BAB II DESKRIPSI GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1966 DAN GERAKAN MAHASISWA TAHUN 1998 DALAM MENGGULINGKAN REZIM PENGUASA
2. 1. Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 2. 1. 1. Meletusnya Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) Pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945, pemerintahan Indonesia sangatlah rapuh, hal ini ditandai dengan seringnya terjadi gonta ganti kabinet. Melihat hal tersebut, Soekarno selaku Presiden melontarkan gagasan tentang demokrasi terpimpin (sebenarnya ide demokrasi terpimpin berasal dari Ki Hajar Dewantara) ditolak karena untuk menjalankan konsepsi ini haruslah mengganti UndangUndang Dasar (UUD) Sementara yang masih digunakan dengan UUD yang lain1. Celakanya Konstituante yang anggotanya di pilih melalui pemilihan umum 1955 belum menciptakan UUD negara yang baru, hal ini dikarenakan adanya pertarungan antara pendukung ideologi Pancasila dan ideologi Islam. Hal yang paling mendasar yang dibicarakan menyangkut soal dasar negara antara Pancasila, Islam atau Sosialis ekonomi. Akhirnya setelah melihat realitas yang ada di dalam tubuh Konstituante, maka presiden Soekarno dengan didukung angkatan perang khususnya angkatan darat, PNI, PKI dan kekuatan nasionalis dan kiri lainnya mengeluarkan Dekrit presiden pada upacara 5 Juli 1959. Dengan keluarnya dekrit Presiden ini 1
Anhar Gonggong, Ketika Kekuatan Pemuda-Mahasiswa Memulai : Ketika kekuatan Lain Meraih “Untung” dalam Rum Aly, Titik silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, Mitos Dan Dilema : Mahasiswa Dalam Proses Perubahan Politik 1959-1970, (Jakarta : Kata Hasta Pustaka, 2006) hal. XIi
19
Universitas Sumatera Utara
membawa Soekarno sebagai kekuatan politik yang tak tertandingi karena UUD 1945 yang diberlakukan sejak keluarnya dekrit Presiden ini memberikan kekuasaan yang besar kepada kepala negara dan ini sejalan dengan prinsip demokrasi terpimpin. Untuk menyokong kekuasaan Soekarno dan demokrasi terpimpin diciptakanlah seperangkat konsep yang kemudian di sampaikan pada pidato kenegaraan presiden pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul penemuan kembali revolusi kita, dirumuskan oleh DPA sebagai GBHN dengan nama manipol yang kemudian dikaitkan dengan akronim USDEK, U(UUD 1945), S(sosialis
Indonesia),
D(demokrasi
terpimpin),
E(ekonomi
terpimpin),
K(keperibadian Indonesia). Kemudian diciptakan juga konsep yang menunjukan kekompakan ideologi besar dunia yaitu Nasakom, N(nasionalis), A(agama), Kom(komunis)2. Setelah
Soekarno
membubarkan
partai
Masyumi
dengan
alasan
mendukung pemberontakan DI/TII, Soekarno menjadikan dirinya sebagai pusat kekuasaan politik yang dikenal dengan sudut segitiga kekuatan yaitu kekuatan TNI khusus nya angkatan darat pada sudut segitiga dan PKI pada sudut yang lainnya3. Dua kekuatan terakhir ini membangun hubungan dengan Soekarno yang dengan seiring waktu akhirnya menimbulkan gesekan-gesekan antara keduanya baik itu di tingkatan elit maupun akar rumput (grass root). Selain perseteruan antara TNI AD dengan PKI, dunia kemahasiswaan pun terpecah belah karena
2 3
Ibid. hal. XIiii Firdaus Syam, Yusril Ihza Mahendera, Perjalanan Hidup, Pemikiran, Dan Tindakan Politik, (Jakarta : PT Dyatama Milenia, 2004) hal. 178
20
Universitas Sumatera Utara
ideologi yang dianut masing-masing organisasi kemahasiswaan yang cenderung berafiliasi dengan partai politik tertentu. Pasca kemerdekaan berdirilah berbagai organisasi kemahasiswaan antaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang dekat dengan partai Masyumi, Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) yang berafiliasi dengan PSI4, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang berafiliasi dengan PNI, Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) berafiliasi dengan PKI, Resimen Mahasiswa (Menwa) berafiliasi dengan TNI AD dan lain sebagainya5. Semua organisasi kemahasiswaan ini mengikuti konflik yang terjadi pada organisasi induknya yaitu partai politik dan TNI AD. Antara tahun 1950 sampai 1960 an terjadi ledakan jumlah mahasiswa. Bila pada tahun 1946 sampai 1947 terdaftar 387 mahasiswa maka di tahun 1965 ada sekitar 280 ribu mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa perguruan negeri, swasta serta akademi atau institut yang dibawahi berbagai kementerian6. Karena jumlahnya yang besar ini lah semua kekuatan politik baik itu partai politik maupun TNI mencoba merekrut kader dari mahasiswa. Ketegangan politik di kampus terasa semakin memanas setelah GMNI, CGMI, Germindo dan Permi semakin mendominasi senat fakultas dan universitas dihampir semua perguruan tinggi yang ada. Konflik yang terjadi di pada saat itu misalnya ketika kongres nasional ke empat Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI)7 pada bulan April 1964 di Malino, dalam kongres itu GMNI memenangkan 18 kursi dari 24 kursi eksekutif yang ada sedangkan mahasiswa non GMNI yang 4
Francoil Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia, (Jakarta : LP3ES,1985) hal. 7 Suharsi dan Ign Mahendra K, Bergerak Bersama Rakyat, Sejarah Gerakan Mahasiswa Dan Perubahan Sosial Di Indonesia, (Yogyakarta : Resist Book, 2007)hal. 69 6 Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 9 7 Organisasi nasional yang menghimpun semua organisasi intera universitas 5
21
Universitas Sumatera Utara
berasal dari UI dan ITB tidak mendapatkan kursi sehingga mereka menolak hasil kongres itu dan keluar dari MMI8. Perseteruan berikutnya terjadi ditingkatan fakultas sastra UI ketika GMNI dan sekutunya menuntut agar senat yang baru di bentuk dibubarkan karena terdapat unsur-unsur kontra revolusioner seperti HMI. Adapun ketegangan yang cukup mencolok yaitu ketika ketua CC PKI, DN Aidit dengan agresif melontarkan ucapan yang provokatif berupa “kalau CGMI tidak bisa melenyapkan HMI sebaiknya mereka memakai sarung saja” di depan kongres ke III CGMI pada 29 September 19659. Setelah persaingan ideologi yang begitu panjang dan tak terbendung lagi akhirnya meletuslah tragedi berdarah pada malam 30 September memasuki 1 Oktober 1965 yang merenggut nyawa tujuh perwira angkatan darat. Sebelum G30S meletus, Chairul Saleh, wakil perdana menteri III telah mengungkapkan penemuan suatu dokumen rahasia. Dokumen tersebut berjudul “Resume program dan kegiatan PKI dewasa ini” dengan tanggal pembuatan 23 Desember 196310. Di dalam dokumen itu diungkapkan rencana 4 tahun PKI yang akan merebut kekuasaan politik dan kekuasaan negara di tahun 1967. Selain penemuan dokumen rahasia itu, juga tersebar desas desus tentang rencana kudeta yang akan dilakukan dewan jenderal pada tanggal 5 Oktober 1965 yang bertepatan dengan HUT ABRI. Suasana suhu politik pada tahun 1965 ini begitu panas apalagi dengan adanya desas desus akan adanya rencana penculikan terhadap sejumlah perwira tinggi angkatan darat. 8
Suharsi dan Ign Mahendra K, Op. Cit. hal. 71 Rum Aly, Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, Mitos Dan Dilema : Mahasiswa Dalam Proses Perubahan Politik 1959-1970, (Jakarta : Kata Hasta Pustaka, 2006) hal. 137 10 Ibid. hal. 107 9
22
Universitas Sumatera Utara
Puncak dari suhu politik yang memanas pada saat itu di tandai denga terjadinya penculikan perwira TNI AD yang dituduh sebagai dewan jenderal yaitu : Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal R. Soeprapto, Mayor Jenderal MT Harjono, Mayor Jenderal S. Parman, Berigadir Jenderal DI. Pasndjaitan, Berigadir Jenderal Soetojo S dan Letnan Pierre Tendean yang dilakukan pasukan Pasopati di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung, seorang komandan Cakrabirawa. Pasca peristiwa G30S, Mayor Jenderal Soeharto selaku Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) segera mengambil alih kekosongan pimpinan dan melakukan konsolidasi di lingkungan angkatan darat setelah perwira tingginya di culik. Setelah pimpinan TNI AD di pegang, Soeharto memerintahkan Kolonel Sarwo Edhi, komandan Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) untuk melakukan pencarian terhadap perwira TNI AD yang diculik. Tepat pada tanggal 5 Oktober 1965 sekelompok mahasiswa Bandung mendapatkan informasi bahwa perwira yang diculik telah ditemukan di dalam sebuah sumur tua di lubang buaya11. Dalam pandangan Anderson dan Mcvey, menyatakan bahwa peristiwa G30S adalah mewakili kulminasi logis dari kekerasan dan kebencian yang sangat mendalam diantara kelompok-kelompok dan ideologi-ideologi yang jauh lebih luas, kanan dan kiri, islam dan komunis, tuan tanah dan rakyat, santri, priyayi dan petani12.
11 12
Ibid. hal. 201-202 Miftahuddin, Radikalisasi Pemuda PRD melawan tirani, (Depok : Desantara, 2004) hal. 41
23
Universitas Sumatera Utara
2. 1. 2. Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1966 Peristiwa tragis yang merenggut nyawa para perwira TNI AD, langsung di respon oleh mahasiswa dengan membentuk kesatuan aksi pengganyang Gestapu (KAP-Gestapu) pada tanggal 2 oktober 1965 yang di pimpin oleh politikus NU Subchan dan aktivis Katolik Harry Tjan. Lima hari setelah pengangkatan jenazah para perwira TNI AD, KAP-Gestapu mengadakan rapat akbar di Jakarta yang di akhiri dengan penyerangan markas-markas PKI13. Tepat pada tanggal 4 Oktober 1965, jenazah para jenderal dan letnan angkatan darat di temukan dan di angkat dari lubang buaya dengan bantuan pasukan angkatan laut. Berita tentang ditemukannya jenazah para perwira TNI AD di terima oleh mahasiswa dengan sedih dan marah terutama saat mendengar kebuasan pelaku G30S. Pada malam tanggal 4 Oktober 1965 beberapa mahasiswa berkumpul untuk merencanakan apa yang akan dilakukan. Beberapa orang yang hadir pada saat itu antara nya adalah Alex Rumondor, Aswar Aly, Robby Sutrisno, Bonar Siagian, Gani Subrata, Deddy Ardi dan beberapa lainnya14. Pada tanggal 25 Oktober 1965 terjadi pertemuan tokoh-tokoh mahasiswa di rumah Brigjen Syarif Thayeb, Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan. Thayeb mengusulkan pembentukan sebuah organisasi yang bertujuan menyikapi G30S serta memiliki jaringan nasional agar lebih dapat terkoordinir. Usulan Thayeb di terima mahasiswa dan akhirnya terbentuklah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).
13
Michael Van Langenberg, Gestapu dan Kekerasan Negar, dalam Robert Cribb, The Indonesian Killings, Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966, (Yogyakarta : Mata Bangsa, 2004) hal. 84 14 Rum Aly, Lock. Cit. hal. 202
24
Universitas Sumatera Utara
Komposisi KAMI terdiri organisasi keagamaan meliputi HMI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKRI), dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Kemudian organisasi non keagamaan seperti Sekretariat Bersama Mahasiswa Lokal (SOMAL), Pelopor Mahasiswa Sosialis Indonesia (PELMASI), Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos) dan Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI)15. Pendirian KAMI didukung penuh dari pihak militer dikarenakan bukan hanya ketuanya, David Napitupulu dekat dengan Brigjen Sukendro dan Jenderal Nasution akan tetapi militer khususnya angkatan darat memiliki tujuan yang sama, hal ini secara gamblang di ucapkan Soeharto sendiri dalam percakapan nya dengan Komandan Kostrad Kemal Idris : “Jagalah anak-anak muda ini (mahasiswa) jangan sampai mereka menjadi korban. Gerakan mereka adalah gerakan kita juga, kata Soeharto. Pak, saya telah mendahului mengamankan mereka, jawab Kemal Idris. Oh baik, jangan sampai jatuh korban, pesan Soeharto”16. Setelah terbentuknya KAMI, tuntutan-tuntutan mahasiswa menjadi lebih konkrit, yaitu Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang berisi : pembubaran PKI, retool kabinet dan turunkan harga. Pada saat tritura tercetus pada tanggal 100 Januari 1966 dalam rapat akbar mahasiswa yang berlangsung di kampus UI Salemba, ikut hadir juga Kolonel Sarwo Edhi. Didepan massa KAMI, Kolonel Sarwo Edi di daulat oleh mahasiswa untuk berbicara. Pada saat itu Sarwo Edhi mengatakan Tritura adalah hati nurani rakyat. Seandainya mahasiswa merasa yakin dengan rumusan tersebut, maka saya anjurkan jalan terus17.
15
Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 15 Rosihan Anwar dkk, Kemal Idris : Bertarung Dalam Revolusi, (Jakarta : Penerbit Sinar Harapan, 1996) hal. 137-138 17 Adi Suryadi Cula, Patah Tumbuh Hilang Berganti (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1999) hal. 51 16
25
Universitas Sumatera Utara
Merasa telah mendapatkan dukungan militer, setelah rapat akbar di UI itu selesai, selanjutnya mahasiswa bergerak menuju istana negara untuk mengajukan tuntutan trituta. Setelah sampai di istana negara, mahasiswa di terima oleh Waperdam III Chairul Saleh. Ketua KAMI, Cosmas Batubara membacakan tuntutan Tritura yang dijawab oleh Chairul Saleh bahwa Tritura tidak benar dan menyerahkan keputusan kepada Presiden. Kecewa mendengar jawaban Chairul Saleh, Cosmas Batubara tampil kemuka menyerukan agar mahasiswa mogok kuliah dan menganjurkan rakyat untuk membayar karcis bus sebesar RP 200, bukan Rp 1.000 seperti yang ditetapkan pemerintah setelah keluar keputusan pemotongan nilai mata uang rupiah dan menaikan harga BBM guna mengatasi inflasi. Keputusan itu berlaku pada Desember 1966. Setelah mahasiswa mendatangi istana negara pada tanggal 10 Januari 1966, pada tanggal 15 Januari 1966 ribuan mahasiswa dengan menggunakan truktruk yang disediakan oleh kepala staf Kodam Jaya, Witono dan kepala staf Kostrad Kemal Idris mendatangi istana Bogor untuk berunjuk rasa pada saat Soekarno mengadakan sidang kabinet. Soekarno di dalam sidang kabinet tersebut menyampaikan pidato yang mengkritik keras cara-cara mahasiswa menyampaikan tuntutannya. Soekarno menyerukan kepada siapa saja yang membutuhkan dan setuju dengan nya agar membentuk barisan Soekarno18. Kemudian dalam satu pidato di Jakarta pada tanggal 20 Januari, Soekarno kembali menuduh mahasiswa dimanipulir oleh kekuatan-kekuatan neokolonialis dan imperialis (Nekolim). Akibat pidato Soekarno tersebut timbullah demonstrasi dimana berakibat bentrok antara anggota KAMI dengan mahasiswa pro Soekarno. 18
Ibid. hal. 52
26
Universitas Sumatera Utara
Tepat pada tanggal 24 Februari 1966, KAMI dan kesatuan aksi pemuda dan pelajar Indonesia (KAPPI) memutuskan untuk memboikot pelantikan kabinet Dwikora. Pada saat mahasiswa mencoba masuk kedalam istana negara, pasukan Cakrabirawa menghalangi mereka dengan cara menembak ke arah mahasiswa. Akibat tembakan itu seorang mahasiswa tewas yaitu Arif Rahman Hakim. Ia adalah pahlawan angkatan 66 pertama. Keesokan harinya Soekarno membubarkan KAMI dengan keputusan presiden No. 41/ Kogam/ 1966. Menyikapi pembubaran KAMI, pada tanggal 4 Maret 1966, ribuan mahasiswa berkumpul di kampus UI untuk memproklamirkan organisasi baru pengganti KAMI yang telah di bubarkan oleh Soekarno dengan nama Resimen Arif Rahman Hakim yang terdiri dari 42 universitas dan perguruan tinggi. Keesokan harinya mahasiswa melakukan aksi dengan membawa patung Soebandrio, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri dengan teriakan “anjing Peking” serta mengutuk hubungannya dengan Peking. Mulai saat itu gerakan mahasiswa mendapatkan simpati masyarakat secara luas. Di Bandung para staf pegajar ITB dan Unpad mendirikan kesatuan aksi sarjana Indonesia (KASI) yang bertujuan membantu perjuangan mahasiswa. Pada tanggal 11 Maret 1966 mahasiswa memcoba memboikot sidang kabinet seperti peristiwa 24 Februari 1966 dan dengan dibantu 6 batalion Siliwangi. Merasa khawatir terhadap keselamatan dirinya akhirnya Soekarno bersama Chairul Saleh dan Soebandrio meninggalkan istana negara menuju istana Bogor dengan menggunakan helikopter. Pada saat Soekarno berada di Istana Bogor tiga perwira tinggi menemui Soekarno yang memintanya untuk memberikan kekuasaan yang dibutuhkan guna mengendalikan ketertiban. Setelah
27
Universitas Sumatera Utara
didesak akhirnya Soekarno menandatangani surat perintah yang memberikan kekuasaan kepada Soeharto untuk memulihkan ketertiban dan stabilitas negara19. Di kemudian hari surat perintah itu kita kemal dengan nama Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar.
2. 1. 3. Jatuhnya Presiden Soekarno Setelah Supersemar ditanda tangani oleh Soekarno, kemudian ke tiga jenderal yang terdiri dari Mayjen Basoeki Rahmat, Brigjen Amir mahmud dan Brigjen M. Jusuf membawa surat tersebut untuk diserahkan kepada Soeharto. Pada tengah malam 11 Maret 1966, Kemal Idris memberitahukan para mahasiswa yang berlindung di markas komando tempur (Kopur) bahwa PKI sebentar lagi akan dibubarkan. Aktivis mahasiswa mendengarnya dengan suka ria20. Tepat pukul 06.00 WIB sabtu pagi 12 Maret 1966 diumumkan bahwa Letnan Jenderal Soeharto telah menerima Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dan pada saat itu juga dengan kekuasaan yang ada di tangannya Soeharto secara resmi membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya. Mendengar siaran itu sejenak Jakarta mendadak diliputi suasana pesta kemenangan. Untuk menindaklanjuti pembubaran PKI beserta ormasnya, pada tanggal 18 Maret 1966, 15 Menteri kabinet Dwikora yang disempurnakan di tangkap dengan alasan pembersihan kekuasaan dari pengaruh PKI yang dituduh bertanggung jawab terhadap meletusnya peristiwa G30S. Sebagian besar penangkapan dilakukan oleh pasukan RPKAD. Adapun menteri yang ditangkap tersebut ialah : Dr. Soebandrio, Drs. Yusuf Muda Dalam, Mayjen Achmadi, Drs. 19 20
Francoil Raillon, Op. Cit. hal. 19 Rosihan Anwar dkk, Op. Cit. hal. 188
28
Universitas Sumatera Utara
M. Achadi, Wie Tjoe Tat SH, Dr. Chairul Saleh, Ir. Setiadi Reksoprodjo, Astrawinata SH, Armunanto, Sudibjo, Letkol M. Imam Syafei, S Martopradoto, Jk Tumakaka, Koerwet Kartadiredja dan Mayjen Sumarno S. Pada saat berlangsungnya Sidang Umum IV MPRS yang dilaksanakan pada 20 Juni sampai 5 Juli 1966 di Jakarta, sikap anti Soekarno semakin meningkat dan terbuka. Pada 12 Juni SOMAL menyampaikan tuntutan agar gelar pimpinan besar revolusi Soekarno ditinjau ulang dan pembatalan sebagai presiden seumur hidup21. Dalam SU IV MPRS inilah akhirnya gelar pemimpin besar revolusi dan jabatan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup dicabut. Pada saat yang sama Jenderal A H Nasution terpilih secara aklamasi sebagai ketua MPRS. Pada tanggal 22 Juni 1966 di depan SU IV MPRS Presiden Soekarno membacakan pidati pertanggung jawaban yang dinamai dengan Nawaksara. Dengan keputusan No 5/ MPRS/1966 tertanggal 5 Juli 1966, MPRS meminta presiden Soekarno melengkapi pidato nya tersebut22. Untuk memenuhi permintaan MPRS agar melengkapi pidato pertanggung jawabannya, Soekarno pada tanggal 10 Juni 1967 menyampaikan pidato pelengkap Nawaksara. Akan tetapi pidato pelengkap Nawaksara Presiden Soekarno ditolak oleh MPRS dengan mengeluarkan keputusan No 13/B/1967. Pada tanggal yang sama juga dikeluarkan keputusan MPRS No 14/ b/ 1967 tetang penyelenggaraan Sidang Istimewa MPRS (SI MPRS). Akhirnya pada tanggal 7 Maret 1967 SI MPRS menghasilkan keputusan yang tertuang dalam TAP MPRS No XXXIII/ MPRS/ 1967 berupa pencabutan
21
22
Rum Aly, Op. Cit. hal. 275 Www.Tempointeraktif.Com
29
Universitas Sumatera Utara
kekuasaan pemerintah dari Presiden Soekarno dan pengangkatan Soeharto sebagai Pejabat Presiden hingga dilaksanakannya pemilihan umum.
2.2. Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 2. 2. 1. Krisis Ekonomi Tahun 1997 Gerakan mahasiswa tahun 1998 yang berhasil menurunkan Soeharto dari kursi presiden tidak dapat kita pisahkan dari timbulnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Pada masa-masa awal pemerintahan Orde Baru (1971-1981), pertumbuhan ekonomi Indonesia sangatlah mengesankan, diatas 5% pertahun, hal ini bahkan sampai pada tahun 1997. Hal Hiil dari Australian Nastional University (ANU) menyatakan bahwa pertengahan tahun 1997 perekonomian Indonesia tetap kokoh. Bahkan menurut pemenang Nobel ekonomi, Joseph Stiglitz menyatakan bahwa Soeharto telah berhasil mengentaskan kemiskinan23. Pada awal tahun 1997, pemerintah Indonesia tetap merasa percaya diri dengan kekuatan fundamental ekonomi Indonesia yang telah dibangun selama 30 tahun melalui tahapan pembangunan yang disebut pembangunan lima tahunan (pelita). Pada saat nilai mata uang di beberapa negara di Asia seperti baht (Thailand), won (Korea Selatan), ringgit (Malaysia) dan peso (Filipina) mengalami depresi, pemerintah dibawah pimpinan Soeharto tetap saja tenang dan berkeyakinan bahwa krisis yang melanda Asia tidak akan menimpa Indonesia. Ditengah ketenangan dan rasa percaya diri yang besar tersebut, tiba-tiba pada bulan Juli 1997 pemerintah dikejutkan dengan jatuhnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar sebesar Rp 2.400. semakin hari nilai mata uang rupiah
23
Fadli Zon, Politik Huru Hara Mei 1999, (Jakarta : Institute For Policy Studies, 2004) hal. 3-4
30
Universitas Sumatera Utara
semakin merosot sampai pernah menembus Rp 12.000 per dolar Amerika Serikat. Angka inflasi pada akhir ahun 1997 mencapai 11% pertahun dan terus meningkat menjadi 77,6% pertahun pada tahun 1998 dan membuat terus turunnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar. Berkeyakinan bahwa krisis yang melanda Asia tidak akan menimpa Indonesia. Pada saat nilai mata uang rupiah menurun berhembuslah kabar bahwa krisis yang membuat mata uang rupiah jatuh dikarenakan ulah dari para spekualan yang terus mengusik-usuik rupiah24. Akan tetapi sebab yang menyatakan bahwa krisis ekonomi disebabkan oleh ulah spekulan dibantah oleh banyak tokoh maupun akademisi. Menteri keuangan Mar’ie Muhammad pada saat berbicara di Asia Society Confrence di New York pada bulan Desember 1997 menyatakan bahwa faktor pemicu krisis ekonomi di Indonesia di sebabkan oleh krisis kepercayaan, tidak konsistennya kebijakan, kurang konsistennya reformasi ekonomi, kurangnya transparansi, rentannya sektor keuangan, utang luar negeri yang sangat besar, lemahnya fundamenta ekonomi perusahaan, lemahnya kepercayaan dalam negeri, pengaruh globalisasi, dominasi kekuatan pasar dan kecemasan para investor25. Sementara itu Kwik Kian Gie menilai bahwa penyebab krisis adalah soal modal asing. Hal ini telah berlangsung sejak Orde Baru berdiri. Hidup kita bergantung pada pemasukan aliran modal asing. Kendati kita mengalami defisit transaksi berjalan, kita masih terus bersyukur bahwa modal asing masih mengalir masuk. Tetapi sekarang, seandainya dari utang swasta itu diambil alih asetnya oleh kreditor asing, itu artinya perusahaan swasta beralih ketangan asing. Jadi, 24
Diro Aritonang, Runtuhnya Rezim Dari Pada Soeharto : Rekaman Perjuangan Mahasiswa Indonesia 1998, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1999) hal. 21 25 Ibid. hal. 26-27
31
Universitas Sumatera Utara
kita perlu berteriak soal kolonisasi. Kita sendiri mengundang modal asing masuk. Kwik juga menambahkan bahwa utang swasta yang mencapai 65 miliyar dolar Amerika Serikat ini sulit dilacak apalagi masuknya melalui beragam cara26. Hampir seperti yang dikemukakan Kwik Kian Gie, pengamat ekonomi dan juga dosen di fakultas ekonomi UI, Anwar Nasution mengatakan bahwa penyebab krisis ekonomi di Indonesia adalah karena terlalu lama menjalankan kebijakan lebih besar pasak dari pada tiang. Salah satu kesalahan dalam kaitan dengan utang luar negeri ialah rendahnya kualitas investasi yang tercermin dari tingginya mark up dan inefisiensi proyek-proyek infrastruktur di negeri ini27. Pada bulan Oktober 1997, Soeharto meminta bantuan kepada IMF di samping Soeharto juga meminta Widjojo Nitisastro untuk mengambil langkahlangkah pemulihan ekonomi28. Syarat-syarat yang diberikan oleh IMF ialah agar pemerintah mencabut semua subsidi kebutuhan barang-barang pokok sebagai imbalan terhadap bantuan yang diberikan. Ketika nilai tukar rupiah 10.000 terhadap dolar Amerika Serikat, IMF memaksa Soeharto untuk membuat kesepakatan lagi. Kesepakatan tersebut ditanda tangani pada tanggal 15 Januari yang mensyaratkan pencabutan subsidi listrik dan BBM29. Dampak dari krisis ekonomi dan pencabutan berbagai subsidi oleh pemerintah atas inisiatif IMF berakibat banyak perusahaan dan industri jatuh pailit. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi dimana-mana sehingga meningkatkannya jumlah penganguran terbuka dari 4,68 juta oarang pada tahun 1997 menjadi 5,46 juta orang pada tahun 1998. demikian juga jumlah setengah
26
Ibid. hal. 27 Www.Indomedia.Com 28 Diro Aritonang, Op. Cit, (Bandung : Pustaka Hidayah, 1999) hal.21 29 Suharsi dan Ign Mahendra K, Op.cit hal. 102 27
32
Universitas Sumatera Utara
pengangguran dari 28,2 juta orang pada tahun 1997 menjadi 32,1 juta orang pada tahun 199830 Kejatuhan nilai mata uang rupiah ini membawa pada kepanikan masyarakat. Muali tanggal 9 Januari 1999 masyarakat secara panik memborong sembako dipasar-pasar swalayan dan pasar-pasar tradisional. Aksi pembelian semako secara besar-besaran terjadi dihampir seluruh kota di Indonesia terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandun dan Medan. Pemborongan sembako secara besar-besaran ternyata dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk memperoleh keuntungan. Bakorstanasda Jaya mengaku telah menemukan timbunan beras hingga 250 ribu ton, 31 ribu ton kedelai dan 11 ribu ton gula31. Disamping krisis yang membawa dampak pada meningkatnya jumlah pengangguran dan membumbungnya harga bahkan yang lebih parah lagi ialah terjadinya krisis pangan. Penduduk dibeberapa desa di kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah mulai mengalami rawan pangan dan tidak mampu memperoleh beras. Masyarakat di daerah ini hanya makan tiwul sebagai makanan utama. Di Irian Jaya (Jayawijaya, Maurauke dan Puncak Wijaya) sekitar 90.000 orang kelaparan dan 500 orang tewas akibat kelaparan. Di Nusa Tenggara Timur penduduk mulai beralih makan rumput babi dan batang pisang. Di NTT masyarakat kesulian memperoleh makanan pokok berupa jagung sedangkan di Sulawesi Selatan 2000 penduduk terancam kelaparan dan 12 orang tewas karena
30
Baharuddin Jusuf Habibie, Detik-Detik Yang Menentukan, Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (Jakarta : THC Mandiri, 2006) hal 3 31 Diro Aritonang, Op. Cit, hal. 21-23
33
Universitas Sumatera Utara
kelaparan. Di pulau Atauro Timor Timur penduduk tidak memperoleh makanan utama dan mulai menyantap buah-buahan hutan dan buah siwalan32. Indonesia adalah negara yang terparah dilanda kerisis ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Pada awal tahun 1998, harga-harga kebutuhan masyarakat menjadi tidak terkontrol lagi, bahkan pada sidang kabinet lengkap pertama pada tanggal 17 Maret 1998, Presiden Soeharto mengakui bahwa pemerintah belum bisa mencari cara mengatasi krisis yang terjadi. Tahun 1997 dan 1998 memang benar-benar tahun yang sangat berat dihadapi Indonesia. Krisis ekonomi ternyata membawa pada krisis politik. Guru besar ilmu politik Universitas Wisconsin Amerika Serikat, Donald K. Emmerson menilai bahwa krisis ekonomi ditahun 1887 ini disertai dengan ketidak pastian politik, khususnya suksesi. Karena hal terakhir inilah kepercayaan pada rupiah dan bursa saham belum tentu akan tumbuh kembali selama stabilitas dan kesinambungan politik orde baru masih terus dipertanyakan. Krisis ekonomi yang sedang dialami Indonesia bersumber dari masalah politik yaitu otoriternya sistem pemerintahan Orde Baru. Umumnya, menurut Donald, demokrasi mau tak mau harus dijadikan prasyarat bagi proses pemulihan ekonomi33. Hal ini senada seperti yang diungkapkan oleh mahasiswa. Mahasiswa memandang bahwa tiadanya kedaulatan rakyat dan sistem demikratis itulah yang membuat krisis ekonomi semakin parah. Gugatan terhadap Orde Baru dalam mengatasi krisis kemudian di tegaskan oleh Front Aksi Mahasiswa Peduli Rakyat (FAMPERA) dengan mengatakan bahwa: “ Resesi ekonomi yang ditandai dengan anjloknya nilai tukar rupiah atas berbagai mata uang asing khususnya dolar, krisis moneter dan pangan 32 33
Forum Keadilan, “Sembako Dihantam Subsidi, Badai Belum Berlalu“ 23/3/1998, hal, 80-83 Diro Aritonang, Op. Cit. hal. 27
34
Universitas Sumatera Utara
serta obat-obatan bertambah nya jumlah pengangguran dan masalah PHK, kelaparan di Irian Jaya dan Maluku serta berbagai macam ketimpanganlainnya merupakan bukti ketidak becusan orde baru dalam mengatur dan menata jalannya roda pembangunan”34. Sejak saat itu lah krisis ekonomi berkaitan langsung dengan krisis politik yang dalam hal ini bahwa legitimasi pemerintahan Soeharto yang telah dibangun 30 tahun lebih dipertanyakan atau bahkan digugat.
2. 2. 2. Lahirnya Gerakan Mahasiswa Tahun 1998 Krisis ekonomi yang membawa pada keresahan dan kerusuhan ditengahtengah masyarakat, ternyata direspon oleh mahasiswa serta civitas academica secara umum sebagai momentum perlawanan terhadap Orde Baru yang telah berkuasa 32 tahun. Pada mulanya mahasiswa bergerak pada isu-isu penurunan harga. Isu-isu ekonomi tersebut berhasil dimajukan menjadi gerakan yang lebih bersifat politis. Isu yang diangkat kemudian tidak hanya terbatas pada tuntutan perbaikan ekonomi akan tetapi menuntut Presiden Soeharto untuk turun dari kekuasaannya serta pencabutan dwifungsi ABRI. Untuk merespon tuntutan-tuntutan diatas akhirnya banyak bermunculan nya organisasi-organisasi gerakan baik itu yang di gerakan oleh mahasiswa maupun bukan. Organisasi-organisasi yang berdiri tersebut antara lain : KPRP, SOMMASI, ARMY, FAMPERA di Yogyakarta, DRMS di Solo, FAMPR di Purwokerto, APR, ASPR di Surabaya, FKMM di Malang, AGRESU, DEMUD di
34
Muridan S. Widjojo, Turunkan Harga Atau Kami Turunkan Kamu, Gerakan Mahasiswa Menggulingkan Soeharto, dalam Muridan S. Widjojo, Penakluk Rezim Orde Baru, Gerakam Mahasiswa 98, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999) hal. 255
35
Universitas Sumatera Utara
Medan, FKSMS, FORKOT FAMRED, GERMPUR di Jakarta dan masih banyak yang lainnya35. Dalam kurun waktu Februari sampai Mei 1998, secara kuantatif dan kualitas gerakan mahasiswa naik secara drastis. Isu-isu yang banyak diangkat selama bulan Februari tersebut adalah isu turunkan harga atau dengan kata lain masih mengangkat isu-isu ekonomi. Pelaku-pelaku gerakan ini bukan hanya organisas-organisasi yang sudah lama bergerak sejak tahun 1980 an akan tetapi juga dari aktivis kampus dari organisasi-organisasi seperti Senat Mahasiswa, BEM, KM dan Senat-Senat Fakultas. Mereka juga didukung penuh oleh staf pengajar, pimpinan perguruan tinggi yang menjadikan gerakan ini sebagai gerakan civitas akademica. Kerja sama gerakan mahasiswa dan civitas academica di tandai dengan aksi mimbar bebas di kampus UI Salemba, Jakarta pada tanggal 25 Februari 1998. mahasiswa bergabung dengan Ikatan Alumni UI (ILUNI UI) yang dipimpin oleh Irjen Kehutanan Mayjen (Purn) Hariadi Darmawan serta didukung oleh mantan rektor UI Prof. Mahar Marjono dan guru besar UI Prof. Selo Soemardjan dan Prof. Emil Salim yang menuntut pemerintah agar segera mengatasi krisis yang melanda bangsa Indonesia36. Aksi ini ditutup dengan simbolis oleh mahasiswa UI dengan memasang spanduk ‘ Selamat Datang di Kampus Perjuangan Orde Baru”. Peristiwa ini secara simbolis menandakan berkurangnya dukungan maasiswa dan civitas academica UI terhadap kekuasaan Orde Baru. Kerja sama mahasiswa dan civitas akademika dalam menggulirkan perubahan menyebar ke berbagai kampus di Indonesia. Pada tanggal 3 Maret 1998 35 36
Suharsi dan Ign Mahendra K, Lock. Cit. hal. 102 Muridan S. Widjojo, Op. Cit. hal. 160
36
Universitas Sumatera Utara
mahasiswa dan civitas academica Universitas Udayana, Denpasar melibatkan lima ratus mahasiswa mengadakan aksi mimbar bebas keperihatinan dan anti terhadap kekerasan. Kemudian aksi mimbar bebas muncul di kampus-kampus lainnya seperti di Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 5 Maret 1998, di Universitas Yarsi Jakarta pada tanggal 6 Maret 1998, pada tanggal 7 Maret 1998 di Universitas Padjadjaran Bandung, pada 9 Maret 1998 di Universitas Pasundan, Universitas Diponogoro dan Universitas Negeri Solo dan pada tanggal 10 Maret1998 di Univrsitas Lampung dan Universitas Gajah Mada. Selain mimbar bebas, aksi unjuk rasa di beberapa kampus pun mulai marak, misalnya di Universitas Brawijaya pada 11 Maret 1998 bahkan di pimpin oleh rektornya sendiri. Pada kurun waktu Maret terdapat setidaknya 15 aksi yang terjadi di 10 kota melibatkan dosen, guru besar dan pejabat dekanat serta rektorat37 . Memasuki bulan Maret diadakannya Sidang Umum MPR (SU MPR) yang dimulai pada tanggal 1 Maret sampai 11 Maret 1998. Penjagaan SU MPR ini sangatlah ketat karena melibatkan 25 ribu personel yang berjaga siang dan malam. Sebelum diadakan SU MPR, jauh-jauh hari Abdul Gafar mengancam akan merecall anggota Fraksi Karya Pembangunan (FKP) yang berani intrupsi dan mewajibkan anggotanya itu untuk menandatangani dukungan untuk Soeharto dan BJ Habibie sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Menurut Wiranto (Panglima ABRI),
Danjen
Kopassus
Prabowo
memerintahkan Mayor Bambang Kristiano beserta 10 anggota tim mawar untuk melakukan upaya pengungkapan adanya ancaman terhadap stabilitas keamanan
37
Ibid. hal 161-162
37
Universitas Sumatera Utara
nasional dari gerakan-gerakan radikal yang bertujuan untuk menggagalkan SU MPR 1998. Tugas tim mawar ini di implementasikan dalam bentuk penangkapan serta penculikan terhadap aktivis-aktivis38. Beberapa orang aktivis yang diculik oleh tim mawar tersebut antaranya adalah sebagai berikut : Faisol Reza, Andi Arif, Desmond J. Mahesa, Rahardja Waluya Jati, Gilang, Pius Lustrilanang dan lain sebagainya. Hingga saat ini masih 15 aktifis yang belum di temukan, sedangkan mayat gilang ditemukan di Madiun. Adapu ke 15 aktivis tersebut ialah : Wiji Thukul (Wiji Widodo), A. Nasir, Hendra Hambalie, Ucok Munandar Siahaan, Yadin Muhidin, Herman Hendrawan, Petrus Bimo Anugrah, Aristoteles Masoka, Suyat, Dedy Hamdun, Ismail, Noval Alkatiri, M. Yusuf, Sonny, Yani Avri39. SU MPR akhirnya mengesahkan Soeharto dan BJ Habibie sebagai Presiden dan wakil Presiden. Pembentukan kabinet pembangunan VII dinilai paling kontroversial diantara kabinet-kabinet Orde Baru yang di bentuk sebelumnya. Disatu sisi kabinet yang baru dibentuk ini diharapkan mampu membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi, akan tetapi di sisi lain komposisi kabinet pembangunan VII ini banyak mendapatkan kritikan-kritikan keras dari berbagai kalangan. Menteri yang banyak menjadi sasaran maupun sorotan kritik dari mahasiswa maupun masyarakat luas ialah Siti Hardianti Rukmana, Muhammad Hasan atau Bob Hasan, Prof. Dr. Ir. Wiranto Arismunandar, Haryanto Danoetirto, Abdul Latif dan Tanri Abeng. Pengangkatan Siti Hardianti Rukman yang merupakan anak kandung Presiden Soeharto sebagai Menteri dijadikan sebagai 38 39
Fadli Zon, Op.Cit. hal 30 Suharsi dan Ign Mahendra K, Op .Cit. hal. 105
38
Universitas Sumatera Utara
bukti adanya praktik KKN oleh mahasiswa. Prof. Dr. Ir. Wiranto Arismunandar yang diangkat sebagai Menteri P dan K langsung berhadapan dengan geraan mahasiswa. Pada saat ia menjabat sebagai rektor ITB periode 1986 sampai 1997, ia
tidak
segan-segan
menskors
dan
mengeluarkan
mahasiswa
yang
berdemonstrasi. Sedikitnya 12 mahasiswa dikeluarkan dan 61 mahasiswa di skorsing oleh kebijakannya selama menjabat rektor ITB. Oleh karena itulah mahasiswa menuntutnya mundur dari jabatan rektor ITB. Setelah Presiden mengangkat Wiranto sebagai Menteri ditakutkan ia akan menangani aksi-aksi mahasiswa dengan tangan besi.40 Selain itu pengangkatan Bob Hasan juga dikecam. Banyak kalangan yang meragukan kompetensinya padahal salah satu tumpuhan mengatasi krisis ada ditangan Menteri Perindustrian dan Perdaganan. Menurut Amien Rais, Bob Hasan termasuk salah seorang yang harus di reformasi41. Begitu juga dengan Menteri yang lainnya, diantaranya Haryanto Danoetirto, Abdul Latif dan Tanri Abeng yang diangkat karena kedekatannya dengan keluarga Cendana. Pasca SU MPR dan pembentukan kabinet pembangunan VII aksi-aksi mahasiswa semakin meluas. Dari 49 aksi mahasiswa pada bulan Februari 1998 langsung melonjak mencapai 247 aksi mahasiswa pada Maret 1998. Aksi mahasiswa merata di 20 kota dari 10 provinsi. Rekor terbesar dibuat oleh mahasiswa Surabaya (35 aksi), Diikuti Ujunga Pandang (32 aksi), Bandung (28 aksi), Yogyakarta (25 aksi), Solo (19 aksi), Malang (17 aksi) dan Semarang (16
40 41
Mochtar E. Harahap dan Andris Basril, Op. Cit. hal. 62 Ibid. hal. 62
39
Universitas Sumatera Utara
aksi). Aktivitas mahasiswa kota-kota kecil semacam Tegal, Ungaran, Salatiga, Wonosobo, Jombang dan Jember juga mulai mengadakan aksi demonstrasi42. Jumlah massa yang berhasil dimobilisasi untuk mengadakan aksi semakin membesar. Semakin banyak demonstrasi yamg melibatkan ratusan bahkan ribuan orang. Khusus KM UGM mencatat massa terbesar hingga 15 ribu orang pada 5 Maret dan 11 Maret 1998. Rekor massa terbesar kedua dilakukan Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat (SMPR) Solo yang melibatkan 11 ribu orang di gerbang Universitas Negeri Solo. Menyadari makin besarnya aksi mahasiswa, pada tanggal 14 Maret 1998 Panglima ABRI Jenderal Wiranto memperingatkan agar aksi mahasiswa tidak anarkis dan destruktif43. Tuntutan-tuntutan mahasiswa pun mulai menemukan bentuk yang konkrit pada bulan April, yaitu menuntut Soeharto mundur seperti yang dilakukan KAMMI DIY pada 24 April 1998. Aksi-aksi mahasiswa berupa demonstrasi menunjukan tanda tidak akan berhenti bahkan semakin meluas dan bentrok antara mahasiswa dengan aparat keamanan terjadi hampir setiap hari, seperti di Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Lampung, pada tanggal 17 Maret 1998 terjadi bentrok dengan aparat antara mahasiswa yang ingin melanjutkan aksi keluar kampus dengan aparat keamanan. Tanggal 2-3 April bentrokan terjadi di Boulevard UGM dan bentrok berulang pada tanggal 13 April ketika demonstran dikejar-kejar dan ditembaki oleh militer sampai ke dalam kampus. Di Medan juga terjadi bentrokan serupa pada tanggal 24 April sehingga mengakibatkan Universitas Sumatera Utara (USU) diliburkan beberapa hari44.
42
Muridan S. Widjojo, Op. Cit. hal. 165 Ibid. hal. 165 44 Suharsi dan Ign Mahendra K, Op. Cit. hal. 106 43
40
Universitas Sumatera Utara
Dari bentrokan-bentrokan pada saat aksi mahasiswa dengan aparat mengakibatkan jatuhnya korban dari pihak mahasiswa. Di Universitas Jendral Soedirman Purwokerto, Jawah Tengah, 65 mahasiswa terluka dan 28 diantaranya harus dilarikan ke rumah sakit. Di Solo, bentrok mengakibatkan sebelas mahasiswa luka-luka. Di Malang, Jawa Timur,bentrokkan mahasiswa dengan polisi terjadi di dua tempat perpisah, Harian Jawa Pos mencatat 30 mahasiswa luka-luka45. Melihat keadaan semakin parah, Pangab Jenderal Wiranto menawarkan dialog dengan mahasiswa46. Akan tetapi tawaran dialog Jenderal Wiranto ditanggapi denga dingin oleh mahasiswa bahkan sejumlah Senat mahasiswa menolak berdialog dengan ABRI. Melihat tawaran dialog dari Jenderal Wiranto, ketua umum PB HMI Anas Urbaningrum melontarkan gagasan kritis bahwa berdialog tidak saja dengan ABRI akan tetapi yang lebih penting lagi dengan Presiden. Jika selama ini hanya laporan masyarakat yang bisa berdialog dengan Presiden, mengapa mahasiswa tidak bisa berdialog langsung dengan Presiden. Kalau pada awal Orde Baru mahasiswa angkatan 66 dapat berdialog dengan Presiden mengapa sekarang tidak47. Kejadian yang kemudian menjadi sorotan public ialah aksi mimbar bebas mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998 denga tema “Pemberdayaan MPR/DPR dan koreksi terhadap eksekutif” yang berakhir dengan jatuhnya korban korban tewas48. Pada aksi 12 Mei tersebut mahasiswa di kejar dan ditembaki sampai kedalam kampus oleh aparat dibawah pimpinan Kol. Pol. Arhur 45
Ibid. hal. 108 Muridan S. Widjojo, Op. Cit. hal. 167 47 Kuntoro, Merenungi Kiprah Polri dan Gerakan Mahasiswa (Jakarta : PT. Cipta Manunggal, 2000) hal. 97 48 Fadli Zon, Op.Cit. hal. 43 46
41
Universitas Sumatera Utara
Damanik49. Akibat penembakan tersebut, 4 orang mahasiswa tewas yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Hery Hartanto dan Hendriawan Sie. Mereka kemudian dijuluki pahlawan reformasi50.
2. 2. 3. Jatuhnya Presiden Soeharto Penembakan mahasiswa Trisakti oleh aparat keamanan ternyata diikuti oleh kerusuhan missal di pusat-pusat kegiatan ekonomi di Jakarta. Massa menjarah, membakar, melakkan kekerasan dan memperkosa etnis Tionghoa. Korban secara material maupun non material sangat besar. Terdapat 250 mayat hangus di Jakarta,119 di Tanggerang dan 90 di Bekasi. Paling tidak 4.939 bangunan rusak terbakar, 1.119 mobil hangus, 66 unit angkutan umum dan 821 unit sepeda motor menjadi kerangka besi gosong. Total kerugian yang di taksir oleh Gubernur DKI Jakarta Sutioso sebesar Rp 2,5 Triliun lebih51. Peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 menyulut solidaritas dan perlawanan dari masyarakat dan mahasiswa. Tanggai 13 Mei, lebih dari 32 aksi di 16 kota di Indonesia serentak untuk menunjukan solidaritas. Pada 20 Mei 1998 dilapangan Karebosi Makasar sekitar 100 ribu orang menggelar aksi. Di Purwokerto Front Aksi Mahasiswa Peduli Rakyat (FAMPR) memobilisasi 35 ribu massa. Di Solo, Dewan Reformasi Mahasiswa Surakarta (DRMS) memobilisasi sekitar 40 ribu massa. Di Yogyakarta, alun-alun keratin dipenuhi sekitar satu juta massa yang menuntut Soeharto mundur52.
49
Www. Indoprotest.Tripod.Com Fadli Zon, Op.Cit. hal. 46 51 Gatra“Mereka Ingin Reformasi Tapi Jakarta di Jilat Api”, 23/5/1998, hal. 25 52 Suharsi dan Ign Mahendra K, Op. Cit. hal. 110 50
42
Universitas Sumatera Utara
Selain itu mahasiswa juga menduduki gedung MPR/DPR guna mendesak anggota MPR/DPR untuk memberhentikan Soeharto. Pendudukan ini juga didukung oleh sejmlah tokoh LSM, tokoh nasional dan berbagai lapisan masyarakat. Akhirnya setelah merasa dikhianati oleh sejumlah menteri yang menundurkan diri serta atas desakan tokoh-tokoh nasional dan tidak mampu lagi mengatasi keadaan yang ada, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB di Istana Merdeka H. M. Jenderal besar (purn) Soeharto menyatakan pengunduran dirinya dan digantikan oleh Wakil Presiden BJ. Habibe.
43
Universitas Sumatera Utara