BAB II MOTOR INDUKSI SEBAGAI GENERATOR (MISG)
II.1
Umum Motor induksi tiga phasa merupakan motor yang banyak digunakan baik di
industri rumah tangga maupun industri skala besar. Hal ini dikarenakan konstruksi motor induksi yang kuat, murah, sederhana serta tidak membutuhkan perawatan yang sangat banyak. Secara umum konstruksi motor induksi sama dengan generator induksi, hanya saja generator induksi memerlukan adanya prime mover sebagai penggerak mula. Oleh karena itu motor induksi tiga phasa dapat dioperasikan sebagai generator dengan cara memutar rotor pada kecepatan di atas kecepatan medan putar, sehingga menghasikan slip (s) negatif. Untuk menjadikan motor induksi sebagai generator maka mesin ini membutuhkan daya reaktif untuk membangkitkan arus eksitasi. Dengan cara ini maka motor listrik tiga phasa dapat dioperasikan sebagai generator. Motor induksi sebagai generator banyak diterapkan pada Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh) yang bekerja secara sendiri. Mesin ini dipilih sebagai alternatif pembangkit tenaga listrik karena tidak banyak membutuhkan perawatan seperti mesin sinkron dan tidak membutuhkan bahan bakar pada saat diaplikasikan di lapangan, tapi cukup bergantung pada sumber energi terbarukan seperti air, angin, dan lain – lain sebagai prime over (penggerak mula).
Universitas Sumatera Utara
II.1.1 Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa Secara umum motor induksi terdiri dari rotor dan stator. Rotor merupakan bagian yang bergerak, sedangkan stator bagian yang diam. Diantara stator dengan rotor ada celah udara yang jaraknya sangat kecil. Konstruksi motor induksi dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Penampang rotor dan stator motor induksi
Komponen stator adalah bagian terluar dari motor yang merupakan bagian yang diam dan mengalirkan arus phasa. Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi tempat kumparan dililitkan yang berbentuk silindris. Alur pada tumpukan laminasi inti diisolasi dengan kertas (Gambar 2.2.(b)). Tiap elemen laminasi inti dibentuk dari lembaran besi (Gambar 2.2 (a)). Tiap lembaran besi tersebut memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan phasa dimana untuk motor tiga phasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120o. Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris (Gambar 2.2.(c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti,
Universitas Sumatera Utara
lempengan inti yang telah disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada cangkang luar untuk motor induksi tiga phasa.
(a)
(b)
(c)
(c) Gambar 2.2 Menggambarkan komponen stator motor induksi tiga phasa, (a) Lempengan inti, (b) Tumpukan inti dengan kertas isolasi pada beberapa alurnya. (c) Tumpukan inti dan kumparan dalam cangkang stator.
Rotor motor induksi tiga phasa dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu rotor sangkar (squirrel cage rotor) dan rotor belitan (wound rotor). Rotor sangkar terdiri dari susunan batang konduktor yang dibentangkan ke dalam slot – slot yang terdapat
Universitas Sumatera Utara
pada permukaan rotor dan tiap – tiap ujungnya dihubung singkat dengan menggunakan shorting rings.
(a)
(b) Gambar 2.3 (a) Rotor motor induksi (b) Konstruksi motor induksi rotor sangkar
Sementara itu pada rotor belitan, rotornya dibentuk dari satu set belitan tiga phasa yang merupakan bayangan dari belitan statornya. Biasanya belitan tiga phasa dari rotor ini terhubung Y dan kemudian tiap-tiap ujung dari tiga kawat rotor tersebut diikatkan pada slip ring yang berada pada poros rotor. Pada motor induksi rotor belitan, rangkaian rotornya dirancang untuk dapat disisipkan dengan tahanan eksternal, yang mana hal ini akan memberikan keuntungan dalam memodifikasi karakteristik torsi – kecepatan dari motor.
(a)
(b) Gambar 2.4 (a) Rotor belitan (b) Motor induksi rotor belitan
Universitas Sumatera Utara
II.1.2 Slip Slip adalah nilai suatu dari perbedaan antara frekuensi listrik (rotasi dari medan magnet internal dengan frekuensi gerak (rotasi dari rotor) pada mesin listrik. Selisih antara kecepatan rotor dengan kecepatan medan putar stator disebut slip (s). Slip dapat dinyatakan dalam putaran setiap menit, tetapi lebih umum dinyatakan sebagai persen dari kecepatan sinkron.
Slip ( s ) =
ns − nr x 100 %............................................ ( 2. 1 ) ns
dimana: n r = kecepatan rotor n s = kecepatan medan putar stator
Apabila n r < n s , (0 < s < 1), kecepatan dibawah sinkron akan menghasilkan kopel, rotor dijalankan dengan mempercepat rotasi medan magnet, tenaga listrik diubah ke tenaga gerak (daerah motor). Bila n r = n s, ( s = 0 ), tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada belitan rotor, sehingga tidak akan dihasilkan kopel. Bila n r > n s , ( s < 0 ), kecepatan di atas sinkron, rotor dipaksa berputar lebih cepat daripada medan magnet. Tenaga gerak diubah ke tenaga listrik (daerah generator). s = 1, rotor ditahan, tidak ada transfer tenaga. s > 1, kecepatan terbalik, rotor dipaksa bekerja melawan medan magnet ( daerah pengereman ).
Universitas Sumatera Utara
II.1.3 Medan Putar Perputaran motor pada mesin arus bolak – balik ditimbulkan oleh adanya medan putar (fluks yang berputar) yang dihasilkan dalam kumparan statornya. Medan putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam fasa banyak, umumnya fasa 3. Hubungan dapat berupa hubungan bintang atau delta. Misalkan kumparan a – a; b – b; c – c dihubungkan 3 fasa, dengan beda fasa masing – masing 1200 (gambar 2.5a ) dan dialiri arus sinusoid. Distribusi arus i a , i b , i c sebagai fungsi waktu adalah seperti gambar 2.5b. Pada keadaan t 1 , t 2 , t 3 , dan t 4 , fluks resultan yang ditimbulkan oleh kumparan tersebut masing – masing adalah seperti gambar 2.6c, d, e, dan f. Pada t 1 fluks resultan mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilkan oleh kumparan a – a; sedangkan pada t 2 , fluks resultannya mempunyai arah sama dengan arah fluks yang dihasilakan oleh kumparan c – c; dan untuk t 3 fluks resultan mempunyai arah sama dengan fluks yang dihasilkan oleh kumparan b – b. Untuk t 4 , fluks resultannya berlawanan arah dengan fluks resultan yang dihasilkan pada saat t 1 keterangan ini akan lebih jelas pada analisa vektor.
Gambar 2.5 (a) Diagram phasor fluksi tiga phasa (b) Arus tiga phasa seimbang
Universitas Sumatera Utara
(b) Arus tiga phasa setimbang
Gambar 2.6 Medan putar pada motor induksi tiga phasa
Dari gambar c, d ,e, dan f tersebut terlihat fluks resultan ini akan berputar satu kali. Oleh karena itu untuk mesin dengan jumlah kutub lebih dari dua, kecepatan sinkron dapat diturunkan sebagai berikut : ns =
120 . f ................................................................ ( 2. 2 ) p
f = frekuensi jala-jala p = jumlah kutub
II.1.4 Prinsip Kerja Motor Induksi Prinsip kerja dari motor induksi tiga fasa sehingga terjadi putaran pada rotor motor adalah sebagai berikut : Jika kumparan stator diberi tegangan tiga fasa, maka akan terjadi medan putar dengan kecepatan sinkron (n s ). Medan putar stator tersebut akan mengimbas pada penghantar yang ada pada rotor (batang konduktor rotor), sehingga pada rotor timbul tegangan induksi.
Universitas Sumatera Utara
E 2s = 4,44. f '. n s . Φm ….................................................... ( 2. 3 ) Dimana : E 2s = tegangan induksi pada saat rotor berputar (Volt) f ' = frekuensi arus rotor (Hertz) Φm = fluks magnetik (Weber) Tegangan yang terjadi pada rotor menyebabkan timbulnya arus pada penghantar rotor. Selanjutnya arus pada medan magnet menimbulkan gaya (F) pada rotor. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya (F) cukup besar untuk menanggung kopel beban, maka rotor akan berputar searah dengan medan putar stator. Agar timbul tegangan induksi, maka harus ada perbedaan relatif antara kecepatan medan putar (n s ) dengan kecepatan putaran rotor (n r ). Perbedaan antara n s dan n r yang disebut slip (s). Jika n s = n r maka tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada kumparan jangkar rotor sehingga tidak dihasilkan kopel. Kopel pada motor akan timbul, jika n s > n r .
II.1.5 Frekuensi Rotor Pada waktu start motor dimana s = 100 % maka frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan (sumber). Tetapi ketika rotor akan berputar, maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f’ yaitu,
Universitas Sumatera Utara
ns – nr =
120 f ' 120 f , diketahui bahwa n s = …………….………….... ( 2.4 P p
) Dengan membagikan dengan salah satu, maka didapatkan : ns − nr f' = = s ……………………………..………… ( 2.5 ) ns f
Maka
f’ = sf ( Hz ) ……………………….………………..…. ( 2.6 )
Telah diketahui bahwa arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor f’ = sf dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing phasa di belitan rotor, akan memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya bergantung atau relatif terhadap putaran rotor sebesar sn s . Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator menghasilkan distribusi medan magnet yang sinusoidal dimana medan magnet ini memiliki magnitud yang konstan dan kecepatan medan putar n s yang konstan. Kedua hal ini merupakan medan magnetik yang berputar secara sinkron. Kenyataannya tidak seperti ini karena pada stator akan ada arus magnetisasi pada belitannya.
II.1.6 Efisiensi Sama halnya dengan mesin – mesin listrik yang lain, pada motor induksi sebagai generator rugi – rugi terdiri dari rugi – rugi tetap dan rugi – rugi variabel. Pada kondisi beban nol daya outputnya sama dengan nol, sehingga efisiensi bernilai nol. Apabila motor induksi berbeban ringan, maka rugi – rugi tetap akan lebih besar
Universitas Sumatera Utara
jika dibandingkan terhadap outputnya, sehingga efisiensi rendah. Jika beban meningkat, maka efisiensinya juga akan meningkat dan akan menjadi maksimum sewaktu rugi – rugi variabel sama dengan rugi – rugi inti. Efisiensi maksimum terjadi saat 80 hingga 95 persen dari rated output. Jika beban ditingkatkan secara terus – menerus hingga melampaui efisiensi maksimumnya rugi – rugi beban akan meningkat dengan sangat cepat daripada outputnya, sehingga efisiensi menurun.
II.2
Disain Motor Induksi Tiga Phasa Standard NEMA pada dasarnya mengkategorikan motor induksi ke dalam
empat kelas berdasarkan karakteristik torsi – kecepatanny yakni disain A,B,C, dan D. Karakteristik torsi – kecepatannya dapat dilihat pada gambar 2.7.
Gambar 2.7. Karakteristik torsi-kecepatan motor induksi pada berbagai disain
1. Kelas A : disain ini memiliki torsi start normal (150 – 170%) dari nilai ratingnya) dan arus start relatif tinggi. Torsi break down nya merupakan yang
Universitas Sumatera Utara
paling tinggi dari semua disain NEMA. Motor ini mampu menangani beban lebih dalam jumlah besar selama waktu yang singkat. Slip < = 5% 2. Kelas B : merupakan disain yang paling sering dijumpai di pasaran. Motor ini memiliki torsi start yang normal seperti halnya disain kelas A, akan tetapi motor ini memberikan arus start yang rendah. Torsi locked rotor cukup baik untuk menstart berbagai beban yang dijumpai dalam aplikasi industri. Slip motor ini < =5 %. Effisiensi dan faktor dayanya pada saat berbeban penuh tinggi sehingga disain ini merupakan yang paling populer. Aplikasinya dapat dijumpai pada pompa, kipas angin/ fan, dan peralatan – peralatan mesin. 3. Kelas C : memiliki torsi start lebih tinggi (200 % dari nilai ratingnya) dari dua disain yang sebelumnya. Aplikasinya dijumpai pada beban – beban seperti konveyor, mesin penghancur (crusher), komperessor,dll. Operasi dari motor ini mendekati kecepatan penuh tanpa overload dalam jumlah besar. Arus startnya rendah, slipnya < = 5 % 4. Kelas D : memiliki torsi start yang paling tinggi. Arus start dan kecepatan beban penuhnya rendah. Memiliki nilai slip yang tinggi (5 - 13 %), sehingga motor ini cocok untuk aplikasi dengan perubahan beban dan perubahan kecepatan secara mendadak pada motor. Contoh aplikasinya : elevator, crane, dan ekstraktor.
II.3
Penentuan Parameter Motor Induksi
Universitas Sumatera Utara
Data yang diperlukan untuk menghitung performansi dari suatu motor induksi dapat diperoleh dari hasil pengujian tanpa beban, pengujian rotor tertahan, dan pengukuran tahanan dc lilitan stator.
II.3.1 Pengujian Tanpa Beban Pengujian ini untuk mengukur rugi – rugi putaran dan arus magnetisasi. Pada keadaan tanpa beban (beban nol), beban yang dipikul hanyalah rugi – rugi angin dan gesekan. Adapun rangkaian pengujian tanpa beban adalah sebagai berikut :
I1 = If
R1
X '2
jX1
R'2 s
I0
Ic V1
Rc
Im Zm
Xm
Gambar 2.8. Rangkaian ekivalen pada saat beban nol
Dengan tidak adanya beban mekanis yang terhubung ke rotor dan tegangan normal diberikan ke terminal, dari Gambar 3.10 didapat besar sudut phasa antara arus antara I 0 dan V0 adalah :
P0 V0 I 0
θ 0 = Cos −1
………………………………………….… ( 2.7 )
Dimana: P0 = Pnl = daya saat beban nol perphasa
Universitas Sumatera Utara
V0 = V1 = Vnl = tegangan masukan saat percobaan beban nol I 0 = I 1 = I nl = arus beban nol dengan P 0 adalah daya input perphasa. Sehingga besar E 1 dapat dinyatakan dengan E1 = V0 ∠0 o − ( I 0 ∠ − θ 0 )( R1 + jX 1 ) (Volt ) …………….… ( 2.8 )
Slip yang terjadi umumnya sangat kecil ( ≤ 0,001 ), sehingga : R2
(1 − s) (1 − s) > > R 2 dan juga R 2 > > X 2' s s
maka I 2 pada percobaan ini diabaikan. R2
(1 − s) (1 − s) + jX 2 ≈ R 2 s s
Rugi rotor ini dianggap sebagai rugi angin dan gesekan, sedangkan rugi tembaga stator dapat dicari sebagai : P ts = I1 2 . R 1
……………………….…………………..… ( 2.9 )
di mana I1 di sini sama dengan I bn (fasa) dan R 1 dicari lewat pengujian tahanan stator arus searah. Dan persamaan daya : P in( bn ) = P ts + P rot ………………………………..…...…….. ( 2.10 ) P rot = P i + P a & g + rugi lain – lain ……………………..…….. ( 2.11 ) di mana : P rot = daya yang hilang akibat adanya putaran. Pi
= rugi inti
P a & g = rugi angin dan gesekan
Universitas Sumatera Utara
II.3.2 Pengujian Tahanan Stator Pengujian ini digunakan untuk mengetahui nilai parameter resistansi stator (primer) R 1 . Pada pengujian ini kumparan stator dialiri arus searah, sehingga suhunya mencapai suatu nilai yang sama jika motor induksi beroperasi pada kondisi operasi normal (resistansi kumparan merupakan fungsi suhu).
Gambar 2.9. Rangkaian pengujian tahanan stator arus searah motor induksi
Pada percobaan ini, jika kumparan stator terhubung bintang (gambar 2.9.a), maka arus akan mengalir melewati dua kumparan dengan resistansi sebesar 2R 1 , sehingga :
V AS = 2R 1 I AS atau R1 =
V AS 2 I AS
………………………………………..……… ( 2.12 )
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan jika terhubung segitiga (gambar 2.9.b), maka arus akan mengalir melewati ketiga kumparan tersebut yang besarnya secara ekivalen terlukis pada gambar berikut, dengan resistansi total : R1
R1 R1
Sehingga :
V AS 2 = . Rt I AS 3 atau R1 =
3V AS 2 I AS
……………………………………………... ( 2.13 )
Nilai R 1 yang didapat hanya merupakan nilai pendekatan, karena pada kondisi operasi normal, motor induksi diberikan pasokan tegangan arus bolak-balik yang dapat menimbulkan efek kulit (skin effect) yang mempengaruhi besarnya nilai R1.
II.3.3 Pengujian Rotor Tertahan Pengujian ini pada prinsipnya adalah seperti pengujian hubung – singkat pada transformator. Motor induksi dihubungkan dengan sumber daya listrik, serta instrumen – instrumen ukur pada gambar berikut :
Universitas Sumatera Utara
IR
P1
A V
IS
fr = fj = f uji
IT
Motor
A A
Rotor Ditahan
P2
Gambar 2.10. Rangkaian rotor ditahan motor induksi
Dimana : f r = frekuensi rotor; f j = frekuensi jaringan listrik; f uji = frekunsi uji Pada pengujian ini, rotor ditahan agar tidak berputar dan pada saat itu nilai– nilai pada instrumen ukur dicatat. Pada pengujian ini ketika setelah frekuensi dan tegangan diatur, serta rotor ditahan, arus yang mengalir pada motor harus dengan segera disetel pada nilai nominalnya, data daya masukan, tegangan dan arus yang terukur harus dengan segera dicatat sebelum rotor menjadi sangat panas. Sumber daya yang digunakan adalah sumber daya yang tagangan dan frekuensinya dapat disetel atau diatur (adjustable). I RT ( jala – jala ) =
I R + I S + IT 3
≈
Inominal ……………………..… ( 2.14 )
di mana I RT = arus rata – rata pada saat pengujian rotor ditahan. Adapun nilai impedansi per fasa pada percobaan ini sebesar : Z RT =
V ph R RT
…………………….……………………….…………... ( 2.15 )
di mana : Z RT = R RT + jX RT ' ………………………………………………...... ( 2.16 ) R RT = R 1 + R 2 ……………………………………………..………. ( 2.17 )
Universitas Sumatera Utara
X RT ' = X 1 ' + X 2 '………………………………………………..…... ( 2.18 ) Dimana : R 1 dan R 2 adalah besarnya resistansi kumparan stator dan kumparan rotor. X' 1 dan X' 2 adalah besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada frekuensi uji. Sedangkan besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada kondisi operasi normal adalah : X RT =
f no min al . X RT ' = X 1 + X 2 ……………………………….… ( 2.19 ) f uji
Adapun untuk menentukan besarnya nilai X 1 dan X 2 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1. Standar besarnya reaktansi berbagai jenis desain rotor.
Disain Rotor
X1
X2
Rotor belitan
0,5 X RT
0,5 X RT
Kelas A
0,5 X RT
0,5 X RT
Kelas B
0,4 X RT
0,6 X RT
Kelas C
0,3 X RT
0,7 X RT
Kelas D
0,5 X RT
0,5 X RT
Tabel di atas didasarkan pada percobaan yang telah dilakukan bertahun – tahun lamanya dan dijadikan standar NEMA ( National Electrical Manufacturers Association ).
Universitas Sumatera Utara
II.4
Syarat – Syarat Motor Induksi Sebagai Generator Motor induksi tiga phasa dapat dioperasikan sebagai generator dengan cara
memutar rotor pada kecepatan di atas kecepatan medan putar (n r > n s ) dan atau mesin bekerja pada slip negatip (s < 0). ns =
120 f ………………………………………………... ( 2.20 ) p
Dengan : n s = kecepatan medan putar (rpm) f = frekuensi sumber daya (Hz) p = jumlah kutub motor induksi. Sehingga ; s= Dengan :
ns − nr . 100 % , n r > n s …………………………….. ( 2.21 ) ns
s = slip n s = kecepatan medan putar (rpm) n r = kecepatan putar rotor (rpm)
Karena Motor Induksi Sebagai Generator (MISG) ini bekerja stand alone maka mesin ini memerlukan kapasitor untuk membangkitkan arus eksitasi. Fungsi pemasangan kapasitor pada Motor Induksi Sebagai Generator (MISG) beroperasi sendiri ini adalah untuk menyediakan daya reaktif.
II.5
Prinsip Kerja Generator Induksi
Universitas Sumatera Utara
Prinsip kerja generator induksi adalah kebalikan daripada saat mesin induksi bekerja sebagai motor. Dimana ketika mesin berfungsi sebagai motor, kumparan stator diberi tegangan tiga fasa sehingga akan timbul medan putar dengan kecepatan sinkron (n s ). Namun jika motor berfungsi sebagai generator, pada rotor motor diputar oleh sumber penggerak dengan kecepatan lebih besar daripada kecepatan sinkronnya. Bila suatu konduktor yang berputar didalam medan magnet (kumparan stator) akan membangkitkan tegangan sebesar e = B.l.v …....................................................................( 2. 22 ) Dimana : e = tegangan induksi yang dihasilkan (volt) B = fluks magnetik (weber) l = panjang konduktor yang dilewati medan magnet (m) v = kecepatan medan magnet melewati konduktor (m/s) dan bila dihubungkan ke beban akan mengalirkan arus. Arus pada rotor ini akan berinteraksi dengan medan magnet pada kumparan stator sehingga timbul arus pada kumparan stator sebagai reaksi atas gaya mekanik yang diberikan. Pada proses perubahan motor induksi menjadi generator induksi dibutuhkan daya reaktif atau daya magnetisasi untuk membangkitkan tegangan pada terminal keluarannya. Dalam hal ini yang berfungsi sebagai penyedia daya reaktif adalah kapasitor yang besarnya disesuaikan dengan daya reaktif yang diperlukan. Kebutuhan daya reaktif dapat dipenuhi dengan memasang suatu unit kapasitor pada terminal keluaran, dimana kapasitor menarik daya reaktif kapasitif atau dengan kata lain kapasitor memberikan daya reaktif induktif pada mesin
Universitas Sumatera Utara
induksi. Kerja dari kapasitor ini dapat dipandang sebagai suatu sistem penguat (eksitasi) sehingga generator induksi juga dikenal dengan sebutan generator induksi penguatan sendiri (self excited of induction generator). Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam kinerja generator induksi adalah fluksi sisa atau medan magnet pada kumparan stator, dimana tanpa adanya fluksi sisa ini proses pembangkitan tegangan tidak akan tejadi. Dengan adanya fluksi sisa ini dan perputaran rotor akan menimbulkan tegangan induksi pada rotor. Tegangan induksi ini akan terinduksi pula pada sisi stator dan akan menimbulkan arus yang akan mengisi kapasitor hingga terjadi keseimbangan. Keseimbangan tersebut ditandai dengan titik pertemuan antara lengkung magnetisasi dengan garis reaktansi kapasitif seperti terlihat pada gambar 2.11. Lengkung magnetisasi tersebut terjadi akibat adanya kejenuhan inti besi dari mesin.
Gambar 2.11 Proses Penguatan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12. Generator Induksi Penguatan Sendiri Dengan Sebuah Kapasitor Bank Sebagai Penyedia Daya Reaktif
Pada mesin induksi tidak terdapat hubungan listrik antara stator dengan rotor, karena arus pada rotor merupakan arus induksi. Jika belitan stator diberi tegangan tiga phasa, maka pada stator akan dihasilkan arus tiga phasa, arus ini kemudian akan menghasilkan medan magnet yang berputar dengan kecepatan sinkron (n s ) dan kemudian akan melakukan pengisian muatan ke kapasitor (C) yang dipasang parallel dengan stator yang tujuannya untuk mensuplai tegangan ke stator nanti untuk mempertahankan kecepatan sinkron (n s ) motor induksi pada saat dilakukan pelepasan sumber tegangan tiga phasa pada stator. Mesin dc sebagai prime mover yang dikopel dengan mesin induksi diputar secara perlahan memutar rotor mesin induksi hingga mencapai putaran sinkronnya (n r = n s ). Saklar sumber tegangan tiga phasa untuk stator dilepas, dan kapasitor yang sudah discharge akan bekerja dan akan mempertahankan besar n s . Motor dc diputar hingga melewati kecepatan putaran sinkronnya mesin induksi (n r > n s ), sehingga slip yang timbul antara putaran rotor dan putaran medan magnet menghasilkan slip
Universitas Sumatera Utara
negatip (s < 0) dan akan menghasilkan tegangan sehingga motor induksi akan berubah fungsi menjadi generator induksi.
Gambar 2.13. Karakteristik Torsi – Kecepatan Mesin Induksi
Dari kurva karakteristik antara kecepatan dan kopel motor induksi dapat dilihat, jika sebuah motor induksi dikendalikan agar kecepatannya lebih besar daripada kecepatan sinkron oleh penggerak mula, maka arah kopel yang terinduksi akan terbalik dan akan beroperasi sebagai generator. Semakin besar kopel pada penggerak mula, maka akan memperbesar pula daya listrik yang dihasilkan. Pada gambar karakteristik diatas generator mulai menghasilkan tegangan pada saat putaran rotor (n r ) sedikit lebih cepat dari putaran sinkron (n s ) mesin induksi tersebut. Pada motor induksi yang dioperasikan sebagai generator tidak terdapat pengatur tegangan seperti governor pada generator sinkron. Oleh karena itu tegangan keluaran sangat dipengaruhi oleh beban dan nilai kapasitor.
Universitas Sumatera Utara
II.6
Proses Pembangkitan Tegangan Generator induksi penguatan sendiri dapat membangkitkan tegangannya
sendiri dengan prinsip seperti halnya generator searah berpenguatan sendiri, yaitu memerlukan adanya remanensi (fluks sisa). Rangkaian pengganti per phasa generator induksi penguatan sendiri seperti gambar 2.14.
Gambar 2.14 Rangkaian Ekivalen per phasa generator induksi
Keterangan simbol : R 1 = tahanan stator per – phasa ke netral R 2 = tahanan rotor per – phasa ke netral R c = representasi rugi – rugi inti stator X 1 = reaktansi bocor stator per – phasa ke netral X 2 = reaktansi bocor rotor per – phasa ke netral X m = reaktansi magnetisasi per – phasa ke netral C = kapasitor eksitasi per – phasa ke netral V = tegangan yang dibangkitkan per – phasa ke netral S = slip ω s = kecepatan sinkron ω r = kecepatan rotor
Universitas Sumatera Utara
I2 = arus rotor yang didasarkan ke stator Ic = arus reaktif yang dihasilkan oleh kapasitor I RC = arus kerja untuk mengkompensir rugi – rugi inti stator Im = arus magnetisasi Ditinjau keadaan beban nol. I c = V. ω C =
V Xc
.................................................................................. ( 2.23 )
V Xm
.................................................................................. ( 2.24 )
sedangkan, Im =
Dilihat dari gambar 2.14, arus kerja I RC berasal dari I2 , sehingga diperoleh : Im = Ic
.................................................................................. ( 2.25 )
akibatnya, Xm = Xc
.................................................................................. ( 2.26 )
Persamaan 2.26 menunjukkan, pada keadaan setimbang besar reaktansi X m sama dengan besar reaktansi X c . Untuk memudahkan analisa pembangkitan tegangan, proses ini dianggap terjadi setelah generator diputar sampai mencapai putaran nominal beban nolnya. Pada gambar 2.15, pertama – tama fluksi remanensi membentuk tegangan imbas yang kecil di rotor dan tegangan kecil ini dirasakan pada stator misalkan sebesar E r . Dengan adanya V sebesar E r tersebut arus I c timbul misalkan sebesar I a yang akan menambah besar fluks celah udara sehingga tegangan V yang dibentuk berharga E a .
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya tegangan E a tersebut membentuk arus kapasitor sebesar I b , arus Ib membentuk tegangan sebesar E b , tegangan E b membentuk Ic , arus sebesar I c membentuk E c dan seterusnya sampai mencapai titik kesetimbangan yang pada gambar 2.15 ditunjukkan oleh titik V = V c .
Gambar 2.15 Proses Pembangkitan Tegangan Pada Generator Induksi Penguatan Sendiri
Proses timbal balik tersebut dimungkinkan dengan adanya rangkaian resonansi yang dibentuk oleh X c = X m seperti yang terlihat pada gambar 2.16.
Gambar 2.16 Rangkaian Resonansi Beban Nol Generator Induksi
Resonansi yang terjadi mempunyai frekuensi :
Universitas Sumatera Utara
f=
1 2π LC
.................................................................................. ( 2.27 )
dan kecepatan perputaran rotor tanpa beban pada frekuensi tersebut adalah, nr =
1 120 . ........................................................................ ( 2.28 ) p 2π LC
dimana n r = putaran rotor p = jumlah kutub stator L = induktansi maknetisasi generator C = kapasitor eksitasi
Frekuensi arus penguat sama dengan frekuensi osilasi dari rangkaian resonansi tersebut. Sedangkan frekuensi tegangan keluaran sama dengan frekuensi arus eksitasinya. Sehingga untuk perputaran rotor dengan harga yang tertentu, nilai kapasitor – kapasitor eksitasi menentukan frekuensi generator. Dalam resonansi yang umum tanpa adanya sumber tegangan, maka adanya tahanan akan selalu bersifat menurunkan arus. Dalam pembahasan disini hal tersebut sama sekali tidak terjadi. Ini disebabkan karena dalam mesin induksi akan mempunyai slip yang negatip dan tahanan rotor bekerja dengan harga yang negatip dan ada dalam posisi melakukan arus (teorema expedansi). Dengan adanya " expedansi " dalam tahanan rotor ini yang juga merupakan bagian dari rangkaian resonansi seluruhnya pada waktu berbeban, maka generator induksi dapat bekerja dengan penguatan sendiri.
Universitas Sumatera Utara
II.7
Aliran Daya Nyata Generator Induksi Penguatan Sendiri Diagram aliran daya dan rugi – rugi daya dalam generator induksi
ditunjukkan pada blok diagram gambar 2.17. Diasumsikan belitan stator tiga phasa.
Gambar 2.17 Blok Diagram Aliran Daya Dan Rugi-Rugi Pada Generator Induksi
P m = P poros – P g + a
………………………………….................. ( 2.29 )
Pg = Pm – Pr
………………………………….................. ( 2.30 )
PL = Pg – Ps – Pi
………………………………….................. ( 2.31 )
dimana, P m = daya masukan mekanis bersih P poros = daya masukan mekanis pada poros generator P g + a = rugi – rugi gesekan dan angin P g = daya celah udara P r = rugi – rugi tembaga rotor P s = rugi – rugi tembaga stator P i = rugi – rugi inti stator P L = daya keluaran generator
Universitas Sumatera Utara
Rugi – rugi gesekan angin P g
+ a
dan rugi – rugi inti stator P i biasanya dianggap
konstan dan disebut rugi – rugi beban nol. Sedangkan rugi – rugi tembaga stator dan rotor besarnya tidak tetap tergantung arus beban.
II.8
Pengaruh Pembebanan Terhadap Arus Eksitasi Apabila terminal generator dipasangkan beban, maka timbul arus kerja pada
stator dan rotor. Persamaan umum yang menggambarkan karakteristik luar generator adalah sebagai berikut : V = E 1 – I1 ( R 1 + jX 1 ) …………………………………………. ( 2.32 ) dimana, V = tegangan terminal generator ( Volt ) E 1 = GGL induksi stator ( Volt ) I 1 = arus stator ( Ampere ) Dari persamaan umum diatas dapat digambarkan diagram vektor generator induksi, seperti gambar 2.18.
I1 Io
Im I' 2 1
E' 2 = E1 R1
I2
-I1
E2S IRC jI 2X2S 2 I2 R
V
-jI1 X1
Gambar 2.18. Diagram vektor generator induksi
Universitas Sumatera Utara
Tegangan keluaran generator tergantung kepada antara lain komponen magnetisasi arus stator I 1 . Tanpa adanya beban yang mampu memberikan arus maknetisasi ini, tegangan keluaran generator ini akan hilang. Dalam generator induksi penguatan sendiri, beban yang dimaksudkan dipenuhi dengan pemasangan kapasitor eksitasi pada terminal generator.
II.9
Pembebanan Dengan Faktor Kerja Satu Pembebanan dengan faktor kerja satu artinya generator hanya melayani beban
yang bersifat resistif (R). Beban yang bersifat resistif ini hanya menarik arus kerja. Kenaikkan arus beban akan memperbesar rugi tegangan di tahanan stator dan memperbesar kebocoran fluksi di reaktansi stator, sehingga tegangan keluaran akan turun . Penurunan tegangan keluaran akan menyebabkan arus eksitasi ikut menurun, seperti diperlihatkan pada persamaan (2.33 ).
IC = V / XC
…………………………………… ( 2.33 )
Dengan : I C = arus eksitasi (Ampere) V = tegangan keluaran generator (Volts) XC
=
reaktansi kapasitansi (Ohm)
II.10 Keuntungan dan Kelemahan Motor Induksi Sebagai Generator Dalam kenyataan aplikasinya di lapangan, motor induksi tiga phasa sebagai generator memiliki beberapa keuntungan dan juga beberapa kelemahan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam masa yang akan datang diperkirakan motor induksi sebagai generator ini akan segera dihubungkan ke sistem jaringan listrik untuk menyuplai beban konsumen. Disamping karena kebutuhan konsumen akan listrik yang semakin lama semakin meningkat, ada beberapa alasan lain yang mengakibatkan hal ini akan segera terwujud. Beberapa Keuntungan Motor Induksi Sebagai Generator 1. Konstruksinya sederhana dan kokoh 2. Harga murah dan mudah perawatannya, serta banyak tersedia di pasaran. 3. Dapat digunakan dalam semua kategori daya. 4. Tidak membutuhkan penguatan dc 5. Tidak membutuhkan sinkronisasi ketika diparalel dengan sistem 6. Tidak mengkonsumsi bahan bakar untuk pembangkitan listrik tetapi memerlukan sumber energi terbarukan seperti angin dan air.
Beberapa kelemahan-kelemahan Motor Induksi Sebagai Generator adalah: 1. Tidak dapat menghasilkan daya reaktif, bahkan sebaliknya, generator induksi mengkonsumsi daya reaktif, sehingga diperlukan sumber daya reaktif eksternal untuk menjaga keberadaan medan magnet stator. 2. Pengontrolan tegangan harus juga dilakukan oleh sumber daya reaktif tersebut, dikarenakan tidak ada arus medan, sehingga generator induksi tidak dapat mengontrol tegangan keluarannya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
3. Perubahan tegangan dan frekuensi generator induksi sangat besar atau bervariasi akibat adanya perubahan beban.
Universitas Sumatera Utara