BAB I PENGANTAR
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Dunia usaha adalah lokomotif pertumbuhan perekonomian suatu negara sudah menjadi aksioma (Widjaja, 2004). Oleh karenanya memahami pola operasional secara mikro dari organisasi usaha menjadi sangat penting untuk melihat implikasinya secara makro. Salah satu strategi besar yang terkandung di dalam pola operasional adalah bagaimana pengendali organisasi usaha membangun dan mengembangkan sumber daya manusia yang tidak bisa dipungkiri merupakan komponen kunci di dalam mencapai tujuan organisasi. Era sumber daya manusia yang dianggap dan diperlakukan sebagai budak sudah lama lewat. Perbudakan yang telah mencatatkan sejarah panjang di hampir semua peradaban, dan bahkan pernah dikelola secara institusional, terhapus secara bertahap. Penghapusan dimulai dari bentuk yang sangat jelas memperlakukan manusia lain sebagai komoditi (Wiwoho, 2013). Kesetaraan antara pemberi kerja dan pekerja menjadi basis hubungan organisasional pada era modern. Mulainya aplikasi ilmu psikologi sebagai instrumen pengelolaan industri dan organisasi yang dikenal dengan I-O psychology pada awal abad 20 telah mengubah pola pengelolaan sumber daya manusia dari cara pengekangan dan penghukuman kepada cara yang manusiawi. Kinerja sumber daya manusia
didorong melalui kepuasan,
keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dari karyawan sendiri (Siagian, 2000). Inilah basis hubungan industrial yang seharusnya dipergunakan dan dikembangkan hingga membentuk hubungan kemitraan yang mutual dan tidak
1
2
eksploitatif, sehingga organisasi usaha bisa membangun daya saing melalui kinerja sumber daya manusia yang optimal. Pentingnya
melakukan
upaya
pengembangan
organisasi
dengan
hubungan pemberi kerja-pekerja yang mutual seperti di atas sudah menjadi kesadaran umum. Dengan demikian, aspek psikologi di dalam mengelola sumber daya manusia semakin banyak masuk ke dalam pertimbangan. Hal itu ditandai dengan semakin banyaknya posisi eksekutif puncak departemen sumber daya manusia yang dipercayakan kepada pemegang gelar kesarjanaan bidang psikologi. Ini hanyalah sebuah konsekuensi logis dari pentingnya mengelola sumber daya manusia dengan lebih banyak melibatkan perspektif psikologis dari pada sekedar melihat manusia secara statistis. Masih ada organisasi usaha yang di dalam membangun daya saing mengandalkan efisiensi, termasuk efisiensi pembiayaan buruh yang akhirnya bermuara kepada penekanan kesejahteraan karyawan secara eksploitatif. Salah satu praktik yang sering dituduh eksploitatif adalah outsourcing (Kholifah, 2010). Menurut data yang didapatkan melalui Federasi Serikat Metal Indonesia pada tahun 2014, praktik kerja outsourcing lebih
dominan
mengarah
kepada
pelanggaran
atas
aturan-aturan
ketenagakerjaan. Kondisi ini membuat pekerja sebagai bagian dari warga Negara tidak mendapatkan perlindungan dari Negara. Pelanggaran berikutnya adalah pengabaian upah buruh dengan membayar buruh dengan murah dan dibawah UMP serta terdapat pemotongan upah yang dijanjikan sebelumnya. Demikian halnya dengan persoalan jaminan sosial maupun keselamatan kerja, tenaga kerja outsource tidak mendapatkan perlindungan berupa jaminan sosial. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) pada tahun 2014, menilai salah satu perusahaan badan negara yang menerapkan sistem outsourcing selama
3
bertahun-tahun pada sistem ketenagakerjaannya melakukan eksploitasi terhadap tenaga kerja outsource dengan memperkerjakan para tenaga kerja outsource untuk melaksakan tugas core bisnis, para tenaga kerja outsourcing bekerja bertahun-tahun dengan kontrak yang berulang. Perusahaan juga terindikasi melakukan union busting (pemberangusan serikat pekerja). Masyarakat secara umum membuat generalisasi terhadap fenomena ini, menganggap sistem outsourcing sejajar dengan perbudakan, dan dengan demikian harus dihindari. Anderson & Weitz (1986), menyatakan bahwa pada kenyataannya
outsourcing
itu
sendiri
merupakan
suatu
strategi
yang
menekankan kerja sama mutual antara tiga pihak, yaitu pemilik pekerjaan, tenaga kerja dan pengelola tenaga kerja. Pemilik pekerjaan menyerahkan pelaksanaan aktivitas pendukung atau non-core activities kepada pihak lain yang lebih ahli di bidang itu. Dengan menerapkan strategi outsourcing, perusahaan tidak direpotkan oleh aktivitas pendukung sehingga dapat memusatkan perhatiannya pada aktivitas inti atau core activities yang menciptakan keunggulan bagi perusahaan dibanding pesaingnya. Doig, Ritter, Speckhals & Woolson (2001) menyatakan bahwa outsourcing dapat menjadi cara yang strategis untuk meningkatkan kinerja dan memaksimalkan nilai perusahaan. Sejalan dengan hal itu, Auguste, Marc & Wiegend (2002) menyatakan bahwa operasi rutin yang tidak berkaitan dengan keunggulan perusahaanlah yang sebaiknya diserahkan untuk dilakukan oleh perusahaan lain. Peneliti tertarik pada fenomena yang terjadi di dunia usaha Indonesia yaitu mengenai kancah perusahaan outsourcing. Perusahaan outsourcing sering kali diberi stigma sebagai perusahaan yang merugikan sebagian besar tenaga kerja yang terkena kontrak dengan perusahaan tersebut (Kholifah, 2010).
4
Menurut Suhardi (2006), pemerintah menempatkan dirinya hanya sebagai ‘pembuat peraturan semata’ dan tidak mengambil tanggung jawab untuk melindungi rakyat. Efek yang timbul itu semakin terasa dalam situasi dimana tidak ada Sistem Jaminan Sosial yang memadai di Indonesia. Suhardi (2006) menyebutkan juga bahwa permasalahan yang sering timbul di Indonesia adalah rata-rata upah pokok buruh kontrak dan outsourcing lebih rendah 14% dan 17,45% dibandingkan buruh tetap, sedangkan rata-rata upah totalnya lebih rendah 16,71% dan 26%. Hal tersebut dapat terjadi karena sebelum adanya UU Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003, tidak ada satupun peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan terhadap pekerja/buruh
dalam
melaksanakan
outsourcing.
Holdcroft
(2012)
mengungkapkan mengenai kesetaraan hak tenaga kerja outsourcing bahwa pentingnya memberikan
kesetaraan penuh terkait perlakuan kepada tenaga
kerja outsourcing maupun mereka yang dipekerjakan langsung. Tenaga kerja outsourcing memiliki hak-hak terkait kebebasan berserikat dan berunding bersama, termasuk hak untuk bergabung pada serikat pekerja yang sama dan menjadi bagian dari unit perundingan yang sama. Alasan penelitian ini menjadikan perusahaan outsourcing sebagai objek utama adalah fenomena mengenai sistem outsourcing telah lama berkembang di dunia khususnya Indonesia. Menurut data yang diperoleh dari Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen pada tahun 2008, didapatkan survey dari 44 perusahaan di Jakarta, sekitar 73% dari perusahaan tersebut menerapkan sistem outsourcing pada operasional perusahaan mereka dan hanya tersisa 27% perusahaan yang tidak menerapkan sistem outsourcing. Data yang tercatat tersebut hanyalah kisaran Ibu Kota, maka bagaimana dengan Kota
5
lainnya di seluruh Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam 73% tersebut sebagian besar adalah BANK, industri kertas, education service, pabrik plastik dan karet, industri kuliner, industri farmasi, industri otomotif, industri telekomunikasi, dan masih banyak industri lainnya. Di Indonesia terdapat suatu asosiasi perusahaan outsourcing yang didirikan dengan tujuan sebagai wadah yang menjembatani perusahaan outsourcing dalam pembelaan, perlindungan dan pemberdayaan perusahaan outsourcing. Pendirian asosiai perusahaan outsourcing tersebut diprakarsai oleh beberapa perusahaan outsourcing di Indonesia, antara lain: PT. Alihdaya Indonesia, PT. Graha Humanindo Management, PT JAC Indonesia, PT. Karyaputra Suryagemilang, PT. Outsourcing Indonesia, PT Perdana Perkasa Elastindo, PT Puriasri Bhaktikarya, PT Sumebrdaya Dian Mandiri, PT Trimitra Manunggal Abadi, PT Wahangaruda Purnakarya. Asosiasi yang memiliki nama Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (Abadi) atau Indonesian Outsourcing Association (IOA) didirikan pada tanggal 29 Mei 2007. Merambahnya sistem outsourcing di perusahaan-perusahaan seluruh Indonesia, telah menjadi highlight yang selalu diperbincangkan terutama pasca masa reformasi dimana Indonesia sempat mengalami krisis ekonomi. Era yang bergeser kepada era demokrasi menjadi ajang bagi para pekerja untuk menyalurkan protes mereka terhadap sistem outsourcing di Indonesia, dapat jelas terlihat hingga saat ini banyaknya demonstrasi buruh yang dilakukan setiap tahun pada hari MayDay (Labour day), salah satunya memprotes tentang sistem outsourcing di perusahaan tempat mereka bekerja (Dami, 2012). Fenomena yang berkembang di dunia usaha ini sangat menarik jika diulas dalam sebuah penelitian.
6
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin melihat sisi lain dari satu perusahaan outsourcing di Indonesia yang memiliki sistem berbeda dengan sistem outsourcing pada umumnya, sehingga akan melahirkan sebuah catatan putih outsourcing. Objek yang dibidik adalah perusahaan outsourcing di Jakarta yaitu PT. Pundee Global Huresindo yang lebih dikenal dengan nama dagang Pundee Associates. Keuntungan besar yang menggiurkan tidak membuat perusahaan
ini
beralih
menjadi
perusahaan
outsourcing
yang
meraup
keuntungan dengan menekan upah para pekerjanya. Justru sebaliknya, perusahaan ini memiliki komitmen yang kuat dalam membangun human capital dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pundee Associates tidak sedikit pun mengambil keuntungan finansial dari karyawan, misalnya dengan memotong pendapatan atau mengurangi hak-hak kesejahteraan lain yang telah ditetapkan dengan undang-undang dan peraturan lain. Sumber pendapatan perusahaan semata-mata berasal dari management fee yang dikutip dari organisasi pemakai jasa. PT. Pundee Global Huresindo adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan sumber daya manusia (human resources services) yang berdiri pada tahun 2001, dan salah satu jasa yang mereka berikan adalah manpower oursourcing services. Di bidang ini Pundee Associates adalah salah satu yang terbesar di Indonesia dan untuk saat ini banyak menangani untuk posisi SPG (sales promotion girl), waiter/waitress, customer service, recepcionist, admin support, dan sekretaris. Hingga tahun 2014 Pundee Associates menampung puluhan ribu karyawan yang pernah terikat kontrak dengan perusahaan. Sebagian besar karyawan tersebut bekerja untuk retail industry.
7
Secara profesional, Pundee Associates sangat berkomitmen mengenai kualitas karyawan, sehingga dalam paket jasa yang dilakukan salah satunya sudah termasuk pelatihan-pelatihan soft skills secara berkala. Hal ini juga menguntungkan bagi pihak klient untuk meningkatkan produktivitas dan juga karyawan sendiri. Visi dari perusahaan Pundee Associates adalah Achieving client's objectives. Artinya tidak semata-mata hanya ingin mencapai tujuan sendiri, tujuan perusahaan dicapai dengan cara membantu klien mencapai tujuan mereka. Jika aktivitas perusahaan bisa menjadi salah salah satu faktor kontributif atas tercapainya tujuan klien, maka perusahaan akan dipercaya untuk menjadi mitra jangka panjang. Sedangkan misi dari perusahaan adalah placing the right people on the right positions. Fungsi search and selection menjadi kunci agar perusahaan bisa menemukan tenaga kerja yang tepat untuk klien dan kenyamanan untuk karyawan. Ini semua menuntut ketajaman pemahaman terhadap iklim usaha klien dan penetapan kriteria tenaga kerja. Pundee Associates berbeda dengan perusahaan
outsourcing
pada
umumnya,
perusahaan
ini
mendapatkan
keuntungan melalui inovasi yang mereka lakukan agar mempertahankan kepercayaan para klien untuk menggunakan jasa dari perusahaan ini. Karyawan tidak boleh dirugikan, adalah bagian dari strategi manajemen. Untuk tidak merugikan karyawan, perusahaan harus mendapatkan imbalan yang cukup dari pemakai jasa, dan salah satu strategi yang dilakukan adalah menciptakan diferensiasi dibandingkan dengan para pesaing. Faktor pembeda harus dengan sengaja diciptakan agar tidak bersaing secara head to head. Persaingan head to head selalu merugikan dari sisi pricing, akhirnya pemenangnya adalah perusahaan yang berani memasang harga paling rendah,
8
yang berujung kepada eksploitasi karyawan untuk menutup berkurangnya keuntungan. Pundee Associates tidak menempuh strategi itu, mereka selalu bertahan dengan premium pricing (harga premium/tinggi) yang harus dibayar oleh organisasi pemakai jasa. Diferensiasi sangat penting dilakukan agar bisa tetap diterima pasar dengan harga premium. Semakin tidak dapat dibandingkan dengan pesaing, maka akan semakin baik. Diferensiasi yg diciptakan adalah penyediaan tenaga kerja yang "ready to use", berarti perusahaan harus melatih tenaga kerja sebelum ditempatkan, tetapi perlu dicatat bahwa diferensiasi yang dibangun juga bisa dicontoh oleh pesaing, maka perusahaan harus senantiasa berinovasi untuk menciptakan diferensiasi baru. Selain strategi inovasi, perusahaan juga menciptakan customized approach. Setiap klien tidak bisa diperlakukan dengan sama, situasi pada masing-masing klien selalu spesifik. Hal ini harus dipahami dengan detil sehingga bisa dirancangkan cakupan dan model pelayanan yang spesifik pula. Customisation memungkinkan penciptaan nilai/manfaat yang optimum untuk klien dan juga karyawan. Perusahaan berusaha untuk menjadi fasilitator bagi kilen agar harapan dan tujuan klien dapat tercapai dengan baik. Berdasarkan strategi di atas, cukup jelas bagaimana perusahaan mendapatkan keuntungan yang besar tanpa harus menekan upah tenaga kerja yang terikat kontrak. Penelitian yang berjudul “Catatan Putih Outsourcing: Studi Fenomenologi Tinjauan dari Persepsi CEO Vendor PT. Pundee Global Huresindo”, dipilih sebagai salah satu penelitian di bidang psikologi industri dan organisasi yang akan mengungkap sisi positif dari perusahaan yang telah mengandung stigma negatif dari masyarakat Indonesia, karena dinilai merugikan para pekerjanya
9
melalui pemotongan upah dan tidak adanya jaminan keselamatan bagi para pekerja. Aspek yang diangkat dalam penelitian ini adalah persepsi dari pemimpin perusahaan dalam membuat dan menjalankan sistem outsourcing untuk para karyawannya. Persepsi ini akan diperkuat dengan persepsi yang dimiliki karyawan mengenai sistem tersebut apakah sistem yang diterapkan benar-benar tidak merugikan dalam hal pengupahan dan pemberian jaminan sosial. Harapannya adalah dengan mengetahui persepsi yang dimiliki pimpinan perusahaan terhadap sistem organisasi yang diterapkannya, maka akan dipahami bahwa terdapat nilai-nilai kemanusiaan yang sangat dijunjung tinggi dan dapat dijadikan sebagai pandangan bagi pemimpin perusahaan lainnya khususnya perusahaan outsourcing untuk mengurangi tindakan eksploitatif. Sedangkan persepsi dari karyawan yang terikat kontrak akan menjadi bukti terhadap sistem yang diterapkan dapat diterima sebagai sebuah kesepakatan antar kedua elemen bipartit. Berawal dari cara pandang pemimpin yang jujur, maka akan mempengaruhi keseluruhan dari sistem operasional maupun administrasi dalam perusahaan, bahkan hingga hal yang terkecil sekalipun. Pada akhirnya akan menciptakan sebuah iklim atau budaya organisasi yang kondusif serta tetap dipercaya sebagai perusahaan yang memiliki dedikasi yang tinggi.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, dapat dibuat sebuah rumusan masalah, yaitu sebagai berikut: 1.
Bagaimana persepsi seorang pemimpin perusahaan terhadap sistem organisasi yang mensejahterakan karaywan?
2.
Mengapa sistem outsourcing tetap dipertahankan oleh perusahaan PT. Pundee Global Huresindo?
10
3.
C.
Bagaimana dampak dari sistem yang diterapkan bagi karyawan?
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah, ingin mengkaji dan memaknai lebih dalam persepsi seorang pemimpin dan karyawan outsourcing terhadap sistem organisasi yang dijalankannya sebagai sebuah sistem yang dapat disepakati antar dua belah pihakdan sebuah sistem yang mensejahterakan karyawan. Pokok dari penelitian adalah bagaimana seorang pemimpin dapat menciptakan suatu sistem yang tidak merugikan tenaga kerjanya terutama jika dilihat dari upah dan kesejahteraan lain, serta cara pandang karyawan dalam menerima sistem tersebut. Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat membuka wawasan masyarakat mengenai sisi positif
berdasarkan
persepsi pemimpin
dan
karyawannya dari perusahaan outsourcing yang telah dinilai banyak melakukan kecurangan dengan mengambil hak dari para pekerjanya, juga meningkatkan kemampuan peneliti di dalam memahami aspek-aspek psikologi industri dan organisasi yang sangat implikatif dalam penerapan. D.
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi, penambahan wawasan dan pengembangan disiplin ilmu pengetahuan psikologi industri dan organisasi khususnya dalam pengelolaaan sumber daya manusia terutama pada cakupan organisasi yang berkembang dalam masyarakat. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber rujukan bagi siapa saja yang akan meneliti lebih lanjut mengenai persepsi di tingkatan organisasi dan industri.
11
Manfaat praktis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi organisasi baik atasan maupun karyawan untuk lebih memahami arti dari power yang dimiliki sehingga dapat memaknainya menjadi sesuatu yang lebih positif dan digunakan untuk mempertahankan ideologi organisasi tanpa melakukan perilaku-perilaku yang merugikan salah satu pihak. E.
KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian
ini
mengacu
kepada
beberapa
penelitian-penelitian
sebelumnya. Banyak penelitian yang berfokus pada fenomena perusahaan outsourcing
dan
permasalahannya
di
Indonesia.
Jurnal
yang
berjudul
Permasalahan Outsourcing dalam Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia yang disusun oleh Dr. St. Laksanto Utomo, memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu objek penelitian yang diambil sebagai fokus penelitian adalah perusahaan outsourcing di Indonesia, pada jurnal terkait lebih menyoroti kepada
permasalahan-permasalahan yang
terdapat pada
perkembangan
perusahaan outsourcing khususnya di Indonesia terutama jika dihubungkan dengan kesejahteraan tenaga kerjanya, dalam
jurnal ini penulis
lebih
memfokuskan kepada sisi negatif dari perusahaan outsourcing, namun pada penelitian yang akan dilakukan penulis lebih membuka fakta positif tentang perusahaan outsourcing jika ditinjau langsung dari persepsi pendiri dan penggerak perusahaan. Penelitian lainnya yang mengarahkan kepada penelitian yang akan dilakukan adalah jurnal yang berjudul International Outsourcing and Job Loss Fears: An Econometric Analysis of Individual Perceptions. Pada jurnal ini peneliti
12
fokus kepada dampak dari sistem outsourcing di dunia internasional terhadap ketakutan pekerja akan kehilangan pekerjaan. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan
metode
kuantitatif
dengan
model
analisis
ekonometrik
berdasarkan persepsi individu. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah metode yang digunakan, sedangkan terdapat kesamaan latar belakang yaitu sama-sama berawal dari fenomena yang marak terjadi di dunia kapitalisme dunia dan mengangkat perusahaan outsourcing untuk dijadikan sebagai fokus penelitian. Penelitian yang selanjutnya adalah jurnal yang berjudul Outsourcing Sumberdaya Manusia: Tinjauan dari Perspektif Vendor dan Karyawan. Penelitian ini semakin memperkuat bahwa sistem outsourcing tidak hanya berkembang pada tingkat internasional, namun juga berkembang di Indonesia. Pada jurnal ini lebih
menekankan
pada
perpektif
karyawan
dan
vendor
(perusahaan
outsourcing) dimana dijelaskan secara kualitatif bagaimana resiko-resiko dan keuntungan yang mereka dapatkan dalam strategi outsourcing. Metode kualitatif yang digunakan adalah metode fenomenologis sesuai dengan metode penelitian yang akan dilakukan. Perbedaan terdapat pada jumlah responden yang akan dilibatkan dalam penelitian. Pada penelitian yang akan dilakukan, responden hanya berasal dari satu perusahaan outsourcing di Jakarta, hal ini bertujuan agar pengamatan mengenai fenomena yang hendak diteliti lebih mendalam dan perusahaan yang menjadi fokus penelitian sesuai dengan syarat atau kriteria sebagai responden penelitian. Sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan, penulis menggunakan 13 orang dari 8 perusahaan yang dijadikan sebagai responden penelitian.
13
Penelitian lainnya yang pernah dilakukan adalah Reviewing Outsourcing Controversy in Indonesia (An Exploratory Study of Human Resources Outsourcing Practice in Semarang City). Penelitian ini membahas mengenai konsep outsourcing dari masing-masing elemen tripartit, permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan, dan solusi dari masing-masing pihak dalam menangani praktik sistem kerja tersebut. Permasalahan yang diteliti berdasarkan permasalahan khusus terkait hubungan industrial antara lain: pengupahan, program kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan kerja, diskriminasi, keamanan kerja, perselisihan dan resolusi, dan pemutusan hubungan kerja. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan sistem organisasi yang akan ditinjau adalah sistem pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja saja. Penelitian Ten Raa & Wolf (2000) dengan populasi semua perusahaan manufaktur di Amerika Serikat dilakukan untuk mengukur pengaruh tingkat penerapan outsourcing fungsi jasa terhadap pertumbuhan produksi atau TFP (total factor productivity) growth perusahaan. Hasilnya adalah bahwa outsourcing fungsi jasa yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur di Amerika Serikat berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan TFP atau pemulihan produktivitas antara tahun 1980an sampai 1990an. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penerapan outsourcing memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja perusahaan. Penelitian Berson (2001), menemukan bahwa outsourcing yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur di Australia membebaskan sumber daya manusia dan modal sehingga dapat meningkatkan fleksibilitas karyawan, komitmen karyawan dan kinerja perusahaan. Sementara itu Renner & Palmer (1999) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh outsource jasa non-core terhadap
14
sistem rumah sakit secara keseluruhan. Hasilnya adalah bahwa outsource jasa non-core terbukti menyediakan dan memudahkan akses terhadap teknologi yang lebih canggih, peningkatan kapasitas, dan penghematan biaya modal.