BAB II ASAS BERWAWASAN LINGKUNGAN DALAM HUKUM INDONESIA
A. Keberadaan Asas Hukum Dalam Norma Hukum Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan terlahir sebagai makhluk individu. Namun, seiring dengan pertumbuhan kodrat manusia bergeser menjadi mahluk sosial. Hal ini disebabkan sejak lahir sampai meninggal manusia senantiasa membutuhkan pertolongan dan bantuan manusia lainnya. Dalam pergaulan dengan manusia lainnya, tiap-tiap manusia mempunyai kepentingan yang sama dan ada pula yang mempunyai kepentingan yang berbeda atau bahkan kepentingan yang bertentangan satu dengan lainnya. Pertentangan antara manusia itu dapat menimbulkan kekacauan di masyarakat apabila di dalam masyarakat tersebut tidak ada tata tertib yang dapat menyeimbangkan usaha-usaha yang dilakukan masing-masing pihak agar dapat memenuhi kepentingan mereka yang bertentangan tersebut. Agar pemenuhan kebutuhan manusia itu berjalan secara teratur, tidak terjadi benturan-benturan antara kepentingan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, diperlukan pengaturan oleh petunjuk hidup, aturan, patokan yang biasa disebut norma. Jadi norma merupakan kaidah atau aturan-aturan yang berisi perintah atau larangan yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama untuk mengatur perilaku manusia di dalam masyarakat guna mencapai ketertiban dan kedamaian. Dengan mentaati norma, maka tatanan kehidupan masyarakat, 29 Universitas Sumatera Utara
berbangsa, dan bernegara menjadi tertib, aman, rukun, dan damai. Suasana masyarakat yang taat terhadap norma yang berlaku dapat membentuk suatu kehidupan masyarakat yang adil makmur, dan sejahtera.31 Norma hukum adalah pedoman hidup yang dibuat oleh lembaga negara atau lembaga politik suatu masyarakat atau bangsa yang sifatnya mengikat dan memaksa, tujuannya agar bisa terwujud ketertiban, keamanan, ketentraman dalam masyarakat. Norma hukum diperlukan karena norma tersebut belum cukup menjamin ketertiban dalam pergaulan masyarakat. Ketidakcukupan jaminan ketertiban oleh norma tersebut karena tidak adanya ancaman hukuman atau sanksi yang cukup dirasakan sebagai paksaan dari luar. Sanksi bagi pelanggar norma hukum tegas, nyata, mengikat dan bersifat memaksa. Pelanggar norma hukum yang dinyatakan bersalah oleh hakim pengadilan, dihukum dengan pidana penjara/kurungan/denda atau bahkan hukuman mati.32 Norma hukum dapat diaplikasikan tidak hanya dalam arti dilaksanakan dan dipatuhi oleh subjek hukumnya, tetapi juga dalam arti membentuk dasar bagi suatu penilaian spesifik untuk mengkualifikasikan perbuatan subjek hukum sebagai lawful atau unlawful. Suatu tindakan dikualifikasikan sebagai tindakan tertentu menurut norma, seperti tindakan menghilangkan nyawa dikualifikasikan sebagai
pembunuhan.
Ini
adalah
penilaian
tindakan.
(scheme
of
31
Derry Chandra, “penerapan prinsip kelangsungan usaha dalam penundaan kewajiban pembayaran utang (studi kasus putusan Mahkamah Agung Nomor 156 PK/Pdt.Sus/2012)”, Skripsi, Medan, 2014, hlm. 46. 32 Http://nurabidinabitia.blogspot.com/2013/03/bab-1-arti-penting-norma-dan-hukumbagi.html (diakses tgl 03 april 2016)
30 Universitas Sumatera Utara
interprestation).33Namun aktivitas penilaian hakim juga terkait dengan adil atau tidak adil, tetapi hanya sepanjang kapasitasnya dalam menjalankan fungsi pembuatan hukum. Sepanjang dia terlihat mengaplikasikan hukum, tindakannya dimaknai sebagai lawful atau unlawful seperti tindakan orang lain sebagai subjek dari hukum.34 Suatu penilaian hukum yang menentukan hubungan positif atau negatif antara perbuatan manusia tertentu dengan norma hukum, mengimplikasikan keyakinan eksistensi suatu norma hukum. Keyakinan ini dapat diverifikasi dengan kenyataan keberadaan norma tersebut. Maka penilaian hukum memiliki karakter obyektif
sehingga
eksistensi
nilai
hukum
adalah
sesuatu
yang dapat
diverifikasikan secara obyektif. 35 Telah diuraikan bahwa norma hukum merupakan pedoman tentang bagaimana seyogianya manusia bertingkah laku dalam masyarakat. Dengan demikian maka norma itu pada umumnya menimbulkan pengertian atau kesadaran pada setiap orang akan perbedaan antara apa yang oleh umum telah dianggap dan diakui sebagai sesuatu yang baik ataupun tidak baik, antara apa yang diperbolehkan dengan tidak diperbolehkan. Norma hukum berbeda dengan apa yang disebut dengan asas hukum. Oleh karena itu perlu kita ketahui apakah yang dimaksud dengan asas hukum itu. 33
Stanley L. Paulson, “On Kelsen’s Place in Jurispruden, Intruduction to Hans Kelsen,” Introduction To The Problems Of Legal Theory; A Translation of the First Edition of the Reine Rechtslehre or Pure Theory of Law, Translated by: Bonnie Litcheweski Paulson and Stanley L. Paulson, (Oxford: Clarendon Press, 1992), hal. 10-11. 34 Hans Kelsen, General theory of Law and State, translated by: Anders Wedberg, (New York: Russell & Russell, 1961) hal. 47-48. 35 Ibid., hal. 48-49.
31 Universitas Sumatera Utara
Mengenai apa yang disebut asas hukum atau asas pada umumnya, sebaiknya kita ketahui dahulu apa yang dimaksud dengan asas. Dalam Kamus Besar bahasa Indonesiadapat di jumpai tiga pengertian asas, yaitu sebagai berikut:36 a. Dasar, alas, pedoman; misalnya batu yang baik untuk alas rumah. b. Suatu kebenaran yang menjadi pokok atau tumpuan berpikir (berpendapat dan sebagainya); misalnya: bertentangan dengan asasasas hukum pidana; pada asasnya yang setuju dengan usul saudara. c. Cita-cita yang menjadi dasar ( pekumpulan negara, dan sebagainya); misalnya, membicakan asas dan tujuan. Dari ketiga pengertian tersebut dapat di lihat pengertian yang esensial dari asas yaitu: merupakan dasar, pokok tempat menemukan kebenaran dan sebagai tumpuan berpikir.37 Tentang batasan pengertian asas hukum ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti berikut:38 a. Pendapat Bellefroid. Asas hukum umum adaalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum umum merupakan pengendapat dari hukum positif.
36
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Hukum, (Jakata: Balai Pustaka, 1976), hlm. 46 Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 35-36 38 J.B.Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Prenhallindo: 2001), hlm. 87-88. 37
32 Universitas Sumatera Utara
b. Pendapat
P.
Scholten.
Asas
hukum
adalah
kecenderungan-
kecenderungan yang diisyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum dan merupakan sifat-sifat umum dengan ketebatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi harus ada. c. Pendapat Eikema Hommes. Asas hukum bukanlah norma-norma hukum kongkrit, tetapi ia adalah sebagai dasar-dasar pikiran umu atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Asas hukum adalah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. d. Pendapat Satjipto Rahardjo. Asas hukum adalah unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum adalah jantungnya peraturan hukum karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum atau ia adalah sebagai ratio legisnya peraturan hukum. Satjipto Rahardjo selanjutnya mengatakan bahwa pada
akhirnya
peraturan-peraturan
hukum
itu
harus
dapat
dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Jika diamati rumusan pengertian tentang asas hukum yang dikemukakan oleh ke empat orang ahli tersebut diatas, kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya apa yang disebut dengan asas hukum adalah dasar-dasar umum yang terkandung dalam peraturan hukum, dan dasar-dasar umum tersebut adalah merupakan sesuatu yang mengandung nilai-nilai etis. Menurut C.W. Paton,
yang ikutip oleh Mahadi, dalam bukunya A
Textbook of Jurisprudence, 1969, mengatakan bahwa asas adalah : A principles is
33 Universitas Sumatera Utara
the broad reason, which lies at the base of a rule of law39. Dalam bahasa indonesia, kalimat itu berbunyi; asas adalah suatu alam pikiran yang dirumuskan secara luas dan mendasari adanya sesuatu norma hukum. Disingkatkan bahwa dalam unsur-unsur asas sebagai berikut: a. Alam pikiran; b. Rumusan luas; dan c. Dasar bagi pembentukan norma hukum.40 Jadi asas adalah alam pikiran, yang melatarbelakangi pembentukan norma hukum. Rumusan asas yang dihidangkan oleh Paton memberi kesan, seolah-olah tiap norma hukum dapat dikembalikan kepada susunan asas. Ternyata, kesan itu tidak beralasan.41 Dalam praktek terdapat norma-norma hukum yang tidak dapat ditelusuri bagaimana bunyi asas yang mendasarinya. Salah satu contoh, yang dapat kami kemukakan, norma hukum positif dalam bidang lalu lintas, yang menyuruh pemakai jalan umum yang mempergunakan bagian kiri dari jalan itu. Untuk norma hukum itu sendirilah yang berfungsi sebagai asas.42 Dengan demikian, ada kalanya norma hukum dapat dikembalikan kepada suatu asas, akan tetapi ada pula yang lain semansyur sarjana, ia tidak sanggup menyebutkan asasnya, yang mendasari suatu norma hukum. Keadaan seperti ini
39
Mahadi, Falsafah Hukum: Suatu Pengantar, Cetakan Kedua, (Bandung: Alumni,1991),
hlm. 121. 41 42
Ibid., hlm. 122. Ibid.
34 Universitas Sumatera Utara
banyak terdapat pada bidang-bidang hukum yang netral, yaitu bidang-bidang hukum yang tidak ada kaitannya dengan agama atau kebudayaan. Sebaliknya dalam bidang-bidang hukum yang nonnetral (bidang-bidang yang erat hubungannya dengan agama dan budaya), kita dapat bertemu dengan normanorma hukum yang dapat dikembalikan kepada suatu asas.43 Menurut van Eikema Hommes, asas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma hukum yang kongkret, tetapi perlu dipandang sebagai dasar umum atau petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum praktis perlu berorientasikan pada asas-asas hukum tersebut. Dengan kata lain asas hukum adalah dasa atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.44 Menurut P. Scolten, asas hukum adalah kecenderungan yang diisyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum yang merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya sebagai pembawa umum, tetapi tidak boleh tidak harus ada.45 Dari beberapa pendapat para sarjana tersebut, dapat disimpulkan, bahwa asas hukum baru merupakan cita-cita suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir untuk menciptakan norma hukum. Jadi suatu asas adalah suatu alam pikiran atau cita-cita ideal yang melatarbelakangi pembentukan norma hukum yang kongkret dan bersifat umum atau abstrak (khususnya dalam bidang-bidang hukum yang erat dengan agama dan
43
Ibid., hlm. 123. Ishaq, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 75. 45 Ibid., hlm. 76. 44
35 Universitas Sumatera Utara
budaya). Agar supaaya asas hukum berlaku dalam praktek maka isi asas itu harus dibentuk lebih kongkret. Seperti misalnya asas praduga tak bersalah (presumption of innocent) yang telah dituangkan dalam bentuk kongkret yang terdapat dalam ketentuan Pasal 8 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 yaitu: “setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Jika asas hukum telah dirumuskan secara kongkret dalam bentuk peraturan norma hukum, maka ia sudah dapat diterapkan secara langsung pada peristiwanya. Sedangkan asas hukum yang belum kongkret dirumuskan dalam ketentuan hukum maka ia belum dapat dipergunakan secara langsung dalam peristiwanya. Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa asas hukum bukanlah kaidah hukum kongkret, tetapi merupakan latar belakang dari peraturan kongkret, karena ia adalah dasar pemikiran yang umum dan abstrak dan mendasari lahirnya setiap peraturan hukum.46 B. Asas-asas Umum Dalam Penanaman Modal Asas hukum bukan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, untuk memahami hukum suatu bangsa dengan sebaik-baiknya tidak bisa hanya meihat fakta peraturan-peraturan hukumnya saja, melainkan harus
46
Ibid., hlm. 77.
36 Universitas Sumatera Utara
menggalinya sampai kepada asas-asas hukumnya. Asas hukum inilah yang memberikan makna etis kepada peraturan-peraturan hukum serta tata hukum.47 Ahli hukum tata negara Belanda, Koopmans mengemukakan perlunya asas-asas dalam pembentukan hukum peraturan perundang-undangan, seperti perlu adanya asas-asas dalam penyelenggaraan pemerintahan yang patut serta asas-asas dalam penyelenggaraan peradilan yang patut. Ia membagi asas-asas tesebut ke dalam:48 1. Prosedur, yaitu pada proses pengambilan keputusan dan pengumuman hasil akhirnya; 2. Bentuk dan kewenangan, yang dimaksud dengan bentuk ialah pembagian tertentu dari batang tubuh yang nampak pada pasalpasalnya; 3. Masalah kelembagaan; dan 4. Masalah isi peraturan. Berkenaan dengan asas-asas pembentukan hukum peraturan perundangundangan di Indonesia. A. Hamid S. Atamimi, mengemukakan ada tiga macam asas yang secara berurutan disusun sebagai berikut:49 1. Cita hukum Indonesia;
47
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cetakan kelima, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000).,
hlm 47. 48
A. Hamid S. Atamimi, “peranan Keputusan presiden Republik Indonesia Dalam penyelenggaraan Pemerintah Negara suatu Studi Analisa Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurung Waku Pelita I – Pelita IV”, Disertasi, Pascasarjana, Jakarta, 1990, hlm. 327. 49 Ibid., hlm, 344.
37 Universitas Sumatera Utara
2. Asas negara berdasarkan atas hukum dan asas pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi; 3. Asas-asas lainnya. Oleh karena itu, asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan Indonesia yang patut akan mengikuti pedoman dan bimbingan yang diberikan: 1. Cita hukum Indonesia yang tidak lain Pancasila (sila-sila dalam Pancasila tersebut berlaku sebagai cita/idee), yang berlaku sebagai “bintang pemandu”; 2. Norma fundamental negara yang juga tidak lain adalah Pancasila (silasila dalam Pancasila tersebut berlaku sebagai norma); 3. a) asas negara berdasarkan atas hukum yang menempatkan undangundang sebagai alat pengaturan yang khas berada dalam keutamaan hukum (der primat des rechts) b) asas-asas pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi yag menempatkan undang-undang sebagai dasar batas penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pemerintahan. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UUPM ditentukan sejumlah asas dalam penanaman modal, yaitu: Adapun asas- asas atau prinsip-prinsip tersebut diatur dalam Pasal 3 beserta penjelasan UUPM, yakni:
38 Universitas Sumatera Utara
1. Asas Kepastian hukum, artinya asas dalam negara hukum meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam penanaman modal; 2. Asas keterbukaan, artinya asas yag terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal; 3. Asas akuntabilitas, artinya asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan keentuan peraturan perundang-undangan; 4. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, artinya asas perlakuan non diskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya; 5. Asas kebersamaan, artinya asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat; 6. Asas efisiensi berkeadilan, artinya asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif dan berdaya saing;
39 Universitas Sumatera Utara
7. Asas berkelanjutan, artinya asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses
pembangunan melalui penanam modal untuk
menjamin kesejahteraan dan kemajuan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang; 8. Asas berwawasan linkungan, artinya asas penanaman modal yang dilakukan
dengan
tetap
memperhatikan
dan
mengutamakan
perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup; 9. Asas kemandirian, artinya asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya oertumbuhan ekonomi; dan 10. Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, artinya asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional. Kesepuluh asas tersebut yang dituangkan dalam pasal-pasal terkait untuk menjamin tercapainya tujuan yang ditetapkan dalam UUPM. Adapun tujuan dari penyelenggaraan penanaman modal antara lain 50 : 1. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; 2. menciptakan lapangan kerja; 3. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; 4. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; 50
Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
40 Universitas Sumatera Utara
5. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; 6. rnendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; 7. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan rnenggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan 8. meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Yang perlu diperhatikan bahwa asas (hukum) penanaman modal tersebut mempertautkan dengan hukum atau undang-undang lain. Bahkan pertautan tidak saja dikontruksi intra-bidang, melainkan juga antar-bidang seperti ekonomi, perdagangan internasional.51 Selain asas-asas yang secara jelas diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UUPM, terdapat juga asas-asas lainnya yang tidak diatur dalam Pasal 3 ayat (1) tersebut, antara lain: 1. Asas pembatasan bidang usaha, yaitu asas yang diatur dalam Pasal 12 UUPM, yang membatasi bidang usaha dalam penanaman modal yang tebatas pada 3 jenis bidang usaha. 3 jenis bidang usaha tersebut adalah jenis bidang usaha yang dinyatakan terbuka, tertutup, dan yang dinyatakan terbuka dengan persyaratan, dengan mengacu kepada aturan-aturan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 2. Asas pengutamaan tenaga kerja dalam negeri, yaitu asas yang diatur dalam Pasal 10 UUPM, yang mengutamakan penyerapan dan 51
Yakub Adi Krisanto, http://gubugpengetahuan.blogspot.com. Terakhir diunggah pada tanggal 16 Maret 2016
41 Universitas Sumatera Utara
pemberdayaan tenaga kerja dalam negeri/Warga Negara Indonesia (WNI) dari pada tenaga ekrja dari luar negeri/Warga Negara Asing (WNA). Pengutamaan tersebut terlihat dari adanya ketentuan yang hanya boleh menempatkan tenaga kerja WNA pada penempatan posisi tertentu dengan pada akhirnya melakukan pengalihan fungsi tenaga kerja WNA tersebut kepada tenaga kerja WNI, sebagaimana pengalihan fungsi tersebut sebagai bentuk pengutamaan tenaga kerja WNI dalam sebuah perusahaan penanaman modal. 3. Asas nasionalisasi, asas ini diatur dalam Pasal 7 UUPM, yang menyatakan bahwa Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-undang. Lalu disebutkan juga dalam hal Pemerintah mmelakukan tindakan nasionalisasi, Pemerintah akan memberikan kompensasi yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan harga pasar. 4. Asas divestasi, asas ini diatur dalam Pasal 8 UUPM, yang menyebutkan
penanam
modal
dapat
mengalihkan
aset
yang
dimilikinya kepada pihak yang diinginkan oleh penanam modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun aset dalam hal ini yaitu aset yang ditetapkan oleh undang-undang sebagai aset yang dikuasai negara. 5. Asas pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK), asas yang diatur dalam Pasal 13 UUPM, yang
42 Universitas Sumatera Utara
mewajibkan pemerintah untuk menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK dan menetapkan bidang usaha besar dengan mempersyaratkan bahwa bidang usaha yang demikian harus bekerja sama dengan UMKMK. Asas tersebut juga menyatakan bahwa Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan UMKMK dengan melakukan program kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya. Asas ini semata-mata dimaksudkan untuk tujuan pengembangan UMKMK.
C. Pengaturan Mengenai Asas Berwawasan Lingkungan Di Indonesia Pengaturan mengenai asas berwawasan lingkungan dapat dijumpai pada Pasal 3 Huruf H beserta penjelasan UUPM. Penjelasan pasal 3 UUPM menyebutkan bahwa asas berwawasan lingkungan adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Asas berwawasan lingkungan juga dapat dijumpai pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Namun dalam undang-undang ini asas berwawasan lingkungan tidak berdiri sendiri, namun disandingkan dengan asas berkelanjutan. Pasal 2 Huruf D beserta penjelasan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 menyebutkan bahwa asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah asas yang secara terencana mengintegrasikan dimensi ekonomi, lingkungan dan sosial budaya dalam 43 Universitas Sumatera Utara
keseluruhan usaha pertambangan mineral dan batubara untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang52. Terlihat jelas pada pengertian asas berwawasan lingkungan dalam UUPM bahwa setiap penanaman modal yang dilakukan di Indonesia haruslah mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Sehingga secara tidak langsung penanaman modal tersebut juga terikat kepada Undangundang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.53 Pasal 42 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH menyebutkan bahwa dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup. Adapun Pasal 1 butir 33 UUPPLH menyebutkan instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong Pemerintah, Pemerintah daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup. 52
Pasal 2 huruf D Undang-undang Nomor 04 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara 53 Pasal 1 Butir 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
44 Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 42 ayat (2) beserta penjelasan, instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi, yaitu upaya internalisasi aspek lingkungan hidup ke dalam perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan dan kegiatan ekonomi; b. Pendanaan lingkungan hidup, yaitu suatu sistem dan mekanisme penghimpunan dan pengelolaan dana yang digunakan bagi pembiayaan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pendanaan lingkungan berasal dari berbagai sumber, misalnya pungutan, hibah, dan lainnya; dan c. Insentif dan/atau disinsentif. Insentif merupakan upaya memberikan dorongan atau daya tarik secara moneter dan/atau nonmoneter kepada setiap orang ataupun Pemerintah dan Pemerintah daerah agar melakukan kegiatan yang berdampak positif pada cadangan sumber daya alam dan kualitas fungsi lingkungan hidup. Dan disinsentif merupakan pengenaan bebam atau ancaman secara moneter dan/atau nonmoneter kepada setiap orang ataupun Pemerintah dan Pemerintah daerah agar mengurangi kegiatan yang berdampak negatif pada cadangan sumber daya alam dan kualitas fungsi lingkungan hidup. Lebih lanjut Pasal 43 ayat (1) UUPPLH menyebutkan instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a meliputi:
45 Universitas Sumatera Utara
a. Neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup; b. Penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto yang mencakup penyusutan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup; c. Mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup antar daerah; dan d. Internalisasi biaya lingkungan hidup. Lalu ayat (2), instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b meliputi: a. Dana jaminan pemulihan lingkungan hidup; b. Dana peanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan c. Dana amanah/bantuan untuk konservasi. Dalam ayat (3) Insentif dan/atau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c antara lain diterapkan dalam bentuk: a. pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup; b. penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup; c. pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramahlingkungan hidup; d. pengembangan
sistem
perdagangan
izin
pembuangan
limbah
dan/atauemisi; e. pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup; f. pengembangan asuransi lingkungan hidup;
46 Universitas Sumatera Utara
g. pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup; dan h. sistem
penghargaan
kinerja
di
bidang
perlindungan
dan
pengelolaanlingkungan hidup.
47 Universitas Sumatera Utara