BAB I PENGANTAR 1.1
Latar Belakang Masalah Esensi sosiologi dari ilmu pengetahuan adalah untuk belajar objektif dari
manusia dalam masyarakat, suatu pembelajaran dari lembaga sosial dan proses sosial (Swingewood, 1972:1). Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan merupakan bagian dari masyarakat dan terikat oleh status sosial tertentu. Sastra merupakan lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium bahasa dan merupakan ciptaan sosial masyarakat (Damono, 1978:1). Masalah yang terdapat di dalam masyarakat kadang membawa pengarang untuk menciptakan karya sastra. Dalam membuat karya sastra, seorang pengarang kadang mengambil latar belakang daerahnya untuk dijadikan latar. Kondisi daerah asal pengarang menjadi ciri khas dalam menciptakan karya sastra. Adanya suatu konflik masyarakat, mampu menghadirkan ketertarikan jika pengarang dapat menyajikan dalam karyanya. Beberapa pengarang menjadikan daerah tempat tinggalnya sebagai latar, salah satunya adalah Oka Rusmini. Novel-novel yang dia buat menggambarkan kondisi Bali serta menceritakan dinamika kehidupan adat dan kasta di Bali. Oka Rusmini merupakan pengarang wanita yang lahir di Bali, pada 11 Juli 1967. Ia telah menulis beberapa karya sastra. Selain berprofesi sebagai penulis, Oka bekerja sebagai wartawan dan redaktur life style di harian Bali Post. Profesi
1
2
wartawan mampu mendukung kariernya dalam menghasilkan banyak karya sastra. Kecerdasannya melihat hal-hal baru di lingkungan sekitar membantu Oka dalam menciptakan karya sastra. Beberapa karya yang telah dihasilkan oleh Oka Rusmini antara lain kumpulan puisi dalam Monolog Pohon terbit pada 1997 dan novelnya, Tarian Bumi, diluncurkan tiga tahun kemudian. Selain itu, karya-karyanya dimuat dalam sejumlah antologi, karya-karyanya yang lain Rindu Anak Mendulang Kasih (1987), Antologi Puisi Wanita Penyair Indonesia, Dunia Ibu: Antologi Cerpen Wanita Cerpenis Indonesia (keduanya dieditori Korrie Layun Rampan), Negeri Bayang-bayang (1996), dan Mimbar Penyair Abad 21. Cerpennya, “Putu Menolong Tuhan”, memenangkan Sayembara Mengarang Cerita Pendek Majalah Femina 1994 (Biodata Sastrawan 1950-1999. www. mizamunir. multiply.com. Diakses pada 7 Juni 2011). Dalam mengerjakan tulisan yang berkaitan tentang kultur masyarakat Bali, ia mengkhususkan tema keluarga griya (tempat tinggal golongan Brahmana) ke dalam berbagai segi, peristiwa, konflik, seluk beluk adat, dan rumitnya kehidupan masyarakat Bali. Sikap kritisnya membuat sisi kehidupan griya yang tersembunyi menjadi telanjang di hadapan pembaca. Oka mengungkapkan bahwa karya yang telah ditulis merupakan suatu perwujudan seorang perempuan Bali. “Persoalan perempuan di Bali adalah persoalan kultur dan agama; dan yang berhak mengungkapnya adalah perempuan Bali,” ungkap Oka (Biodata Sastrawan 19501999. www. mizamunir.multiply.com. Diakses pada 7 Juni 2011).
3
Kehidupan pribadi Oka Rusmini sebagai perempuan berkasta Brahmana agaknya memengaruhi pengambaran tokoh Kenanga dalam novel Kenanga. Menurut Escarpit, (2008: 46) untuk menempatkan pengarang dalam masyarakat, tampaknya hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari keterangan tentang asal-usulnya. Asal-usul pengarang menjadi sangat berpengaruh ketika pengarang juga tinggal di suatu daerah yang dijadikan objek ceritanya. Begitu pula yang terjadi dalam novel-novel ciptaan Oka Rusmini yang sebagian besar karyanya memiliki hubungan dengan kultur Bali. Inspirasi yang diperoleh oleh Oka dituturkan dalam sebuah liputan dan beliau dapatkan dari pengalaman pribadi. Oka Rusmini yang akrab dipanggil Oka memang gemar menulis buku harian. Dia mulai aktif menulis sejak usia remaja, pertama kali dia mulai menulis dalam buku harian. Itu menjadi salah satu permulaan kemunculan karya-karyanya. Kondisi sosial pengarang di dalam masyarakat menarik jika dijadikan suatu objek kajian. Kultur kebudayaan dan keagamaan menjadi faktor utama pada kehidupan masyarakat Bali. Penggolongan status sosial masyarakat di Bali sampai sekarang masih dipertahankan. Penggolongan dari kasta tertinggi sampai pada kasta paling rendah masih jelas kentara. Hal yang paling mudah ditemukan ialah pada pemberian nama. Sistem pemberian nama dalam Kenanga, misalnya Dayu Galuh untuk panggilan kepada perempuan Brahmana. Kenanga merupakan novel yang memusatkan diri pada tokoh utamanya, yaitu wanita Bali. Kedudukan wanita dalam masyarakat dan keluarga menjadi bagian utama dalam novel Kenanga. Wanita dapat dianggap terhormat apabila mematuhi peradatan yang telah ada dari nenek moyang. Wanita yang menolak
4
untuk mematuhi peradatan yang telah diatur secara otomatis akan terkucil dari pergaulan masyarakat. Oka mengambarkan tokoh Kenanga supaya dapat bertahan dalam menghadapi pendapat buruk lingkungan tentang dirinya. Pemilihan novel Kenanga dalam penelitian ini didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, novel Kenanga mampu menggambarkan secara rinci kehidupan sosial masyarakat Bali, seperti lingkungan pergaulan dan ras. Kedua, dalam menyikapi konflik, pengarang memiliki banyak sudut pandang dalam menyikapi permasalahan tata peradatan Bali. Pengarang melakukan penyesuaian terhadap kondisi pribadi tokoh dan kultur daerah mengenai penggambaran kehidupan pengarang yang sangat dominan, seakan-akan mempengaruhi Kenanga, sebagai tokoh perempuan. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Konteks sosial Oka Rusmini dan kondisi sosial budaya yang melatarbelakangi novel Kenanga. 2. Pengaruh kehidupan sosial Oka Rusmini terhadap novel Kenanga. 3. Cerminan kondisi sosial budaya yang digambarkan dalam novel Kenanga dengan keadaan sosial budaya masyarakat ketika karya sastra tersebut diciptakan.
5
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, terdapat tiga tujuan penelitian novel
Kenanga. Pertama, menjelaskan konteks sosial Oka Rusmini dan kondisi sosial budaya yang melatarbelakangi penciptaan novel Kenanga. Kedua, menjelaskan pengaruh kehidupan sosial Oka Rusmini terhadap penciptaan novel Kenanga. Ketiga, menjelaskan cerminan kondisi sosial budaya yang digambarkan dalam novel Kenanga dengan keadaan sosial budaya masyarakat ketika karya sastra tersebut diciptakan. 1.4
Tinjauan Pustaka Novel Kenanga ini pernah dijadikan bahan penelitian, yaitu oleh Sadikan
dengan judul “Novel Kenanga: Suatu Pendekatan Hermeneutik Freudian”. Makalah tersebut dipresentasikan pada seminar internasional dalam rangka Pertemuan Sastrawan Nusantara XII di Surabaya. Dalam mengungkapkan konflik batin yang dialami oleh tokoh utama digunakan pendekatan dengan metode hermeneutik. Keunggulan dari penelitian ini ialah penulis mengungkapkan konflik batin yang dialami oleh Kenanga. Beberapa permasalahan yang terjadi memengaruhi kondisi
batin
Kenanga.
mengelompokkan
Dengan
analisis
permasalahan-permasalahan
struktural, yang
Yuwana
mencoba
dialami
Kenanga.
Permasalahan yang dialami oleh Kenanga terjadi karena konflik batin yang dipicu oleh kebijakan dan ketidakadilan ibu kandungnya, cinta segitiga, kecemasan, dan
6
fobia tokoh utama, dan lain-lain. Hal inilah yang membedakan penelitian di atas dengan skripsi ini. Pada tahun 2009, novel Kenanga juga pernah dijadikan bahan skripsi dengan judul “Ide Emansipasi dalam Novel Kenanga Karya Oka Rusmini: Analisis Kritik Sastra Feminis”. Skripsi ini ditulis oleh Datyuningsih. Skripsi ini lebih mengkaji kritik sastra feminis dan emansipasi wanita, terutama yang dialami Kenanga. Mengenai posisi Kenanga di dalam masyarakat. Sebagai perempuan Brahmana, ada hak-hak yang diterima, tetapi dia juga harus mematuhi aturan yang telah diatur sejak zaman nenek moyang. Pada tahun 2007, Nugroho menulis skripsi yang berjudul “Rekonstruksi Gender dalam Novel Kenanga Karya Oka Rusmini”. Skripsi ini mengungkapkan rekonstruksi gender yang disebabkan adanya konstruksi sosial dan kultural dalam masyarakat. Perubahan zaman menyebabkan konstruksi-konstruksi yang sudah mapan mulai mengalami pergeseran sehingga perlu direkonstruksi kembali. Persoalan gender tidak akan muncul apabila perbedaan itu dapat berjalan selaras sehingga antara laki-laki dan perempuan dapat saling melengkapi. Selain itu, novel Kenanga juga pernah dijadikan bahan tesis yang menggunakan teori psikoanalisis Freudian. Tesis tersebut berjudul “Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Kenanga Karya Oka Rusmini: Sebuah Pendekatan Psikoanalisis Freudian”. Tesis ini dibuat oleh Windiyarti tahun 2005, seorang mahasiswi S-2 di Universitas Diponegoro. Windiyarti mengemukakan bahwa konflik batin tokoh utama dalam novel Kenanga merupakan sumber utama dalam
7
penelitian ini. Konflik batin tokoh utama yang dipicu oleh berbagai peristiwa, yaitu kebijakan dan ketidakadilan ibu terhadap dirinya, cinta segitiga, pemerkosaan atas dirinya, kehamilan dirinya, munculnya Intan sebagai wang jero (panggilan wanita Sudra yang menikah dengan laki-laki Brahmana) di keluarganya, membuat Kenanga mengalami trauma. Penelitian lain yang berjudul “Perempuan Bali dalam Ikatan Kasta: Analisis Sosiologi terhadap novel Kenanga Karya Oka Rusmini” ditulis oleh Safitri tahun 2009. Dalam penelitiannya dapat disimpulkan bahwa novel Kenanga menggambarkan perempuan Bali dalam ikatan kasta. Dapat ditemukan beberapa gambaran perempuan Bali yang direfleksikan pada novel Kenanga. Pertama, dalam kasta Brahmana ada beberapa bentuk perlawanan perempuan Bali terhadap ikatan kasta. Kedua, perempuan yang menerima hasil dan hidup dalam aturanaturan sesuai dengan ikatan kasta. Hal itu digambarkan dalam tokoh Dayu Galuh dan Kencana yang takut untuk menentang aturan adat yang ada dalam masyarakat. Mereka harus hidup dalam tekanan yang tidak mungkin mereka lepas dari ikatan kasta dan tidak dapat menentukan jalan hidupnya sendiri seperti yang mereka inginkan. Ketiga, keterikatan perempuan Sudra oleh aturan adat, tergambar pada tokoh Jero Kemuning dan Intan. Namun, Jero Kemuning tidak mampu melakukan perlawanan seperti yang dilakukan oleh Intan.
Perbedaan beberapa penelitian di atas dengan penelitian terhadap novel Kenanga dalam skripsi ini terletak pada objek formal yang digunakan. Penelitian pertama dengan menggunakan kritik sastra feminis dengan memanfaatkan
8
pendekatan hermeneutika Freudian. Penelitian kedua menggunakan kritik sastra feminis dengan memanfaatkan ide emansipsi wanita, terutama pada tokoh utama. Penelitian ketiga menggunakan teori kritik sastra feminis untuk meneliti rekonstruksi gender dalam novel Kenanga. Penelitian keempat menggunakan pedekatan psikoanalsis Freudian dengan memanfaatkan konflik batin yang dialami oleh tokoh utama. Penelitian keempat telah menggunakan pendekatan sosiologi sastra, tetapi lebih menyoroti peranan perempuan dalam ikatan kasta. Dari penelusuran tersebut, tampak bahwa kajian yang membahas konflik sosial pengarang yang dibandingkan dengan novel Kenanga belum pernah dilakukan. Pada skripsi-skripsi dan tesis yang ditemukan, tidak ada yang membahas secara khusus tentang kondisi sosial pengarang. Penelitian ini berusaha mengungkapkan permasalahan mengenai pengaruh kehidupan pengarang terhadap karya sastra yang ditulisnya dan hubungan antara permasalahan tersebut jika dihubungkan dengan konteks sosiologi sastra. 1.5
Landasan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian novel Kenanga ini adalah sosiologi
sastra. Adapun analisis novel Kenanga akan dibatasi pada pembahasan tentang pengarang dengan mengetahui kehidupannya di masyarakat, pengaruh pengarang dengan novel Kenanga, dan karya sastra sebagai cermin masyarakat. Pembahasan novel Kenanga dalam penelitian ini membuka hubungan pengarang dengan kondisi sosial masyarakat secara umum dan pengaruh kondisi sosial pengarang terhadap novel Kenanga. Pada dasarnya, sosiologi merupakan
9
suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempelajari perilaku masyarakat; mempelajari kebiasaan dan proses sosial, bagaimana ia bekerja, kenapa berlangsung (Swingewood, 1972:11). Sosiologi juga berusaha untuk mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada (Swingewood, 1972:1). Sosiologi sastra mengalami perpaduan fungsi kerja yaitu untuk mengetahui permasalahan yang dialami oleh pengarang. seorang pengarang haruslah memiliki hubungan yang baik dengan pembaca. Apabila dilihat dari perkembangannya, seorang pembaca akan mempengaruhi sistem publikasi dan penjualan karya sastra (Swingewood, 1972:17). Hal ini merupakan posisi yang baik bagi penulis untuk dapat menjaga keseimbangan situasi sosial dalam membangun kreasi yang positif tetap di jalurnya. Pengarang juga memiliki peran yang cukup penting untuk menjaga latar belakang sejarah sosiologi sastra. (Swingewood, 1972:18). Hal itu dapat dilakukan dengan mempelajari lembagalembaga sosial dalam struktur sosial dan segala permasalahan perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain, kita mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya,
tentang
mekanisme
sosialisasi, yaitu proses pembudayaan yang menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing (Damono, 1978:1). Pendekatan sosiologi sastra diawali dengan pemahaman pembaca tentang hubungan sosiologi dengan sastra dan hubungan masyarakat pengarang dengan dengan tempatnya tinggal. Daerah yang menjadi tempat tinggal pengarang sebagian besar akan mempengaruhi isi karya sastra. Menurut Damono (1978:7),
10
sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah tentang lembaga dan proses sosial. Sosiologi sastra sering kali didefinisikan sebagai salah satu pendekatan dalam kajian sastra yang memahami dan menilai karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (sosial) (Damono, 1979:1). Sesuai dengan namanya, sosiologi sastra memahami karya sastra melalui perpaduan ilmu sastra dengan ilmu sosiologi (interdisipliner). Swingewood dalam The Sosiology of Literature (1972:14) terlebih dulu menjelaskan batasan sosiologi sebagai sebuah ilmu, yaitu batasan sastra, baru kemudian menguraikan persamaan antara sosiologi dan sastra. Dia mengingatkan tentang hubungan antara sosiologi dan sastra bahwa dalam melakukan analisis sosial terhadap karya sastra, kritikus harus berhati-hati untuk mengartikan sastra sebagai cermin masyarakat. Hal ini dapat diketahui bahwa sastra merepresentasikan kenyataan dan emosi yang dapat diketahui. Terminologi kecil dari Stendal yang mengatakan bahwa sastra merupakan cermin atau alat yang dapat dibawa kemanapun dan sesuai untuk merefleksikan segala aspek dari hidup dan sifat dasarnya. Genre sastra yang dominan dalam industri masyarakat adalah novel yang menampilkan masyarakat dan merepresentasikan kelebihan dari pola pengetahuan tentang hukum dalam masyarakat yang tidak mungkin terelakkan (Swingewood, 1972:32) Pengarang adalah anggota masyarakat yang tentu memiliki hubungan erat dengan masyarakat tempat ia hidup dan menciptakan karya sastra. Sebagai anggota masyarakat, pengarang terikat oleh status sosial tertentu (Damono, 1978:2). Seorang pengarang yang besar tentu tidak sekadar menggambarkan dunia
11
sosial secara mentah. Dia memainkan tokoh-tokoh ciptaannya dalam suatu situasi rekaan agar mencari nasib mereka sendiri dan menemukan nilai dan makna dalam dunia sosial. Apabila novel mencerminkan struktur sosial, yang didapatkan di dalamnya adalah gambaran masalah masyarakat secara umum. Dari sudut pandang lingkungan tertentu yang terbatas, yang berperan sebagai mikrokosmos sosial antara lain lingkungan bangsawan, borjuis, seniman, intelektual, dan lainlain (Damono, 1978:14-15). Tugas sosiologi sastra ialah menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh khayali dan situasi ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang merupakan asal-usulnya (Damono, 2002:11). Pemahaman tentang asal usul pengarang dapat diperoleh dengan mengetahui konteks sosial pengarang yang berhubungan dengan hubungan timbal balik posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan berkaitan dengan masyarakat pembaca. Faktor-faktor itu dapat mempengaruhi pengarang sebagai perseorangan, di samping mempengaruhi isi karya sastranya. Hal terpenting yang harus diteliti antara lain, (a) bagaimana pengarang mendapatkan mata pencahariannya; apakah ia menerima bantuan dari pengayom (patron), dari masyarakat secara langsung, atau dari kerja rangkap; (b) profesionalisme dalam kepengarangan, sejauh mana pengarang itu menganggap pekerjaannya sebagai suatu profesi; dan (c) masyarakat mana yang dituju oleh pengarang; hubungan antara pengarang dan masyarakat sangat penting sebab sering didapati bahwa macam masyarakat yang dituju itu menentukan bentuk dari isi karya sastra (Damono,
1978:4).
Gambaran
kehidupan
yang
diciptakan
pengarang
12
memvisualisasikan realitas kehidupan pribadinya. Pembaca seakan-akan mampu melihat kehidupan pengarang dalam novel. Sastra sebagai cermin masyarakat mencerminkan keadaan masyarakat. Pengertian cermin dalam istilah ini dianggap tidak jelas. Oleh karena itu, banyak ahli yang salah tafsir dan menyalahgunakannya. Sastra sebagai cermin masyarakat memiliki beberapa pengertian. Pertama, sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat yang ditulis sebab banyak ciri-ciri masyarakat yang ditampilkan dalam karya sastra itu sudah tidak berlaku pada saat ditulis. Kedua, sastra memiliki “sifat lain dari yang lain”. Seorang pengarang sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya. Ketiga, genre sastra sering merupakan sikap sosial seluruh masyarakat. Terakhir, sastra yang berusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat secermatcermatnya mungkin saja tidak bisa dipercaya sebagai cermin masyarakat. Demikian juga sebaliknya, karya yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan masyarakat secara teliti barangkali masih dapat dipergunakan sebagai bahan untuk mengetahui keadaan masyarakat. Pandangan sosial pengarang harus diperhitungkan apabila akan menilai karya sastra sebagai cermin masyarakat (Damono, 1978:4). Sastra juga memiliki fungsi sosial. Pembaca mampu terlibat dalam pernyataan-pernyataan seperti nilai sastra yang berkaitan dengan nilai sosial dan nilai sastra yang dipengaruhi oleh nilai sosial. Dalam hubungan tersebut ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama, sudut pandang ekstrem Kaum Romantik misalnya, menganggap bahwa sastra sama derajatnya dengan karya pendeta atau
13
nabi. Dalam anggapan ini tercakup juga pendirian bahwa sastra harus berfungsi sebagai pembaharu dan perombak. Kedua, dari sudut lain dikatakan bahwa sastra bertugas sebagai penghibur belaka, gagasan “seni untuk seni”, tidak ada bedanya dengan praktik melariskan dagangan untuk mencapai bestseller, dan terakhir ada semacam kompromi dapat dicapai dengan meminjam sebuah slogan klasik: sastra harus mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur (Damono, 1978:4). Pendekatan sosiologi sastra tidak akan terlepas dari pembahasan yang menghubungkan pengarang dengan karya sastra yang diciptakannya. Hal itu dikatakan sebagai kegiatan kreatif seorang pengarang sebagai anggota masyarakat bila ada hubungannya dengan kehidupannya sebagai manusia tindakan (man of action) (Damono, 2002:17). 1.6
Metode Penelitian Dalam menganalisis Kenanga, metode yang digunakan terdiri atas dua
macam, yaitu metode deskriptif dan metode analitis. Metode deskriptif diterapkan dengan cara mendeskripsikan apa yang ada dalam karya sastra, dalam hal ini adalah novel Kenanga. Penggambaran yang dilakukan berkaitan dengan struktur cerita yang terdapat dalam novel. Metode analitis dimulai setelah metode deskriptif telah selesai dilakukan. Dalam menggunakan metode ini, hal yang perlu dilakukan
ialah
penulis
harus
mengetahui
teori
yang
relevan
ketika
mempergunakannya dalam objek penelitian. Konflik sosial dalam penelitian ini tidak hanya dibicarakan dalam lingkup yang terkait dengan novel Kenanga, tetapi dihubungkan dengan kondisi sosial
14
pengarang. Dengan demikian, pembaca dapat memahami karakteristik pengarang yang terdapat dalam penggambaran perempuan Bali pada novel Kenanga. Oleh karena itu, pembahasan terhadap konflik sosial memerlukan referensi yang berkaitan langsung dengan kondisi sosial daerah Bali. Konflik sosial yang terdapat pada penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang bersifat kualitatif. Data yang digunakan pun kemudian menjadi
kualitatif,
misalnya
data-data
yang
mendeskripsikan
kesamaan
pengalaman tokoh dengan pengarang, kondisi sosial dalam novel yang memiliki kesamaan dengan masyarakat Bali dalam realitas sosialnya. Berdasarkan uraian di atas, teknik pengumpulan data serta analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil data informal berupa kata-kata, kalimat yang mengungkapkan kesamaan tokoh dengan pengarang. Data yang berkaitan dengan pengarang diperoleh dari profil dan biodata tentang Oka Rusmini. Data lain yang diperlukan terkait dengan representasi kondisi sosial masyarakat Bali khususnya wanita Bali. Data tersebut kemudian diolah dengan cara. (1) mengidentifikasi kondisi sosial masyarakat Bali, (2) mengidentifikasi konteks sosial pengarang, (3) mengidentifikasi permasalahan-permasalahan dalam novel Kenanga sebagai cerminan masyarakat Bali, dan (4) mengidentifikasi pengaruh kehidupan pengarang dalam novel Kenanga. Analisis tersebut dilakukan dengan membaca dan menentukan data-data yang dibutuhkan menghubungkannya dengan konteks sosial pengarang dan kondisi sosial dalam novel, kemudian memaknainya dengan penafsiran serta teori yang telah ditentukan. Hasil analisis itu kemudian disajikan dalam bentuk deskripsi.
15
Berdasarkan rumusan cara di atas, langkah-langkah penelitian ini disusun sebagai berikut. 1. Menentukan karya yang dijadikan sebagai objek material penelitian, yaitu novel Kenanga. 2. Menentukan masalah pokok dalam penelitian, yaitu mengidentifikasi konteks sosial
Oka
Rusmini
yang
melatarbelakangi
novel
Kenanga
dan
mengidentifikasi pengaruh kehidupan pengarang dengan kondisi sosial yang terdapat dalam novel Kenanga. 3. Menganalisis novel Kenanga dengan tinjauan sosiologi sastra dengan model pendekatan dan teori Swingewood dan Sapardji Djoko Damono. 1.7
Sistematika Penyajian Hasil penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab I berisi Pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penyajian. Bab II memuat analisis tentang konteks sosial pengarang dalam masyarakat Bali akan membahas mengenai kedudukan pengarang dalam masyarakat, mata pencaharian pengarang, dan profesionalisme pengarang. Bab III memuat analisis pengaruh kehidupan pengarang terhadap novel Kenanga misalnya profesi Kenanga, kebencian Kenanga pada ibu kandungnya, trauma masa kecil, dan seterusnya beserta relevansinya.
16
Bab IV memuat analisis novel Kenanga merupakan cerminan masyarakat yang membahas permasalahan sosial dan fungsi sosial sastra karya sastra. Bab V merupakan bab terakhir, memuat kesimpulan yang menjelaskan ikhtisar analisis.