36
BAB II
BENTUK PERJANJIAN JUAL BELI PENGEMBANG DENGAN KONSUMEN PADA PT INDO MEGA SENTOSA
A. Pengertian Perjanjian
Perjanjian dalam bahasa Belanda disebut Overeenkomst. Secara yuridis pengertian perjanjian terdapat pada pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi “ Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana sutu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”. Ada juga yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan persetujuan39. Perjanjian merupakan terjemahan dari oveereenkomst sedangkan persetujuan merupakan terjemahan dari toestemming yang ditafsirkan sebagai wilsoverenstemming (persesuaian kehendak/kata sepakat). Subekti, memberikan rumusan perjanjian, “ Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.40 Dalam hal ini menimbulkan suatu hubungan hukum antara dua orang tesebut yang dinamakan perikatan atau dengan kata lain perjanjian itu menimbulkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya berupa suatu rangkaian perkataan yang
39 40
Sudikno Mertokusumo. Op.Cit, hal. 97 Subekti. Ibid, hal. 49
36
Universitas Sumatera Utara
37
mengandung janji atau kesanggupan atas apa yang diucapkan atau dituliskan oleh kedua belah pihak yaitu pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban.41 Abdulkabir Muhamad mengemukakan bahwa definisi perjanjian dalam pasal 1313 KUHPerdata tersebut masih terdapat beberapa kelemahan yakni : “1. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini dapat diketahui dari perumusan : “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikat” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “ saling mengikatkan diri” sehingga terdapat consensus antara pihak-pihak.42 2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus Dalam pengertian perbuatan mencakup juga tindakan melaksanakan tugas/pekerjaan orang lain tanpa kuasa (zaakwaarneming). Perbuatan melawan hukum (Onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung suatu konsensus seharusnya dipakai kata persetujuan. 3. Pengertian perjanjian terlalu luas Pengertian perjanjian dalam pasal 1313 KUH Perdata terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin yang diatur dalam lapangan
41
Istilah “ Hukum Perjanjian “ mempunyai cakupan yang lebih sempit dari istilah “Hukum Perikatan”.Jadi dengan istilah “ Hukum Perikatan” dimaksudkan untuk mencakup semua bentuk perikatan dalam buku ketiga KUHPerdata, jadi termaksuk ikatan hukum yang berasal dari perjanjian dan ikatan hukum yang terbit dari undang-undang, maka dengan istilah “Hukum Perjanjian” hanya dimaksudkan sebagai pengaturan tentang ikatan hukum yang terbit dari perjanjian saja, Munir Fuady, Hukum Kontrak, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999). hal. 2 42 J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1992).hal. 23
Universitas Sumatera Utara
38
hukum keluarga. Padalah yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dengan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja43. Menurut M. Yahya Harahap, perjanjian atau Verbinteniss mengandung pengertian Suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk melunasi prestasi.44 Dari rumusan diatas menerangkan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum yang lahir dari adanya kesepakatan antara dua belah pihak atau lebih, dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya pada pihak yang lain untuk memenuhi prestasi yang terletak pada lapangan harta kekayaan dan pihak kedua berhak untuk menuntut prestasi yang disepakati bersama. Sehingga dapat rumusan bahwa unsur-unsur perikatan tersebut adalah : 1. Hubungan Hukum Dimana hubungan antar pihak haruslah membawa akibat hukum dan dibenarkan oleh undang-undang. Hubungan hukum adalah hubungan-hubungan yang terjadi dalam lalu-lintas kegiatan masyarakat, dimana hukum meletakkan hak pada suatu pihak dan meletakkan kewajiban pada pihak lain.45
43
Dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki atau dianggap dikehendaki oleh para pihak, termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dan lain-lain dalam arti sempit perjanjian hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud dalam buku III KUHperdata, jadi hukum perjanjian sebagai bagian hukum perikatan, sedangkan hukum perikatan adalah bagian dari pada hukum kekayaan, maka hubungan yang timbul antara para pihak didalam perjanjian dalam lapangan hukum kekayaan, J. Satrio,Ibid, hal. 23 44 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, (Bandung 1986),hal. 6 45 M.Yahya Harahap, Loc Cit
Universitas Sumatera Utara
39
Hal ini berarti bahwa apabila salah satu pihak tidak mematuhi aturan atau melanggar hubungan itu maka hukum akan memaksakan supaya hubungan tersebut terpenuhi atau dipulihkan kembali. Dengan demikian hubungan antara pihak haruslah membawa akibat hukum dan dibenarkan oleh undang-undang. 2. Para Pihak Pihak yang berhak atas prestasi dan pihak yang aktif adalah kreditur atau yang berpiutang dan pihak yang wajib memenuhi prestasi, pihak yang pasif atau pihak yang berhutang, mereka ini disebut subjek perikatan. “Hubungan hukum dalam suatu perjanjian terjadi antara pihak-pihak atau antara dua pihak sebagai subjek hukum, yaitu pihak yang aktif sebagai kreditur yang berhak atas prestasi dan pihak yang pasif sebagai debitur yang berkewajiban memenuhi prestasi. Hukum dalam perjanjian perdata melekat prinsip pemaksaan, dimana apabila debitur tidak memenuhi prestasi secara sukarela, kreditur mempunyai hak untuk memaksakan pemenuhan prestasi tersebut. Pemenuhan prestasi dapat dipaksakan melalui alat kekuasaan atau pejabat pengadilan dengan mempergunakan produser yang ditentukan dalam Undang-Undang Hukum Acara Perdata. Dan apabila kreditur ingkar janji, debitur juga mempunyai hak atas apa yang telah diperjanjikan dan mengadakan tuntutan untuk perjanjian yang telah disepakati. Selain itu kedua belah pihak juga dibebani dengan schuld yaitu kewajiban melaksanakan prestasi dan haftung yaitu tanggung jawab secara hukum untuk memenuhi prestasi.”46 3. Prestasi Prestasi merupakan sesuatu yang harus dipenuhi dan berhak untuk dituntut. Menurut M. Yahya Harahap, bahwa hak yang dilahirkan dari perjanjian itu bersifat hak relatif yang artinya hak atas prestasi baru ada person tertentu, jika hak itu
46
M.Yahya Harahap. Ibid.,hal. 7
Universitas Sumatera Utara
40
didasarkan pada hubungan hukum yang lahir atas perbuatan hukum namun ada pengecualiannya yaitu 47: a
Perjanjian bisa terjadi oleh karena suatu keadaan atau suatu kekayan tertentu, sekalipun tidak ada hubungan hukum yang mengikat antara kedua orang tertentu misalnya pelanggaran kendaraan.
b. Oleh karena suatu kewajiban hukum dalam situasi yang nyata yang dapat dikonkritisasi sebagai perjanjian sekalipun tidak ada hubungan hukum antara dua orang tertentu. Dalam pasal 1234 KUH Perdata Prestasi adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Kata sesuatu yang terjadi menjadi objek prestasi perjanjian berada pada lapangan hukum kekayaan.
Sesuatu itu adalah
sesuatu yang abstrak namun inilah yang akan dijadikan dan disepakati dalam isi perjanjian. Tanpa prestasi hubungan hukum yang dilakukan tidak mempunyai arti apaapa bagi hukum perjanjian. Dari perkataan sesuatu inilah yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk menentukan isi perjanjian yang dikenal dengan asas kebebasan berkontrak. Namun kebebasan dalam membuat perjanjian apa saja asal tidak bertentangan dengan norma hukum, ketertiban dan kesusilaan karena ini sangat menentukan keabsahan dari perjanjian tersebut.48
47
M.Yaya Harahap. Ibid, hal. 8
Universitas Sumatera Utara
41
1.
Jenis-Jenis Perjanjian Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Perbedaan tersebut adalah
sebagai berikut : 1. Perjanjian timbal balik Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak, misalnya perjanjian jual beli 2. Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja, misalnya hibah. Perjanjian atas beban adalah perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontrak prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. 3. Perjanjian bernama (benoemd, specified) dan perjanjian tidak bernama (onbenoemd, unspecified). Perjanjian bernama (khusus) adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya ialah perjanjian-perjanjian tersebut telah diatur dan diberi nama oleh pembentukan undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi seharihari. Perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai dengan XVII KUH Perdata. 48
Bandingkan dengan pendapat Salim H.S, yang menyatakan asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi “ Semua Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : a. Membuat atau tidak membuat perjanjian b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratanya dan d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, Jhon Locke dan Rousseua, Salim H.S., Hukum Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003). hal. 9
Universitas Sumatera Utara
42
4. Perjanjian Campuran (contractus sui generis) Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa menyewa), tetapi menyajikan makanan (jual-beli) dan juga memberikan pelayanan. Terhadap perjanjian campuran itu ada berbagai paham yaitu49 : a. Paham pertama mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada (contractus sui generis) b. Paham kedua mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan (teori absorpsi) c. Paham ketiga mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang-undang yang diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang berlaku untuk itu (teori kombinasi). 5. Perjanjian obligatoir Perjanjian obligatoir ini adalah perjanjian antara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan). Menurut KUH Perdata, perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli. Untuk beralihnya hak milik atas bendanya masih diperlukan satu lembaga lain, yaitu penyerahan. Perjanjian jual belinya itu dinamakan perjanjian obligatoir
49
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung :Alumni, 1994), hal. 20
Universitas Sumatera Utara
43
karena membebankan kewajiban (obligatoir) kepada para pihak untuk melakukan penyerahan (levering). Penyerahannya sendiri merupakan perjanjian kebendaan. 6. Perjanjian Kebendaan (zakelijke overeenkomst) Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda dialihkan/diserahkan (transfer of title) kepada pihak lain. 7. Perjanjial Konsensual dan Perjanjian Riil Perjanjian konsensual adalah perjanjian di antara kedua belah pihak yang telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUH Perdata, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338 KUH Perdata). Namun demikian di dalam KUH Perdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang. Misalnya, perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUH Perdata), pinjam pakai (Pasal 1740 KUH Perdata). Perjanjian yang terakhir ini dinamakan perjanjian rill yang merupakan peninggalan hukum Romawi. 8. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya50 a. Perjanjian Liberatoir, yaitu perjanjian para pihak yang membebaskan diri dari kewajiban yang ada misalnya pembebasan hutang (kwijschelding) Pasal 1438 KUH Perdata b. Perjanjian pembuktian (bewijsoverenkomst) yaitu perjanjian antara para pihak untuk menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka. 50
Mariam Darus Badrulzaman, Ibid, hal 21-22
Universitas Sumatera Utara
44
c. Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi, Pasal 1774 KUH Perdata. d. Perjanjian publik yaitu perjanjian yang sebagaian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintahan) misalnya perjanjian ikatan dinas dan perjanjian pengadaan barang pemerintah (Keppres No. 29/1984). R. Subekti, tentang macam-macam perjanjian yang dapat dilihat dari bentuknya, yaitu51 : 1. Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian dikemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan, bahwa perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul. Suatu perjanjian yang demikian itu, mengandung adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertanggung jawabkan (ospchortende voorwade). Suatu contoh saya berjanji pada seseorang untuk membeli sepeda motor kalau saya lulus dari ujian, disini dapat dikatakan bahwa jual beli itu akan hanya terjadi kalau saya lulus dari ujian. 2. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketepatan waktu (tijdshepaling), perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah yang pertama berupa suatu kejadian peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun belum dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya meninggalnya seseorang. 3. Perikatan yang memperbolehkan memilih (alternatif) adalah suatu perikatan, dimana terdapat dua atau lebih macam, prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya ia boleh memilih apakah ia akan memberikan kuda atau mobilnya atau satu juta rupiah. 4. Perikatan tanggung menanggung (hoofdelijk atau solidair) ini adalah suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Beberapa orang bersama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini sedikit sekali terdapat dalam praktek. 51
R. Subekti, Aneka Perjanjian Alumni,(Bandung : 1982). hal. 35
Universitas Sumatera Utara
45
5. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi, apakah suatu perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian. Persoalan tentang dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan, barulah tampil kemuka. Jika salah satu pihak dalam perjanjian telah digantikan dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahli warisnya. 6. Perikatan dengan penetapan hukum (strafbeding), adalah untuk mencegah jangan sampai ia berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibanya. Hukuman ini, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat hukuman apabila perjanjian sebahagian telah dipenuhi. Selajutnya menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, diantaranya adalah perjanjian timbal balik, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.52 Demikian halnya dengan perjanjian jual beli tanah dan bangunan yang dilakukan antara penjual dengan menyerahkan dan menanggung cacat yang tersembunyi sedangkan pembeli membayar harga pembelian pada waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. Dalam hal ini kesepakatan antara belah pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak artinya, apa yang telah dikehendaki oleh yang satu, dan pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua kehendak itu bertemu dalam “sepakat” tersebut. Tercapailah sepakat ini dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan perkataan-perkataan, misalnya “setujuh”,”accoord”, “oke” dan lain-lain sebagainya ataupun dengan bersamasama menaruh tanda tangan dibawah pernyataan-pernyataan tertulis sebagai tanda (bukti) bahwa kedua belah pihak menyetujui segala apa yang tertera diatas tulisan53.
52 53
Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H.Perdata Buku III,Op,Cit, hal, 90 R, Subekti, Ibid, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
46
2.
Pengertian Jual Beli dan Saat Terjadinya Jual Beli Pada Pasal 1457 KUH Perdata adalah “suatu persetujuan, dengan mana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain berjanji untuk membayar harga yang telah diperjanjikan”. Sedangkan menurut Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi (Mendagkop) tanggal 1 Februari 1980 Nomor : 34/KP/II/80, tentang kegiatan usaha sewa beli (hire purchase), Jual beli dengan angsuran dan sewa (renting), Pasal 1 huruf b disebutkan : Jual beli dengan
angsuran adalah jual beli barang dimana penjual
melaksanakan penjualan barang dengan cara menerima pelunasan pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dalam beberapa kali angsuran atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barangnya diserahkan oleh penjual kepada pembeli. Dari rumusan diatas dapat dilihat unsur penting jual beli dengan angsuran ialah pelunasan pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dalam beberapa kali angsuran dan hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli pada saat barangnya diserahkan oleh penjual kepada pembeli. Perkataan jual beli menunjukan bahwa satu pihak perbuatan sebagai pembeli, sedangkan dari pihak lain dinamakan penjual. Yang dijanjikan oleh penjual adalah penyerahan atau pemindahan hak miliknya atas barang yang ditawarkan.
Universitas Sumatera Utara
47
Sedangkan yang dijanjikan oleh pihak lain adalah pembayaran harga yang telah disetujui, meskipun tidak ada disebutkan dalam suatu pasal dari KUH Perdata, namun sudah semestinya bahwa suatu harga itu harus berupa sejumlah uang, karena jika berupa barang, maka bukan jual beli yang terjadi tetapi tukar menukar. Diserahkan oleh pengembang kepada pembeli adalah hak milik atas barang. Jadi bukan sekedar kekuasaan atas barang tersebut, yang harus dilakukan adalah penyerahaan (levering) secara yuridis.54 Penyerahan menurut KUH Perdata ada 3 (tiga) macam yaitu : 1. Penyerahan barang bergerak 2. Penyerahan barang tidak bergerak 3. Penyerahan piutang atas nama Barang yang menjadi objek perjanjian harus cukup, setidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada pembeli. Dengan demikian adalah sah menurut hukum. KUH Perdata juga mengenal beberapa bentuk jual beli misalnya, jual beli yang dilakukan dengan percobaan, jual beli dengan contoh, jual beli dengan angsuran, jual beli dengan hak membeli kembali. 54
Kadang-kadang para pihak yang mengadakan perjanjian setelah lahirnya hak dan kewajiban menganggap dirinya sudah mempunyai status yang lain, artinya sudah menganggap dirinya sebagai pemilik atas barang-barang yang diperjanjikan itu, sebenarnya belum, pembeli baru menjadi pemilik atas barang semenjak diadakan penyerahan atau sudah diadakan penyerahan. Jadi kalau belum diadakan penyerahan, maka pembeli belum menjadi pemilik barang tersebut. Pemilikan baru berganti setelah adanya penindahan hak milik atas barang yang dibeli itu. Ini berarti sekalipun sudah membayar harga barang dan pembayarannya itu sudah diterima penjual si pembeli belum berstatus sebagai pemilik barang sebelum diadakan “penyerahan”. Kalau barang bergerak penyerahannya yang menyebabkan seketika si pembeli menjadi pemilik barang. Penyerahan ini dilakukan berdasarkan Pasal 612, 613 dan 616 KUH Perdata, ini sudah ditegaskan dalam Pasal 1459 KUHPerdata yang menentukan “hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli selama penyerahannya belum dilakukan menurut 612, 613 dan 616, Qiram Syamsuddin Meliala, Op. Cit, hal. 40
Universitas Sumatera Utara
48
Saat Terjadi Jual Beli Sesuai dengan asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian perdata, perjanjian jual beli itu dilahirkan pada detik tercapainya sepakat mengenai barang dan harga begitu kedua belah pihak setuju tentang harga barang-barang maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1457 KUH Perdata yang berbunyi ; “jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika mereka mecapai sepakat tentang harga barang-barang, maksud meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”. Konsensualisme berasal dari perkataan sepakat “consensus” yang berarti kesepakatan. Menurut Subekti, sepakat adalah suatu persetujuan paham dan kehendak antara kedua belah pihak tersebut, apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain, meskipun tidak sejurusan tapi secara timbal balik kedua kehendak itu bertemu satu sama lain.55 Menurut pendapat saya, asas tersebut harus di simpulkan dari pasal 1320, yaitu pasal yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan tidak dari pasal 1338 (1) KUH Perdata. Bahkan oleh pasal 1338 (1) KUH Perdata yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” itu dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu undang-undang. 3.
Subjek dan Objek Jual Beli 55
Subekti, Op.Cit, Hal. 17
Universitas Sumatera Utara
49
1. Subjek Jual Beli Baik penjual maupun pembeli masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Sebagaimana diketahui bahwa subjek hukum adalah manusia dan badan hukum yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.56 Subjek yang berupa manusia harus memenuhi syarat-syarat umum untuk melakukan suatu perbuatan hukum secara sah. Pasal 1470 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1476 KUH Perdata adalah peraturan istimewa, karena untuk itu tidak melarang jual beli pihak-pihak dengan kata lain setiap orang boleh mengadakan jual beli asal memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam persetujuan jual beli ada beberapa larangan jual beli terhadap beberapa orang. Larangan jual beli terhadap beberapa orang tersebut tidak kuasa atau tidak cukup melakukan persetujuan jual beli. Larangan jual beli ini antara lain berlaku terhadap : 1. Suami-istri tidak boleh mengadakan perjanjian jual beli (Pasal 1467 KUH Perdata)
56
Bandingkan dengan pendapat A. Qiram Syamsuddin Meliala yang menyatakan bahwa perjanjian jual beli adalah perjanjian timbal balik, artinya masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban sebagai akibat perjanjian yang diperbuatnya, misalnya si penjual wajib menyerahkan barang yang telah dijualnya dan sekaligus ia berhak pula atas pembayaran yang diberikan si pembeli. Sedangkan si pembeli wajib membayar harga barang yang telah diterimanya dari penjual sekaligus pula ia berhak atas barang yang diserahkan oleh sipenjual tadi. Oleh karena itu maka perjanjian jual beli ini berlainan dengan perjanjian yang disebut dalam pasal 1313 KUH Perdata yang mengatakan” Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Qiram Syamsuddin Meliala, Op.Cit, hal. 38-39
Universitas Sumatera Utara
50
2. Para hakim, jaksa, panitra, jurusita, notaries, dilarang bertindak sebagai pembeli atas barang-barang yang menjadi pokok perkara yang sedang di muka Pengadilan Negeri dimana mereka dipekerjakan (Pasal 1468 KUH Perdata) 3. Pegawai-pegawai yang memangku suatu jabatan umum tidak diperbolehkan membeli untuk dirinya sendiri atau orang-orang perantara, barang-barang yang dikuasakan untuk diperlihara atau diurus pada mereka (Pasal 1469 KUH Perdata). 2. Obyek Jual Beli Kalau subyek jual beli adalah penjual dan pembeli yaitu bertindak aktif, dalam obyek jual beli adalah barang yang dijual atau dibeli. a. Benda / barang diperjual belikan b. Mengenai harga barang obyek jual beli c. Musnahnya barang yang dijual. Pengertian benda/barang adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan obyek harta benda atau harta kekayaan. Sehingga yang dapat dijadikan obyek jual beli adalah segala sesuatu yang bernilai harta kekayaan. Bukan hanya benda yang dapat dinilai wujudnya, tetapi semua benda yang dapat berilai harta kekayaan, baik yang nyata maupun yang tidak berwujud. Hal ini sesuai dengan maksud Pasal 1332 KUH Perdata: “ Hanya barang-barang yang bisa diperniagakan saja yang boleh dijadikan obyek persetujuan. Kalau demikian apa saja yang dapat dijadikan obyek persetujuan dengan sendirinya dapat dijadikan obyek jual beli. Asalkan benda
Universitas Sumatera Utara
51
yang menjadi obyek jual beli tersebut sudah ada atau tidak gugur pada saat persetujuan jual beli diperbuat maka jual beli diangga sah”. Mengenai maksud penyerahaan benda yang dijual, tentu termasuk penyerahan hak milik. Seseorang yang membeli barang. Kurang tepat rasanya hanya menerima barangnya saja, tanpa ada maksud untuk menguasainya dan memilikinya. Didalam perjanjian pengikatan jual beli, maka isi kontrak ditentukan terlebih dahulu oleh pihak pengembang. Perjanjian tersebut perjanjian baku (standard). Sedangkan menurut Mariam Darus ciri-ciri perjanjian baku adalah : ”1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonomi)nya kuat. 2. Debitur sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian. 3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu. 4. Bentuk tertentu (Tertulis) 5. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.”57 Didalam praktek perjanjian baku tumbuh sebagai perjanjian tertulis, dalam bentuk formulir. Perbuatan-perbuatan hukum sejenis selalu terjadi berulang-ulang dan teratur yang melibatkan banyak orang. Bahkan menjadi suatu hal kebutuhan untuk mempersiapkan terlebih dahulu isi dari perjanjian, dan kemudian dibakukan dan seterusnya dicetak dalam jumlah yang besar tanpa mengadakan negosiasi pada pihak yang lain.
57
Mariam Darus Badrulzaman, Op, Cit, hal. 50
Universitas Sumatera Utara
52
B. Sifat dan Bentuk Perjanjian Perjanjian pengikatan jual beli pada dasarnya bersifat konsensualitas. Bersifat konsensualitas karena perjanjian itu ada atau lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yaitu pangembang (PT Indo Mega Sentosa) dan pihak Konsumen mengenai pembuatan suatu perjanjian pengikatan jual beli rumah dengan harga rumah yang telah ditentukan. Dengan adanya kata sepakat tersebut perjanjian pengikatan jual beli tersebut mengikat kadua belah pihak artinya para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian pengikatan jual beli tersebut tanpa persetujuan pihak lainnya. Jika perjanjian pengikatan jual beli tersebut dibatalkan atau diputuskan secara sepihak maka pihak lainnya dapat menuntut. Dasar hukum pemikiran hukumnya, perjanjian pengikatan jual beli yang bersifat rill atau tunai. Perjanjian pengikatan jual beli merupakan kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan prestasi masing-masing di kemudian hari, yakni pelaksanaan jual beli di hadapan PPAT, bila bangunan telah selesai bersertifikat dan layak huni. Dalam masalah perjanjian pengikatan jual beli termasuk dalam lingkup hukum perjanjian pengikatan jual beli termasuk dalam lingkup hukum perjanjian, sedangkan jual belinya termasuk dalam lingkup hukum tanah nasional yang tunduk pada Undang-Undang Pokok Agraria dan peraturan-peraturan pelaksanaanya. C. Isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli Terhadap isi perjanjian jual beli yang ditanda tangani pembeli dan penjual, ternyata pihak pembeli memang telah banyak menyepakati perjanjiaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
53
Sehingga dengan sendirinya konsumen telah terikat dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam surat perjanjian jual beli yang telah ditanda tanganinya. Dan dengan kesepakatan ini, maka ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata telah terpenuhi. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa sebelum dilakukan jual beli terlebih dahulu dilakukan negosiasi mengenai harga rumah yang akan dijual-belikan, setelah hasil negosiasi tercapai maka pihak penjual/pengembang mengeluarkan surat Perjanjian Jual Beli, dari isi perjanjian jual beli dapat dilihat beberapa hal yang wajib diikuti. Hanya ada dua pilihan bagi konsumen ketika berhadapan dengan formulir perjanjian pengikatan jual beli yang disodorkan oleh pengembang yaitu take it (ambil dan tanda tangani) atau leave it (tinggalkan). Konsekwensi pilihan yang pertama adalah konsumen tetap siap memenuhi semua syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh pengembang dan juga menanggung segala resiko yang berkaitan dengan kepemilikan rumah tersebut. Sedangkan konsekuensi pilihan kedua yaitu konsumen tidak memperoleh rumah yang dicita-citakannya selama ini selain dari gambaran yang akan dibangun oleh pengembang. Dari hasil analisa dilapangan kepada Manager PT Indo Mega Sentosa (Ibu Lisa) dan pada konsumen yang dipilih secara acak sebanyak sepuluh (10) orang yang bisa dimintakan keterangan tentang isi perjanjian yang dikeluarkan oleh pihak PT Indo Mega Sentosa ternyata sebagian para konsumen tersebut masih banyak yang
Universitas Sumatera Utara
54
kurang memahami atau mengerti apa isi perjanjian pengikatan jual beli yang telah ditandatanganinya tersebut58. Selanjutnya dalam menyikapi perjanjian pengikatan jual beli walaupun tidak setujuh dengan isi tersebut dari perjanjian pengikatan jual beli, namun tetap menandatanganinya dengan alasan, tidak memiliki alasan lain selain menandatangani perjanjian tersebut untuk memperoleh rumah yang selama ini diidam-idamkan konsumen. Dalam hal ini jelas terlihat posisi konsumen secara ekonomi dan keleluasaan untuk memilih sangat lemah dibanding kedudukan pengembang, oleh karena itu pihak pengembang leluasa menentukan isi dari perjanjian pengikatan jual beli tersebut yang lebih banyak mencantumkan hak-haknya daripada kewajibankewajibannya. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dikatakan hampir sebagian besar, konsumen kurang mengetahui makna yang terkandung dalam perjanjian pengikatan jual beli yang dilakukan pada PT Indo Mega Sentosa, tetapi pihak konsumen tetap menyepakati dari formulir yang ditawarkan pengembang. Di lihat dalam perjanjian jual beli dilihat dari KUH Perdata , maka para pihak yaitu pihak pengembang dan konsumen bebas mengadakan suatu perjanjian. Hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Para pihak bebas memuat kontrak dan mengatur sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut: 58
Hasil Wawancara dengan Konsumen, Tanggal 2 Oktober 2011
Universitas Sumatera Utara
55
a. Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak b. Tidak dilarang oleh undang-undang c. Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku d. Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik. 59 Perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh PT Indo Mega Sentosa, memuat hal pokok perjanjian, cara pembayaran, masa pemeliharaan dan penyerahan, perubahan bangunan, sanksi keterlambatan dan force majeure. Apabila dikaitkan dengan unsur essensialia, maka isi perjanjian yang sudah ditetapkan oleh kedua belah pihak itu selalu harus ada dalam setiap perjanjian pengikatan jual beli, unsur mutlak, tanpa adanya unsur tersebut, perjanjian pengikatan jual beli tersebut itu tidak mungkin dapat terlaksana. Sedangkan dari hasil wawancara dari Ibu Lisa selaku Manager PT Indo Mega Sentosa bahwa pihak pengembang sendiri menyatakan sama sekali tidak pernah merugikan konsumen, karena pihak pengembang selaku pelaku usahapun tentu tidak menginginkan terjadi hal-hal yang menimbulkan konflik antara konsumen dengan pengembang yang dapat berakibat konsumen membatalkan jual beli rumah yang telah disepakati sebelumnya. Menurut pihak pengembang apabila ada keluhan-keluhan dari konsumen, maka pihak pengembang berusaha untuk menanggapinya dan kemudian menyelesaikan dengan cara musyawarah dengan konsumen.60
59
Munir Fuady, Hukum Kontrak, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, (Bandung, 1999), hlm. 30. Hasil Wawancara dengan Pengembang PT. Indo Mega Sentosa, tanggal 10 Oktober 2011, Kota Batam. 60
Universitas Sumatera Utara
56
Dalam Data sekunder yang diambil dari Perjanjian Standard Pembelian Rumah secara cicilan dari PT. Indo Mega Sentosa dapat dilihat dalam tabel : GAMBARAN PERJANJIAN STANDAR PENGIKATAN JUAL BELI DI PT INDO MEGA SENTOSA No. 1. 2. 3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Substansi / Pengaturan Nama Kontrak
Ketetangan Sebutan yang digunakan pengembang terhadap PPJB Objek yang diperjualbelikan Objek yang dibeli oleh konsumen (rumah) Komponen nilai jual Apa saja yang termasuk dalam nilai jual yang dibayar konsumen (misalnya rumah berikut penyediaan fasilitas PDAM, Listrik PLN, Telepon, Sertifikat Hak Milik dan lain-lain). Cara Pembayaran Mekanisme atau tata cara pembayaran nilai jual / harga jual rumah (Tunai, Tunai Bertahap, Fasilitas KPR). Lokasi Pembayaran Tempat dimana konsumen dapat melakukan transaksi pembayaran harga jual dikantor pengembang, transfer di bank dan sebagainya. Masa Pemeliharaan Waktu yang diperlukan bagi pengembang untuk melakukan pemeliharaan rumah setelah serahterima 1 bulan atau 3 bulan. Force Majeure Apabila terjadi peristiwa diluar kekuasaan pihak pengembang, misalnya karena pemogokan buruh, kerusuhan, pemberontakan, bencana alam dan lain-lain maka pihak pengembang diberi jangka perpanjangan selama berlangsungnya force majeure tersebut. Pemindahan dan penyerahan Pihak konsumen tidak berhak mengalihkan atau hak memindahkan seluruh atau sebagian hak dan kewajiban dalam perjanjian pihak persetujuan tertulis dari pihak pengembang. Biaya-biaya Termasuk PBB, BPHTB, Retribusi atau pungutan lainnya wajib ditanggung oleh konsumen. Perobahan bangunan Dilarang bagi untuk mengadakan perobahan / penambahan bangunan sebelum harga pengikatan dilunasi seluruhnya oleh konsumen. Tenggang pengajuan Jangka waktu yang mengajukan komplain komplain kondisi bangunan setelah serah terima selama 1 bulan, 3 bulan. Jaminan bebas sengketa Jaminan dari pengembang bahwa objek
Universitas Sumatera Utara
57
13.
14.
15.
16.
perjanjian bebas dari sengketa dari pihak lain. Pemutusan perjanjian secara sepihak oleh pengembang atau konsumen atau atas kesepakatan kedua belah pihak dengan berbagai akibatnya. Sanksi bagi pengembang dan Sanski bagi pengembang bila terlambat konsumen menyerahkan rumah dan bagi konsumen sanksi apabila terlambat melakukan transaksi pembayaran harga jual. Mekanisme penyelesaian Tata cara penyelesaian perselisihan antara sengketa pengembang dengan konsumen misalnya musyawarah, gugatan di pengadilan, arbitrase dan lain-lain. Alasan pembatalan
Penandatanganan beli
akta
jual Para pihak berjanji dan mengikat diri untuk membuat dan menandatangani akte jual beli atas rumah dihadapan PPAT yang ditunjuk oleh pihak pengembang dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam perjanjian. Sumber:Data Sekunder diambil dari Perjanjian Standard Pembelian Rumah Secara Cicilan dari PT. Indo Mega Sentosa Dilihat dari isi perjanjian pengikatan jual beli yang telah dibuat secara sepihak oleh PT Indo Mega Sentosa (Pengembang) tersebut lebih menguntungkan pengembang dibandingkan konsumen, walau pada awalnya para pihak melakukan negosiasi terlebih dahulu tetapi dalam pelaksanaannya pihak pengembang telah mempersiapkan Surat Perjanjian Jual Beli terlebih dahulu. Inti isi perjanjian ialah syarat-syarat perjanjian yang mengatur kewajiban dan hak serta tanggung jawab pihak-pihak. Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak setiap orang bebas membuat perjanjian dalam mencapai tujuan ekonomi yang dikehendakinya, tanpa memperdulikan apakah ia memahami atau tidak maksud rumusan syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian yang disodorkan oleh pihak lawannya.
Universitas Sumatera Utara
58
Yang penting baginya ialah tujuan yang dikehendaki berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan itu tercapai yaitu menguasai dan atau memiliki serta menikmati benda obyek perjanjian secara patut. Dikatakan benda yang dikuasai dan atau dimiliki itu sesuai dengan identitas yang diperjanjikan, ketepatan waktu penyerahan/pembayaran tidak ada cacatnya dan penikmatannya memberikan kepuasan sesuai dengan fungsinya. Jika pelaksanaan perjanjian tidak sesuai dengan atau menyimpang dari atau tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan maka tujuan yang dikehendaki itu tidak tercapai secara patut, bahkan mungkin tidak tercapai sama sekali. Akibatnya adalah ada pihak yang dirugikan, dalam hal ini muncul masalah tanggung jawab siapa yang bertanggung jawab memikul beban kerugian, apakah pihak pengusaha atau pihak konsumen. Pihak yang menentukan syarat-syarat perjanjian biasanya pengusaha yang mempunyai kedudukan ekonomi kuat dan timgkat pengetahuan/kealihan yang tinggi, sedangkan pihak konsumen umumnya mempunyai kedudukan ekonomi lemah dan tingkat pengetahuan rendah. Karena didorong oleh kebutuhan, konsumen mau saja menerima rumusan syarat-syarat perjanjian yang disodorkan kepadanya ketika mengadakan perjanjian dengan pengusaha.
Universitas Sumatera Utara