1
BAB I PENGANTAR
1.1. Latar Belakang Indonesia rawan akan bencana yang diakibatkan oleh aktivitas gunungapi. Salah satu gunungapi aktif yang ada di Indonesia yaitu Gunungapi Merapi dengan ketinggian 2968 mdpl (meter diatas permukaan laut). Gunungapi Merapi termasuk gunungapi tipe strato. Secara geografis berada di 110o15’13”110o33’00”BT dan 7o34’51” - 7o47’03” LS. Secara administratif, terletak pada empat Kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten (BAPPENAS dan BNPB, 2011:7). Gunungapi Merapi dipercayai telah mengalami erupsi lebih dari 68 kali sejak tahun 1548. Gunung ini mengeluarkan awan panas yang paling banyak dipermukaan bumi (32 dari 68 kejadian erupsi). Erupsi Gunungapi Merapi sifatnya sangat merusak karena VEI (Volcano Eruption Index) mencapai 3. Gunungapi Merapi pernah mengalami erupsi besar yaitu terjadi pada tahun 1786, 1822, 1872, dan 1930. Pada tahun 1987, erupsi Gunungapi Merapi menghasilkan 40 awan panas (Nuée Ardentes) perhari. Pada erupsi tahun 2006, kubah lava runtuh dan menimbulkan aliran awan panas sejauh 5 km dari puncak gunung. Bencana ini mengakibatkan jatuhnya korban yaitu sebanyak 43 jiwa dan terjadi pengungsian sebanyak 6000 orang (Gates dan Ritchie, 2007: 165). Pada tanggal 25 Oktober 2010 Gunungapi Merapi mengalami erupsi pertama dan selanjutnya berturut-turut hingga awal November 2010 dengan intensitas erupsi yang berbeda. Erupsi ini mengakibatkan kerusakan dan kerugian besar di empat kabupaten, yaitu Boyolali, Klaten, Magelang, dan Sleman. Berdasarkan data Pusdalops BNPB pertanggal 27 November 2010, bencana erupsi ini menimbulkan korban meninggal sebanyak 277 jiwa di wilayah DIY dan 109 orang meninggal di wilayah Jawa Tengah (BAPPENAS dan BNPB, 2011:1). Erupsi Gunungapi Merapi telah mengubah tatanan alam dan kondisi tatanan kehidupan masyarakat, khususnya dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Erupsi Gunungapi Merapi telah banyak menyebabkan korban, baik harta maupun
1
2
jiwa (Hasse dan Said, 2012). Bencana erupsi Gunungapi Merapi menyebabkan kerusakan kehidupan dan penghidupan pada kawasan lereng Gunungapi Merapi (BPBD Kabupaten Sleman, 2012). Data kerusakan akibat erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010 ditampilkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Data Kerusakan Akibat Erupsi di Kawasan Lereng Gunungapi Merapi No. Sektor
Dampak Erupsi a. 61,8 km jalan rusak dan 22 jembatan putus b. 23 sabo dam terkubur c. 94 sistem SPAMDES dan 3 sistem PDAM 1 Pekerjaan Umum rusak d. 51 bendungan tidak berfungsi e. 22 intake saluran induk irigasi tertutup 2 Pendidikan 6 TK, 10 SD, 1 SMP, 1 SMK rusak 3 Pasar 8 pasar tradisional rusak 4 Pemerintahan 14 kantor pemerintahan rusak a. 924,3 ha areal TNGM rusak 5 Perkebunan/kehutanan b. 1.020,5 ha areal hutan rakyat rusak a. 2.836 rumah tidak layak huni 6 Perumahan b. 46 unit rumah tertimbun lahar hujan a. 3.413 ekor sapi mati Peternakan dan 7 b. 6 ekor sapi mati karena lahar hujan perikanan c. 14 ha kolam ikan rusak a. 241 unit UKM dan 812 pelaku usaha (194 8 Usaha menengah diantaranya kehilangan tempat usaha) Sumber: BPBD Kabupaten Sleman, 2012 Jumlah penduduk yang bertempat tinggal di daerah zona ancaman bahaya Gunungapi Merapi yaitu 226.618 jiwa yang meliputi 57 desa dengan luas area 3.147 km2 (BAPPENAS dan BNPB, 2011). Menurut BPBD Kabupaten Sleman (2012), bencana erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010 merupakan salah satu erupsi besar karena VEI mencapai 4 dan mengeluarkan material vulkanik sebanyak 130 juta m3. Selain itu juga memperbesar bukaan kawah ke arah selatantenggara. Salah satu Kecamatan yang memiliki bahaya tinggi erupsi Gunungapi Merapi yaitu Kecamatan Cangkringan, karena lokasinya berada di sebelah selatan dan termasuk dalam KRB (Kawasan Rawan Bencana) Gunungapi Merapi. Pada bencana erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010 tercatat 8.861 penduduk Kecamatan Cangkringan mengungsi. Jika dirinci jumlah pengungsi di Kecamatan
3
Cangkringan yaitu Desa Kepuharjo 1.329 orang, Desa Glagaharjo 1.643 orang, Desa
Umbulharjo
2.073
orang,
dan
Desa
Wukirsari
3.816
orang
(BAKESBANGLINMASPB Sleman, 2011).
Gambar 1.1. Contoh Rumah Penduduk Desa Kepuharjo yang Rusak Akibat Erupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010 (Sumber: Survei Lapangan, 2014) Kondisi ini menggambarkan bahwa masyarakat Kecamatan Cangkringan berisiko terhadap erupsi Gunungapi Merapi. Salah satu cara untuk mengurangi risiko bencana erupsi Gunungapi Merapi yaitu dengan pengkajian kerentanan. Salah satu aspek yang penting untuk dikaji dalam pengkajian kerentanan yaitu kerentanan sosial dan ekonomi. Analisis kerentanan sosial, ekonomi dan pengetahuan dalam mengelola bencana erupsi Gunungapi Merapi memerlukan penilaian secara tepat dan menyeluruh, karena dari analisis tersebut dapat dijadikan rujukan dalam mitigasi bencana erupsi Gunungapi Merapi. 1.2. Permasalahan Penelitian Bencana erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010 merupakan yang terbesar dibandingkan dengan bencana serupa pada 5 periode erupsi waktu sebelumnya, yaitu tahun, 1994, 1997, 1998, 2001, dan 2006 (BAPPENAS dan BNPB, 2011:1). Kecamatan Cangkringan merupakan salah satu kecamatan yang termasuk dalam KRB dan ATL (Area Terdampak Langsung) erupsi Gunungapi Merapi. Bencana
4
erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010 mengakibatkan kerusakan, kehilangan harta benda, bahkan merenggut 191 jiwa penduduk di Kecamatan Cangkringan. Kondisi ini menunjukan bahwa masyarakat Kecamatan Cangkringan rentan terkena dampak dari erupsi Gunungapi Merapi. Kecamatan Cangkringan mempunyai luas wilayah yaitu 45,28 km2. Kecamatan ini mempunyai 5 desa yang terdiri dari 73 pedukuhan. Jumlah penduduk Kecamatan Cangkringan yang relatif banyak, yaitu 30.362
jiwa
(November
2014),
dengan
kepadatan
penduduk
670/km2
menyebabkan masyarakat Kecamatan Cangkringan rentan terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi. Masyarakat merupakan unsur utama dalam pengkajian kerentanan sosial dan ekonomi. Kerentanan sosial dan ekonomi pada masyarakat Kecamatan Cangkringan terkait dengan kondisi masyarakat dalam menghadapi bencana erupsi Gunungapi Merapi. Apakah masyarakat tersebut akan mampu atau tidak mampu dalam menghadapi ancaman bencana erupsi Gunungapi Merapi?. Misalnya masyarakat miskin yang tinggal di zona bahaya erupsi Gunungapi Merapi akan lebih rentan jika dibandingkan dengan masyarakat yang secara ekonomi relatif lebih sejahtera yang tinggal di daerah yang sama. Kondisi masyarakat miskin ini menandakan lebih rentan baik secara sosial dan ekonomi karena dianggap kurang mampu menghadapi ancaman erupsi Gunungapi Merapi. Studi kasus peningkatan status Gunungapi Merapi tahun 2010 dari status siaga (21 Oktober) menjadi awas (25 Oktober), terdapat sebagian masyarakat Kecamatan Cangkringan yang termasuk dalam wilayah di KRB III tidak bersedia mengungsi. Fakta membuktikan erupsi Gunungapi Merapi menyebabkan kerusakan, kerugian harta benda, bahkan kehilangan jiwa, seperti yang menimpa sebagian masyarakat Desa Umbulharjo. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya karena faktor pengetahuan dan sikap yang dimiliki masyarakat tersebut. Semakin tinggi dan baik pengetahuan seseorang dalam mengelola bencana maka akan berbanding lurus dalam menyikapi suatu bencana. Pengetahuan ini seharusnya dapat diwujudkan dalam bersikap dan bertindak dalam mengelola bencana erupsi Gunungapi Merapi.
5
Bencana erupsi Gunungapi Merapi pada dasarnya tidak diharapkan oleh masyarakat manapun, termasuk masyarakat Kecamatan Cangkringan. Oleh karena itu, diperlukan mitigasi bencana. Salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam mitigasi bencana tersebut yaitu analisis tingkat kerentanan sosial, ekonomi dan pengetahuan dalam mengelola bencana erupsi Gunungapi Merapi. Berdasarkan permasalahan tersebut memunculkan pertanyaan, “Bagaimana tingkat kerentanan sosial ekonomi dan pengetahuan dalam mengelola bencana erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan?”. Pertanyaan ini di rinci menjadi empat pertanyaan penelitian yaitu: 1.
Bagaimana tingkat kerentanan sosial terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan?
2.
Bagaimana tingkat kerentanan ekonomi terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan?
3.
Bagaimana tingkat kerentanan sosial ekonomi terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan?
4.
Bagaimana
pengetahuan
masyarakat
Kecamatan
Cangkringan
dalam
mengelola bencana erupsi Gunungapi Merapi? 1.3. Keaslian Penelitian Penelitian tentang “analisis tingkat kerentanan sosial ekonomi dan pengetahuan dalam mengelola bencana erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan”, merupakan penelitian pertama yang dilakukan dan berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian yang akan dilakukan berbeda dalam hal judul, lokasi, tujuan, variabel, dan metode penelitian. Penelitian lain yang sejenis telah dilakukan di lokasi lain dengan tema sejenis. Beberapa penelitian yang telah dilakukan tersebut dijadikan sebagai acuan untuk penelitian yang akan dilakukan. Untuk jelasnya mengenai keaslian penelitian terkait dengan perbedaan penelitian sebelumnya dan penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.2.
6
Tabel 1.2. Keaslian Penelitian Nama Peneliti
Judul Penelitian (Tempat, Tahun) Identifikasi Tingkat Kerentanan Sosial Ekonomi Penduduk Bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta Terhadap Bencana Lahar Merapi. (Tahun 2012)
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
1. Mengidentifikasi tingkat kerentanan sosial ekonomi beserta persepsi dan kapasitas penduduk di bantaran Sungai Code. 2. Analisis korelasi antara tingkat kerentanan sosial ekonomi, tingat persepsi dan tingkat kapasitas penduduk di bantaran Sungai Code dalam menyikapi bencana aliran lahar.
Metode penelitian survei. Metode pengambilan sampel yaitu sampel acak sederhana. Analisis kerentanan sosial ekonomi yaitu pembobotan dan pengharkatan pada indikator untuk tiap kondisi elemen risiko. Identifikasi tingkat persepsi dan kapasitas diberi skor kemudian dijumlahkan dan direpresentasikan ke dalam kelas tinggi, sedang dan rendah. Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel kerentanan sosial ekonomi, persepsi serta kapasitas.
Syamsiati, D.
Analisis kesiapsiagaan bencana bidang kesehatan di Kecamatan Turi, Pakem, dan Cangkringan Kabupaten Sleman Yogyakarta (Studi kasus bencana Erupsi Merapi 2010). (Tahun 2013)
Pengumpulan data kesiapsiagaan di analisis menggunakan statistik deskriptif. Pengumpulan data manajemen pengetahuan yang diperoleh melalui wawancara dianalaisis secara kualitatif menggunakan model interaktif.
Destriani, N. dan Pamungkas, A.
Identifikasi Daerah Kawasan Rentan Tanah Longsor dalam KSN Gunung Merapi di Kabupaten Sleman. (Tahun 2013)
1. Menelaah kembali bentuk kerja sama dan komunikasi antarinstitusi kesehatan di Kecamatan Turi, Pakem, dan Cangkringan saat tanggap darurat erupsi Merapi 2010. 2. Menelaah kembali bentuk kerja sama dan komunikasi antarinstitusi kesehatan di Kecamatan Turi, Pakem, dan Cangkringan dan Dinas Kesehatan pascaerupsi Merapi 2010 hingga sekarang (2013). 3. Mencari titik temu permasalahan tanggap darurat kesehatan di Kecamatan Turi, Pakem, dan Cangkringan. meng identifikasi Daerah Kawasan Rentan Tanah Longsor dalam KSN Gunung Merapi di Kabupaten Sleman.
Ardianingrum, A.G.
Dampak Erupsi Merapi 2010 Terhadap Pemanfaatan Lahan dan Daya Pulih
1. Mengidentifikasi dampak erupsi Merapi 2010 terhadap perubahan pemanfaatan penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan diperoleh dari overlay peta penggunaan lahan sebelum erupsi dengan peta penggunaan lahan pasca erupsi. Analisa daya pulih
Tingkat kerentanan sosial ekonomi penduduk di bantaran Sungai Code cenderung pada tingkat kerentanan rendah, dipengaruhi oleh aspek ekonomi. Tingkat persepsi dan tingkat kapasitas penduduk sama-sama berada pada tingkat tinggi, hal ini karena adanya informasi serta sistem edukasi tentang kebencanaan yang turut terbangun. Korelasi antara variabel kerentanan sosial ekonomi dengan variabel persepsi lemah dan berbanding terbalik, bahkan dengan variabel kapasitas nilai korelasinya sangat lemah. Hal ini dikarenakan indikator yang digunakan sedikit sekali terkait satu sama lain, antara variabel persepsi dengan kapasitas cenderung sedang dan searah. Keluarga tidak terdampak masuk pada kategori siap, sedangkan keluarga terdampak baik yang dihuntara maupun non huntara masuk pada kategori sangat siap. Hasil analisis data manajemen pengetahuan menunjukkan: (1) sumber pengetahuan keluarga diperoleh melalui sosialisasi, wajib latih, dan simulasi yang bersifat incidental, dengan ayah sebagai simpul pengetahuan; (2) terdapat perbedaan distribusi pengetahuan keluarga saat sebelum dan sesudah bencana lahar 2011; (3) pemanfaatan manajemen pengetahuan tercermin pada output berupa himbauan kesiapsiagaan dalam keluarga. Kerentanan lingkungan zona sangat rentan berada di Kecamatan Cangkringan dengan luas kerentanan mencapai 4.799 ha, untukkerentanan fisik zona sangat rentannya berada di Kecamatan Kalasan dengan luas 3.584ha, sedangkan untuk kerentanan sosial dengan zona sangat rentan berada di Kecamatan Kalasan dengan luas kerentanan mencapai 3.584 ha, dankerentanan ekonomi zona sangat rentannya berada di Kecamatan Cangkringan dengan luas kerentanan mencapai 4.799 ha. Jenis penggunaan lahan mengalami penambahan pascaerupsi yaitu penambahan shelter dengan luas 140,66 ha. Penggunaan lahan yang berkurang luasanya adalah
Setyaningrum, P. dan Giyarsih, S.R.
Terdapat dua tahapan analisa yaitu menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan longsor dengan analisa deskriptif yang kemudian dibobotkan dengan analisis AHP dan perhitungan stakeholder. Kemudian dianalisa dengan weighted overlay yang menghasilkan zonasi tingkat kerentanan masyarakat
7
Masyarakat di Kecamatan Cangkringan. (Tahun 2014)
2. Menganalisis dampak perubahan pemanfaatan penggunaan lahan terhadap aktivitas perekonomian (matapencaharian) masyarakat setempat. 3. Mengevaluasi dan merekomendasi upaya pemulihan ekonomi masyarakat pasca erupsi.
Rahmat, P.N.
Penilaian Kerentanan Fisik, Sosial dan Ekonomi DusunDusun di sekitar Kali Putih Terhadap Banjir Lahar Gunungapi Merapi. (Tahun 2014)
Menilai kerentanan fisik dan sosial ekonomi di wilayah penelitian. Selanjutnya variabel kerentanan tersebut diproses untuk mengetahui kerentanan secara total.
Riyanto, E.A., Rachmawati, R., Sunarto
Analisis Tingkat Kerentanan Sosial Ekonomi dan Pengetahuan dalam Mengelola Bencana Erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan. (Tahun 2014)
1. Menganalisis tingkat kerentanan sosial terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan. 2. Menganalisis tingkat kerentanan ekonomi terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan. 3. Menganalisis tingkat kerentanan sosial ekonomi terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan. 4. Menganalisis pengetahuan masyarakat Kecamatan Cangkringan dalam mengelola bencana erupsi Gunungapi Merapi.
rumahtangga diperoleh dari wawancara. Penyamplingan dilakukan di Desa Kepuhharjo, Desa Wukirsari, Desa Glagahharjo, dan Desa Argomulyo dengan jumlah areal terdampak lebih besar. Penyamplingan dilakukan di Dusun dengan purposive sampling. Pengambilan responden di setiap Dusun menggunakan metode random sampling. Variabel yang dianalisa yaitu asset, akses, dan aktivitas masyarakat. Terdapat 68 dusun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini. Dusun-dusun tersebut dipilih berdasarkan lokasi yang masuk ke dalam KRB I dan II di sekitar Kali putih. Metode analisis yang digunakan dalam penilaian kerentanan adalah dengan menggunakan metode Spatial Multy Criteria Evaluation (SMCE). Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif. Variabel kerentanan sosial dan ekonomi menggunakan data sekunder yaitu data kependudukan dan peta lahan produktif. Metode analisis data yang digunakan yaitu pembobotan, pengkelasan, pemberian skor, dan analisis spasial. Pengetahuan dalam mengelola bencana erupsi Gunungapi Merapi menggunakan data primer melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi, dengan menggunakan analisis kualitatif.
semak belukar 312,994 ha, kebun 92,702 ha, rumput 30,514, dan tegalan 2155,698 ha. Sedangkan penggunaan lahan yang bertambah luasannya adalah pemukiman 2222,664 ha, sawah irigasi 428,584 ha, dan shelter 140,66 ha. Perubahan pemanfaatan penggunaan lahan pasca erupsi ini memiliki dampak positif dan negatif bagi masyarakat. Tingkat daya pulih rendah lebih besar yaitu 65%, dan daya pulih tinggi sebesar 35. Kerentanan fisik didominasi oleh dusun dengan tingkat kerentanan yang tinggi dan sangat tinggi. Kerentanan sosial ekonomi, sebagian besar memiliki kerentanan yang rendah dan sangat rendah. Penentuan kelas kerentanan total dilakukan dengan tiga skenario. Pada setiap skenario memiliki nilai yang hampir sama yang menunjukkan adanya tingkat homogenitas pada wilayah penelitian baik di bagian hilir, tengah dan hulu. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kerentanan sosial ekonomi terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan yaitu 17 pedukuhan (23%) termasuk kelas kerentanan rendah, 30 pedukuhan (41%) termasuk kelas kerentanan sedang, dan 26 pedukuhan (36%) termasuk kelas kerentanan tinggi. Pengetahuan masyarakat Kecamatan Cangkringan pasca-bencana erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010 menjadi lebih baik. Perubahan pengetahuan masyarakat dalam mengelola bencana erupsi Gunungapi Merapi dipengaruhi oleh faktor pengalaman bencana erupsi Gunungapi Merapi dan pendidikan manajemen bencana. Sumber pengetahuan masyarakat Kecamatan Cangkringan dalam mengelola bencana erupsi Gunungapi Merapi diperoleh dari media massa, sosialisasi, pendidikan, dan pelatihan tanggap bencana erupsi Gunungapi Merapi.
8
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1.
Menganalisis tingkat kerentanan sosial terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan.
2.
Menganalisis
tingkat
kerentanan ekonomi
terhadap bahaya
erupsi
Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan. 3.
Menganalisis tingkat kerentanan sosial ekonomi terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan.
4.
Menganalisis pengetahuan masyarakat Kecamatan Cangkringan dalam mengelola bencana erupsi Gunungapi Merapi. Tabel 1.3. Keterkaitan Antara Permasalahan Penelitian, Tujuan Penelitian, Sumber Data, Analisis Data, dan Hasil Penelitian
Permasalahan Penelitian
Erupsi Gunungapi Merapi mejadi ancaman bagi masyarakat Kecamatan Cangkringan, karena wilayah Kecamatan Cangkringan terletak di KRB dan zona bahaya erupsi Gunungapi Merapi. Bencana erupsi Gunungapi Merapi dapat berdampak pada kehidupan masyarakat, khususnya dalam kehidupan sosial dan ekonomi.
Masyarakat Kecamatan Cangkringan mempunyai karakteristik pengetahuan dalam mengelola bencana erupsi Gunungapi Merapi
Tujuan Penelitian
Sumber Data
Menganalisis tingkat kerentanan sosial terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan
Jenis data sekunder. Sumber: survei data kependudukan
Menganalisis tingkat kerentanan ekonomi terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan
Jenis data sekunder. Sumber: survei data kependudukan, peta penggunaan lahan
Menganalisis tingkat kerentanan sosial ekonomi terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan
Jenis data sekunder. Sumber: survei data kependudukan, peta penggunaan lahan
Menganalisis pengetahuan masyarakat Kecamatan Cangkringan dalam mengelola bencana erupsi Gunungapi Merapi.
Jenis data: primer. Sumber data: observasi, dokumentasi, dan wawancara mendalam
Analisis Data
Analisis kuantitatif yaitu metode pembobotan, pengkelasan, pemberian skor, pemetaan
Analisis kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulam
Hasil (output) Penelitian Peta tingkat kerentanan sosial terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan Peta tingkat kerentanan ekonomi terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan Peta tingkat kerentanan sosial ekonomi terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi di Kecamatan Cangkringan Informasi pengetahuan masyarakat Kecamatan Cangkringan dalam mengelola bencana erupsi Gunungapi Merapi
9
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu: 1.
Memberikan
alternatif
infromasi
tentang
pengetahuan
masyarakat
Kecamatan Cangkringan dalam mengelola bencana erupsi Gunungapi Merapi. 2.
Memberikan alternatif informasi tentang tingkat kerentanan sosial dan ekonomi masyarakat Kecamatan Cangkringan terhadap bahaya erupsi Gunungapi Merapi.
3.
Memberikan acuan dan masukan bagi pemangku kebijakan yaitu pemerintah Kecamatan Cangkringan dan Kabupaten Sleman, dalam pengambilan kebijakan untuk mitigasi bencana erupsi Gunungapi Merapi.
4.
Dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembangan penelitian di bidang geo-informasi dan manajemen risiko bencana.