1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan mengembangkan kualitas manusia dan pelaksanaannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan yang semuanya berkaitan dalam suatu sistem pendidikan yang integral.1 Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungan dan dengan demikian akan dapat menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan
untuk
berfungsi
secara
adekuat
dalam
kehidupan
masyarakat.2 Tujuan pendidikan diartikan sebagai suatu usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan dari siswa atau subyek belajar, setelah menyelesaikan atau telah memperoleh pengalaman belajar.3 Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk4 Setiap manusia memiliki perubahan ke arah pikiran yang sehat. Dengan acuan prinsip inilah yang melahirkan adanya pandangan bahwa
1
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dan Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 22 2 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 79 3 Mustakim, Psikologi Pendidikan, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2001), 57 4 Drs. M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: CV. Remadja Karya, 1985), 81
2
manusia itu haruslah dididik, karena dengan pendidikanlah manusia itu akan berkembang ke arah yang lebih sehat dan baik serta sempurna.5 Menurut observasi awal pada tanggal 1 sampai 30 Nopember 2007 di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo siswa kelas VIII B bahwa; siswa pasif, ramai, tidak memperhatikan guru, mengantuk, .dan tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR). Semua permasalahan di atas menitikberatkan pada perilaku siswa. Semua masalah yang timbul di atas tidak terlepas dari pengelolaan kelas. Karena pngelolaan kelas meliputi pengaturan tata ruag kelas dalam pengajaran dan menciptakan iklim belajar mengajar. Bagi guru, langkah pertama yang perlu dilakukan agar dapat mengajar dengan berhasil adalah membuat persiapan mengajar. Hal-hal yang pada umumnya perlu dipersiapkan meliputi tujuan pengajaran, materi pengajaran, metode mengajar, media pengajaran, serta evaluasi hasil belajar. 6Pengelolaan kelas yang baik akan menghasilkan kualitas pengajaran yang baik pula. Aspek-aspek pengelolaan dalam pengajaran ialah menciptakan dan mempertahankan lingkungan internal yang mendorong dan merealisasi potensi dan yang memberi kemungkinan kepada murid bekerjasama dalam kelompok kelas untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai usaha guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang memungkinkan kegiatan 5
Hasbullah, Dasar- Dasar Ilmu Pendidikan, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 243 A.J.E. Toenlioe, Teori dan Praktek Pengelolaan Kelas, (Surabaya : Usaha Nasional, 1992), 15 6
3
pengelolaan pengajaran dapat berlangsung dengan lancar sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai.7 Apabila penerapan teknik pengelolaan baik, maka kegiatan pembelajaran akan berjalan dengan lancer, efektif dan efisien. Berdasarkan observasi awal pada tanggal 1 sampai 30 Nopember 2007, bahwa sekolah sudah berusaha sebaik mungkin dalam pengelolaan kelas. Namun, masih saja timbul permasalahan pada kelas tersebut. Mengingat pentingnya teknik-teknik pengelolaan kelas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian di kelas VIII B MTsN Ponorogo yang berjudul “DINAMIKA PENGELOLAAN KELAS”. Walaupun dalam judul hanya tertera dinamika pengelolaan kelas namun peneliti mengambil objek penelitian yaitu kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo Tahun Pelajaran 2007-2008”
B.
Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada bagaimana Pengelolaan Kelas dalam pembelajaran Fiqih di kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo. Pengertian dinamika dalam penelitian ini adalah penerapan teknik-teknik pengelolaan kelas dalam pembelajaran Fiqih di kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo. Pembahasan penelitian
ini
adalah
bagaimana
penerapan
pendekatan-pendekatan
pengelolaan kelas, teknik preventif pengelolaam kelas, dan teknik kuratif
7
Ibid., 16
4
pengelolaan kelas dalam pembelajaran Fiqih di kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo.
C.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah dinamika pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas dalam pembelajaran Fiqih pada siswa kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo ? 2. Bagaimanakah dinamika teknik-teknik preventif pengelolaan kelas dalam pembelajaran Fiqih pada siswa kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo ? 3. Bagaimanakah dinamika teknik-teknik kuratif pengelolaan kelas dalam pembelajaran Fiqih pada siswa kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo ?
D.
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: 1. Untuk
mendeskripsikan
dan
menjelaskan dinamika
pendekatan-
pendekatan pengelolaan kelas dalam pembelajaran Fiqih pada siswa kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo.
5
2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan dinamika teknik-teknik preventif pengelolaan kelas dalam pembelajaran Fiqih pada siswa kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo. 3. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan dinamika teknik-teknik kuratif pengelolaan kelas dalam pembelajaran Fiqih pada siswa kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo.
E.
Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis a. Mengetahui bagaimana cara pengelolaan kelas yang efektif. b. Untuk kepentingan studi ilmiah dan sebagai bahan informasi serta acuan bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian lebih lanjut. 2. Secara Praktis a. Bagi guru 1) Hasil penelitian ini supaya dapat dijadikan acuan model pengelolaan kelas yang lebih efektif. 2) Meningkatkan kemampuan guru dalam pengelolaan kelas. b. Bagi siswa Sebagai bahan masukan dalam menyelesaikan kesulitan dalam pengelolaan kelas, agar siswa memperoleh kenyamanan belajar sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar.
6
c. Bagi kepala sekolah Penelitian ini supaya dapat dijadikan pertimbangan dan penetapan kebijakan dalam rangka meningkatkan kualitas para siswanya.
F.
Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.8 Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini memiliki karakteristk alami (natural setting) sebagai sumber data langsung deskriptif. Berdasarkan fokus penelitian dan subyek yang diteliti mengenai studi analisis pengelolaan kelas dalam pembelajaran Fiqih kelas VIII B MTsN Ponorogo, maka penelitian ini bersifat sebagai suatu pendekatan studi kasus (case study approach). 2. Kehadiran Peneliti Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta. Sebab peranan penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya. Yang dimaksud pengamatan berperan serta adalah penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu
8
Lexi Moleong, Metodologi Penelitian kualitatif , (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 3
7
yang cukup lama antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan.9 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo dengan karakteristik sebagai berikut a. Letak Geografis Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo terletak di Jl. Ki Ageng Mirah No.79 Japan Jenangan Ponorogo. Terletak di sebelah utara kota Ponorogo ± 10 Km dari arah kota Ponorogo. b. Bangunan Fisik Bangunan gedung Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo kondisinya representative dan bagus. Terdiri dari ruang kelas, laboratorium bahasa laboratorium komputer, laboratorium IPA, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang TU, aula, ruang BP, ruang UKS, ruang perpustakaan, kamar kecil, koperasi, tempat parkir, kantin, dan masjid. c. Suasana sehari-hari Proses belajar mengajar di bangunan gedung Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo berlangsung selama enam
9
Moleong, Metodologi Penelitian kualitatif, 117
8
hari, yaitu hari Senin sampai dengan hari Sabtu, mulai pukul 06:5012:40. Suasana pembelajaran berlangsung aman dan tertib.10 4. Sumber Data. Sumber data adalah subjek darimana data dapat diperoleh.11 Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lainnya. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini maka peneliti memanfaatkan dua sumber data yaitu: a. Sumber data orang, meliputi kepala sekolah, guru, dan siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo b. Sumber data non orang, berupa buku-buku dan dokumen-dokumen yang
diperlukan
maupun
artikel
yang
berkaitan
dengan
permasalahan. 5. Teknik Pengumpulan Data. Teknik pengumpuan data pada penelitian ini adalah meliputi wawancara, observasi dan dokumentasi. Pada penelitian ini dalam penggalian data dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan diobservasi pada latar dimana fenomena tersebut berlangsung. dan disamping itu untuk melengkapi data, diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subyek).
10 Lihat pada Transkip Rekaman Dokumentasi dalam lampiran skripsi ini. Koding: 01/OB/07-IX/2007, 02/OB/01-XII/2007, 03/OB/19-III-2008, dan 04/OB/20-III/2008 11 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 107
9
a. Teknik Wawancara (Interview) Yaitu metode pengumpulan data yang menghendaki komunikasi langsung antara peneliti dengan subjek penelitian.12 Atau bisa diartikan dengan teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui wawancara (pengajuan pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula) dengan orang yang dapat memberikan informasi,13 yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.14 Metode interview ini penulis gunakan untuk mendapatkan data-data lapangan yang menyangkut kegiatan yang diselenggarakan oleh Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo, kondisi pelaku pendidikan (guru dan peserta didik), serta pelaksanaan pembentukan perilaku siswa. Penelitian terstruktur,
yaitu
ini
menggunakan
wawancara
bebas
teknik dimana
wawancara peneliti
tak tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Wawancara mendalam dilakukan oleh guru Fiqih kelas VIII B (Drs.H. Sutarto Karim) dan beberapa siswa kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo tentang dinamika pengelolaan kelas. Tujuannya untuk memperoleh data yang berhubungan dengan
12 Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode dan Tehnik, (Bandung: Tarsito, 1990), 174 13 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: 2003), 101 14 Sutrisno, Metodologi Penelitian kualitatif, 218.
10
dinamika pengelolaan kelas dalam pembelajaran Fiqih di MTsN Ponorogo. Sedangkan informan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, dan siswa-siswi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo. Peneliti memilih sekelompok subjek dalam purposive sampling, didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya.15 b. Teknik Observasi. Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan mengadakan pengawasan atau pengamatan serta pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti.16 Dalam arti luas observasi sebenarnya tidak terbatas pada pengawasan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Metode ini digunakan untuk mengetahui: 1) Letak geografis, sarana dan prasarana pendidikan, struktur organisasi, jumlah guru dan peserta didik. 2) Pelaksanaan pembentukan perilaku siswa, serta seluruh kegiatan siswa yang menunjang pada penelitian ini. Dalam penelitian kualitatif, bahwa pengamat bertindak sebagai partisipan. Dalam penelitian ini tingkat partisipasi dalam observasi yang akan dilaksanakan adalah keterlibatan tinggi yaitu partisipasi aktif. 15 16
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 128 Sutrisno Hadi, Metodologi Research 2, (Yogyakarta: Andi Offset, 1993), 151
11
Pada observasi partisipan ini, peneliti mengamati aktifitas. Aktifitas sehari-hari objek penelitian, karakteristik fisik situasi sosial dan bagaimana perasaan pada waktu menjadi bagian dari situasi tersebut. Selama penelitian di lapangan, jenis observasinya tidak tetap. Dalam hal ini peneliti mulai dari observasi deskriptif secara luas yaitu berusaha melukiskan secara umum situasi sosial dan apa yang terjadi di sana, kemudian peneliti menyempitkan pengumpulan datanya dan mulai melakukan observasi terfokus, setelah itu peneliti dapat menyempitkan lagi penelitiannya dengan melakukan observasi selektif. Hasil observasi dalam penelitian ini, dicatat dalam catatan lapangan, sebab catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, peneliti
mengandalkan
pengamatan
dan
wawancara
dalam
pengumpulan data di lapangan. Pada waktu di lapangan dia membuat catatan, setelah pulang ke rumah atau tempat tinggal barulah menyusun catatan lapangan.17 6. Analisis Data. Teknik analisis data dalam kasus ini menggunakan analisis data kualitatif. Miles dan Hubeirman, mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan
17
Moleong, Metodologi Penelitian kualitatif, 153-157
12
datanya sampai jenuh. Aktifitas dalam analisis data, meliputi data reduction, data display, dan conclution/ drawing/ verification.18 Langkah-langkah analisis ditunjukkan pada gambar berikut:
Penyajian Data
Pengumpulan Data
KesimpulanKesimpulan/ Verivikasi
Reduksi Data
Gambar 1 Keterangan: 1) Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. 2) Mereduksi
adalah
merangkum,
memilih
hal-hal
pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, membuat katagori. Dengan demikian data yang telah direduksikan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
18
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, 337
13
3) Mendisplay data adalah menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik, network, dan chart. 4) Langkah yang terakhir dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi 7. Pengecekan Keabsahan Temuan. Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realibitas).19 Derajat kepercayaan keabsahan data (kredebilitas data) dalam pnelitian ini dilakukan pengecekan dengan teknik pengamatan yang tekun, dan triangulasi. a. Ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah menentukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari. Ketekunan pengamatan ini dilaksanakan peneliti dengan cara: 1) Mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap bagaimana pengelolaan kelas dalam pembelajaran Fiqih kelas VIII B di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo.
19
Moleong, Metodologi Penelitian kualitatif, 171
14
2) Menelaahnya secara terperinci sampai pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah difahami dengan cara yang biasa.20 b. Teknik triangulasi, adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan : sumber, metode, penyidik dan teori.21 Dalam penelitian ini
digunakan
teknik
triangulasi
dengan
sumber
berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal itu dapat dicapai peneliti dengan jalan: 1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. 3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. 4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendidikan dan pandangan orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, dan siswa
20 21
Ibid., 177 Ibid., 178
15
5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. 8. Tahapan-Tahapan Penelitian. Tahap-tahap penelitian dalam penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahap terakhir dari penelitian, yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian. Tahap-tahap penelitian tersebut adalah:22 a. Tahap lapangan, yang meliputi menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan
perlengkapan
penelitian
dan
yang
menyangkut
persoalan etika penelitian. b. Tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi memahami latar penelitian dan persiapan diri memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data. c. Tahap analisis data, yang meliputi analisis selama dan setelah pengumpulan data. d. Tahap penulisan hasil laporan penelitian.
22
Ibid., 85-108
16
BAB II LANDASAN TEORI DAN TELAAH PUSTAKA
A.
Landasan Teori 1. Pengertian Pengelolaan Kelas Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu “pengelolaan” dan “kelas’. Pengelolaan itu sendiri akar katanya adalah “kelola” ditambah awalan “pe” dan akhiran “an”. Istilah lain dari pengelolaan adalah “manajemen”, manajemen adalah kata yang aslinya bahasa Inggris yaitu “management”, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan pengelolaan.23 Sedangkan kelas dalam Buku Pintar Kamus Bahasa Indonesia, kelas didefinisikan sebagai ruang tempat belajar di sekolah. Sedangkan kelas bermakna tingkat; ruang tempat belajar di sekolah; pengelompokan masyarakat berdasarkan pendidikan, penghasilan, kekuasaan dsb.24 Berikut ini adalah definisi pengelulaan kelas dari beberapa ahli, antara lain adalah: a. Pengelolaan kelas adalah ketrampilan bertindak seorang guru yang didasarkan kepada pengertian tentang sifat-sifat kelas dan kekuatan yang mendorong mereka bertindak. Selanjutnya berusaha untuk memahami dan mendiagnosa situasi kelas dan kemampuan untuk
23 24
408
Saiful Bahri Jamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 196 Nur’aini Sudirman, Buku Pintar Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Ilmu, 1990,
17
bertindak selektif serta kreatif untuk memperbaiki kondisi, sehingga dapat menciptakan situasi belajar dan mengajar yang baik.25 b. Pengelelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu dengan maksud agar dicapai kondisi optimal sehingga dapat dilaksanakan kegiatan belajar seperti yang diharapkan.26 c. Pengelolaan kelas adalah ketrampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.27 d. Pengelolaan kelas adalah suatu alat untuk mengembangkan kerjasama dan dinamika kelas yang stabil, walaupun banyak gangguan dan perubahan dalam lingkungan. e. Pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai usaha guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang memungkinkan kegiatan pengelolaan pengajaran dapat berlangsung dengan lancar sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai.28 Dalam penelitian ini peneliti memilih salah satu pengertian pengelolaan kelas sebagai acuan yang disampaikan oleh Toenlioe dalam bukunya Teori dan Praktek Pengelolaan Kelas.
25
Made Pidarta, Pengelolaan Kelas, (Surabaya : Usaha Nasional), 9 Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1986), 67 27 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), 10 28 Toenlioe, Teori dan Praktek Pengelolaan Kelas, 16 26
18
2. Ruang lingkup dan fungsi pengelolaan kelas Aspek-aspek pengelolaan dalam pengajaran ialah menciptakan dan mempertahankan lingkungan internal yang mendorong dan merealisasi potensi dan yang memberi kemungkinan kepada murid bekerjasama dalam kelompok kelas untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Fungsi pengelolaan dalam pengajaran adalah menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang memungkinkan dan mendorong realisasi kemampuan manusia.29 Tujuan pengelolaan kelas adalah: a. Agar pengajaran dapat dilakukan dengan maksimal sehingga tujuan pengajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. b. Untuk memberikan kemudahan dalam usaha mengantar keinginan siswa dalam pengajarannya. c. Untuk membantu memudahkan dalam mengangkat masalah-masalah penting untuk dibicarakan di kelas untuk perbaikan pengajaran pada masa mendatang.30 3. Teknik-teknik pengelolaan kelas Berbagai teknik dapat digunakan oleh guru untuk mengelola kelas, baik untuk mencegah timbulnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya kegiatan belajar mengajar, maupun untuk menanggulangi tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya kegiatan 29
Made, Pengelolaan Kelas, 18 Cece Wijaya, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), 114 30
19
belajar mengajar. Teknik-teknik tersebut misalnya pujian, aturan, larangan, peringatan, hukuman, dsb. Pengelolaan kelas dapat didekati dari berbagai bidang pengetahuan, tetapi pada umumnya didekati dari bidang pengetahuan psikologi, sosiologi, dinamika kelompok, dan manajemen. Pendekatan psikologispun masih dapa dipilah-pilah lagi, misalnya Psikologi Behaviorisme, Psikologi Humanisme, Psikologi Sosial, dan psikologi Komunikasi. James Cooper dan kawannya mengelompokkan teknik-teknik pengelolaan kelas diantaranya pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas, teknik-teknik pengelolaan kelas, dan teknik kuratif pengelolaan kelas a. Pendekatan pengelolaan kelas Pendekatan dalam pengelolaan kelas oleh james Cooper dibagi menjadi tiga pendekatan, yaitu Pendekatan Modifikasi Tingkah Laku, Pendekatan Hubungan Social Emosional, dan Pendekatan Proses Kelompok:31 1) Pendekatan Modifikasi Tingkah Laku (Behavior Modification) Pendekatan modifikasi tingkah laku bertolak dari psikologi Behaviorisme dengan anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia, yang baik maupun yang tidak baik, dalam batasbatas tertentu adalah merupakan hasil belajar. Pendekatan ini
31
Toenlioe, Teori dan Praktek Pengelolaan Kelas, 25
20
memanfaatkan hasil penelitian tentang bagaimana tingkah laku manusia terbentuk melalui proses belajar asosiatif dan stimulus respons guna memformulasikan teknik-teknik yang dapat diandalkan untuk membina tingkah laku manusia. Pemanfaatan hasil penelitian tersebut menghasilkan sejumlah teknik yang dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku manusia sesuai dengan
yang
dikehendaki,
mempertahankan
maupun
meningkatkan tingkah laku manusia yang dikehendaki, serta mengurangi atau menghilangkan tingkah laku manusia yang tidak dikehendaki. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah Penguatan Positif (Positif Reinforcement), Penguatan Negatif (Negatif Reinforcement), Penghapusan (Extinction), Pengalihan (Redirection), dan Hukuman. 2) Pendekatan Hubungan Sosial Emosional (Social Emotional Climate) Pendekatan hubungan sosial emosional bertolak dari psikologi Klinis dan Konseling, dengan anggapan dasar bahwa kegiatan
belajar
mengajar
yang
efektif
dan
efisien
mempersyaratkan hubungan sosial emosional yang serasi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa. Selanjutnya guru dipandang memegang peranan yang penting dalam rangka menciptakan hubungan sosial emosional yang serasi tersebut.
21
Untuk memciptakan hubungan serasi dengan siswa, guru perlu menerapkan sejumlah sikap yang pada umumnya efektif untuk maksud tersebut. Sikap-sikap dimaksud misalnya terbuka, tulus, menghargai tanpa syarat, empati, menerima, mendorong kreatifitas, dan demokratis. Akan tetapi, dapat terjadi, yang dihadapi oleh guru adalah siswa yang sedang mengalami gangguan psikologis sehingga sikap guru yang pada umumnya dapat menciptakan hubungan yang serasi dengan siswa, ternyata tidak memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Untuk kasus-kasus demikian, diperlukan teknik-teknik khusus, bahkan mungkin diperlukan kerjasama antara guru dengan pihak lain yang lebih professional seperti konselor, psikolog, dan spesialis lain yang relevan dalam menanganinya. 3) Pendekatan Proses Kelompok (Group Processes) Pendekatan proses kelompok bertolak dari psikologi sosial dan dinamika kelompok dengan anggapan dasar bahwa kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien berlangsung dalam konteks kelompok soial. Oleh karena itu, peranan guru dalam rangka pengelolaan kelas adalah menciptakan kelompok kelas yang mempunyai ikatan yang kuat serta dapat bekerjasama secara efektif dan efisien.
22
Menurut pandangan pendekatan ini, pada awal pelajaran para siswa masih merupakan kerumunan manusia dengan pikiran, perasaan, dan tujuan yang saling berbeda antara yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu guru bertanggung jawab untuk
memproses
kepentingan-kepentingan
perseorangan
tersebut menjadi kepentingan kelompok sehingga
terjadi
kerjasama secara produktif. Agar kerumunan siswa dapat menjadi kelompok yang mempunyai ikatan yang kuat, ada sejumlah unsur yang diperlukan. Unsur- unsur penting yang amat diperlukan adalah tujuan, aturan, dan pemimpin. Dalam tiga pendekatan yang dikemukakan di atas, terdapat sejumlah teknik maupun prinsip yang dapat dikembangkan menjadi teknik-teknik dalam pengelolaan kelas. Teknik-teknik maupun prinsip-prinsip dalam setiap pendekatan tersebut kebanyakan berbeda, bahkan ada yang bertolak belakang. Meskipun demikian. Ada sejumlah teknik maupun prinsip yang relatif sama, ada yang saling melengkapi, ada pula yang berbeda tetapi dapat digunakan untuk menanggulangi masalah yang sama. Teknik-teknik maupun prinsip-prinsip yang sama, saling melengkapi serta berbeda tetapi dapat digunakan untuk menanggulangi masalah yang sama tersebut yang akan diolah kembali menjadi teknik-teknik untuk mencegah munculnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya kegiatan
23
belajar, maupun teknik-teknik untuk menanggulangi tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya kegiatan belajar mengajar. b. Teknik-teknik preventif pengelolaan kelas Kelas akan selalu merupakan kelompok siswa. Oleh sebab itu, akan lebih efektif bila upaya preventif pengelolaan kelas yang mula-mula dilakukan oleh guru adalah dalam bentuk mengikat kelas menjadi kelompok yang padu. Karena pertimbangan tersebut, teknik preventif yang dibahas akan dimulai dari teknik-teknik untuk mengikat kelas manjadi kelompok yang padu, setelah itu diikuti dengan teknik-teknik lainnya untuk mencegah timbulnya tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya kegiatan belajar mengajar. Teknik-teknik preventif dalam pengelolaan kelas antara lain:32 1) Mengarahkan siswa kepada tujuan kelompok Mengarahkan siswa kepada tujuan kelompok adalah hal yang pertama yang perlu dilakukan untuk mengikat siswa menjadi kelompok yang padu. Pada umumnya para siswa hadir di kelas dengan tujuan yang berbeda, bahkan ada yang mungkin tidak mempunyai tujuan yang jelas. Oleh karena itu guru dituntut untuk mengarahkan siswa ke arah tujuan kelas, khususnya tujuan pengajaran.
32
Ibid., 34
24
2) Membuat aturan kegiatan belajar mengajar Hal kedua yang perlu dilakukan untuk mengikat siswa di kelas menjadi kelompok yang padu adalah membuat aturan dalam kegiatan belajar mengajar. Yang dimaksud dengan aturan dalam kegiatan belajar mengajar adalah pedoman tentang kewajiban dan larangan yang harus ditaati oleh siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dengan pedoman tentang kewajiban dan larangan tersebut siswa dituntut untuk melakukan hal-hal tertentu dan mengekang diri untuk tidak melakukan halhal tertentu agar tidak terjadi gangguan dalam kegiatan belajar mengajar. 3) Mendelegasikan tugas kepemimpinan kepada siswa Hal ketiga yang diperlukan untuk mengikat para siswa menjadi kelompok yang padu adalah adanya kepemimpinan yang diterima secara luas oleh anggota kelompok. Guru dengan sendirinya adalah pemimpin para siswa, namun tugas-tugas kepemimpinan akan sulit dilaksanakan bila guru merupakan satusatunya pemimpin para siswa, apalagi bila para siswa merupakan kelompok yang besar. Oleh sebab itu, tugas-tugas kepemimpinan perlu didelegasikan kepada siswa-siswa yang mempunyai kemampuan memimpin.
25
4) Sikap terbuka Sikap terbuka pada dasarnya mempunyai dua sisi. Pada sisi
pertama,
guru
terbuka
pada
siswa
dengan
mengkomunikasikan apa adanya kepada siswa perasaan maupun pikirannya tentang hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar. Pada sisi kedua, guru terbuka pada siswa dengan mau mempertimbangkan masukan-masukan dari siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar. Dengan sikap terbuka, diharapkan siswa akan sadar akan apa yang diharapkan dan tidak diharapkan oleh guru, demikian juga guru akan sadar tentang apa yang diharapkan dan tidak diharapkan oleh siswa, dan dengan demikan akan terjadi saling menyesuaikan diri antara guru dengan siswa secara serasi. 5) Sikap tulus Sikap tulus berarti terdapat kesesuaian antara perasaan dan tingkah laku, antara pikiran dan perbuatan. Guru yang bersikap tulus adalah guru yang bertingkah laku sesuai dengan perasaan dan pikiranya tanpa adanya kepura-puraan tanpa memakai topeng. 6) Sikap menghargai tanpa syarat Sikap menghargai tanpa syarat berarti guru membiarkan siswa merasa dan berpikir menurut caranya sendiri, apapun yang dipikirkan dan dirasakannya, tanpa adanya penilaian dari pihak
26
guru. Seorang siswa yang merasa dirinya tidak mampu, misalnya, menuntut guru untuk menghargai perasaan siswa tersebut, terlepas dari tepat atau tidak tepatnya perasaan itu. Guru, misalnya, dapat menghargai siswa dengan cara menanggapi dengan kata-kata netral saat siswa mengatakan bahwa dirinya tidak mampu. 7) Sikap empati Pengertian empati akan lebih mudah dipahami bila pembahasannya dikaitkan dengan pengertian simpati. Istilah empati
dan
simpati mempunyai arti
yang
mengandung
persamaan, yaitu adanya pikiran dan perasaan yang sama antara dua pihak atau lebih. Sedangkan perbedaanya terletak pada proses terjadinya kesamaan pikiran dan perasaan tersebut serta kadar kesamaanya. Simpati mengacu kepada adanya kesamaan pikiran dan perasaan yang terjadi secara spontan antara dua pihak atau lebih, sedangkan empati mengacu kepada adanya kesamaan pikiran dan perasaan sebagai akibat dari adanya usaha aktif dari satu pihak untuk menyamakan pikiran dan perasaan dengan pihak lain. 8) Sikap demokratis Hubungan kerjasama yang demoktratis adalah hubungan kerjasama yang didasarkan pada kesepakatan bersama antara pihak-pihak yang bekerja sama tanpa adanya tekanan atau
27
paksaan dari satu pihak kepada pihak yang lain. Guru yang demokratis adalah guru yang selalu melibatkan siswa dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan siswa tanpa disertai tekanan atau paksaan terhadap siswa. 9) Sikap mendorong kreatifitas Kreatifitas adalah proses kerja, baik fisik maupun psikis untuk menghasilkan sesuatu yang baru bagi yang melakukan kreatifitas itu. Siswa yang kreatif adalah siswa yang memproses sendiri berbagai penemuan baru bagi dirinya. Guru yang mendorong kretifitas siswa adalah guru yang menciptakan kondisi bagi siswa untuk aktif memproses sendiri pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang akan dimilikinya sebagai hasil belajar. Sebaliknya, guru yang tidak mendorong kreatifitas adalah guru yang mengolah bahan pengajaran seemikian rupa sehingga siswa langsung menelannya tanpa bersusah payah mengolahnya terlebih dahulu. 10) Penguatan positif Yang dimaksud penguatan positif adalah pemberian respon yang menyenangkan terhadap suatu tingkah laku dengan maksud untuk mendorong berulang kembalinya tingkah laku yang direspon tersebut. Guru yang menerapkan penguatan posotif
asalah
guru
yang
memberikan
sesuatu
yang
menyenangkan kepada siswa yang melakukan suatu perbuatan
28
posotif dengan harapan agar siswa kembali melakukan perbuatan positif tersebut. c. Teknik-teknik kuratif pengelolaan kelas Penentuan tentang teknik mana yang akan digunakan amat tergantung pada wujud tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya kegiatan belajar mengajar serta kondisi psikologis siswa sendiri. Karena itu guru dituntut cermat dalam memilih teknik mana yang akan digunakan.33 Berikut ini adalah sejumlah teknik kuratif yang dapat digunakan oleh guru: 1) Diskusi masalah kelas Dalam kegiatan belajar mengajar dapat terjadi konflik, baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Banyak hal hal yang dapat menimbulkan konflik, namun salah satu hal yang perlu memperoleh perhatian khusus dari guru adalah adanya perbenturan norma. Konflik karena perbenturan norma patut memperoleh perhatian khusus karena norma yang sama merupakan salah satu syarat utama kompaknya kelas sebagai suatu kelompok, sedangkan kelas yang kompak merupakan salah satu syarat utama berhasilnya kegiatan belajar mengajar.
33
Ibid., 63
29
2) Penguatan negatif Bila penguatan positif diartikan sebagai pemberian respon yang menyenangkan terhadap suatu tingkah laku dengan tujuan untuk mendorong berulang kembalinya tingkah laku yang direspon tersebut, maka pada Penguatan Negatif berulang kembalinya suatu tingkah laku yang positif didorong oleh dikurangi hingga dihilangkannya suatu stimulus yang tidak menyenangkan. Dengan kata lain, Penguatan Negatif adalah penyajian suatu stimulus yang tidak menyenangkan untuk mendorong munculnya suatu tingkah laku yang positif, kemudian stimulus yang tidak menyenangkan tersebut berangsur-angsur dikurangi sejalan dengan semakin sering munculnya tingkah laku positif yang diharapkan. 3) Penghapusan Penghapusan adalah kebalikan dari penguatan positif. Kalau pada penguatan positif tingkah laku tertentu dari siswa dipertahankan atau ditingkatkan, maka pada penghapusan tingkah laku tertentu dari siswa dikurangi berangsur-angsur hingga akhirnya dihilangkan sama sekali. Kalau pada penguatan positif suatu tungkah laku siswa direspon agar diulang kembali oleh siswa maka pada penghapusan suatu tingkah laku siswa tidak direspon (atau tepatnya seolah-olah tidak direspon), dengan harapan agar tingkah laku tersebut tidak diulangi lagi oleh siswa.
30
Dengan kata lain, penghapusan adalah usaha guru untuk merubah tingkah laku siswa dengan cara menghentikan pemberian respon terhadap tingkah laku siswa yang semula dikuatkan dengan respon tersebut. 4) Pengalihan Bila pada penghapusan suatu tingkah laku negatif dari siswa dikurangi secara berangsur-angsur hingga akhirnya terhapus sama sekali, maka pada pengalihan kepada siswa diberi kegiatan lain yang lebih positif sehingga siswa meninggalkan tingkah lakunya yang negatif dan beralih melakukan tingkah laku positif, namun dengan tetap memperoleh kepuasan sebagaimana kepuasan yang diperolehnya bila bertingkah laku negatif. 5) Nasihat Bila pada pengalihan diharapkan siswa tidak menyadari bahwa tingkah lakunya sedang dialihkan, maka nasihat siswa disadarkan akan pelanggarannya, dan bertolak dari aturan dalam kegiatan belajar mengajar yang dilanggar oleh siswa, kepada siswa
diberi
memperluas
informasi-informasi wawasannya
yang
tentang
diperlukan
untuk
akibat-akibat
dari
pelanggarannya baik bagi dirinya sendiri maupun bagi siswa lainnya dan guru. Melalui nasihat, dengan akalnya, diharapkan siswa akan menyadari pelanggaraannya, menyadari akibat-akibat
31
dari pelanggarannya, dan pada gilirannya ia tidak melakukan pelanggarannya lagi. 6) Peringatan Bila dalam nasihat guru berbicara panjang lebar dengan siswa tentang pelanggaran yang dibuat siswa, maka dalam peringatan guru hanya menjukkan secara singkat pelanggaran siswa serta mengingatkan kembali konsekuensinya sesuai dengan aturan
yang
berlaku
bila
siswa
mengulangi
melakukan
pelanggaran. 7) Hukuman Hukuman adalah penyajian stimulus tidak menenangkan untuk menghilangkan dengan segera tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya kegiatan belajar mengajar.
B.
Telaah Pustaka Dalam bagian ini peneliti akan paparkan penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan
di Madrasah Tsanawiyah Negeri
Ponorogo. Peneliti menemukan hasil penelitian terdahulu sebanyak tiga penelitian, yakni penelitian pada tahun 2004 dan 2006. Penelitian tersebut antara lain adalah: 1. Pada tahun 2004 terdapat penelitian yang berjudul “Aktivitas Pemanfaatan Waktu Luang (Keagamaan) Dalam Menanggulamgi Kenakalan Siswa Kelas II di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN)
32
Ponorogo” yang dilakukan oleh Nunung Marlinnatus Solikhah Y.P. Hasil penelitian tersebut antara lain adalah:34 a. Tingkat kenakalan siswa kelas II MTsN Ponorogo masih dalam batas kewajaran, misalnya pelanggaran terhadap tata tertib di sekolah maupun di luar sekolah. Hal itu di sebabkan karena siswa lebih dapat memanfaatkan waktu luangnya dengan mengisi hal-hal yang lebih positif b. Aktivitas pemanfaatan waktu luang kelas II MTsN Ponorogo antara lain: dalam jam pelajaran kosong para siswa mengadakan diskusi bersama teman sekelas menyelesaikan tugas-tugas dari guru atau pergi ke perpustakaan. Dalam liburan sekolah para siswa juga mengikuti kegiatan keagamaan antara lain: muhadlarah, sholat dhuhur dan jum’at berjamaah, qiro’ah, hadrah, pondok ramadhan, dan PHBI. 2. Pada tahun 2004 terdapat penelitian yang berjudul “Korelasi Kemampuan Berbahasa Arab Dengan Prestasi Belajar Semester I Siswa Kelas II Pada Bidang Studi Qur’an Hadits di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo” yang dilakukan oleh Rohmat Zainudin . Hasil penelitian tersebut antara lain adalah:35
34
Nunung Marlinnatus S.Y.P, “Aktivitas Pemanfaatan Waktu Luang (Keagamaan) Dalam Menanggulamgi Kenakalan Siswa Kelas II di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo” (Ponorogo : 2004), 73 35 Rohmat Zainudin, “Korelasi Kemampuan Berbahasa Arab Dengan Prestasi Belajar Semester I Siswa Kelas II Pada Bidang Studi Qur’an Hadits di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo”, (Ponorogo: 2004)
33
a. Kemampuan berbahasa Arab siswa kelas II Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo semester I tahun pelajaran 2003/2004 dapat dikategorikan cukup baik, dengan nilai 7-8. b. Prestasi belajar Qur’an Hadits di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo semester I tahun pelajaran 2003/2004 dapat dikategorikan cukup baik, dengan nilai 7-8. c. Kemampuan berbahasa Arab dan prestasi belajar bidang studi Qur’an Hadits pada siswa kelas II semester I Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo tahun pelajaran 2003/2004 terdapat hubungan yang signifikan. Walau demikian ada beberapa siswa yang kemampuan berbahasa Arabnya bagus tetapi prestasi pada bidang studi Qur’an Haditsnya rendah, dan sebaliknya. 3. Pada tahun 2006 terdapat penelitian yang berjudul “Implementasi Penilaian Berbasis Kelas Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadist (Studi Kasus di MTsN Ponorogo)” yang dilakukan oleh Siti Wuriyan. Hasil penelitian tersebut antara lain adalah:36 a. Proses pembelajaran Al-Qur’an Hadist di MTsN Ponorogo adalah pertama, siswa disuruh membaca Al-Qur’an bersama-sama dan siswa disuruh menanyakan maksud ayat yang belum dipahami. Adapun Implementasi Penilaian Berbasis Kelas mata pelajaran Al-Qur’an Hadist di MTsN Ponorogo dengan bentuk tes dan non tes, seperti ulangan harian, mid semester, dan akhir semester. 36
Siti Wuriyan, Kelas Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadist (Studi Kasus di MTsN Ponorogo)”, (Ponorogo : 2004), 62
34
b. Hasil Implementasi Penilaian Berbasis Kelas mata pelajaran AlQur’an Hadist di MTsN Ponorogo dilihat dari perolehan nilai siswa MTsN Ponorogo sudah cukup baik, sedangkan dilihat dari segi afektif, siswa sudah bisa membaca Al-Qur’an dan Hadits, mengahafal, menyalin, dan berbudi pekerti baik. Di lokasi penelitian yang berbeda juga ditemukan penelitian yang ada
sedikit
kesamaan
tema,
tetapi
secara
keseluruhan
berbeda
pembahasannya. Penelitian tersebut antara lain: 4. Pada tahun 2003 terdapat penelitian yang berjudul “Pengaruh Tingkat Pendidikan Guru Terhadap Pengelolaan Kelas Dalam Mengajar di MTsN Sewulan Dagangan Madiun” yang dilakukan oleh Slamet Muttaqin. Hasil penelitian tersebut antara lain adalah:37 a. Bahwa tingkat pendidikan guru di MTsN Sewulan Dagangan Madiun sudah memenuhi kualifikasi professional. b. Adapun pengelolaan kelas oleh guru di MTsN Sewulan Dagangan Madiun untuk masingmasing tingkat pendidikan guru adalah: 1) Guru dengan tingkat pendidikan S-1 untuk pengelolaan kelas dalam kategori baik. 2) Guru dengan tingkat pendidikan sarjana muda untuk pengelolaan kelas dalam kategori baik. 3) Guru dengan tingkat pendidikan D-3 untuk pengelolaan kelas dalam kategori cukup. 37
Slamet Muttaqin, “Pengaruh Tingkat Pendidikan Guru Terhadap Pengelolaan Kelas Dalam Mengajar di MTsN Sewulan Dagangan Madiun”, (Ponorogo: 2003), 63
35
c. Ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan guru terhadap pengelolaan kelas dalam mengajar di MTsN Sewulan Dagangan Madiun. 5. Pada tahun 2005 terdapat penelitian yang berjudul “Urgensi Pengelolaan Kelas Dalam Meningkatkan Efektifitas Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)” yang dilakukan oleh Samsuri . Hasil penelitian tersebut antara lain adalah:38 a. Dalam pengelolaan kelas PAI, strategi yang digunakan untuk meningkatkan
pembelajaran
PAI
yakni
pertama,
strategi
pembelajaran untuk mengaktifkan kelompok, seperti membuat tim pendengar, catatan terbimbing, pertanyaan kelompok, dsb. Kedua, strategi pembelajaran untuk mengaktifkan individu seperti strategi membaca dengan keras, setiap orang adalah guru, dan menulis pengalaman secara langsung. Media pembelajaran yang digunakan yakni bahan-bahan cetakan atau bacaan, alat-alat audio visual, sumber-sumber
masyarakat,
perilaku
guru
dan
pengalaman-
pengalaman. Evaluasi disesuaikan dengan materi PAI yang diberikan, seperti ujian lisan (hafalan) dan tulisan (soal latihan). b. Memberikan kemudahan peserta didik dalam setiap proses pembelajaran PAI, mempermudah guru dalam mengontrol perilaku siswa dalam proses belajar mengajar dan untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran PAI pengelolaan kelas merupakan suatu 38
Samsuri, “Urgensi Pengelolaan Kelas Dalam Meningkatkan Efektifitas Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), (Ponorogo: 2005), 56
36
upaya yang signifikan dalam mencapai tujuan pendidikan Islam, yakni terbentuknya kepribadian muslim yang seluruh aspeknya dijiwai oleh guru Islam Setelah membahas penelitian terdahulu bisa disimpulkan bahwa penelitian yang peneliti lakukan berbeda maksud, tujuan, materi dan hasil yang diteliti di MTsN Ponorogo. Perbedaan tersebut adalah pada penelitian yang dilakukan oleh Nunung Marlinnatus Solikhah Y.P yang dibahas adalah tentang pemanfaatan waktu luang (Keagamaan) dalam menanggulangi kenakalan siswa kelas II di MTsN Ponorogo, pada penelitian yang dilakukan oleh Rohmat Zainudin yang dibahas adalah korelasi kemampuan berbahasa Arab dengan prestasi belajar semester I siswa kelas II MTsN Ponorogo pada bidang studi Qur’an Hadits, kemudian penelitian yang dilakukan oleh Siti Wuriyan membahas tentang implementasi penilaian berbasis kelas mata pelajaran Al-qur’an Hadits. MTsN Ponorogo, bedanya pada penelitian ini membahas tentang bagaimana bentuk-bentuk pengelolaan kelas dalam pembelajaran fiqih kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo yang meliputi pendekatan-pendekatan, teknik preventif dan kuratif dalam pengelolaan kelas. Setelah membahas penelitian terdahulu terdapat sedikit kesamaan tentang tema antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang peneliti lakukan ini. Selain ada sedikit kesamaan tema namun pembahasannya berbeda, perbedaan tersebut diantaranya adalah pada penelitian yang dilakukan oleh Slamet Muttaqien membahas tentang pengaruh tingkat
37
pendidikan guru terhadap pengelolaan kelas dalam mengajar di MTsN Sewulan Dagangan Madiun”, kemudian pada penelitian yang dilakukan oleh Samsuri membahas tentang urgensi pengelolaan kelas dalam meningkatkan efektifitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)”, kemudian penelitian ini membahas tentang bagaimana pengelelolaan kelas pada pembelajaran Fiqih kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo yang pembahasannya meliputi bagaimana pendekatan-pendekatan, teknik preventif dan kuratif dalam pengelolaan kelas.
38
BAB III TEMUAN PENELITIAN DINAMIKA PENGELOLAAN KELAS DALAM PEMBELAJARAN FIQIH KELAS VIII B MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI PONOROGO
A.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Berdirinya Sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo merupakan pendidikan formal yang setingkat dengan Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP), yang biasa disebut dengan SLTP berciri khas Agama Islam yang didirikan atau diselenggarakan oleh Departemen Agama. Faktor-faktor berdirinya Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo diantaranya adalah karena pada saat itu di Kabupaten Ponorogo hanya terdapat Madrasah Tsanawiyah Negeri yang terletak di desa Karang Gebang Jetis. Terletak di sebelah selatan kota Ponorogo ± 10 Km dari arah kota Ponorogo. Selain itu ada faktor yang lain yaitu banyaknya Madrasah Tsanawiyah swasta pada saat itu. Dengan adanya dua faktor tersebut maka tahun 1979 Kepala Kantor
Departemen
Agama/Menteri
Agama
menerbitkan
Surat
Keputusan Kenegrian dari beberapa Madrasah Tsanawiyah swasta di Ponorogo pada tahun 1980 turunlah SK tersebut. Tetapi bukan penegrian dari sekolah swasta, tetapi melainkan mendapat relokasi (Perpindahan MTs) dari MTs Benteng Ngawi.
39
Pada saat itu Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo ditempatkan di kelurahan Setono Kecamatan Jenangan Ponorogo dan menempati gedung Ma’arif Setono menempati dua local dengan jumlah 80 siswa. Kemudian pada tahun 1981/1982 lokasi Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo dipindah ke Jl. Ki Ageng Mirah No.79 Japan Jenangan Ponorogo sampai sekarang. Pada saat itu (1981/1982) jumlah siswa secara keseluruhan sebanyak 276 siswa. 2. Letak Geografis Pada bagian ini peneliti akan memberikan informasi secara umum tentang keadaan lingkungan Madrasah Tsanawiyah Negeri Ponorogo yang menjadi objek penelitian. Identitas Sekolah: 1. Nama Sekolah
: Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo
2. Alamat
: Jl. Ki Ageng Mirah No.79 Telp. (0351) 461227 Japan – Babadan – Ponorogo
3. Kabupaten/Kota : Ponorogo 4. Propinsi
: Jawa Timur
5. Perbatasan
: Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Japan Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Singosaren Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Setono Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Setono.
40
Letak Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo cukup strategis, berada tidak jauh dari jalan raya Ngebel tepatnya di Jl. Ki Ageng Mirah No.79 Japan Jenangan Ponorogo di depan SMK Negeri Ponorogo yang sangat mudah dijangkau oleh kendaraan umum.39 3. Visi dan Misi Setiap lembaga pendidikan pasti memiliki visi, misi, dan tujuan untk acuan pelaksanaan semua kegiatan dalam lembaga tersebut. Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo juga memiliki visi, misi, dan tujuan madrasah yang jelas.40 4. Struktur Organisasi dan Personalia Madrasah Struktur organisasai dan personalia sangat penting demi kelancaran kegiatan setiap lembaga pendidikan. Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo juga membentuk Struktur Organisasi dan Personalia Madrasah yang sudah memadai.41 Struktur organisasi belum pernah mengalami peremajaan total, dalam peremajaannya hanya dengan melengkapi hal-hal yang sekiranya perlu ditambahi, dikurangi, maupun diganti sesuai kebutuhan.42
39
Lihat pada 01/WA/08-XI-2007 40 Lihat pada 02/WA/09-XI-2007 41 Lihat pada 02/WA/03-XI-2007 42 Lihat pada 20/WA/16-IV/2008
Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: Transkip Rekaman Dokumentasi dalam lampiran skripsi ini. Koding: Transkip Rekaman Dokumentasi dalam lampiran skripsi ini. Koding: Transkip Rekaman Dokumentasi dalam lampiran skripsi ini. Koding
41
5. Keadaan guru, siswa, dan karyawan. Pendataan dan dokumentasi keadaan guru, siswa, dan karyawan salah satu bagian yang penting Hal itu bertujuan untuk mempermudah dalam kepengawasan guru, siswa, dan karyawan.43 6. Sarana dan prasarana Tabel 3.1 Fasilitas sekolah/madrasah44 No
Ruang
Jml
Keadaan
Ket
5 BAIK BAIK
6 Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak
1 1 2
2 Teori/kelas Laboraturium IPA
3 13 1
Luas (m2) 4 814 28
3
Perpustakaan
1
56
DARURAT
4 5 6 7 8 9 10 11 12
Ketrampilan Kesenian Guru Kepala Kantor Komputer BP/BK Mushola Kantin
1 1 1 1 1 1 1 1 1
16 16 56 25 56 56 28 64 8
DARURAT BAIK BAIK BAIK BAIK BAIK BAIK BAIK BAIK
13 14
Kamar Kecil Serba Guna
9 1
54 40
SEDANG SEDANG
15 16
UKS Koperasi Madrasah
1 1
28 12
BAIK DARURAT
43 Lihat pada Transkip Rekaman Dokumentasi dalam lampiran skripsi ini. Koding: 24/wa/11-IV-2008 44 Lihat pada Transkip Rekaman Dokumentasi dalam lampiran skripsi ini. Koding: 04/WA/13-XI-2007
42
B.
Data Tentang Pengelolaan Kelas Dalam Pembelajaran Fiqih Kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTSN) Ponorogo 1. Kegiatan Pembelajaran dan Kurikulum Fiqih Kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo Pendidikan agama khususnya Fiqih di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo dimaksudkan untuk meningkatkan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia yang mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Selain itu, peningkatan potensi spiritual juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pengenalan, pemahaman, dan penanaman dari pendidikan agama, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan untuk mengoptimalisasikan berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. Pendidikan Agama Islam (Fiqih) di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial.
43
Pendidikan Agama diharapkan
menghasilkan
Islam (Fiqih) di MTsN Ponorogo manusia
yang
selalu
berupaya
menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat dan bermoral. Manusia seperti itu diharapkan menjadi manusia yang tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global. Pendidikan agama Islam di MTsN Ponorogo bertujuan untuk: a. Mengembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi
manusia
yang
terus
berkembang
keimanan
dan
ketakwaannya kepada Allah SWT. b. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, dan bermoral. Bertoleransi (tasammuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah. Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo sudah menerapkan KTSP dengan serentak seluruh mata pelajaran mulai kelas
44
VII sampai kelas IX sejak tahun pelajaran 2007/2008.45 Berdasarkan Pedoman dan Implementasi Pengembangan KTSP MTs standar kompetensi lulusan Madrasah Tsanawiyah (MTsN) Ponorogo kelompok mata pelajaran Agama dan Akhlak mulia adalah sebagai berikut: a. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja b. Menerapkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan c. Memahami keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi d. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun yang mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan e. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang sesuai dengan tuntutan agamanya f. Memanfaatkan lingkungan sebagai makhluk ciptaan Tuhan secara bertanggung jawab g. Menghargai perbedaan pendapat dalam menjalankan ajaran agama.46 Pendidikan Agama Islam (Fiqih) menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan manusia dengan alam sekitarnya.
45
Lihat pada Transkip Rekaman Dokumentasi dalam lampiran skripsi ini. Koding 20/WA/16-IV/2008 46 Majelis Pertimbangan dan Pemberdayaan Pendidikan Agama dan Keagamaan (MP3A), Pedoman dan Implementasi Pengembangan KTSP MTs, (Surabaya: Kantor Wilayah Departemen Agama Provininsi Jawa Timur, 2006), 13
45
Kegiatan belajar mengajar adalah kegiatan inti dalam pendidikan (khususnya PAI). Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran. Dalam rangkaian kegiatan belajar mengajar seorang pendidik (guru Agama) dituntut untuk mengupayakan pengelolaan kelas yang baik, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif, efektif dan efisien agar nantinya bisa tercapai semua tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam khususnya Fiqih. Materi yang akan disampaikan kepada peserta didik harus harus diatur dalam penyampaiannya, diawali dengan yang mudah, kemudian dilanjutkan dengan materi yang membutuhkan banyak pemikiran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. H Sutarto Karim sebagai berikut: Dalam pelaksanaannya, pengajaran Fiqih ini pada tingkat permulaan tentu saja diberikan materi-materi yang sederhana, tidak banyak membutuhkan pemikiran yang berbelit-belit. Kalau dalam awal pembelajaran peserta didik langsung diberikan pelajaran yang sulit pasti peserta didik akan enggan, takut, dan tidak berminat lagi untuk melanjutkan kegiatan pembelajaran berikutnya.47 Hal yang sama disampaikan oleh siswa kelas VIII B MTsN Ponorogo tentang penyampaian materi yang dikakukan oleh guru Fiqih sebagai berikut:
47
Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 05/WA/09-III-2008
46
Dalam penyanpaian materi guru Fiqih pada awal mengajar memberikan materi-materi yang sederhana, kemudian semakin lama guru memberikan materi yang membutuhkan pikiran yang lebih banyak.48 Dilihat dari segi pengamalan ajaran Islam, pembelajaran Fiqih kelas VIII B adalah pembelajaran yang bersifat amaliah, harus mengandung unsur teori dan praktek. Belajar Fiqih bukan sekedar teori yang harus dihafal, tetapi juga untuk diamalkan, apabila berisi perintah harus dilaksanakan, apabila berisi larangan harus ditinggalkan. Lebih ekstrim lagi apabila dikatakan ilmu Fiqih untuk diketahui, diamalkan, dan sekaligus menjadi pedoman atau pegangan hidup. Untuk itu, tentu saja materi yang praktis dan mudah untuk diamalkan sehari-hari harus di dahulukan dalam pelaksanaan pembelajarannya, adapun caranya adalah dengan memulai materi yang tidak perlu pemikiran banyak dan tidak terlalu rumit agar siswa dapat segara memahaminya.. Tujuan merupakan suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Sebagai unsur yang penting dalam suatu kegiatan, maka tujuan tidak bisa diabaikan. Demikian juga dalam kegiatan belajar mengajar, tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai semaksimal mungkin. Untuk itu, kegiatan belajar mengajar tidak boleh dilaksanakan dengan sesuka hati, namun harus ada kesungguhan niat untuk melaksanakannya agar tujuan yang maksimal dapat dicapai. Demikian juga halnya dalam pembelajaran Fiqih kelas VIII B, guru
48
Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 10/WA/10-IV/2008, 11/WA/10-IV/2008, 12/WA/10-IV/2008
47
selalu berusaha semaksimal mungkin dalam pencapaian tujuan yang sudah direncanakan. Dalam kegiatan pembelajaran Fiqih kelas VIII B guru memberikan pengajaran yang sesuai dengan ketetapan komponenkomponen dalam pembelajaran agar dapat memperoleh hasil yang diinginkan. Selain itu materi juga mempengaruhi kesuksesan dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk itu, materi yang digunakan harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Materi mempunyai kata lain yakni bahan pelajaran, bahan pelajran yang dimaksud disini adalah: Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran kegiatan belajar mengajar tidak akan berjalan, oleh karena itu guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.49 Setiap akan melaksanakan kegiatan pembelajaran guru harus mempersiapkan hal-hal yang akan dilaksanakan, dalam konteks ini adalah rencana pembelajaran. Dalam pembelajaran Fiqih kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo, guru juga melakukan perencanaan pembelajaran, seperti yang diungkapkan oleh Drs. H Sutarto Karim sebagai berikut: Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Namun tidak setiap kegiatan pembelajaran guru membuat RPP, tetapi pada saat bab baru atau ganti materi. Dalam setiap pembelajaran Fiqih selain membuat RPP guru juga selalu melakukan evaluasi dalam 49
Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 05/WA/09-III-2008
48
setiap pembelajaran, entah di awal, di tengah, maupun di akhir pembelajaran untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman peserta didik dengan materi yang telah disampaikan.50 Evaluasi atau penilaian sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa tentang materi yang telah disampaikan. Guru Fiqih kelas VIII B MTsN Ponorogo juga melakukan evaluasi, sebagaimana keterangan dari Drs. H. Sutarto Karim berikut: Guru Fiqih juga melakukan evaluasi. Walaupun dalam RPP tercantum evaluasi, namun dalam pelaksanaanya tidak selalu terlaksana dalam kegiatan pembelajaran, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dan sisa waktu yang ada. Evaluasi biasanya dilakukan pada awal, tengah, maupun akhir pembelajaran.51 Hal yang sama juga yang disampaikan oleh siswa kelas VIII B MTsN Ponorogo sebagai berikut: Guru Fiqih tidak selalu melakukan evaluasi dalam mengajar. Kadang-kadang melakukan evaluasi di awal, di tengah, dan di akhir mengajar. Guru melakukan evaluasi dengan cara lisan, LKS, dan ulangan harian.52 2. Data Tentang Pengelolaan Kelas Dalam Pembelajaran Fiqih Kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo. Pengelolaan kelas adalah salah satu hal penting yang harus dikuasai seorang pendidik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, kemampuan seorang pendidik untuk mengelola kelas
50
Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 19/WA/12-III-2008 51 Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 19/WA/12-IV/2008 52 Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 13/WA/11-IV/2008, 14/WA/11-IV/2008, dan 15/WA/11-IV/2008
49
sangat berpengaruh dalam tercapainya tujuan pembelajaran yang direncanakan. Menurut data yang peneliti temukan, pada pembelajaran Fiqih kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo menggunakan teknik pendekatan perubahan tingkah laku. Sebagaimana yang disampaikan oleh Drs. H Sutarto Karim sebagai berikut: Apabila ada siswa yang berperilaku menyimpang, maka guru Fiqih akan melakukan pendekatan perubahan tingkah laku kepada peserta didik tersebut dan akan memberikan nasihat, peringatan, dan hukuman agar peserta didik yang berperilaku menyimpang tersebut sadar akan kesalahan yang diperbuat dan tidak melakukannya lagi. Guru juga menggunakan pendekatan kelompok dan perubahan sosial emosional.53 Hal yang sama juga disampaikan oleh siswa kelas VIII B MTsN Ponorogo tentang nasihat, peringatan, dan hukuman yang dilakukan oleh guru Fiqih sebagai berikut: Guru Fiqih pernah memberikan nasihat kepada siswa yang berperilaku menyimpang, pernah juga melakukan peringatan dan hukuman kepada siswa tersebut. Pernah ada siswa yang mengantuk, kemudian guru memberikan nasihat, setelah diberi nasihat masih saja mengantuk, dan akhirnya siswa tersebut disuruh ke kamar mandi untuk cuci muka agar rasa ngantuknya hilang.54 Pendekatan proses kelompok juga dilakukan oleh guru Fiqih, sebagaimana yang disampaikan oleh Drs. H. Sutarto Karim sebagai berikut:
53 Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 07/WA/13-III-2008 54 Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 21/WA/19-IV/2008, 22/WA/19-IV/2008, dan 23/WA/19-IV/2008
50
Dalam awal pembelajaran Fiqih, guru mengarahkan seluruh siswa untuk menciptakan kelompok kelas yang kuat, kompak, serta dapat bekerjasama secara efektif dan efisien.55 Pendekatan sosial emosional juga dilakukan oleh guru Fiqih, sebagaimana yang disampaikan oleh Drs. H. Sutarto Karim sebagai berikut: Guru berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan hubungan yang serasi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa dengan cara guru bersikap terbuka, tulus, menghargai tanpa syarat dan mendorong kreatifitas siswa.56 Selain itu, pembelajaran Fiqih kelas VIII B di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo juga menerapkan teknik pendekatan pengelolaan kelas dan pendekatan proses kelompok. Contoh teknik pengelolaan kelas adalah pada waktu pembelajaran guru selalu mengarahkan kepada seluruh peserta didik untuk berperilaku yang baik. Apabila ada tingkah laku siswa yang menyimpang, maka guru akan segera mengatasi dengan nasihat maupun hukuman agar siswa tersebut dapat
menyadari
kesalahannya
serta
berusaha
untuk
merubah
perilakunya menjadi lebih baik. Dalam pembelajaran Fiqih guru juga menggunakan pendekatan hubungan sosial. Guru berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan hubungan yang serasi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa. Dalam awal pembelajaran Fiqih, guru mengarahkan seluruh siswa untuk menciptakan kelompok kelas yang kuat serta dapat bekerjasama secara efektif dan efisien. 55 Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 08/WA/16-III/2008 56 Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 08/WA/16-III/2008
51
Selain teknik di atas guru Fiqih kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo juga melakukan pencegahan terhadap masalah yang muncul dalam pembelajaran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. H Sutarto Karim sebagai berikut: Guru juga melakukan pencegahan-pencegahan masalah yang sekiranya akan muncul dalam kegiatan pembelajaran. Misalnya, pada setiap awal pembelajaran guru selalu menjelaskan bagaimana maksud dan tujuan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan, agar peserta didik tidak bingung dengan maksud dan tujuan kegiatan pembelajaran tersebut. Contoh yang lain dalam pencegahan masalah adalah guru bersifat terbuka mengungkapkan perasaan yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran. Guru juga sangat terbuka dalam menerima masukan-masukan yang disampaikan oleh siswa, sehingga tercipta kondisi yang serasi antara guru dengan peserta didik. Guru juga memberikan penghargaan kepada siswa yang sudah melakukan kegaiatan yang baik tanpa adanya subjektifitas dan memandang siapa latar belakang siswa tersebut, misalnya ada peserta didik yang mendapatkan nilai baik dalam ulangan, guru memberikan penghargaan dan pujian kepada peserta didik tersebut sehingga termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi.57 Hal yang sama juga disampaikan oleh siswa kelas VIII B MTsN Ponorogo sebagai berikut: Dalam setiap awal mengajar guru Fiqih selalu menyampaikan maksud dan tujuan pelajaran. Guru Fiqih juga pernah melakukan pujian kepada siswa yang mempunyai prestasi yang baik. Misalnya pada waktu siswa ada yang mendapat nilai baik, guru memberikan pujian kepada siswa tersebut. Tanpa pilih kasih. Penghargaannya hanya secara lisan, tidak pernah memberikan hadiah berupa barang kepada siswa yang berprestasi.58
57 Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 06/WA/14-III-2008 58 Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 10/WA/10-IV/2008, 11/WA/10-IV/2008, dan 12/WA/10-IV/2008
52
Guru
Fiqih
pernah
melakukan
pendelegasian
tugas
kepemimpinan dan sikap demokratis kepada siswa, sebagaimana yang disampaikan oleh Drs. H. Sutarto Karim sebagai berikut: Mendelegasikan tugas kepemimpinan kepada siswa juga diterapkan dalam pembelajaran Fiqih, misalnya dalam melakukan diskusi guru menunjuk salah satu anggota kelompok untuk memimpin jalannya diskusi ke arah tujuan yang diharapkan. Dalam memilih anggota kelompokpun guru bersikap demokratis dengan cara memberikan kebebasan bagi siswa untuk memilih sendiri anggota kelompoknya.59 Hal yang sama disampaikan oleh siswa kelas VIII B MTsN Ponorogo sebagai berikut: Dalam kegiatan diskusi guru Fiqih memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih kelompoknya masing-masing, kemudian guru menunjuk salah satu anggota kelompok untuk memimpin jalannya diskusi agar memperlancar jalannya diskusi.60 Walaupun guru Fiqih kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo telah melakukan pencegahan, tetapi masih saja ada permasalahan dalam pembelajaran. Namun hal tersebut masih dapat diminimalis. Untuk mengatasi masalah tersebut, guru Fiqih juga melakukan pemecahan masalah tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Drs. H Sutarto Karim sebagai berikut: Dalam mengatasi masalah dalam pembelajaran salah satunya dengan cara membicarakan atau mendiskusikan masalah yang timbul dengan peserta didik. Misalnya, kondisi kelas yang tidak bisa dikendalikan atau gaduh, guru menyampaikan perasaan yang dirasakan kepada peserta didik dalam forum diskusi tersebut. Guru berdiskusi untuk mengetahui penyebab masalah 59 Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 19/WA/12-IV/2008 60 Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 16/WA/12-IV/2008, 17/WA/12-IV/2008, dan 18/WA/12-IV/2008
53
itu timbul dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan pendapat tentang bagaimana penyelesaiannya, kegiatan tersebut dilakukan agar masalah yang timbul bisa diselesaikan dengan baik.61 Hal yang sama juga disampaikan oleh siswa kelas VIII B MTsN Ponorogo sebagai berikut: Guru pernah melakukan diskusi tentang masalah yang ada di kelas, siswa diberi kesempatan berpendapat untuk penyelesaiannya, sehingga masalah tersebut bisa 62 terselesaikan. Dalam semua kegiatan pembelajaran pasti terdapat masalahmasalah, guru harus pandai-pandai mengatasi permasalahan tersebut sebelum timbul permasalahan lain. Guru harus cepat tanggap menangani permasalahan dalam pembelajaran.
61 Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 09/WA/16-III/2008 62 Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 16/WA/12-IV/2008, 17/WA/12-IV/2008, dan 18/WA/12-IV/2008
54
BAB IV ANALISA DINAMIKA PENGELOLAAN KELAS DALAM PEMBELAJARAN FIQIH KELAS VIII B MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI (MTsN) PONOROGO
A.
Analisa
Pendekatan-Pendekatan
Pengelolaan
Kelas
Dalam
Pembelajaran Fiqih Pada Siswa Kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo. Dalam kegiatan pembelajaran Fiqih kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo guru menggunakan pendekatanpendekatan pengelolaan kelas. Bertolak dari teori yang dikemukakan oleh James Cooper yang membahas tentang pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas, yaitu Pendekatan Modifikasi Tingkah Laku, Pendekatan Hubungan Sosial Emosional, dan Pendekatan Proses Kelompok. Guru bidang studi Fiqih VIII B kelas sudah menggunakan tiga pendekatan tersebut. Penggunaan pendekatan tersebut tidak selalu digunakan dalam setiap pembelajaran Fiqih, disesuaikan dengan masalah yang timbul dalam kegiatan pembelajaran pada saat itu. Pendekatan yang dilakukan pertama kali adalah pendekatan Modifikasi Tingkah Laku, misalnya pada waktu pembelajaran guru selalu mengarahkan kepada seluruh peserta didik untuk berperilaku yang baik. Apabila ada tingkah laku siswa yang menyimpang, maka guru akan segera mengatasi dengan teguran, nasihat bahkan dengan
55
hukuman agar siswa tersebut dapat menyadari kesalahannya serta berusaha untuk merubah perilakunya menjadi lebih baik. Dalam pembelajaran Fiqih guru juga menggunakan pendekatan yang kedua yakni Pendekatan Hubungan Sosial Emosional, guru berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan hubungan yang serasi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa dengan cara guru bersikap terbuka, tulus, menghargai tanpa syarat dan mendorong kreatifitas siswa. Contoh penerapan pendekatan ini adalah guru bersikap terbuka dan tulus selama dalam kegiatan pembelajaran Fiqih berlangsung. Guru tidak menutup-nutupi perasaan yang dirasakan saat itu, kemudian guru menyampaikan perasaan tersebut kepada siswa sehingga terjadi hubungan emosional antara guru dengan siswa. Pendekatan ketiga yang digunakan dalam pembelajaran Fiqih yakni Pendekatan Proses Kelompok. Dalam awal pembelajaran Fiqih, guru mengarahkan seluruh siswa untuk menciptakan kelompok kelas yang kuat, kompak, serta dapat bekerjasama secara efektif dan efisien. Hal ini disebabkan karena dalam awal pembelajaran semua siswa berbeda pikiran, tujuan, dan perasaan. Maka dari itu guru Fiqih dalam awal pembelajaran selalu berusaha menyatukan tujuan dan pikiran menjadi satu tujuan kelompok sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran Fiqih tersebut. Guru menggunakan pendekatan-pendekatan di atas tidak lain hanya
untuk
mengatasi
permasalahan
kegiatan
pembelajaran
dan
56
menciptakan susasana kelas yang kondusif, efektif dan efisien sehingga tujuan pembelajaran Fiqih bisa tercapai secara maksimal. Dilihat dari teori yang disampaikan James Cooper, kegiatan pembelajaran Fiqih kelas VIII B sudah menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut dalam pembelajaran walaupun tidak selalu digunakan bersamaan. Penggunaaan pendekatan-pendekatan di atas disesuaikan dengan kebutuhan dalam kegiatan pembelajaran Fiqih saat itu. Dari analisis data di atas bisa disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas dalam kegiatan pembelajaran Fiqih kelas VIIIB Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo bisa dikatakan sudah baik dan efektif, karena sudah menggunakan ketiga pendekatan yang disampaikan oleh James Cooper.
B.
Analisa Teknik-teknik preventif pengelolaan kelas dalam pembelajaran Fiqih pada siswa kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo. Dalam setiap kegiatan pembelajaran manapun pasti terdapat masalah, sekecil apapun masalah itu. Maka dari itu perlu adanya pencegahan masalah-masalah yang akan timbul. Sesuai peribahasa yang mengatakan lebih baik mencegah daripada mengobati, maksudnya yang sesuai dengan peribahasa tersebut adalah lebih baik mencegah masalah yang timbul dengan perencanaan yang baik daripada harus menyelesaikan masalah yang terlanjur besar dan belum tentu masalah tersebut dapat terselesaikan dengan baik.
57
Dalam kegiatan pembelajaran Fiqih kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo guru menggunakan teknik-teknik preventif pengelolaan kelas untuk mencegah adanya permasalahan yang timbul dalam kegiatan pembelajaran. Teknik-teknik preventif yang digunakan antara lain adalah mengarahkan siswa kepada tujuan kelompok, membuat aturan kegiatan belajar mengajar,
mendelegasikan tugas
kepemimpinan kepada siswa, sikap terbuka, sikap tulus, sikap menghargai tanpa syarat, sikap demokratis, sikap mendorong kreatifitas, dan penguatan positif. Dalam
setiap
kegiatan
pembelajaran
Fiqih
guru
selalu
menggunakan teknik-teknik tersebut. Misalnya aturan kegiatan belajar mengajar, pada awal kegiatan diskusi kelompok guru meyampaikan aturan tentang bagaimana tata cara dan pelaksanaan diskusi, sehingga kegiatan diskusi bisa berjalan dengan lancar dan siswa dapat menjalin kerjasama baik. Hal tersebut juga dapat meminimalis adanya hambatan yang akan muncul dalam diskusi tersebut. Penerapan teknik preventif yang lain adalah sikap mendorong kreatifitas. Dalam penerapan teknik ini guru memberikan suatu masalah, kemudian siswa diberi kebebasan untuk menyelesaikan masalah itu sesuai dengan pikiran dan pendapat masing-masing siswa, sehingga dapat mendorong munculnya kreatifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran Fiqih. Sikap menghargai tanpa syarat juga diterapkan dalam kegiatan pembelajaran Fiqih Kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN)
58
Ponorogo. Misalnya dalam kegiatan pebelajaran ada siswa yang mampu menyampaikan pendapat dan menyelesaikan sebuah masalah yang disampaikan oleh guru, maka guru kemudian memberikan pengahargaan melalui pujian dan mengajak semua siswa untuk memberikan tepuk tangan, sehingga hal tersebut memotivasi siswa-siswa yang lain untuk melakukan hal yang sama untuk meningkatkan kemampuan berfikir siswa dan keinginana untuk menjadi lebih baik. Sikap mendorong kreatifitas juga diterapkan pada saat siswa pasif dan tidak ada kekreatifan yang muncul, maka guru berupaya untuk menghidupkan kelas dan mendorong kreatifitas siswa dengan cara memberikan permasalahan agar siswa termotivasi untuk memecahkan masalah tersebut dan menyelesaikan masalah bersama-sama. Dengan demikian kelas yang siswanya pasif akan menjadi aktif dan selalu mempunyai ide-ide baru demi terciptanya kelancaran dalam kegiatan pembelajaran Fiqih di kelas tersebut. Mendelegasikan tugas kepemimpinan kepada siswa juga diterapkan dalam pembelajaran Fiqih, misalnya dalam melakukan diskusi guru menunjuk salah satu anggota kelompok untuk memimpin jalannya diskusi ke arah tujuan yang diharapkan. Dalam memilih anggota kelompokpun guru bersikap demokratis dengan cara memberikan kebebasan bagi siswa untuk memilih sendiri anggota kelompoknya.
59
Semua teknik preventif tersebut di atas dilakukan guna mencegah permasalahan dalam pembelajaran Fiqih kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo. Bertolak dari teori yang disampaikan James Cooper tentang teknik preventif pengelolaan kelas yang meliputi mengarahkan siswa kepada tujuan
kelompok,
membuat
aturan
kegiatan
belajar
mengajar,
mendelegasikan tugas siswa, sikap terbuka, sikap tulus, sikap menghargai tanpa syarat, sikap empati, sikap demokratis, sikap mendorong kreatifitas, dan penguatan positif, maka teknik yang digunakan dalam pembelajaran Fiqih Kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo sudah sesuai dengan teori yang disampaikan oleh James Cooper, karena sudah menerapkan sembilan dari sepuluh teknik preventif tersebut di atas.
C.
Analisa Teknik-teknik kuratif pengelolaan kelas dalam pembelajaran Fiqih pada siswa kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo. Dalam setiap pembelajaran pasti terdapat permasalahan sekecil apapun
walaupun
guru
sudah
menerapkan
teknik-teknik
preventif
pengelolaan kelas dalam pelaksanaanya. Tentunya menyelesaikan masalah itu
lebih
sulit
daripada
mencegah
permasalahan
dalam
kegiatan
pembelajaran. Maka dari itu dalam kegiatan pembelajaran Fiqih kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo guru menggunakan teknik-
60
teknik kuratif pengelolaan kelas untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam kegiatan pembelajaran. Teknik-teknik kuratif pengelolaan kelas yang digunakan antara lain adalah diskusi masalah kelas, penguatan negatif, nasihat, peringatan, dan hukuman. Setiap pertemuan pembelajaran, guru selalu menggunakan teknik kuratif yang berbeda-beda, tergantung permasalahan yang timbul pada pertemuan pembelajaran tersebut.63 Penerapan teknik kuratif dalam pembelajaran Fiqih misalnya adalah dalam pembelajaran ada siswa yang membuat gaduh, tindakan
yang pertama kali dilakukan guru adalah
memberi nasihat, apabila setelah diberi nasihat siswa tersebut masih tetap membuat gaduh maka guru akan memberikan peringatan, namun apabila dua hal tersebut tidak mampu mengatasi siswa tersebut maka guru akan memberikan hukuman yang berbeda-beda. Contohnya adalah berdiri di depan kelas atau dikeluarkan dari kegiatan pembelajaran. Diskusi masalah kelas juga dilakukan guru apabila masalah yang timbul berhubungan dengan keseluruhan kegiatan pembelajaran dan guru sudah tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut. Misalnya, hampir semua siswa tidak mau memperhatikan penjelasan dan tidak respect dengan materi yang guru sampaikan. Kemudian guru melakukan diskusi masalah kelas dengan cara sebagai berikut:
63
III-2008
Lihat pada Transkip Rekaman Wawancara dalam lampiran skripsi ini. Koding: 09WA/17-
61
1. Guru membimbing siswa untuk menyegarkan kembali ingatan tentang tujuan kelompok 2. Guru membimbing siswa untuk menyegarkan kembali ingatan tentang aturan yang sedang berlaku serta relevansinya dengan pencapaian tujuan kelompok 3. Guru mengungkapkan kembali secara jelas dan terperinci konflik yang mendorong diadakannya diskusi masalah kelas 4. Guru
bersama
siswa
berdiskusi
untuk
menemukan
berbagai
kemungkinan jalan keluar 5. Guru bersama siswa memilih jalan keluar yang paling tepat digunakan 6. Diskusi diakhiri dengan acara keakraban Penguatan negatif juga dilakukan dalam pembelajaran Fiqih, misalnya guru
ingin agar siswa mengerjakan tugas dengan cepat, guru
selalu memberikan tugas yang banyak dengan waktu yang amat terbatas (stimulus tidak menyenangkan). Sementara apabila siswa ternyata dengan cepat menyelesaikan tugas tersebut guru dapat mengurangi stimulus tidak menyenangkan tersebut dengan cara mengurangi jumlah tugas atau menambah waktu menyelesaikan tugas (penguatan negatif). Hal ini dilakukan secara berulang-ulang hingga akhirnya siswa menjadi terbiasa untuk mengerjakan tugas dengan cepat. Semua penerapan teknik-teknik kuratif pengelolaan kelas di atas dilakukan guru tidak lain adalah untuk menyelesaikan masalah dalam
62
pembelajaran agar kegiatan pembelajaran Fiqih berjalan dengan lancar sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai. Bertolak dari teori yang dikeluarkan oleh James Cooper tentang teknik-teknik kuratif dalam pengelolaan kelas yakni diskusi masalah kelas, penguatan negatif, nasihat, peringatan, dan hukuman, pembelajaran Fiqih Kelas VIII B di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo sudah menerapkan teknik-teknik kuratif dengan baik. Hal itu dibuktikan dengan penerapan lima dari ketujuh teknik yang disampaikan oleh James Cooper.
63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan Dari pembahasan di atas, hasil penelitian tentang “Dinamika Pengelolaan Kelas Dalam Pembelajaran Fiqih Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah NegerI (MTsN) Ponorogo”, dengan fokus penelitian pada bagaimana Pengelolaan Kelas dalam pembelajaran Fiqih di kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo, maka dapat disimpulkan: 1. Penggunaan pendekatan-pendekatan pengelolaan kelas dalam kegiatan pembelajaran Fiqih kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo bisa dikatakan sudah baik, karena sudah menerapkan tiga pendekatan pengelolaan kelas, diantaranya Pendekatan Modifikasi Tingkah Laku (Behavior Modification), Pendekatan Hubungan Sosial Emosional (Social Emosional Climate), dan Pendekatan Proses Kelompok (Group Processess). 2. Penggunaan teknik-teknik preventif pengelolaan kelas dalam kegiatan pembelajaran Fiqih kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo bisa dikatakan sudah baik, karena menerpkan sepuluh teknik preventif pengelolaan kelas, diantaranya mengarahkan siswa kepada tujuan
kelompok,
membuat
aturan
kegiatan
belajar
mengajar,
mendelegasikan tugas kepemimpinan kepada siswa, sikap terbuka, sikap
64
tulus, sikap menghargai tanpa syarat, sikap demokratis, sikap empati, sikap mendorong kreatifitas, dan penguatan positif. 3. Penggunaan teknik-teknik kuratif pengelolaan kelas dalam kegiatan pembelajaran Fiqih kelas VIII B Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo bisa dikatakan sudah baik, karena sudah menerapkan kelima dari ketujuh teknik kuratif pengelolaan kelas, diantaranya, diskusi masalah kelas, penguatan negative, nasihat, peringatan dan hukuman.
B. Saran-saran Sekolah
sebagai
sarana
pengembangan
kepribadian
dan
intelektual peserta didik berkewajiban mencetak generasi muda yang memiliki kemampuan untuk meneruskan dan meningkatkan pembangunan bangsa. Kepala sekolah, para guru dan seluruh karyawan yang terlibat di dalam suatu lembaga pendidikan hendaknya mempunyai satu tujuan yang sama yang utuh dalam pencapaian tujuan pendidikan di sekolah tersebut. Dari penelitian yang telah penulis lakukan, maka ada beberapa saran, antara lain: a. Bagi Kepala Sekolah hendaklah selalu memberikan masukan-masukan kepada seluruh guru untuk pengembangan dan peningkatan pengelolaan kelas agar tujuan pendidikan di sekolah bisa tercapai secara maksimal. b. Bagi guru-guru hendaklah selalu berinovasi dalam pengelolaan kelas untuk peningkatan dan mempertahankan pengelolaan kelas yang sudah dicapai.
65
c. Bagi guru Pendidikan Agama Islam (PAI) hendaknya memberikan ilmu dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial.
66
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi, Pengelolaan Kelas dan siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1986) Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998) Hadi, Sutrisno, Metodologi Research 2, (Yogyakarta: Andi Offset, 1993) Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006) Hasbullah, Dasar- Dasar Ilmu Pendidikan, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003) Jamarah, Saiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) Majelis Pertimbangan dan Pemberdayaan Pendidikan Agama dan Keagamaan (MP3A), Pedoman dan Implementasi Pengembangan KTSP MTs, (Surabaya: Kantor Wilayah Departemen Agama Provininsi Jawa Timur, 2006) Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) Moleong, Lexi, Metodologi Penelitian kualitatif , (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000) Mustakim, Psikologi Pendidikan, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2001) Muttaqin, Slamet, “Pengaruh Tingkat Pendidikan Guru Terhadap Pengelolaan Kelas Dalam Mengajar di MTsN Sewulan Dagangan Madiun”, (Ponorogo:2003) Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: 2003) Pidarta, Made, Pengelolaan Kelas, (Surabaya : Usaha Nasional, tt) Purwanto, M. Ngalim, Psikologi Pendidikan, (Bandung: CV. Remadja Karya, 1985) S.Y.P, Nunung Marlinnatus, “Aktivitas Pemanfaatan Waktu Luang (Keagamaan) Dalam Menanggulamgi Kenakalan Siswa Kelas II di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo” (Ponorogo : 2004)
67
Samsuri, “Urgensi Pengelolaan Kelas Dalam Meningkatkan Efektifitas Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI),(Ponorogo: 2005) Sudirman, Nur’aini, Buku Pintar Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Ilmu, 1990) Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2005) Surahmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode dan Tehnik, (Bandung: Tarsito, 1990) Toenlioe, A.J.E, Teori dan Praktek Pengelolaan Kelas, (Surabaya : Usaha Nasional, 1992) Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995) Wijaya, Cece, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991) Wuriyan, Siti, Kelas Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadist (Studi Kasus di MTsN Ponorogo)”, (Ponorogo : 2004) Zainudin, Rohmat, “Korelasi Kemampuan Berbahasa Arab Dengan Prestasi Belajar Semester I Siswa Kelas II Pada Bidang Studi Qur’an Hadits di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Ponorogo”, (Ponorogo: 2004)