BAB II IKLIM EMOSIONAL KELAS DAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE
A. Iklim Emosional Kelas 1.
Pengertian Iklim emosional kelas adalah segala situasi yang muncul akibat hubungan antara guru dan peserta didik atau hubungan antar peserta didik yang menjadi ciri khusus dari kelas dan mempengaruhi proses belajar-mengajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim emosional ini diyakini berkorelasi positif dengan tingkah laku dan prestasi peserta didik (Hadiyanto & Subijanto dalam Widodo, 2007). Iklim emosional kelas ditandai dengan kehangatan, demokrasi dan
keramahtamahan. Iklim emosional ini dapat memprediksi prestasi belajar peserta didik (Widodo,2007). Iklim sosio emosional kelas, menekankan pada hubungan interpersonal (hubungan psikologis) antar anggota kelas. Iklim sosio emosional kelas dapat merupakan refleksi dari efektivitas hubungan interpersonal antar anak dan antara anak dengan guru di kelas. Iklim sosio emosional kelas menjadi baik apabila hubungan interpersonal yang terjadi di kelas juga baik, atau tidak ada hambatan psikologis yang berarti. Sebaliknya iklim sosio emosional kelas yang buruk dan tidak berkembang, ditandai oleh adanya hubungan interpersonal di kelas yang tidak harmonis dan tidak kohesif (Saputro, 2004). Cooper (dalam Saputro, 2004) menjelaskan bahwa iklim sosio emosional kelas yang positif merupakan fungsi dari kondisi hubungan interpersonal yang positif antar siswa dan siswa dengan guru di kelas dan merupakan fungsi dari iklim psikososial yang positif.
8
9
Suasana psikososial berhubungan dengan suasana psikologis dari keseluruhan anak di kelas. Misalnya kelas yang gembira, kelas yang tegang, kelas yang tertekan, kelas yang kohesif (akrab, hangat dan nyaman). Suasana psikososial kelas dapat bersifat negatif dan atau bersifat positif. Suasana psikososial kelas yang bersifat negatif adalah suasana psikososial yang tidak menyenangkan
semua
anggota
kelas.
Contohnya
suasana
kelas
yang
menegangkan, mencemaskan, menakutkan, dan lain-lain. Contoh suasana kelas yang positif misalnya suasana kelas yang akrab, menggembirakan, tidak ada tekanan-tekanan dari guru atau dari anak-anak tertentu yang ingin menguasai kelas, suasana kelas yang nyaman, dan hangat (Saputro,2004). 2.
Dimensi-dimensi Iklim Emosional Kelas Moss (dalam Fraser, 1993) mengemukakan ada tiga aspek umum yang
dapat digunakan untuk mengukur lingkungan psikis dan sosial. Ketiga dimensi itu adalah dimensi hubungan (relationship), dimensi pertumbuhan dan perkembangan pribadi (personal grow/develophment) dan dimensi perubahan dan perbaikan sistem (system maintenance and change). Dimensi hubungan (relationship) digunakan untuk mengukur besarnya keterlibatan peserta didik di dalam kelas sejauh mana peserta didik saling mendukung dan membantu, sejauh mana mereka mengekspresikan kemampuan mereka secara bebas dan terbuka. Dimensi ini mencakup aspek afektif dari interaksi antar peserta didik dan antara peserta didik dengan guru (Hadiyanto & Subijanto dalam Pravita, 2007). Dalam dimensi pertumbuhan/perkembangan
pribadi
(personal,
growth/development)
membicarakan tujuan utama kelas dalam mendukung pertumbuhan/perkembangan
10
pribadi dan motivasi diri. Pada dimensi perubahan dan perbaikan sistem (system maintenance and change) dikaji sejauh mana iklim kelas mendukung harapan, memperbaiki kontrol dan merespon perubahan. Aspek-aspek yang termasuk dalam setiap dimensi yang dikemukakan oleh Moss (dalam Fraser, 1993) dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.1 Gambaran Tiap Skala yang Terdapat Pada Berbagai Instrumen (LEI, CES, ICEQ, MCI, CUCEI, QTI, SLEI, CLES, dan WIHIC)
Item Per Skala
Instrumen
Level
Lerning Environment Inventory (LEI)
Sekolah lanjutan
7
Classroom Environment Scale (CES)
Sekolah lanjutan
10
Individual.ised Classroom Environment Questionnaire (ICEQ) My Class Inventory (MCI)
Sekolah lanjutan
10
Sekolah Dasar
6-9
Klasifikasi Skala Brdasarkan Skala Moss Dimensi Dimensi perubahan Dimensi pertumbuhan/ dan perbaikan Hubungan perkembangan sistem pribadi Keterikatan Kecepatan Perbedaan (Cohesiveness) (Speed) (Diversity) Kesulitan Formalitas Perselisihan (Friction) (Difficulty) (Formality) Kesenangan Persaingan Bahan Lingkungan (Favoritism) (Competitivenes) (Material Environment) Cliquenes Kepuasan hati Ketercapaian tujuan (Goal Direction) (Statisfaction) Tidak terorganisasi Apatis (Apathy) (Disorganisation) Demokrasi (Democracy) Keterlibatan Orientasi tugas (Task Kepatuhan dan (Involvement) Orientation) keteraturan Kebersamaan Persaingan ( Order and (Affiliation) (Competition) Organization) Dukungan guru Kejelasan aturan (Teacher support) (Rule Claruty) Pengelolaan kelas (Teacher Control) Pembaharuan (Innovation) Kemandirian Kebebasan Perbedaan (Personalisation) (independence) (Differentation) Partisipasi Penyelidikan (Participation) (Investigation) Keterikatan (Cohesivenes) Perselisihan ( Friction) Kepuasan
Kesulitan (Difficulty) Persaingan (Competitivenes)
11
College and university Classroom Environment Inventory (CUCEI)
Perguruan tinggi
7
Quastionare on Teacher Interaction (QTI)
Sekolah Dasar/ lanjutan
8-10
Science Laboratory Environment Inventory (SLEI)
Perguruan tinggi
7
Constructivist learning Environment Survey (CLES)
Sekolah Lanjutan
7
What is Happening In This Classroom (WIHIC)
Sekolah Lanjutan
8
3. Skala
Iklim
Emosional
(Statisfaction) Kemandirian (Personal.isation) Keterlibatan (Involvement) Keterikatan siswa ( Student Cohesivenes) Kepuasan (Statisfaction) Penolong Pengertian Ketidakpuasan
Keterikatan antar Siswa (Student Cohessivenes)
Relevansi personal (Personal Relevance) Ketidakpastian (uncertainly) Keterikatan siswa (Student Cohessivenes) Dukungan guru (Teacher support) Keterlibatan (Involvement)
Kelas
yang
Orientasi tugas (Task.orientation)
Keterbukaan (Open endednes) Persatuan (Integration)
Suara kritis (Critical voice) Pengendalian bersama (Shared Control) Penyelidikan (investigation) Orientasi Tugas (Task Orientation) Bekerjasama ( Cooperation)
Mengacu
Pada
Pembaharuan (Inovation) Individual (individual.isation)
Kepemimpinan (leadership) Kebebasan bertanggung jawab (Student responsibility and Freedom) Ketidakpastian (Uncertain) Perselisihan (Strich) Kejelasan Aturan (Rule Clarity) Bahan Lingkungan (Materia Environment Negosiasi siswa (Student Negosiation)
Kesamaan (Equity)
Classroom
Environment Scale (CES) Untuk mengetahui bagaimana iklim emosional siswa pada lingkungan belajarnya digunakan lima skala yang mengacu pada CES, yaitu aspek keterlibatan (involvement), kebersamaan (affiliation), persaingan (competition), orientasi tugas (task orientation) dan kepatuhan & keteraturan (order &
12
organization). Skala-skala pada CES yang dikemukakan oleh Fraser (1986), dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Tingkat Keterlibatan Siswa (Involvement) Tingkat keterlibatan siswa yaitu siswa mempunyai perhatian penuh, mengambil bagian di dalam diskusi, melakukan pekerjaan tambahan dan menikmati proses belajar mengajar. Bila siswa aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, maka diharapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dapat terlaksana. b. Tingkat Kebersamaan Siswa (Affiliation) Sikap ramah dan saling memberi dukungan akan menghadirkan kebersamaan dan memiliki perasaan yang sama antar anggota kelompok. Tingkat kebersamaan dipengaruhi oleh baik atau tidaknya kerja sama dan pembagian tugas didalam kelompok. Adanya kebersamaan dalam kelompok dapat menghindari konflik dan menghindari ketegangan. c. Tingkat Persaingan Siswa(Competition) Tingkat persaingan siswa dilihat dari taraf siswa bersaing dengan teman sekelas atau teman sekelompoknya dalam hal nilai maupun penghargaan dari orang lain. Adanya persaingan diantara siswa dapat menumbuhkan motivasi yang positif dalam hal peningkatan aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. d. Tingkat Orientasi Tugas (Task Orientaion) Tingkat orientasi tugas yang dimaksud adalah taraf siswa menyelesaikan setiap tugas yang diberikan dan terus fokus pada materi pelajaran.
13
e. Tingkat Kepatuhan dan Keteraturan Siswa (Order & Organization) Tingkat kepatuhan dan keteraturan siswa yaitu taraf siswa bertindak sesuai aturan, tenang dan dengan cara yang sopan dan mengikuti setiap aturan yang berlaku saat pembelajaran berlangsung. Tingkat kepatuhan dan keteraturan dapat tercermin dari suatu KBM yang kondusif.
B.
Pembelajaran Learning Cycle Model pembelajaran learning cycle berasal dari pemikiran konstruktivisme
dan perkembangan teori dari Jean Piaget. Model ini membagi aktivitas menjadi beberapa fase pengajaran (Abraham, 1997). Perbedaan antara pendekatan learning cycle dengan
pendekatan tradisional yaitu pada learning cycle menekankan
penjelasan (explanation) dan investigasi dari fenomena yang dijadikan bukti-bukti sebagai
latar belakang membentuk
kesimpulan
dan
menekankan
pada
eksperimen/percobaan. Sedangkan pada pendekatan tradisional menekankan pada perkembangan kecakapan dan tehnik, menerima informasi dan mengetahui hasil dari percobaan sebelum melakukannya. Learning cycle dapat menghasilkan kesuksesan yang lebih baik, lebih baik dalam mengingat, meningkatkan sikap terhadap pembelajaran sains dan meningkatkan kecakapan berfikir (Abraham, 1997). Mulanya learning cycle terdiri atas 3 fase. Hal ini diungkapkan oleh Dahar (1996 : 164) bahwa siklus belajar terdiri atas 3 fase yaitu fase explorasi, fase pengenalan konsep dan fase aplikasi konsep. Pada tahap eksplorasi, pebelajar diberi kesempatan untuk memanfaatkan panca inderanya semaksimal mungkin
14
dalam berinteraksi dengan lingkungan melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum, menganalisis artikel, mendiskusikan fenomena alam, mengamati fenomena alam atau perilaku sosial, dan lain-lain. Dari kegiatan ini diharapkan timbul ketidakseimbangan dalam struktur mentalnya (cognitive disequilibrium) yang ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada berkembangnya daya nalar tingkat tinggi (high level reasoning) yang diawali dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana (Dasna dalam Fajaroh 2007). Munculnya pertanyaan-pertanyaan tersebut sekaligus merupakan indikator kesiapan siswa untuk menempuh fase berikutnya yaitu fase pengenalan konsep (Fajaroh,2007). Pada fase ini diharapkan terjadi proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki pebelajar dengan konsep-konsep yang baru dipelajari melalui kegiatan-kegiatan yang membutuhkan daya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Pada tahap ini pebelajar mengenal istilah yang berkaitan dengan konsep baru yang sedang dipelajari (Fajaroh, 2004). Fase pengenalan konsep biasanya dimulai dengan memperkenalkan suatu konsep yang ada hubungannya dengan fenomena yang sedang diselidiki dan didiskusikan pada fase explorasi (Dahar, 1996:164). Pada fase terakhir, yakni aplikasi konsep, pebelajar menerapkan pemahaman konsepnya melalui kegiatan-kegiatan seperti problem solving atau melakukan percobaan lebih lanjut. Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar, karena pebelajar mengetahui penerapan nyata dari konsep yang mereka pelajari ( Fajaroh, 2007).
15
Learning cycle tiga fase telah dikembangkan dan disempurnakan menjadi 5 dan 6 fase. Pada learning cycle 5 fase atau 5E, terdiri dari engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation (Fajaroh, 2007). Pada penelitian ini digunakan learning cycle 5 fase menurut Kendal Hunt (1995). Kelima fase ini terdiri atas engagement, eksploration, explanation, elaboration dan evaluation. Kelima fase ini dapat di lihat dalam skema berikut.
Adapun penjelasan mengenai masing-masing fase adalah sebagai berikut : 1. Fase engagement Pada fase ini, siswa diberikan suatu kejadian atau pertanyaan. Kegiatan engagement membantu siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang mereka ketahui dan apa yang mereka bisa lakukan ( Hunt, 1995). Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan diri pebelajar agar terkondisi dalam menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-ide mereka serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam fase engagement ini
16
minat dan keingintahuan pebelajar tentang topik yang akan diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada fase ini pula pebelajar diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi ( Fajaroh, 2007 ). 2. Fase exploration Siswa bekerja dengan yang lainnya untuk mengeksplor pengetahuannya melalui kegiatan mandiri. Di bawah bimbingan guru, siswa mengklarifikasi sendiri pemahaman mereka mengenai suatu konsep atau pengetahuan (Hunt, 1995). Siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompokkelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum dan telaah literatur ( Fajaroh, 2007 ). 3. Fase explanation Siswa mengungkapkan konsep yang mereka mengerti dari yang mereka pelajari. Guru mengklarifikasi pemahaman siswa dengan memperkenalkan konsep dan pengetahuan yang baru (Hunt, 1995). Guru harus mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini pebelajar menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari ( Fajaroh, 2007 ). 4. Fase elaboration Fase ini menantang siswa untuk mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari dan membangun pemahaman mengenai konsep untuk memperluas
17
pengetahuan dan kecakapan siswa (Hunt, 1995). Siswa menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan dan problem solving. Pada fase ini pun dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya ( Fajaroh, 2007 ). 5. Fase evaluation Siswa mengevaluasi pengetahuan, kecakapan dan kepandaian mereka. Kegiatan ini juga membantu guru untuk mengevaluasi kemajuan siswa (Hunt,1995). Pada fase ini dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi pebelajar melalui problem solving dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong pebelajar melakukan investigasi lebih lanjut ( Fajaroh, 2007 ). Learning cycle mewadahi pebelajar untuk membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Implementasi learning cycle dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivis yaitu (Hudojo dalam Fajaroh, 2007): a. Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa. b. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu. c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah..
18
Kekurangan penerapan learning cycle yang selalu harus diantisipasi adalah sebagai berikut (Soebagio dalam Fajaroh, 2007): 1. efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran. 2. menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pebelajaran. 3. memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi. 4. memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksananakan pembelajaran.
C. Pencemaran 1.
Pengertian Limbah adalah bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi,
baik industri maupun rumah tangga yang kehadirannya pada waktu dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan. Menurut Undang-Undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No.4 Tahun 1982, polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya ( Pujianto, 2007:321)
19
Zat yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Suatu zat dapat disebut polutan apabila jumlahnya melebihi normal, berada pada waktu dan tempat yang tidak tepat (Pratiwi, 2004). 2. Macam-macam Bahan Pencemar Berdasarkan sifatnya, bahan pencemar atau polutan dibedakan menjadi dua macam, yaitu (Pujianto, 2007:322): a. Bahan Pencemar yang Terdegradasi (biodegradable) b. Bahan Pencemar yang Tidak Terdegradasi 3. Macam-macam Pencemaran Macam-macam pencemaran menurut tingkat pencemaran Menurut WHO, tingkat pencemaran di dasarkan pada kadar zat pencemar dan waktu (lamanya) kontak. Tingkat pencemaran dibedakan menjadi 3, yaitu (Pujianto, 2007): a. Pencemaran yang mulai menyebabkan iritasi ringan pada panca indera dan tubuh. Misalnya gas buangan kendaraan bermotor yang menyebabkan mata pedih. b. Pencemaran yang sudah menggangu reaksi faal tubuh dan menyebabkan sakit yang kronis. Misalnya pencemaran Hg (air raksa) yang menyebabkan kanker dan lahirnya bayi cacat. c. Pencemaran yang kadar zat-zat pencemarnya demikian besarnya sehingga menimbulkan gangguan dan sakit nuklir.
atau kematian. Misalnya pencemaran
20
Macam-macam pencemaran menurut tempat terjadinya a. Pencemaran udara Macam-macam gas yang menyusun udara beserta volumenya dapat dilihat dalam tabel 2.2 berikut ini (Pujianto, 2007). Tabel 2.2 Komposisi Udara Kering pada Permukaan Bumi Macam Gas Nitrogen (N2) Oksigen (O2) Argon (Ar) Karbon Dioksida (CO2) Neon (Ne) Helium (He) Ozon (O3)
Volume(%) 78,08 20,93 0,93 0,03 0,0018 0,0005 2 x 102
Udara dikatakan murni jika komposisinya seperti yang tercantum dalam tabel di atas. Sebaliknya, udara dikatakan tercemar jika tercampuri zat-zat pencemar atau polutan dalam konsentrasi tinggi. Berikut adalah pencemar yang seringkali mencemari udara: 1) Asap Asap terutama tersusun atas partikel-partikel kecil karbon (C), partikel karbon yang tertinggal dapat menghitamkan tumbuhan sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis, juga mengotori gedung dan rumah. Selain itu asap di udara mengurangi jumlah sinar matahari yang masuk (Pujianto, 2007:330). 2) Partikulat Partikel dapat berupa debu padat atau titik-titik cair. Sumber polusi partikel selain proses alam juga karena aktivitas manusia seperti peleburan, pembakaran tidak sempurna, transportasi dan kegiatan industri (Sunu, 2001:80). Gas-gas
21
buangan kendaraan bermotor mengandung partikel-partikel mikroskopis yang dilapisi hidrokarbon. Partikel tersebut mungkin beracun karena sifat kimia dan fisiknya dan membawa molekul gas berbahaya yang dapat tertinggal di paru-paru (Sunu, 2001:81). Bagi tumbuhan, partikel dapat mengganggu proses fotosintesis (Sunu, 2001:80). 3) Sulfur Dioksida dan Oksida Nitrogen Batu bara dan minyak bumi mengandung sulfur (belerang). Jika dibakar, bahan tersebut melepaskan sulfur dioksida ke udara dan ketika turun hujan, sulfur dioksida larut dalam air hujan membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam dan air hujan jatuh ke bumi sebagai hujan asam. Hujan asam dapat melarutkan kapur pada dinding atau patung. Jika mengenai tumbuhan, hujan asam dapat menghambat pertumbuhan dan merusak daun-daunnya. Hujan asam yang jatuh ke tanah akan merusak akar-akar tumbuhan dan melarutkan mineral-mineral penting (Pujianto, 2007:330). Sulfur dioksida akan memberikan pengaruh gangguan bagi wanita yang sedang hamil dan gangguan pernapasan (Sunu, 2001:60). Oksida nitrogen yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri dan kegiatan manusia seperti kendaraan bermotor, pembuangan sampah, pembakaran arang, minyak, gas alam dan bensin (Sunu, 2001:63). Oksida nitrogen larut dalam air hujan membentuk asam nitrit (HNO2) dan menyebabkan hujan asam. Asam nitrit akan bereaksi dengan ozon (O3) membentuk asam nitrat (HNO3). Akibatnya lapisan ozon menipis (Pujianto,2007:330). Oksida nitrogen mengakibatkan kerusakan tanaman, gangguan pada sistem syaraf dan pernapasan manusia (Sunu,2001:66).
22
4) Karbon monoksida Gas ini dihasilkan dari gas buangan mobil dan truk juga asap rokok. Jika terhirup, karbon monoksida akan berikatan dengan hemoglobin membentuk karboksihemoglobin (HbCO) sehingga akan mengurangi kemampuan darah untuk mengikat dan membawa oksigen (Pujianto,2007:332). 5) Klorofluorokarbon (CFC) CFC adalah gas yang digunakan sebagai pendingin lemari es atau sebagai pembentuk gelembung-gelembung pada plastik busa. CFC sangat stabil dan terakumulasi di udara dan akan bereaksi dengan ozon. Bersama-sama dengan hidroklorofluorokarbon, halon, metil bromida, karbon tetra klorida dan metil kloroform, CFC dikenal sebagai bahan perusak ozon (ozone depleting substance / ODS). ODS digunakan sebagai pendingin, pemadam kebakaran, pelarut dan pestisida. Pada manusia, peningkatan radiasi sinar ultraviolet yang tidak terserap oleh lapisan ozon akan menyebabkan kanker kulit. Pada tumbuhan menyebabkan penurunan hasil panen. Selain itu mengganggu keseimbangan ekologi dan mengacaukan pola cuaca (Pujianto,2007:332). 6) Karbon Dioksida (CO2) Gas karbon dioksida di udara berasal dari respirasi mahluk hidup, dekomposisi bahan-bahan organik, fermentasi, pelapukan batuan dan pengaruh magma di bawah permukaan tanah, pembakaran bahan bakar fosil, kendaraan bermotor dan didalam kegiatan rumah tangga. Jika jumlah CO2 di udara melebihi batas normal dapat menyebabkan gangguan pernapasan, meningkatkan suhu permukaan bumi karena menimbulkan efek rumah kaca. Selain karbon dioksida
23
gas-gas yang menyebabkan efek rumah kaca diantaranya metana dan klorofluorokarbon (Pujianto,2007:333). b. Pencemaran Air Pencemaran air yaitu masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lainnya ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (Sunu,2001:97). Pengujian diperlukan untuk menentukan sifat-sifat air sehingga dapat diketahui apakah suatu air terpolusi atau tidak, antara lain: 1) Nilai pH. Air normal memiliki pH 6,5-8,5 (Sunu,2001). Jika pH ≤ 4 atau pH ≥ 12,5 maka limbah tersebut dapat dinyatakan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) karena bersifat korosif (Surtikanti, 2007:75). 2) Suhu. Suhu merupakan faktor pembatas bagi setiap organisme. Dalam uji toksisitas, suhu air yang digunakan sekitar 12-25 ºC (Surtikanti, 2007:109). 3) Warna, bau, rasa. Air normal tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa (Sunu, 2001). 4) Adanya padatan. Berupa partikel padatan yang mengendap (Sunu,2001). 5) Nilai DO atau oksigen terlarut. DO (Dissolved oxygen) merupakan salah satu parameter yang sangat penting bagi organisme air untuk mempertahankan kehidupannya dalam proses
24
metabolisme. Kandungan DO yang harus terpenuhi yaitu lebih dari 6mg/L (Surtikanti, 2007:109). 6) Pencemaran mikroorganisme patogen. Sejumlah bakteri Escherichia colli harus diukur dan dipakai sebagai standar kebijaksanaan (Sunu, 2001). 7) Kandungan minyak. Minyak dan lemak sayur atau binatang dapat dijumpai di air limbah perkotaan yang berasal dari makanan dan industri (Sunu,2001). 8) Kandungan logam berat. Ada 2 jenis logam berat yaitu logam berat (heavy metal) yang memiliki berat jenis 5 kali lebih besar dari air contohnya kadmium, timbal dan merkuri dan jenis logam (trace metal) merupakan logam yang terdapat di lingkungan maupun di dalam tubuh manusia dalam konsentrasi yang sangat rendah contohnya tembaga, besi dan seng (Surtikanti, 2007:38). 9) Kandungan bahan radioaktif (Sunu, 2001) Air yang tercemar bakteri akan menyebabkan berbagai penyakit seperti tifus (Salmonella typhi) dan kolera (Vibrio cholerae). Bakteri yang digunakan sebagai indikator tercemarnya air adalah bakteri Escherichia coli. Limbah yang berasal dari pertanian seperti sisa-sisa pupuk, umumnya banyak mengandung ion-ion anorganik, misalnya ion nitrat (NO3-). Limbah industri dan rumah tangga mengandung ion fosfat (PO43-). Jika air mengandung kedua jenis ion tersebut pada tingkat tertentu akan mempengaruhi fungsi hemoglobin dalam mengikat oksigen. Akibat lainnya terjadi proses eutrofikasi yaitu peningkatan
25
nutrisi dan zat-zat makanan untuk pertumbuhan tanaman air sehingga menyebabkan ledakan pertumbuhan tanaman air, contohnya blooming algae. Ketika mati, tanaman dibusukkan oleh bakteri yang memerlukan banyak oksigen, akibatnya terjadi deoksigenasi yaitu penurunan kandungan oksigen dan terbentuk hidrogen sulfida (H2S). Keduanya menyebabkan kematian organisme air. Eutrofikasi dapat diminimalkan dengan cara menggunakan detergen dengan kandungan fosfat rendah dan menggunakan pupuk tanaman yang tidak mudah larut. Tingkat pencemaran air sering dinyatakan dalam BOD. BOD merupakan jumlah oksigen yang digunakan mikroorganisme dalam air untuk mengoksidasi senyawa organik menjadi molekul anorganik sederhana. Makin tinggi nilai BOD maka makin tercemar perairan tersebut. (Pujianto, 2007:325). c. Pencemaran Tanah Pencemaran tanah adalah suatu dampak limbah rumah tangga, industri, dan penggunaan pestisida yang berlebihan pada tanah dan menyebabkan penurunan fungsi tanah karena zat kimia berbahaya di dalamnya. Pencemaran tanah dapat mematikan organisme penyubur tanah. Upaya untuk membersihkan tanah dari bahan pencemar dikenal dengan istilah remediasi. Remediasi dapat dilakukan secara in-situ (di lokasi) dan ex-situ (di luar lokasi). Proses remediasi dapat menggunakan bantuan organisme hidup seperti jamur dan bakteri yang disebut bioremediasi. Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Tanaman juga dapat digunakan
26
untuk menghilangkan atau mengubah zat-zat pencemar menjadi zat yang tidak berbahaya. Hal ini dinamakan fitoremediasi (Pujianto, 2007:337). Pencemaran tanah disebabkan oleh beberapa jenis pencemaran berikut ini (Pratiwi, 2004): 1) Sampah-sampah plastik yang sukar hancur, botol, karet sintetis,
pecahan
kaca dan kaleng. 2) Deterjen yang bersifat non bio degradable (sulit diurai) 3) Zat kimia dari buangan pertanian, misalnya insektisida. d. Polusi Suara Sumber polusi suara berasal dari kendaraan bermotor, mesin pabrik, pesawat terbang, suara musik, pekerjaan konstruksi dan sebagainya. Kebisingan yang terus menerus dan berlangsung dalam waktu yang lama dapat berakibat pada manusia seperti kelelahan, pemarah, gagap, emosi yang tinggi, kerusakan pendengaran, denyut jantung tidak normal (Sunu,2001:28). Perubahan lingkungan karena faktor manusia Banyak sekali aktifitas manusia yang dapat menyebabkan perubahan lingkungan, diantaranya (Pujianto,2007): a. Penebangan Hutan b. Penambangan liar c. Pembangunan Perumahan d. Penerapan Intensifikasi Pertanian Perubahan lingkungan karena faktor alam Beberapa faktor alam yang diketahui dapat mengubah lingkungan antara lain bencana alam, seperti gunung meletus, gempa bumi, gelombang tsunami, tanah
27
longsor, banjir, angin ribut, ataupun kebakaran hutan. Bencana alam dapat mengganggu fungsi hutan atau lingkungan yang lainnya, juga menyebabkan kematian
organisme
dan
memusnahkan
ekosistem.
Dampak
perubahan
lingkungan dapat dirasakan baik secara lokal dan global (Pujianto, 2007). 5. Upaya manusia dalam mengatasi masalah lingkungan Pada dasanya ada tiga cara yang dapat dilakukan manusia untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran serta untuk melestarikan lingkungan, diantaranya (Pujianto,2007) : a. Secara adminisratif Upaya ini dilakukan oleh pemerintah dengan cara mengeluarkan kebijakan dalam bentuk undang-undang dan peraturan-peraturan untuk mencegah pencemaran lingkungan serta eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. b. Secara teknologis Secara teknologis dapat dilakukan dengan mengadakan unit pengolahan limbah untuk mengolah limbah industri sebelum dibuang ke sungai. b. Secara edukatif/ pendidikan Penanggulangan secara edukatif dilakukan melalui berbagai kegiatan penyuluhan masyarakat dan kampanye mengenai pentingnya lingkungan bersih, indah, sehat dan lestari.