6
BAB II DASAR TEORI
2.1 Tata kelola departemen TI Strategi TI terbaik adalah strategi yang selalu baru dan sesuai mencerminkan perubahan bisnis dan kondisi pasar serta isu-isu yang berkembang (D.Lutchen, 2004). Keterlibatan board of director (BOD) duduk bersama dalam menentukan strategi bisnis sudah sering terjadi tetapi keterlibatan pimpinan TI sangat jarang terjadi. Hal ini terjadi karena masih menganggap bahwa TI sebagai service support dalam bisnis mereka. Sedangkan menurut (Applegate, 2009) tata kelola TI yang baik dapat meningkatkan efektifitas dari perusahaan dengan aset organisasi TI sehingga dapat mengoptimalkan tujuan bisnis, melindungi investasi TI perusahaan, termasuk system dan jaringan. Kenyataannya, departemen TI saat ini tidak dapat selaras dengan strategi bisnis perusahaan seperti diungkapkan oleh (D.Lutchen, 2004) sebagai berikut: 1. TI tidak memiliki visi global dan strategi. 2. Pengeluaran TI belum bisa meningkatkan revenue bagi perusahaan. 3. TI dikelola sebagai pusat biaya (cost center) bukan sebagai profit center dan meningkatkan revenue. 4. TI belum menjadi bagian integral dalam perencanaan bisnis dan eksekusi.
7
5. Kepemimpinan TI telah terfragmentasi didalam perusahaan dan sangat dibatasi kemampuan organisasinya dalam meningkatkan dan menjadi pendorong bisnis. 6. TI belum memiliki titik fokus tunggal yang bertanggungjawab dan dapat diperhitungkan dalam mengelola, memimpin, dan meningkatkan investasi perusahaan. Dengan kata lain kejadian yang ada di departemen TI saat ini (maturity level) sangat membutuhkan masukan dan solusi untuk mencarikan jalan keluar terhadap permasalahan internal perusahaan.
2.2 Maturity Level
Tingkat kemapanan atau maturity level sangat diperlukan untuk
mengetahui sudah sampai dimana tingkat operasional dari suatu organisasi. Semakin tinggi maturity level akan semakin baik proses pengelolaan teknologi informasi yang secara tidak langsung berarti semakin reliable dukungan teknologi informasi dalam proses pencapaian tujuan organisasi (Suryani, 2009). Pengukuran maturity level dapat menggunakan COBIT, ISO, ITIL, dan masih banyak lagi framework yang dapat digunakan tentunya semua memiliki fungsi sesuai kebutuhan dalam penggunaannya. Namun kali ini penulis menggunakan pengukuran maturity level pada manajemen insiden dengan matrik IT Service Management (Dugmore, Ivor Macfarlane and Jenny, 2006) yang merupakan dasar dari ITIL dan ISO. Hal ini dikarenakan ISO/IEC
8
20000 dapat digunakan bagi IT Service Management, business provider, dan layanan IT suatu bisnis (Menken, 2010). Pada ISO 20000 komponen manajemen insiden dan problem terdapat pada Resolution processes seperti gambar 2.1 dibawah ini (DiMaria, 2006). Sedangkan pada ITIL v3 komponen manajemen insiden dan problem berada pada Service operation process seperti pada gambar 2.3.
Gambar 2.1 ISO 20000 Process framework (DiMaria, 2006)
Dari hasil pengukuran maturity level tersebut akan diketahui sudah sejauh mana tata kelola organisasi dan hendak kemana tujuan perbaikan tersebut tentunya dengan melihat area proses yang harus menjadi konsentrasi
9
perbaikan/improvement. Gambaran tingkatan maturity level dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.1 CMMI Staged Represenation- Maturity Levels (CMMI Product team, 2002)
2.3 Matrik Matrik atau parameter atau ukuran penilaian kualitatif digunakan untuk pengukuran atau perbandingan atau alat untuk melacak kinerja suatu proses. Dari sisi bisnis, matrik adalah pengukuran yang digunakan untuk mengukur beberapa komponen kualitatif seperti kinerja suatu proses, organisasi atau investasi (ROI). Salah satu matrik yang sering digunakan dan telah diterapkan oleh berbagai tool framework adalah Goal Question Metrics (GQM). Konsep GQM digunakan oleh ITSM, ITIL, COBIT, ISO dan framework lainnya guna
10
mengetahui apakah proses telah mencapai tujuan dari suatu organisasi atau individu. Dengan adanya matrik ini maka akan terkumpul data, menganalisis, dan menyediakan informasi bagi suatu organisasi dalam menyusun strategi bisnis kedepan untuk mencapai tujuan.
2.4 ITIL v3 Information
Technology
Infrastructure
Library
(ITIL)
versi
1
diperkenalkan pada awal tahun 1980 oleh Office Government Commerce (OGC) dan masih berupa publikasi sebanyak 40 publikasi dengan fokus pada mengatur teknologi, kemudian versi 2 keluar dengan 8 buku ditahun 1990 dengan fokus pada Implementasi proses layanan manajemen (implementing service management process), kemudian pada pertengahan tahun 2007 versi 3 keluar dengan 6 buku dan fokus pada TI manajemen layanan (IT Service Management). Menurut (Arraj, 2010) dengan panduan ITIL telah menunjukkan keberhasilannya mendorong secara konsisten, efisien dan sempurna kedalam bisnis dengan mengatur layanan TI.
Sejak ITIL
menggunakan pendekatan manajemen layanan TI, maka konsep dari sebuah layanan harus didiskusikan bersama. Peranan unit bisnis sangat berperan dalam membantu menentukan strategi TI kedepan yang akan menjadi penyelaras strategi bisnis perusahaan. Selama ini TI secara tradisional difokuskan pada layanan infrastuktur dan seputar teknologi, panduan IT service management yang berdasarkan ITIL
11
memberikan pendekatan secara holistik untuk mengelola layanan TI dari ujung ke ujung (from end to end). Menurut (Brooks, ITSM Library, 2006) ITIL dibuat untuk menselaraskan TI dengan kebutuhan bisnis, sama dengan metoda COBIT atau Six Sigma. Secara bersama-sama untuk kebutuhan tujuan bisnis, kebutuhan stakeholder yang bervariasi dan bagian dari peranan TI dalam memberikan layanan terhadap tujuan bersama. ITIL dapat berdiri sendiri, mendefinisikan, membantu organisasi dalam membuat regulasi dan kebijakan yang dibutuhkan bagi manajemen TI. ITIL v3 memiliki 5 tingkat layanan yaitu: 1. Service Strategy 2. Service Design 3. Service Transition 4. Service Operation 5. Continual Service Improvement Secara lifecycle ITIL v3 dapat digambarkan seperti dibawah ini.
Gambar 2.2 Lifecycle ITIL v3 (Taylor, 2007)
12
Ke lima komponen kunci service support jika dipetakan ke dalam ITIL v3 akan menjadi: a. Incident management Service Operation Process b. Problem management c. Configuration management d. Change management
Service Transition Process
e. Release management Sesuai dengan fokus pada tesis kali ini maka ada 2 komponen yang akan dibahas meliputi manajemen insiden dan manajemen problem.
2.4.1 Manajemen Insiden Manajemen insiden adalah salah satu sub proses dari ITIL v3 yang dibutuhkan untuk implementasi oleh setiap perusahaan untuk IT Operasional yang lebih baik. Manajemen Insiden didefinisikan sebagai suatu kegiatan organisasi untuk mengidentifikasi, Analisis dan memperbaiki bahaya. Sedangkan di ITIL terminology manajemen insiden (Taylor, 2007) adalah semua kejadian yang bukan bagian dari operasi standar layanan dan yang menyebabkan atau dapat menyebabkan sebuah gangguan, penurunan, kualitas dari layanan tersebut. Dengan adanya manajemen insiden maka akan didapatkan keuntungan bagi pengelola TI sebagai berikut: •
Untuk memahami dan memenuhi persyaratan pelanggan/pengguna.
13
•
Untuk menggunakan proses internal guna menghasilkan nilai tambah bagi pengguna.
•
Untuk menggunakan sumber daya secara efisien dan memberikan nilai keuntungan secara financial.
•
Untuk menyediakan fleksibilitas yang lebih besar dalam penyediaan layanan.
•
Untuk dapat bertahan.
2.4.2 Manajemen Problem Menurut (Walker, 2001) Manajemen Problem adalah fungsi bisnis yang terdiri dari orang, proses, dan alat-alat terorganisir dan disewa untuk menyelesaikan masalah pelanggan/pengguna. Fungsi ini secara tradisional menjadi tanggung jawab dan dikelola oleh bagian helpdesk. Masalah dan pertanyaan berasal dari pengguna/ pelanggan, baik internal maupun eksternal. Dengan adanya manajemen problem maka akan memberikan keuntungan seperti: •
Semakin tingginya ketersedian layanan TI.
•
Untuk meningkatkan produktifitas sumber daya bisnis dan TI.
•
Untuk mengurangi pengeluaran seputar pekerjaan dan atau perbaikan yang tidak perlu.
•
Pengurangan biaya atas pekerjaan yang berulang akibat adanya permasalahan.
14
2.5 Service Level Agreement (SLA) SLA adalah sebuah ketetapan yang disetujui antara penyedia jasa dan konsumen (Wustenhoff, 2002). Dengan adanya SLA akan menjaga hubungan baik antara penyedia jasa dengan konsumen. Batasan-batasan dan ketetapan yang disetujui tertuang dalam SLA akan menjaga komitmen bersama dalam suatu hubungan kerjasama. Masih menurut Wustenhoff, bahwa SLA yang baik memiliki 5 aspek kunci yaitu; 1. Apakah penyedia jasa cukup menjanjikan. 2. Bagaimana penyedia jasa akan mewujudkan janji-janjinya. 3. Siapa yang akan mengukur layanan dan bagaimana caranya. 4. Apa yang terjadi jika penyedia gagal memberikan layanan yang dijanjikan. 5. Bagaimana SLA akan berubah dari waktu ke waktu.
Dalam penulisan ini penyedia jasa adalah divisi Technical Support sedangkan konsumen adalah pengguna layanan IT departemen. SLA digunakan sebagai dasar dari Service Level Management (SLM) untuk selanjutnya sebagai tingkat Operational Level Agreement (OLA).
2.6 Fishbone diagram Fishbone diagram (diagram tulang ikan) atau dikenal juga dengan Ishikawa diagram diperkenalkan oleh khoru Ishikawa pada tahun 1960, yang pada saat itu mempelopori proses manajemen mutu di galangan kapal Kawasaki Jepang dan menjadi salah satu pendiri manajemen modern (Khoru
15
Ishikawa, 1991). Berrikut fishbone diagram ditunjukkann seperti paada gambar dibawah ini.
m Gambar 2.3 Fishbone diagram Penyyebab (Causse) biasanyya dikelomppokkan dalaam beberapa kategori utama un ntuk mengid dentifikasi sumber-sum mber yang bbervariasi. Kategori K – kategori biasanya b meeliputi: a.
Peop ple; Siapa sajja yang terlibbat dalam prroses.
b.
Meth hods; Bagaiimana prosees dilakukan n dan persyyaratan khuusus untuk
melakukaan. Misal: prrosedur, kebiijakan, aturaan dan lain-laain. c.
Mech hines; Peralaatan pendukuung proses.
d.
Mateerials: Bahan n baku, sukuu cadang dalam membuaat produk.
e.
Meassurement; Data D yang diggunakan untuuk mengukuur suatu proses.
f.
Envirrontment: ko ondisi, budayya kerja dann iklim.
16
Dengan membuat daftar penyebab seperti pada kategori penyebab diatas maka akan dapat dicarikan solusi dari efek/problem suatu proses. Hal ini tentu memudahkan bagi analis untuk menentukan mana yang menjadi faktor utama dan faktor sekunder.