BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jasa laundry saat ini terus meningkat bersamaan dengan meningkatnya kesibukan di masyarakat. Jasa laundry ditawarkan oleh berabagai industri seperti industri laundry skala kecil hingga skala besar, hotel, maupun rumah sakit. Perkembangan industri laundry skala kecil hingga skala besar terus bertambah di Bali. Perkembangan tersebut belum terdata saat ini, namun mencapai setiap daerah baik perkotaan dan pedesaan di setiap Kabupaten di Bali dikarenakan adanya potensi usaha dari laundry di dalam perkembangan aktivitas masyarakat saat ini (Antara dkk. 2011). Perkembangan jasa laundry tersebut berdampak pada volume air limbah dari kegiatan laundry yang juga meningkat. Air Limbah dari kegiatan laundry memiliki dampak yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Studi yang dilaksanakan oleh Esmiralda dkk. (2012) menunjukkan bahwa konsentrasi surfaktan dan nilai Chemical Oxygen Demand (COD) yang tinggi dalam limbah laundry berdampak pada penurunan LC50 yang artinya limbah tersebut semakin toksik dan semakin berisiko mencemari lingkungan dan biota yang ada di dalamnya. Studi dari Pratiwi dkk. (2012) juga menunjukkan bahwa limbah laundry sebelum mengalami pengolahan memiliki LC50 antara 8-10% yang menunjukkan tingkat toksisitas limbah yang tinggi. Selain dampak toksik, limbah laundry juga berdampak pada perubahan lingkungan salah satunya adalah eutrofikasi. Menurut Kohler (2006), kandungan fosfor berupa sodium tripolifosfat dalam limbah laundry mengakibatkan adanya peningkatan pertumbuhan enceng 1
2
gondok, alga serta sianobakteri yang mengurangi kandungan oksigen dalam perairan sehingga mempercepat proses eutrofikasi. Dampak dari eutrofikasi bagi kesehatan adalah risiko keracunan serta penyakit-penyakit yang berasal dari air (waterborne diseases) lainnya dikarenakan penggunaan air dari perairan yang mengalami eutrofikasi ataupun sumber air yang terkontaminasi oleh perairan tersebut. Risiko tersebut disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sianobakteri yang tumbuh dalam perairan (Volterra dkk. 2002). Dampak dari air limbah laundry harus diminimalkan melalui upaya pengendalian pencemaran air. Upaya tersebut diatur dalam berbagai peraturan yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup serta pemerintah daerah, salah satunya peraturan Gubernur nomor 8 tahun 2007 tentang baku mutu lingkungan hidup yang diterapkan di Bali. Peraturan tersebut mengikat baku mutu air limbah domestik termasuk air limbah laundry yang diizinkan untuk dibuang. Indikator baku mutu yang digunakan mencakup indikator fisik seperti padatan tersuspensi atau Total Suspended Solids (TSS) dan padatan terlarut atau Total Dissolved Solids (TDS), indikator kimia anorganik seperti derajat keasaman (pH), Chemical Oxygen Demand (COD), Biochemical Oxygen Demand (BOD), Total Fosfat, serta parameter lainnya. Untuk menyesuaikan baku mutu tersebut, diperlukan upaya pengolahan air limbah yang dilakukan melalui instalasi pengolahan air limbah. Kendala yang terjadi dalam pengadaan instalasi pengolahan air limbah pada industri skala menegah ke bawah termasuk penyedia jasa laundry adalah adanya persepsi pengadaan instalasi pengolahan air limbah yang tidak menjadi prioritas. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan dana yang dibandingkan dengan biaya instalasi pengolahan air limbah serta biaya perawatannya. Persepsi yang ada adalah instalasi pengolahan air limbah adalah instalasi pengolahan yang diterapkan di negara-negara
3
maju dengan biaya pembuatan dan perawatan yang mahal dan sulit serta memerlukan tenaga yang terampil sehingga dana yang diperlukan tidak mencukupi (Kurniawan dkk. 2013; Nayono. 2010). Saat ini terdapat beberapa jenis instalasi pengolahan air limbah yang menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pengolahan air limbah di negara berkembang seperti Indonesia, khususnya pada jasa laundry di Bali. Jenis-jenis instalasi pengolahan air limbah yang dapat diterapkan dengan keuntungan biaya pembuatan dan pemeliharaan yang murah dan mudah meliputi; Water Stabilization Pond, Macrophyte Pond, Constructed Wetland (CW) (Nayono. 2010). Constructed Wetland merupakan salah satu jenis instalasi pengolahan air limbah yang dapat diterapkan di Indonesia khususnya di Bali dengan keuntungan biaya yang lebih murah, perawatan yang mudah, keberlangsungan instalasi yang mampu mencapai 15 tahun, serta penentuan lokasi instalasi yang lebih fleksibel (Cattin. 2012). Berdasarkan studi Zurita dkk. (2006), efektivitas pengolahan air limbah dengan metode ini mampu menurunkan kandungan BOD lebih dari 70%, COD lebih dari 75 %, dan kandungan fosfor lebih dari 66%. Berbagai studi terkait efektivitas pengolahan air limbah laundry dengan instalasi CW sudah dilaksanakan salah satunya studi oleh Suwerda dkk. (2013) yang meneliti efektivitas pengolahan limbah laundry di daerah Bantul, Yogyakarta. Selain itu, studi terkait CW khususnya Vertical Flow Sub-Surface Flow Constructed Wetland (VFSFCW) juga dilakukan oleh Stefanakis dan Tsihrintzis (2009) yang melihat perbandingan efektivitas pengolahan constructed wetland dengan jenis filter yang berbeda. Berdasarkan berbagai studi terkait VFSFCW yang telah dilakukan, belum ada penelitian yang dilakukan di Bali terutama dalam meneliti efektivitas instalasi VFSFCW menggunakan batu vulkanik sebagai media filter.
4
Penentuan VFSFCW dengan media filter batu vulkanik yang akan digunakan dalam penelitian ini dikarenakan VFSFCW memiliki keuntungan yaitu VFSFCW memerlukan lahan yang sedikit dalam pengoperasiannya dan memiliki persentase penurunan kandungan amonia, nitrat, dan fosfor yang lebih tinggi dalam air limbah dibandingkan jenis CW lainnya sehingga lebih efektif menurunkan kandungan fosfor yang terkandung dalam air limbah laundry lainnya (Vymazal. 2008). Penentuan batu vulkanik sebagai media filter dikarenakan batu vulkanik merupakan jenis filter yang paling baik digunakan dalam Sub-Surface Flow Constructed Wetland baik untuk VFSFCW maupun Horizontal Flow Sub-Surface Flow Constructed Wetland (HFSFCW) dibandingkan jenis batuan lainnya (Cattin. 2012). Selain itu, Bali memiliki potensi alam berupa batuan vulkanik yang berasal dari proses letusan Gunung Agung dan Gunung Batur seperti batu tabas (batu hitam), serta jenis batuan vulkanik lainnya (Antara dkk. 2011). Khusus pada daerah di sekitar Gunung Batur, batuan vulkanik yang ada didominasi oleh Batu Dasit dan Batu Andesit yang dapat dimanfaatkan terutama digunakan sebagai media filter dalam instalasi VFSFCW (Sutawidjaja. 2009). Berdasarkan isu-isu tersebut, diperlukan adanya upaya pengolahan limbah yang menghasilkan keluaran air yang aman untuk dibuang ke lingkungan bahkan keluaran yang dapat digunakan kembali untuk kegiatan lainnya yang memerlukan air. Penelitian ini dilakukan dengan pengujian efektivitas dari instalasi VFSFCW dalam mengolah air limbah laundry yang ada pada industri laundry di Bali.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan isu-isu terkait limbah dari jasa laundry yang telah dijabarkan pada bagian 1.1, diketahui bahwa permasalahan pengolahan air limbah laundry di
5
Bali belum terlaksana secara optimal dikarenakan adanya kendala pada dana dan pemilihan jenis instalasi pengolahan air limbah berkelanjutan yang murah, mudah, serta sesuai dengan kondisi dan kebutuhan lokal. Berdasarkan perkembangan instalasi pengolahan air limbah yang ada serta potensi alam di Bali, dapat dibuat instalasi pengolahan air limbah yang murah dan mudah seperti CW. Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah yang ingin diangkat pada studi ini adalah bagaimana efektivitas instalasi VFSFCW dalam mengolah air limbah laundry yang dihasilkan industri laundry di Bali khususnya di Kabupaten Badung.
1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Berapa besarkah peurunan nilai parameter air limbah laundry yang diolah dengan instalasi VFSFCW berdasarkan parameter BOD, COD, Total Fosfat, pH, TSS, dan TDS? 2. Berapa besarkah persentase efektivitas instalasi VFSFCW dalam mengolah air limbah laundry berdasarkan besar penurunan nilai parameter kualitas air limbah laundry berdasarkan nilai parameter sebelum pengolahan dan sesudah pengolahan menggunakan parameter BOD, COD, Total Fosfat, TSS, dan TDS?
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui tingkat efektivitas instalasi VFSFCW dalam mengolah air limbah laundry di Kabupaten Badung berdasarkan penurunan nilai parameter air limbah.
6
1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui besar penurunan tingkat cemaran air limbah laundry yang diolah dengan instalasi VFSFCW berdasarkan parameter BOD, COD, Total Fosfat, pH, TSS, dan TDS. 2. Mengetahui persentase efektivitas instalasi VFSFCW dalam mengolah air limbah laundry berdasarkan besar penurunan nilai parameter kualitas air limbah laundry berdasarkan nilai parameter sebelum pengolahan dan sesudah pengolahan menggunakan parameter BOD, COD, Total Fosfat, TSS, dan TDS.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis 1. Dapat digunakan sebagai tambahan untuk bahan pembelajaran mengenai jenisjenis model instalasi pengolahan air limbah khususnya model CW yang dapat diterapkan serta berapa persentase efektivitasnya. 2. Dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian terkait pengolahan air limbah.
1.5.2 Manfaat Praktis 1. Hasil studi ini dapat diterapkan dalam membangun instalasi pengolahan air limbah laundry pada industri laundry skala kecil hingga skala besar. 2. Membantu penentuan pembangunan instalasi pengolahan air limbah laundry dan limbah cair dari jenis kegiatan lainnya yang murah, mudah, dan sesuai dengan sumber daya lokal. 3. Mengurangi tingkat pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh air limbah cair laundry sehingga mampu menjadi alternative pemecahan masalah kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
7
1.6 Ruang Lingkup Studi Penelitian ini mencakup bidang kesehatan lingkungan dengan pemanfaatan teknologi lingkungan yang menggunakan ruang lingkup: 1. Penelitian menggunakan model VFSFCW yang dimodifikasi berdasarkan berbagai referensi terkait. 2. Penelitian ini mengolah air limbah laundry yang dihasilkan salah satu industri laundry yang berlokasi di Kapal, Kabupaten Badung. 3. Parameter kualitas air limbah laundry yang digunakan dalam penelitian ini adalah BOD, COD, Total Fosfat, pH, TSS, dan TDS. 4. Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium. 5. Batu vulkanik yang digunakan pada model penelitian ini adalah Batu Vulkanik Kintamani 6. Jenis Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah Tanaman Kana (Canna sp.) dan Tanaman Cattail (Thypa sp.).