perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING TREFFINGER UNTUK MEMBENTUK KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (STUDI PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 16 SURAKARTA)
ARTIKEL JURNAL
Oleh : FAUSIA SHARA INTANI NIM K6411028
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING TREFFINGER UNTUK MEMBENTUK KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (STUDI PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 16 SURAKARTA)1 Oleh : Fausia Shara Intani2 ABSTRACT The objectives of research were (1) to find out the implementation of CPST to create the critical thinking ability of the 7th graders of SMP Negeri 16 Surakarta, (2) to find out the effect of CPST learning model implementation on the students’; (3) to find out the obstructions in the implementation of CPST learning model to create the students’ critical thinking ability and the solutions to them. This study was a qualitative research. The data source derived from headmaster, Civic Education teacher, students and teaching-learning activity. Techniques of collecting data used were: interview, observation, and document analysis. The result of research showed that (1) the implementation of CPST learning model in the 7th grade of SMP Negeri 16 Surakarta was conducted in the following steps: a) setting goals, in which the teacher conveyed the basic competency and created group; b) exploring data, in which the teacher presented different social problem to different groups; c) formulating the problem, each group was given opportunity of identifying problem; d) generating idea, in which teacher gave the students time to express their idea; e) developing solution, in which the students were given opportunity of conveying the alternative solution; and f) building acceptance, in which the teacher checked one solution chosen by each group. (2) The effect of CPST learning model implementation included: a) growing positive character inside the students, discipline, responsibility, cooperation, harmony, tolerance, bravery of expressing opinion, and self-confidence; b) the students were getting sensitive to social problems and could solve them; c) ability of thinking critically. (3) The obstructions in the implementation of CPST learning model included a) limited time; b) students’ lower motivation; c) students’ different ability; d) inadequate training for the teacher. The solutions included: a) teacher’s active role; b) routine school program, Keywords: Civic Education Learning, Creative Solving Treffinger 1 2
commit to user Artikel Penelitian Mahasiswa Prodi PPKn FKIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS Solo)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENDAHULUAN Sistem pendidikan nasional Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menurut undangundang ini, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pada Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 pasal 37 ayat (1) menyatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan wajib termuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan dalam pasal 37 ayat (2) menyatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan juga wajib termuat dalam kurikulum pendidikan tinggi. Menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) diartikan sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hakhak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia
yang cerdas,
terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. PKn mengemban misi sebagai pendidikan politik demokrasi untuk membentuk warga negara yang kritis, partisipasif, dan bertanggung jawab bagi kelangsungan bangsa dan negara. Untuk mewujudkan misi tersebut di persekolahan, diperlukan suatu strategi dan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan PKn. Salah satunya yaitu mampu berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di SMP Negeri 16 Surakarta, diperoleh fakta bahwa cara siswa untuk menguasai materi pelajaran dilakukan dengan menghafal apa yang tercantum di dalam buku atau apa yang dikatakan guru dan berpikir bukan atas dasar rasionya. Hal ini bertentangan dengan tujuan PKn karena tidak melatih berpikir logis, kritis, dan analitis sebagai salah satu kunci utama dalam demokratisasi sikap, pikiran, dan tindakan siswa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Padahal dalam pembelajaran PKn, proses berpikir kritis amat diperlukan guna membentuk warga negara yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan demokrasi.. Siswa cenderung menerima begitu saja informasi yang disampaikan guru tanpa adanya respon dengan cara mengkritisi apa yang disampaikan guru. Berdasarkan pada permasalahan di atas, diperlukan suatu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk menguji ketajaman gagasan dan pemecahan masalah dalam mengatasi suatu permasalahan. Salah satu model pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis pada siswa adalah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). CPS merupakan model pembelajaran yang berupaya untuk mengajak siswa berpikir kreatif dalam menghadapi masalah. Melalui model pembelajaran ini, akan melatih siswa supaya terbiasa berpikir kritis sehingga tercapai tujuan dari PKn, yaitu membentuk warga negara yang kritis, partisipasif, dan bertanggung jawab bagi kelangsungan bangsa dan negara. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi model pembelajaran Creative Problem Solving Treffinger untuk membentuk kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta, dampaknya terhadap siswa, dan hambatan dalam implementasi serta solusi untuk mengatasinya. Sedangkan manfaat penelitian ini adalah dari segi teoritis yakni diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Khususnya dalam membahas implementasi model pembelajaran creative problem solving untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa. Kemudian dari segi praktis salah satunya bagi peserta didik adalah melatih keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran PKn, bekerjasama dalam kelompok, memecahkan masalah bersama, berani berpendapat dan bertanggung jawab.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
METODE PENELITIAN Tempat penelitian adalah tempat dimana peneliti memperoleh data-data yang menunjang penelitian ini. Tempat dan waktu penelitian dalam hal ini dilakukan di SMP Negeri 16 Surakarta. Waktu penelitian dilaksanakan setelah mendapat perijinan dari pihak berwenang. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan yaitu Januari sampai Juni 2015 yang dimulai dari tahap penyusunan proposal, ijin penelitian, pengumpulan data, analisis data sampai penyusunan laporan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Secara definisi penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena khusus dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti dan disajikan dalam bentuk data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif, karena memaparkan objek yang diteliti (orang, lembaga atau lainnya) berdasarkan fakta. Menurut Lexy J. Moleong (2013: 11), “Penelitian deskriptif memperoleh data berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.” Data tersebut bisa berasal dari hasil wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, maupun dokumen resmi. Pada penelitian kualitatif, bentuk data berupa kalimat atau narasi dari subjek atau responden penelitian yang diperoleh melalui suatu teknik pengumpulan data yang kemudian data tersebut akan dianalisis dan diolah menggunakan teknik analisis data kualitatif dan akan menghasilkan suatu temuan atau hasil penelitian yang akan menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan. Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 1) narasumber, yang meliputi guru PPKn, Kepala Sekolah, dan siswa kelas VII; 2) tempat penelitian yaitu SMP Negeri 16 Surakarta; 3) Dokumen yang dibutuhkan, yaitu nama siswa kelas VII, Silabus, RPP, dan catatan hasil diskusi; 4) Studi commitFKIP to user pustaka yang dilakukan di perpustakaan UNS dan perpustakaan pusat UNS.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling, adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek yang diteliti (Sugiyono, 2013: 300). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data. Penelitian ini akan menggunakan wawancara tidak terstruktur. Tujuan penggunaan wawancara tidak terstruktur adalah untuk memahami suatu fenomena. Pertanyaan yang diajukan sangat terbuka dan jawaban dari terwawancara dapat sangat luas dan bervariasi. Pengumpulan data melalui studi dokumentasi dalam penelitian ini menggunakan dokumen resmi, yang meliputi daftar siswa kelas VII, silabus, dan
rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Untuk mengetahui valid tidaknya data maka diperlukan uji keabsahan data (validitas). Validitas dalam penelitian ini dilakukan menggunakan trianggulasi data. Data triangulation (trianggulasi dalam hal metode pengumpulan data). Data triangulation, yaitu penggunaan lebih dari satu metode pengumpulan data dalam kasus tunggal. Metode pengumpulan data yang pada umumnya dilakukan dalam penelitian kualitatif, yaitu wawancara, observasi, dokumentasi, dan sebagainya (Herdiansyah, 2009: 201). Analisis data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan teknik analisis data yang terdiri atas empat tahapan, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (verifikasi). HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Peneliti memperoleh data dengan cara menggunakan instrumen observasi, wawancara dan analisis dokumen. Melalui observasi, implementasi model pembelajaran Creative Problem Solving (CPST) di kelas VII SMP commit to user Negeri 16 Surakarta dilaksanakan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Menentukan tujuan, yaitu guru menginformasikan Kompetensi Dasar (KD)
yang
harus
dicapai
dalam
pembelajarannya,
yaitu
Mengaktualisasikan Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat secara Bebas dan Bertanggung Jawab. Pembelajaran akan dilakukan menggunakan model pembelajaran CPST, yaitu pembelajaran dengan menyelesaikan permasalahan. Untuk itu, guru membagi siswa dalam 5 kelompok. 2. Menggali data, yaitu guru menyajikan permasalahan sosial yang dapat mengundang keingintahuan siswa. Setiap kelompok mendapatkan 1 permasalahan sosial. Permasalahan sosial kelompok yang satu berbeda dengan kelompok yang lain 3. Merumuskan masalah, yaitu guru memberi kesempatan pada setiap kelompok untuk mengidentifikasi permasalahan. Permasalahan sosial yang dibagikan
disertai
dengan
pertanyaan
untuk
memudahkan siswa
menyelesaikan permasalahan. 4. Membangkitkan Gagasan, yaitu guru memberi waktu dan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasannya dan juga membimbing siswa untuk menyepakati alternatif pemecahan yang akan dipilih. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk membaca permasalahan sosial. Selanjutnya guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk melakukan diskusi. 5. Mengembangkan solusi, guru mendorong siswa mengemukakan alternatif solusi. Solusi yang disampaikan siswa di dalam kelompok membuat siswa berani dan semakin percaya diri untuk mengemukakan pendapat. 6. Membangun penerimaan, yaitu guru mengecek solusi yang tepat diperoleh siswa. Setelah terkumpul berbagai solusi untuk menyelesaikan masalah, maka siswa berdiskusi kembali untuk memilih solusi yang paling tepat. Berdasarkan hasil wawancara kepada siswa dan guru dapat diketahui bahwa siswa antusias mengikuti proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran CPST karena siswa dapat bekerjasama dengan teman melalui diskusi kelompok.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Implementasi model pembelajaran CPST di kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta berdampak sebagai berikut: 1. Menumbuhkan karakter positif dalam diri siswa, seperti sikap disiplin, tanggung jawab, kerjasama, kerukunan, toleransi, keberanian berpendapat, dan percaya diri. Karakter positif ini diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn, yaitu ibu Runi Atmirah S.Pd. dan tiga siswa kelas VII, yaitu Daru, Rio, dan Aditya. 2. Siswa semakin peka terhadap permasalahan sosial dan mampu untuk menyelesaikannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, dapat diketahui bahwa aktivitas berpikir kritis dalam proses pembelajaran dilakukan ketika mengerjakan soal yang meminta pendapat siswa dan aktif bertanya kepada guru mengenai materi pelajaran yang belum jelas. Sedangkan menurut guru PKn, dampak implementasi model pembelajaran CPST terhadap kemampuan berpikir kritis yaitu siswa menjadi percaya diri dalam mengemukakan pendapat, siswa semakin peka terhadap permasalahan sosial dan mampu untuk menyelesaikannya. 3. Mampu berpikir kritis. Hal ini terlihat dari beberapa indikator, yaitu watak (dispositions) argumen, sudut pandang, dan prosedur. Berdasarkan observasi penelitian dapat diketahui bahwa siswa mampu untuk berpikir kritis. Hal ini terlihat dari beberapa yang muncul dalam proses pembelajaran, yaitu argumen, sudut pandang dan prosedur penerapan berpikir kritis. Implementasi model pembelajaran CPST di kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta tidak terlepas dari beberapa hambatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn, dapat diketahui bahwa hambatan implementasi model pembelajaran CPST di kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta adalah waktu 1 jam pelajaran (40 menit) terlalu singkat untuk menerapkan model pembelajaran CPST, siswa yang ramai saat kegiatan diskusi, dan perbedaan kemampuan commit to user siswa dalam memahami permasalahan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Guru harus diberi pengarahan mengenai proses pembelajaran di kelas untuk pelaksanaan pembelajaran yang lebih baik. Pengarahan terhadap guru SMP Negeri 16 Surakarta seharusnya dilakukan secara kontinyu, namun terdapat beberapa kendala untuk melaksanakannya secara reguler. Kepala Sekolah, yaitu bapak Abdul Haris Alamsyah,S.Pd.,M.Pd, mengungkapkan bahwa kendala tersebut salah satunya adalah sulit mencari waktu di mana semua guru dapat berkumpul menjadi satu. Hambatan implementasi model pembelajaran CPST juga diketahui melalui observasi di kelas. Kegiatan membagi kelompok diskusi cukup menyita waktu karena mengatur posisi tempat duduk supaya siswa dalam 1 kelompok dapat berkumpul menjadi satu dan duduk dengan nyaman tidaklah mudah. Ketika guru memberikan instruksi terkait pelaksanaan diskusi. Ada beberapa siswa yang tidak memperhatikan. Saat berdiskusi, tidak semua siswa turut aktif berdiskusi. Terdapat beberapa siswa yang justru asyik mengobrol dengan temannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan Kepala Sekolah, dapat diketahui bahwa untuk mengatasi waktu yang terlalu singkat, maka guru selalu menghimbau siswa untuk segera menyelesaikan hasil diskusi. Guru juga aktif berkeliling di dalam kelas supaya siswa tidak ramai sendiri dan memantau kegiatan diskusi siswa. Guru membantu siswa yang mengalami kesulitan memahami permasalahan sosial. Untuk mensiasati program MGMP sekolah yang tidak berjalan lancar, maka sekolah mengadakan peninjauan terhadap guru yang dilaksanakan secara rutin 6 bulan sekali. B. Pembahasan Model pembelajaran CPST adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah. Dasar dari model pembelajaran CPST adalah pemecahan masalah. Salah satu tokoh yang mengemukakan teori pengajaran berdasarkan masalah adalah John Dewey. Menurut John Dewey sebagaimana dikutip Triyanto (2011: 17), metode reflektif dalam memecahkan masalah yaitu suatu proses berpikir aktif, hati-hati, yang dilandasi prosescommit berpikirtokeuser arah kesimpulan-kesimpulan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Treffinger (1994) dalam Miftahul Huda (2014: 319) menyebutkan bahwa model pembelajaran Creative Problem Solving Treffinger terdiri atas 3 komponen penting, yaitu : Komponen I – Understanding Challenge (Memahami Tantangan) 1. Menentukan tujuan : Guru menginformasikan kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajarannya. 2. Menggali data : Guru mendemonstrasi/ menyajikan fenomena alam yang dapat mengundang keingintahuan siswa. 3. Merumuskan masalah : Guru memberi kesempatan pada siswa untuk mengidentifikasi permasalahan. Komponen II – Generating Ideas (Membangkitkan Gagasan) Memunculkan gagasan : Guru memberi waktu dan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasannya dan juga membimbing siswa untuk menyepakati alternatif pemecahan yang akan diuji. Komponen III – Preparing for action (Mempersiapkan Tindakan) 1. Mengembangkan solusi : Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 2. Membangun penerimaan : Guru mengecek solusi yang tepat diperoleh siswa dan memberikan permasalahan yang baru namun lebih kompleks agar siswa dapat menerapkan solusi yang telah diperoleh. Berdasarkan hasil penelitian, manfaat implementasi model pembelajaran CPST adalah melatih siswa untuk mengembangkan beberapa karakter seperti sikap disiplin, tanggung jawab, kerukunan, toleransi, keberanian berpendapat, dan percaya diri. Manfaat tersebut relevan dengan manfaat penerapan CPST menurut Miftahul Huda (2013: 320), yaitu sebagai berikut: 1. Membuat siswa aktif dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan manfaat implementasi model pembelajaran CPST, yaitu mengembangkan sikap keberanian berpendapat dan percaya diri. 2. Mengembangkan kemampuan berpikir siswa karena disajikan masalah pada awal pembelajaran dan memberi kepada siswa untuk mencari commitkeleluasaan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
arah-arah penyelesaiannya sendiri. Siswa diberi keleluasaan dalam menentukan alternatif solusi. 3. Membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baru. Hal ini akan menumbuhkan sikap kerukunan dan toleransi karena dalam memilih satu solusi yang paling tepat untuk menyelesaikan permasalahan, diperlukan sikap menerima dari semua siswa. Tujuan dari pemberian masalah dalam implementasi model pembelajaran CPST adalah untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa, yang mana berpikir kritis merupakan salah satu tujuan dari PKn yaitu membentuk warga negara yang terampil. Tujuan implementasi model pembelajaran CPST ini sesuai dengan pernyataan Mukhamad Murdiono (2012: 6), yaitu Tujuan PKn adalah membentuk warga negara yang baik yaitu warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia. Warga negara yang cerdas adalah mereka yang memiliki pengetahuan kewarganegaraan. Warga negara yang terampil adalah mereka yang mampu berpikir kritis (intelectual skills) dan dapat berpartisipasi (participatory skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara warga negara yang berkarakter adalah mereka yang memiliki loyalitas terhadap bangsa dan negara serta memiliki kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Siswa kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta dikatakan mampu berpikir kritis karena memenuhi beberapa indikator berpikir kritis menurut Barry K. Beyer (1995) dalam Hendra Surya (2013:163), yaitu sebagai berikut: 1. Watak (dispositions) Watak (dispositions) seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis adalah sikap skeptis (tidak mudah percaya), sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik. 2. Argumen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk memilih gagasan yang paling tepat, siswa berdiskusi untuk memilih satu gagasan sebagai solusi. Pemilihan solusi ini harus disertai argumen yang nyata dan jelas. 3. Sudut Pandang Untuk memberikan solusi bagi permasalahan, siswa melihat dari berbagai sudut pandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Hendra Surya (2013: 170), “dengan kemampuan berpikir kritis siswa mampu mengevaluasi dan menilai argumentasi secara kritis. Berpikir kritis akan mendorong siswa untuk selalu melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang dan dari persepektif yang jauh lebih luas.” 4. Prosedur Melalui prosedur atau langkah-langkah model pembelajaran CPST, siswa harus berselang-seling antara berpikir divergen dan berpikir konvergen. Mula-mula siswa berpikir divergen untuk memperoleh gagasan sebanyak mungkin (berpikir kreatif). Kemudian siswa berpikir konvergen (berpikir logis-kritis) untuk memilih gagasan yang paling tepat. Waktu 1 jam pelajaran terlalu singkat untuk menerapkan model pembelajaran CPST. Waktu 1 jam pelajaran adalah 40 menit. Keterbasan waktu ini sesuai dengan pendapat Aris Shoimin (2014: 57) mengenai tantangan implementasi model pembelajaran CPST, “Alokasi waktu, untuk menerapkan model pembelajaran ini dibutuhkan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan model pembelajaran yang lain.” Kurangnya motivasi siswa dalam proses pembelajaran sehingga terjadi beberapa kejadian, seperti kegaduhan kelas ketika kegiatan diskusi berlangsung, terlalu memilih teman kelompok, obrolan antar siswa ketika guru menyampaikan instruksi, dan kejenuhan siswa ketika membaca artikel. Ketidaksiapan siswa ini sesuai dengan pendapat Miftahul Huda (2014: 320) bahwa salah satu tantangan penting yang dihadapi guru saat implementasi model pembelajaran CPST adalah kesiapan siswa, siap/tidaknya siswa menghadapi permasalahan di lapangan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pelatihan rutin terhadap para guru, seperti melalui MGMP sekolah memiliki manfaat penting bagi proses pembelajaran yang akan dilakukan di kelas. Sebagaimana pendapat Dimyati & Mudjiono (2009: 48), yaitu perbedaan individual, “Pembelajaran yang bersifat klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara. Antara lain penggunaan metode atau strategi belajar-mengajar yang bervariasi sehingga perbedaanperbedaan kemampuan siswa dapat terlayani.” Pada implementasi model pembelajaran CPST, guru memiliki peran aktif membimbing jalannya pembelajaran. Guru aktif mengecek alternatif solusi yang dikemukakan siswa. Peran aktif guru mengecek alternatif solusi menunjukkan bahwa guru memiliki sikap dedicated and well informed. Sebagaimana diungkapkan oleh Winarno (2013: 57) bahwa dedicated and well informed teachers adalah mereka yang memiliki iktikad baik dan pengabdian yang besar kepada bangsa dan negara. Guru itu bersedia memberi bimbingan kepada siswa dengan menunjukkan bahan-bahan apa sebagai sumber pengetahuan PKn serta apa yang seharusnya dapat dimiliki siswa. Guru mampu membawa siswa dalam proses pengambilan keputusan yang terbaik dari berbagai alternatif yang dihadapi. Untuk mengganti MGMP sekolah yang tidak bisa berlangsung rutin, maka diganti dengan peninjauan terhadap para guru. Peninjauan dilakukan untuk membahas komponen-komponen pembelajaran di kelas. Sebagaimana diungkapkan oleh Hamrumi (2011: 11), Pembelajaran merupakan suatu sistem instruksional yang mengacu pada seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Komponen pembelajaran meliputi tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, siswa, guru, model pembelajaran, situasi dan evaluasi. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Implementasi
model
pembelajaran
Creative
Problem
Solving
Treffinger (CPST) untuk membentuk kemampuan berpikir kritis siswa kelas commit to user VII SMP Negeri 16 Surakarta CPST dilakukan melalui langkah-langkah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebagai beriku: a) Menentukan tujuan, guru menyampaikan Kompetensi Dasar dan membentuk kelompok dengan anggota 5-6 siswa; b) Menggali data, guru menyajikan permasalahan sosial yang berbeda kepada setiap kelompok; c) Merumuskan masalah, setiap kelompok diberi kesempatan untuk mengidentifikasi permasalahan; d) Membangkitkan gagasan, guru memberi waktu kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya; e) Mengembangkan solusi, siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan alternatif solusi; dan f) Membangun penerimaan, guru mengecek satu solusi yang dipilih tiap kelompok. Dampak implementasi model pembelajaran CPST adalah sebagai berikut: a) Menumbuhkan karakter positif dalam diri siswa, seperti sikap disiplin, tanggung jawab, kerjasama, kerukunan, toleransi, keberanian berpendapat, dan percaya diri; b) Siswa semakin peka terhadap permasalahan sosial dan mampu untuk menyelesaikannya; c) Mampu berpikir kritis. Hal ini terlihat dari beberapa indikator, yaitu watak (dispositions) argumen, sudut pandang, dan prosedur; dan d) Melatih kemampuan berbahasa siswa. Hambatan implementasi model pembelajaran CPST adalah sebagai berikut : a) Keterbatasan waktu; b) Kurangnya motivasi siswa; c) Perbedaan kemampuan siswa; dan d) Tidak terlaksananya Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sekolah. Solusi untuk mengatasi hambatan tersebutn diperlukan peran aktif guru untuk mengatasi keterbatasan waktu, kurangnya motivasi siswa, dan perbedaan kemampuan siswa. Selain itu, dilaksanakan program rutin sekolah, yaitu peninjauan terhadap para guru yang dilaksanakan setiap 6 bulan sekali. B. Saran 1. Bagi Guru a. Guru hendaknya tidak sekedar meminta siswa untuk mengumpulkan hasil diskusi, namun juga melakukan presentasi. Hal ini dimaksudkan supaya semua siswa di kelas mengetahui permasalahan sosial yang diselesaikan kelompok lain dan alternatif solusinya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Guru hendaknya menerapkan model pembelajaran CPST dalam 2 kali pertemuan. c. Guru hendaknya mengacak siswa pembentukan kelompok setelah 2 kali pertemuan. Hal ini supaya siswa dalam satu kelas dapat berbaur dan tidak memilih-milih teman. d. Guru hendaknya melakukan pengecekan terhadap solusi yang dikemukakan siswa untuk mencegah solusi yang tidak sesuai dengan permasalahan. 2. Bagi Siswa a. Siswa hendaknya dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Seperti tidak protes ketika guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, menghargai guru yang sedang berbicara sehingga tidak bertanya halhal yang telah disampaikan guru, tidak bercanda dengan teman lain saat pelaksanaan diskusi, dan berpikir secara mendalam dalam memberikan solusi. b. Siswa hendaknya dapat menjalin komunikasi dengan baik dalam 1 kelompok, sehingga tidak ada solusi yang keluar dari permasalahan. 3. Bagi Sekolah a. Sekolah hendaknya menghimbau kepada para guru SMP Negeri 16 Surakarta supaya lebih sering menggunakan model pembelajaran yang melatih kemampuan berpikir kritis siswa. b. Sekolah hendaknya melakukan peninjauan terhadap para guru SMP Negeri 16 Surakarta setiap 3 bulan sekali. Peninjauan dapat dilakukan pada awal semester dan pasca ujian tengah semester. DAFTAR PUSTAKA Dimyati & Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Hamruni. (2011). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani. Herdiansyah, Haris. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif yntuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Huda, Miftahul. ( 2014). Model-Model dan Pembelajaran : Isu-Isu commit Pengajaran to user Metodis dan Paradigmatis. Jogyakarta : Pustaka Pelajar.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Moleong, Lexy J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Murdiono, Mukhamad. (2012). Strategi Pembelajaran Kewarganegaraan Berbasis Portofolio. Yogyakarta: Ombak. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. (2006). Kementerian Pendidikan Nasional. Shoimin, Aris. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruz Media. Surya, Hendra. (2013). Cara Belajar Orang Genius. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta. Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik : Konsep, landasa Teoritis-Praktis dan Implementasinya, Jakarta : Prestasi Pustaka. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (2007). Bandung: Citra Umbara. Winarno. (2012). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Isi, Strategi, dan Penilaian., Jakarta : Bumi Aksara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user