1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Salah satu dari sekian banyak bentuk budaya khas Nusantara adalah tenun Mbojo. Tenun Mbojo merupakan kain tenun khas asal daerah Bima dan beberapa daerah di sekitar Gunung Tambora, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Mbojo adalah nama tempat yang sekarang berganti nama menjadi Bima dan suku yang tinggal di daerah tersebut dinamakan suku Mbojo yang ada di daerah Bima, Nusa Tenggara Barat, sehingga tenun yang ada di daerah ini dinamakan tenun Mbojo. Munculnya kain tenun Mbojo ini tidak terlepas dari sejarah perkembangan Islam pada masa itu. Menurut tulisan Ahmad Amin tentang sejarah Bima, agama Islam masuk melalui penyebar Islam dari Minangkabau melalui Goa pada tahun 1610.1 Kain tenun Mbojo menjadi semacam pakaian wajib yang harus dikenakan perempuan muslim saat keluar rumah. Peraturan adat ini akhirnya menjadikan kain tenun sebagai identitas masyarakat Mbojo.
Bambang Suwondo, Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Nusa Tenggara Barat (Jakarta: Balai Pustaka, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978) 108. 1
2
Tenun Mbojo dibuat dari benang yang dipintal sendiri. Benang yang dibuat penduduk disebut benang Nggoli. Tenun Mbojo pada mulanya bersumber dari tradisi turun-temurun yang sampai saat
ini
tidak
ditinggalkan,
karena
keberadaannya
masih
dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam bahasa Mbojo, seni kerajinan ini dikenal dengan istilah Muna ro Medi (kegiatan menenun). Di Mbojo, seni kerajinan berhubungan erat dengan adatistiadat dan upacara keagamaan. Begitu pula dengan kain tenun yang merupakan salah satu produk seni kerajinan masyarakat Mbojo sampai saat ini masih banyak digunakan untuk keperluan upacara adat. Oleh sebab itu, ragam hiasnya mempunyai makna dan nilai filosofis tersendiri bagi masyarakat Mbojo. Hal itu membedakan motif tenun Mbojo dengan motif tenun beserta nilai filosofis dari daerah lain.2 Pilihan warna dan simbol yang diterapkan dalam kain tenun Mbojo terbatas pada warna tertentu, karena disesuaikan dengan makna
yang
ada
di
dalamnya.
Motif
tenun
Mbojo
hanya
menampilkan satu dari sekitar sembilan motif hias dalam satu lembar sarung atau pakaian.
Bambang Suwondo, Adat Istiadat Daerah Nusa Tenggara Barat (Jakarta: Balai Pustaka, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978), 77. 2
3
Bagi masyarakat Mbojo, tenunan diidentikkan dengan perempuan. Pekerjaan menenun dilakukan oleh ibu-ibu dan remaja putri dan dijadikan lambang atau simbol kewanitaan. Sejak usia dini anak perempuan dibimbing dan dilatih menjadi penenun Ma Loa Ro Tingi (terampil dan berjiwa seni). Berdasarkan ketentuan adat, setiap perempuan yang memasuki usia remaja harus terampil menenun agar mampu membuat pakaian dari hasil tenunnya sendiri. Apabila kelak sudah menjadi ibu rumah tangga ia mampu meningkatkan
kesejahteraan
hidup
keluarga
dari
keahlian
menenun. Sehubungan dengan itu, apabila seorang perempuan hendak dinikahkan maka dirinya terlebih dahulu harus mampu menghasilkan kain tenunan.3 Semula pemasaran kain tenun Mbojo terbatas pada daerah penghasil tenun tersebut yang penggunaannya lebih banyak untuk keperluan adat, ritual keagamaan, dan pesta kebesaran. Demikian pula para konsumennya lebih banyak dari golongan menengah dan atas. Namun pada saat ini pemasarannya sudah cukup baik. Begitu pula dengan kegunaan tenun pun sudah lebih meluas, tidak hanya untuk keperluan upacara keagamaan saja melainkan digunakan pula untuk kegiatan kebudayaan.
Hasanuddin Wahid, Tenunan dan Wanita Bima (Bima: Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Kota Bima, 2006), 22. 3
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan deskripsi latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana estetika bentuk, fungsi dan makna tenun Mbojo. 2. Bagaimana peran perajin perempuan dalam pembentukan unsur estetika bentuk, fungsi dan makna serta dalam perkembangan tenun Mbojo.
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan menjelaskan beberapa hal sehubungan dengan permasalahan yang telah dirumuskan, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui jejak historis serta memahami peran dan posisi perempuan masyarakat Mbojo dalam perkembangan tenun Mbojo, berikut lembaga-lembaga terkait yang berperan penting dalam menunjang kelangsungannya. 2. Untuk mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi tentang
tenun
Mbojo,
sebagai
media
untuk
membantu
pembentukan dan penunjang kebijaksanaan Nasional dalam bidang kebudayaan,
khususnya
budaya
tenun
dalam
perkembangan industi seni kerajinan rumah tangga.
konteks
5
3. Mengeksplorasikan dan menjelaskan berbagai variasi bentuk, fungsi, dan makna tenun Mbojo dari sudut pandang sosiokultural masyarakat Mbojo sebagai wujud eksistensi pribadi yang khas dan unik.
D. Manfaat Penelitian 1. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan tentang estetika dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam tenun Mbojo. Selain itu, penelitian ini juga memberikan pengetahuan tentang struktur sosial masyarakat Mbojo, serta posisi dan peranan perempuan dalam perkembangan tenun Mbojo, sebagai salah satu warisan kekayaan budaya bangsa. 2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberi inspirasi dan rujukan dalam sebuah inovasi penciptaan berbagai jenis ragam hias tenun sekaligus rujukan untuk meningkatkan sumber daya manusia, khususnya di bidang industri seni kerajinan tenun. 3. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan secara praktis dalam rangka penerapan teori yang diaplikasikan dalam kehidupan nyata mengenai perkembangan tenun.
6
E. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka sangat diperlukan dalam suatu penelitian untuk mengetahui sejauh mana penelitian yang dilakukan relevan dengan topik yang ingin dikaji. Tinjauan pustaka digunakan juga untuk membuktikan bahwa topik penelitian dalam tesis ini orisinal. Sampai saat ini belum ditemukan tulisan atau penelitian yang secara khusus menganalisis posisi dan peran perempuan dalam perkembangan
tenun
Mbojo.
Beberapa
tulisan
yang
ada
menyinggung tentang tenun yang ada di Nusa Tenggara Barat. Penelitian yang berhubungan dengan tenun Mbojo, salah satunya adalah skripsi yang ditulis oleh Dian Yulianingsih, tentang tenun sonket yang ada di perusahaan Dahlia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan mengumpulkan data melalui wawancara dan dokumentasi. Secara garis besar isi penelitian tersebut memberi gambaran tentang tenun songket daerah
Bima
ditinjau
dari
teknik
pembuatan,
motif
yang
diterapkan, warna yang digunakan dan makna simbolik kain tenun songket daerah Mbojo, Nusa Tenggara Barat.
4
Karya tulis lainnya ialah laporan penelitian yang ditulis oleh Siti Lamunsiah. Penelitian ini mencoba mengupas permasalahan Dian Yulianingsih, “Kerajinan Tenun Songket di Perusahaan Dahlia Kota Bima Nusa Tenggara Barat”, Skripsi sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Pendidikan Seni Kerajinan Universitas Negeri Yogyakarta (Yogyakarta: UNY, 2010). 4
7
tentang makna substansial tenun Bima dan budaya Rimpu dari segi estetika dan religiusitasnya dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan makna substansial pada tenun Bima dan Budaya Rimpu didasarkan pada nilai adat dan identitas masyarakat Bima sehingga membuatnya bertahan hingga saat ini. Dalam penelitian ini Siti Lamunsiah mengemukakan tentang alasan mendasar mengenai pentingnya menjaga eksistensi budaya rimpu. Budaya rimpu sendiri adalah sebuah bentuk pakaian yang sopan dan merupakan representasi perempuan Bima dalam kehidupan sehari hari.5 Dengan menggunakan kajian estetika, kajian
religiusitas
sebagai
landasan
teori
guna
menjawab
permasalahan dalam penelitiannya. Laporan penelitian selanjutnya disusun oleh Sumiyati Atmosudiro, dari Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada.6 Penelitian ini difokuskan pada pemberdayaan tenun sebagai basis pariwisata di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pemilihan topik tersebut didasarkan pada suatu kenyataan bahwa tren dalam industri pariwisata abad XXI adalah cultural tourism (pariwisata berbasis budaya), dan tenun mampu mengambil peran di dalamnya.
Siti Lamunsiah, Estetika Budaya Rimpu pada Masyarakat Bima: Kajian Religiusitas, (Mataram: Media Bina Ilmiah, 2013). 6 Sumiyati Atmosudiro, Pengembangan Pariwisata Budaya Berbasis Tenun di Lombok (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UGM, 2005). 5
8
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian Sumiyati Atmosudiro yaitu pendekatan Cultural Resources Management (CRM) dengan kerangka pikir bahwa aspek perlindungan dan pelestarian tenun ditujukan untuk pemberdayaan secara ekonomi masyarakat lombok, agar dapat memberikan manfaat masyarakat secara berkesinambungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model yang layak ditawarkan adalah pariwisata berbasis tenun karena di dalamnya mengandung konsep pelestarian budaya, ekonomi, dan edukasi berbasis masyarakat. Buku tentang adat istiadat daerah Nusa Tenggara Barat menjelaskan
tentang
latar
belakang
dan
kehidupan
sosial
masyarakat yang tinggal di beberapa wilayah yang ada di Nusa Tenggara Barat, salah satunya adalah Bima. Dilengkapi dengan latar belakang historis, mengenai sejarah ringkas kebudayaan, agama, bahasa dan tulisan serta hubungan kebudayaan dengan daerah disekitar wilayah Bima, Nusa Tenggara Barat, dalam buku tersebut dijelaskan pula tentang seni kerajinan tangan sebagai salah satu sistem mata pencaharian hidup masyarakatnya. Selain itu, terdapat juga penjelasan yang berkaitan erat dengan topik penelitian yaitu mengenai sejarah seni kerajinan tenun, jenis-jenis
9
produk seni kerajinan tenun, serta peralatan tenun yang digunakan di daerah Lombok, Sumbawa, dan Bima di Nusa Tenggara Barat.7 Tesis yang ditulis oleh Bosthon, secara garis besar bertujuan untuk mengetahui peran gender yang berlaku di tengah-tengah masyarakat suku Batak Toba dan implikasinya terhadap ketahanan budaya. Ada beberapa permasalahan yang dilihat dalam penelitian ini, antara lain adalah: (1) Bagaimana persepsi masyarakat suku Batak Toba tentang peran gender; (2) Bagaimana implikasinya terhadap ketahanan budaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (indepth interview), pengumpulan data melalui kuesioner dan Focus Group Discussion (FGD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat suku Batak Toba tentang peran gender sudah benar dan proporsional. Hak, status, kedudukan dan peran perempuan dalam kehidupan masyarakat sudah mendapat tempat dan penghargaan yang setara dengan kaum laki-laki. Sistem nilai budaya patrilineal yang sebelumnya menempatkan kaum perempuan pada posisi marginal, subordinat dan diskriminatif, telah mengalami perubahan dan pergeseran ke posisi kesejajaran dan kesetaraan dengan kaum
Bambang Suwondo, Adat Istiadat Daerah Nusa Tenggara Barat (Jakarta: Balai Pustaka, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978). 7
10
laki-laki. Kondisi tersebut akan dapat menghapus ketidakadilan gender yang terjadi sebelumnya.8 Kajian tesis ini dapat menjadi rujukan untuk mengetahui peran dan posisi Perempuan Mbojo dalam kontruksi sosio kultural atas kegiatannya dalam bidang tenun (sebagai penyangga utama seni kerajinan tenun Mbojo) Tesis
yang
ditulis
oleh
Sarapil,
mengungkapkan
permasalahan tentang dinamika kehidupan ekonomi dan peran posisi perempuan karena perubahan pekerjaan suami. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan mata pencaharian menciptakan pekerjaan baru bagi
para
isteri.
Keterlibatan
isteri
dalam
mencari
nafkah
berpengaruh bagi peningkatan kehidupan ekonomi dan sosial perempuan,
baik
di
sektor
rumah
tangga
maupun
dalam
kemasyarakatan. Hasil penelitian ini juga bermanfaat sebagai rujukan mengenai peran perempuan selaku ibu rumah tangga lingkup keluarga produktif.9 Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, baik oleh perorangan maupun lembaga penelitian serta publikasi yang
Bosthon, “Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba tentang Peran Gender dan Implikasinya terhadap Ketahanan Budaya”, Tesis sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S2 Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta: UGM, 2005). 9 Costantein Imanuel Sarapil, “Dinamika ekonomi dan peran posisi perempuan pesisir”, Tesis sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S2 Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta: UGM, 2010). 8
11
telah diterbitkan dalam tinjuan pustaka tersebut di atas, yang di gunakan sebagai acuan dalam penelitian ini, maka belum ada yang membahas secara khusus dan mendalam tentang posisi dan peran perempuan dalam perkembangan tenun Mbojo, yang dikaji dari segi estetika dan sosial masyarakatnya, sebagaimana yang diusulkan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, topik ini dapat dinyatakan masih orisinal. Selain itu, penelitian di atas memberikan gambaran pengetahuan tentang masalah tenun dan gender yang ada di masyarakat, sehingga dapat mengarahkan penelitian yang lebih spesifik. Metode penelitian yang ada dalam tulisan-tulisan di atas juga dapat menjadi batu pijakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian, sehingga dapat memperkaya data dalam kajian ini.
F. Landasan Teori Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tujuan untuk menganalisis permasalahan tentang bentuk, fungsi, dan nilai yang terkandung dalam tenun Mbojo, serta posisi perempuan dalam perkembangan tenun Mbojo. Permasalahan dalam penelitian ini akan dikaji dari aspek sosial, gender dan estetika. Untuk itu digunakan teori-teori yang khusus menyoroti kajian aspek-aspek tersebut.
12
1. Teori Budaya Dalam penelitian ini digunakan teori kebudayaan yang penting
dan
menjadi
landasan
pokok
untuk
mengkaji
perkembangan tenun Mbojo. Raymond Wiliams dalam bukunya yang berjudul Culture mengemukakan teorinya tentang perspektif sosial budaya serta kelangsungan dan perubahannya. Secara keseluruhan Williams membagi analisis sosiologi menjadi tiga komponen penting. Ketiga komponen tersebut adalah: (i) The social and economic institutions of culture and, as alternative definition of their ‘product’, of (ii) their content, and (iii) their effects.10 Dalam terjemahan bahasa Indonesia ketiga komponen tersebut adalah: (i) Institusi sosial dan ekonomi dari kebudayaan sebagai definisi alternatif dari “produk” mereka, (ii) isi produk kebudayaan, dan (iii) efek produk kebudayaan mereka. Komponen
pertama
yaitu
institusi
digunakan
untuk
menjelaskan adanya lembaga budaya, siapa yang mengontrol dan bagaimana kontrol itu dilaksanakan. Pembahasan tentang seni kerajinan tenun Mbojo, ditelusuri dari siapa saja pihak-pihak yang berperan, seperti seniman, perajin, pemerintah, sponsor, dan pasar. Dalam hal ini pula menjadi perhatian penting adalah interaksi timbal balik antara perajin dengan perajin, dan perajin
10
17.
Raymond Williams, Culture (Glasgow: Fontana Paperbacks, 1981),
13
dengan
pihak
lain
yang
memungkinkan
terjadinya
proses
memengaruhi sehingga masyarakat perajin terbentuk dari sejumlah individu yang terlibat.11 Sehubungan dengan itu, Kuntowijoyo, dalam
bukunya
yang
berjudul
Budaya
dan
Masyarakat,
menjelaskan mengenai lembaga budaya yang mepersoalkan siapa penghasil produk budaya dan siapa yang melakukan kontrol serta bagaimana kontrol itu dilakukan.
12
Komponen kedua adalah isi budaya (content) yang berisi mengenai deskripsi atas objek hasil produk tenun Mbojo. Analisis mengenai produk tenun yang meliputi aspek material, proses pengadaan tenun, proses produksi, serta hasil produksi yang berupa kain maupun pakaian jadi. Komponen ketiga adalah efek budaya (effects), yaitu mengenai apa yang diharapkan dari proses budaya tersebut, dalam hal ini terkait dengan analisis dampak yang dihasilkan oleh tenun dari segi ekonomi, sosial, politik dan budaya masyarakatnya. Analisis ketiga komponen di atas digunakan dalam membahas akibat kelangsungan dan perubahan tenun Mbojo dilihat dari perajin dan kehidupan masyarakat terhadap kebijakan dan
11Gustami,
SP., “Seni Kerajinan Keramik Kasongan Yogyakarta: Kontinuitas dan Perubahannya”. Tesis untuk memenuhi sebagian persyarsyaratan untuk mencapai gelar Sarjana S-2, Program Studi Sejarah, Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora. Fakultas Pascasarjana UGM (Yogyakarta: UGM, 1998). 12Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1987), 5.
14
pengambilan keputusan bagi pengembangan tenun Mbojo sebagai salah satu industri seni kerajinan di Nusa Tenggara Barat.
2. Pendekatan Estetika Pendekatan estetika yang digunakan untuk mengkaji produk tenun yang ada di sentra tenun Mbojo adalah teori Edmund Burke Feldman dalam bukunya Art as Image and Idea, yang menelaah beberapa aspek, antara lain: 1) fungsi seni, 2) gaya seni, 3) struktur seni, 4) interaksi media dan makna, 5) kritik seni.13 Dari kelima aspek tersebut, yang akan digunakan untuk dalam penelitian ini adalah aspek struktur dan fungsi seni. Penjelasan teori struktur seni mencakup bentuk dari wujud sebuah produk seni sedangkan teori fungsi seni pada awal sejarahnya menurut Feldman meliputi tiga hal pokok, yaitu fungsi personal,
fungsi
sosial
dan
fungsi
fisik.
Fungsi
personal
menekankan pada segi ekspresi diri atau individu. Seni adalah wujud untuk mengkomunikasikan perasaan dan ide-ide. Dalam hal ini, seni mengandung pandangan pribadi tentang peristiwa dan objek umum yang akrab dengan pembuat karya seni.14
Edmund Burke Feldman, Art as Image and Idea (New Jersey: The University of Georgia Prentice Hall, Inc, Englewood Clift, 1967), 219. 14 Feldman, 1967, 6. 13
15
Fungsi sosial mencakup tiga aspek penting yaitu: pameran, perayaan/ritual, dan komunikasi. Hampir semua karya seni menunjukkan
adanya
fungsi
sosial.
Fungsi
sosial
lebih
menekankan pada respons penikmat seni dan bertujuan untuk memengaruhi perilaku sosial. Karya seni menunjukkan suatu fungsi sosial apabila: 1) karya seni cenderung memengaruhi perilaku kolektif orang banyak; 2) karya diciptakan untuk dilihat atau dipakai, khususnya dalam situasi umum; 3) karya seni itu mengekspresikan atau menjelaskan aspek-aspek eksistensi sosial atau kolektif sebagai lawan dari pengalaman personal.15 Fungsi fisik terarah pada manfaat secara fisik. Fungsi fisik seni berhubungan dengan penggunaan objek atau benda yang efektif sesuai dengan kriteria
kegunaan
dan
efisiensi
baik
penampilan
maupun
tuntutannya. Selain itu digunakan pula teori penunjang oleh Djelantik, yang mengungkapkan bahwa estetika adalah ilmu yang mepelajari segala sesuatu, segala aspek yang berkaitan dengan keindahan.16 Selanjutnya Djelantik, menerangkan beberapa unsur estetika, sebagai berikut, 1) wujud atau rupa terdiri dari beberapa bentuk atau unsur mendasar dari susunan atau struktur; 2) bobot atau isi
Feldman, 1967, 36. A.A.M Djelantik, Arti Estetika Sebuah Pengantar (Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2004), 17-18. 15 16
16
yang bukan hanya semata-mata dilihat tetapi juga apa yang dirasakan atau dihayati sebagai makna dari wujud kesenian itu. Bobot sendiri terdiri dari suasana, gagasan dan ibarat atau pesan; 3) penampilan atau penyajian yaitu bagaimana kesenian itu disajikan, terdiri dari bakat, keterampilan, dan sarana atau media. Analisis teori mengenai fungsi yang dikemukakan oleh Feldman digunakan untuk membahas permasalahan estetika mengenai
struktur
dan
fungsi
tenun
Mbojo,
sedangkan
pembahasan mengenai unsur-unsur estetika yang dikemukakan Djelantik digunakan untuk membahas bentuk dan nilai-nilai yang terkandung dalam tenun Mbojo.
3. Konsep Gender Penelitian ini juga menggunakan teori-teori yang membahas tentang
hubungan
perempuan
dalam
perekonomian
untuk
menganalisis data yang berkaitan dengan peran dan kedudukan perempuan terhadap perkembangan tenun Mbojo dari segi ekonomi dan sosial. Ken Suratiyah dalam bukunya yang berjudul Dilema Wanita Antara
Industri
Rumah
Tangga
dan
Aktivitas
Domestik,17
Ken Suratiyah, Marcelinus Molo, dan Irwan Abdullah, Dilema Wanita Antara Industri Rumah Tangga dan Aktivitas Domestik (Yogyakarta: Aditya Media, 1996), ix-x. 17
17
menuliskan tentang: 1) peran dan keterlibatan perempuan dalam menciptakan industri rumah tangga dan alokasi waktu antara pekerjaan rumah dan industri rumah tangga; 2) dependensi dan dominasi perempuan dalam industri sandang di Indonesia; 3) antara peran produktif dan reproduktif perempuan dalam industri rumah tangga di bidang seni kerajinan; dan 4) Sumbangan ekonomi industri kerajinan rumah tangga. Analisis keempat substansi teori di atas digunakan untuk mengkaji posisi dan peran perempuan dalam perkembangan tenun Mbojo serta keterlibatannya dalam pengembangan industri rumah tangga khususnya tenun Mbojo. Secara lengkap Suwondo menjelaskan bahwa kedudukan dan peran perempuan dalam rumah tangga adalah sebagai pelaku yang melaksanakan segala macam pekerjaan rumah tangga. Namun, karena terpaksa oleh tekanan ekonomi mereka mencari nafkah sendiri atau menambah penghasilan suami dengan bekerja sebagai petani, pedagang kecil, pembantu rumah tangga, buruh, dan sebagainya.18
Analisis
perekonomian,
baik
kedudukan
dalam
keluarga,
perempuan
dalam
masyarakat,
maupun
pemerintahan yang tertulis di atas digunakan sebagai acuan untuk membahas kedudukan perempuan sebagai seorang pekerja tenun
Nani Suwondo, Kedudukan Wanita Indonesia (Jakarta: Ghalia Indonesia,1981), 254. 18
18
di
mata
masyarakat
Mbojo,
serta
peranannya
dalam
mengembangkan usaha tenunnya. Teori estetika, gender, dan sosiologis di atas digunakan sebagai pendekatan untuk memecahkan berbagai permasalah yang diajukan di depan.
G. Metode Penelitian Bertitik tolak pada rumusan masalah, penelitian yang bersifat analitis kualitatif ini berusaha mencari data sebanyak-banyaknya yang ditemukan di lapangan. Dalam hal ini peneliti berangkat ke lapangan untuk mengadakan pengamatan tentang suatu fenomena permasalahan yang sedang diteliti.19 Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk dikaji dari sisi sejarah dan pengamatan langsung terhadap estetika tenun Mbojo. Metode sejarah diperlukan untuk memberikan kaitannya
pengantar
dengan
yang
berisi
perkembangan
lintasan
tenun
sejarah
Mbojo.
dalam
Metode
ini
dilakukan melalui studi pustaka, meninjau pada beberapa sumber tertulis dan dokumen yang berkaitan dengan sejarah asal usul tenun Mbojo untuk mengetahui sejauh mana perkembangan tenun Mbojo tersebut.
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), 26. 19
19
Menurut Kontowijoyo, sejarah membicarakan masyarakat dari segi waktu, sedangkan dalam membicarakan waktu ada empat hal
yang
penting
yaitu
perkembangan,
kesinambungan,
pengulangan, dan perubahan.20 Perkembangan yang dimaksud adalah kelangsungan yang terjadi pada teks dan konteks tenun Mbojo serta perubahan-perubahannya. Kesinambungan merujuk pada aktivitas budaya tenun Mbojo dari masa lampau hingga saat ini masih terus berlanjut dan dipertahankan. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode sosiologi dengan pengamatan dan peninjauan dokumen dan data-data statistik yang berkaitan dengan masyarakat suku Mbojo. Metode sosiologi digunakan untuk mengamati dampak sosial ekonomi yang disebabkan oleh aktivitas budaya tenun tersebut terhadap para perajin serta lingkungan masyarakat sekitar. Menurut Soedarsono, dengan menggunakan metode sosiologi peneliti dapat melacak konteks perubahan masyarakat, fenomena sosial dan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat yang terefleksikan dalam suatu karya seni atau kebudayaan.21 Selain itu, peneliti juga menggunakan metode antropologi untuk mengamati kedudukan perempuan terhadap perkembangan
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang Budaya, 1999), 13. 21 R.M. Soedarsono, Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa (Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2001), 5. 20
20
tenun Mbojo. Menurut Ihromi, antropologi digunakan untuk menggambarkan kebudayaan-kebudayaan secara tepat dan benar dengan hidup di tengah-tengah masyarakat yang ditelitinya. Metode ini menggunakan pendekatan etnografi, yang mana peneliti ikut ambil bagian dalam kejadian penting dari masyarakat yang bersangkutan. Secara cermat peneliti juga dapat mengajukan pertanyaan kepada wakil penduduk asli atau pribumi mengenai kebiasaan dan adat istiadat masyarakat.22 Pendekatan multidisiplin jelas sangat dimungkinkan, bahkan sangat dianjurkan,23 karena dapat mempermudah peneliti pada saat mengumpulkan data sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Untuk dapat mengupas hal-hal tersebut dibutuhkan data kualitatif sebagai berikut.
1. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Mbojo (Bima), Nusa Tenggara Barat di Kelurahan Raba Dompu, Kecamatan Raba, Bima, Nusa Tenggara Barat, karena di kelurahan ini terdapat sekitar 30 sentra kerajinan tenun dan terdapat sekitar 500 penenun perempuan.
T.O Ihromi, Pokok-Pokok Antropologi Budaya (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987) 50. 23 R.M. Soedarsono, 2001, 194. 22
21
2. Batasan Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah narasumber, para ahli sejarah tenun Mbojo, para perajin tenun, para pengusaha tenun dalam ruang lingkup wilayah Mbojo, Nusa Tenggara Barat. Objek penelitian mencakup produk-produk tenun Mbojo, pemikiran atau gagasan para perajin dan pengusaha tenun Mbojo, kebijakan maupun
kondisi
sosial,
budaya,
ekonomi,
politik
yang
mempengaruhi, dan hasil eksplorasi berbagai informan yang memiliki keterangan terkait topik penelitian.
3. Spasial dan Temporal Penelitian Pembatasan penelitian diperlukan agar tercapai penelitian yang mendalam, baik secara spasial maupun temporalnya. Batasan spasial penelitian ini adalah dua jenis tenun Mbojo yaitu tenun tembe nggoli dan tembe songke wilayah Mbojo, Nusa Tenggara Barat. Batasan temporal penelitian adalah tahun 2008-2015, yang berarti dokumen atau arsip yang berkaitan dengan tenun Mbojo dan produk-produk tenun pada rentan tahun tersebut yang dijadikan sebagai bahan dan data penelitian. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pada tahun 2008 dikeluarkan peraturan daerah tentang perkoperasian sehingga munculah sebuah Koperasi Wanita yang menunjang semua kegiatan industri dan pembuatan tenun Mbojo, Nusa Tenggara Barat. Dengan adanya koperasi wanita
22
tersebut, peneliti dapat mengetahui sejauh mana posisi dan peranan wanita dalam struktur sosialnya dengan melihat posisi perempuan perajin tenun dalam pembagian kerja dan sepak terjangnya dalam koperasi wanita. Bahan yang digunakan adalah dokumen, arsip dan artefak yang ada dalam rentang waktu sebelum tahun 2008.
4. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan, digunakan teknik pengumpulan data kualitatif sebagai berikut: a. Sumber Tertulis Sumber tertulis berupa buku, artikel, tesis, disertasi, surat kabar, majalah, katalog, kamus, ensiklopedi nasional, arsip daerah makalah seminar, data dari situs internet, dan beberapa penulisan ilmiah. Dengan adanya sumber tertulis tersebut diperoleh data lebih awal terkait dengan obyek penelitian. b. Sumber Lisan Sumber lisan berupa wawancara atau tanya jawab dan bertatap muka langsung antara pewawancara dengan responden atau informan dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara) atau wawancara tanpa panduan. 24
24
M. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989), 234.
23
Penelitian dilakukan dengan cara peneliti terjun langsung dan mendatangi pemilik home industry (industri rumah tangga) dan perusahaan tenun, para perajin, pedagang, pegawai pemerintahan di beberapa kelurahan dalam lingkup wilayah Mbojo. Dengan menggunakan alat bantu berupa buku, alat tulis, kamera, dan alat perekam suara. c. Sumber Artefak Sumber artefak dapat berupa dokumen karya, ruang pamer perajin, koleksi museum daerah, bengkel kerja perajin, dan karyakarya koleksi perajin sebagai data primer.
5. Analisis Data Model analisis data dalam penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Artinya, data yang diperoleh selama penelitian dilaporkan
berdasarkan
analisis
secara
kritis
untuk
diinterpretasikan guna mengambil kesimpulan yang dilakukan dengan prinsip induktif. Analisis data secara induktif adalah menganalisis data spesifik dari lapangan menjadi unit-unit kemudian dilanjutkan dengan kategorisasi.25
H. Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1999), 10. 25
24
H.Sistematika Guna
mempermudah
dalam
menyusun
data
hasil
penelitian, maka digunakan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, masing-masing bab dijelaskan secara rinci setiap bagiannya, antara lain dijabarkan secara sistematis sebagai berikut:
BAB I PENGANTAR Pada bagian ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II KONDISI GEOGRAFI, LATAR BELAKANG KEBUDAYAAN, DAN KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT SUKU MBOJO (NUSA TENGGARA BARAT) Pada bab ini berisi tiga bagian yang membahas mengenai kondisi geografi yaitu letak, luas, batas dan iklim wilayah. Selain itu dibahas mengenai latar belakang kebudayaan seperti sejarah ringkas masyarakat Mbojo, hubungan dengan kebudayaan di sekitar Mbojo, jenis-jenis upacara adat sistem religi masyarakat. Bagian terakhir membahas tentang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat suku Mbojo, diantaranya mengenai relasi gender secara budaya dalam masyarakat suku Mbojo.
25
BAB III ESTETIKA BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA TENUN MBOJO Pada bab ini diuraikan tentang estetika tenun Mbojo yang ditinjau dari segi bentuk, fungsi, dan makna yang terkandung dalam tenun Mbojo dalam kaitannya dengan posisi perempuan dalam unsur-unsur estetika tersebut.
BAB IV PERAN PERAJIN PEREMPUAN DALAM PEMBENTUKAN UNSUR ESTETIKA BENTUK, FUNGSI, DAN WARNA SERTA PERKEMBANGAN TENUN MBOJO Pada bab ini dijelaskan tentang perempuan sebagai pelaku utama penggerak mobilitas tenun Mbojo, keterlibatan perempuan dalam proses pembuatan tenun, Interaksi antara para Perempuan Perajin Tenun Mbojo dalam Perkembangan Tenun Mbojo, peran perempuan sebagai perajin tenun antara profesi dan tuntutan ekonomi, interaksi para perajin dan organisasi perempuan serta institusi penunjang perkembangan tenun serta distribusi tenun Mbojo.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab yang terakhir disampaikan kesimpulan penelitian yang telah dilakukan sebagai jawaban atas pertanyaan yang dirumuskan. Bagian akhir dari penulisan ini adalah kepustakaan, glosarium, dan lampiran.