BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang permasalahan Secara umum keluarga merupakan kelompok kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Beberapa sosiolog membedakan apa yang dimaksud consanguine family dan conjugal family. Consanguine family ialah keluarga besar yang di dalamnya termasuk extended family, yakni beberapa generasi keturunan keluarga yang tinggal serumah. Sedangkan conjugal family, adalah keluarga inti yang terbentuk karena pernikahan atau yang sering disebut juga sebagai nuclear family (keluarga inti) yang terdiri dari suami, istri dan anak.1 Selanjutnya istilah keluarga yang dipakai dalam skripsi ini mengacu pada nuclear family atau keluarga inti.
W D
Ernest Burgess merumuskan pengertian mengenai keluarga yakni sebagai kesatuan pribadi antara suami, istri dan anak yang saling berhubungan untuk hidup, berubah dan berkembang dalam pemikiran.2 Dari hal yang disampaikan Ernest Burgest, kita dapati bahwa tujuan keluarga
K U
tidak hanya berhenti pada usaha untuk melanjutkan keturunan saja tetapi berusaha untuk memberikan pengertian yang lebih baik tentang keluarga yang ideal. Menyoroti apa yang dirumuskan Ernest, penulis berpikir bahwa rumusan ini perlu dipahami secara baik oleh keluarga khususnya mengingat banyaknya peristiwa penyimpangan dalam berkeluarga misalnya, tindak kekerasan. Kesadaran masing-masing individu dalam keluarga akan pentingnya peran dalam
@
menumbuhkembangkan anggota yang lain dapat terbangun jika disadari bahwa keluarga merupakan tempat di mana saling menumbuhkan dan mengembangkan pribadi bukan untuk mencerai beraikan sesamanya.
Hidup berkeluarga merupakan salah satu sarana penting untuk kelangsungan masyarakat. Suatu masyarakat hanya akan mempunyai masa depan yang cerah bila anggota-anggotanya dapat saling bersinergi dengan baik. Sehubungan dengan hidup berkeluarga bukan hanya urusan pribadi tetapi juga masyarakat maka dapat dipahami jika masyarakat turut menentukan peraturan tentang hidup keluarga, supaya keluarga benar-benar mendukung seluruh kesejahteraan masyarakat. Hal ini tergambar dari apa yang dilihat oleh para sosiolog yakni bahwa perubahan dan keanehan dalam suatu masyarakat tertentu dapat digambarkan dengan menjelaskan hubungan antar anggota keluarga yang berlangsung di dalamnya. 3 Secara lebih jelas kita pahami 1
J. H. Rapar, “Keluarga Selaku Persekutuan Hidup Fundamental yang Misioner” dalam O. Rondonuwu, dkk. Pembangunan Keluarga. (Tomohon: Lembaga Penelitian UKIT,1994),h. 9. 2 Diana R. Garland, Family Ministry, (Illionis:Intervarsity Press,1999),h.34. 3 Soerjono Soekanto, Sosiologi Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h.20.
1
bahwa masalah yang terjadi dalam masyarakat juga merupakan gambaran bagaimana hubungan yang terjalin dalam setiap anggota keluarga sebagai sel dasar masyarakat. Nampaknya hubungan keluarga yang turut membangun kesejahteraan masyarakat ini mengalami pergeseran. Perubahan gambaran mengenai keluarga tersebut salah satunya dapat kita lihat dalam berbagai masalah yang berkaitan dengan keluarga saat ini. Fenomena kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KdRT) yang cakupannya cukup luas, keluarga tidak harmonis, terjadi pertengkaran, perselingkuhan, dan bahkan permasalahan yang berakhir pada perceraian. Menurut data pengadilan tinggi Provinsi Jawa Timur, angka perceraian di kota Malang mencapai peringkat tertinggi.4 Dari data yang didapatkan 246 pasutri mengajukan gugatan cerai ke mahkama agama. Setiap tahunnya, angka perceraian di kota Malang itu terus mengalami
W D
kenaikan. Bahkan sejak Januari hingga Oktober 2012 lalu, pengadilan agama kota Malang mencatat ada 1.524 sidang perceraian. Menurutnya, perceraian tersebut besar kemungkinan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, kekerasan, perkawinan dini, dan komunikasi. Untuk mencegah tingginya angka perceraian di Jawa Timur, pengadilan agama pun mencoba untuk memberikan
K U
waktu mediasi dalam persidangan dan pendampingan pastoral.5
GKJW jemaat Tambakasri merupakan salah satu gereja yang masuk kategori daerah rawan konflik keluarga. Berdasarkan pengamatan selama berjemaat di Tambakasri, penulis melihat banyaknya permasalahan keluarga yang kerap kali terjadi dalam keluarga. Lewat pengamatan
@
dan diskusi dengan beberapa majelis dan pendeta maka penulis memutuskan untuk mendalami fenomena krusial yang sering terjadi pada keluarga di Tambakasri. Pada tanggal 26 Februari 2014 yang lalu, penulis melakukan wawancara dengan Pdt. Dadi Wirawan. Pdt. Dadi adalah pendeta jemaat di GKJW Tambakasri periode 2009-sekarang. Terkait dengan permasalahan keluarga yang sering terjadi di gereja GKJW Tambakasri. Beliau mengatakan bahwa kebanyakan kasus yang sering terjadi dalam keluarga disebabkan oleh:
Beberapa pasang suami istri didapati berselingkuh dengan tetangganya. Banyak yang merasa bahwa perkawinan yang telah dijalani selama ini kurang membahagiakan bagi dirinya. Kebanyakan mereka yang berselingkuh adalah orang yang ingin mendapatkan sesuatu yang lebih dari yang di dapatkan dari keluarga sebelumnya. Alasan ingin
4
http://internasional.kompas.com/read/2013/01/30/15085316/Efek.Selingkuh.Sebulan.246.Pasutri.di.Malang.Cerai, diakses tanggal 15 Februari 2014 5 http://www.tempo.co/read/news/2011/12/05/180369966/Musim-Cerai-di-Jawa-Timur-61-Ribu-per-Tahun, diakses tanggal 26 Februari 2014
2
mendapatkan kepuasan seksual dan pemenuhan ekonomi yang cukup untuk menunjang kehidupannya.
Kekerasan rumah tangga6 juga kerap kali mewarnai kehidupan rumah tangga di sana. Kekerasan ini biasanya dilakukan oleh suami kepada istri dan anak-anaknya. Salah satu faktor yang menyebabkan biasanya karena ada pemahaman bahwa suami berhak menguasai istrinya.
Kehancuran keluarga juga diawali dengan masalah ekonomi. Beberapa warga berhutang kepada tetangganya untuk mendapatkan uang demi menyambung hidupnya. Untuk membayar utang tersebut maka salah satu anggota keluarga yang utang akan pergi keluar kota atau luar negri. Beberapa kasus memperlihatkan bahwa ketika mereka terpisah jarak dan waktu, ada yang malah membentuk ‘keluarga baru’ (menikah lagi).
W D
Dari hasil wawancara dan angka perceraian di atas, ditemukan bahwa masalah dalam keluarga tidak hanya pada KdRT saja. Masalah lain seperti pertengkaran, perselingkuhan, bahkan yang berakhir pada perceraian juga sebenarnya dilatarbelakangi oleh mindset atau pandangan tertentu. Mengingat kembali apa yang diungkapkan oleh Ernest Buggest bahwa keluarga adalah kesatuan
K U
suami, istri dan anak yang saling berhubungan untuk hidup dan berkembang, maka nampaknya ada pergeseran makna keluarga dengan fenomena yang terjadi dalam keluarga-keluarga saat ini. Keluarga ideal hendaknya dipahami sebagai komunitas antar pribadi yang saling memberi, saling mencintai, saling melengkapi, dan berpengharapan.7 Bila yang ideal ini dipahami dengan baik maka akan membantu meminimalisir masalah keluarga.
@
1.2 Rumusan masalah
Kehidupan suami istri dalam keluarga tidak terlepas dari banyaknya faktor yang pada akhirnya membentuk pemahaman mereka terhadap pentingnya keluarga. Konteks, pengalaman hidup dan intepretasi seseorang terhadap teks Alkitab tertentu juga turut membentuk pemahaman tertentu. Tidak hanya konteks yang dihidupi sekarang, konteks masa lalu juga turut mempengaruhi pemahaman mereka yang merupakan hasil warisan dari orang tuanya. Faktor-faktor yang turut membentuk mindset mereka ialah faktor sosial, agama, budaya dan pandangan masyarakat.
6
Bentuk kekerasan yang terjadi di GKJW Tambakasri adalah kekerasan langsung (Direct Violence) yang menyerang fisik atau psikis seseorang secara langsung. Suami atau istri memandang posisi pasangannya lebih rendah dari dirinya sehingga cenderung lebih mudah untuk melakukan kekerasan terhadap pasangannya baik secara verbal maupun serangan fisik. 7 Rapar, “Keluarga Selaku Persekutuan Hidup Fundamental yang Misioner”, h.12.
3
Fenomena perceraian yang kerap kali terjadi pada sejumlah keluarga Kristen tentu bukanlah hal sepele. Begitu juga dampak yang ditimbulkan tidak hanya pada suami istri saja tetapi seluruh anggota keluarga. Dalam kenyataannya perceraian yang muncul diakibatkan karena kekerasan, perselingkuhan, sama sekali tidak sesuai dengan ajaran Kristen mengenai perkawinan. Bahwa perkawinan hendaknya dimengerti sebagai komunitas cinta kasih dalam keluarga. Keluarga hendaknya menjadikan tempat untuk mencurahkan cinta kasih pada sesama anggota keluarganya. Perkawinan sebagai persekutuan menandakan adanya saling melengkapi dan saling menumbuhkan dalam iman maupun perbuatan. Penulis merasa ada ketidakkonsistenan antara ajaran Kristen dan dengan realita yang terjadi dalam ikatan perkawinan yang sudah Tuhan satukan. Ketidakkonsistenan ini ditunjukkan dalam sikap dan perilaku tindak kekerasan,
W D
perselingkuhan dalam keluarga yang sebenarnya hal bertentangan dengan pemahaman keluarga kristen yang penuh cinta kasih.
Fenomena perceraian yang disebabkan oleh beberapa faktor yang sudah dijelaskan di atas dapat
K U
dilihat dari pemahaman tentang teologi keluarga. Teologi keluarga bukanlah bertujuan mengidentifikasi keluarga Kristen dalam Alkitab melainkan membantu individu menemukan cara bagaimana memahami arti hidup Kristen melalui keluarga.8 Bagi penulis, teologi keluarga merupakan hal yang sangat vital dan mutlak harus ada sebagai dasar pijakan atas pelayanan dan termasuk di dalamnya sebagai “pranata” dalam membangun keluarga. Pranata tersebut
@
menguraikan bagaimana seseorang menghayati panggilan serta tujuan apa yang hendak dicapai dalam hidup berkeluarga. Pemahaman teologi yang dibentuk dari unsur tujuan dan panggilan tersebut menjadi penting untuk dipahami dengan baik karena pemahaman teologi jemaat ikut mempengaruhi sikap seseorang terhadap keluarganya. Selain itu, teologi keluarga juga penting untuk dipahami, mengingat kebutuhan yang lebih mendesak karena masalah yang dihadapi oleh keluarga saat ini lebih serius dan lebih sulit. Herbert Anderson dalam bukunya The Family and Pastoral Care menjelaskan lebih jelas tentang Teologi Keluarga. Pemahaman Anderson terhadap teologi keluarga berawal dari pemahamannya bahwa keluarga adalah sebuah sistem. Menurutnya, keluarga adalah sebuah sistem, artinya keluarga memiliki suatu kekuatan yang tidak mudah dipisahkan.9 Keluarga sebagai sebuah sistem mengindikasikan bahwa setiap individu atau anggota dalam keluarga saling terikat dan mempengaruhi satu sama lain baik secara emosional, psikologis maupun fisik. Sebagai sebuah
8 9
Herbert Anderson, The Family and Pastoral Care, (Philadelpia: Fortress Press, 1984), h.18. Ibid., h.13.
4
sistem, keluarga mempunyai tugas untuk menjalankan perannya masing-masing. Dengan demikian, keluarga bertanggungjawab atas keseimbangan baik secara individual dan keluarga secara menyeluruh. Dalam ide tersebut, Anderson menawarkan dua unsur besar dalam pembentukan Teologi Keluarga, yakni tujuan dan karakteristik. Anderson mencoba melihat keduanya serta memadukan perspektif teologi dengan pendekatan sistem keluarga yang fokusnya tidak hanya pada individual tetapi keluarga secara keseluruhan. Teologi keluarga yang ditawarkan Anderson merupakan gabungan antara unsur tujuan keluarga (prokreasi, komunitas, individuasi) dengan unsur karakter keluarga (perubahan, kesalingbergantungan, keberagaman).
W D
Dalam bukunya, Herbert Anderson menjelaskan beberapa tujuan dasar keluarga. Tujuan dasar keluarga berbicara tentang apa yang hendak dicapai dalam keluarga. Menurutnya, keluarga mempunyai tiga tujuan utama yakni, untuk menjadi bagian dari proses penciptaan Allah (prokreasi10); menjadi tempat bagi setiap individu untuk mewujudkan/mengembangkan kesadarannya sebagai pribadi yang utuh (individuasi11); dan untuk menyeimbangkan serta
K U
mengantisipasi perubahan-perubahan yang akan terjadi dalam komunitas keluarga kecil (komunitas12). Keseimbangan tersebut diperlukan untuk menjaga kestabilan yang menyangkut perubahan dan kebutuhan untuk melanjutkan kehidupan keluarga. Masing-masing tujuan itu dipengaruhi oleh pengalaman dan interprestasi terhadap teks tertentu. Setiap tujuan dalam berkeluarga secara teologis bisa dibentuk oleh pengalaman dan pemahaman teks, di mana setiap
@
pengalaman tersebut terletak pada unsur pembentuk dari konsep orang membangun tujuan keluarga. Dari penjelasan mengenai tujuan keluarga di atas, nampaklah bahwa keluarga memiliki peran yang besar dalam kehidupan manusia dan penciptaan Allah. Keluarga memiliki tugas untuk membantu dalam proses pembentukan karakter dan kepribadian seseorang sekaligus bertujuan untuk menciptakan keseimbangan dalam menghadapi setiap perubahan yang terjadi dalam keluarga. Tugas, peran, dan tujuan keluarga inilah yang harus dipahami dengan baik oleh setiap orang, (bagi yang sudah menikah maupun yang belum menikah). Jika tujuan keluarga dipahami secara baik maka hal ini akan berpengaruh pada perkembangan masing-masing individu yang menyangkut masyarakat dan gereja. Unsur selanjutnya dalam pembentukan teologi keluarga ialah karakter, yang berbicara tentang apa yang harusnya dihidupi oleh keluarga. Ketiga karakter keluarga meliputi perubahan 10
Ibid., h.17. Ibid. 12 Ibid. 11
5
(change), ke-saling-bergantungan (Interdependence) dan keberagaman (diversity). Karakter perubahan (change) mengindikasikan bahwa setiap anggota keluarga saling memampukan atau menyesuaikan diri dalam setiap perubahan yang terjadi. Selanjutnya karakter perubahan tersebut akan menimbulkan keberagaman baru dalam keluarga, sehingga tugas keluarga dalam keberagamannya adalah memampukan para anggota keluarganya untuk bertahan sebagai pribadi yang mandiri.13 Selanjutnya adalah karakter ke-saling-bergantungan (interdependence) mengindikasikan masingmasing anggota keluarga mempunyai kesediaan dan komitmen untuk saling menumbuhkan. Keluarga menjadi tempat untuk bergantung satu dengan yang lainnya sekaligus mengembangkan anggotanya secara individu.14 Keluarga memiliki tugas untuk memampukan masing-masing
W D
anggotanya untuk menjadi bagian dari komunitas dan sekaligus menjadi seorang individu yang mandiri. Demikian juga perkembangan keluarga mempengaruhi perkembangan individu di dalamnya, masyarakat dan gereja.
Karakter keberagaman (diversity) mengindikasikan bahwa setiap anggota keluarga memiliki
K U
kesadaran untuk bertoleransi dan bahkan merayakan keberagaman di tengah mereka dengan cara menghormati kekhasan dan keunikan masing-masing anggota keluarga. Oleh karena itu penulis merasa bahwa masing-masing anggota keluarga perlu memahami dengan baik unsur-unsur pembentuk teologi keluarga karena hal itu akan sangat mempengaruhi pemahaman seseorang terhadap keluarga.
@
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pemahaman teologi keluarga dibentuk dari perspektif tujuan dan karakteristik dasar keluarga. Perspektif tujuan berbicara tentang apa yang hendak dicapai keluarga. Perspektif karakteristik berbicara tentang bagaimana masing-masing anggota menghayati hidup berkeluarga. Sekalipun tujuan dan karakteristik berbeda namun keduanya saling melengkapi karena unsur-unsur tersebut sangat penting sebagai pembentuk teologi keluarga. Orang yang berkeluarga semestinya mempunyai tujuan dan menghayati karakteristik keluarga tersebut dengan baik sehingga keseimbangan dan keharmonisan dapat tercipta. Penulis menduga kegagalan dalam rumah tangga seperti tindak kekerasan dan perceraian adalah dikarenakan kurangnya pemahaman yang baik dari kedua unsur pembentuk teologi keluarga tersebut. Misalnya, tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan cerminan bahwa anggota keluarga kurang memahami dengan baik tujuan keluarga sebagai komunitas dan individu.
13 14
Ibid., h.60. Ibid., h.52.
6
Idealnya keluarga merupakan tempat yang tepat untuk saling mengembangkan diri pribadi dan keluarga namun faktanya banyak terjadi kekerasan yang membuat masing-masing individu merasa tertekan dan keseimbangan keluarga menjadi rusak. Sebagai alat ukurnya, penulis mengajukan teori teologi keluarga untuk melihat bagaimana pemahaman warga jemaat tentang teologi keluarga. Sampai sejauh mana jemaat memahami dan menghayati unsur-unsur pembentuk teologi keluarga tersebut dalam kehidupan keluarga mereka. Karena pemahaman terhadap teologi keluarga secara teologis dibentuk oleh pengalaman dan intepretasinya terhadap teks tertentu. Kedua hal itulah yang kemudian turut menentukan bagaimana pemahaman anggota keluarga terhadap teologi keluarga. Melihat fenomena perceraian akibat kekerasan dan perselingkuhan yang kerap kali terjadi dalam
W D
keluarga Kristen mengindikasikan adanya pemahaman dan tindakan yang salah tentang konsep teologi keluarga. Secara konseptual, teologi keluarga memberikan pemahaman bahwa setiap keluarga sejati dan bahagia merupakan komunitas yang berlandaskan cinta kasih. Dengan landasan tersebut keluarga semestinya mampu mencerminkan gambar dan citra Allah dalam
K U
kehidupan keluarga. Kasus kekerasan dalam bentuk seksual, fisik ataupun perkataan menggambarkan bahwa anggota keluarga belum memahami tujuan keluarga dengan baik. Salah satu dari suami atau istri menganggap dirinya lebih tinggi dari yang lain, hal ini akan menjadi pembenaran baginya untuk melakukan apapun terhadap pasangannnya. Pemahaman tersebut menunjukkan adanya pemahaman yang salah tentang unsur pembentuk teologi keluarga.
@
Pemahaman yang melihat salah satu anggota keluarga/istri lebih rendah daripada suami justru bertentangan dengan perspektif tujuan prokreasi yang di dalamnya mengurai tentang relasi suami istri yang menjunjung keseimbangan dan keharmonisan. Tentu masih ada banyak hal yang perlu dilihat dengan memakai kacamata teologi keluarga untuk mengurai fenomena perceraian akibat kekerasan dan perselingkuhan.
Untuk itu penulis ingin mengetahui pemahaman warga GKJW Tambakasri tentang unsur-unsur dalam teologi keluarga, yakni yang terkait dengan adanya tindakan kekerasan, perselingkuhan sehingga memicu perceraian. Penulis juga ingin mengetahui bagaimana keseriusan gereja tersebut dalam melihat dan menindaki hal tersebut. Penulis berusaha mengembangkannya dalam bentuk-bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Sampai sejauh mana warga jemaat memahami unsur-unsur pembentuk teologi keluarga? 1.1 Sampai sejauh mana warga jemaat mengenali dan mengartikan masing-masing unsur tujuan berkeluarga dari perspektif teologi keluarga? 7
1.2 Sampai sejauh mana warga jemaat mengenali dan mengartikan masing-masing unsur karakteristik berkeluarga dari perspektif teologi keluarga? 2. Bagaimana korelasi antara pemahaman perpektif tujuan dan perspektif karakteristik keluarga dihidupi warga jemaat di GKJW Tambakasri sebagai Teologi Keluarga yang hidup pada saat ini? 3. Bagaimana pemahaman teologi keluarga ini dievaluasi dalam konteks permasalahan di GKJW Tambakasri? 4. Tindakan pastoral gerejawi seperti apa yang sebaiknya dilakukan gereja di tengah persoalan perceraian di GKJW Tambakasri? 1.3 Judul Skripsi
W D
Mengacu pada latar belakang permasalahan dan kerangkas teoritis yang sudah dipaparkan di atas, maka penulis memberikan judul:
“ Ketika Keluarga Berteologi“
(Sebuah Studi Empiris Pembangunan Jemaat Mengenai Teologi Keluarga di tengah
K U
keluarga GKJW Tambakasri)
1.4 Tujuan Skripsi 1.
Mengetahui konsepsi jemaat GKJW Tambakasri tentang teologi keluarga yang terkait dengan perspektif tujuan dan perspektif karakteristik keluarga beserta korelasinya
2.
@
Mengevaluasi hubungan konsepsi teologi keluarga dalam perspektif tujuan dan perspektif karakteristik keluarga yang dihidupi GKJW Tambakasri secara teologis
3.
Mengembangkan konsep teologi keluarga agar mampu menerangi setiap persoalanpersoalan keluarga yang muncul khususnya di GKJW Tambakasri
1.5 Metode Penelitian
Dalam ranah memeriksa paradigma dengan konteks tertentu maka penulis memakai metode penelitian empiris-kualitatif dalam bentuk wawancara mendalam kepada jemaat dewasa, majelis dan pendeta. Setelah data terkumpul kemudian akan dianalisis dan diintepretasi. Penulis memakai analisis domain dengan meminjam pendekatan etnografis dalam menginterpretasi data observasi dan wawancara. Analisis domain adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasikan domain dengan menggunakan hubungan semantik sebagai satu titik berangkat.15 Ada tiga unsur dalam domain, yakni istilah pencakup, semua domain memiliki dua atau lebih istilah tercakup,
15
James P. Spradley, Metode Etnografis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007), h.140.
8
dan semua domain adalah hubungan semantik tunggal. Sebuah hubungan dapat dikatakan sebagai hubungan semantik jika dua kategori dihubungkan. Dalam hal ini setiap domain akan menunjukkan pemahaman tertentu yang berkembang dalam jemaat mengenai tujuan dan karakteristik keluarga. Setelah data dipilah dan dianalisis menurut domain masing-masing, penulis akan mencoba mencari korelasi antara dua pemahaman besar yang muncul berdasarkan data penelitian. Dalam rangka mengembangkan permasalahan dan analisis dalam penelitian ini, penulis menggunakan prosedur lingkaran empiris 16yang terdiri dari 5 tahapan: 1. Pengamatan dan pembangunan persoalan teologis Fenomena telah dijelaskan dibagian latar belakang permasalahan yang sampai pada
W D
pertanyaan teologis. Bagaimana pemahaman warga jemaat terhadap unsur pembentuk dalam teologi keluarga. Persoalan perceraian yang terjadi di keluarga Kristen merupakan permasalahan teologis karena di dalamnya terkandung unsur perselingkuhan dan kekerasan yang bertentangan dengan nilai-nilai keKristenan tentang keluarga.
K U
2. Induksi teologis (memahami & merumuskan masalah melalui kerangka teoritis) Berangkat dari permasalaha teologis tentang perceraian maka kerangka teoritis yang akan penulis pakai untuk meneliti adalah kerangka teoritis mengenai teologi keluarga. Penulis akan melakukan wawancara dengan warga jemaat yang merupakan anggota keluarga namun dalam pemilihan informan dibatasi kepada suami dan istri. Apa yang
@
dimaksud penulis dengan teologi keluarga adalah bagaimana menguraikan unsur teologis yang turut dalam membentuk keluarga. Unsur tersebut mencakup tentang perspektif tujuan dan perspektif karakteristik keluarga. Kerangka teoritis tentang teologi keluarga ini menjadi relevan karena dalam menggali paradigma warga jemaat mengenai pernikahan dan keluarga diperlukan pengetahuatn apa yang dipahami oleh warga jemaat mengenai konsep keluarga dan unsur dalam teologi keluarga. 3. Deduksi teologis (konseptualisasi teori operasionalisasi) Variabel - variabel yang dipakai berdasarkan kerangka teoritis. Variabel-variabel dan indikator-indikator tersebutlah yang digunakan untuk membedah dan memeriksa praktik di lapangan.
16
Handi Hadiwitanto, Metode Kuantitatif dalam Teologi Praktis (Sebuah catatan pada Proses Operasionalisasi Teori dan Analisis Statistik), ceramah Studi Institut Persetia, Fak Teologi UKIT Tomohon, 28 November 2012
9
4. Analisis empiris Analisis dilakukan setelah melakukan penelitian empiris dengan memakai variabel yang sudah ditentukan. Analisis dilengkapi dengan literatur dan menggunakan perspektif Alkitab sebagai refleksi teologis untuk melihat apakah fenomena yang terjadi di jemaat bisa dilihat diterima secara teologis. 5. Evaluasi Teologis Mengevaluasi hasil penelitian lapangan maupun teori yang digunakan sebagai kerangka penelitian. 6. Strategi pastoral Menjelaskan tentang pendekatan yang kontekstual sebagai upaya pembangunan jemaat.
W D
1. 6 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan
Pada bagian ini berisi tentang latar belakang penulisan dan penelitian. Di dalamnya mencakup
K U
latar belakang permasalahan, rumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini.
Bab II Teologi Keluarga
Pada bagian ini penulis akan membahas dan memperdalam teori mengenai teologi keluarga
@
dengan menguraikan perspektif tujuan dan perspektif karakter. Selain itu, pada bagian ini akan menjadi dasar variabel-variabel sebagai dasar penelitian penulis.
Bab III
Analisis Konsepsi Teologi Keluarga di GKJW Tambakasri Penulis akan memaparkan dan menganalisa hasil wawancara yang telah didapat melalui wawancara dan pengamatan secara langsung terkait teologi keluarga yang dimiliki oleh warga jemaat GKJW Tambakasri.
10
Bab IV Diskusi dan Evaluasi Teologis Berisi tinjauan evaluasi teologis dengan menggunakan teori-teori yang ada terhadap teologi keluarga dan hasil penelitian yang didapatkan. Penulis juga akan membahas mengenai peran gereja sebagai keluarga sebagai dasar untuk melakukan strategi pembangunan jemaat.
Bab V Strategi pembangunan jemaat dan penutup Berisi tentang Saran dan Penutup. Bagian ini juga akan memaparkan ide dan usulan bagi strategii Pembangunan Jemaat di GKJW Tambakasri.
W D
K U
@
11