BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wujud 36)
kebudayaan
menurut
J.J.
Hoenigman
(dalam
Koentjaraningrat,
1986:
terbagi menjadi tiga, yakni gagasan, aktivitas, dan artefak. Gagasan atau wujud
ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan,dan sebagainya yang bersifat abstrak. Wujud ideal dapat pula disebut sebagai ideologi. Istilah ideologi mengacu pada kawasan idenasional dalam suatu budaya. Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Sedangkan artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat (Sulasman dan Setia, 2013: 35). Ideologi
selalu
mampu
menggerakan
setiap
individu
atau
kelompok
untuk
melakukan aktivitas. Setiap aktivitas nantinya akan menimbulkan efek. Efek yang timbul dari adanya aktivitas budaya bisa berupa bangunan, sistem, prasasti, atau hukum. Ideologi yang mengacu pada kelompok pergerakan akan menjadikan kelompok ini melakukan berbagai cara untuk menyampaikan dan merealisasikan ideologi yang dianut.
Ideologi
masyarakat
yang
kelompok
untuk
penguasa dipimpin,
mempunyai kekuasaan
menyadarkan
peranan akan
masyarakat
penting
menjadi akan
yang
dapat
kesempatan
menentukan
seseorang
kemauan-kemauanya
atau
sekaligus
menerapkanya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari kelompok lain (Soekanto, 1982: 268). Kekuasaan cenderung tergantung dari hubungan antara pihak yang memiliki kemampuan
untuk
melancarkan
pengaruh
dengan
pihak
lain.
Oleh
karena
itu,
kelompok yang berkuasa harus berusaha untuk menanamkan kekuasaanya dengan jalan menghubungkanya dengan masyarakat. didukung
Namun, oleh
kepercayaan
kelompok
masyarakat.
yang
dan
perasaan-perasaan
berkuasa
Penguasa
harus
tak
yang kuat
mungkin
memiliki
sifat
di
dalam
terus
tanpa
kepemimpinan
untuk
bertahan
mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan dalam bernegara selalu mempertimbangakan kebijakan yang berlandaskan adat, kaidah, ideologi dan wewenang. Tirani tindakan kekerasaan, mampu
intimidasi,
dan
mengguncang
provokasi
penguasa.
sangat
Pemerintah
diharamkan atau
negara
dalam
berkuasa
mempunyai
karena
kepentingan
sendiri untuk melakukan intervensi ke dalam kehidupan masyarakat (Jurdi, 2010: 257). Dunia
saat
ini
sedang
dihebohkan
dengan
munculnya
gerakan
yang
menginginkan sebuah Negara Islam. Irak dan Suriah menjadi pusat atau daerah yang sudah diklaim sebagai basis pergerakan ini. Keadaan Iraq dan Suriah dengan kehadiran Islamic State Iraq dan Syiria (ISIS) dianggap sebagai salah satu fenomena masyarakat budaya
yang
ingin
menampilkan
sebuah
eksistensi
bermasyarakat.
Ide-ide
tentang
Negara islam selalu dikumandangkan untuk menarik masyarakat menghadirkan Negara yang aman, tentram dan sejahtera. Bagdadi.
Dalam
keinginanya
ISIS sekarang dibawah pimpinan Abu Bakr Al-
kepemimpinanya,
menjadikan
irak
dan
Abu suriah
Bakar menjadi
Al-Baghdadi Negara
islam.
menyampaikan Gagasan
ISIS
mendirikan Daulah Islamiah dipandang menjadi sebuah obsesi penguasa untuk wujud kebudayaan melalui ide mendirikan negara Islam dan selanjutnya pada tahap realisasi. Melalui
penyampaian
ide
itu,
kelompok
ISIS
berupaya
menyampaikan
gagasan
sehingga mampu mendominasi yang memberikan pada kelompok penguasa legitimasi untuk berkuasa (Sugiono, 1999: 19).
Ideologi Daulah Islamiah yang ditawarkan kelompok ISIS dipandang menjadi sebuah wujud kebudayaan yang menarik untuk diteliti. Nilai kepemimpinan Daulah Islamiah menurut ISIS dipandang mampu membentuk tata kelola bernegara yang baik dan mampu menstabilkan keadaan masyarakat
akan menarik untuk diteliti
secara
seksama untuk mengetahui proses yang diharapkan. Sudut pandang yang digunakan adalah hegemoni cetusan Antonio Gramci, memperlihatkan fenomena kebudayaan ini keterkaitan antara ekonomi, negara dan rakyat. Teori hegemoni mampu melihat presisi pentingnya ide dan tidak mencukupinya kekuatan fisik belaka dalam control sosial politik dan mampu melihat pengaruh cultural antara Negara dan rakyat (Sulasman, 2013: 206). B. Batasan Masalah Peneliti akan membahas tentang kepemimpinan sebuah pergerakan dalam menyampaikan sebuah ideologi Daulah Islamiah dan berupaya menjadikan gagasan itu menjadi ideologi global. Kepemimpinan Daulah Islamiah berkaitan dengan bentuk dominasi dan konsep kepemimpinan moral dan intelektual. Pergerakan yang berbasis di Irak ini, pada awal-awal pendeklarasian menamakan Al-Daulah al-Isla>miah fi al-Ira>q wa al-Sha>m atau dalam tataran global lebih dikenal dengan nama Islamic State of Irak and Syam (ISIS). C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini mendapati rumusan masalah dalam beberapa pertanyaan berikut: 1. Bagaimana latar belakang munculnya sebuah kepemimpinan Daulah Islamiah di Irak dan Suriah? 2. Bagaimana konsep kepemimpinan Daulah Islamiah di Irak dan Suriah? D. Tujuan Penelitian
1. Penelitian secara umum mendeskripsikan tentang latar belakang kemunculan Daulah Islamiah di Irak dan Suriah dan mengetahui latar belakang kemunculanya. 2. Peneliti Menganalisis konsep kepemimpinan Daulah Islamiah di Irak dan Suriah, lebih khusus secara penyampaian ideologi serta tahapan-tahapan merealisasikan dominasi melalui ideologinya.
E. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penelitian budaya timur tengah. Analisis ini dapat dipakai sebagai bentuk tambahan wawasan tentang ISIS di dunia dan proses penyampaian ideologi kebangsaan melalui kepemimpinan Daulah Islamiah. Secara praktis penelitian ini mampu menambah ilmu pengetahuan untuk kedepannya agar bisa menjadi manusia yang berfikir terbuka dengan sebuah pemikiran. F. Tinjauan Pustaka Zelin (2004) dalam research note di the Washington institute for near east police “The War Between ISIS And Al-Qaeda For Supremacy Of The Global Jihadist Movement” menuangkan sebuah gambaran umum tentang pembentukan Daulah Islamiah ditinjau dari arah pergerakan dan pergeseranya. Konflik dengan Al-Qaeda menjadi fokus pembahasan dalam research ini. Penelitian itu belum menyinggung tentang dogma-dogma yang di bawa ISIS dalam pembentukan Daulah Islamiah serta usaha menyebarkan ideologi melalui kepemimpinan Daulah Islamiah, celah inilah yang akan dikaji dan diteliti oleh penulis. Suderajat (2010) dalam jurnal ilmiah Khilafah Islamiah dalam Perspektif Sejarah mencoba menelusuri apa dan bagaimana konsep khilafah dalam Islam. Dalam kaitan ini tentu saja akan dikemukakan sejumlah pendapat para pemikir Muslim mengenainya. Lebih jauh, akan
ditelusuri pula sejarah khilafah dalam pengertian praktiknya di dunia Islam. Dengan fokus pembacaan yang demikian, diharapkan akan dapat diketahui secara lebih jelas keberadaan dan posisi khilafah ini, baik dalam tingkat wacana maupun praktik sepanjang sejarahnya dan kemungkinannya di masa yang akan datang. Sedangkan penulis berusaha melakukan pendekatan kepemimpinan khilafah Islamiah berdasarkan penyebaran ideologi kepemimpinan ISIS yang baru-baru ini menjadi isu hangat didunia. Siagian (2012) dalam tesisnya Strategi Far Enemy Al-Qaeda dan Jaringan Melawan Amerika Serikat, NATO dan Sekutu dalam Perang Asimetrik di Afganistan dan Iraq, 201-2011 mengembangkan konflik perjuangan yang dianggap tidak sesuai perlawanannya dengan kekuatan Al-Qaeda. Strategi far enemy menjadik topik utama sehingga analisis ini berdasarkan pemetaan politik dan strategi perang yang dilancarkan Al-Qaeda. Dampak dalam perang itu bagi masyarakat dan pejuang juga disinggung sebagai olah strategi itu. Strategi Kepemimpinan alqaeda mampu dijabarkan dengan baik, namum peneliti berusaha mengembangkan pola kepemimpinan Al-Qaeda di Irak sampai pada tahap pendeklarasian ISIS. Al-qaeda yang menjadi embrio awal pasti memberikan atau meninggalkan ide-ide negara islam kedalam organisasi ISIS. Acun (2014) dalam jurnal Seta Perspective berjudul Neo Al-Qaeda : the Islamic state of Iraq and The Sham (ISIS) dan Rachel Briggs (2012) “the changing face of Al-Qaeda” dengan sudut pandang sejarah berusaha menampilkan transformasi gerakan Al-Qaeda hingga mampu membentuk pergerakan baru. Subtema menggunakan periodisasi berdasarkan pemimpin AlQaeda. Gerakan pergerakan Al-Qaeda menjadi sorotan utama dan berkesimpulan ISIS pimpinan al Baghdady merupakan transformasi dari Al-Qaeda yang dibentuk oleh Az-Zarqawi. Tinjauan sejarah tentang embrio awal berdirinya ISIS sudah dijabarkan secara seksama dalam tulisan ini.
namun, peneliti coba meneliti konsep kepemimpinan Daulah Islamiah tentang bagaimana ISIS dapat tumbuh berkembang menyampaikan idenasional tentang tata negara islam. Assad (2014) dalam bukunya ISIS Organisasi Teroris Paling Mengerikan Abad Ini banyak membahas tentang sejarah berdirinya ISIS, Tokoh dan dalang dibalik terbentuknya kelompok ini, ideologi dan pola perekrutan anggota. Peneliti masih menangkap celah dalam buku ini tentang pembahasan kepemimpinan ISIS dalam sudut pandang kebudayaan. Seperti apa langkah yang diambil dan dari mana konsepsi kebijakan itu dapat terbentuk dalan organisisi ISIS. Tahapan-tahapan ideologi yang diambil dati tokoh sentral ISIS sehingga mampu melahirkan wacana ideologi global tentang Daulah Islamiah. G. Landasan Teori Teori Hegemoni Gramsci (1891-1931 M) Paradigma yang akan digunakan untuk meneliti obyek tentang kelompok ISIS yakni teori hegemoni dicetuskan oleh Antonio Gramsci 1891-1937 M. Teori ini dipandang mampu membedah ideologi dan kepentingan kelompok ini. Simon (2004: 19-20) menyatakan bahwa titik awal konsep Gramsci tentang hegemoni berkaitan dengan adanya suatu kelas dan anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas yang ada di bawahnya dengan cara kekerasan dan persuasi. Hegemoni bukanlah hubungan dominasi menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan persetujuan dengan mempertimbangkan kepemimpinan politik dan ideologis. Teori hegemoni dibangun atas premis yang menyatakan pentingnya ide dan tidak mencukupinya kekuatan fisik dalam kontrol sosial politik (Sugiono, 1999: 31-34). Pentingnya ide dalam kontrol sosial politik memiliki arti agar yang dikuasai mematuhi penguasa, sedangkan yang dikuasai tidak hanya harus merasa mempunyai dan menginternalisasi nilai-nilai serta norma penguasa. hegemoni dapat diartikan menguasai dengan “kepemimpinan moral dan intelektual”
serta berhasil meyatukan kepentingan suatu kelas, kelompok, atau gerakan kedalam kepentingan mereka sendiri untuk membangun kehendak bersama. Menurut Faruk (1999: 63) secara literal, hegemoni berarti kepemimpinan, yaitu suatu kondisi dimana suatu kelompok mendominasi kelompok lain. Gramsci menggunakan konsep itu untuk meneliti bentuk-bentuk politis, kutural, dan ideologis tertentu dalam suatu masyarakat; suatu kelas fundamental dapat membangun kepemimpinanya sebagai suatu yang berbeda dari bentuk-bentuk dominasi yang bersifat memaksa. Dalam pemikiran Hegemoni Gramsci, ada istilah Fungsionaris Hegemoni yang dapat diartikan sebagai media untuk menanamkan pemahaman sehingga dapat dijadikan legitimasi dominasi. Hal ini membedakan pemikiran Gramsci dengan aliran Marxis Ortodoks. Marxis Ortodoks menekankan pentingnya peranan represif dari negara dan masyarakat kelas, Gramsci memperkenalkan dimensi masyarakat sipil untuk melokasikan cara-cara kompleks yang di dalamnya kesetujuan, pemahaman, dan kebiasaan pada bentuk-bentuk dominasi yang diproduksi. Menurut Faruk (1999: 65), setidaknya ada enam konsep kunci dalam pemikiran Gramsci, yaitu kebudayaan, hegemoni, ideologi, kepercayaan, populer, kaum intelektual, dan negara. Peneliti mengambil bentuk hegemoni sebagai sebuah penyampaian ideology yang bernilai dasar dari kebudayaan, serta menciptakan hegemoni baru hanya dapat diraih dengan mengubah kesadaran, pola berfikir dan pemahaman masyarakat, konsepsi mereka tentang dunia, serta norma perilaku moral masyarakat melalui bentuk kefahaman, ketakutan dan paksaan. dalam hegemoni Gramsci dominasi lebih ditentukan oleh intelektualitas atau ide-ide, paham dan pengetahuan. H. Sumber Data dan Data 1. Sumber Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data di bedakan menjadi dua, yaitu: data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dibuat oleh peneliti dengan maksud khusus untuk menyelesaikan permasalahan yang akan menjadi bahan penelitian. Sedangkan data sekunder yaitu data yang sudah dikumpulkan sebagai tambahan dalam menyelesikan masalah yang dihadapi sebagai acuan penelitian. Data yang merupakan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaaan (Library Research), baik berupa buku, jurnal, dokumen, majalah, dan makalah, serta data-data yang berasal dari internet. Sumber data primer dari penelitian ini yakni : a. ISIS : Organisasi Teroris Paling Mengerikan Abad Ini karya M. Haidar Assad tahun 2014 b. Sejarah ISIS dan Illuminati karya Ahmad Yanuana Samantho tahun 2014. c.
Al-Qaeda “Tinjauan Sosial-Politik, Ideologi dan Sepak terjangnya” karya As’ad Said Ali tahun 2014.
d. Misteri Pasukan Panji Hitam karya Abu Fatiah Al-Adnani tahun 2014. e. Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, diterjemahkan oleh Ahmad. S, Sistem Keuangan di Negara Khilafah, karya Abdul Qaddim Zallum 2002. f. Deklarasi Daulah Islam Irak karya DSDII (Dewan Syariah Daulah Islam Irak) 2007. g. Lembaga Kajian Syamina laporan tentang Daulah Khilafah dapat diakses di www.Syamina.org 2. Data Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas), yang harus dicari, dikumpulkan, dan dipilih oleh peneliti. Data dapat berwujud kalimat-kalimat,
wacana-wacana, gambar-gambar/ foto-foto, rekaman-rekaman, catatan-catatan, arsip-arsip, dokumen-dokumen, buku-buku (Subroto, 1992: 34). Data yang menjadi bahan penelitian ini adalah data yang berkaitan tentang pergerakan ISIS dan menitik beratkan pada ideologi yang diusung. Data yang dikumpulkan berasal dari penelitian pustaka. Penelitian pustaka yaitu proses mencari, menelusuri, memilih data yang relevan dengan topik bahasan dan menganalisa. Dalam penelitian ini, data yang dikaji yaitu mengenai penyampaian ide dalam membangun Daulah Islamiah. Konsep kepemimpinan melalui pidato-pidato pemimpin ISIS menjadi data tambahan setelah data pustaka. Sementara data yang diperoleh dari WEB akan dipertimbangkan ulang tentang kevalidan data melalui reverensi yang setara. I. Metode Penelitian Penelitian budaya secara tepat menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif cenderung berkembang dan banyak berkembang dalam ilmu-ilmu sosial yang berhubungan dengan perilaku sosial atau manusia (Sugiono, 1999: 11). Dalam penelitian ini, peneliti tertarik dengan fenomena ISIS di berbagai media, ketertarikan itu menjadikan peneliti berupaya meneliti fenomena ini sebagai sebuah unsur kebudayaan. Alat penentu pada analisis ini adalah informasi yang didapatkan dari pihak atau kelompok ISIS ini. Baik melalui pidato, deklarasi, ungkapan juru bicara, buku atau kitab-kitab yang telah disebarkan sebagai pedoman kepemimpinan Daulah Islamiah ISIS. Dengan mendasarkan pada gejala ideologi dan estetika sebagai gejala, maka metode analisis pada ideologi merupakan konsepsi pandangan terhadap dunia dalam proses hegemoni. Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data dan data sebagai referensi penelitian yang berkaitan dengan objek penelitian. Pada teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan
teknik penelitian pustaka (Library Reseacrh ). Penelitian pustaka yaiu dengan menelaah bukubuku, majalah-majalah, artikel-artikel yang sesuai dengan pembahasan yakni yang berkaitan tentang pergerakan ISIS. Data yang menjadi acuan adalah berupa data primer dan data sekunder. Perolehan data berupa tulisan harus dibaca dan dipahami untuk kemudian dicatat bagian yang penting dari sebuah penelitian oleh peneliti. Tahap selanjutnya adalah tahap analisa data. Data yang dianalisa diperoleh dan dijabarkan berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan. Hasil analisis harus mampu menjawab rumusan masalah serta mampu mengaitkan data, teori, dan metode. Tahap pendeskripsian hasil analisa kedalam bentuk laporan tertulis dengan menambahkan kesimpulan dan saran mengenai penelitian tersebut. J. Sistematika Penulisan Secara garis besar penelitian ini terdiri dari tiga bab yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu Bab I adalah latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode,sistematika penulisan. Bab II adalah pembahasan berisi tentang sejarah berdirinya ISIS, peran ideologi kepemiminan Daulah Islamiah, upaya legitimasi Daulah Islamiah, dan bentuk dominasi Daulah Islamiah, Bab III penutup, bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.