BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA
2.1. Secara Umum Motor-motor pada dasarnya digunakan sebagai sumber beban untuk menjalankan alat-alat tertentu atau membantu manusia dalam menjalankan pekejaannya sehari-hari, terutama dalam bidang perindustrian Umumnya motor listrik yang digunakan dalam perindustrian terbagi atas dua jenis, yaitu Motor DC ( Direct Current ) dan Motor AC ( Alternating Current ).Motor AC terdiri dari motor sin kron dan motor asinkron ( motor induksi ). Karakteristik dari motor DC, yaitu : •
Torsi tinggi pada kecepatan rendah
•
Kemampuan pada beban lebih lebih baik
•
Lebih mahal dibandingkan dengan motor AC
•
Pada daya yang sama ukuran fisik lebih besar daripada motor AC
•
Memerlukan perawatan dan perbaikan lebih rutin
Karakteristik dari motor induksi, yaitu : •
Kecepatan konstan
•
Lebih murah dibandingkan motor DC
•
Arah putaran dapat dibalik dengan menukarkan dua dari tiga line daya utama pada motor.
•
Sederhana, kuat, dan konstruksinya kuat Pada Tugas Akhir ini memilih menggunakan motor induksi AC karena
motor ini paling banyak digunakan pada industri, sederhana, kuat, dan murah.
Universitas Sumatera Utara
Motor induksi AC dapat bekerja pada sistcm tegangan suplai satu phasa maupun sistem tegangan suplai tiga phasa. Daya motor induksi satu phasa kurang dari 3 HP dan biasanya digunakan pada lokasi dimana tidak terdapat tegangan suplai tiga phasa. Selain itu pada daya yang sama ukuran fisik dari motor satu phasa lebih besar dibandingkan dengan motor tiga phasa. Sedangkan daya motor induksi tiga phasa dapat lebih dari beberapa ribu HP, ukuran fisiknya lebih kecil daripada yang satu phasa, dan umumnya yang digunakan adalah daya kurang dari 50 HP. Tugas Akhir ini menggunakan motor induksi tiga phasa karena mempergunakan tegangan suplai tiga phasa dari PLN. Berdasarkan rotor dari motor induksi terdapt dua jenis motor, yaitu motor sangkar bajing ( squirrel-cage motor ) dan motor rotor-lilitan ( woundrotor induction motor ). Yang dipergunakan dalam Tugas Akhir ini adalah motor sangkar bajing karena murah, mudah perawatannya, sederhana, kuat, dan keandalannya tinggi.
2.2. Pinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa 2.2.1. Gambaran Umum Motor Induksi Tiga Fasa Sebuah motor induksi tiga fasa memiliki konstruksi yang hampir sama dengan motor listrik jenis lainnya. Pada dasarnya terdiri atas dua bagian, yaitu stator, adalah bagian dari motor yang tidak bergerak ( tidak berputar ) dan rotor, bagian dari motor yang bergerak. Rotor letaknya terpisahkan dari stator dengan adanya celah udara ( gap ) yang besarnya dari 0,4 mm sampai 4 mm, tergantung pada daya motor tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Penampang potongan motor induksi tiga phasa ditunjukkan pada Gambar 2.1.1
Gambar 2.1.1 Potongan motor induksi 2.2.1.1. Stator Stator adalah bagian dari motor yang tidak bergerak ( tidak berputar ) dan terdiri dari beberapa bagian. Penampang dari stator motor induksi sangkar bajing ditunjukkan pada Gambar 2.1.2
Gambar 2.1.2 Stator Motor Induksi
Universitas Sumatera Utara
Inti stator lapis-lapis plat baja beralur yang didukung dalam rangka stator yang terbuat dari besi tuang atau plat baja yang dipabrikasi. Lilitan lilitan diletakkan dalam alur stator yang terpisah 120". Lilitan phasa ini bisa tersambung delta (A ) ataupun star ( Y ).
2.2.1.2. Rotor Berdasarkan jenis rotor nya, motor induksi tiga fasa dapat dibedakan menjadi dua jenis, yang juga akan menjadi penamaan untuk motor tersebut, yaitu rotor belitan (wound rotor) dan rotor sangkar tupai (squirrel cage rotor). Jenis rotor belitan terdiri dari satu set lengkap belitan tiga fasa yang merupakan bayangan dari belitan pada statornya. Belitan tiga fasa pada rotor belitan biasanya terhubung Y, dan masing-masing ujung dari tiga kawat belitan fasa rotor tersebut dihubungkan pada slip ring yang terdapat pada poros rotor (gambar 2.1.3(a)). Belitan-belitan rotor ini kemudian dihubung singkatkan melalui sikat (brush) yang menempel pada slip ring (perhatikan gambar 2.1.4), dengan menggunakan sebuah perpanjangan kawat untuk tahanan luar.
(a)
(b)
Gambar 2.1.3. (a) Tampilan Close-Up Bagian Slip Ring Rotor Belitan (b) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1.4. Skematik Diagram Motor Induksi Rotor Belitan Dari gambar 2.1.4. dapat dilihat bahwa semata-mata keberadaan slip ring dan sikat hanyalah sebagai penghubung belitan rotor ke tahanan luar (exsternal resistance). Keberadaan tahanan luar disini berfungsi pada saat pengasutan yang berguna untuk membatasi arus mula yang besar. Tahanan luar ini kemudian secara perlahan dikurangi sampai resistansinya nol sebagaimana kecepatan motor bertambah mencapai kecepatan nominalnya. Ketika motor telah mencapai kecepatan nominalnya, maka tiga buah sikat akan terhubung singkat tanpa tahanan luar sehingga rotor belitan akan bekerja seperti halnya rotor sangkar tupai. Rotor sangkar mempunyai kumparan yang terdiri atas beberapa batang konduktor yang disusun sedemikian rupa hingga menyerupai sangkar tupai. Rotor terdiri dari tumpukan lempengan besi tipis yang dilaminasi dan batang konduktor yang mengitarinya (perhatikan gambar 2.1.5(a)). Tumpukan besi yang dilaminasi disatukan untuk membentuk inti rotor. Alumunium (sebagai batang konduktor) dimasukan ke dalam slot dari inti rotor untuk membentuk serangkaian konduktor yang mengelilingi inti rotor. Rotor yang terdiri dari sederetan batang-batang konduktor yang terletak pada alur-alur sekitar permukaan rotor, ujung-ujungnya
Universitas Sumatera Utara
dihubung singkat dengan menggunakan cincin hubung singkat (shorting ring) atau disebut juga dengan end ring.
(a)
(b)
Gambar 2.1.5. (a) Rotor Sangkar Tupai dan Bagian-bagiannya (b) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Sangkar Tupai 2.2.2. Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa Pada saat terminal tiga fasa stator motor induksi diberi suplai tegangan tiga fasa seimbang, maka akan mengalir arus pada konduktor di tiap belitan fasa stator dan akan menghasilkan fluksi bolak-balik . Amplitudo fluksi per fasa yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan menghasilkan fluks resultan (medan putar) dengan magnitud yang nilainya konstan yang berputar dengan kecepatan sinkron : ns = 120 f/p …………………………………………………………… (2.1) dimana, ns = kecepatan sinkron/medan putar (rpm) f = frekuensi sumber daya (Hz) p = jumlah kutub motor induksi Medan putar akan terinduksi melalui celah udara menghasilkan ggl induksi (ggl lawan) pada belitan fasa stator. Medan putar tersebut juga akan memotong
Universitas Sumatera Utara
konduktor-konduktor belitan rotor yang diam (perhatikan gambar 2.2.1). Hal ini terjadi karena adanya perbedaan relatif antara kecepatan fluksi yang berputar dengan konduktor rotor yang diam, yang disebut juga dengan slip (s). 𝑛𝑠−𝑛𝑟
s=
𝑛𝑠
……………………………………………………………. (2.2)
Akibat adanya slip, maka ggl (gaya gerak listrik) akan terinduksi pada konduktorkonduktor rotor. Karena belitan rotor merupakan rangkaian tertutup, baik melalui cincin ujung (end ring) ataupun tahanan luar, maka arus akan mengalir pada konduktorkonduktor rotor. Karena konduktor-konduktor rotor yang mengalirkan arus ditempatkan di dalam daerah medan magnet yang dihasilkan stator, maka akan terbentuklah gaya mekanik (gaya lorentz) pada konduktor-konduktor rotor. Hal ini sesuai dengan hukum gaya lorentz yaitu bila suatu konduktor yang dialiri arus berada dalam suatu kawasan medan magnet, maka konduktor tersebut akan mendapat gaya elektromagnetik (gaya lorentz) sebesar : F = B.i.l.sin θ ………………………………………………………… (2.3) dimana, F = gaya yang bekerja pada konduktor (Newton) B = kerapatan fluks magnetik (Wb/m2) i = besar arus pada konduktor (A) l = panjang konduktor (m) θ = sudut antara konduktor dan vektor kerapatan fluks magnetik Gaya F ini adalah hal yang sangat penting karena merupakan dasar dari bekerjanya suatu motor listrik.
Universitas Sumatera Utara
Arah dari gaya elektromagnetik tersebut dapat dijelaskan oleh kaidah tangan kanan (right-hand rule) seperti pada gambar 2.2.1. Kaidah tangan kanan menyatakan, jika jari telunjuk menyatakan arah dari vektor arus i dan jari tengah menyatakan arah dari vektor kerapatan fluks B, maka ibu jari akan menyatakan arah gaya F yang bekerja pada konduktor tersebut.
Gambar 2.2.1. Kaidah Tangan Kanan (Right Hand Rule)
Gaya F yang dihasilkan pada konduktor-konduktor rotor tersebut akan menghasilkan torsi (τ). Bila torsi mula yang dihasilkan pada rotor lebih besar daripada torsi beban (τ0 > τb), maka rotor akan berputar searah dengan putaran medan putar stator. Seperti yang telah disebutkan di atas, motor akan tetap berputar bila kecepatan medan putar lebih besar dari pada kecepatan putaran rotor (ns > nr). Apabila ns = nr, maka tidak ada perbedaan relatif antara kecepatan medan putar (ns) dengan putaran rotor (nr), atau dengan kata lain slip (s) adalah nol. Hal ini menyebabkan tidak adanya ggl terinduksi pada kumparan rotor sehingga tidak ada arus yang mengalir, dengan demikian tidak akan dihasilkan gaya yang dapat menghasilkan kopel untuk memutar rotor.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa Telah disebutkan sebelumnya bahwa motor induksi identik dengan sebuah transformator, tentu saja dengan demikian rangkaian ekivalen motor induksi sama dengan rangkaian ekivalen transformator. Perbedaan yang ada hanyalah, karena pada kenyataannya bahwa kumparan rotor (kumparan sekunder pada transformator) dari motor induksi berputar, yang mana berfungsi untuk menghasilkan daya mekanik. Awal dari rangkaian ekivalen motor induksi dihasilkan dengan cara yang sama sebagaimana halnya pada transformator. Semua parameter-parameter rangkaian ekivalen yang akan dijelaskan berikut mempunyai nilai-nilai perfasa.
2.3.1 Rangkaian Ekivalen Stator Gelombang fluks pada celah udara yang berputar dengan kecepatan sinkron membangkitkan ggl lawan tiga fasa yang seimbang Ē1 di dalam fasa-fasa stator. Besarnya tegangan terminal stator 𝑉�1 berbeda dengan ggl lawan Ē1 sebesar jatuh tegangan pada impedansi bocor stator 𝐼1̅ (𝑅1 + 𝑗𝑋1 ), sehingga dapat
dinyatakan dengan persamaan :
𝑉�1 = Ē1 + 𝐼1̅ (𝑅1 + 𝑗𝑋1 )……………………………………………(2.4)
dimana,
𝑉�1 = tegangan terminal stator (Volt)
Ē1 = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan (Volt) 𝐼1̅ = arus stator (Ampere)
𝑅1 = tahanan efektif stator (Ohm)
𝑗𝑋1 = reaktansi bocor stator (Ohm)
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana halnya pada transformator, arus stator 𝐼1̅ terdiri dari dua komponen.
Komponen pertama 𝐼2̅ adalah komponen beban yang akan menghasilkan fluks yang akan melawan fluks yang dihasilkan oleh arus rotor. Komponen lainnya
yaitu 𝐼0̅ , arus 𝐼0̅ ini terbagi lagi menjadi dua komponen yaitu komponen rugi-rugi ̅ yang menghasilkan inti 𝐼0̅ yang sefasa dengan Ē1 dan komponen magnetisasi 𝐼𝑚
fluks magnetik pada inti dan celah udara yang tertinggal 90° dari Ē1 . Sehingga dapat dibuat rangkaian ekivalen pada stator, seperti gambar 2.3.1 berikut ini.
Gambar 2.3.1. Rangkaian Ekivalen Stator per-Fasa Motor Induksi
2.3.2. Rangkaian Ekivalen Rotor Reaktansi yang didapat karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi X 2 didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator. Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron. Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip sebesar E 2 s dan ggl lawan stator E1 . Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor
Universitas Sumatera Utara
adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator dan rotor adalah:
E 2 s = sE1
………………………………………...…….(2.5)
Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang dihasilkan komponen beban I 2 dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif
I 2s = I 2
………………….................................................(2.6)
Dengan membagi persamaan (2.5) dengan persamaan (2.6) didapatkan:
sE E2S = 1 I 2S I2
………...…………………………………..(2.7)
Didapat hubungan antara persamaan (2.6) dengan persamaan (2.7), yaitu
E2S sE = 1 = R2 + jsX 2 I2 I 2S
…………...……...........……....(2.8)
Dengan membagi persamaan (2.8) dengan s, maka didapat
E1 R2 = + jX 2 ………………………..….………...……(2.9) I2 s Dari persamaan (2.9) dapat dibuat rangkaian ekivalen untuk rotor. Dari persamaan (2.5) dan (2.9) maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor sebagai berikut : R2
E2 s
I2
R2
X2
sX 2
I2 E1
R2 s
X2 I2
E1
1 R2 ( − 1) s
Gambar 2.3.2. Rangkaian Ekivalen Pada Rotor Motor Induksi.
Universitas Sumatera Utara
R2 R = 2 + R2 - R2 s s 1 R2 = R2 + R2 ( − 1) …………………..………………...........(2.10) s s Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing – masing fasanya. Perhatikan gambar di bawah ini. R1
I2
X1
sX 2
I2
IΦ
I1
V1
Rc
Ic
E1
X m Im
R2
sE 2
Gambar 2.3.3. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Phasa
Untuk mempernudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada gambar 2.3.3 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa akan dapat digambarkan sebagai berikut. R1
I '2
X1
'
I0
I1 V1
X2
Rc
Xm Im
E1
R2 s
'
Ic
Gambar 2.3.4. Rangkaian Ekivalen Dilihat Dari Sisi Stator Motor Induksi Atau seperti gambar berikut :
Universitas Sumatera Utara
R1
I '2
X1
'
R'2
I0
I1 V1
X2
Xm
E1
Rc Im
' 1 R2 ( − 1) s
Ic
Gambar 2.3.5. Rangkaian Ekivalen Dilihat Dari Sisi Stator Motor Induksi Dimana: X '2 = a 2 X 2 R ' 2 = a 2 R2
Dalam
teori
transformator-statika,
analisis
rangkaian
ekivalen
sering
disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus peneralan yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh) dan karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen Rc dapat dihilangkan (diabaikan). Rangkaian ekivalen menjadi gambar berikut. R1
I '2
X1
'
R'2
I0
I1 V1
X2
Xm
E1
' 1 R2 ( − 1) s
Gambar 2.3.6. Rangkaian Ekivalen Lain Dari Motor Induksi
Universitas Sumatera Utara
2.4. Aliran daya dan Efisiensi Motor Induksi 2.4.1. Aliran Daya Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukkan pada kumparan stator (Pin) dirumuskan dengan
Pin = 3V1 I 1 cos θ ( Watt )
………..;…………….........................( 2.11 )
dimana : V1 = tegangan sumber (Volt) I1 = arus masukan(Ampere) θ
= perbedaan sudut phasa antara arus masukan dengan tegangan sumber.
Daya listrik disuplai ke stator motor induksi diubah menjadi daya mekanik pada poros motor. Berbagai rugi – rugi yang timbul selama proses konversi energi listrik antara lain : 1. rugi – rugi tetap ( fixed losses ), terdiri dari : rugi – rugi inti stator ( Pi ) 2
3 . E1 Pi = ( Watt ) RC
………………………………………..( 2.12 )
rugi – rugi gesek dan angin 2. rugi – rugi variabel, terdiri dari : rugi – rugi tembaga stator ( Pts ) Pts = 3. I12. R1 ( Watt )
……..……………….….……………….( 2.13 )
rugi – rugi tembaga rotor ( Ptr )
Universitas Sumatera Utara
Ptr = 3. I22. R2 ( Watt )
…..………………….…………………..( 2.14 )
Daya pada celah udara ( Pcu ) dapat dirumuskan dengan : Pcu = Pin – Pts – Pi ( Watt )
…………………………….…………( 2.15 )
Jika dilihat pada rangkaian rotor, satu – satunya elemen pada rangkaian ekivalen yang mengkonsumsi daya pada celah udara adalah resistor R2 / s. Oleh karena itu daya pada celah udara dapat juga ditulis dengan : Pcu = 3. I22.
R2
( Watt )
……….…………….………………..( 2.16 )
S
Apabila rugi – rugi tembaga dan rugi – rugi inti dikurangi dengan daya input motor, maka akan diperoleh besarnya daya listrik yang diubah menjadi daya mekanik. Besarnya daya mekanik yang dibangkitkan motor adalah : Pmek = Pcu – Ptr ( Watt ) Pmek = 3. I22.
R2
……...……..…………………( 2.17 )
- 3. I22. R2
S
Pmek = 3. I22. R2. (
Pmek = Ptr x (
1− s ) s
1− s ) ( Watt ) s
……………………....…( 2.18 )
Dari persamaan ( 2.11 ) dan ( 2.13 ) dapat dinyatakan hubungan rugi – rugi tembaga dengan daya pada celah udara : Ptr = s. Pcu ( Watt )
………………………….…………( 2.19 )
Karena daya mekanik yang dibangkitkan pada motor merupakan selisih dari daya pada celah udara dikurangi dengan rugi – rugi tembaga rotor, maka daya mekanik dapat juga ditulis dengan : Pmek = Pcu x ( 1 – s ) ( Watt ) ………...…....……………( 2.20 )
Universitas Sumatera Utara
Daya output akan diperoleh apabila daya yang dikonversikan dalam bentuk daya mekanik dikurangi dengan rugi – rugi gesek dan angin, sehingga daya keluarannya : Pout = Pmek – Pa&g – Pb ( Watt ) ……….....………………( 2.21 ) Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan dalam bentuk slip yaitu : Pcu : Ptr : Pmek = 1 : s : 1 – s. Gambar 2.4.1 menunjukkan aliran daya pada motor induksi tiga phasa : Energi listrik
konversi
Energi mekanik
Gambar 2.4.1. Diagram Aliran Daya Motor Induksi
2.4.2. Efisiensi Efisiensi dari suatu motor induksi didefenisikan sebagai
ukuran
keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang dinyatakan sebagai perbandingan / rasio daya output ( keluaran ) dengan daya input ( masukan ), atau dapat juga dirumuskan dengan :
η (%) =
Pout P − Ploss Pout x100% = in x100% = × 100% ….…..( 2.22 ) Pin Pin Pout + PLoss
Ploss = Pin + Pi + Ptr + Pa & g + Pb ………………………….…….( 2.23 )
Universitas Sumatera Utara
Pin =
3 . V1. I1. Cos…………………………………………………( 2.24
) Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa efisiensi motor tergantung pada besarnya rugi – rugi. Pada dasarnya metode yang digunakan untuk menentukan efisiensi motor induksi bergantung pada dua hal apakah motor itu dapat dibebani secara penuh atau pembebanan simulasi yang harus digunakan. dimana : Pcu = daya yang diinputkan ke rotor ( Watt ) Ptr = rugi – rugi tembaga rotor ( Watt ) Pmek = daya mekanik dalam bentuk putaran ( Watt ) Efisiensi dari motor induksi dapat diperoleh dengan melakukan pengujian beban nol dan pengujian hubung singkat. Dari pengujian beban nol akan diperoleh rugi – rugi mekanik dan rugi – rugi inti. Rugi – rugi tembaga stator tidak dapat diabaikan sekalipun motor berbeban ringan maupun tanpa beban.
2.5. Klasifikasi Desain Motor Induksi Standard NEMA pada dasarnya mengkategorikan motor induksi ke dalam empat kelas yakni disain A,B,C, dan D. 1.
Kelas A : disain ini memiliki torsi start normal (150 – 170%) dari nilai ratingnya) dan arus
start relatif tinggi. Torsi break down nya merupakan
yang paling tinggi dari semua disain NEMA. Motor ini mampu menangani
2.
beban lebih dalam jumlah besar selama waktu yang singkat. Slip ≤ 5%
Kelas B : merupakan disain yang paling sering dijumpai di pasaran.
Universitas Sumatera Utara
Motor ini memiliki
torsi start yang normal seperti halnya disain kelas A,
akan tetapi motor ini memberikan arus start yang rendah. Torsi locked rotor cukup baik untuk menstart berbagai beban yang dijumpai dalam aplikasi industri. Slip motor ini ≤ 5 %. Effisiensi dan faktor dayanya pada saat berbeban penuh tinggi sehingga disain ini merupakan yang
paling populer. Aplikasinya dapat dijumpai pada pompa, kipas angin/ fan, dan peralatan – peralatan 3.
mesin.
Kelas C : memiliki torsi start lebih tinggi (200 % dari nilai ratingnya) dari dua disain yang sebelumnya. Aplikasinya dijumpai pada beban – beban seperti konveyor, mesin penghancur (crusher ), komperessor,dll. Operasi dari motor ini mendekati kecepatan penuh tanpaoverload dalam jumlah
4.
besar. Arus startnya rendah, slipnya ≤ 5 %.
Kelas D : memiliki torsi start yang paling tinggi. Arus start dan kecepatan beban penuhnya rendah. Memiliki nilai slip yang tinggi (5 -13 % ), sehingga motor ini cocok untuk aplikasi dengan perubahan beban dan perubahan kecepatan secara mendadak pada motor. Contoh aplikasinya : elevator, crane, dan ekstraktor. Karakteristik torsi – kecepatannya dapat dilihat pada gambar 2.5.1.
Gambar 2.5.1. Karakteristik Torsi-Kecepatan Motor Induksi Pada Berbagai Disain
Universitas Sumatera Utara