BAB II DASAR TEORI
2.1
Umum Motor asinkron atau motor induksi biasanya dikenal sebagai motor induksi
yang merupakan motor arus bolak-balik yang paling luas penggunaannya. Penamaan ini berasal dari kenyataan bahwa arus rotor pada motor ini bukan diperoleh dari sumber tertentu tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan putaran medan putar yang dihasilkan oleh arus stator. Motor induksi terdiri dari dua bagian yaitu stator dan rotor dimana stator dihubungkan ke sumber tegangan AC. Rotor tidak dihubungkan secara listrik ke pencatu, tetapi mempunyai arus diinduksikan kedalamnya oleh kerja trafo dari stator. Oleh sebab itu stator kadang-kadang dianggap sebagai primer dan rotor sebagai skunder motor. Mesin induksi pada umumnya banyak digunakan karena beberapa hal : 1.
Bentuk yang sederhana dan konstruksinya yang kuat.
2.
Memiliki efisiensi yang tinggi saat keadaan normal, tidak diperlukan sikat maka rugi-rugi gesek berkurang serta power faktor yang baik.
3.
Dapat distart pada keadaan diam, tidak diperlukan motor tambahan untuk start, tidak perlu disinkron, startnya sederhana. Selain itu motor induksi juga memiliki kelemahan, diantaranya :
1.
Aus starting nya cukup tinggi.
2.
Kecepatan dapat menurun sejalan dengan kenaikan beban.
3.
Pada torsi start memiliki kekurangan.
6 Universitas Sumatera Utara
2.2
Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang paling
banyak dipergunakan, karena konstruksinya yang kuat dan karakteristik kerjanya yang baik. Secara umum motor induksi tiga fasa memiliki dua komponen dasar yaitu stator (komponen yang diam) dan rotor (bagian berputar), bagian stator dipisahkan dengan bagian rotor oleh celah udara yang sempit (air gap). Konstruksi motor induksi dapat diperlihatkan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Konstruksi Motor Induksi 2.2.1 Stator Komponen stator adalah bagian terluar dari motor yang merupakan bagian yang diam dan mengalirkan arus fasa. Rangka luarnya terbuat dari baja maupun aluminium, sedangkan intinya berupa lapisan-lapisan yang terbuat dari baja silikon untuk mengurangi rugi-rugi histerisis dan edy current. Pada intinya terdapat rongga (slot) yang berisolasi. Belitannya digulung untuk jumlah kutub tertentu, yang diperlukan dalam menentukan kecepatan. Semakin banyak jumlah kutub maka semakin rendah kecepatan motor. Berikut ini contoh lempengan 7 Universitas Sumatera Utara
laminasi inti, lempengan inti yang telah disatukan, dan belitan stator yang telah diletekan pada cangkang luar untuk motor induksi tiga fasa dapat dilihat Gambar 2.2.
(a)
(b)
(c)
Gamabar 2.2 Komponen stator motor induksi tiga fasa, (a) Lempengan inti, (b) Tumpukan inti kertas isolasi pada beberapa alurnya, (c) Tumpukan inti dan belitan dalam cangkang stator 2.2.2 Rotor Rotor motor induksi tiga fasa dibedakan menjadi rotor sangkar (squirrel cage rotor) dan rotor belitan (wound rotor). Rotor sangkar (squirrel cage rotor) terdiri dari inti silinder yang berlapislapis dengan slot (alur) yang paralel sebagai tempat untuk membawa konduktor rotor. Konduktor rotor berbentuk batangan (bar) yang terbuat dari tembaga, aluminium atau logam campuran. Masing-masing batang (bar) diletakkan pada slotnya masing-masing. Ujung batang konduktor di hubung singkat dengan cara mengelas dan mengikat dengan cincin akhir (short-circuiting end-rings). Rotor belitan (wound rotor) terdiri dari inti silinder yang berlapis-lapis, akan tetapi konduktor rotornya berupa gulungan tiga fasa yang digulung dengan jumlah kutub yang sama dengan jumlah kutub stator. Bagian akhir belitan yang 8 Universitas Sumatera Utara
terbuka dikeluarkan yang dihubungkan dengan tiga buah slip ring yang terisolasi yang menonjol pada tangkai rotor dan dihubungkan dengan sikat. Hal ini bertujuan agar dapat menambahkan tahanan tambahan pada rangkaian rotor selama periode starting untuk meningkatkan torsi start. 2.3
Jenis Motor Induksi Tiga Fasa Ada dua jenis motor induksi tiga fasa berdasarkan rotornya yaitu: 1. Motor induksi tiga fasa sangkar tupai (squirrel-cage motor) 2. Motor induksi tiga fasa rotor belitan (wound-rotor motor)
kedua motor ini bekerja pada prinsip yang sama dan mempunyai konstruksi stator yang sama tetapi berbeda dalam konstruksi rotor. 2.3.1 Motor Induksi Tiga Fasa Sangkar Tupai (Squirrel-cage Motor) Penampang motor sangkar tupai memiliki konstruksi yang sederhana. Inti stator pada motor sangkar tupai tiga fasa terbuat dari lapisan–lapisan pelat baja beralur yang didukung dalam rangka stator yang terbuat dari besi tuang atau plat baja yang dipabrikasi. Lilitan fasa ini dapat tersambung dalam hubungan delta (∆) atau pun hubungan bintang (Y) Rotor jenis rotor sangkar ditunjukkan pada Gambar 2.3 di bawah ini. Batang Poros
Cincin Aluminium
Kipas Laminasi Inti Besi Aluminium
Batang Poros Kipas
Gamabar 2.3 Rotor Sangkar Beserta Bagian-Bagiannya 9 Universitas Sumatera Utara
Batang rotor daan cincin ujung motor sangkar tupai yang lebih kecil adalah coran tembaga atau aluminium dalam satu lempeng pada inti rotor. Dalam motor yang lebih besar, batang rotor tidak dicor melainkan dibenamkan kedalam alur rotor dan kemudian dilas dengan pararel terhadap poros motor tetapi kerap kali dimiringkan. Hal ini akan menghasilkan torsi yang lebih seragam juga mengurangi derau dengung magnetik sewaktu motor sedang berputar.
Gamabar 2.4 Motor Induksi Sangkar Tupai (Squirrel-cage Induction Machine) 2.3.2 Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan (wound-rotor motor) Motor rotor belitan (motor cincin slip) bebeda dengan motor sangkar tupai dalam hal konstruksi rotor nya. Seperti namanya, rotor dililit dengan lilitan terisolasi serupa dengan lilitan stator. Lilitan fasa rotor dihubungkan secara Y dan masing-masing fasa ujung terbuka yang dikeluarkan ke cincin slip yang terpasang pada poros rotor. Secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2.5. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa cincin slip dan sikat semata-semata merupakan penghubung tahanan kendali variable luar ke dalam rangkaian rotor.
10 Universitas Sumatera Utara
Gamabar 2.5 Skematik Diagram Motor Induksi Rotor Belitan
Pada motor ini, cincin slip yang terhubung ke sebuah tahanan variable eksternal yang befungsi membatasi arus pengasutan dan yang bertanggug jawab terhadap pemanasan rotor. Selama pengasutan, penambahan tahanan eksternal pada rangkaian rotor belitan menghasilkan torsi pengasutan yang lebih besar dengan arus pengasutan yang lebih kecil dibandingkan dengan rotor sangkar. Konstruksi rotor belitan ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Gamabar 2.6 Rotor Belitan (wound rotor)
11 Universitas Sumatera Utara
Gamabar 2.7 Motor Induksi Rotor Belitan (wound-rotor induction machine)
2.4
Medan Putar Perputaran motor pada mesin arus bolak-balik ditimbulkan oleh adanya
medan putar (fluks yang berputar) yang dihasilkan dalam kumparan statornya. Medan putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam dalam fasa banak, umumnya fasa 3. Hubungan dapat berupa hubungan bintang atau delta. Misalkan kumparan a-a; b-b; c-c dihubungkan 3 fasa, dengan beda fasa masing-masing 120º (Gambar 2.7) dan dialiri arus sinusoid. Distribusi arus ia, ib, ic sebagai fungsi waktu adalah seperti Gambar 2.7. Pada keadaan t1, t2, t3, dan t4, fluks resultan yan ditimbulkan oleh kumparan tersebut masing-masing adalah seperti Gambar 2.8. Pada t1 fluks resultan mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilkan oleh kumparan a-a; sedangkan pada t2, fluks resultannya mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilkan oleh kumparan c-c; dan untuk t3 fluks resultan mempunyai arah sama dengan fluks yang dihasilkan oleh kumparan
12 Universitas Sumatera Utara
b-b. Untuk t4, fluks resultannya berlawanan arah dengan fluks resultan yang dihasilkan pada saat t1 keterangan ini akan lebih jelas pada analisa vektor.
Gambar 2.8 (a) Diagram phasor fluksi tiga fasa (b) Arus tiga phasa seimbang
Gambar 2.9 Medan putar pada motor induksi tiga fasa Dari gambar c, d, e, dan f tersebut terlihat fluks resultan ini akan berputar satu kali. Oleh karena itu untuk mesin dengan jumlah kutup lebih dari dua, kecepatan sinkron dapat diturunkan sebagai berikut :
=
f = frekuesni (Hz)
.
(rpm) .................................................................(2.1)
p = jumlah kutub
13 Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Analisis Secara Vektor Analisis secara vector didapatkan atas dasar : 1. Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar sesuai dengan perputaran sekrup (Gambar 2.10).
Gambar 2.10 Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar
2. Kebesaran fluks yang ditimbulkan ini sebanding dengan arus yang mengalir. Notasi yang dipakai untuk menyatakan positif atau negatifnya arus yang mengalir pada kumparan a–a, b–b, dan c–c pada Gambar 2.7a yaitu: harga positif, apabila tanda silang (x) terletak pada pangkal konduktor tersebut ( titik a, b, c ), sedangkan negatif apabila tanda titik ( . ) terletak pada pangkal konduktor tersebut (Gambar 2.9 ). Maka diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4, dapat dilihat pada Gambar 2.11.
14 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 Diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4 Dari semua diagram vektor di atas dapat pula dilihat bahwa fluks resultan berjalan (berputar).
2.5
Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa Motor induksi adalah peralatan pengubah energi listrik ke bentuk energi
mekanik. Perubahan energi ini bergantung pada keberadaan fenomena alami magnetik, medan listrik, gaya mekanis dan gerak. Jika pada stator diberikan tegangan tiga fasa, maka pada belitan stator akan mengalir arus tiga fasa, arus ini menghasilkan medan magnet yang berputar dengan kecepatan sinkron (ns). Medan magnet ini memotong belitan rotor sehingga pada belitan rotor akan diinduksikan tegangan seperti hanya tegangan yang diinduksikan dalam lilitan skunder transformator oleh fluksi yang dihasilkan pada belitan primer. Rangkaian rotor merupakan rangkaian tertutup, baik melalui
15 Universitas Sumatera Utara
cincin ujung atau tahanan luar. Arus yang mengalir dalam belitan rotor berada dalam medan magnet yang dihasilkan stator, sehingga pada belitan rotor akan dihasilkan gaya (F). Gaya ini akan menghasilkan torsi (τ) dan jika torsi yang dihasilkan lebih besar dari torsi beban, maka rotor akan berputar dengan kecepatan nr yang searah dengan medan putar stator. Untuk memperjelas prinsip kerja motor induksi tiga fasa, maka dapat dijabarkan dalam langkah-langkah berikut : 1. Pada keadaan beban nol ketiga phasa stator yang dihubungkan dengan sumber tegangan tiga phasa yang seimbang menghasilkan arus pada tiap belitan phasa. 2. Arus pada tiap phasa menghasilkan fluksi bolak-balik yang berubah-ubah. 3. Amplitudo fluksi yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan arahnya tegak lurus terhadap belitan phasa. 4. Akibat fluksi yang berputar timbul GGL pada stator motor yang besarnya adalah
Atau
Φ
= − = 4,44
...........................................................................(2.2)
...................................................................... .(2.3)
5. Penjumlahan ketiga fluksi bolak-balik tersebut disebut medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron ns, besarnya nilai ns ditentukan oleh jumlah kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan dengan :
ns
120 f p
.............................................................................(2.4)
16 Universitas Sumatera Utara
6. Fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor. Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi (GGL) sebesar E2 yang besarnya :
dimana :
= 4,44
.......................................................................(2.5)
= Tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam (Volt) = Jumlah lilitan kumparan rotor = Fluksi maksimum(Wb) ns
= Medan putar stator (rpm)
7. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka GGL tersebut akan menghasilkan arus I2. 8. Adanya arus I2 di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya F pada rotor 9. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untuk memikul kopel beban, rotor akan berputar searah medan putar stator. 10. Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan sinkron. Perbedaan kecepatan medan stator (ns) dan kecepatan rotor (nr) disebut slip (s) dan dinyatakan dengan s
ns n r 100% ....................................................................(2.6) ns
11. Pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini dinyatakan dengan E2s yang besarnya
dimana
= 4,44f
(volt) .............................................................(2.7)
17 Universitas Sumatera Utara
E2s = tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar (volt) f2 = s.f = frekuensi rotor (frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar) 12. Bila ns = nr, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada kumparan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel ditimbulkan jika nr < ns
2.6
Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke
rotor dan proses transfer energi dari stator ke rotor melalui induksi, sehingga motor induksi disebut juga trafo dengan kumparan sekunder yang berputar. Stator dari motor induksi sama dengan kumparan primer pada trafo, dan rotornya sama dengan kumparan sekunder dari transformator. Rangkaian Stator Motor induksi memiliki tahanan dan induktansi sendiri pada statornya, yang dapat dilihat dalam rangkaian ekivalen motor induksi. Tahanan stator di namakan R1 dan reaktansi stator disebut X1. Tegangan internal stator disimbolkan dengan E1. Tegangan terminal pada stator dinyatakan dengan persamaan 2.8:
Dimana:
V1
=
E1 + I1 (R1+jX1) volt ...........................................(2.8)
V1
=
Tegangan terminal stator (Volt)
E1
=
GGL lawan (Volt)
I1
=
Arus Stator (Ampere)
R1
=
Resistansi stator (Ohm)
18 Universitas Sumatera Utara
X1
=
Reaktansi Bocor stator (Ohm)
Sama seperti halnya dengan trafo, maka arus stator ( I1 ) terdiri dari dua buah komponen. Salah satunya adalah komponen beban (I1’). Salah satu komponen yang lain adalah arus eksitasi I0 (exciting current). Arus eksitasi dapat dibagi menjadi dua komponen yaitu, komponen rugi-rugi inti Ic yang sephasa dengan E1 dan komponen magnetisasi Im yang tertinggal 90º dengan E1. Arus Ic akan menghasilkan rugi-rugi inti dan arus Im akan menghasilkan resultan fluks celah udara. Sehingga rangkaian ekivalen dari stator dapat kita lihat pada Gambar 2.12 dibawah ini:
Gambar 2.12 Rangkaian Ekivalen Stator Rangkaian Rotor Pada saat motor start dan rotor belum berputar, maka stator dan rotor memiliki frekuensi yang sama. Tegangan induksi pada rotor dalam kondisi ini di lambangkan dengan E2. Pada saat rotor sudah berputar, maka besarnya tegangan induksi pada rotor sudah dipengaruhi slip. Besarnya tegangan induksi pada rotor pada saat berputar untuk berbagai slip sesuai dengan persamaan:
E2s = s E2
.............................................................................................................. (2.9)
19 Universitas Sumatera Utara
Dimana: E2
=
tegangan induksi pada rotor pada saat diam
E2s
=
tegangan induksi pada rotor sudah berputar.
Tegangan induksi pada saat motor berputar akan mempengaruhi tahanan dan reaktansi pada rotor. Tahanan pada rotor adalah konstan, dan tidak dipengaruhi oleh slip. Reaktansi dari motor induksi bergantung terhadap induktansi dari rotor dan frekuensi dari tegangan dan arus pada rotor. Dengan induktansi pada rotor adalah L2, maka reaktansi pada rotor diberikan dengan persamaan 2.10: XR = s X2 (Ohm) ..............................................................(2.10) Dimana X2
: reaktansi rotor dalam keadaan diam (Ohm)
Rangkaian ekivalen rotor dapat dilihat pada Gambar 2.13 dibawah ini:
Gambar 2.13 Rangkaian Ekivalen Rotor Sehingga arus yang mengalir pada rangkaian diatas adalah:
I2
E2 S (Ampere) ................................................(2.11) R2 jX R
Pada saat dibebani (dipengaruhi slip), maka besarnya arus yang mengalir pada rotor adalah:
20 Universitas Sumatera Utara
= =
.
(Ampere) .............................................(2.12)
(Ampere) ................................................(2.13)
Apabila persamaan 2.13 diatas diselesaikan maka besarnya arus yang mengalir di rotor pada saat dibebani (dipengaruhi slip) adalah:
=
(Ampere) .................................(2.14) (
)
Maka rangkaian ekivalen rotor yang dipengaruhi slip pada motor induksi dapat kita lihat pada Gambar 2.14 :
Gambar 2.14 Rangkaian Ekivalen Rotor yang sudah dipengaruhi slip Dari penjelesan diatas maka dapat dibuat rangkaian ekivalen per fasa motor induksi, Gambar 2.15 menunjukkan gambar rangkaian ekivalen per fasa motor induksi:
Gambar 2.15 Rangkaian Ekivalen Per Fasa Motor Induksi
21 Universitas Sumatera Utara
Keterangan Gambar 2.15 : V1
=
Tegangan terminal stator (Volt)
E1
=
GGL lawan (Volt)
I1
=
Arus Stator (Ampere)
R1
=
Resistansi stator (Ohm)
X1
=
Reaktansi Bocor stator (Ohm)
I0
=
Arus Eksitasi (exciting current) (Ampere)
Ic
=
Arus komponen rugi-rugi inti (Ampere)
Im
=
Arus magnetisasi
I2
=
Arus yang mengalir pada rotor (Ampere)
X2
=
Reaktansi Rotor per phasa dalam keadaan diam (Ohm)
R2
=
Resistansi Rotor (Ohm)
E2
=
Tegangan induksi pada rotor pada saat diam (Volt)
(Ampere)
Untuk mempermudah perhitungan, maka rangkaian ekivalen motor induksi dapat disederhanakan dengan sisi primer sebagai referensi. Sehingga rangkaian ekivalennya seperti pada gambar 2.16 dibawah ini.
Gamabar 2.16 Rangkaian Ekivalen Per Fasa Motor Induksi dengan Sisi Primer Sebagai Referensi
22 Universitas Sumatera Utara
Keterangan Gambar 2.16 :
2.7
I2’
=
I2 a
R2 ’
=
a2. R2 (Ohm)
X2’
=
a2 . X2 (Ohm)
(Ampere)
Torsi Motor Induksi Tiga Fasa Torsi Motor Induksi adalah tenaga atau gaya yang dihasilkan oleh suatu
motor yang digunakan untuk memikul beban, semakin besar torsinya semakin berat mesin itu bekerja dengan beban yang sama. Namun, torsi tergantung pada desain motor yang digunakan. Suatu persamaan torsi pada motor induksi dapat dihasilkan dengan bantuan teori rangkaian thevenin. Dalam bentuk umumnya, teorema thevenin mengizinkan penggantian sembarang jaringan yang terdiri atas unsur-unsur rangkaian linier dan sumber tegangan fasor tetap. Rangkain rotor direfrensikan terhadap stator. Misalkan V1 tegangan input motor, dengan melihaat dari sisi terminal a-b, dapat dicari tegangan theveninnya. Perhatikan Gambar 2.17. berikut ini.
R1
I’2
X1
I0 I1 V1
X’2
Xm R’ 2 s
Gambar 2.17 Rangkain Ekivalen Motor Induksi Dengan Mengabaikan Rc 23 Universitas Sumatera Utara
Untuk mendapatkan nilai tegangan thevenin maka tegangan terminal a-b pada rangkain ekivalen pada gambar diatas hasur dibuka. Perhatikan Gambar 2.17 berikut.
Gambar 2.18 Rangkain Thevenin Dari Gambar 2.18 dapat dihitung tegangan thevenin (Vth) dan impedansi thevenin (Zth). =
=
+
(
=
)
(volt) ............................................. (2.15) (
(
)
)
(Ohm).......................... (2.16)
Rangkaian ekivalen pada Gambar 2.18 berubah menjadi seperti Gambar 2.19 berikut :
Gambar 2.19 Rangkaian Thevenin Motor Induksi.
24 Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian I ʼ2 dapat dihitung dengan persamaan : ′ =
(Ampere) ......................... (2.17)
′
(
′ )
Torsi dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : =
=
′
×3 ′
(Nm) ...................................... (2.18)
Subtitusi persamaan 2.18 diatas ke persamaan 2.19 maka didapat ′
=
′
(
′ )
′
=
′
(
′ )
(Nm) ......................... (2.19)
Pada keadaan motor bekerja normal, rotor berputar pada arah putaran medan magnetik yang dihasilkan oleh arus stator, kecepatannya diantara nol sampai kecepatan serempak, dan slipnya diantara nol dengan satu. Lihat Gambar 2.19 berikut.
Gambar 2.20 Kurva Karakteristik Torsi-Kecepatan Pada Mesin Asinkron (Daerah Motor Dengan Daerag Generator)
25 Universitas Sumatera Utara
2.8
Disain Motor Induksi Tiga Fasa Motor asinkron yang sering kita temukan sehari-hari misalnya adalah
kipas angin, mesin pendingin, kereta api listrik gantung, dan lain sebagainya. Untuk itu perlu diketahui kelas-kelas dari motor tersebut untuk mengetahui unjuk kerja dari motor tersebut, Adapun kelas-kelas tersebut adalah sebagai berikut 1. Kelas A : Torsi start normal, arus start normal dan slip kecil Tipe ini umumnya memiliki tahanan rotor sangkar yang rendah. Slip pada beban penuh kecil atau rendah namun efisiensinya tinggi. Torsi maksimum biasanya sekitar 21 dari torsi beban penuh dan slipnya kurang dari 21 . Motor kelas ini berkisar hingga 20 Hp. 2. Kelas B : Torsi start normal, arus start dan slip rendah Torsi start kelas ini hampir sama dengan kelas A tetapi arus startnya berkisar 75 Ifl. Slip dan efisiensi pada beban penuh juga baik. Kelas ini umumnya berkisar antara 7,5 Hp sampai dengan 200 Hp. Penggunaan motor ini antara lain : kipas angin, boiler dan lainnya. 3. Kelas C: Torsi start tinggi dan arus start kecil Kelas ini memiliki resistansi rotor sangkar yang ganda yang lebih besar dibandingkan dengan kelas B. Oleh sebab itu dihasilkan torsi start yang lebih tinggi pada arus start yang rendah, namun bekerja pada efisiensi dan slip yang rendah dibandingkan kelas A dan B. 4. Kelas D : Torsi start tinggi, slip tinggi Kelas ini biasanya memiliki resistansi rotor sangkar tunggal yang tinggi sehingga dihasilkan torsi start yang tinggi pada arus start yang rendah.
26 Universitas Sumatera Utara
Sebagai tambahan pada keempat kelas tersebut diatas, NEMA juga memperkenalkan disain kelas E dan F, yang sering disebut motor induksi softstart, namun disain kelas ini sekarang sudah ditinggalkan.
Gambar 2.21 Karakteristik torsi dan keceapatan motor induksi pada berbagai disain 2.9
Aliran Daya Pada Motor Induksi Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke
rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukan pada kumparan stator (Pin) dirumuskan dengan :
Dimana :
= √3.
.
(Watt) ............................................................... ..(2.20)
Pin = daya input pada stator (Watt) V1 = tegangan sumber (Volt) I1 = arus masukan (Ampere)
27 Universitas Sumatera Utara
θ
= Perbedaaan sudut phasa antara arus masukan dengan tegangan sumber.
Daya listrik disuplai ke stator motor induksi diubah menjadi daya mekanik pada poros motor. Berbagai rugi-rugi yang timbul selama proses konversi energi listrik antara lain : 1. Rugi-rugi tetap (fixed losses), terdiri dari : Rugi-rugi inti stator (Pi) =
.
(Watt) ..................................................................... ..(2.21)
rugi-rugi gesek dan angin 2. Rugi-rugi Variabel, terdiri : rugi-rugi tembaga stator (Pis) = 3.
(Watt) ............................................................. ..(2.22)
rugi-rugi tembaga rotor (Ptr) = 3.
.
=
−
(Watt) ........................................................... ..(2.23)
Daya pada celah udara (Pcu) dapat dirumuskan dengan : −
(Watt) .............................................. ..(2.24)
Jika dilihat pada rangkaian rotor, satu-satunya elemen pada rangkain ekivalen yang mengkonsumsi daya pada celah udara adalah resistor R 2/s. Oleh karena itu daya pada celah udara dapat juga ditulis dengan : = 3.
.
(watt) ............................................................. ..(2.25)
Apabila rugi-rugi tembaga dan rugi-rugi inti ini dikurangi dengan daya input motor, maka akan diperoleh besarnya daya listrik yang diubah menjadi daya mekanik.
28 Universitas Sumatera Utara
Besarnya daa mekanik yang dibangkitkan motor adalah : =
−
= 3.
.
= 3. =
(Watt) ..................................................... ..(2.26)
.
− 3. .(
(
)
.
) (Watt) .................................................... ..(2.27)
Dari persamaan (2.24) dan (2.26) dapat dinyatakan hubungan rugi-rugi tembaga dengan daya pada celah udara : = .
(Watt) ............................................................... ..(2.28)
Karena daya mekanik yang dibangkitkan pada motor merupakan selisih dari daya pada celah udara dikurangi dengan rugi-rugi tembaga rotor, maka daya mekanik dapat juga ditulis dengan : (1 − ) (Watt) ............................................... ..(2.29)
=
Daya output akan diperoleh apabila daya yang dikonversikan dalam bentuk daya mekanik dikurangi dengan rugi-rugi gesek dan angin, sehingga daya keluarannya : =
−
&
−
(Watt) ........................................ ..(2.30)
Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan dalam bentuk slip yaitu :
:
∶
=1∶
∶1−
Gambar 2.20 menunjukan aliran daya pada motor induksi tiga phasa :
29 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.22 Diagram aliran daya motor induksi Dimana :
2.10
-
Pts
= rugi-rugi tembaga pada belitan stator (Watt)
-
Pi
= rugi-rugi inti pada stator (Watt)
-
Pcu
= daya yang transfer melalui celah udara(Watt)
-
Ptr
= rugi-rugi tembaga pada belitan rotor (Watt)
-
Pmek
= daya mekanik keluaran (output) (Wattt)
-
Pa&g
= rugi-rugi gesek dan angin (Watt)
-
Pb
= stray losses (Watt)
Efisiensi Motor Induksi Tiga Phasa Efisiensi dari suatu motor induksi didefinisikan sebagai ukuran
keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang dinyatakan sebagai perbandingan/rasio daya output (keluaran) dengan daya input (masukan), atau dapat juga dirumuskan dengan : () = =
+
× 100% = +
+
&
+
× 100% =
× 100% .......... ..(2.31)
............................................................ ..(2.32) 30 Universitas Sumatera Utara
= √3 .
. . cos
1 .............................................................................. ..(2.33)
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa efisiensi motor tergantung
pada besarnya rugi-rugi. Pada dasarnya metode yang digunakan untuk menentukan efisiensi motor induksi bergantung pada dua hal apakah motor itu dapat dibebani secara penuh atau pembebanan simulasi yang harus digunakan
Gambar 2.23 Efisiensi pada motor induksi
dimana : Pcu
= daya yang diinputkan ke rotor (Watt)
Ptr
= rugi-rugi tembaga rotor (Watt)
Pmek = daya mekanik dalam bentuk putaran (Watt)
Efisiensi dari motor induksi dapat diperoleh dengan melakukan pengujian beban nol dan pengujian hubung singkat. Dari pengujian beban nol akan di peroleh rugi-rugi mekanik dan rugi-rugi inti. Rugi-rugi tembaga stator tidak dapat diabaikan sekalipun motor berbeban ringan maupun tanpa beban.
31 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.24 Efisiensi Motor Beban Sebagian (sebagai fungsi dari % efisiensi beban penuh) (US DOE)
2.11
Kecepatan Motor Induksi Motor induksi bekerja sebagai berikut, listrik dipasok ke stator yang akan
menghsilkan medan magnet. Medan magnet ini bergerak dengan kecepatan sinkron disekitar rotor. Arus rotor menghasilkan medan magnet kedua, yang berusaha untuk melawan medan magnet stator, yang menyebabkan rotor berputar. Walaupun begitu didalam prakteknya motor tidak pernah bekerja pada kecepatan sinkron namun pada “kecepatan dasar” yang lebih rendah. Terjadinya perbedaan antara dua kecepatan tersebut disebabkan adanya “slip/geseran” yang meningkat dengan meningkatnyan beban. Slip hanya terjadi pada motor induksi. Untuk menghindari slip dapat dipasang sebuah cincin geser/slip ring, dan motor tersebut dinamkan “motor cincin geser/slip ring motor”. Pada saat keadaan berbeban dan ketika tegangan turun kecepatan pada motor ikut turun tetapi sedikit 32 Universitas Sumatera Utara
saja, keluaran motor adalah putaran, jadi supaya putaran atau kecepatan tetap terjaga pada saat tegangan turun maka arus pada rotor diperbesar untuk mempertahankan putaran motor dan slip pun besar. Persamaan berikut dapat digunankan untuk menghitung persentase slip/geseran.
=
× 100
dimana nr = ns (1-s) ..................................................................................... (2.34) 2.12
Jatuh Tegangan Jatuh tegangan adalah selisih antara tegangan ujung pengirim dengan
tegangan ujung penerima. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : ∆ =
Dimana : ∆
−
....................................................................... ..(2.35)
= jatuh tegangan (volt) = tegangan di sisi pengirim (volt) = tegangan di sisi penerima (volt)
Atau dapat juga ditulis dalam bentuk persentase : ∆ (%) =
Dimana :
∆
× 100% ......................................................... ..(2.36)
∆ (%)
= rugi tegangan dalam persen
∆
= rugi tegangan (volt)
= tegangan kerja (volt)
Jatuh tegangan pada saluran tenaga listrik secara umum berbanding lurus dengan panjang saluran dan beban serta berbanding terbalik dengan luas
33 Universitas Sumatera Utara
penampang penghantar. Besarnya jatuh tegangan dinyatakan baik dalam persen atau dalam besaran volt. Besarnya batas atas dan batas bawah ditentukan oleh kebijaksanaan perusahaan listrik terkait. Penurunan tegangan maksimum pada beban penuh yang dibolehkan di beberapa titik pada jaringan adalah [SPLN 72 : 1987] : 1. SUTM = 5% dari tegangan kerja bagi sisitem radial 2. SKTM = 2% dari tegangan kerja pada system spindle dan gugus 3. Trafo distribusi = 3% dari tegangan kerja 4. Saluran tegangan rendah = 4% dari tegangan kerja tergantung kepadatan beban 5. Sambungan rumah = 1% dari tegangan nominal
Adapun penyebab jatuh tegangan (voltage drop) adalah : 1. Jauhnya jaringan,jauhnya jarak transformator dari gardu induk 2. Rendahnya tegangan yang diberikan gardu induk atau rendahnya tegangan keluaran dari transformator distribusi 3. Sambungan penghantar yang tidak
baik sehingga bermasalah di sisi
tegangan menengah dan tegangan rendah 4. Pemilihan jenis penghantar, ukuran penghantar dan konektor yang tidak tepat 5. Arus yang dihasilkan Untuk menghitung jatuh tegangan, diperhitungkan reaktansinya, maupun faktor dayanya yang tidak sama dengan satu. Maka tegangan yang hilang disepanjang saluran penghantar adalah :
34 Universitas Sumatera Utara
∆
= ( cos + sin ) .................................................... ..(2.37)
Dimana : I
= arus beban
R
= tahanan saluran (ohm)
X
= reaktansi saluran (ohm)
Cos θ = faktor daya beban
35 Universitas Sumatera Utara