BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Adapun upayaupaya yang ditempuh guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat berupa peningkatan
pelayanan,
pemberdayaan,
peran
serta
masyarakat,
serta
peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengamanatkan bahwa perlu diatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Implementasi pelaksanaan Undang-Undang ini berupa sistem keuangan yang mengatur pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antarsusunan pemerintahan Konsekuesi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tersebut memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan dan pembangunan, yang mana salah satunya dalam tata kelola aset daerah/barang milik daerah. Adapun aset daerah
1
didefinisikan sebagai seluruh harta kekayaan milik daerah baik berupa barang berwujud maupun barang tidak berwujud. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, negara dibagi atas provinsi, dan provinsi dibagi dalam kabupaten dan kota. Setiap daerah memiliki hak dan kewajiban dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya. Sedangkan pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, dan/atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Selain itu, UUD 1945 juga mengamanatkan adanya hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Untuk melaksanakan hal ini, ditetapkan UndangUndang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Pada era otonomi daerah, pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satu sumber penerimaan daerah di Kota Banjarmasin adalah dari sektor pengelolaan pasar yang harus digali secara maksimal oleh Dinas
2
Pengelolaan Pasar Kota Banjarmasin. Di samping melakukan penggalian PAD, Dinas Pengelolaan Pasar Kota Banjarmasin juga harus melakukan pengelolaan bangunan pasar serta fasilitas-fasilitas yang berada di pasar dan lingkungannya. Adapun Sumber-sumber PAD Kota Banjarmasin berdasarkan penjelasan pasal 285 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terdiri dari: (1) hasil pajak daerah, (2) hasil retribusi daerah, (3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan (4) lain-lain PAD yang sah. Dalam perkembangan kurun waktu tahun 2010–2014 dengan komposisi dan persentase PAD dilihat pada Tabel 1.1, Tabel 1.2, Tabel 1.3, Tabel 1.4 dan 1.5 berikut.
Komponen
Tabel 1.1 Komposisi Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Banjarmasin Tahun 2010—2014 Realisasi Penerimaan (Dalam Rp)
2010 2011 2012 Pajak 42.962.621 73.061.359 89.610.952 Daerah Retribusi 18.207.136 21.135.402 25.205.297 Daerah Laba 9.248.345 10.412.552 7.030.710 BUMD Lain-lain 10.092.545 13.945.669 16.239.162 PAD Total PAD 80.510.647 118.554.982 138.086.121 Sumber : BPKAD Kota Banjarmasin, 2014 (diolah)
No
2013
2014
111.508.976
134.413.963
25.634.426
34.212.007
8.289.071
12.956.529
21.881.289
34.845.193
167.313.726
216.427.692
Tabel 1.2 Komposisi dan Persentase Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Banjarmasin Tahun 2010—2011 Realisasi Penerimaan (Dalam Rp) Komponen 2010 2011
%
1
Pajak Daerah
42.962.621
73.061.359
70,06
2
Retribusi Daerah
18.207.136
21.135.402
16,08
3
Laba BUMD
9.248.345
10.412.552
12,59
4
Lain-lain PAD
10.092.545
13.945.669
38,18
Total PAD 80.510.647 Sumber : BPKAD Kota Banjarmasin, 2014 (diolah)
118.554.982
47,25
Tabel 1.3 Komposisi dan Persentase Pendapatan Asli Daerah
3
No
Pemerintah Kota Banjarmasin Tahun 2011—2012 Realisasi Penerimaan Komponen 2011 2012
%
1
Pajak Daerah
73.061.359
89.610.952
22,65
2
Retribusi Daerah
21.135.402
25.205.297
19,26
3
Laba BUMD
10.412.552
7.030.710
(32,48)
4
Lain-lain PAD
13.945.669
16.239.162
16,45
Total PAD 118.554.982 Sumber : BPKAD Kota Banjarmasin, 2014 (diolah)
138.086.121
16,47
No
Tabel 1.4 Komposisi dan Persentase Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Banjarmasin Tahun 2012—2013 Realisasi Penerimaan Komponen 2012 2013
%
1
Pajak Daerah
89.610.952
111.508.976
24,44
2
Retribusi Daerah
25.205.297
25.634.426
1,70
3
Laba BUMD
7.030.710
8.289.071
17,90
4
Lain-lain PAD
16.239.162
21.881.289
34,74
Total PAD 138.086.121 Sumber : BPKAD Kota Banjarmasin, 2014 (diolah)
167.313.762
21,17
No
Tabel 1.5 Komposisi dan Persentase Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Banjarmasin Tahun 2013—2014 Realisasi Penerimaan Komponen 2013 2014
%
1
Pajak Daerah
111.508.976
134.413.963
20,54
2
Retribusi Daerah
25.634.426
34.212.007
33,46
3
Laba BUMD
8.289.071
12.956.529
4
Lain-lain PAD
21.881.289
34.845.193
56,31 59,25
Total PAD 167.313.762 Sumber : BPKAD Kota Banjarmasin, 2014 (diolah)
216.427.692
29,35
Tabel 1.4 memperlihatkan bahwa realisasi penerimaan PAD setiap tahun selalu mengalami peningkatan yang signifikan dan ditunjang dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin kondusif. Sebelum Kota Banjarmasin mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Perwakilan Kalimantan Selatan yaitu pada tahun anggaran 2013, PAD mengalami kenaikan yang signifikan yaitu sebesar Rp29.227.605.000,00 atau sebesar 21,17 persen dibanding tahun sebelumnya.
4
Adapun pada tahun anggaran 2014 setelah Kota Banjarmasin mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Perwakilan Kalimantan Selatan angka kenaikannya hampir mencapai dua kali lipat penerimaan tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp49.113.966.000,00 atau sebesar 29,35 persen. Diharapkan penerimaan PAD Kota Banjarmasin pada tahun selanjunya akan terus mengalami peningkatan. Sektor retribusi daerah yang di dalamnya memuat komponen retribusi pelayanan pasar (sewa toko/kios), di mana sebelum mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPKRI) Perwakilan Kalimantan pada tahun anggaran 2013 hanya mengalami kenaikan sebesar Rp429.129.000,00 atau sebesar 1,70 persen dibandingkan tahun anggaran 2012. Adapun setelah mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan
Pemeriksa
Keuangan
Republik
Indonesia
(BPK-RI)
Perwakilan
Kalimantan pada tahun anggaran 2014, mengalami peningkatan yang pesat dibandingkan tahun 2013 yaitu sebesar Rp8.577.581.000,00 atau sebesar 33,46 persen. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 64 tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah pada Pasal 1 ayat (33) menjelaskan bahwa, aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh. Adapun manfaat dari aset harus dapat dirasakan baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat serta dapat diukur
5
dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Pengelolaan aset daerah merupakan proses manajemen yang perlu dilakukan dalam rangka mengevaluasi pemanfaatan aset daerah melalui penatausahaan, inventarisasi, dan identifikasi. Penilaian aset daerah diperlukan dalam rangka pengelolaan aset daerah yang meliputi untuk keperluan menyusun neraca daerah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan aset/barang milik daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2003 Pasal 2 menyatakan bahwa objek penilaian barang daerah meliputi seluruh barang daerah yang dimiliki/dikuasai oleh pemerintah daerah dan mempunyai nilai ekonomis. Penilaian tersebut ditujukan untuk menentukan estimasi dan memprediksi nilai dari suatu barang dengan tujuan mendapatkan perkiraan nilainya seperti: tanah, bangunan, kendaraan, mesin, peralatan, dan inventaris lainnya. Dengan
melakukan
penilaian,
daerah
mempunyai
database
atas
aset
(harta/kekayaan) yang dapat digunakan sebagai informasi bagi pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan, guna pengelolaan aset di masa akan datang secara optimal, efisien dan efektif. Dalam rangka meningkatkan penerimaan daerah, maka nilai sewa atas aset daerah harus dioptimalkan, untuk itu penentuan estimasi nilai sewanya harus mendekati atau mencerminkan nilai pasar, sehingga pemanfaatanya dapat memberikan kontribusi bagi penerimaan daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Pasal 1 mendefinisikan aset daerah/barang milik daerah sebagai semua
6
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Dalam Peraturan Pemerintah ini juga dijelaskan bahwa bentuk pemanfaatan barang milik negara oleh pihak lain yang diatur adalah berupa sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah, bangun serah guna, dan kerjasama penyediaan infrastruktur. Pengertian tentang bentuk-bentuk kerjasama yang dimaksud adalah sebagai berikut 1. Sewa adalah pemanfaatan barang milik negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan uang tunai. 2. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan barang antar pemerintah Pusat dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir akan dikembalikan kepada pihak pengelola. 3. Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dana sumber pendapatan lainnya. 4. Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan atau/ sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. 5. Bangun serah guna adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah
7
berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. 6. Kerja sama penyediaan infrastruktur adalah kerja sama antara pemerintah dan badan usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Saat ini toko/ kios yang disediakan di Pasar Pekauman berjumlah 243 buah dalam kondisi fisik bangunan yang baru dibangun yaitu pada tahun 2014 dengan ukuran 1 buah toko sebesar 2 x 1,5 x 2 atau 6 meter kubik yang disewakan atau digunakan pedagang untuk berjualan dengan kisaran tarif sewa atau retribusi pasar sebesar Rp540.000,00 per toko/kios setiap tahunnya atau Rp45.000,00 per meter kubik per bulan. Sementara itu, bila dibandingkan dengan tarif sewa pada toko/kios dengan ukuran serupa yang berada di sekitaran lokasi Pasar Pekauman yaitu pada sewa toko/kios komplek Perguruan Muhammadiyah Kelayan Barat yang dibangun pada tahun 2011 sebesar Rp9.000.000,00 per toko/kios setiap tahun atau Rp750.000,00 per meter persegi per bulan. Tarif sewa pada Pasar Pekauman masih berada di bawah sewa pasar properti toko/kios dimaksud. Retribusi pelayanan pasar adalah salah satu sumber penerimaan daerah dalam mendukung PAD Kota Banjarmasin. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian realisasi pendapatan dalam setiap tahun anggaran yang hampir selalu mencapai target yang ditetapkan dengan rata-rata perkembangan per tahun anggaran mencapai 128,50 persen, sedangkan pertumbuhannya mencapai rata-rata 14,81
8
persen. Perkembangan maupun pertumbuhannya dapat dilihat pada Tabel 1.6. Tabel 1.6 Perkembangan dan Pertumbuhan Penerimaan Retribusi Pelayanan Pasar Kota Banjarmasin Tahun 2010—2014 Perkembangan
Pertumbuhan
No
Tahun Anggaran
Target
Realisasi
%
1
2010
1.373.000
1.363.493
99,31
-
-
2
2011
1.966.100
1.849.609
94,08
486.116
35,65
3
2012
2.616.100
2.820.859
107,83
971.250
52,51
4
2013
1.411.100
3.484.463
246,93
663.603
23,52
5
2014
2.302.211
2.172.404
94,36
(1.312.059)
(37,65)
Rata-rata Sumber : BPKAD Kota Banjarmasin, 2014 (diolah)
Rp
128,50
%
14,81
Tabel 1.7 Persentase Perkembangan Penerimaan Retribusi Pelayanan Pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Banjarmasin Tahun 2010—2014 Perkembangan Kontribusi No
Tahun Anggaran
1 2
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Penerimaan Retribusi Pelayanan Pasar
%
2010
80.510.647
1.363.493
1,69
2011
118.554.982
1.849.609
1,56
3
2012
138.086.121
2.820.859
2,04
4
2013
167.313.762
3.484.463
2,08
2.172.404
1,00
216.427.692 5 2014 Sumber : BPKAD Kota Banjarmasin, 2014 (diolah)
Dengan melihat realisasi penerimaan Retribusi Pelayanan Pasar dibandingkan realisasi PAD setiap tahun yang berkisar diantara 1 persen sampai dengan 2 persen, maka masih sangat kecil jumlah kontribusi yang disumbangkan terhadap PAD. Apabila dilihat dari luas, lokasi aset yang berada di daerah strategis, dan potensi yang dimiliki, semestinya penerimaan daerah dapat ditingkatkan lagi, jika penentuan nilai sewanya berdasarkan nilai pasar aset dan nilai sewa pasar.
9
Melihat kondisi tersebut, pemanfaatan aset daerah yang dilakukan oleh Dinas Pengelolaan Pasar dapat dikategorikan masih rendah, karena nilai sewanya tidak mencerminkan nilai aset yang sesungguhnya. Pemerintah daerah dapat meningkatkan penerimaan daerah yang bersumber dari pengevaluasian nilai sewa aset daerah di masa akan datang, dengan cara melakukan penilaian aset daerah, sehingga dapat diketahui nilai aset yang sesungguhnya (market value).
1.2 Keaslian Penelitian P e n eliti a n tel a h
te n t a n g
b a n y a k
p e n d e k a t a n b e r b e d a te r te n t u d a r i
estim a s i dil a k u k a n
d a n se r t a
y a n g
nil ai
pe n eliti a n
m e n g u r a i k a n te n t a n g estim a s i
d e n g a n
m e t o d e
ya n g
be r b a g a i
ses u a i
asu m s i
d e n g a n
te rseb u t. be b e r a p a
se w a
t u j u a n
T a b e l
1. 4
pe n eliti a n
n il ai se w a. Tabel 1.8
Berbagai PenelitianTentang Estimasi Nilai Sewa No 1.
Nama Peneliti
Alat Analisis
Hasil Penelitian
Rianto dan Jaya 1. Pendekatan perbandingan 1. Estimasi nilai tanah dan penjualan. nilai sewa selama ini oleh (2000) 2. Pendekatan biaya. Pemerintah Daerah 3. Pendekatan pendapatan. Istimewa Yogyakarta telah menerapkan tingkat sewa sesuai dengan harga pasar yang berlaku. 2. Bila Pemerintah Daerah Yogyakarta menghendaki peningkatan terhadap nilai sewa, disarankan untuk menghitung ulang, karena
10
2.
Wilmath (2003)
1. Pendekatan perbandingan penjualan. 2. Pendekatan biaya. 3. Pendekatan pendapatan
Tabel 1.4 Lanjutan
harga selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Dari ketiga pendekatan penilaian yang digunakan tersebut yang paling sesuai utk fasilitas olah raga (asset khusus) adalah pendekatan biaya (cost approach), karena tersedia data dan tindakan partisipan
3.
Sakeh (2005)
1. Pendekatan perbandingan penjualan. 2. Pendekatan biaya. 3. Estimasi nilai sewa. 4. Metode statistik deskriptif.
Berdasarkan estimasi nilai sewa diperoleh nilai sewa pasar rumah di Jl. Cendana, Jl. W.C.H. Oetmatan, Jl. Bil Nope dan Jl. W.Z. Johanes, Jl. Sudirman dan Jl. M. Hatta, Jl. Merpati yg berbeda-beda dan dengan tingkat kapitalisasi yang berbeda juga. Besarnya kontribusi sewa rmh dinas terhadap PAD sebesar 0,62 %
4.
Harto (2006)
1. Pendekatan perbandingan data pasar. 2. Pendekatan biaya. 3. Estimasi nilai sewa. 4. Metode statistik deskriptif.
1. Berdasarkan pendekatan perbandingan data pasar dan pendekatan biaya diperoleh estimasi nilai asset yaitu Rp. 8.264.798.525. 2. Nilai asset tersebut digunakan sebagai dasar penentuan nilai sewa atas pemanfaatan asset daerah kepada pihak ketiga, sedangkan berdasarkan analisis menggunakan tingkat kapitalisasi langsung, maka estimasi nilai sewa tahunan atas asset daerah tersebut sebesar Rp. 588.179.982. estimasi tersebut sesuai dengan nilai pasar wajar dan kondisi setempat pada saat penelitian.
11
5.
Ayodele dan Olawande (2011)
Analisis Regresi
Tabel 1.4 Lanjutan
3. Besarnya kontribusi nilai sewa asset milik pemerintah daerah ketapang terhadap total PAD sebesar 5,51 % Faktor aksesibilitas jaringan jalan sangat berpengaruh pada nilai sewa properti, selain faktor permintaan, faktor penawaran dan faktor lokasi
6.
Murhandjanto (2012)
1. Pendekatan perbandingan data pasar. 2. Pendekatan biaya. 3. Estimasi nilai sewa.
Penetapan harga sewa berdasarkan biaya operasional dan pemeliharaan, dengan pendekatan metoda perbandingan data pasar, berdasarkan ATP dan WTP kelompok sasaran penghuni rusunawa panggungharjo sehingga harga sewa rusunawa panggungharjo ditetapkan dalam interval Rp200.000,00— Rp500.000,00 per bulan utk unit harian
7.
Richmawati (2014)
1. Analisis penggunaan tertinggi dan terbaik. 2. Analisis produktifitas. 3. Analisis pasar. 4. Analisis keuangan.
1. Alternatif penggunaan yang paling optimal terhadap ruang yang disewakan pada GKN Yogyakarta adalah alternatif penggunaan kantor jasa pengiriman. Peruntukan ini memiliki PBP yang lebih pendek dari periode yang disyaratkan, NPV positif, dan IRR lebih besar dari bunga yang disyaratkan. 2. Besaran nilai sewa ruang yang wajar pada GKN Yogyakarta dari alternatif penggunaan kantor jasa pengiriman sebesar Rp70.800,00 per m2/ bulan atau Rp850.000,00
12
per m2/tahun
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sebagai bentuk evaluasi terhadap nilai sewa aset daerah yang termuat dalam Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 13 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Pasar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan data pasar dan pendekatan biaya. Pendekatan data pasar merupakan pendekatan dengan membandingkan tanah Pasar Pekauman dengan 3 pembanding tanah kosong untuk memperoleh indikasi harga tanah per m2. Pendekatan biaya merupakan pendekatan yang menghitung biaya bangun baru (Reproduction Cost New/RCN) untuk 1 buah toko/kios pada Pasar Pekauman Kota Banjarmasin. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah diperlukan evaluasi terhadap Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 13 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Pasar dalam penentuan nilai sewa wajar toko/kios pada Pasar Pekauman dengan menggunakan metode pendekatan data pasar dan pendekatan biaya. Adapun tarif sewa yang berlaku sekarang dapat dilakukan penyesuaian dengan tingkat perkembangan ekonomi Kota Banjarmasin.
1.4 Batasan Masalah Terdapat 2 jenis bangunan yang disewakan di Pasar Pekauman Kota Banjarmasin yaitu los/lapak dan toko/kios. Dalam penelitian ini penulis hanya membatasi penelitian untuk menentukan estimasi nilai sewa aset daerah toko/kios. Teknik
13
yang digunakan untuk mengevaluasi adalah pendekatan data pasar dengan perhitungan estimasi tanah kosong dan pendekatan biaya dengan perhitungan biaya bangun baru toko/kios.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah menganalisis besarnya estimasi nilai sewa aset daerah (toko/kios) pada Pasar Pekauman sesuai dengan nilai pasar (market value) yang mencerminkan harga sewa yang berlaku sekarang. Hasil analisis diharapkan dapat dijadikan bahan acuan dalam penentuan nilai sewa toko/kios sesungguhnya. 1.5.2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Banjarmasin dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan pengelolaan aset daerah (toko/kios) yang memiliki potensi dan nilai ekonomi dalam menentukan nilai sewa aset daerah sesuai dengan nilai pasar dalam upaya mengoptimalkan penerimaan daerah. 2. Membantu Pemerintah Kota Banjarmasin dalam melakukan penentuan tarif/nilai sewa kepada pihak pedagang atas pemanfaatan aset daerah. 3. Sebagai bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut, khususnya bagi Pemerintah Kota Banjarmasin.
1.6 Sistematika Penulisan
14
Penulisan tesis ini dibagi menjadi 5 bab. Bab I Pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori mencakup tinjauan pustaka, landasan teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian. Bab III Metode Penelitian menjelaskan tentang desain penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional, dan metode analisis data. Bab IV Analisis menguraikan tentang deskripsi data dan pembahasan analisis data. Bab V Simpulan dan Saran berupa uraian singkat dari simpulan, implikasi, keterbatasan, dan saran yang diberikan peneliti sesuai hasil penelitian yang telah dilakukan.
15