BAB I PENGANTAR 1.1
Latar Belakang
Suku bangsa Minangkabau merupakan salah satu dari sekian banyak kelompok suku yang ada di Indonesia. Suku bangsa ini mendiami pesisir barat bagian tengah Pulau Sumatera yang berada dalam wilayah Propinsi Sumatera Barat dan sebagian kecil propinsi tetangga (Riau dan Jambi). Salah satu ciri yang melekat pada orang dari suku Minangkabau adalah tradisi bepergian meninggalkan kampung halaman dalam jangka waktu yang cukup lama atau populer dengan istilah “merantau”. Menurut Rianty (2004) dalam HUMANIKA 17 Oktober (4): “secara spesifik, merantau sering dianggap sebagai bagian dari kebudayaan sukusuku bangsa di Indonesia walaupun tujuan dan tingkat intensitas merantau antara satu kelompok etnik berbeda dengan kelompok etnik lainnya”. Meskipun terdapat kemiripan namun istilah merantau sangat berbeda dengan migrasi. Menurut Naim (1979:5) “migrasi dikenal sebagai perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain, dekat atau jauh, dengan kemauan sendiri atau tidak, untuk jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa tujuan yang pasti, dengan atau tanpa maksud untuk kembali pulang, melembaga secara sosial dan kultural atau tidak”. Definisi migrasi ini sangat luas dan general sehingga terminologi merantau bisa dikatakan sebagai salah satu dimensi khusus dari migrasi. Kata “merantau” sulit untuk diterjemahkan dalam Bahasa Inggris atau asing lainnya karena ada identitas yang melekat pada arti harfiahnya yakni identitas
1
2
budaya Minangkabau (Naim, 1979:2). Menurut Winstedt (1960) dalam Kamus Bahasa Melayu menyatakan bahwa rantau pada awalnya adalah kata benda yang berarti dataran rendah atau aliran sungai yang biasanya berada di wilayah pesisir. Daerah rantau ini berada di luar daerah inti Minangkabau sehingga masyarakat yang tinggal di luar daerah inti tersebut dinamakan “urang rantau”. Daerah inti Minangkabau yakni tiga bagian daerah dengan nama Luhak Nan Tigo ( tiga Luhak ) yakni Luhak Agam, Luhak 50 Kota, dan Luhak Tanah Datar. Disertasi Mochtar Naim dalam Rianty (2004) menyatakan bahwa merantau merupakan bentuk ritus pendewasaan laki-laki muda Minangkabau dan juga bentuk dari cara mengakomodasi kebutuhan masyarakat Minangkabau untuk berkomunikasi dengan masyarakat lain di luar darek/daerah inti di atas. Disebabkan oleh tradisi merantau yang telah berjalan panjang itu, jumlah orang Minangkabau yang cukup besar juga ditemukan di bahagian-bahagian lain di Indonesia dan di Semenanjung Tanah Melayu (Naim, 1984:14). Seiring berjalannya waktu kategori wilayah rantau semakin luas hingga ke seluruh dunia sehingga makna rantau pun menjadi semakin luas melewati daerah di sekitar daerah inti tersebut di atas. Masyarakat yang berpindah ke suatu daerah meninggalkan daerah asal lebih dari 6 bulan dapat dikatakan melakukan aktivitas merantau. Aktivitas merantau biasa dilakukan oleh satu orang maupun beberapa orang dalam satu kelompok atau satu keluarga dengan berbagai faktor pendorong dan penarik yang pada dasarnya bahwa situasi dan kondisi di daerah asal belum mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Situasi dan kondisi yang dimaksud bisa berupa desakan ekonomi, sosial, politik serta alasan pendidikan yang akan menjadi
3
pembahasan dalam penelitian ini. Termasuk juga didorong oleh keresahan politik di daerah, daya tarik kota serta faktor sosial lainnya. Meskipun dalam alasan yang primordial, faktor ekonomi merupakan faktor yang built in dari semua penyebab faktor pendorong aktivitas merantau tersebut (Naim, 1979:239). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa persoalan ekonomi merupakan muara dari semua faktor yang mendorong manusia untuk merantau. Merantau karena faktor pendidikan umumnya dilakukan oleh pemuda dalam usia pendidikan. Istilah pemuda jika merujuk pada Undang-Undang No 40 tahun 2009 Tentang Kepemudaan dijelaskan bahwa pemuda merupakan warga negara yang memasuki periode penting masa pertumbuhan dan perkembangan yang digolongkan dalam kelompok umur 16-30 tahun. Pemuda pada usia ini umumnya menyandang status sebagai pelajar atau berada pada usia penting pendidikan. Saat pemuda berusia 17-19 tahun ditandai dengan kelulusan dari Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang sederajat dimana pada tahap selanjutnya akan menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Kebutuhan untuk menimba ilmu pengetahuan sejalan dengan falsafah adat Minangkabau alam takambang jadi guru, yang bermakna bahwa ilmu pengetahuan bertebaran dimuka bumi sehingga alam Minangkabau belum cukup untuk memberi ilmu pengetahuan tersebut. Selain itu, seorang pemuda yang belum melakukan aktivitas merantau dianggap belum berguna bagi kampung halamannya seperti pepatah berikut ini: Karatau madang di hulu Babuah babungo balun Marantau bujang daulu Dikampuang paguno balun
4
Artinya: Pemuda/bujang harus merantau terlebih dahulu agar dapat bermanfaat ditengah masyarakat nantinya. Tradisi yang telah berlangsung secara turun temurun ini mendorong pemuda Minangkabau merantau untuk melanjutkan pendidikan sekaligus menambah pengalaman. Ditambah lagi bahwa ternyata fasilitas pendidikan dan kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi di Sumatera Barat masih minim sehingga mendorong pemuda untuk melakukan mobilitas dan merantau ke daerah lain yang sarana pendidikannya lebih lengkap dan memberi kesempatan untuk melanjutkan studi sesuai dengan keinginan dan harapan pemuda dan keluarga. Terdapat beberapa alasan merantau dengan latar belakang pendidikan yaitu: untuk melanjutkan studi, menambah ilmu pengetahuan, mencari pengalaman, mencari kepandaian/ keterampilan, meluaskan pandangan, serta kurangnya fasilitas pendidikan di kampung halaman. (Naim, 1979:249). Banyak pemuda yang menempuh pendidikan tinggi sampai dengan bekerja tetap di kota-kota besar di luar propinsi Sumatera Barat salah satunya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). DIY atau Yogyakarta merupakan daerah tujuan utama pendidikan di Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2010 menyatakan bahwa Yogyakarta merupakan daerah dengan daya tarik tertinggi untuk alasan pendidikan bagi perantau/migran (sumber: bps.go.id). Tidak mengherankan jika jumlah perantau Minangkabau dalam hal ini propinsi Sumatera Barat yang berada di Yogyakarta angkanya cukup besar meski bersifat fluktuatif karena setiap tahun ajaran baru selalu datang mahasiswa baru dan sebagian mahasiswa juga sudah menyelesaikan studinya di beberapa kampus di Yogyakarta. Meskipun belum ada data empirik yang mengkalkulasi jumlah mahasiswa asal Sumatera Barat, namun
5
keberadaan mereka dapat dilihat dari beberapa komunitas dan organisasi yang bercorak kedaerahan yang ada di Yogyakarta seperti yayasan Baringin, komunitas Baringin Mudo, Asrama Merapi-Singgalang, Bundo Kanduang, Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah (IKPMD) Sumatera Barat, Forkomi UGM, dan beberapa komunitas daerah-daerah kecil. Masa studi di perguruan tinggi mengharuskan para pemuda dengan status mahasiswa untuk menetap beberapa tahun di tanah rantau Yogyakarta misalnya untuk mendapatkan gelar sarjana setidaknya dibutuhkan waktu minimal 3,5 tahun. Meskipun dalam suatu waktu mahasiswa daerah ini memiliki kesempatan untuk balik ke kampung halaman terutama saat libur semesteran atau Lebaran Idul Fitri, namun kegiatan tersebut waktunya sangat singkat biasanya kisaran satu minggu hingga maksimal satu bulan saja. Terhadap mahasiswa yang sudah menyelesaikan studi, dari penelusuran peneliti umumnya sangat sedikit yang balik ke kampung halaman. Berbekal ilmu yang didapat dari perguruan tinggi para pemuda dengan status alumni ini justru melirik lowongan pekerjaan di kota-kota besar seperti Jakarta dan kota besar lainnya. Wilayah perkotaan yang menyediakan banyak lapangan kerja menjadi pemicu pemuda rantau untuk melanjutkan aktivitas merantau-nya. Dalam jangka waktu yang lama tersebut para mahasiswa akan berada jauh dari pengawasan orang tua dan dihadapkan dengan kondisi lingkungan sosial yang berbeda dan serba baru. Perilaku sehari-hari yang biasa dekat dengan pengawasan orang tua dan berada dalam lingkungan yang homogen sejak lahir akan cenderung berbeda dengan perilaku dan kepribadian seseorang yang berada jauh dari orang tua
6
atau keluarga serta berada dalam lingkungan yang baru. Salah satu aspek yang sangat berpengaruh yaitu pola pengembangan diri pemuda. Selain karena alasan di atas, penelitian ini menjadi penting untuk dianalisis karena peneliti mengambil populasi kaum perempuan dimana sejatinya dari aspek kultural perempuan Minangkabau diharapkan tidak meninggalkan kampung halaman atau berada jauh dari lingkungan keluarga atau kaum sepersukuannya karena fungsi dan keberadaan perempuan sangat penting dalam keluarga salah satunya menjaga harta (harto pusako). Dalam sistem keturunan yang matrilineal dimana garis keturunan ditarik dari ibu sehingga keberadaan perempuan di tengah keluarga juga berperan signifikan menjaga keturunan sepersukuan agar tidak punah. Adat Istiadat Minangkabau secara implisit sangat melarang kaum perempuan untuk menikah dengan orang selain dari Minangkabau dengan berbagai macam sebab sehingga salah satu cara untuk mencegah hal itu terjadi adalah dengan melarang kaum perempuan yang belum menikah untuk merantau ke luar daerah Minangkabau yakni Provinsi Sumatera Barat. Namun kenyataannya dapat dilihat bahwa arus modernisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan telah mengubah cara pandang sebagian perempuan dimana mereka berasumsi bahwa perempuan Minang tidak harus selalu berposisi sebagai perempuan Minang yang berkiprah dalam urusan rumah tangga tetapi mereka juga bisa dan sanggup merantau ke daerah lain layaknya seorang laki-laki. Cara pandang seperti ini terus menerus berkembang sehingga tradisi tersebut dianggap tidak sesuai dengan zamannya sehingga kaum perempuan semakin berani untuk merantau.
7
Pemuda yang berada di perantauan dituntut untuk hidup mandiri di segala hal termasuk dalam hal pengembangan diri yang tercermin dari perilaku sehari-hari. Perilaku yang timbul akan membentuk kepribadian. Soedarsono (1997) dalam bukunya Ketahanan Pribadi dan Ketahanan Keluarga Sebagai Tumpuan Ketahanan Nasional menyatakan bahwa “kepribadian merupakan sebuah tahapan dalam pengembangan diri manusia sebagai pribadi yang sedemikian rupa sehingga manusia merupakan suatu totalitas yang mantap dan harmonis”. Pengembangan diri lazim disebut sebagai aktualisasi diri dan dari proses aktualiasi diri pada gilirannya akan berimplikasi terhadap kondisi ketahanan pribadi pemuda. Jika pemuda mampu mengaktualisasikan dirinya dalam perilaku sehari-hari, maka hal tersebut juga menunjang penguatan ketahanan pribadinya. Sebaliknya jika pemuda tidak mampu mengaktualisasikan dirinya dalam lingkungan pergaulan maka itu berakibat pada lemahnya ketahanan pribadi pemuda tersebut. Pengembangan dan penguatan ketahanan pribadi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai keyakinan/agama, nilai edukasi baik formal maupun non formal. Seorang pemuda rantau umumnya sudah dibekali dengan keyakinan dan prinsip hidup yang berasal dari agama yang dipeluk, namun kondisi ketahanan pribadinya tetap akan dipengaruhi oleh nilai edukasi formal yaitu pendidikan di perguruan tinggi serta nilai edukasi non formal yakni pola pergaulan dengan lingkungan yang menjadi bahasan dalam penelitian ini. Berpijak pada beberapa alasan di atas peneliti menyatakan bahwa permasalahan ini sangat layak untuk dianalisis dan menjadi topik sebuah penelitian.
8
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana dinamika aktualisasi diri pemuda rantau di asrama putri Bundo Kanduang Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Bagaimana implikasi aktualisasi diri pemuda rantau terhadap ketahanan pribadi mahasiswa di asrama putri Bundo Kanduang Daerah Istimewa Yogyakarta? 1.3
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dinamika aktualisasi diri pemuda rantau di asrama putri Bundo Kanduang Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui implikasi aktualisasi diri pemuda rantau terhadap ketahanan pribadi mahasiswa di asrama putri Bundo Kanduang Daerah Istimewa Yogyakarta 1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan serta bermanfaat bagi pembangunan bangsa secara keseluruhan terutama bagi generasi muda. Peneliti memilah manfaat penelitian ini menjadi dua aspek yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1.4.1
Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
terhadap kajian ilmu pengetahuan. Seyogyanya akan lahir kajian lanjutan mengenai pola pengembangan diri para pemuda yang berada di perantauan dan jauh dari
9
pengawasan orang tua. Seperti dua mata pisau, di satu sisi terdapat nilai positifnya yaitu pemuda dituntut untuk hidup mandiri dan mengaktualisasikan diri dengan kondisi lingkungan di perantauan. Namun di sisi lain, lingkungan yang serba baru menyebabkan pemuda perantau rentan untuk dipengaruhi oleh lingkungan sekitar tempat bergaul. Dua dampak yang sangat bertolak belakang ini menarik untuk dibahas dalam bentuk penelitian kedepannya. 1.4.2
Manfaat Praktis Dalam tataran praktis, penelitian ini diharapkan memberi sumbangan
gagasan bagi para orang tua, masyarakat, dan pemerintah pada umumnya. Terhadap orang tua seyogyanya senantiasa mengawasi dan memantau putra-putri mereka meskipun berada jauh secara fisik. Memantau dalam artian memberi keleluasaan pemuda untuk mengeksplorasi dirinya dan tidak cenderung mengekang namun tetap dalam pengawasan. Sementara bagi pemerintah diharapkan memberi ruang positif bagi pemuda untuk berkarya dan mengembangkan ide pemikiran sebagai bagian dari aktualisasi diri. 1.5
Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran peneliti menemukan beberapa riset dan penelitian terkait proses aktualisasi diri, aspek pemuda rantau, dan ketahanan pribadi. Penelitian yang dilakukan oleh Mustofa Ashori Lidinillah (2000) berjudul “Pemikiran Muhammad Iqbal Tentang Agama dan Relevansinya bagi Upaya Aktualisasi Diri”. Muhammad Iqbal merupakan salah satu pembaharu pemikiran Islam di dunia yang berasal dari India. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk
10
mengungkap konsep filsafat Iqbal tentang agama, makna agama dan relevansi agama bagi aktualisasi diri manusia. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa agama merupakan cara untuk meneguhkan keberadaan manusia, membentuk sikap, perilaku, dan meneguhkan eksistensi manusia. Oleh karena itu agama menjadi prasyarat bagi proses aktualisasi diri. Manusia tidak dapat mengaktualisasikan potensi-potensi dirinya tanpa agama. Penelitian ini memposisikan aktualisasi diri sebagai relevansi dari keberadaan manusia yang beragama. Berbeda dengan penelitian yang saat ini dilakukan yang menganalisis aktualisasi diri manusia. Penelitian terkait dengan konsep aktualisasi diri lainnya ditulis oleh Ulfiani Rahman (2002) yang berjudul “Aktualisasi Diri, Keikutsertaan dalam Kegiatan Pers Mahasiswa dan Kepercayaan diri”. Penelitian ini memiliki 3 tujuan yaitu untuk mengetahui perbedaan aktualisasi diri antara mahasiswa yang ikut dengan yang tidak ikut kegiatan pers, untuk mengetahui hubungan antara aktualisasi diri dengan kepercayaan diri, dan untuk mengetahui perbedaan kepercayaan diri mahasiswa yang ikut dan tidak ikut dengan kegiatan pers. Jenis penelitian kuantitatif ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan aktualisasi diri antara mahasiswa yang ikut dan tidak ikut kegiatan pers mahasiswa. Kemudian antara aktualisasi diri dan kepercayaan diri memiliki hubungan yang positif. Selain itu kepercayaan diri mahasiswa yang ikut kegiatan pers memiliki perbedaan dengan kepercayan diri mahasiswa yang tidak ikut kegiatan pers. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saat ini peneliti lakukan adalah jenis penelitiannya yang merupakan studi komparasi antara mahasiswa yang ikut serta dan tidak ikut serta kegiatan pers.
11
Sementara penelitian ini merupakan studi analisis dinamika aktualisasi diri mahasiswa yang berada di rantau. Penelitian yang ditulis oleh Ismail (2005) berjudul “Hubungan Antara Harga Diri dan Aktualisasi Diri Dengan Partisipasi Mahasiswa Dalam Gerakan Sosial”. Penelitian tersebut untuk mengetahui hubungan antara harga diri dan aktualisasi diri dengan tingkat partisipasi mahasiswa dalam gerakan sosial peserta demontrasi. Hasil penelitian kuantitatif ini menyatakan bahwa terdapat korelasi antara harga diri dengan partisipasi mahasiswa dalam gerakan sosial dimana jika harga diri mahasiswa semakin tinggi maka partisipasi dalam demonstrasinya juga tinggi. Di sisi lain aktualisasi diri mahasiswa tidak berkorelasi signifikan dengan partisipasi mahasiswa dalam gerakan sosial peserta demontrasi. Meski terdapat kesamaan obyek penelitian dan teori yang digunakan, namun penelitian ini merupakan studi analisis korelasi sementara peneliti menggunakan studi analisis deskripsi. Penelitian yang dilakukan oleh M. Rozi Keevanza Nasution tahun 2015 berjudul "Pemahaman Nilai Bela Negara Pada Generasi Muda Serta Implikasinya terhadap Ketahanan Pribadi dan Ketahanan Sekolah". Penelitian tersebut untuk mengetahui tingkat pemahaman generasi muda sebagai warga negara tentang nilainilai bela negara serta implikasi dari pemahaman tersebut terhadap ketahanan pribadi dan ketahanan sekolah. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pemahaman bela negara pada generasi muda belum mantap karena masuknya budaya asing yang tidak dapat dibendung. Kondisi pemahaman nilai bela negara generasi muda ini memiliki implikasi yang searah dengan ketahanan pribadi siswa.
12
Perbedaan penelitian ini terletak pada materi kajiannya yang menganalisis tentang pemahaman nilai-nilai bela negara dikalangan siswa sementara peneliti menganalisis tentang aktualisasi diri mahasiswa. Peneliti menemukan penelitian tentang mahasiswa rantau yang dilihat dari sisi pemahaman tentang wawasan kebangsaan dan implikasinya terhadap ketahanan pribadi. Penelitian yang dilakukan oleh Mardhatilla Suyuthie tahun 2015 berjudul "Pemahaman Wawasan Kebangsaan Pada Mahasiswa Anggota Organisasi Kedaerahan dan Implikasinya terhadap Ketahanan Pribadi" dengan melakukan studi pada Ikatan Pelajar Mahasiswa Daerah (IKPMD) Bengkulu di Yogyakarta. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa pemahaman wawasan kebangsaan para mahasiswa di IKPMD Bengkulu tergolong pragmatis karena tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pemahaman wawasan kebangsaan seperti ini tidak berimplikasi terhadap ketahanan pribadi mahasiswa yang bersangkutan. Meskipun memiliki obyek penelitian yang sama yaitu mahasiswa daerah namun berbeda dari segi kajiannya dimana peneliti mengkaji proses aktualisasi diri dari mahasiswa daerah itu sendiri dalam hal ini mahasiswa rantau asal Sumatera Barat. Penelitian selanjutnya berjudul "Peran OSIS Dalam Pengembangan Kepemimpinan dan Patriotisme Serta Implikasinya terhadap Ketahanan Pribadi" yang ditulis oleh Anivia Ardianti tahun 2015. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui peran OSIS dalam pengembangan kepemimpinan dan patriotisme serta implikasi dari pengembangan kepemimpinan dan patriotisme tersebut terhadap ketahanan pribadi siswa. Dari penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa
13
OSIS sangat berperan dalam mengembangkan kepemimpinan dan patriotisme di sekolah yang diaplikasikan melalui berbagai macam kegiatan intra sekolah seperti masa orientasi siswa dan kompetisi ilmiah antar siswa. Peran aktif OSIS ini berimplikasi pada ketahanan pribadi para siswa. Para siswa lebih mandiri, berkerjasama,
mampu
membangun
kebersamaan
serta
mengembangkan
kepribadian yang positif dalam lingkungan sosial. Perbedaan penelitian ini terletak pada materi kajiannya dimana peneliti mengkaji proses aktualisasi diri mahasiswa sementara penelitian diatas mengkaji tentang peran OSIS dalam pengembangan kepemimpinan dan patriotisme. Penelitian selanjutnya terkait dengan ketahanan pribadi ditulis oleh Zul Fadhli Sulthani (2015) yang berjudul "Peran Resimen Mahasiswa Dalam Membentuk Kepribadian Mahasiswa dan Implikasinya terhadap Ketahanan Pribadi" dengan melakukan studi pada Resimen Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui peran Resimen Mahasiswa UAD dalam membentuk kepribadian mahasiswa serta implikasi dari peran tersebut dalam mewujudkan ketahanan pribadi mahasiswa UAD. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa Resimen Mahasiswa UAD sangat berperan dalam membentuk kepribadian mahasiswa melalui beberapa tahapan yaitu sikap disiplin, penanaman sikap jujur dan tanggung jawab, penanaman sikap berani tampil dan tangkas, serta konsep kekeluargaan. Tahapantahapan tersebut berimplikasi terhadap proses pembentukan kepribadian mahasiswa UAD. Senada dengan temuan penelitian sebelumnya bahwa penelitian ini juga sangat berbeda dengan yang dilakukan sekarang dari segi materi kajiannya.
14
Mengacu pada 6 penelitian yang peneliti temukan terkait dengan konsep aktualisasi diri pemuda dan ketahanan pribadi, maka dapat dinyatakan bahwa penelitian seperti yang saat ini dilakukan belum pernah dilakukan atau dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Beberapa penelitian di atas hanya memiliki salah satu kesamaan pada salah satu aspek baik objek formal atau objek materialnya. Peneliti tidak menemukan penelitian yang secara rinci dan khusus menganalisis dinamika aktualisasi diri pemuda yang tinggal di rantau dan implikasinya terhadap ketahanan pribadi.
15