BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA
2.1
UMUM Motor induksi merupakan motor listrik arus bolak balik (ac) yang paling
luas digunakan. Penamaannya berasal dari kenyataan bahwa motor ini bekerja berdasarkan induksi medan magnet stator ke rotornya, dimana arus rotor motor ini bukan diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic field) yang dihasilkan oleh arus stator. Mesin ini juga disebut mesin asinkron (mesin tak serempak), hal ini dikarenakan putaran motor tidak sama dengan putaran fluks magnet stator. Dengan perkataan lain, bahwa antara rotor dan fluks magnet stator terdapat selisih perputaran yang disebut dengan slip. Pada umumya motor ac yang digunakan adalah motor induksi, terutama motor induksi tiga fasa yang paling banyak dipakai di perindustrian. Motor induksi tiga fasa sangat banyak dipakai sebagai penggerak di perindustrian karena banyak memiliki keuntungan, tetapi juga memiliki beberapa kelemahan. Keuntungan motor induksi tiga fasa: 1. Sangat sederhana dan daya tahan kuat (konstruksi hampir tidak pernah terjadi kerusakan, khususnya tipe squirel cage). 2. Harga relatif murah dan perawatan mudah.
6 Universitas Sumatera Utara
3. Efisiensi tinggi. Pada kondisi berputar normal, tidak dibutuhkan sikat dan karenanya rugi daya yang diakibatkannya dapat dikurangi. 4. Tidak memerlukan starting tambahan dan tidak harus sinkron. Kerugian motor induksi tiga fasa: 1. Kecepatan tidak dapat berubah tanpa pengorbanan efisiensi. 2. Kecepatannya menurun seiring dengan pertambahan beban. 3. Kopel awal mutunya rendah dibanding dengan motor DC shunt.
2.2
KONSTRUKSI MOTOR INDUKSI TIGA PHASA Motor induksi merupakan motor listrik arus bolak balik (ac) yang paling
luas digunakan, karena konstruksinya yang kuat dan karakteristik kerjanya yang baik. Secara umum motor induksi terdiri dari rotor dan stator. Rotor merupakan bagian yang bergerak, sedangkan stator bagian yang diam. Diantara stator dengan rotor ada celah udara yang jaraknya sangat kecil. Konstruksi motor induksi dapat diperlihatkan pada Gambar 2.1.
Rotor
Stator
Gambar 2.1 Konstruksi motor induksi
7 Universitas Sumatera Utara
Komponen stator adalah bagian terluar dari motor yang merupakan bagian yang diam dan mengalirkan arus phasa. Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi tempat kumparan dililitkan yang berbentuk silindris. Alur pada tumpukan laminasi inti diisolasi dengan kertas (Gambar 2.2.(b)). Tiap elemen laminasi inti dibentuk dari lembaran besi (Gambar 2.2 (a)). Tiap lembaran besi tersebut memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan phasa dimana untuk motor tiga phasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120o. Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris (Gambar 2.2.(c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti, lempengan inti yang telah disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada cangkang luar untuk motor induksi tiga phasa.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.2 Komponen Stator motor induksi tiga fasa (a) Lempengan inti, (b) Tumpukan inti dengan kertas isolasi pada beberapa alurnya, (c) Tumpukan inti dan kumparan dalam cangkang stator.
8 Universitas Sumatera Utara
Diantara stator dan rotor terdapat celah udara yang merupakan ruangan antara stator dan rotor. Pada celah udara ini lewat fluks induksi stator yang memotong kumparan rotor sehingga meyebabkan rotor berputar. Celah udara yang terdapat antara stator dan rotor diatur sedemikian rupa sehingga didapatkan hasil kerja motor yang optimum. Bila celah udara antara stator dan rotor terlalu besar akan mengakibatkan efisiensi motor induksi rendah, sebaliknya bila jarak antara celah terlalu kecil/sempit akan menimbulkan kesukaran mekanis pada mesin. Adapun tipe-tipe motor induksi tiga phasa berdasarkan konstruksi rotornya yaitu motor induksi tiga phasa rotor sangkar tupai ( squirrel-cage rotor) dan motor induksi tiga phasa rotor belitan ( wound rotor). Kedua motor ini bekerja pada prinsip yang sama dan mempunyai konstruksi stator yang sama tetapi berbeda dalam konstruksi rotor.
2.2.1. Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa Rotor Sangkar Tupai Penampang motor sangkar tupai memiliki konstruksi yang sederhana. Inti stator pada motor sangkar tupai tiga fasa terbuat dari lapisan – lapisan pelat baja beralur yang didukung dalam rangka stator yang terbuat dari besi tuang atau pelat baja yang dipabrikasi. Lilitan – lilitan kumparan stator diletakkan dalam alur stator yang terpisah 120 derajat listrik. Lilitan fasa ini dapat tersambung dalam hubungan delta ( Δ ) ataupun bintang ( Υ ). Rotor jenis rotor sangkar ditunjukkan pada Gambar 2.3 di bawah ini.
9 Universitas Sumatera Utara
Cincin Aluminium
Batang Poros
Kipas Batang Poros
Laminasi Inti Besi Aluminium
(a)
Kipas
(b)
Gambar 2.3 Konstruksi rotor motor induksi rotor sangkar (a) Tipikal rotor sangkar, (b) Bagian-bagian rotor sangkar
Batang rotor dan cincin ujung motor sangkar tupai yang lebih kecil adalah coran tembaga atau aluminium dalam satu lempeng pada inti rotor. Dalam motor yang lebih besar, batang rotor tidak dicor melainkan dibenamkan ke dalam alur rotor dan kemudian dilas dengan kuat ke cincin ujung. Batang rotor motor sangkar tupai tidak selalu ditempatkan paralel terhadap poros motor tetapi kerapkali dimiringkan. Hal ini akan menghasilkan torsi yang lebih seragam dan juga mengurangi derau dengung magnetik sewaktu motor sedang berputar. Pada ujung cincin penutup dilekatkan sirip yang berfungsi sebagai pendingin. Rotor jenis rotor sangkar standar tidak terisolasi, karena batangan membawa arus yang besar pada tegangan rendah. Motor induksi dengan rotor sangkar ditunjukkan pada Gambar 2.4.
10 Universitas Sumatera Utara
(a)
(b) Gambar 2.4 Konstruksi motor induksi rotor sangkar (a) Konstruksi motor induksi rotor rangkar ukuran kecil, (b) Konstruksi motor induksi iotor sangkar ukuran besar
2.2.2. Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa Rotor Belitan Motor rotor belitan ( motor cincin slip ) berbeda dengan motor sangkar tupai dalam hal konstruksi rotornya. Seperti namanya, rotor dililit dengan lilitan terisolasi serupa dengan lilitan stator. Lilitan fasa rotor dihubungkan secara Υ dan masing – masing fasa ujung terbuka yang dikeluarkan ke cincin slip yang terpasang pada poros rotor. Secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2.5. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa cincin slip dan sikat semata – mata merupakan penghubung tahanan kendali variabel luar ke dalam rangkaian rotor. Pada motor ini, cincin slip yang terhubung ke sebuah tahanan variabel eksternal berfungsi membatasi arus pengasutan yang bertanggung jawab terhadap pemanasan rotor.
11 Universitas Sumatera Utara
Sumber tegangan
Belitan Stator
Belitan Rotor
Slip Ring
Tahanan Luar
Gambar 2.5 Skematik motor induksi rotor belitan Selama pengasutan, penambahan tahanan eksternal pada rangkaian rotor belitan menghasilkan torsi pengasutan yang lebih besar dengan arus pengasutan yang lebih kecil dibanding dengan rotor sangkar. Konstruksi motor tiga phasa rotor belitan ditunjukkan pada Gambar 2.6 berikut.
(a)
(b)
Gambar 2.6 Konstruksi motor induksi rotor belitan (a) Rotor belitan, (b) Konstruksi motor induksi tiga phasa dengan rotor belitan.
12 Universitas Sumatera Utara
2.3
PRINSIP MEDAN PUTAR Perputaran motor pada mesin arus bolak-balik ditimbulkan oleh adanya
medan putar ( fluks yang berputar ) yang dihasilkan dalam kumparan statornya. Medan putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam fasa banyak, umumnya fasa 3. Hubungan dapat berua hubungan delta (Δ) atau bintang (Y). Misalkan kumparan a – a; b – b; c – c dihubungkan tiga fasa, dengan beda fasa masing – masing 1200 (gambar 2.5a) dan dialiri arus sinusoid. Distribusi arus ia, ib, ic sebagai fungsi waktu adalah seperti Gambar 2.7b. pada keadaan t1, t2, t3,dan t4 fluks resultan yang ditimbulkan oleh kumparan tersebut masing – masing adalah seperti Gambar 2.8. Pada t1 fluks resultan mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilkan oleh kumparan a – a; sedangkan pada t2, fluks resultannya mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilkan oleh kumparan c – c; dan untuk t3 fluks resultan mempunyai arah sama dengan fluks yang dihasilkan oleh kumparan b – b. Untuk t4, fluks resultannya berlawanan arah dengan fluks resultan yang dihasilkan pada saat t1 keterangan ini akan lebih jelas pada analisis vektor.
Gambar 2.7. (a) Diagram phasor fluksi tiga phasa, (b) Arus tiga phasa setimbang
13 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8. Medan putar pada motor induksi tiga phasa Dari gambar c, d ,e, dan f tersebut terlihat fluks resultan ini akan berputar satu kali. Oleh karena itu untuk mesin dengan jumlah kutub lebih dari dua, kecepatan sinkron dapat diturunkan sebagai berikut :
...(2.1) Dimana : = kecepatan sinkron (rpm) = frekuensi (Hz) = jumlah kutub 2.3.1. Analisis Secara Vektor Analisis secara vector didapatkan atas dasar: 1. Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar sesuai dengan perputaran sekrup ( Gambar 2.9 ).
14 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9. Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu lingkar 2. Kebesaran fluks yang ditimbulkan ini sebanding dengan arus yang mengalir.
Notasi yang dipakai untuk menyatakan positif atau negatifnya arus yang mengalir pada kumparan a – a, b – b, dan c – c yaitu: harga positif, apabila tanda silang (x) terletak pada pangkal konduktor tersebut ( titik a, b, c ), sedangkan negatif apabila tanda titik ( . ) terletak pada pangkal konduktor tersebut (Gambar 2.9 ). Maka diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4, dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Diagram vektor untuk fluks total pada keadaan t1, t2, t3, t4
Dari semua diagram vektor di atas dapat pula dilihat bahwa fluks resultan berjalan (berputar).
15 Universitas Sumatera Utara
2.4
PRINSIP KERJA MOTOR INDUKSI TIGA PHASA Pada keadaan beban nol ketiga phasa stator yang dihubungkan dengan
sumber tegangan tiga phasa yang setimbang menghasilkan arus pada tiap belitan phasa. Arus pada tiap phasa menghasilkan fluksi bolak-balik yang berubah-ubah. Amplitudo fluksi yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan arahnya tegak lurus terhadap belitan phasa. Akibat fluksi yang berputar timbul ggl pada stator motor yang besarnya adalah …(2.2) Atau …(2.3) Dimana: = Tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam = Jumlah lilitan kumparan rotor = Fluks maksimum (Weber) Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl tersebut akan menghasilkan arus I2. Adanya arus I2 di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya F pada rotor. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untuk memikul kopel beban, rotor akan berputar searah medan putar stator. Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan sinkron. Perbedaan kecepatan medan stator (ns) dan kecepatan rotor (nr) disebut slip (s) dan dinyatakan dengan …(2.4)
16 Universitas Sumatera Utara
Pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini dinyatakan dengan E2s yang besarnya …(2.5)
E2s = Dimana : E2s = tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar (Volt) = s.
= frekuensi rotor (frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam
keadaan berputar) Bila ns = nr, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada kumparan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel ditimbulkan jika nr < ns 2.5
RANGKAIAN EKIVALEN MOTOR INDUKSI TIGA PHASA Untuk menentukan rangkaian ekivalen dari motor induksi tiga fasa,
pertama -tama perhatikan keadaan pada stator. Gelombang fluks pada celah udara yang berputar serempak membangkitkan ggl lawan tiga phasa yang seimbang di dalam phasa-phasa stator. Besarnya tegangan terminal stator berbeda dengan ggl lawan sebesar jatuh tegangan pada impedansi bocor stator, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan
V 1 = E 1 + I 1 ( R1 jX 1 )
(Volt)
…(2.6)
Di mana : V1 = tegangan terminal stator (Volt)
E1 = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan (Volt)
I 1 = arus stator (Ampere) R1
= resistansi efektif stator (Ohm)
17 Universitas Sumatera Utara
X 1 = reaktansi bocor stator (Ohm) Seperti halnya transformator, arus stator dapat dipecah menjadi dua komponen, komponen beban dan komponen peneralan. Komponen beban I 2 menghasilkan suatu fluks yang akan melawan fluks yang diakibatkan arus rotor. Komponen peneralan I , merupakan arus stator tambahan yang diperlukan untuk menghasilkan fluks celah udara resultan. Arus peneralan dapat dipecah menjadi komponen rugi – rugi inti I c yang sefasa dengan E1 dan komponen magnetisasi I m yang tertinggal dari E1 sebesar 90 . Sehingga dapat dibuat rangkaian
ekivalen pada stator, seperti Gambar 2.11 berikut ini :
Gambar 2.11 Rangkaian ekivalen stator Misalkan pada rotor belitan, jika belitan yang dililit sama banyaknya dengan jumlah kutub dan phasa stator. Jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan stator banyaknya a kali jumlah lilitan rotor. Bandingkan efek magnetis rotor ini dengan yang terdapat pada rotor ekivalen magnetik yang mempunyai jumlah lilitan yang sama seperti stator. Untuk kecepatan dan fluks yang sama, hubungan antara tegangan Erotor yang diimbaskan pada rotor yang sebenarnya dan tegangan E2s yang diimbaskan pada rotor ekivalen adalah
E2s = a Erotor
(Volt)
…(2.7)
18 Universitas Sumatera Utara
Bila rotor – rotor akan diganti secara magnetis, lilitan-ampere masingmasing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya Irotor dan arus I2s pada rotor ekivalen haruslah : I2s =
I rotor a
…(2.8)
(Volt)
Akibatnya hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip Z 2 S dari rotor ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip Z rotor dari rotor yang sebenarnya haruslah sebagai berikut.
Z 2s =
E2s a 2 E rotor a 2 Z rotor I 2s I rotor
…(2.9)
Karena rotor terhubung singkat, hubungan antara ggl frekuensi slip E2s yang dibangkitkan pada phasa patokan dari rotor patokan dan arus I2s pada phasa tersebut adalah
E2s Z 2 s = R 2 + jSX 2 I 2s
…(2.10)
(Ohm)
Dimana :
Z 2 S = impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap phasa berpatokan pada stator (Ohm)
R2 = tahanan rotor (Ohm) SX2 = reaktansi bocor patokan pada frekuensi slip (Ohm) Reaktansi yang didapat pada persamaan (2.10) dinyatakan dalam cara demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi X 2 didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator.
19 Universitas Sumatera Utara
Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron. Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip sebesar E2s dan ggl lawan stator E1. Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah S kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator dan rotor adalah E2s = S E1
…(2.11)
(Volt)
Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang dihasilkan komponen beban I2 dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif I2s = I2
…(2.12)
(Ampere)
Dengan membagi persamaan (2.11) dengan persamaan (2.12) didapatkan
E2s SE1 = I 2s I2 Didapat hubungan
SE 1 E2s = R 2 + jSX 2 (Ohm) I 2s I2
…(2.13)
Dengan membagi persamaan (2.13) dengan S, maka didapat :
E1 R = 2 + jX 2 I2 S
(Ohm)
…(2.14)
Dari persamaan (2.10), (2.11) dan (2.14) maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor sebagai berikut.
20 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen rotor dimana :
R2 R = 2 + R2 R2 S S
R2 1 = R 2 + R2 ( 1 ) S S
…(2.15)
(Ohm)
Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa pada masing – masing fasanya. Perhatikan gambar di bawah ini : R1
I2
X1
I
I1 V1
SX 2
Rc
Ic X m Im
I2 E1
SE2
R2
Gambar 2.13 Rangkaian ekivalen motor induksi Untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada Gambar 2.13 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa akan dapat digambarkan sebagai berikut.
21 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen motor induksi dilihat dari sisi stator atau seperti gambar berikut.
Gambar 2.15 Bentuk lain rangkaian ekivalen motor induksi dilihat dari sisi stator Dimana: X '2 = a 2 X 2 R ' 2 = a 2 R2
Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus peneralan yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh) dan karena
22 Universitas Sumatera Utara
reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen Rc dapat dihilangkan (diabaikan). Rangkaian ekivalen menjadi gambar berikut.
Gambar 2.16 Rangkaian ekivalen motor induksi dengan mengabaikan tahanan Rc 2.6
ALIRAN DAYA PADA MOTOR INDUKSI Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke
rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukkan pada kumparan stator (Pin) dirumuskan dengan Pin 3V1 I 1 cos
( Watt )
…(2.16)
Dimana : V1 = tegangan sumber (Volt) I1 = arus masukan (Ampere)
= perbedaan sudut phasa antara arus masukan dengan tegangan sumber
23 Universitas Sumatera Utara
Sebelum daya ditransfer melalui celah udara, motor induksi mengalami rugi-rugi berupa rugi-rugi tembaga stator (PSCL) dan rugi-rugi inti stator (PC). Daya yang ditransfer melalui celah udara (PAG) sama dengan penjumlahan rugirugi tembaga rotor (PRCL) dan daya yang dikonversi (Pconv). Daya yang melalui celah udara ini sering juga disebut sebagai daya input rotor. PAG PRCL Pconv
3 I '2
2
R'2 3 I '2 s
2
…(2.17)
(Watt)
R
R'2 + 3 I 2'
2
' 2
(1 s ) s
…(2.18)
(Watt)
Diagram aliran daya motor induksi dapat dilihat pada Gambar 2.17 di bawah ini. PAG
Pconv
Daya celah udara
Pout load r
Pin 3 .VL I L cos PSLL PF&W PRCL
PC
PSCL
Gambar 2.17 Aliran daya motor induksi Dimana : - PSCL = rugi – rugi tembaga pada kumparan stator (Watt) - PC = rugi – rugi inti pada stator (Watt) - PAG = daya yang ditranfer melalui celah udara (Watt) - PRCL = rugi – rugi tembaga pada kumparan rotor (Watt) - PF W = rugi – rugi gesek + angin (Watt)
24 Universitas Sumatera Utara
- PSLL = stray losses (Watt) - PCONV = daya mekanis keluaran (output) (Watt) Hubungan antara rugi-rugi tembaga rotor dan daya mekanis dengan daya masukan rotor dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
R
PRCL 3 I 2'
2
Pconv 3 I 2'
2
' 2
sPAG ( Watt )
(1 s ) ' R2 (1 s ) sPAG ( Watt ) s
…(2.19)
…(2.20)
Dari Gambar 2.17 dapat dilihat bahwa motor induksi juga mengalami rugirugi gesek + angin (PF&W), sehingga daya mekanis keluaran sama dengan daya yang dikonversi (Pconv) dikurangi rugi-rugi gesek + angin. Pout = Pconv – PF&W
…(2.21)
Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan dalam bentuk slip yaitu : PAG : PRCL : Pconv = 1 : s : 1 – s 2.7
…(2.22)
EFISIENSI Efisiensi motor induksi adalah ukuran keefektifan motor induksi untuk
mengubah energi listrik menjadi energi mekanis yang dinyatakan sebagai perbandingan antara masukan dan keluaran atau dalam bentuk energi listrik berupa perbandingan watt keluaran dan watt masukan. Defenisi NEMA terhadap efisiensi energi adalah bahwa efisiensi merupakan perbandingan atau rasio dari daya keluaran yang berguna terhadap daya input total dan biasanya dinyatakan
25 Universitas Sumatera Utara
dalam persen Juga sering dinyatakan dengan perbandingan antara keluaran dengan masukan ditambah rugi-rugi, yang dirumuskan dalam persamaan (2.23) :
Pout Pin Ploss Pout 100% Pin Pin Pout PLoss
…(2.23)
Dari persamaan terlihat bahwa efisiensi motor bergantung pada besar rugiruginya. Rugi-rugi pada persamaan tersebut adalah penjumlahan keseluruhan komponen rugi-rugi yang dibahas pada sub bab sebelumnya. Pada motor induksi pengukuran efisiensi motor induksi ini sering dilakukan dengan beberapa cara seperti: - Mengukur langsung daya elektris masukan dan daya mekanis keluaran - Mengukur langsung seluruh rugi-rugi dan daya masukan - Mengukur setiap komponen rugi-rugi dan daya masukan, dimana pengukuran daya masukan tetap dibutuhkan pada ketiga cara di atas. Umumnya, daya elektris dapat diukur dengan sangat tepat, keberadaan daya mekanis yang lebih sulit untuk diukur. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mengukur torsi dan kecepatan dengan cukup akurat yang bertujuan untuk mengetahui harga efisiensi yang tepat. Pengukuran pada keseluruhan rugi-rugi ada yang berdasarkan teknik kalorimetri. Walaupun pengukuran dengan metode ini relatif sulit dilakukan, keakuratan yang dihasilkan dapat dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan pengukuran langsung pada daya keluarannya. Kebanyakan pabrikan lebih memilih melakukan pengukuran komponen rugi-rugi secara individual, karena dalam teorinya metode ini tidak memerlukan pembebanan pada motor, dan ini adalah suatu keuntungan bagi pabrikan. Keuntungan lainnya yang sering disebut-sebut adalah bahwa memang benar error pada komponen rugi-rugi secara individual tidak begitu mempengaruhi 26 Universitas Sumatera Utara
keseluruhan efisiensi. Keuntungannya terutama adalah fakta bahwa ada kemungkinan koreksi untuk temperatur lingkungan yang berbeda. Biasanya data efisiensi yang disediakan oleh pembuat diukur atau dihitung berdasarkan standar tertentu. 2.8
DESAIN KELAS MOTOR INDUKSI Motor asinkron yang sering kita temukan sehari-hari misalnya adalah :
kipas angin, mesin pendingin, kereta api listrik gantung, dan lain sebagainya. Untuk itu perlu diketahui kelas-kelas dari motor tersebut untuk mengetahui unjuk kerja dari motor tersebut. Adapun kelas-kelas tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kelas A : Torsi start normal, arus start normal dan slip kecil Tipe ini umumnya memiliki tahanan rotor sangkar yang rendah. Slip pada beban penuh kecil atau rendah namun efisiensinya tinggi. Torsi maksimum biasanya sekitar 21% dari torsi beban penuh dan slipnya kurang dari 21%. Motor kelas ini berkisar hingga 20 Hp. 2. Kelas B : Torsi start normal, arus start kecil dan slip rendah Torsi start kelas ini hampir sama dengan kelas A tetapi arus startnya berkisar 75%Ifl . Slip dan efisiensi pada beban penuh juga baik. Kelas ini umumnya berkisar antara 7,5 Hp sampai dengan 200 Hp. Penggunaan motor ini antara lain : kipas angin, boiler, pompa dan lainnya. 3. Kelas C : Torsi start tinggi dan arus start kecil Kelas ini memiliki resistansi rotor sangkar yang ganda yang lebih besar dibandingkan dengan kelas B. Oleh sebab itu dihasilkan torsi start yang lebih tinggi pada arus start yang rendah, namun bekerja pada efisisensi dan slip yang rendah dibandingkan kelas A dan B.
27 Universitas Sumatera Utara
4. Kelas D : Tosi start tinggi, slip tinggi Kelas ini biasanya memiliki resistansi rotor sangkar tunggal yang tinggi sehingga dihasilkan torsi start yang tinggi pada arus start yang rendah Sebagai tambahan pada keempat kelas tersebut diatas, NEMA juga memperkenalkan desain kelas E dan F, yang sering disebut motor induksi softstart, namun desain kelas ini sekarang sudah ditinggalkan. 2.9.
PENENTUAN PARAMETER MOTOR INDUKSI Data yang diperlukan untuk menghitung performansi dari suatu motor
induksi dapat diperoleh dari hasil pengujian tanpa beban, pengujian rotor tertahan, dan pengukuran tahanan dc belitan stator. 2.9.1. Pengujian Tanpa Beban (No Load Test) Pengujian tanpa beban pada motor induksi akan memberikan keterangan berupa besarnya arus magnetisasi dan rugi – rugi tanpa beban. Biasanya pengujian tersebut dilakukan pada frekuensi yang diizinkan dan dengan tegangan tiga fasa dalam keadaan setimbang yang diberikan pada terminal stator. Pembacaan diambil pada tegangan yang diizinkan setelah motor bekerja cukup lama, agar bagian – bagian yang bergerak mengalami pelumasan sebagaimanamestinya. Rugi – rugi rotasional keseluruhan pada frekuensi dan tegangan yang diizinkan pada waktu dibebani biasanya dianggap konstan dan sama dengan rugi – rugi tanpa beban. Pada keadaan tanpa beban, besarnya arus rotor sangat kecil dan hanya diperlukan untuk menghasilkan torsi yang cukup untuk mengatasi gesekan. Karenanya rugi – rugi transformator rugi – rugi
tanpa beban cukup kecil dan dapat diabaikan. Pada primernya tanpa beban dapat diabaikan, akan tetapi
28 Universitas Sumatera Utara
rugi – rugi stator tanpa beban motor induksi besarnya cukup berarti karena arus magnetisasinya lebih besar. Besarnya rugi – rugi rotasional
pada keadaan kerja
normal adalah : …(2.24)
–
Dimana : = daya input tiga fasa = arus tanpa beban tiap fasa ( A ) = tahanan stator tiap fasa ( ohm )
Karena slip pada keadaaan tanpa beban sangat kecil, maka akan mengakibatkan tahanan rotor
sangat besar. Sehingga cabang paralel rotor
dan cabang magnetisasi menjadi
di shunt dengan suatu tahanan yang sangat
besar, dan besarnya reaktansi cabang paralel karenanya sangat mendekati Sehingga besar reaktansi yang tampak keadaan tanpa beban sangat mendekati
.
yang diukur pada terminal stator pada , yang merupakan reaktansi
sendiri dari stator, sehingga
Maka besarnya reaktansi diri stator, dapat ditentukan dari pambacaan alat ukur pada keadaan tanpa beban. Untuk mesin tiga fasa yang terhubung Y besarnya impedansi tanpa beban
: …(2.25)
Di mana
merupakan tegangan line, pada pengujian tanpa beban. 29 Universitas Sumatera Utara
Besarnya tahanan pada pengujian tanpa beban
adalah : …(2.26)
merupakan suplai daya tiga fasa pada keadaan tanpa beban, maka besar reaktansi tanpa beban. …(2.27) sewaktu pengujian beban nol, maka rangkaian ekivalen motor induksi seperti Gambar 2.18
Gambar 2.18. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi pada Percobaan Beban Nol 2.9.2. Pengujian Tahanan Stator (DC Test) Untuk menentukan besarnya tahanan stator R1 dilakukan dengan test DC. Pada dasarnya tegangan DC diberikan pada belitan stator motor induksi. Karena arus yang disuplai adalah arus DC, maka tidak terdapat tegangan yang diinduksikan pada rangkaian rotor sehingga tidak ada arus yang mengalir pada rotor. Dalam keadaan demikian, reaktansi dari motor juga bernilai nol, oleh karena itu, yang membatasi arus pada motor hanya tahanan stator.
30 Universitas Sumatera Utara
Untuk melakukan pengujian ini, arus pada belitan stator diatur pada nilai rated, yang mana hal ini bertujuan untuk memanaskan belitan stator pada temperatur yang sama selama operasi normal. Apabila tahanan stator dihubung Y, maka besar tahanan stator/ fasa adalah : …(2.28) Bila stator dihubung delta, maka besar tahanan stator, …(2.29) Dengan diketahuinya nilai dari R1 , rugi – rugi tembaga stator pada beban nol dapat ditentukan, dan rugi – rugi rotasional dapat ditentukan sebagai selisih dari daya input pada beban nol dan rugi – rugi tembaga stator. Gambar 2.19 menunjukkan salah satu bentuk pengujian DC pada stator motor induksi yang terhubung Y.
Gambar 2.19. Rangkaian Pengukuran Untuk Test DC 2.9.3. Pengujian Rotor Tertahan (Block Rotor Test) Pengujian ini bertujuan untuk menentukan parameter – parameter motor induksi, dan biasa juga disebut dengan locked rotor test. Pada pengujian ini rotor dikunci/ ditahan sehingga tidak berputar.
31 Universitas Sumatera Utara
Untuk melakukan pengujian ini, tegangan AC disuplai ke stator dan arus yang mengalir diatur mendekati beban penuh. Ketika arus telah menunjukkan nilai beban penuhnya, maka tegangan, arus, dan daya yang mengalir ke motor diukur. Rangkaian ekivalen untuk pengujian ini dapat dilihat pada gambar 2.20 di bawah ini.
Gambar 2.20 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi pada Percobaan Block Rotor Test Saat pengujian ini berlangsung s = 1 dan tahanan rotor R2/s = R2. Karena nilai R2 dan X2 begitu kecil, maka arus input akan seluruhnya mengalir melalui tahanan dan reaktansi tersebut. Oleh karena itu, kondisi sirkit pada saat ini terlihat seperti kombinasi seri X1, R1, X2, dan R2. Sesudah tegangan dan frekuensi diatur, arus yang mengalir pada motor diatur dengan cepat, sehingga tidak timbul kenaikan temperatur pada rotor dengan cepat. Daya input yang diberikan kepada motor ; …(2.30) = tegangan line pada saat pengujian berlansung = arus line pada saat pengujian berlangsung 32 Universitas Sumatera Utara
…(2.31) = impedansi hubung singkat
Tahanan block rotor :
Sedangkan reaktansi block rotor adalah reaktansi stator dan rotor pada frekuensi pengujian. …(2.32) Nilai dari
ditentukan dari DC Test. Karena reaktansi berbanding langsung
dengan frekuensi, maka reaktansi ekivalen total XBR pada saat frekuensi operasi normal. …(2.33)
33 Universitas Sumatera Utara