkewarganegaraan ganda sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (1), paling lambat 3 (tiga) tahun setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin harus menyatakan memilih salah satu kewarganeragaannya. (2). Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memilih Kewarganegaraan Republik Indonesia, pernyataan disampaikan kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak”. Berdasarkan Pasal 60 tersebut anak-anak berkewarganegaraan ganda terbatas diwajibkan untuk memilih satu kewarganegaraan baik kewarganegaraan Indonesia atau kewarganegaraan asing pada saat anak tersebut memasuki usia delapan belas tahun atau sudah kawin. Dan jangka waktu yang diberikan untuk melakukan pemilihan tersebut adalah selama tiga tahun. Pernyataan memilih kewarganegaraan disampaikan kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak. Setelah melakukan pemilihan kewarganegaraan sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka status anak tersebut disesuaikan dengan kewarganegaraan yang dipilihnya. Bagi anak yang memilih untuk 82
Direktorat Jenderal Imigrasi, Bahan Sosialisasi ..., Op.Cit,
Universitas Sumatera Utara
menjadi WNI, maka statusnya adalah murni sebagi WNI sehingga perlakuan terhadap anak tersebut adalah sama dengan WNI pada umumya. Sedangkan untuk anak-anak yang secara aktif memilih menjadi WNA atau tidak memilih kewarganegaraan (pasif), maka status yang diberikan kepada anak tersebut adalah sebagai WNA, sehingga perlakuan yang diberikan kepada anak-anak tersebut adalah sama dengan WNA.
Universitas Sumatera Utara