BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA
2.1
UMUM Motor induksi merupakan motor listrik arus bolak balik (ac) yang paling
luas digunakan. Penamaannya berasal dari kenyataan bahwa motor ini bekerja berdasarkan induksi medan magnet stator ke rotornya, dimana arus rotor motor ini bukan diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic field) yang dihasilkan oleh arus stator. Mesin ini juga disebut mesin asinkron (mesin tak serempak), hal ini dikarenakan putaran motor tidak sama dengan putaran fluks magnet stator. Dengan perkataan lain, bahwa antara rotor dan fluks magnet stator terdapat selisih perputaran yang disebut dengan slip. Pada umumya motor ac yang digunakan adalah motor induksi, terutama motor induksi tiga fasa yang paling banyak dipakai di perindustrian. Motor induksi tiga fasa sangat banyak dipakai sebagai penggerak di perindustrian karena banyak memiliki keuntungan, tetapi juga memiliki beberapa kelemahan. Keuntungan motor induksi tiga fasa: 1. Sangat sederhana dan daya tahan kuat (konstruksi hampir tidak pernah terjadi kerusakan, khususnya tipe squirel cage). 2. Harga relatif murah dan perawatan mudah.
5 Universitas Sumatera Utara
3. Efisiensi tinggi. Pada kondisi berputar normal, tidak dibutuhkan sikat dan karenanya rugi daya yang diakibatkannya dapat dikurangi. 4. Tidak memerlukan starting tambahan dan tidak harus sinkron. Kerugian motor induksi tiga fasa: 1. Kecepatan tidak dapat berubah tanpa pengorbanan efisiensi. 2. Kecepatannya menurun seiring dengan pertambahan beban. 3. Kopel awal mutunya rendah dibanding dengan motor DC shunt.
2.2
KONSTRUKSI MOTOR INDUKSI TIGA PHASA Motor induksi merupakan motor listrik arus bolak balik (ac) yang paling
luas digunakan, karena konstruksinya yang kuat dan karakteristik kerjanya yang baik. Secara umum motor induksi terdiri dari rotor dan stator. Rotor merupakan bagian yang bergerak, sedangkan stator bagian yang diam. Diantara stator dengan rotor ada celah udara yang jaraknya sangat kecil. Konstruksi motor induksi dapat diperlihatkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Konstruksi motor induksi
6 Universitas Sumatera Utara
Komponen stator adalah bagian terluar dari motor yang merupakan bagian yang diam dan mengalirkan arus phasa. Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi tempat kumparan dililitkan yang berbentuk silindris. Alur pada tumpukan laminasi inti diisolasi dengan kertas (Gambar 2.2.(b)). Tiap elemen laminasi inti dibentuk dari lembaran besi (Gambar 2.2 (a)). Tiap lembaran besi tersebut memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan phasa dimana untuk motor tiga phasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120o. Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris (Gambar 2.2.(c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti, lempengan inti yang telah disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada cangkang luar untuk motor induksi tiga phasa.
(c) (a) (b) Gambar 2.2 Komponen Stator motor induksi tiga fasa (a) Lempengan Inti, (b) Tumpukan Inti dengan Kertas Isolasi pada Beberapa Alurnya, (c) Tumpukan Inti dan Kumparan Dalam Cangkang Stator
7 Universitas Sumatera Utara
Diantara stator dan rotor terdapat celah udara yang merupakan ruangan antara stator dan rotor. Pada celah udara ini lewat fluks induksi stator yang memotong kumparan rotor sehingga meyebabkan rotor berputar. Celah udara yang terdapat antara stator dan rotor diatur sedemikian rupa sehingga didapatkan hasil kerja motor yang optimum. Bila celah udara antara stator dan rotor terlalu besar akan mengakibatkan efisiensi motor induksi rendah, sebaliknya bila jarak antara celah terlalu kecil/sempit akan menimbulkan kesukaran mekanis pada mesin. Untuk rotor akan dibahas pada bagian berikutnya, yaitu jenis motor induksi tiga phasa berdasarkan jenis rotornya.
2.3
JENIS MOTOR INDUKSI TIGA PHASA Ada dua jenis motor induksi tiga fasa berdasarkan rotornya yaitu: 1. Motor induksi tiga phasa sangkar tupai ( squirrel-cage motor) 2. Motor induksi tiga phasa rotor belitan ( wound-rotor motor )
Kedua motor ini bekerja pada prinsip yang sama dan mempunyai konstruksi stator yang sama tetapi berbeda dalam konstruksi rotor.
2.3.1 Motor Induksi Tiga Phasa Sangkar Tupai ( Squirrel-cage Motor) Penampang motor sangkar tupai memiliki konstruksi yang sederhana. Inti stator pada motor sangkar tupai tiga fasa terbuat dari lapisan – lapisan pelat baja beralur yang didukung dalam rangka stator yang terbuat dari besi tuang atau pelat baja yang dipabrikasi. Lilitan – lilitan kumparan stator diletakkan dalam alur stator yang terpisah 120 derajat listrik. Lilitan fasa ini dapat tersambung dalam
8 Universitas Sumatera Utara
hubungan delta ( Δ ) ataupun bintang ( Υ ). Rotor jenis rotor sangkar ditunjukkan pada Gambar 2.3 di bawah ini.
Batang Poros
Kipas Laminasi Inti Besi Aluminium
Cincin Aluminium
Batang Poros Kipas
Gambar 2.3 Konstruksi rotor motor induksi rotor sangkar (a) Tipikal Rotor Sangkar, (b) Bagian-bagian Rotor Sangkar Batang rotor dan cincin ujung motor sangkar tupai yang lebih kecil adalah coran tembaga atau aluminium dalam satu lempeng pada inti rotor. Dalam motor yang lebih besar, batang rotor tidak dicor melainkan dibenamkan ke dalam alur rotor dan kemudian dilas dengan kuat ke cincin ujung. Batang rotor motor sangkar tupai tidak selalu ditempatkan paralel terhadap poros motor tetapi kerapkali dimiringkan. Hal ini akan menghasilkan torsi yang lebih seragam dan juga mengurangi derau dengung magnetik sewaktu motor sedang berputar. Pada ujung cincin penutup dilekatkan sirip yang berfungsi sebagai pendingin. Rotor jenis rotor sangkar standar tidak terisolasi, karena batangan membawa arus yang besar pada tegangan rendah. Motor induksi dengan rotor sangkar ditunjukkan pada Gambar 2.4.
9 Universitas Sumatera Utara
(a)
(b)
Gambar 2.4 Konstruksi motor induksi rotor sangkar (a) Konstruksi Motor Induksi Rotor Sangkar Ukuran Kecil, (b) Konstruksi Motor Induksi Rotor Sangkar Ukuran Besar 2.3.2 Motor Induksi Tiga Phasa Rotor Belitan ( wound-rotor motor ) Motor rotor belitan ( motor cincin slip ) berbeda dengan motor sangkar tupai dalam hal konstruksi rotornya. Seperti namanya, rotor dililit dengan lilitan terisolasi serupa dengan lilitan stator. Lilitan fasa rotor dihubungkan secara Υ dan masing – masing fasa ujung terbuka yang dikeluarkan ke cincin slip yang terpasang pada poros rotor. Secara skematik dapat dilihat pada gambar 2.5. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa cincin slip dan sikat semata – mata merupakan penghubung tahanan kendali variabel luar ke dalam rangkaian rotor. Pada motor ini, cincin slip yang terhubung ke sebuah tahanan variabel eksternal berfungsi membatasi arus pengasutan yang bertanggung jawab terhadap pemanasan rotor.
10 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Skematik motor induksi rotor belitan Selama pengasutan, penambahan tahanan eksternal pada rangkaian rotor belitan menghasilkan torsi pengasutan yang lebih besar dengan arus pengasutan yang lebih kecil dibanding dengan rotor sangkar. Konstruksi motor tiga phasa rotor belitan ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.
(a)
(b)
Gambar 2.6 Konstruksi motor induksi rotor belitan (a) Rotor Belitan, (b) Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa dengan Rotor Belitan.
11 Universitas Sumatera Utara
2.4
PRINSIP KERJA MOTOR INDUKSI Jika pada belitan stator diberi tegangan tiga fasa, maka pada stator akan
dihasilkan arus tiga fasa, arus ini menghasilkan medan magnetik yang berputar dengan kecepatan sinkron. Ketika medan melewati konduktor rotor, dalam konduktor ini diinduksikan ggl yang sama seperti ggl yang diinduksikan dalam belitan sekunder transformator oleh fluksi arus primer. Rangkaian rotor merupakan rangkaian tertutup, baik melalui cincin ujung atau tahanan luar, ggl induksi menyebabkan arus mengalir dalam konduktor rotor. Jadi arus yang mengalir pada konduktor rotor dalam medan magnet yang dihasilkan stator akan menghasilkan gaya (F) yang bekerja pada rotor. Gambar 2.7 di bawah ini menggambarkan penampang stator dan rotor motor induksi, dengan medan magnet diumpamakan berputar searah jarum jam dan dengan statornya diam seperti pada saat start.
Gambar 2.7 Penampang rotor dan stator motor Induksi memperlihatkan medan magnet dalam celah udara.
12 Universitas Sumatera Utara
Untuk arah fluksi dan gerak yang ditunjukkan gambar 2.7, penggunaan aturan tangan kanan fleming yaitu arah arus induksi dalam konduktor rotor menuju pembaca. Pada kondisi seperti itu, dengan konduktor yang mengalirkan arus berada dalam medan magnet seperti yang ditunjukkan, gaya pada konduktor mengarah ke atas karena medan magnet di bawah konduktor lebih kuat dari pada medan di atasnya. Agar sederhana, hanya satu konduktor rotor yang diperlihatkan. Tetapi, konduktor – konduktor rotor yang berdekatan lainnya dalam medan stator juga mengalirkan arus dalam arah seperti pada konduktor yang ditunjukkan, dan juga mempunyai suatu gaya ke arah atas yang dikerahkan pada mereka. Pada setengah siklus berikutnya, arah medan stator akan dibalik, tetapi arus rotor juga akan dibalik, sehingga gaya pada rotor tetap ke atas. Demikian pula konduktor rotor di bawah kutup – kutup medan stator lain akan mempunyai gaya yang semuanya cenderung memutarkan rotor searah jarum jam. Jika kopel yang dihasilkan cukup besar untuk mengatasi kopel beban yang menahan, motor akan melakukan percepatan searah jarum jam atau dalam arah yang sama dengan perputaran medan magnet stator.
2.5
PRINSIP MEDAN PUTAR Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk menganalisa medan
putar. Pada kesempatan ini akan dibahas analisa medan putar secara vector dan secara perhitungan. 2.5.1
Analisa Medan Putar secara Vektor Perputaran motor pada mesin arus bolak – balik ditimbulkan oleh adanya
medan putar (fluks yang berputar) yang dihasilkan dalam kumparan stator. Medan
13 Universitas Sumatera Utara
putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam phasa banyak, pada umumnya tiga phasa. Hubungan belitan pada stator dapat berupa hubungan Y atau Δ. Untuk mempermudah memahami medan putar, maka dapat dilihat gambar 2.8 berikut yang menggambarkan keadaan pada kumparan yang dialiri oleh arus dari sumber tiga fasa. Misalkan arus yang mengalir pada ketiga kumparan tersebut sebesar: i aa' ( t ) I M sin t
(Ampere) ...................................... (2.7.a)
i bb' ( t ) I M sin( t 120 )
(Ampere) ...................................... (2.7.b)
i cc' ( t ) I M sin( t 240 )
(Ampere) ...................................... (2.7.c)
Arus yang ada pada kumparan aa ' mengalir dari a dan keluar menuju ke a ' . Karena arus yang mengalir pada kumparan aa ' ini, maka dihasilkan kuat medan magnet ( H ) pada kumparan aa ' sebesar
Gambar 2.8 Kerapatan medan magnet H aa' ( t ) H M sin t 0
(Amp turns/m) .........................(2.8.a)
Dan kuat medan magnet pada kumparan bb ' dan cc ' sebesar: H bb' ( t ) H M sin( t 120 ) 120
(Amp.turns/m) .........................(2.8.b)
H cc' ( t ) H M sin( t 240 ) 240
(Amp.turns/m) .........................(2.8.c)
14 Universitas Sumatera Utara
Telah diketahui bahwa kerapatan fluks ( B ) dapat dihitung dari kuat medan magnet ( H ), yaitu : B = µH
( Tesla ) .........................................................................(2.9)
Maka didapat kerapatan fluks pada masing – masing kumparan, yaitu B aa' ( t ) B M sin t 0
( Tesla ) ............................(2.10.a)
B bb' ( t ) B M sin( t 120 ) 120
( Tesla ) ............................(2.10.b)
B cc' ( t ) B M sin( t 240 ) 240
( Tesla ) ............................(2.10.c)
Pada persamaan kerapatan fluks diatas , dimana BM H M . Kerapatan fluks dapat dihitung resultannya dengan menentukan nilai dari waktu (t), sehingga resultan kerapatan fluks ada nilainya, misalnya pada saat t = 0, maka kerapatan fluks pada masing – masing kumparan stator sebesar: B aa ' 0 Bbb ' B M sin( 120 )120 Bcc ' B M sin( 240 ) 240
Resultan kerapatan fluks pada stator sebesar B net B aa ' Bbb ' Bcc '
0 (
3 3 B M )120 ( B M )240 2 2
= 1,5BM 90 Tesla
15 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Kerapatan medan magnet untuk t = 00 Jika t 90 , maka: B aa ' B M 0 Bbb ' 0,5 B M 120 Bcc ' 0,5 B M 240 B net B aa ' Bbb ' Bcc '
Bnet BM 0 (0,5 BM )120 (0,5 BM )240 = 1,5BM 0 Tesla
Gambar 2.10 Kerapatan medan magnet untuk t 90 Dari perhitungan saat t = 0 dan saat t 90 dihasilkan resultan medan magnet yang sama besar amplitudonya, hanya berbeda sudutnya. Seperti yang ditunjukkan 16 Universitas Sumatera Utara
oleh gambar 2.9 dan gambar 2.10, terlihat jelas bahwa medan magnet yang dihasilkan ini berputar tergantung terhadap waktu ( t ).
2.5.2.
Analisa Medan Putar Secara Perhitungan Pada analisa medan putar secara vektoris, diketahui bahwa pada harga
waktu (t) berapapun nilainya maka didapat magnitudo dari resultan medan magnet sebesar 1,5 BM . Dan ini akan terus konstan dan berputar dengan kecepatan sudut
. Dari gambar 2.8 sebelumnya diperlihatkan sistem koordinat, dimana garis horizontal positif disimbolkan dengan x dan garis vertikal keatas disimbolkan dengan y. a x disimbolkan sebagai vektor satuan dari garis horizontal dan a y sebagai vector satuan dari garis vertikal. Untuk mendapatkan persamaan umum dari resultan fluks magnetik ( Bnet ) maka dijumlahkan kerapatan fluks magnetik yang dihasilkan pada masing - masing kumparan stator secara vektoris. Resultan fluks magnet pada stator dinyatakan dengan persamaan: B net (t ) B aa ' (t ) B bb ' (t ) B cc ' (t )
( Tesla )
= BM sin t0 BM sin(t 120)120 BM sin(t 240)240 = BM sin t (cos 0 j sin 0) BM sin(t 120)(cos120 j sin120)
BM sin(t 240)(cos 240 j sin 240) = B M sin t (1) B M sin(t 120)( 0,5 j B M sin(t 240 )( 0,5 j
3 ) 2
3 ) 2
17 Universitas Sumatera Utara
Dengan menganggap konponen ril berada pada sumbu x dan komponen khayal pada sumbu y, maka Persamaan diatas dapat dinyatakan dalam komponen a x dan ay.
3 B net (t ) BM sin t a x [0,5BM sin(t 120) ] a x + B M sin(t 120) a y 2 3 [0,5 B M sin(t 240 )]a x B M sin(t 240) a y 2
( Tesla )
Komponen – komponen vektor x dan y dapat disatukan menjadi sebagai berikut. B net B M sin t 0,5 B M sin(t 120 ) 0,5 B M sin(t 240 )a x
3 3 + B M sin(t 120) B M sin(t 240) a y 2 2
Karena : sin(t 120) 0,5 sin t
3 cos t 2
sin(t 240) 0,5 sin t
3 cos t 2
Maka didapat 3 3 B net B M sin t 0,5 B M ( 0,5 sin t cos t ) 0,5 B M ( 0,5 sin t cos t a x 2 2
3 3 3 3 + B M ( 0,5 sin t B M ( 0,5 sin t cos t ) cos t ) a y 2 2 2 2 1 3 1 3 B net B M sin t B M sin t B M cos t B M sin t B M cos t a x 4 4 4 4 3 3 3 3 + B M sin t B M cos t B M sin t B M cos t a y 4 4 4 4
18 Universitas Sumatera Utara
B net (1,5 B M sin t ) a x (1,5 B M cos t ) a y
( Tesla )……………………( 2.11 )
Dari persamaan (2.5) diatas, jika dimasukkan nilai t = 0 maka dihasilkan fluks medan magnet sebesar 1,5BM 90 dan jika t = 90 didapat fluks medan magnet sebesar 1,5BM 0 . Hasil perhitungan ini menyatakan bahwa fluks medan magnet yang dihasilkan pada kumparan stator motor induksi tiga fasa berputar terhadap waktu ( t ).
2.6
FREKUENSI ROTOR Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor
sama seperti frekuensi masukan ( sumber ). Tetapi ketika rotor akan berputar, maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f2 yaitu :
f2
p(n s nr ) 120
dengan mengalikan persamaan diatas dengan
f2
p ( n s nr ) n s 120 ns
f2
pns n s nr 120 ns
dimana, S
ns nr pn dan f1 s ns 120
f2 S f1
ns didapat : ns
maka frekuensi di rotor adalah :
(Hertz)………………………….…………….(2.12)
19 Universitas Sumatera Utara
Dari persamaan ini terlihat bahwa pada saat start dan rotor belum berputar, frekuensi pada stator dan rotor akan sama. Dalam keadaan rotor berputar, frekuensi arus motor dipengaruhi oleh slip ( f2=Sf1 ). Karena tegangan induksi dan reaktansi kumparan rotor merupakan fungsi frekuensi, maka harganya turut pula dipengaruhi oleh slip. E2s = 4,44 f2 N2 Φm = 4,44 S f1 N2 Φm E2s = S E2
(Volt)…………………..………………...( 2.13)
E2 : ggl pada saat rotor diam (nr = ns) E2s : ggl pada saat rotor berputar X2s = 2 π f2 L2 = 2 π S f1 L2 X2s = S X2
(ohm)…………………………...……....(2.14)
X2 : reaktansi pada saat rotor diam (nr = ns) X2s : reaktansi pada saat rotor berputar
2.7
RANGKAIAN EKIVALEN MOTOR INDUKSI Untuk menentukan rangkaian ekivalen dari motor induksi tiga fasa,
pertama -tama perhatikan keadaan pada stator. Gelombang fluks pada celah udara yang berputar serempak membangkitkan ggl lawan tiga phasa yang seimbang di dalam phasa-phasa stator. Besarnya tegangan terminal stator berbeda dengan ggl lawan sebesar jatuh tegangan pada impedansi bocor stator, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan
V 1 = E 1 + I 1 ( R1 jX 1 )
(Volt) ……………………………...(2.15)
20 Universitas Sumatera Utara
Di mana : V1 = tegangan terminal stator (Volt)
E1 = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan (Volt) I1 = arus stator (Ampere) R1
= resistansi efektif stator (Ohm)
X 1 = reaktansi bocor stator (Ohm) Seperti halnya transformator, arus stator dapat dipecah menjadi dua komponen, komponen beban dan komponen peneralan. Komponen beban I 2 menghasilkan suatu fluks yang akan melawan fluks yang diakibatkan arus rotor. Komponen peneralan I , merupakan arus stator tambahan yang diperlukan untuk menghasilkan fluks celah udara resultan. Arus peneralan dapat dipecah menjadi komponen rugi – rugi inti I c yang sefasa dengan E1 dan komponen magnetisasi I m yang tertinggal dari E1 sebesar 90 . Sehingga dapat dibuat rangkaian ekivalen pada stator, seperti gambar 2.11 berikut ini :
Gambar 2.11 Rangkaian ekivalen Stator Misalkan pada rotor belitan, jika belitan yang dililit sama banyaknya dengan jumlah kutub dan phasa stator. Jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan stator banyaknya a kali jumlah lilitan rotor. Bandingkan efek magnetis rotor ini dengan yang terdapat pada rotor ekivalen magnetik yang mempunyai jumlah
21 Universitas Sumatera Utara
lilitan yang sama seperti stator. Untuk kecepatan dan fluks yang sama, hubungan antara tegangan Erotor yang diimbaskan pada rotor yang sebenarnya dan tegangan E2s yang diimbaskan pada rotor ekivalen adalah E2s = a Erotor
(Volt)………………………………………...(2.16)
Bila rotor – rotor akan diganti secara magnetis, lilitan-ampere masingmasing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya Irotor dan arus I2s pada rotor ekivalen haruslah : I2s =
I rotor a
(Volt)…………………………………………...(2.17)
Akibatnya hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip Z 2 S dari rotor ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip Z rotor dari rotor yang sebenarnya haruslah sebagai berikut.
E2s a 2 E rotor Z 2s = a 2 Z rotor I 2s I rotor
( Ohm )……………………….(2.18)
Karena rotor terhubung singkat, hubungan antara ggl frekuensi slip E2s yang dibangkitkan pada phasa patokan dari rotor patokan dan arus I2s pada phasa tersebut adalah
E2s Z 2 s = R 2 + jSX 2 I 2s
(Ohm)……………………….(2.19)
Dimana Z 2 S = impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap phasa berpatokan pada stator (Ohm)
R2 = tahanan rotor (Ohm) SX2 = reaktansi bocor patokan pada frekuensi slip (Ohm)
22 Universitas Sumatera Utara
Reaktansi yang didapat pada persamaan (2.19) dinyatakan dalam cara demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi X 2 didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator. Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron. Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip sebesar E2s dan ggl lawan stator E1. Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah S kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator dan rotor adalah E2s = S E1
(Volt)……………………………………………….....(2.20)
Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang dihasilkan komponen beban I2 dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif I2s = I2
(Ampere).......................................................................(2.21)
Dengan membagi persamaan (2.20) dengan persamaan (2.21) didapatkan
E2s SE1 = I2 I 2s Didapat hubungan
SE 1 E2s = R 2 + jSX 2 (Ohm)……………………………….(2.22) I 2s I2 Dengan membagi persamaan (2.22) dengan S, maka didapat :
E1 R = 2 + jX 2 I2 S
(Ohm)………………………………..(2.23)
23 Universitas Sumatera Utara
Dari persamaan (2.19), (2.20) dan (2.23) maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor sebagai berikut.
Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen Rotor dimana :
R2 R = 2 + R2 R2 S S R2 1 = R 2 + R2 ( 1 ) S S
(Ohm)…………….………………….(2.24)
Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga phasa pada masing – masing fasanya. Perhatikan gambar di bawah ini : R1
I2
X1
I2
I
I1 V1
SX 2
Rc
Ic X m Im
E1
R2
SE2
Gam bar 2.13 Rangkaian ekivalen Motor Induksi
24 Universitas Sumatera Utara
Untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada gambar 2.13 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa akan dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen Motor Induksi dilihat dari sisi Stator Atau seperti gambar berikut.
Gambar 2.15 Bentuk lain rangkaian ekivalen motor induksi dilihat dari sisi stator Dimana: X '2 = a 2 X 2 R ' 2 = a 2 R2
Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus
25 Universitas Sumatera Utara
peneralan yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh) dan karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen Rc dapat dihilangkan (diabaikan). Rangkaian ekivalen menjadi gambar berikut.
Gambar 2.16 Rangkaian ekivalen motor induksi dengan mengabaikan tahanan Rc 2.8
ALIRAN DAYA PADA MOTOR INDUKSI Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke
rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukkan pada kumparan stator (Pin) dirumuskan dengan Pin 3V1 I 1 cos
( Watt )...........................................................(2.25)
Dimana : V1 = tegangan sumber (Volt) I1 = arus masukan (Ampere)
= perbedaan sudut phasa antara arus masukan dengan tegangan sumber
26 Universitas Sumatera Utara
Sebelum daya ditransfer melalui celah udara, motor induksi mengalami rugi-rugi berupa rugi-rugi tembaga stator (PSCL) dan rugi-rugi inti stator (PC). Daya yang ditransfer melalui celah udara (PAG) sama dengan penjumlahan rugirugi tembaga rotor (PRCL) dan daya yang dikonversi (Pconv). Daya yang melalui celah udara ini sering juga disebut sebagai daya input rotor. PAG PRCL Pconv
3 I '2
2
R'2 3 I '2 s
(Watt)............................................................(2.26)
2
R
R'2 + 3 I 2'
2
' 2
(1 s ) s
(Watt).......................(2.27)
Diagram aliran daya motor induksi dapat dilihat pada Gambar 2.17 di bawah ini. PAG
Pconv
Pout loadr
Pin 3.VL IL cos
PSCL
PC
PRCL
PSLL
PF&W
Gambar 2.17 Aliran Daya Motor Induksi Dimana : - PSCL = rugi – rugi tembaga pada kumparan stator (Watt) - PC = rugi – rugi inti pada stator (Watt) - PAG = daya yang ditranfer melalui celah udara (Watt) - PRCL = rugi – rugi tembaga pada kumparan rotor (Watt) - PF W = rugi – rugi gesek + angin (Watt)
27 Universitas Sumatera Utara
- PSLL = stray losses (Watt) - PCONV = daya mekanis keluaran (output) (Watt) Hubungan antara rugi-rugi tembaga rotor dan daya mekanis dengan daya masukan rotor dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
R
PRCL 3 I 2'
2
Pconv 3 I 2'
2
' 2
sPAG ( Watt )....................................................(2.28)
(1 s ) ' R2 (1 s ) sPAG ( Watt )..............................(2.29) s
Dari gambar 2.17 dapat dilihat bahwa motor induksi juga mengalami rugirugi gesek + angin (PF&W), sehingga daya mekanis keluaran sama dengan daya yang dikonversi (Pconv) dikurangi rugi-rugi gesek + angin. Pout = Pconv – PF&W
Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan dalam bentuk slip yaitu : PAG : PRCL : Pconv = 1 : s : 1 – s ..........................................................(2.30)
2.9
EFISIENSI Efisiensi motor induksi adalah ukuran keefektifan motor induksi untuk
mengubah energi listrik menjadi energi mekanis yang dinyatakan sebagai perbandingan antara masukan dan keluaran atau dalam bentuk energi listrik berupa perbandingan watt keluaran dan watt masukan. Defenisi NEMA terhadap 28 Universitas Sumatera Utara
efisiensi energi adalah bahwa efisiensi merupakan perbandingan atau rasio dari daya keluaran yang berguna terhadap daya input total dan biasanya dinyatakan dalam persen Juga sering dinyatakan dengan perbandingan antara keluaran dengan masukan ditambah rugi-rugi, yang dirumuskan dalam persamaan (2.31) :
Pout Pin Ploss Pout 100% .....................................(2.31) Pin Pin Pout PLoss
Dari persamaan terlihat bahwa efisiensi motor bergantung pada besar rugiruginya. Rugi-rugi pada persamaan tersebut adalah penjumlahan keseluruhan komponen rugi-rugi yang dibahas pada sub bab sebelumnya. Pada motor induksi pengukuran efisiensi motor induksi ini sering dilakukan dengan beberapa cara seperti: - Mengukur langsung daya elektris masukan dan daya mekanis keluaran - Mengukur langsung seluruh rugi-rugi dan daya masukan - Mengukur setiap komponen rugi-rugi dan daya masukan, dimana pengukuran daya masukan tetap dibutuhkan pada ketiga cara di atas. Umumnya, daya elektris dapat diukur dengan sangat tepat, keberadaan daya mekanis yang lebih sulit untuk diukur. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mengukur torsi dan kecepatan dengan cukup akurat yang bertujuan untuk mengetahui harga efisiensi yang tepat. Pengukuran pada keseluruhan rugi-rugi ada yang berdasarkan teknik kalorimetri. Walaupun pengukuran dengan metode ini relatif sulit dilakukan, keakuratan yang dihasilkan dapat dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan pengukuran langsung pada daya keluarannya. Kebanyakan pabrikan lebih memilih melakukan pengukuran komponen rugi-rugi secara individual, karena dalam teorinya metode ini tidak memerlukan pembebanan pada motor, dan ini adalah suatu keuntungan bagi pabrikan. 29 Universitas Sumatera Utara
Keuntungan lainnya yang sering disebut-sebut adalah bahwa memang benar error pada komponen rugi-rugi secara individual tidak begitu mempengaruhi keseluruhan efisiensi. Keuntungannya terutama adalah fakta bahwa ada kemungkinan koreksi untuk temperatur lingkungan yang berbeda. Biasanya data efisiensi yang disediakan oleh pembuat diukur atau dihitung berdasarkan standar tertentu.
2.10
DESAIN KELAS MOTOR INDUKSI Motor asinkron yang sering kita temukan sehari-hari misalnya adalah :
kipas angin, mesin pendingin, kereta api listrik gantung, dan lain sebagainya. Untuk itu perlu diketahui kelas-kelas dari motor tersebut untuk mengetahui unjuk kerja dari motor tersebut. Adapun kelas-kelas tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kelas A : Torsi start normal, arus start normal dan slip kecil Tipe ini umumnya memiliki tahanan rotor sangkar yang rendah. Slip pada beban penuh kecil atau rendah namun efisiensinya tinggi. Torsi maksimum biasanya sekitar 21% dari torsi beban penuh dan slipnya kurang dari 21%. Motor kelas ini berkisar hingga 20 Hp. 2. Kelas B : Torsi start normal, arus start kecil dan slip rendah Torsi start kelas ini hampir sama dengan kelas A tetapi arus startnya berkisar 75%Ifl . Slip dan efisiensi pada beban penuh juga baik. Kelas ini umumnya berkisar antara 7,5 Hp sampai dengan 200 Hp. Penggunaan motor ini antara lain : kipas angin, boiler, pompa dan lainnya. 3. Kelas C : Torsi start tinggi dan arus start kecil
30 Universitas Sumatera Utara
Kelas ini memiliki resistansi rotor sangkar yang ganda yang lebih besar dibandingkan dengan kelas B. Oleh sebab itu dihasilkan torsi start yang lebih tinggi pada arus start yang rendah, namun bekerja pada efisisensi dan slip yang rendah dibandingkan kelas A dan B. 4. Kelas D : Tosi start tinggi, slip tinggi Kelas ini biasanya memiliki resistansi rotor sangkar tunggal yang tinggi sehingga dihasilkan torsi start yang tinggi pada arus start yang rendah Sebagai tambahan pada keempat kelas tersebut diatas, NEMA juga memperkenalkan desain kelas E dan F, yang sering disebut motor induksi softstart, namun desain kelas ini sekarang sudah ditinggalkan.
31 Universitas Sumatera Utara