BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA TAPANULI TENGAH
2.1. Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi Pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai lokasi dimana penulis melakukan penelitian melalui deskripsi etnografi. Dimana etnografi merupakan suatu deskripsi mengenai lokasi suatu bangsa disuatu lokasi tertentu, suatu wilayah geografis dan administratif suatu bangsa, limgkungan alam dan demografi serta sejarah asal mula suatu suku bangsa. Menyangkut hal ini Fetterman mengungkapkan “ethnography is the science of describing a group of culture” yang mana artinya adalah “etnografi bukan hanya sekedar ilmu melainkan juga seni tentang pendeskripsian suatu bangsa” (Fetterman 1989:11). Untuk menjelaskan mengenai budaya dan adat istiadat yang terdapat di masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah Koentjaraningrat mengungkapkan dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi bahwa ada 7 unsur yang membentuk suatu kebudayaan dalam masyarakat yaitu Bahasa, Teknologi, Mata Pencaharian (ekonomi), Organisasi Sosial, Sistem pengetahuan, Kesenian dan Sistem Religi (Koentjaraningrat, pengantar ilmu antropologi 1979:333). Tetapi dalam pembahsan ini penulis akan membahas 4 dari 7 unsur tersebut yaitu (1) Mata Pencaharian, (2) Sistem Bahasa, (3) Sistem Religi dan Kepercayaan, dan (4) Kesenian. Hal yang akan dibahas dalam Bab II ini adalah mengenai sejarah daerah penelitian, lokasi lingkungan alam dan demografis, begitu pula dengan keadaan masyarakat pesisir kota Sibolga Tapanuli Tengah dan hubungannya dengan budaya adat istiadat yang dituliskan secara ringkas.
25 Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Sejarah Kota Sibolga Tapanuli Tengah Sebelum Sibolga terbentuk teluk Tapian Nauli merupakan salah satu tempat yang ramai dengan aktivitas perdagangan, hal tersebut diketahui pada cacatan pelawat Islam pada abad ke-7 dan Portugis di abad ke-16, dimana teluk Tapian Nauli ,merupakan salah satu pintu masuk perdagangan yang pertama di Pantai Barat Sumatera Utara yang berpelabuhan di Barus 1 . Tengku Luckman Sinar dalam tulisannya yang berjudul “lintasan sejarah Sibolga dan pantai barat Sumatera Utara 1981”. Beliau menyampaikan tentang kondisi teluk Tapian Nauli pada saat itu telah mengalami interaksi antara masyarakat di pesisir pantai teluk Tapian Nauli dengan orang-orang yang tinggal di pedalaman yang sangat membutuhkan bahan-bahan yang hanya dapat diperoleh dari pesisir pantai, sistem perdagangan yang digunakan dengan melakukan barter dengan hasil hutan yang mereka dapatkan. Hal tersebut sering dilakukan oleh “Parlanja”2 atau disebut juga pedagang, dan makin lama semakin banyak orang hilir mudik, dan menetap dipesisir pantai. Awal berdirinya kota Sibolga dimulai dari dibukanya kampung oleh Ompu Datu Horinjom yang berasal dari daerah Silindung (Tapanuli Utara) di Simaninggir yang saat ini termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Tengah. Letak Simaninggir tersebut berada di gunung dekat teluk tapian nauli. Oleh para “parlanja” atau pedagang tempat ini dijadikan sebagai tempat istirahatnya ketika hendak menuju daerah pesisir pantai ataupun sesudah sekembali dari daerah pesisi pantai sebelum kembali kedaerahnya.
1
Tengku Luckman Sinar, SH. Lintas Sejarah Sibolga dan Pantai Barat Sumatera Utara, Harian Waspada 23 juni 1981 2 Pengertian parlanja adalah orang yang membawa barang dengan pikulan dan melakukan kegiatan barter dalam melakukan transaksi
26 Universitas Sumatera Utara
Kawasan Teluk Tapian Nauli diwarnai dengan perdagangan secara paksa antara penduduk dengan pihak Inggris yang berkembang menjadi perang. Sehingga Ompu Datu Horinjom memindahkan permukiman mendekati teluk, yaitu di Simare-mare (salah satu daerah di Kecamatan Sibolga Kota) dan terus melakukan perlawanan terhadap pihak Inggris yang memonopoli perdagangan di teluk Tapian Nauli. Pada tanggal 13 Maret 1815 pihak Inggris mengadakan suatu ikatan perjanjian persahabatan dengan Datuk-Datuk di Teluk Tapian Nauli dengan istilah “Batigo BadusanakI ”. Dengan Raja Sibolga serta Datuk-Datuk yang berada di pulau-pulau kecil disekitar teluk Tapian Nauli yaitu pulau Poncan Ketek (kecil) dan Poncan Gadang (besar) yang saat itu tunduk di bawah kekuasaan Inggris dan disanalah Inggris mendirikan benteng dan pada tahun 1801 ditetapkan Jhon Prince sebagai residennya. Menurut Tengku Luckman Sinar bahwa dari hasil catatan riset seorang pembesar Belanda EB. Kielstra : dalam periode 1833 – 1838 di Sibolga di huni penduduk segala etnis terutama orang Batak yang berasal dari wilayah Angkola yang mengungsi, dan setelah pusat pemerintahan asisten Resideni Tapanuli bertempat di sekitar Aek Doras. Sibolga menjadi ramai, meskipun di kelilingi oleh sawah dan rawa-rawa, penduduk suku Batak yang sudah beragama Islam ssudah menjadi “pesisir” dengan adat sendiri yang spesifik. Periode selanjutnya antara tahun 1838 – 1842 setelah Belanda membuka jalan dari Sibolga hingga Portibi (Tapanuli Selatan) dan pada saat itu Sumatera Barat sudah meningkat menjadi “Gouvernent” (propinsi) dan Tapanuli menjadi salah satu Residennya. Pada tanggal 7 Desember 1842 ditetapkan Sibolga menjadi Ibukota Residen Tapanuli yang dipimpin oleh seorang Afdelinghoof (kepala daerah). Wilayah yang termasuk afdeling. Sibolga ialah : Sibolga, Tapian Nauli, Badiri, Sarudik, Tukka, Sai Ni Huta, dan pulau-pulau kecil didepan teluk Tapian Nauli, yang mana disetiap daerah dikepalai oleh seorang Districhoof (Demang). Pada tahun 1947,
A. M.
27 Universitas Sumatera Utara
Djalaluddin diangkat menjadi kepala daerah Sibolga di waktu jabatan Beliau ini lah Sibolga dibentuk menjadi daerah otonom tingkat B sesuai dengan surat keputusan Residen Tapanuli N. R. I (Negara Republik Indonesia) tanggal 29 November 1946 Nomor 999, san selaku realisasi dari surat keputusan Gubernur Sumatera Utara N. R. I tanggal 17 Mei 1946 no. 103, dan kota otonom Sibolga itu dipimpin seorang Walikota yang dirangkakan kepada Bupati Tapanuli Tengah3. Terhitung pada tanggal 24 November 1956 sejak berlakunya undang-undang darurat nomor 8 tahun 1956, yang mengatur pembentukan daerah otonom kota-kota besar dalam lingkungan daerah Propinsi Sumatera Utara, dimana dalam pasal 1 dalam undang-undang darurat no. 8 tahun 1946 itu ditetapkan pembentukan 4 kota besar yaitu: Medan, Pematang Siantar, Sibolga, dan Kutaraja. Menurut undang-undang darurat ini Sibolga menjadi kota besar dengan batas wilayah sesuai dengan keputusan Residen Tapanuli tanggl 29 November 1946 no. 999. Setelah keluarnya surat keputusan menteri dalam negeri tanggal Desember 1957 no.u.p15/2/1 diangkatlah D. E Sutan Radja Bungaran menjadi Walikota Sibolga, dan sejak 1 Januari 1958 berakhir pula perangkapan jabatan Walikota Sibolga oleh Bupati Kabupaten Tapanuli Tengah dan secara administratif menjadi Kotamadya di luar Kabupaten Tapanuli Tengah.
3
Dalam tulisan Prof. M. Solly Lubis, SH. “Sibolga dan Sekeping Sejarahnya” dalam buku hari jadi sibolga,Pemko Sibolga, 1998. 16:111.
28 Universitas Sumatera Utara
Berikut merupakan nama-nama Kepala Daerah di Kota Sibolga sejak Era Proklamasi hingga Sekarang. Table 1
No
NAMA
PERIODE
1
A.M Djalaluddin
06-11-1947 s/d 10-12-1947
2
M. Sorimuda
11-12 1947 s/d 11-08-1952
3
Ibnu Saadan
12-08-1952 s/d 10-02-1954
4
R. Djungdjungan Lubis
11-02-1954 s/d 31-12-1957
5
D.E.Sutan Radja Bungaran
01-01-1958 s/d 31-08-1959
6
H.A. Murad Tandjung
01-09-1959 s/d 04-03-1965
7
Syariful Alamsyah
05-03-1965 s/d 24-11-1965
8
Firman Simanjuntak
24-11-1965 s/d 18-06-1974
9
Pandapotan Nasution, SH
19-06-1974 s/d 19-0601979
10
Khairuddin Siregar, SH
19-06-1979 s/d 19-06-1984
11
Baharuddin Lubis, SH
19-06-1984 s/d 19-06-1989
12
Drs. Ali Amran Lubis, SH
19-06-1989 s/d 18-06-1994
13
Drs. Zainuddin Siregar
18-06-1994 s/d 19-06-1999
14
Drs. Sahat P. Panggabean
19-06-1999 s/d 28-08-2010
15
Drs. H.M. Syarfi Hutauruk
28-08-2010 s/d Sekarang
Sumber : bpssibolga:http//sumut.bps.go.id/sibolga
29 Universitas Sumatera Utara
Secara Goegrafisnya Sibolga terletak antara 10 44’LU (Lintang Utara) dan 980 47’ BT (Bujur Timur). Wilayah administratif Kota Sibolga terdiri dari 4 Kecamatan dan 17 Kelurahan. Berikut merupakan batas-batas wilayah Kecamatan Kota Sibolga dan Kelurahan di Kota Sibolga. Table 2 No 1
2
3
4
Kecamatan
Kelurahan
Banyak lingkungan
Sibolga Utara
Sibolga ilir
4
Angin Nauli
5
Huta Tonga-tonga
4
Huta Barangan
3
Simare-mare
4
Kota Baringin
4
Pasar Baru
4
Pasar Belakang
4
Pancuran Gerobak
4
Aek Habil
4
Aek Manis
4
Aek Parombunan
4
Aek Muara Pinang
4
Pancuran Dewa
4
Pancuran Bambu
4
Pancuran Pinang
4
Pancuran Kerambi
4
Sibolga Kota
Sibolga Selatan
Sibolga Sambas
Sumber : bpssibolga:http//sumut.bps.go.id/sibolga
30 Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Demografi Kota Sibolga Jumlah penduduk Kota Sibolga menurut catatan biro pusat statistic kota Sibolga yang dikeluarkan oleh Kantor BPS Sibolga untuk laporan tahun 2010 dengan data laporan tahun 2009, terlihat bahwa jumlah penduduk Sibolga adalah 96.341 jiwa dengan luas wilayah daerah 10,77 Km2 dengan rata-rata pertumbuhan prnduduk 1,99 pertahun Tabel 4 Jumlah penduduk Kota Sibolga Sensus Penduduk (population cencus) Kota
Sibolga
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
1990
2000
2006
2007
2008
2009
71.895
82.310
91.941
93.207
94.614
96.341
Sumber : bpssibolga:http//sumut.bps.go.id/sibolga
Pada umumnya Kota Sibolga sendiri terdiri dari berbagai etnik yaitu Toba, Mandailing, Angkola, Nias, Minang, Aceh, Bugis, Melayu, serta etnis Cina dan Jawa, pemerintah kota Sibolga sendiri pada saat ini memiliki motto/semboyongan : Negeri Berbilang Kaum.
2.1.3. Identitas Kultural Etnik Pesisir Etnik pesisir Sibolga Tapanuli tengah merupakan salah satu kelompok masyarakat yang awal keberadaannya sebagai suatu etnik yang berada si Pesisir Pantai Barat Pulau Sumatera tepatnya di Proponsi Sumatera Utara, dimana kelompok masyarakatnya memiliki sejarah yang panjang sebagai suatu etnik tersendiri yaitu “etnik Pesisir”.
31 Universitas Sumatera Utara
Sejarah yang panjang sebagai suatu etnik adalah dimana awal keberadaan dan terbentuknya etnik ini tidaklah terjadi begitu saja, melainkan telah melalui beberapa situasi an kejadian tertentu seperti : kelahiran, kematian, penjajahan (colonisasi), perang, kejadian bencana alam dan perpindahan penduduk, salah satunya adalah terjadinya peperangan antara Aceh dengan kelompok masyarakat Batak 1523 sehingga banyak penduduk yang membuka permukiman baru di wilayah Barat4 . Dan adanya perang Monjo (Bonjol) tahun 1700 orang Batak dari Silindung berangsur-angsur menyebar kearah Pantai Barat Sumatera Utara salah satu keturunan yang melakukan perpindahan kewilayah pesisir Pantai Barat adalah keturunan dari marga Hutagalung yang kemudian membuka perkampungan di sekitar aliran Aek Doras, yang mana kemudian masyarakat Silindung tersebut berkembang dan membentuk kelompok masyarakat yang terstruktur dan dipimpin oleh sorang Kepala Kuria/ Raja. Lambat laun keadaan daerah terus-menerus mulai berkembang, terdapat juga beberapa kelompok masyarakat dari luar daerah yang berbaur didaerah tersebut, seperti kelompok masyarakat dari etnik Mandailing, etnik Angkola, dan Minang. Dalam perkembangannya beberapa kelompok masyarakat tersebut kemudian meyesuaikan kebudayaannya masing-masing yang memiliki persamaan maupun perbedaan yang telah dibandingkan untuk membentuk suatu etnik dan pemeliharaan batas-batas kesamaan yang ada pada dua atau lebih kelompok masyarakat tersebut, kemudian atas kesepakatan bersama disatukan yang kemudian menjadi etnik.
4
Batak dulu dan Sekarang W. Simanjuntak. 1961:14, dikutip dari skripsi Chandra C. Prawira, 2011. Kajian Organologi Singkadu Alat Musik Tiup Pesisir Sibolga Buatan Bapak Kadirun, Medan.
32 Universitas Sumatera Utara
Terjadinya proses tersebut dapat dilihat dari ciri yang dimiliki individu (manusia) Etnik Pesisir dimana sebagian masyarakatnya masih menggunakan marga baik itu marga Toba ataupun Mandailing, dalam kenyataannya memang marga tersebut bukanlah suatu hal yang mutlak sebagai ketentuan didalam Adat Sumando5 pesisir. Setiap anggota kelompok tertentu yang melakukan migrasi, sering terjadi keadaan dimana mereka tercabut dari akar budaya etniknya karena mangdopsi nilai-nilai baru. Akan tetapi mereka tetap menganggap diri sebagai anggota etnik yang sama dengan orangtuanya (keturunan dan pertalian darah) dan juga tetap diakui sebagai kelompok etniknya. Dalam etnik Pesisir sendiri terdapat beberapa kelompok masyarakat etnik Minang maupun etnik Batak yang telah tergabung didalam satu ikatan etnik Sumando pesisir yang berdasarkan Islam, tidaklah mutlak secara keseluruhan status yang dimilikinya akan dihilangkan baik itu Marga maupun hubungannya terhadap kelompok masyarakat awalnya. Sebagai suatu hal yang tidak bisa dipungkiri dan menjadi fakta bahwa individu tersebut sebelum menjalin ikatan dengan Adat Sumando Pesisir merupakan individu yang memiliki identitas kultur sendiri dan menjalin suatu ikatan hubungan dengan etnik Pesisir yang disahkan melalui Adat Sumando. Begitupun ada kelompok masyarakat awalnya juga tidak dapat memungkiri bahwasanya berdasarkan identitas maupun status individunya tersebut merupakan satu kesatuan dengannya, tetapi dalam ruang lingkup adat dan budaya telah berbeda.
5. Adat Sumando adalah pertambahan atau percampuran satu keluarga dengan keluarga lain yang seagama, yang diikat dengan tali pernikahan menurut hukum Islam dan disyahkan dengan suatu acara adat pesisir.
33 Universitas Sumatera Utara
Etnik Pesisir yang terdapat di Pesisir Barat Sumatera Utara ini dalam proses terbentuknya sebagai suatu etnik tidak terlepas dari proses Asimilasi6 dengan beberapa kelompok masyarakat diluar letak geografisnya7, seperti etnis Batak Toba, etnik Minang, dan etnik Mandailing yang dalam perkembangannya menjadi suatu etnik yang berbeda secara budaya dan adat dengan beberapa kelompok etnik masyarakat disekitarnya. Mengenai hal tersebut Koentjaraningrat menyampaikan “Kesatuan Kebuadayaan” bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar, misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli kebudayaan, atau lainnya, melainkan oleh warga kebuadayaan bersangkutan itu sendiri. Seperti contoh kebudayaan Sunda yang memiliki kebudayaan tersendiri
yang berbeda
dengan kebudayaan Jawa, atau Banten, ataupun dengan Bali, bukan karena ada penelitipeneliti luar yang telah menentukan kebudayaan Sunda itu sendiri, tetapi karena orang-orang Sunda sendiri sadar bahwa diantara mereka ada keberagaman mengenai kebudayaan mereka, sehingga membuat kebudayaan Sunda memiliki kepribadian dan identitas khusus yang berbeda dengan kebudayaan tetangga-tetangganya8.
6
Asimilasi adalah proses sosial yang timbul dari beberapa golongan-golongan manusi dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif unutk waktu yang lama sehingga kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifat khasnya sehingha lambat laun membentuk satu kebudayaan yang baru (budaya campuran) 7 Letak Geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari kenyataanya di bumi atau posisi daerah itu pada bola bumi dibandingkan dengan posisi daerah lain. Letak geografis ditentukan pula oleh segi astronomi, geologis, fisiografis, dan sosial budaya. 8 Koentjaraningrat Pengantar Ilmu Antripologi 1979:264
34 Universitas Sumatera Utara
2.2 Masyarakat Pesisir di Kecamatan Sibolga Kota Kota Siboga merupakan daerah Otonomi Tingkat II yang dipimpin oleh seorang Walikota. Pada Tahun 2002 berdasarkan SK Walikota Sibolga, Kota Sibolga dibagi menjadi 4 kecamatan, yaitu: 1. Kecamatan Sibolga Utara 2. Kecamatan Sibolga Kota 3. Kecamatan Sibolga Selatan, dan 4. Kecamatan Sibolga Sambas Sesuai dengan lokasi penelitian yang dietapkan oleh penuli, maka Kecamatan Sibolga Kota adalah lokasi yang tepat, karena hamper semua masyarakat yang tinggal di Kecamatan Sibolga Kota ini adalah orang-orang Pesisir dan masih memakai Kesenian Sikambang dalam acara-acara mereka terutama acara adat perkawinan, walaupun tidak semua dikarena biaya nya yang cukup mahal.
2.2.1 Mata Pencaharian. Masyarakat Suku Pesisir sebagai penduduk asli dikawasan Pesisir Pantai Barat Sumatera Utara mempunyai mata pencaharian sebagai Nelayan, Petani, Pedagang, Pegawai Negeri, ABRI, Buruh, Pengerajin, Penarik becak, dan lain-lain. Sesuai dengan alam pantai, tentunya sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah sebagai nelayan. Namun perlu kita ketahui bahwa dulunya masyarakat sibolga juga memiliki karya seni kerajinan tenun Kain Pelekat dan Selendang Maduara serta KendangKendang Suji Malako yang sampai sekarang masih dikenal walaupun tidak seperti dahulu kala, karena Selendang Maduara merupakan suatu kebanggaan dan tradisi yang telah diadatkan apabila pengantin baru wanita (Anak Daro) berkunjung kerumah mertuanya maka pengantin wanita tesebut akan memakai Selendang Maduara. Kendang-kendang Suji Malako 35 Universitas Sumatera Utara
dipakaikan kepada pengantin wanita sebagai penutup dada, sebagian bagian dari pakaian adat yang dipakai wanita bernama Sanggu Gadang ketika berlangsungnya Peresmian Perkawinan. Brerikut merupakan beberapa jenis nelayan serta cara menangkap ikan : a. Nelayan Pamukek Nelayan Pamukek adalah nelayan yang menggunakan pukat atau jaring untuk menangkap ikan dilaut, yang digerakkan oleh mesin maupun tenaga manusia untuk menarik jaring dan mengangkat ikan tangkapannya. b. Nelayan Penjaring Nelayan yang pekerjaannya menangkap ikan dilaut dengan mempergunakan jaring yang digerakkan oleh mesin dan tenaga manusia bersama-sama baik ditengah laut maupun ditepi pantai. c. Pukek Tapi Nelayan yang pekerjaannya menangkap ikan dengan pukat ditepi pantai dengan mempergunakan tenaga manusia yang ditarik dari kejauhan 1 km dari pantai bersamasama dan biasanya para Nelayan Pamuge akan membeli ikan yang telah siap dipasarkan kepada masyarakat ditempat penangkapan ikan. d. Nelayan Pamuge Nelayan pamuge adalah nelayan yang pekerjaannya membeli ikan dari nelayan ditengan laut, dari para nelayan penjaring atau nelayan yang menangkap ikan ditengah laut. e. Nelayan Paralong-alaong/Parlanja Nelayan Paralong-along dan Parlanja adalah nelayan yang pekerjaannya membeli ikan dari para Nelayan Pamuge ditepi pantai dan para nelayan paralong-along/parlanja menjajakan ikan kepada masyarakat dalam kampong.
36 Universitas Sumatera Utara
f. Nelayan Panjamu Nelayan Panjamu adalah nelayan yang pekerjaannya hanya menjemur ikan yang telah dibelinya dari nelayan penjaring dan kemudian setelah ikan kering maka akan dijual kepada nelayan pagudang (orang yang membeli ikan yang sudah kering untuk dipasarkan kedaerah lain). g. Nelayan Pagudang Nelayan Pagudang adalah nelayan yang pekerjaannya sebagai pembeli ikan yang sudah dijemur oleh nelayan panjamu untuk dikumpulkan ditempat pergudangannya dan dijual kepada para pedagang ikan dari luar kota sibolga.
2.2.2 Sistem Bahasa Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan keinginan dan maksud seseorang kepada orang lain dengan berbagai cara dan lambang, antara lain dengan tulisan, lisan, isyarat dan gerakan yang seusaha mungkin dimengerti orang lain. Bahasa pesisir merupakan bahasa yang dipakai masyarakat pesisir Sibolga dalam berinteraksi antara sesamanya, bahasa pesisir merupakan percampuran bahasa dari daerah lain diluar daerah pesisir Sibolga, seperti bahasa Minang dan Batak walaupun bahasa Pesisir mempunyai persamaan kalimat dengan daerah lain, namun fungsi dan penempatannya sangat berbeda menurut artinya misalnya perkataan : •
Kau kata ini hanya digunakan sebagai kata panggilan bagi orang yang berkelamin perempuan dan tidak berlaku untuk laki-laki.
•
Ang khusus dipakai untuk panggilan kepada laki-laki.
•
Ta’uti khusus kepada kakak ipar.
•
Ta’ajo khusus kepada abang ipar.
•
Uci sebutan untuk Nenek. 37 Universitas Sumatera Utara
•
Angku sebutan untuk kakek.
•
Aya merupakan panggilan kepada Ayah kandung.
•
Umak merupakan panggilan kepada Ibu kandung.
•
Ambo dalam bahasa pesisir Sibolga dipakai kata yang menyatakan Saya atau Aku.
•
Munak untuk menyatakan orang kedua dan orang ketiga tunggal. Bahasa pesisir Sibolga sendiri terdapat beberapa kosa kata yang digunakan untuk
menyatakan waktu seperti kata Nanti atau Besok didalam
bahasa pesisir Sibolga kata
tersebut dinyatakan melalui kata be’ko sebagai kata menyatakan Nanti dan kata Barisuk untuk menyatakan Besok, kata Kapatang dalam bahasa pesisir kata ini digunakan untuk menyatakan Kemarin dan kata Sabanta yang memiliki arti Sebentar. Sedangkan untuk menyatakan suatu bentuk dalam bahasa pesisir Sibolga menggunakan kata-kata seperti kata Kepeng untuk menyatakan uang, kata ini meliliki persamaan dengan kata hepeng dalam bahasa Batak. Kata lain yang sering digunakan adalah kata Gadang untuk menyatakan Besar dan kata Ketek untuk menyatakan Kecil, dimana dalam hal ini kata Gadang dan Ketek ini juga digunakan oleh masyarakat Minang untuk menyatakan Ruang dan Bentuk. Selanjutnya dalam bahasa pesisir Sibolga terdapat beberapa kata yang dipakai untuk menyatakan Parange9, seperti kata Jahek dan Songe untuk menyatakan sifat jahat dan Songe = rupa yang buruk, kata Rancak untuk menyatakan rupa yang Cantik. Dalam keberadaannya bahasa pesisir ini lebih dominan dipakai oleh masyarakat Sibolga yang berdomisili didaerah Sibolga bagian selatan, bagian utara, dan sibolga sambas dimana didaerah tersebut masyarakatnya mayoritas adalah masyarakat dengan mata pencaharian nelayan, yang mana dalam besosialisasinya sehari-hari selalu menggunakan bahasa pesisir ini.
9
Dalam bahasa Sibolga kata Parange meiliki arti kata sebagai Sifat
38 Universitas Sumatera Utara
Beberapa kalimat dalam bahasa Pesisir : 1. Kamarin ambo ala pai karuma Ta’uti nandak manyalasekan utang piutang kitotu, tapi katonyo diamisuk sajola karano inyo nandak pai pulo ka siboga. 2. Ala dikecekkan Uci kadimunak, jangan bamain juo disanjo barebuktu baiko tasapo, tapi munak indak picayo, kiniko rasaila. Artinya : 1. Kemarin saya sudah pergi kerumah kakak ipar untuk menyelesaikan hutang piutang kita, tapi katanya dua hari lagilah karena dia mau pergi ke Sibolga. 2. Sudah dikatakan Nenek kepada kalian, jangan bermain juga diwaktu senja menjelang Magrib, nanti kalian keteguran, tapi kalian tidak percaya, sekarang rasakanlah.
2.2.3 Sisten Religi Selain dari keberagaman etnis, kota Sibolga juga meiliki keberagaman agama yang dianut masyarakatnya, berdasarkan sensus yang diadakan oleh biro pusat statistik kota Sibolga untuk laporan tahun 2008, mayoritas penduduk Sibolga beragama Islam yang mencapai 47.763 jiwa atau sekitar 58,46 % dari total penduduk Sibolga, dan agama Kristen Protestan sekitar 26.436 jiwa atau sekitar 32,36%, Budha 3000 jiwa, Hindu 115 jiwa dan penganut agama kepercayaan sekitar 0,1%10 .
10
Sumber bps sibolga http//sumutbps.go.id.sibolga
39 Universitas Sumatera Utara
Sekitar tahun 1858 masyarakat Kuria Sibolga masih menganut kepercayaan terhadap roh nenek moyang, sedangkan orang-orang yang tinggal dipulau-pulau sekitar Teluk Tapian Nauli sudah beragama Islam, yang masuk melalui pantai Barus orang-orang yang tinggal dikepulauan sekitar Teluk Tapian Nauli menyebut orang-orang yang tinggal di Kuria Sibolga dengan sebutan “orang Topi” (orang-orang daratan yang masih parbegu). Setelah tahun 1860 orang-orang yang ada di Kuria Sibolga mulai memeluk Agama Islam dan mengikat perkawinan dengan keluarga Datuk Pasar (Datuk yang mengepalai pulau-pulau kecil disekitar teluk Tapian Nauli) dan mulai mempergunakan adat Sumando.
2.2.4 Kesenian Seni budaya zaman dahulu seperti Tari, Nyanyi, Pantun Rande dan Talibun maupun Teater, Puisi, Seni Bela diri, Pencak Silat dan lain-lain di Sibolga Tapanuli Tengah Pesisir Pantai Barat Sumatera Utara merupakan gayung bersambut dengan menunjukkan kepribadian dari masyarakat Etnis Pesisir yang mempunyai perasaan halus. Kesenian pesisir Sibolga Tapanuli Tengah dikenal dengan nama SIKAMBANG yang mempunyai ciri khas tersendiri naik dalam bentuk alat music, irama, maupun lirik lagunya.
Gbr. Kesenian Sikambang
40 Universitas Sumatera Utara
Kesenian Sikambang pada umumnya ditampilkan dalam upacara-upacara adat di masyarakat pesisir Sibolga yang dimainkan oleh anak Alek11 . Salah satu upacara adat yang sering di jadikan sarana pertunjukan kesenian Sikambang adalah upacara pernikahan. Dimana dalam Sikambang itu sendiri dalam setiap penyajiannya selalu diiringi Nyanyian. Beberapa Tarian Tradisional masyarakat Pesisir dalam hal ini Tarian dan Nyanyian yang diiringi dengan beberapa instrument alat musik itu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan dari penggabungan tersebut menjadikan kesenian Sikambang ini menjadi kesenian utama masyarakat Pesisir Sibolga. Disamping kesenian lainnya yang meiliki bentuk dan ciri tersendiri yang juga menjadi warna kesenian masyarakat Pesisir Sibolga seperti kesenian Talibun dan Pantun. Dalam masyarakat Pesisir Sibolga terdapat ragam bentuk dan jenis tari yang biasa dipertunjukkan dalam acara-acara adat di masyarakat Pesisir Sibolga seperti acara adat pernikahan dan acara adat lainnya. Berikut ini merupakan jenis tari-tarian yang ada pada masyarakat Pesisir Sibolga : 1. Tari Saputangan yang diiringi dengan lagu Kapri 2. Tari Payung atau Tari Lagu Pulo Pinang, dimana dalam tari ini para penari menggunakan payung. 3. Tari Selendang diiringi dengan Lagu Duo, tari ini dimainkan oleh sepasang pria dan wanita. 4. Tari Pedang yang diiringi Lagu Sikambang Botan. 5. Tari Kipas, tari ini diiringi dengan Lagu Perak-perak. 6. Tari Pahlawan tari yang diiringi dengan Lagu Simati dibunuh. 7. Tari Adok atau Tari Kain yang diiringi dengan Lagu Adok. 8. Tari Anak yang diiringi Lagu Sikambang. 11
Alek merupakan sebutan unutk pemain musik dan penari sikambang didalam acara adat pernikahan (wawancara dengan bapak Fahruddin Sinaga)
41 Universitas Sumatera Utara
Musik pada masyarakat Pesisir Sibolga secara umum adalah Sikambang, dimana Sikambang tersebut merupakan kesenian yang bagian pokoknya terdiri dari tari dan musik yang dalam perkembangannya tidak terlepas dari kelompok masyarakat laut/nelayan. Dimana dari beberapa informasi melalui buku maupun wawancara mengenai keberadaan musik Sikambang dalam hal ini awal munculnya Sikambang secara vocal berawal dari berlayarnya seorang pelaut yang melantunkan syair-syair pantun dengan memukul-mukul papan perahunya sebagai alat musiknya dan disini mulai dikenal dengan Sikambang secara vocal dan selanjutnya dikembangkan oleh
masyarkat nelayan yang sudah mengenal nyanyian
Sikambang tersebut sehingga dalam perkembangan selanjutnya Sikambang menjadi salah satu kesenian di masyarakat Pesisir Sibolga. Dalam
sejarahnya
awal
Sikambang
T.Luckman
Sinar
dan
kawan-kawan
menggambarkan Sikambang berawal dari nama seorang pemuda yang merupakan nahkoda dari puteri Runduk yang berlayar daro Lobu Tua ke Pulau Mursala (Tapanuli tengah). Dalam pelayarannya pemuda tersebut selalu melantunkan syair-syair sambil memukul-mukul papan didinding perahunya, berikut merupakan syair yang dilantunkan pemuda tersebut “pulo banamo haram dewa tampek malape laying-layang, biar diancam samo sewa jangan diputus kasih sayang”,yang selanjutnya dikenal sebagai Sikambang yang dinyanyikan secara vokal. Dalam Sikambang sendiri lagu yang menjadi lagu pokok adalah lagu sebagai berikut, Lagu Duo, Lagu Pulo Pinang, Lagu Perak-perak, Lagu Adok, Lagu Simati Dibunuh, Lagu Sikambang Botan, dan Lagu
Kapri atau yang dikenal dengan (Sikambang Lawik).
Sikambang Lawik ini merupakan
repertoar yang paling tua dimana keberadaaanyapada
awalnya merupakan salah satu syair yang biasa dinyanyikan oleh seorang dukun untuk mengendalikan angin agar tidak terjadi badai saaat berada di tengah lautan.
42 Universitas Sumatera Utara
Alat Musik Pesisir terdiri dari : 1. Gandang Sikambang (Membranophone Single skin frame drums) yang berfungsi sebagai rithem. 2. Gandang Batapik (Double skin cylindrical drums) berfungsi sebagai peningkah dari rithem gandang sikambang. 3. Biola (Chordophone bow lutes) berfungsi sebagai pembawa melodi untuk lagu. 4. Singkadu (Aerophone) berfungsi sebagai pembawa melodi. 5. Carano (Struc idiophone) sejenis tempat yang terbuat dari tembaga dan berfungsi sebagai penentu tempo. Kesenian
Sikambang
tersebut
biasanya
dipertunjukkan
dalam
acara-acara
adat/upacara sebagai berikut : 1. Upacara adat pesta Perkawinan 2. Upacara pesta khinatan/sunat rasul 3. Upacara penyambutran tamu/pembesar negeri 4. Upacara penobatan/pemberian gelar 5. Upacara turun karai (turun tanah) mengayun dan menabalkan nama anak (pemberian nama). 6. Menempati /memasuki rumah baru. 7. Pertunjukkan kesenian/pergelaran. 8. Peresmian-peresmian.
43 Universitas Sumatera Utara