1st International Seminar National Managing Conflict in Public Spaces Through Urban Design, 2004
Kasus Babakan Siliwangi, Suatu Proses Pembelajaran Masyarakat Oleh: Laksmi T. Darmoyono, ST.
Abstrak Babakan Siliwangi merupakan salah satu ruang terbuka hijau yang termasuk cukup besar di kota Bandung, khususnya kawasan Bandung Utara. Seperti kebanyakan kasus-kasus yang terjadi pada ruang terbuka hijau kota-kota di Indonesia, Babakan Siliwangi juga mulai terancam eksistensinya setelah adanya rencana untuk merubah peruntukan menjadi hunian (apartemen). Hal tersebut memicu terjadinya konflik antara pihak pengembang, pemerintah daerah, akademisi, dan masyarakat. Pada kasus Babakan Siliwangi terdapat banyak sudut pandang yang beragam. Masing-masing berdasarkan pada nilai-nilai dan kepentingan yang berbeda terhadap hasilnya. Berbagai upaya dilakukan untuk menangani konflik ini, baik melalui pendekatan pada instasi pemerintah terkait, maupun dengan pembelajaran pada masyarakat. Unsur keterlibatan masyarakat dalam perencanaan kota merupakan sesuatu yang hal yang sudah harus diakomodasi baik oleh pemerintah maupun perencana kota. Konflik merupakan suatu bentuk pembelajaran, namun konflik harus dapat terselesaikan agar dihasilkan konsensus yang baik. Pada kasus ini, upaya pembelajaran yang dilakukan dilakukan dengan pendekatan interverensi desain, bujukan, mediasi, kerjasama, maupun advokasi.
Pengantar Bentuk morfologi sebuah kota cenderung hanya pada kualitas fisik yang berkembang pada lingkungan urban dan teridentifikasi dalam bentukan jalan, ruang terbuka, bangunan umum, bangunan privat, dan lain-lain. Pembentukan kualitas fisik itu ditunjang oleh faktor ekonomi dalam pengimplementasiannya. Unsur sosial sering kali terlupakan dalam pengembangan kota. Padahal pada dasarnya perkembangan kota selalu mengaitkan proses sosial dengan perluasan ruang yang membentuk ekologi urban. Dalam proses pembentukan ekologi urban inilah peran serta seluruh masyarakat kota penting, namun pembentukan pola fisik, sosial hingga sampai terbentuknya ciri karakteristik sebuah kawasan di kota memerlukan waktu. Bandung merupakan kota yang dirancangan sebagai sebuah kota taman (garden city). Sebagai sebuah kota taman, Bandung memiliki beberapa taman kota yang hingga kini masih dapat dikatakan dalam kondisi yang cukup baik. Kawasan Babakan Siliwangi merupakan daerah salah satu ruang terbuka hijau yang ada di kota ini. Namun ruang terbuka ini bukan berbentuk taman kota yang tertata dan memiliki nilai estetis. Dengan posisi yang berada pada cekungan menghadap kearah sungai Cikapundung, Kawasan Babakan Siliwangi lebih cenderung berbentuk ‘hutan kota kecil’ yang dibiarkan tumbuh secara alami. Sejarah Kawasan Babakan Siliwangi sendiri dimulai sebagai bagian dari Kawasan Lebak Siliwangi. Sejak zaman Belanda, kawasan ini merupakan green belt kota Bandung berupa area persawahan. Semasa pemerintahan Jepang, sempat direncanakan sebagai tempat pembangunan museum. Namun proyek ini tidak terealisasi. Dapat dilihat bahwa kawasan ini memang sejak dahulu sudah menarik banyak pengembang karena lokasinya yang cukup strategis. (Kunto, 1986) Hingga tahun 1970-an, Kawasan Lebak Siliwangi masih merupakan area persawahan dengan beberapa rumah-rumah yang terpencar-pencar. Rumah-rumah ini telah ada pada kawasan ini sejak awal abad ke-20. Namun sejalan dengan perkembangan kota Bandung, secara perlahan, sebagian dari kawasan ini mulai dijadikan area pemukiman oleh masyarakat. Sedangkan sebagian lagi tetap sebagai areal persawahan dan kolam pemancingan. Sebagian besar kepemilikan lahan masih milik pemerintah daerah Bandung,
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
Page 1 of 12
© UPDRG 2008
Kasus Babakan Siliwangi, Suatu Proses Pembelajaran Masyarakat - Laksmi T. Darmoyono
hanya beberapa lahan saja yang merupakan kepemilikan pribadi dan kemungkinan adalah penduduk asli (Siregar, 1990).
Gambar 01. Suasana Lebak Siliwangi antara tahun 1930-1940
Sekitar tahun 1980-an, mulai dibangun restoran Babakan Siliwangi oleh pemerintah kota Bandung dan Sanggar Olah Seni dan Sanggar Mitra Seni oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat. Kedua fungsi ini diharapkan dapat menghidupkan kawasan Babakan Siliwangi sebagai salah satu tempat kunjungan wisata budaya di Bandung.
Gambar 02. Sanggar Mitra Wisata di Kawasan Babakan Siliwangi
Gambar 03. Sanggar Olah Seni (SOS) di Kawasan Babakan Siliwangi
Selain itu, di kawasan ini juga memiliki acara kesenian yang cukup unik, yaitu seni ketangkasan domba yang telah berlangsung sejak tahun 1960-an hingga kini. Kegiatan ini dilakukan oleh Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) dan dilaksanakan setiap bulan pada minggu pertama. Kegiatan ini dilaksanakan pada sebuah lapangan khusus yang disediakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat. Berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh Prof. Otto Sumarwoto, kawasan Lebak Siliwangi ini juga merupakan lahan percobaan bagi pertanian. Tercatat pada kawasan ini ditanam tanaman padi (Mina Padi) yang dahulu merupakan salah padi jenis unggul di Indonesia. Apabila dilihat dari sejarahnya, kawasan ini sebenarnya cukup memiliki nilai budaya dan ilmiah yang cukup penting di kota Bandung.
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
Page 2 of 12
© UPDRG 2008
Kasus Babakan Siliwangi, Suatu Proses Pembelajaran Masyarakat - Laksmi T. Darmoyono
Gambar 04. Suasana Kawasan Babakan Siliwangi
Gambar 05. Suasana tempat adu domba di kawasan Babakan Siliwangi
Sejalan dengan perkembangan waktu dan kebutuhan, Kawasan Lebak Siliwangi mulai mengalami perubahan. Perubahan yang terbesar terjadi pada saat ITB membangun sarana olahraga pada kawasan ini. Pembangunan ini pada mulanya mendapat tentangan dari pemerintah kota Bandung karena pemerintah kota tetap ingin mempertahankan kawasan tersebut sebagai ruang terbuka hijau. Namun setelah adanya kesepakatan antara pihak ITB dengan pemerintah kota Bandung, bahwa ITB akan menghijaukan daerah Lebak Siliwangi pembangunan sarana olahraga mendapatkan izin dengan peruntukan lahan kawasan ini adalah fasilitas rekreasi, budaya dan pendidikan yang tidak bersifat hunian permanen. Pengembangan sarana olahraga tidak mengambil seluruh lahan yang ada. Sisa lahan tetap dibiarkan hijau dengan pepohonan dengan fungsi-fungsi yang telah ada. Lahan sisa inilah yang kini lebih dikenal dengan sebutan Babakan Siliwangi.
Gambar 06. Maket Sarana Olahraga dan Budaya ITB
Kronologi Konflik Perkembangan Kota Bandung sebagai kota jasa terutama setelah masa otonomi daerah menuntut peningkatan PAD. Hal ini mempengaruhi pada kebijakan pengembangan kota, apalagi kota Bandung cenderung mengalami perkembangan yang sangat pesat baik sebagai daerah tujuan wisatawan dari Jakarta maupun sebagai kota pelajar. Peningkatan jumlah pendatang dan penduduk ke kota Bandung dianggap sebagai salah satu potensi untuk mengembangkan fungsi hunian dan komersial. Namun lahan yang terbatas pada pusat kota merupakan hambatan dalam upaya pengembangan fungsi-fungsi tersebut. Kawasan Babakan Siliwangi merupakan sebuah ruang terbuka yang berada dipusat kota. Dengan luas area 3,84ha, kawasan ini memiliki lokasi yang cukup strategis karena dekat dengan perguruan tinggi dan pusat aktivitas kota Bandung. Sebagai sebuah ruang terbuka hijau di kota Bandung, Babakan Siliwangi dianggap beban bagi Pemerintah Kota karena tidak menghasilkan income bagi PAD kota Bandung. Fungsi-fungsi yang ada di
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
Page 3 of 12
© UPDRG 2008
Kasus Babakan Siliwangi, Suatu Proses Pembelajaran Masyarakat - Laksmi T. Darmoyono
kawasan ini seperti restoran dan sanggar seni dinilai tidak menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, usulan rencana pembangunan apartemen pada kawasan ini dinilai sebagai hal positif dalam upaya memberi masukan (income) yang besar bagi PAD kota. Awal dari rencana pembangunan apartemen ini adalah pada bulan Juni tahun 2001, seseorang menelfon konsultan atas perintah Walikota Bandung untuk menanyakan boleh/tidaknya pembangunan apartemen di Kawasan Babakan Siliwangi. Karena dengan adanya rencana pembangunan Apartemen, berarti akan mengubah peruntukan lahan kawasan ini. Konsultan kemudian menghubungi Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menanyakan peruntukan lahan kawasan tersebut. Peruntukan lahan kawasan Babakan Siliwangi adalah ruang terbuka hijau. Namun menurut Pemda, kawasan itu adalah beban karena tidak dapat memberikan income untuk kota. Konsultan menanyakan izin pembangunan di kawasan dengan peruntukan ruang terbuka hijau. Menurut Pemda, kawasan itu sudah tidak mungkin masuk pada peruntukan ruang terbuka hijau (RTH) karena sudah ada bangunan-bangunan termasuk milik ITB, sehingga kemudian Pemda memutuskan bahwa lahan itu boleh dibangun dengan KDB sebesar 20%. Berdasarkan tanggapan dari Pemda Bandung tersebut, pihak konsultan melakukan studi kelayakan tanpa menebang pohon-pohon yang ada. Usulan desain dari pihak investor adalah apartemen sebanyak 4 buah yang masing-masing terdiri dari 15 lantai, KDB 23,44%, dan KLB 1,73. Dari hasil studi yang dilakukan konsultan, ternyata menunjukkan bahwa pembangunan apartemen sesuai dengan usulan investor tidak memungkinkan pada kawasan ini. Desain optimal yang ditawarkan oleh konsultan adalah hotel sebanyak 4 buah yang masing-masing terdiri dari 5 lantai, KDB 14,71%, dan KLB 0,39. Usulan yang ditawarkan oleh konsultan pada investor dinilai tidak dapat memberikan keuntungan ekonomi, sehingga investor mundur. Kasus ini muncul ketika DPRD Pansus 2 membahas lembar rencana no 17 tahun 2002 pada awal bulan Oktober. Saat itu BAPPEDA tidak mempunyai konsep pengembangan kawasan Babakan Siliwangi, oleh karena itu BAPPEDA mengajukan usulan rencana dari investor tentang pembangunan apartemen di kawasan Babakan Siliwangi. Rencana ini kemudian di presentasikan oleh investor kepada DPRD pada tanggal 12 November 2002. Sehari setelah presentasi ini, berita menyebar ke masyarakat melalui media cetak.
Gambar 07. Rencana Pembangunan Apartemen di Kawasan Babakan Siliwangi
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
Page 4 of 12
© UPDRG 2008
Kasus Babakan Siliwangi, Suatu Proses Pembelajaran Masyarakat - Laksmi T. Darmoyono
Pertengahan bulan Januari 2003, kembali terdengar isu tentang rencana pembangunan apartemen di Kawasan Babakan Siliwangi. Namun karena isu ini belum jelas, masih menjadi rumor. Tanggal 14 Januari 2003, departemen Planologi ITB diundang oleh Komisi D DPRD untuk membahas rencana pengembangan kawasan Babakan Siliwangi. Dari hasil pembahasan, didapat bahwa rencana ini tidak mungkin untuk dilaksanakan karena menyalahi peraturan-peraturan yang ada dan akan memberikan dampak negatif pada kota Bandung. Pertengahan bulan Februari 2003, pemberitaan tentang rencana pembangunan apartemen 24 lantai sebanyak 4 buah di Kawasan Babakan Siliwangi dimuat di Koran Metro. Pemberitaan ini menjadi pemicu gerakan penolakan terhadap pembangunan apartemen di Kawasan Babakan Siliwangi. Konflik Ditinjau dari Aspek Perencanaan Tata Ruang Konflik di Kawasan Babakan Siliwangi dapat dikategorikan sebagai konflik atas kebijakan publik. Konflik yang muncul atas kebijakan publik sering kurang dapat diramalkan karena dalam prosesnya banyak terjadi campur tangan dari berbagai pihak yang berkepentingan (konflik multilateral). Di Indonesia, dimungkinkan untuk mengambil keputusan mengenai kebijakan publik oleh penguasa berdasarkan pertimbanganpertimbangan lokal. Namun pada kasus ini, pertimbangan-pertimbangan lokal tersebut belum dilakukan studinya. Rencana pembangunan apartemen di Kawasan Babakan Siliwangi akan berdampak pada perubahan pemanfaatan lahan. Rencana ini bertentangan dengan peruntukan lahan berdasarkan RTRW 2002 Kota Bandung yang belum di-Perda-kan dan RDTR WP Cibeunying (1993-2003). Mengacu pada RTRW 2002 Kota Bandung, Kawasan Babakan Siliwangi diperuntukkan sebagai ruang terbuka hijau (RTH). Sedangkan berdasarkan RDTR WP Cibeunying, kawasan ini adalah kawasan konservasi dan lapangan olahraga/taman. Rencana perubahan pemanfaatan lahan sebenarnya dimungkinkan. Namun harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku, yakni Permendagri No. 4 tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan. Permendagri ini merupakan pedoman bagi Pemerintah Daerah untuk membuat peraturan daerah tentang Tata Cara Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan. Dalam Permendagri ini dijelaskan aturan dalam proses pemberian izin perubahan pemanfaatan lahan yang dianggap berdampak penting harus dibentuk suatu tim penilai, serta penetapan biaya kompensasi terhadap perubahan pemanfaatan lahan yang diajukan (skema 1). Berdasarkan draft Raperda yang ada, perubahan pemanfaatan lahan khusus ruang terbuka hijau (RTH) yang merupakan fungsi kawasan (Pasal 11) tidak diperbolehkan untuk dilakukan perubahan-perubahan pemanfaatan lahan, baik fungsi maupun intensitasnya. Mengacu pada peraturan ini, jelas bahwa rencana pembangunan apartemen tidak dibenarkan karena bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
Page 5 of 12
© UPDRG 2008
Kasus Babakan Siliwangi, Suatu Proses Pembelajaran Masyarakat - Laksmi T. Darmoyono
Skema 01. Prosedur Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan Menurut Permendagri No. 4/1996
Konflik Ditinjau dari Aspek Pengembangan Wilayah Kota Bandung Selain persoalan dari aspek perencanaan tata ruang, rencana pembangunan apartemen di kawasan Babakan Siliwangi akan memberikan dampak negatif pada kota Bandung, seperti hilangnya ruang publik yang kini sudah semakin berkurang di kota Bandung dan berkurangnya ruang terbuka hijau kota. Berdasarkan interpretasi data satelit tahun 2002 (Sobirin, LIPI, 2002) luas RTH (diluar lapangan golf dan bandar udara) Kota Bandung 1,44% dari total luas wilayah Bandung. Apabila dibandingkan dengan luas ideal RTH kota sebesar 20%, maka terlihat ruang terbuka hijau di kota Bandung sudah sangat terbatas. Demikian juga bila melihat hasil penelitian yang dilakukan oleh Megantara (Oekan S. Abdoellah dan Eri Megantara 2003). Luas total RTH berupa taman yang ada di kota Bandung hanya 0,6% dari total luas wilayah kota Bandung yang artinya hanya 0,12 – 0,7 m²/orang, sedangkan dinas pertamanan mensyaratkan setiap unit lingkungan membutuhkan 1 m²/orang. Penurunan ini juga terjadi pada RTH selain taman. Rencana pembangunan ini juga berdampak pada masalah lalu-lintas kota. Dengan fungsi apartemen untuk golongan menengah keatas maka diperlukan minimal rasio 1 kendaraan untuk 1 unit. Sehingga diperkirakan akan ada sekitar 2000 kendaraan pada saat peak hours yang akan membebani Jalan Siliwangi. Sedangkan kondisi Jalan Siliwangi saat ini sudah tidak mungkin lagi untuk mendapat beban tambahan. Dampak lain dari peningkatan jumlah kendaraan adalah peningkatan polusi udara. Bila ditinjau dari masalah lingkungan, maka rencana pembangunan apartemen ini dapat mengurangi debit air. Karena air permukaan tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan penghuni apartemen, sehingga mungkin akan terjadi eksplorasi air tanah dalam
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
Page 6 of 12
© UPDRG 2008
Kasus Babakan Siliwangi, Suatu Proses Pembelajaran Masyarakat - Laksmi T. Darmoyono
yang dapat mengganggu sistem air tanah. Selain itu, limbah baik dalam bentuk cair maupun padat juga memberikan dampak negatif pada lingkungan sekitar. Masih banyak persoalan lain yang muncul sebagai dapak dari pembangunan apartemen bila ditinjau dari aspek pengembangan wilayah kota Bandung. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dilakukan upaya untuk menjembatani konflik sehingga dapat dicapai konsensus yang baik. Proses Pembentukan Opini dan Pembelajaran Pada Masyarakat Pada kasus di Kawasan Babakan Siliwangi, terdapat dua pihak yang saling bertentangan, yaitu pihak pendukung proyek pembangunan dan pihak penentang proyek pembangunan apartemen. Pihak pendukung proyek pembangunan didukung oleh pihak pengembang dan sebagian Pemerintah Daerah. Sedangkan pihak penentang proyek pembangunan apartemen didukung oleh pihak akademisi dan sebagian masyarakat. Kedua pihak ini saling mempertahankan prinsip masing-masing berdasarkan hasil analisa perencanaan masing-masing dan berupaya membentuk opini masyarakat melalui pemberitaan media massa. Pihak pendukung pembangunan berpendapat bahwa rencana pembangunan apartemen ini akan memberikan dampak positif bagi kota Bandung. Selain dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan PAD hingga 1,5 milyar/tahun, menampung tenaga kerja, rencana pembangunan ini juga akan menjadikan lahan milik Pemerintah Daerah yang selama ini adalah lahan non-profit menjadi lahan profit. Permasalahan kemacetan lalu lintas yang mungkin akan terjadi pada ruas Jalan Siliwangi diharapkan dapat dikurangi dengan adanya jalan Pasupati. Berdasarkan hasil analisa ini, pihak pendukung pembangunan berpendapat bahwa rencana pembangunan apartemen ini seharusnya dapat terlaksana dalam upaya membangun kota Bandung. Menanggapi pendapat bahwa kawasan Babakan Siliiwangi adalah daerah resapan air, pihak pendukung pembangunan mengajukan pernyataan dari Direktorat Tata Lingkungan dan Kawasan Pertambangan yang menyatakan bahwa Babakan Siliwangi, merupakan dataran lembah sungai Cikapundung, bukan daerah resepan air. Menurut Siagian (2003) dari Ditektorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, kawasan Babakan Siliwangi adalah daerah lepasan air tanah dalam. Kawasan ini tidak memiliki masalah morfologi, batuan dan bencana geologi, akan tetapi kondisi lingkungan air tanahnya berada dalam kondisi rawan kritis (Siagian, 2003). Sedangkan pihak penentang pembangunan tidak setuju rencana pembangunan apartemen ini atas dasar masalah lingkungan, dampak dimasa yang akan datang dan kesalahan prosedural. Untuk itu, pihak penentang pembangunan menggunakan berbagai cara untuk mencegah pembangunan, antara lain melalui pendekatan pada pemerintah daerah maupun pembentukan opini masyarakat melalui sosialisasi pada masyarakat. Dalam upaya pembentukan opini masyarakat inilah terjadi proses pembelajaran pada masyarakat. Upaya mengangkat persoalan ini pada publik pertama kali dilakukan oleh ketua SOS, Deden Sambas melalui artikel yang dimuat pada koran Pikiran Rakyat. Dalam artikel ini dijelaskan tentang sejarah kawasan Babakan Siliwangi dan kontribusi budaya yang telah diberikan pada kota Bandung. Sehingga apabila pada kawasan ini akan dibangun apartemen, maka akan menghilangkan sebuah tempat budaya yang juga merupakan ruang publik di kota Bandung menjadi sebuah ruang privat. Selain itu, gerakan menolak pembangunan apartemen di kawasan Babakan Siliwangi juga dilakukan oleh LSM dan para seniman. Aksi ini dilakukan disepanjang Jalan Tamansari berupa pemasangan tanda berduka cita dan spanduk-spanduk. Juga ada relawan yang turut serta membantu aksi penolakan pembangunan apartemen ini dari beberapa perguruan tinggi. Bentuk bantuan cukup beragam, mulai dari dilakukannya aksiaksi kesenian di sepanjang jalan Babakan Siliwangi hingga pada masalah substansi yang terkait dengan peraturan pemerintah.
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
Page 7 of 12
© UPDRG 2008
Kasus Babakan Siliwangi, Suatu Proses Pembelajaran Masyarakat - Laksmi T. Darmoyono
Gambar 08. Aksi menolak rencana pembangunan Apartemen di Kawasan Babakan Siliwangi (sumber: Eko Purwono)
Selaku instansi yang juga terkait dengan persoalan Babakan Siliwangi, pihak rektorat ITB juga menanggapi kasus ini dengan membentuk sebuah tim pengkajian ilmiah. Selain itu, civitas akademika yang terdiri dari dosen, mahasiswa dan alumni juga mulai melakukan aksi untuk menanggapi kasus ini. Sosialisasi pada pihak akademik dimulai pada tanggal 18 Feburari 2003 di Jurusan Teknik Arsitektur ITB. Acara ini terbuka untuk umum dan merupakan wadah untuk melihat berbagai sudut pandang masyarakat terkait permasalahan rencana pembangunan di Kawasan Babakan Siliwangi. Selain itu dalam pertemuan ini, konsultan-konsultan yang membuat studi kelayakan juga diundang untuk menjelaskan rekomendasi yang telah dibuat dan sekarang dijadikan developer sebagai acuan dalam upaya memperoleh perizinan dari pemerintah daerah. Dari penjelasan yang diberikan, didapatkan bahwa rencana pembangunan apartemen di Kawasan Babakan Siliwangi memang tidak memungkinkan. Studi kelayakan yang dibuat konsultan hanya mempertimbangkan aspek mikro belum aspek makro skala kota.
Gambar 09. Suasana pertemuan awal Forum di Jurusan Teknik Arsitektur ITB (sumber: Eko Purwono)
Pada akhirnya didapat kesepakatan untuk menolak rencana pembangunan apartemen di Kawasan Babakan Siliwangi serta dibentuknya forum ‘Forum Peduli Babakan Siliwangi’. Forum ini beranggotakan dosen, karyawan, dan mahasiswa yang akan melakukan pengkajian ilmiah sebagai dasar alasan penolakan rencana pembangunan dan kemudian akan disosialisasikan kepada pemerintah daerah dan masyarakat Kota Bandung. Forum dibagi atas tiga divisi, yaitu divisi pengkajian ilmiah, divisi penghubung pemerintah daerah, dan divisi hubungan masyarakat. Diskusi dan rapat dilakukan secara
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
Page 8 of 12
© UPDRG 2008
Kasus Babakan Siliwangi, Suatu Proses Pembelajaran Masyarakat - Laksmi T. Darmoyono
intensif setiap hari untuk evaluasi maupun perumusan langkah berikutnya. Untuk mempertegas dan memperjelas keberadaan forum, dibuat pernyataan sikap penolakan terhadap rencana pembangunan apartemen di kawasan Babakan Siliwangi. Bersamaan dengan itu, juga mulai dilakukan pengumpulan tandatangan untuk mendukung aksi ini, serta penyebaran berita ke mailing list-mailing list terkait. Selain gerakan dari Kampus, para seniman di Babakan Siliwangi (SOS) juga berupaya untuk menarik masyarakat melihat langsung kondisi maupun aktivitas yang ada disana. Untuk itu, diadakan acara diskusi dan layar tancap pada tanggal 20 Februari 2003 jam 19.00 malam. Pada acara tersebut, dibahas dampak positif maupun negatif dari rencana pembangunan apartemen tersebut. Cukup menarik bahwa masyarakat seni menjadi terlibat pada pembicaraan yang berkaitan dengan aspek legal masalah perkotaan. Pada Tanggal 24 Februri 2003, Forum Warga ITB Peduli Babakan Siliwangi bertemu dengan DPRD komisi D untuk membahas rencana pembangunan apartemen ini. Bertepatan dengan acara tersebut, Mentri Lingkungan Hidup, Nabil Makarim berkunjung ke ITB dalam rangka acara Gelar Peduli Lingkungan 2 yang diadakan oleh himpunan mahasiswa Teknik Lingkungan ITB. Kesempatan ini dimanfaatkan juga untuk bertemu dan menyampaikan pernyataan sikap untuk memperoleh dukungan dari pemerintah pusat. Tanggapan yang didapat dari mentri lingkungan hidup cukup baik. Namun pada dasarnya setelah otonomi daerah, pusat tidak lagi memiliki wewenang untuk keputusan yang berkaitan dengan kebijakan daerah. Sehingga pihak kementrian hanya dapat memberikan saran saja. Sedangkan hasil pertemuan dengan pihak DPRD komisi D aspirasi dari forum ditampung untuk sementara dan akan diadakan public hearing pada awal atau pertengahan bulan Maret 2003. Menanggapi usulan akan dilakukannya public hearing pada bulan Maret 2003, maka dilakukan sosialisasi mengenai persoalan Babakan Siliwangi kepada masyarakat kota Bandung. Upaya yang dilakukan adalah menghubungi para seniman SOS serta rekan-rekan mahasiswa (Keluarga Mahasiswa-ITB) untuk membantu mensosialisasikan dan membuat acara yang dapat menarik perhatian masyarakat dalam upaya pembentukan opini publik. Pada tanggal 4 Maret 2003, dilakukan sosialisasi melalui radio. Pada acara ini, dijelaskan dampak yang akan terjadi dari aspek mikro dan makro skala kota apabila rencana pembangunan apartemen ini dilaksanakan. Respon masyarakat ternyata cukup beragam, ada yang masih bingung karena berita yang didapat simpang siur, menolak rencana pembangunan, maupun yang setuju. Namun sebagian besar menolak rencana pembangunan tersebut. Dalam menyampaikan aspirasinya, masyarakat mengalami kesulitan karena belum adanya badan yang dapat dijadikan sebagai tempat penyampaian aspirasi mereka. Merespon persoalan tersebut, Forum setuju sebagai badan/lembaga penerima aspirasi untuk kemudian disampaikan kepada Pemerintah Daerah. Sosialisasi pada masyarakat juga dilakukan melalui orasi yang dilakukan di gerbang kampus ITB pada hari yang sama. Acara ini mengundang berbagai perguruan tinggi yang ada di Bandung melalui perwakilan dari pihak mahasiswa serta masyarakat Bandung. Pada acara ini, dijelaskan mengenai dampak yang akan terjadi apabila pembangunan apartemen ini dilaksanakan. Selain orasi, acara juga diisi dengan pertunjukan kesenian dari senimanseniman dari SOS dan mahasiswa dari beberapa universitas lain. Acara ini cukup mengundang perhatian dan mendapat respon yang cukup baik dari masyarakat. Selain itu, juga dilakukan pendekatan pada pihak rektorat ITB sebagai institusi yang terkait dalam proses pengambilan keputusan perubahan peruntukan lahan kawasan Lebak Siliwangi pada saat pembangunan sarana olahraga dahulu. Pada pengkajian yang disampaikan, dijelaskan bahwa pembangunan tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang ada dan dampak negatifnya bagi kota Bandung jauh lebih banyak dibandingkan dampak positif. Hal ini dipandang penting mengingat ITB merupakan salah satu institusi yang turut di undang pada acara public hearing. Namun upaya pendekatan ini belum ada hasil yang pasti karena pihak rektorat juga masih belum dapat mengeluarkan keputusan resmi yang tegas.
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
Page 9 of 12
© UPDRG 2008
Kasus Babakan Siliwangi, Suatu Proses Pembelajaran Masyarakat - Laksmi T. Darmoyono
Tanggal 9 Maret 2003, diadakan acara di kawasan Babakan Siliwangi dengan tema ‘Selamatkan Babakan Siliwangi’. Acara tersebut diisi oleh berbagai kegiatan antara lain lomba gambar untuk siswa SD dengan tema ‘Hutan Tempat Kita Bermain’, workshop tanah liat, diskusi dan acara penghijauan yang diadakan oleh Mahasiswa Jurusan Teknik Arsitektur bekerjasama dengan SOS dan Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan. Ternyata peminat lomba gambar dan penghijauan ini cukup banyak dan berasal dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak, masyarakat umum, mahasiswa, kalangan profesional, LSM, akademisi, hingga anggota DPRD. Pada kesempatan ini dilakukan proses pembelajaran dengan membagikan selebaran berbentuk wacana singkat yang menjelaskan mengapa kawasan Babakan Siliwangi harus dipertahankan dan dilakukan orasi singkat. Selain penanaman pohon, juga dilakukan penjualan pohon untuk menghijaukan kawasan Babakan Siliwangi. Ternyata tanggapan masyarakat cukup baik.
Gambar 10. Suasana lomba gambar dan Hiburan di kawasan Babakan Siliwangi (sumber: Eko Purwono)
Masyarakat yang dahulu tidak tahu aktivitas apa yang ada di kawasan ini, serta pentingnya sebuah ruang terbuka bagi kota, mulai dapat mengerti bagaimana kontribusi lain yang dapat diberikan oleh ruang terbuka kota diluar perhitungan ekonomi. Acara ini juga diisi dengan drama yang mengangkat tema lingkungan dengan tujuan memberikan masukan pada anakanak tentang pentingnya menjaga dan memelihara lingkungan disekitar mereka, sehingga dapat tercipta lingkungan yang harmonis. Pertengahan Maret 2003 belum ada kabar dari DPRD mengenai rencana public hearing, tetapi upaya untuk mencari dukungan penolakan rencana pembangunan apartemen di kawasan Babakan Siliwangi terus berjalan. Memasuki akhir bulan Maret 2003, terlihat bahwa rencana untuk mengadakan public hearing tidak mungkin terlaksana karena akan ada pemilihan walikota Bandung yang baru. Untuk itu status kawasan Babakan Siliwangi dapat disimpulkan diambangkan dahulu. Antara bulan Juni-Juli 2003, dimulai kampanye pemilihan walikota Bandung. Babakan Siliwangi dianggap sebagai isu yang tepat untuk diangkat dalam kampaye. Berbagai bentuk kegiatan diadakan di kawasan ini, mulai dari menanam pohon, acara kesenian, diskusi dan lain-lain yang pada intinya adalah upaya untuk mencari dukungan masyarakat bagi kepentingan politis. Memang seolah ada keuntungan pada kedua belah pihak, namun dalam prosesnya tidaklah demikian. Setelah acara kampanye selesai Babakan Siliwangi seolah terlupakan begitu saja. Status kawasan ini diambangkan hingga terpilih walikota Bandung yang baru nanti. Selama masa status quo itu, kawasan Babakan Siliwangi seolah tidak tersentuh oleh hukum, sehingga dapat digunakan oleh siapa saja. Dalam kurun waktu itu, ruang-ruang yang kosong (khususnya bekas restoran Babakan Siliwangi) dimanfaatkan sebagai cafe tanpa adanya izin usaha. Demikian juga lahan-lahan kosong yang tidak terawat di lokasi bekas restoran sempat direncanakan untuk dibangun saung-saung bagi para seniman,
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
Page 10 of 12
© UPDRG 2008
Kasus Babakan Siliwangi, Suatu Proses Pembelajaran Masyarakat - Laksmi T. Darmoyono
namun kemudian gagal karena ada golongan masyarakat tertentu yang memprotes pembangunan itu. Pada periode ini juga kawasan ini di gunakan untuk berbagai kegiatan mulai dari pameran seni hingga kegiatan sekolah gratisan bagi siapa saja yang berminat. Puncak dari ketidakjelasan status kawasan ini adalah pembakaran karya seni Tisna Sanjaya, lesung, dan patung karya seniman dari Gerbong Bawah Tanah oleh aparat kebersihan Pemerintah Kota pada tanggal 5 Februari 2004. Kejadian ini kemudian kembali memicu upaya untuk memperjelas peruntukan lahan di kawasan Babakan Siliwangi. Menanggapi persoalan tersebut, walikota Bandung yang baru terpilih mengeluarkan pernyataan tidak tertulis bahwa Babakan Siliwangi tetap diperuntukkan sebagai daerah hijau. Pernyataan ini dimuat dikoran Kompas dan Pikiran Rakyat. Namun dari hasil wawancara dengan ketua seniman SOS, pemerintah daerah memiliki rencana untuk mengembangkan daerah ini dengan catatan bukan berupa apartemen. Untuk mempertegas pernyataan dari walikota Bandung itu, maka pada tanggal 4 Maret 2004 akan diadakan pameran lukisan serta saresehan berkaitan dengan Babakan Siliwangi. Rencananya walikota Bandung yang baru akan diundang untuk berdiskusi langsung dengan para seniman dan masyarakat yang peduli dengan kawasan Babakan Siliwangi. Diharapkan, salah satu hasil saresehan adalah ketegasan untuk tetap mempertahankan peruntukan lahan di kawasan Babakan Siliwangi sebagai jalur hijau/taman kota dan kawasan pendidikan sesuai dengan RTRW, RTRWK 2010 dan RDTR WP Cibeunying. Upaya Penanganan Konflik Berdasar prakondisi penyelesaian konflik fasilitatif dalam pertikaian kebijakan, ada empat kondisi yang penting, yaitu kompleksitas, kekuasaan untuk menghambat implementasi keputusan, kesepakatan untuk memperoleh keuntungan bersama, dan masalah-masalah yang dapat dirundingkan (Elliot, 1984). Pada kasus rencana pembangunan apartemen di kawasan Babakan Siliwangi, kompleksitas pihak yang terlibat dalam konflik menengah, sehingga dalam upaya melakukan pembicaraan perlu melibatkan pihak-pihak tersebut. Selain itu, adanya peralihan kepemimpinan untuk sementara dapat dianggap sebagai penghambat bagi rencana sebelumnya sehingga dimungkinkan untuk melakukan pembicaraan dari seluruh pihak terkait untuk merundingkan penyelesaian yang diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi seluruh warga kota Bandung. Karena kawasan Babakan Siliwangi adalah milik umum dan banyak pihak yang berkepentingan, penyelesaian hanya dari sudut pandang urban desain mungkin tidak akan dapat menyelesaikan permasalah dengan baik. Adanya tuntutan kawasan Babakan Siliwangi untuk menghasilkan PAD merupakan sebuah pendapat yang juga harus ditampung. Meskipun sebuah ruang terbuka hijau merupakan lahan yang non-profit dan seharusnya mendapat subsidi dari lahan-lahan profit. Selain itu, kegiatan yang dapat bertahan dengan baik pada kawasan ini adalah kebudayaan yang didukung oleh para seniman. Kegiatan ekonomi seperti restoran tidak dapat bertahan. Hal-hal seperti itu perlu dicermati dalam upaya menghidupkan kembali kegiatan di kawasan ini. Dalam upaya mengajak masyarakat untuk berparsipasi dalam menghidupkan kembali kawasan ini, muncul gagasan untuk membuat sayembara ide yang dapat diikuti oleh seluruh masyarakat kota Bandung. Ide tersebut dapat berupa usulan kegiatan sosial, ekonomi, budaya maupun desain yang akan dijadikan bahan diskusi bersama antara pihak pemerintah kota dengan masyarakat kota Bandung dalam bentuk public hearing. Ini merupakan salah satu bentuk kegiatan partisipatif yang cukup mudah untuk dilaksanakan. Pendetailan akhir dari hasil kesepakatan pada public hearing akan lebih melibatkan tim pakar, namun perkembangannya tetap disosialisasikan pada masyarakat melalui media massa. Sehingga masyarakat tetap dapat melakukan kontrol. Selain itu, adanya pernyataan tidak tertulis dari Walikota Bandung yang baru bahwa kawasan Babakan Siliwangi tetap sebagai kawasan konservasi dengan fungsi pendidikan
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
Page 11 of 12
© UPDRG 2008
Kasus Babakan Siliwangi, Suatu Proses Pembelajaran Masyarakat - Laksmi T. Darmoyono
dan budaya serta adanya rencana pengembangan di kawasan ini namun bukan apartemen tetap mengundang pertanyaan. Rencana pameran dan saresehan pada tanggal 4-25 Maret 2004, dapat dijadikan momentum yang baik dalam upaya memperjelas dan menggali masukan/ide-ide dari pemerintah dan masyarakat berkaitan dengan pengembangan kawasan Babakan Siliwangi. Kesimpulan Kasus di kawasan Babakan Siliwangi masih dalam proses penyelesaian. Proses ini mungkin dapat memakan waktu yang lama ataupun tidak semua tergantung dari kesepakatan yang dicapai oleh kedua belah pihak yang bertentangan. Banyaknya kepentingan yang terlibat dalam kasus ini menunjukkan bahwa konflik belum tentu dapat diselesaikan hanya melalui desain. Demikian juga dalam proses pengambilan keputusan perubahan sebuah peraturan kota yang berkaitan dengan kebijakan publik. Diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain dalam upaya pencapaian sebuah kesepakatan, menunjukkan bahwa dalam melakukan sebuah perencanaan kota banyak pertimbangan yang harus menjadi dasar dalam pembuatan keputusan. Desain adalah bagian akhir dari sebuah proses pada kasus yang melibatkan banyak pihak yang berkepentingan dan berkaitan langsung dengan kepentingan umum di kota. Dalam upaya menyelesaikan konflik di kawasan Babakan Siliwangi ini tidak ada metoda spesifik yang digunakan. Bentukan yang digunakan lebih pada proses pembelajaran pada masyarakat yang lebih bersifat umum mencakup beberapa tahap, antara lain bantuan teknik, evaluasi bersama, saresehan, dan usulan pengembangan bersama. Upaya pembelajaran masyarakat untuk kasus Babakan Siliwangi masih dalam proses memperjelas ketidakpastian. Diharapkan dengan peran serta masyarakat yang cukup aktif dalam rencana pengembangan kelak, dapat membantu mengontrol kebijakan Pemerintah Daerah atas ruang publik serta menghasilkan solusi yang terbaik bagi kota Bandung. Daftar Pustaka - Catanese, Anthony J. And Snyder, James C, 1988: Urban Planning, McGraw-Hill, London. - Hajer, Maarten, 2001: In Search of New Public Domain, NAi Publishers, Rotterdam - Madanipour, Ali, 1996: Design of Urban Space, Wiley, New York - Siregar, Sandi A., June, 1990: Bandung The Architecture of A City In Development, Urban Analysis of a Regional Capital an A Contribution to the Present Debate on Indonesian Urbanity and Architecture Identity, Volume I & II, Doctorate Thesis. - Trancik, Roger, 1986: Finding Lost Space, Van Nostrand Reindhold Company, New York. - Tibbalds, Francis, 2001: Making People-Friendly Towns, Spon Press, London.
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
Page 12 of 12
© UPDRG 2008