BAB II PENGATURAN CSR PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DAN PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH
A. CSR pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Corporate Social Responsibility (CSR) yang dalam bahasa Indonesianya merupakan tanggung jawab sosial perusahaan adalah suatu konsep bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap lingkungannya khususnya di tempat mereka melakukan kegiatan usahanya. Dalam pernyataan yang lebih luas tanggung jawab sosial di sini meliputi konsumen, karyawan, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Upaya tersebut secara umum dapat disebut Corporate Citizenship dan di maksudkan untuk mendorong dunia usaha untuk lebih etis dalam menjalankan aktivitas agar tidak terpengaruh atau berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan hidup. Sehingga pada akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang menjadi tujuan di bentuknya dunia usaha sebuah perusahaan. Keberadaan suatu perusahaan yang berbadan hukum dalam suatu tata hukum, sama saja layaknya dengan keberadaan manusia sebagai subjek hukum, dalam hal ini badan hukum tersebut bertindak melalui organ-organnya.36
36
Munir Fuady, “Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law, Eksistensinya dalam Hukum Indonesia”, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2002), hal 4.
45
Universitas Sumatera Utara
46
1. Tinjauan Umum tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah dikenal sejak awal 1970-an yang secara umum di artikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktek yang berhubungan dengan stakeholders, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungannya serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan, CSR tidak hanya merupakan kegiatan yang karikatif
perusahaan dan tidak terbatas hanya pemenuhan aturan
hukum semata, namun CSR berhubungan erat dengan
Suistanable Development
(pembangunan berkelanjutan) di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata-mata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. CSR dalam sejarah modern di kenal sejak Howard R. Bowen menerbitkan sebuah buku yang berjudul Social Resposibilities of The Businessman pada era 19501960 di Amerika Serikat. Pengakuan publik terhadap prinsip-prinsip tanggung jawab sosial yang beliau kemukakan membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi sebagai Bapak CSR. Bahkan dalam dekade 1960-an, pemikiran Bowen terus di kembangkan
Universitas Sumatera Utara
47
oleh berbagai ahli sosialogi bisnis lainnya seperti Keith Davis yang memperkenalkan konsep Iron Laws of Responsibility.37 Definsi CSR masih beragam dan memiliki perbedaan definisi antara satu dengan yang lainnya. Pada dasarnya, CSR mengenai tanggung jawab sosial perusahaan yang merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap para pihak lainnya atau stakeholder, selain tanggung jawab perusahaan terhadap pemegang saham (shareholder). Selanjutnya Merrick Dodd, menyatakan bahwa pengertian tanggung jawab sosial perusahaan adalah: “suatu pengertian tanggung jawab terhadap para buruh, konsumen, dan masyarakat pada umumnya di hormati sebagai sikap yang pantas untuk di adopsi oleh pelaku bisnis…”38 Bisnis adalah usaha atau proses pertukaran jasa atau produk dalam rangka pencapaian nilai tambah. Etika bisnis membahas masalah-masalah dalam konteks bisnis yang terkait dengan standar moral.39
37
Hendrik Budi Untung, Corporate Social Responsibility , (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 37.Bahwa dalam sumber tersebut, dinyatakan ide dasar yang dikemukakan Bowen adalah mengenai kewajiban perusahaan menjalankan usahanya sejalan dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak di capai masyarakat di tempat perusahaan tersebut beroperasi. Beliau menggunakan istilah sejalan dalam konteks itu demi meyakinkan dunia usaha tentang perlunya mereka memiliki visi yang melampaui urusan kinerja financial perusahaan. Selanjutnya dalam konsep Keith Davis dikemukakan bahwa penekanan pada tanggung jawab sosial perusahaan memiliki kolerasi positif dengan size atau besarnya perusahaan, studi ilmiah yang dikemukakan Davis menemukan bahwa semakin besar perusahaan atau lebih tepat dikatakan, semakin besar dampak suatu perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya, semakin besar pula bobot tanggung jawab yang harus dipertahankan perusahaan itu pada masyarakatnya. 38 Halyani Hj Hassan, Corporate Social Responsibility, disampaikan pada 5th Asian Law Institute Conference, tanggal 22-23 Mei 2008, di Singapura, hal 1 bahwa Merrick Dodd, Proponent of corporate social responsibility viewed that :” A sense of social responsibility toward employees, consumers, and the general public may thus come tobe regarded as appropriated attitude to be adopted by those who are engaged in business….” Halyani Hj Hassan juga berpendapat bahwa CSR harus didukung dan dilihat sebagai suatu konsekuensi alamiah bagi perseroa terbatas dan kepribadian hukum yang terpisah. 39 Robby I. Chandra, “Etika Dunia Bisnis”, (Yogyakarta, Kanisius, 1995), hal 42-43.
Universitas Sumatera Utara
48
Selanjutnya Salemm Sheikh menjelaskan bahwa CSR merupakan tanggung jawab perusahaan, apakah bersifat sukarela atau berdasarkan undang-undang, dalam pelaksanaan kewajiban sosial-ekonomi di masyarakat. Beliau mengamati bahwa CSR meliputi 2 (dua) hal utama yaitu: corporate phlantropy (filantropi korporasi), bahwa perusahaan melakukan peranan jasa sosial dan Trusteeship principle (prinsip perwalian), di mana direksi bertindak sebagai wali bagi pemegang saham, kreditur, buruh, konsumen, dan komunitas yang lebih luas dengan memberikan kontribusi terhadap lingkungan hidup yang lebih bersih dan kehidupan masyarakat yang lebih baik melalui interaksi aktif dari semua pihak.40 Suatu review yang dilakukan oleh fortune terhadap 500 web site juga mengindikasikan bahwa “a majority own have special reports on giving, with section typically labeled “Corporate Social Responsibility”, “Corporate Citizensip”, “Community Development”. Many of these section provide lengthy deal on topic like annual giving amounts, phylantropic priorities, major initiatives, employee volunteerism, and suistanable business prantise”.41 Merupakan hal yang patut disayangkan bila sekedar mengikuti tren tanpa memahami esensi dan manfaat dari CSR. Karena bila itu terjadi, maka konsep yang bagus itu tidak akan well implemented dan bahkan ujung-ujungnya sekedar menjadi anekdot belaka. Beberapa hal yang antara lain perlu kita ketahui tentang evolusi dan definisi CSR, hubungan CSR dengan Good Corporate Governance, konsep Suistanable Development, konsep Triple Bottom Line dan prinsip-prinsip atau pedoman pelaksanaan CSR.42 Perilaku (tindakan adalah berorientasi tujuan (good
40
Ibid. Philip,Kotler and Nancy Lee, Corporate Social Responsibility, (New Jersey: John Wiley and sons, Inc, 2005) hal 5. 42 Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Fraco Publishing, Gresik, 2007, Hal 3. 41
Universitas Sumatera Utara
49
oriented behaviour), artinya, untuk memenuhi kebutuhannya, seorang harus memiliki tujuan dalam tindakannya. Tujuan adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan. Secara umum CSR merupakan peningkatan kualitas hidup mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati, memanfaatkan serta memelihara lingkungan hidup atau dapat dikatakan sebagai proses penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bsinis dan stakeholders baik secara eksternal maupun secara internal.43 Menurut definisi The Jakarta Consulting Group, tanggung jawab sosial di arahkan baik kedalam (internal) maupun keluar (eksternal) perusahaan. Tanggung jawab internal (Internal Responsibility) di arahkan kepada pemegang saham dalam bentuk profitabilitas yang optimal dan pertumbuhan perusahaan, termasuk juga pertumbuhan yang di arahkan kepada karyawan terhadap kontribusi mereka kepada perusahaan berupa kompensasi yang adil dan peluang pengembangan karir. Sedangkan tanggung jawab eksternal (External Responsibility) berkaitan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi kepentingan generasi mendatang.44
43
Erni. R Ermawan, Op. Cit., hal 110. A. B Susanto, Corporate Social Responsibility, (The Jakarta Consulting Group), Jakarta, 2007, Hal 22 Definisi The Jakarta ConsultingGroup tentang CSR : 1. Internal Responsibilities a. Towards shareholders in term of profit and growth 44
Universitas Sumatera Utara
50
Definisi lain CSR di berikan oleh World Bank. Lembaga keuangan global ini memandang CSR sebagai :”the commitment of business to contribute to suistanable economic development working with employees and their representative the local community and society at large to improve quality of life in ways that are both good for business and good for development” (yaitu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan bekerjasama dengan para pegawai dan melibatkan komunitas lokal serta masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup yang mana cara-cara ini baik untuk bisnis dan pembangunan. CSR forum juga memberikan definisi, “CSR means open and transparent business practice that are based on ethical values and respect for employees, communities and environment.” (CSR berarti praktek bisnis yang terbuka dan transparan berdasarkan nilai-nilai etis dan penghargaan bagi para pegawai, komunitas dan lingkungan). Sementara sejumlah Negara juga mempunyai definisi tersendiri mengenai CSR. Uni Eropa (EU Green Paper on CSR) mengemukakan bahwa “CSR is a concept whreby companies intergrate social and envirpmental concern in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basic”. CSR adalah suatu konsep di mana perusahaan mengintregasikan keprihatinan terhadap lingkungan
b. Towards Employee interms of employment and career challenges which are mutually beneficial. 2. External Responsibilities : a. Company as tax payer and quality-job providers b. Increasing welfare an competence of the society (in company related and non-related area c. Preserving the environment for future generation.
Universitas Sumatera Utara
51
dan sosial terhadap kegiatan bisnis dan interaksi mereka dengan stakeholders mereka berlandaskan dasar sukarela).45 CSR yang marak diimplementasikan banyak perusahaan, mengalami evolusi dan metamorfosis dalam rentang waktu yang cukup panjang. Konsep ini tidak lahir begitu saja. Ada beberapa tahapan sebelum gemanya lebih terasa. Pada saat industri berkembang setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai organisasi yang mencari untung belaka. Mereka memandang bahwa sumbangan kepada masyarakat cukup diberikan dalam bentuk penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui produknya, dan pembayaran pajak kepada Negara. Seiring dengan berjalannya waktu. Masyarakat tidak sekedar menuntut perusahaan untuk menyediakan barang yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial. Karena selain terdapat ketimpangan ekonomi antara pelaku usaha dengan masyarakat sekitarnya, kegiatan operasional perusahaan umumnya juga memberikan dampak negatif, misalnya eksploitasi sumber daya dan rusaknya lingkungan disekitar operasi perusahaan. Itulah yang kemudian melatarbelakangi konsep CSR yang paling primitif: kedermawanan yang bersifat karikatif.46 Gema CSR semakin menguat seiring munculnya globalisasi ekonomi global sejak berakhirnya Perang Dunia II yang mendorong timbulnya transisi sistem ekonomi yang akan dialami oleh suatu negara dari perencanaan negara menuju sistem
45 46
Yusuf Wibisono, Op. Cit, hal 7-8. Ibid., hal 4
Universitas Sumatera Utara
52
pasar. Transisi ekonomi kearah sistem ekonomi pasar tentunya akan memunculkan berbagai resiko, baik sosial maupun ekonomi, misalnya kekhawatiran punahnya kultur dan ekonomi lokal, perlindungan konsumen dari produk-produk global, kerusakan lingkungan, eksploitasi pekerja anak, pelanggaran hak buruh, beban hutang Negara, imperialism gaya baru perusahaan multinasional. Pada awal abad kedua puluh muncul pemikiran tentang korporasi yang lebih manusiawi. Lester Thurow mengatakan bahwa hal tersebut bertolak dari pergeseran mainstream tentang kapitalisme pada saat itu. Menurutnya, kapitalisme saat itu tidak hanya berkutat pada masalah ekonomi, namun juga memasukkan unsur sosial dan lingkungan yang menjadi basis apa yang disebut suistanable society.47 Di Indonesia, definisi CSR secara etimologis kerap diterjemahkan sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Namun setelah tanggal 16 Agustus 2007, CSR di Indonesia telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengantikan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. CSR yang dikenal dalam Undang-Undang ini sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi: “Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungn bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat mupun masyarakat pada umumnya.
47
Ibid,. hal 5.
Universitas Sumatera Utara
53
Masalah daya lingkungan kemudian menjadi kekuatan internasional baru untuk menekan dunia usaha tentang pentingnya CSR yang berdimensi lingkungan. Pada kurun waktu 1970-an Club of
Rome mempublukasikan pemikiran mereka
dalam ”The Limits to Growth”. Karya ini mengingatkan manusia bahwa bumi memiliki keterbatasan daya dukung. Sementara di sisi lain jumlah manusia terus bertambah. Oleh sebab itu, eksploitasi sumber daya alam harus dilakukan secara lebih hati-hati agar pembangunan dapat dilakukan secara bekelanjutan. Sejalan dengan itu berkembang wacana tentang kepedulian lingkungan, kegiatan kedermawanan terus berkembang dalam kemasan Philantrophy serta Community Development.48 Dasawarsa 1990-an adalah dasawarsa yang di warnai dengan beragam pendekatan seperti pendekatan integral, pendekatan stakeholders maupun pendekatan civil society. CSR kembali menarik perhatian dunia pada saat di selenggarakannya KTT Bumi (Earth Summit) di Rio De Janeiro, Brazil. Pentingnya CSR terkait denan Peran Strategis dari korporasi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan (Suistanable Development) yang berbasis pada keberlanjutan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.49 Pertemuan ini menghendaki agar eksploitasi ekonomi dalam aktifitas korporasi tetap memperhatikan keseimbangan dan daya dukung lingkungan
hidup.
Perusahaan
semestinya
melakukan
upaya-upaya
untuk
menyeimbangkan peran ekonominya dengan akibat-akibat yang di timbulkan oleh aktifitas-aktifitas ekonomi tersebut baik terhadap manusia maupun lingkungan hidup 48
Bambang Rudito dan Melia Femiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, Rekayasa Sains, Bandung, 2007, hal 234. 49 Ibid, hal 243.
Universitas Sumatera Utara
54
di sekitarnya. CSR dalam konteks ini tidak saja penting bagi masyarakat sekitar, tetapi juga menyangkut keberlanjutan korporasi dalam jangka panjang. Namun demikian, KTT Rio tidak sampai pada sebuah konvensi politik yang menyarankan negara-negara untuk mengatur kewajiban CSR dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya. Pada tahun 2000, dilaksanakan KTT Millenium (Millenium Summit) sebagai wujud dari kepedulian dunia terhadap kemiskinan dengan lahirnya United Millenium Declaration yang berupa Millenium Development Goals/MDGs. Tujuan dari MDGs antara lain menghapuskan tingkat kemiskinan, pencapaian pendidikan dasar secara universal, serta menjamin berlanjutnya pembangunan lingkungan.jelas hal ini juga dapat diwujudkan melalui CSR sebagai bagian untuk pencapaian MDGs.50 Terobosan besar konteks CSR ini dilakukan oleh John Elkington melalui konsep “3P” (profit, people, dan planet) atau disebut juga dengan The Triple Bottom Line, Econimic, Social and Environmental.51 Yang dituangkan dalam bukunya “Cannibals with Forks, The Triple Bottom Line Twentieth century Business” yang direlease pada tahun 1997. Ia berpendapat bahwa jika perusahaan ingin suistain maka ia perlu memperhatikan 3P yakni bukan Cuma profit yang di buru, namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). 50 Pertemuan yang diadakan di Kyoto, Jepang pada bulan Desember 1997 mencetuskan sebuah protocol yang kemudian dikenal dengan Protokol Kyoto dan terbuka utuk di tandatangani dari tanggal 16 Maret 1998 sampai dengan 15 Maret 1999 di markas besar PBB, New York. 51 Henningfeld Judith, The ICCA Handbook on Corporate Social Responsibility, (John Wiley&sons Ltd, 2006), Hal 27
Universitas Sumatera Utara
55
Pasal 74 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada dasarnya telah mengakhiri perdebatan tentang wajib tidaknya CSR atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) bagi perusahaan perseroan terbatas. Undang-Undang ini secara imperative menjelaskan bahwa CSR merupakan sebuah kewajiban hukum bagi perusahaan yang memenuhi kriteria yang ditetapkan UndangUndang. TJSL yang diatur dalam UUPT 2007 diilhami oleh pandangan yang berkembang belakangan ini yang mengajarkan perseroan sebagai perusahaan yang melakukan kegiatan ditengah-tengah kehidupan masyarakat, maka perusahaan harus ikut bertanggung jawab terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapi masyarakat setempat. Bahwa CSR pada mulanya lahir di inggris dan Eropa yang bersifat voluntary namun setelah di Indonesia, yaitu khususnya dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sifat sukarela dari CSR ditingkatkan menjadi mandatory. Indonesia merupakan negara yang berdaulat yang berhak untuk mengatur hukumnya sendiri yang tidak tergantung dengan hukum dan budaya di negara lain. Tentu ada alasan tersendiri mengapa CSR yang berlaku di Indonesia tidak disamakan dengan CSR yang berlaku di negara lain, misalnya di Inggris, Australia, Belanda, Kanada, Perancis, Jerman, dan Amerika Serikat. Hal demikian sesuai keterangan ahli, Maria R. Nindita Radyati yang pada pokoknya menerangkan bahwa pemaknaan CSR harus disesuaikan dengan budaya (culture) di negara masing-masing. Setiap Negara mempunyai budaya yang berbeda-beda, misalnya perusahaan di Inggris diikat dengan kode etik usaha, selain itu perusahaan telah menyadari begitu pentingnya CSR untuk
Universitas Sumatera Utara
56
mendukung kelangsungan hidup perusahaan. Perkembangan CSR di negara-negara tersebut sudah sedemikian popular, sehingga CSR tidak saja hanya sebagai tuntutan perusahaan kepada masyarakat dan lingkungannya, tetapi CSR digunakan sebagai salah satu indikator penilaian kinerja sebuah perusahaan, bahkan CSR digunakan sebagai persyaratan bagi perusahaan yang akan go public. Budaya-budaya yang demikian itu belum terjadi di Indonesia, oleh karena itu diperlukan regulasi untuk menegakkan CSR.52 Bahwa pengaturan TJSL dengan kewajiban hukum (legal obligation) lebih mempunyai kepastian hukum jika dibandingkan dengan CSR yang bersifat sukarela (voluntary). Penormaan TJSL akan dapat menghidarkan penafsiran yang beragam dari perusahaan, hal demikian di maksudkan agar memiliki daya atur, daya ikat, dan daya dorong bagi perusahaan untuk melaksanakan TJSL, sebaliknya pengaturan TJSL dengan voluntary tidak cukup kuat untuk dapat memaksa perusahan untuk melasanakan TJSL sehingga dengan meningkatkan CSR dari voluntary menjadi CSR yang mandatory diharapkan adanya kontribusi dari perusahaan untuk dapat ikut mensejahterakan masyarakat. Gambaran mengenai TJSL dikemukakan pada alenia kedelapan penjelasan umum UUPT, yang dapat di deskripsikan sebagai berikut:53
52 Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 53/PUU-VI/2008, Perkara Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terhadap UUD 1945. Tanggal 15 April 2009.”Pertimbangan Mahkamah mengenai konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tetang Perseroan Terbatas”, hal 91. 53 Yahya Harahap,Op Cit, hal 297-298.
Universitas Sumatera Utara
57
a. Tujuan TJSL adalah untuk mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi perseroan itu sendiri, komunitas setempat dan masyarakat pada umumnya. b. TJSL bermaksud untuk mendukung terjalinnya hubungan perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat. c. Kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan TJSL. d. Untuk melaksanakan kewajiban tersebut, kegiatan TJSL harus di anggarkan dan di perhitungkan sebagai biaya perseroan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. e. Selanjutnya kegiatan TJSL dimuat dalam anggaran perseroan. 2.
Prinsip-prinsip Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Bila ditarik prinsip tanggung jawab sosial perusahaan sebagaimana dijelaskan
sebelumnya pada pengertian CSR, maka dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan komitmen perusahaan terhadap kepentingan para stakeholders dalam arti luas dari pada sekedar kepentingan perusahaan belaka. Dengan kata lain, meskipun secara moral adalah baik bahwa perusahaan mengejar keuntungan, bukan berarti perusahaan di benarkan mencapai keuntungan tersebut dengan mengorbankan kepentingankepentingan
pihak
lain
yang
terkait.
Sehingga
setiap
perusahaan
harus
bertanggungjawab atas tindakan dan kegiatan dari usahanya yang mempunyai dampak baik langsung maupun tidak langsung terhadap stakeholders-nya.
Universitas Sumatera Utara
58
Secara negatif, uraian di atas dapat dimaknai bahwa suatu perusahaan harus menjalankan usahanya sedemikian rupa, sehingga tidak merugikan para stakeholdersnya. Sedangkan secara positif, hal ini bermakna bahwa setiap perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya sedemikian rupa, sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan stakeholders-nya dengan memperhatikan kualitas lingkungan ke arah yang lebih baik. Berdasarkan pemaknaan baik secara negatif maupun positif, didasari bahwa ruang lingkup CSR amat luas sehingga harus ada acuan atau pedoman untuk memudahkan pemahaman dan implementasinya dikalangan perusahaan. Salah seorang pakar CSR dari University of Bath Inggris yaitu Alyson Warhurst, di mana pada tahun 1998 beliau menjelaskan ada 16 (enam belas) prinsip yang harus diperhatikan dalam mengimpletasikan CSR. Adapun prinsip-prinsip itu adalah sebagai berikut:54 a. Prioritas Perusahaan Dalam hal ini perusahaan harus menjadikan tanggung jawab sosial sebagai prioritas tertinggi dan penentu utama dalam pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian suatu perusahaan dapat membuat kebijakan, program, dan praktek dalam menjalankan aktifitas bisnisnya dengan cara lebih bertanggung jawab sosial. b. Menejeman Terpadu
54
Loc.Cit. Hal. 57.
Universitas Sumatera Utara
59
Manajer
sebagai
pengendali
dan
pengambil
keputusan
harus
mampu
mengitegrasikan setiap kebijakan dan program dalam aktivitas bisnisnya, sebagai salah satu unsur dalam fungsi manajemen. c. Proses Perbaikan Setiap kebijakan, program, dan kinerja sosial harus dilakukan evaluasi secara berkesinambungan didasarkan atas temuan riset metakhir dan memahami kriteria sosial tersebut secara global. d. Pendidikan Karyawan Karyawan sebagai stakeholders primer harus ditingkatkan kemampuan dan keahliannya, oleh karena itu perusahaan harus memotivasi mereka melalui program pendidikan dan pelatihan. e. Pengkajian Perusahaan sebelum melakukan sekecil apapun suatu kegiatan harus terlebih dahulu melakukan kajian mengenai dampak sosialnya. Kegiatan ini tidak saja dilakukan pada saat memulai suatu kegiatan, tapi juga pada saat sebelum mengakhiri dan menutup suatu kegiatan. f. Produk dan Jasa Suatu perusahaan harus senantiasa berusaha mengembangkan suatu produk dan jasa yang tidak mempunyai dampak negatif secara sosial. g. Informasi Publik
Universitas Sumatera Utara
60
Memberikan informasi dan bila perlu mengadakan pendidikan terhadap konsumen, distributor, dan masyarakat umum tentang penggunaan, penyimpanan, dan pembuangan atas suatu produk barang dan jasa. h. fasilitas dan Operasi Mengembangkan, merancang, dan mengoperasikan fasilitas serta menjalankan kegiatan dengan mempertimbangkan temuan yang berkaitan dengan dampak sosial dari suatu kegiatan perusahaan. i. Penelitian Melakukan dan atau mendukung suatu riset atas dampak sosial dari penggunaan bahan baku, produk, proses, emisi, dan limbah yang dihasilkan sehubungan dengan kegiatan usaha. Penelitian itu sendiri dilakukan dalam upaya mengurangi dan atau meniadakan dampak negatif kegiatan dimaksud. j. Prinsip Pencegahan Memodifikasi manufaktur, pemasaran, dan atau penggunaan atas produk barang dan jasa yang sejalan dengan hasil penelitian mutakhir. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya mencegah dampak sosial yang bersifat negatif. k. Kontraktor Pemasok Mendorong kontraktor dan pemasok untuk mengimplementasikan dari prinsipprinsip tanggung jawab sosial perusahaan, baik yang telah maupun yang akan melakukannya. Bila perlu menjadikan tanggung jawab sosial sebagai bagian dari suatu persyaratan dalam kegiatan ushanya. l. Siaga Menghadapi Darurat
Universitas Sumatera Utara
61
Perusahaan harus menyusun dan merumuskan rencana dalam menghadapi keadaan darurat. Dan bila terjadi keadaan berbahaya perusahaan harus bekerjasama dengan layanan gawat darurat (emergency), instansi berwenang, dan komunitas lokal. Selain itu perusahaan berusaha mengenali potensi bahaya yang muncul. m. Transfer Best Partice Berkontribusi dalam pengembangan dan transfer bisnis praktis sepanjang bertanggung jawab secara sosial pada semua industri dan sector publik. n. memberikan sumbangan Sumbangan ini di tujukan untuk pengembangan usaha bersama, kebijakan publik dan bisnis, lembaga pemerintah dan lintas departemen serta lembaga pendidikan yang akan membantu meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab sosial. o. Keterbukaan (disclosure) Menumbuh kembangkan budaya keterbukaan dan dialogis dalam lingkungan perusahaan dan dengan unsur publik. Selain itu perusahaan harus mampu mengantisipasi dan memberikan respon terhadap resiko potensial (potencial hazard) yang mungkin muncul, dan dampak negatif dari operasi, produk, limbah dan jasa. p. Pencapaian dan Pelaporan Melakukan evaluasi atas hasil kinerja sosial, melakukan audit sosial secara berkala dan mengkaji pencapaian berdasarkan kriteria perusahaan dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta menyampaikan informasi tersebut kepada dewan direksi, pemegang saham, pekerja, dan publik.
Universitas Sumatera Utara
62
Pada sisi lain, Organization for Economic Coorperation and Development (OECD) pada saat pertemuan para menteri anggota OECD di Perancis tahun 2000 juga merumuskan prinsip-prinsip yang dapat dijadikan pedoman dalam implementasi CSR bagi perusahaan Transnosional. Pedoman itu berisikan kebijakan umum yang meliputi :55 a. Memberi kontribusi untuk kemajuan ekonomi, sosial, dan lingkungan berdasarkan pandangan
untuk
mencapai
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable
development). b. Menghormati hak-hak asasi manusia yang dipengaruhi oleh kegiatan yang di jalankan perusahaan tersebut, sejalan dengan kewajiban dan komitmen pemerintah di negara tempat perusahaan beroperasi. c. Mendorong pembangunan kapasitas lokal melalui kerjasama yang erat dengan komunitas lokal. Termasuk kepentingan bisnis. Selain mengembangkan kegiatan perusahaan di pasar dalam dan luar negeri sejalan dengan kebutuhan praktek perdagangan. d. Mendorong pembentukan human capital, khususnya melalui penciptaan kesempatan kerja dan memfasilitasi pelatihan bagi karyawan. e. Menahan diri untuk tidak mencari atau menerima pembebasan di luar negeri yang di benarkan secara hukum yang terkait dengan lingkungan, kesehatan, dan
55
Isa Wahyudi. Busyra Azheri, Corporate Social Responsibiliy, Prinsip Pengaturan dan Implementasi, (Malang, In-Trans Publishing, 2008), hal. 60.
Universitas Sumatera Utara
63
keselamatan kerja, peburuhan dan perpajakan, insentif finansial, dan isu-isu lainnya. f. Mendorong dan memegang teguh prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) serta mengembangkan dan menerapkan praktek-praktek tata kelola perusahaan yang baik. g. Mengembangkan dan menerapkan praktek-praktek sistem menejemen yang mengatur diri
sendiri
(self-regulation)
secara efektif
guna menumbuh
kembangkan relasi saling percaya diantara perusahaan dan perusahaan dan masyarakat setempat dimana perusahaan beroperasi. h. Mendorong kesadaran pekerja yang sejalan dengan kebijakan perusahaan melalui penyebarluasan informasi tentang kebijakan-kebijakan itu kepada pekerja termasuk melalui program-program pelatihan. i. Menahan diri untuk tidak melakukan tindakan tebang pilih (discrimination) dan indisipliner. j. Mengembangkan mitra bisnis, termasuk para pemasok dan sub-kontraktor, untuk menerapkan aturan perusahaan yang sejalan dengan pedoman tersebut. k. Bersikap abstain terhadap semua keterlibatan yang tak sepatutnya dalam kegiatankegiatan politik lokal. 3. Kewajiban Perusahaan dalam Melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (Corporate Social Responsibility)
Universitas Sumatera Utara
64
Mengenai kewajiban perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dalam pasal 74 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yakni sebagai berikut: (1).Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. (2).Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. (3).Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4).Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam Pasal 74 ini banyak sekali perdebatan yang terjadi khususnya di kalangan pengusaha, sebagian masyarakat dan pengusaha merasa bahwa penerapan Pasal 74 ini menimbulkan diskriminasi karena hanya mewajibkan CSR kepada perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, yang jadi pertanyaan adalah bagaimana dengan perusahaan yang tidak menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, apakah tidak diwajibkan melaksanakan CSR? hal ini dijawab secara tegas oleh Putusan MK dengan melakukan pertimbangan terhadap beberapa hal yakni salah satunya adalah bahwa kerusakan sumber daya alam dan lingkungan di Indonesia telah sampai pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan, baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Oleh sebab itu, peranan negara dengan menguasai atas bumi, air, udara dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya termasuk untuk mengatur , mengusahakan, memelihara dan mengawasi, dimaksudkan
Universitas Sumatera Utara
65
agar terbangun lingkungan yang baik dan berkelanjutan (suistanable development) yang ditujukan kepada semua pemangku kepentingan (stakeholders) yang tidak boleh di abaikan.56 Oleh karenanya terhadap dalil yang menyebutkan bahwa Pasal 74 ini sarat dengan nuansa diskriminasi Mahkamah mempertimbangkannya sebagai berikut: Bahwa pengertian diskriminasi lebih lanjut diatur dalam Undang-Undnag nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 angka 3 yang menyatakan “diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya”. Dengan demikian untuk dapat dianggap diperlakukan secara diskriminatif harus sesuai dengan macam dan bentuk diskriminasi sebagaimana tersebut di atas. Permasalahan hukum yang perlu mendapat perhatian Mahkamah adalah adanya anggapan dari para pemohon mengenai perlakuan yang tidak sama terhadap kewajiban TJSL yang hanya diterapkan kepada perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, sedangkan terhadap perseroan lain yang tidak berkaitan dengan
56
Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 53/PUU-VI/2008, Perkara Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terhadap UUD 1945. Tanggal 15 April 2009.” Pendapat Mahkamah tentang Pertimbangan konstitusionalitas norma pengujian Pasal 74 UUPT”, hal 90.
Universitas Sumatera Utara
66
sumber daya alam tidak dikenakan kewajiban TJSL. Pembedaan demikian disebabkan karena menurut Mahkamah terhadap PT yang mengelola sumber daya alam berkaitan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sehingga negara berhak untuk mengatur secara berbeda.57 Adapun terhadap Badan Usaha lain selain Perseroan Terbatas, seperti Koperasi, CV, Firma dan Usaha Dagang, dikenai juga kewajiban tanggung jawab sosial perusahaan sebagaimana di atur dalam Pasal 15 Undang-Undnag Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang lebih dulu di undangkan dalam UndangUndang Nomor 40 tahun 2007, yang berbunyi “Setiap penanam modal berkewajiban: a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan; c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal; d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal;dan e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan”. Penjelasan Pasal 15 huruf (b) diatas tersebut berbunyi “tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perushaan penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat”. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud diatas, Mahkamah bependapat pengertian kewajiban TJSL kepada perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam sebagaimana diatur dalam Pasal 74 ayat 57
Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 53/PUU-VI/2008, Perkara Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terhadap UUD 1945. Tanggal 15 April 2009.” Pertimbangan terhadap dalil permohonan para pemohon”, hal 96.
Universitas Sumatera Utara
67
(1), ayat (2) dan ayat (3) UU 40/2007 beserta penjelasannya tidak dapat dianggap sebagai perlakuan yang diskriminatif dan bertentangan dengan Pasal 28 ayat (2) UUD 1945.58 Sedangkan dalam ayat (2) Pasal 74 UUPT TSJL yang dilakukan oleh setiap perusahaan didasarkan pada asas kepatutan dan kewajaran artinya biaya yang dikeluarkan untuk TJSL akan diperhitungkan sebagai biaya perseroan dan pelaksanaannya didasari akan kemampuan perusahaan, di mana TJSL dalam pelaksanaan operasionalnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Asas ini memperkuat prinsip legitimasi bahwa sudah menjadi suatu kewajiban sosial bagi perusahaan yang berada di tengah-tengah masyarakat melepaskan diri dari prinsip yang individualistis, teriolasi dan tidak mau tahu terhadap masyarakat sekitarnya.59 Oleh karenanya, walaupun kalangan pengusaha berpendapat bahwa pembiayaan TJSL yang dibebankan kepada biaya operasional perseroan memungkinkan terjadinya pungutan ganda karena selain perusahaan di wajibkan untuk membayar pajak tetapi di sisi lain perusahaan juga di wajibkan untuk menganggarkan biaya TJSL. Namun, Mahkamah berpendapat berbeda bahwa harus dibedakan antara pungutan pajak dengan dana perusahaan untuk TJSL. Uang pungutan pajak dipergunakan untuk pembangunan secara nasional, sedangkan dana TJSL diperunakan bagi masyarakat sekitar perusahaan dan pemulihan lingkungan dimana perusahaan berada. Untuk itu 58
Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 53/PUU-VI/2008, Perkara Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terhadap UUD 1945. Tanggal 15 April 2009.” Pertimbangan terhadap dalil permohonan para pemohon”, hal 97. 59 Ibid, Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 53/PUU-VI/2008, Tanggal 15 April 2009.” Pendapat Mahkamah tentang Pertimbangan konstitusionalitas norma pengujian Pasal 74 UUPT”, hal 93.
Universitas Sumatera Utara
68
makna bahwa perusahaan sendiri yang melaksanakan TJSL sesuai dengan prinsip kepatutan dan kewajaran artinya pelaksanaan TJSL deserahkan kepada kemampuan masing-masing
perusahaan
agar
dapat
menghindarkan
korupsi
sekaligus
memperlancar interaksi antara perusahaan dan masyarakat, sedangkan pemerintah hanya sebagai pemantau apakah perusahaan tersebut telah melaksanakan TJSL atau belum. Jika kita melihat penormaan pada Pasal 74 ini terlihat adanya orientasi pada pembiayaan yang mempersempit makna CSR disini, padahal gagasan utama CSR adalah perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak hanya pada single bottle lines, nilai perusahaan (coporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keungannya saja, tetapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines yaitu berupa financial, sosial dan lingkungan. kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan (suistanable development). Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila korporasi turut memperhatikan dimensi sosial lingkungan hidup. Perusahaan semakin menyadari bahwa keberlangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan dimana tempat perusahaan beroperasi. Hal ini sejalan dengan prinsip legitimasi (Legitimacy Principle) bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai keadilan dan bagaimana perusahaan menanggapai berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dengan sistem nilai dalam masayarakat dapat menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
69
perusahaan akan kehilangan legitimasinya, sehingga dapat megancam kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri. Pengungkapan informasi TJSL dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomis dan politis.60
B. CSR Pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) Di kalangan sebagian dunia usaha, sudah tumbuh pengakuan bahwa keberhasilan ekonomi dan finansial berkaitan erat dengan kondisi sosial lingkungan di mana perusahaan beroperasi. Untuk mewujudkan tanggung jawab semacam itu, dunia usaha diharapkan memperhatikan dengan sungguh-sungguh CSR dalam aktivitas usahanya. Pada intinya, CSR merupakan komitmen dari perusahaan untuk mengitegrasikan
kepeduliannya
terhadap
masalah
ekonomi,
sosial
dan
lingkungannya. Di dalam UUPA, terdapat beberapa ketentuan pokok tentang penanaman modal di Aceh, yaitu: Pasal 16 ayat (1), Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Aceh, antara lain meliputi pelayanan administrasi penanaman modal. Pasal 165 ayat (2), Pasal 165 ayat (2), Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya, dapat menarik wisatawan asing dan memberikan izin yang terkait dengan investasi dalam bentuk penanaman modal
60
Ibid, Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 53/PUU-VI/2008, Tanggal 15 April 2009.” Pendapat Mahkamah tentang Pertimbangan konstitusionalitas norma pengujian Pasal 74 UUPT”, hal 91.
Universitas Sumatera Utara
70
dalam negeri, penanaman modal asing, ekspor dan impor dengan memperhatikan norma, standar, dan prosedur yang berlaku secara nasional. Pasal 214, Pemerintah Aceh berwenang memberikan hak guna bangunan dan hak guna usaha bagi penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang berlaku. Mengacu pada pasal-pasal tersebut, jelas bahwa UUPA mendukung hadirnya penanaman modal di Provinsi Aceh. Pemerintah Aceh menjadikan pelayanan adminintrasi penanaman modal sebagai urusan wajibnya. Di sisi lain, dalam konteks apapun idealnya, unsur hukum juga harus dipersepsikan sebagai sebuah sistem yang saling berkaitan diantara sesamanya dan dengan berbagai komponen lain di luarnya. Dalam tataran akademik, dengan mengacu pada teori legal system, dapat di kemukakan bahwa sistem hukum terdiri dari tiga faktor yang harus selalu ada dan saling komplementer, yang menentukan aktualisasinya suatu hukum dalam dunia empirik yaitu: structure, substance, and culture. Berkaitan dengan kegiatan investasi pertambangan di Aceh maka: 61 Pertama, yang termasuk kategori struktur hukum dimaksudkan oleh perspektif di atas adalah segala institusi yang berkaitan dalam proses pelaksanaan suatu investasi. Jika di elaborasi lebih lanjut, maka secara struktural, pihak-pihak berkaitan dengan kegiatan ini secara atas-bawah berdasarkan aspek kewenangan dan perizinan dapat di tengarai sebagai berikut: pemerintahan provinsi, pemerintahan
61
www. Google.com;” Aspek Hukum Kegiatan Investasi di Aceh”, oleh Taqwaddin Peneliti Aceh Institute, diakses pada tanggal 4 Agustus 2011, pukul 13:15 WIB.
Universitas Sumatera Utara
71
kabupaten/kota, pemerintahan mukim, dan pemerintahan gampong. Sengaja disebutkan “pemerintahan” bukan hanya ”pemerintah”, maksudnya untuk juga dapat melibatkan pihak-pihak legislatif. Keberadaan pihak legislatif ternyata penting dalam kaitannya dengan dunia investasi, baik untuk membuat alas hukumnya (qanun) maupun untuk mengesahkan anggaran manakala pihak eksekutif mengusulkannya guna membangun prasarana pendukung iklim investasi khusunya investasi di provinsi Aceh. Semua institusi di atas, masing-masing memiliki ”hukum” dan ”kultur”-nya tersendiri, baik yang tersurat hitam-putih maupun yang tersirat verstehen, yang telah lazim di praktekkan dalam realita sehari-hari. Bahkan, selain instansi-instansi resmi sebagaimana di maksudkan di atas, kadangkala, ada pula lembaga-lembaga nonteknis yang juga mengharapkan adanya ”pengurusan”
dari pihak investasi.
Lembaga-lembaga dimaksud ada dalam berbagai levelnya, mulai dari tingkat provinsi hingga tingkat gampong. Kedua, setiap institusi struktural yang dikemukakan di atas, baik tataran vertikal atas-bawah maupun yang horizontal, semuanya memiliki kultur-nya masingmasing, yang dianggap oleh para aktor strukturalis sebagai suatu tradisi dan kelaziman keharusan yang telah praktekkan berulangkali dengan tanpa persoalan. Aspek kultur hukum dalam dunia investasi meliputi banyak hal, misal berupa: prevelege asoe lhok, etos kerja, peng nanggroe, uang kopi, dan lain-lain. Elemen kultural ini di satu sisi kadangkala dapat juga di anggap sebagai suatu hal yang positif yang mempercepat urusan. Tetapi di sisi lain, dapat pula dipandang sebagai
Universitas Sumatera Utara
72
sisi negatif yang berimplikasikan pada penunjang
iklim investasi dalam suatu
wilayah. Ketiga, kategori substansial hukum dalam perspektif legal system adalah segala hukum dan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkaitan kegiatan penanaman modal bidang usaha terutama pada bidang usaha pertambangan yang ada di provinsi Aceh. Berkaitan dengan hal tersebut di Aceh, khusus mengenai investasi baik penanaman modal asing mapun penanam modal dalam negeri serta kewajibankewajiban dari investor tersebut di atur dalam bab mengenai perekonomian dalam Undang-Undang pemerintahan Aceh dan mengenai tanggung jawab sosial dari perusahaan khususnya yang melakukan kegiatan usaha pertambangan di Aceh diwajibkan untuk menyediakan dana pengembangan masyarakat, hal ini sesuai dengan aturan yang termaktub dalam Pasal 159 Undang-Undang Pemerintahan Aceh yang isinya: (1) Setiap pelaku usaha pertambangan yang melakukan kegiatan usaha pertambangan di Aceh berkewajiban menyiapkan dana pengembangan masyarakat. (2) Dana pengembangan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota, dan pelaku usaha yang besarnya paling sedikit 1% (satu persen) dari harga total produksi yang dijual setiap tahun. (3) Rencana penggunaan dana pengembangan masyarakat guna membiayai program yang disusun bersama dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat sekitar kegiatan usaha dan masyarakat di tempat lain serta mengikutsertakan pelaku usaha yang bersangkutan diatur lebih lanjut dalam Qanun Aceh. (4) Pembiayaan program pengembangan masyarakat dengan dana pengembangan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dikelola sendiri oleh pelaku usaha yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
73
Dalam Pasal di atas di sebutkan bahwa setiap pelaku usaha pertambangan yang melakukan kegiatan usaha pertambangan di Aceh berkewajiban menyiapkan dana pengembangan masyarakat. Secara umum kegiatan pengembangan masyarakat mengarah kepada community development (CD) yang dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat untuk mencapai kondisi sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik apabila dibandingkan dengan sebelum adanya kegiatan pembangunan. Sehingga masyarakat di tempat tersebut diharapkan menjadi lebih mandiri dengan kualitas kehidupan dan kesejahteraan yang lebih baik. Pelaksanaan CSR oleh perusahaan di sini lebih luas dari kegiatan CD. CD di anggap sebagai wujud/bagian CSR dalam arti yang lebih sempit, namun tetap saja dual hal ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Seperti halnya dengan PT Lafarge Cement Indonesia yang saat ini mulai memperkuat Departemen CSR nya dengan dipimpin langsung oleh seorang Direktur Personalia dan Pengembangan Masyarakat (CD) dan merekrut Manager khusus untuk Departemen ini guna implementasi teknis serta membentuk dua bagian di bawahnya yaitu Bagian Hubungan Masyarakat dan Bagian Pengembangan Masyarakat (CD) dengan masing-masing dipimpin oleh satu (1) koordinator dan satu (1) orang staf. 62 Untuk itu sangatlah jelas bahwa Pemerintah Aceh tidak menutup peluang untuk mendatangkan pemodal baik asing maupun pemodal dalam negeri untuk melakukan investasi di Aceh yaitu dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan daya saing demi terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan 62
Laporan CSR PT LCI tahun 2009., “Penguatan departemen CSR”, hal 4.
Universitas Sumatera Utara
74
menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, keadilan, pemerataan, partisipasi rakyat dan efisiensi dalam pola pembangunan berkelanjutan, bahkan pemerintah kabupaten/kota juga berusaha melakukan penyederhanaan peraturan untuk terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi pertumbuhan investasi, namun dengan konsekuensi setiap pemodal
tetap
harus
memperhatikan
kewajibannya
terutama
mengenai
mengikutsertakan sumber daya manusia setempat, menyediakan dana pengembangan masyarakat, dan memperhatikan kebutuhan masyarakat di sekitar kegiatan usaha yang dijalankan.
Universitas Sumatera Utara