BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Industri kepariwisataan telah mampu menjadi industri raksasa yang bersifat internasional. Pemerintah Indonesia mengharapkan sektor pariwisata dapat memainkan peran strategis sebagai sumber pendapatan dan devisa nasional, pencipta kesempatan kerja dan berusaha, sekaligus sebagai media untuk melestarikan nilai-nilai budaya. Pembangunan industri kepariwisataan dapat dijadikan sebagai penggerak ekonomi, pengumpul devisa, juru selamat dan paspor pembangunan. Kepariwisataan memainkan peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pendapatan pemerintah dan berimplikasi positif terhadap ekonomi di berbagai negara (Kusworo & Damanik, 2002: 107). Potensi industri kepariwisataan sebagai sumber devisa sangat besar. Menurut beberapa ahli, industri kepariwisataan dewasa ini sudah menjadi bidang usaha terbesar ketiga setelah minyak dan perdagangan senjata. Bahkan ada sebagian ahli yang menyatakan bahwa kepariwisataan merupakan bidang usaha terbesar setelah minyak. Pengembangan kepariwisataan juga kiranya merangsang tumbuhnya usaha-usaha ekonomi tertentu yang saling merangkai dan saling menunjang, misalnya jika wisatawan membeli kerajinan atau cindera mata yang dijajakan di tempat
1
2
wisata secara otomatis para pengrajin memerlukan bahan baku untuk membuat barang-barang kerajinan tersebut (Munawaroh, dkk, 1999: 49). Kemiskinan menjadi sorotan ketika membicarakan manfaat dan dampak pariwisata bagi masyarakat lokal. Sementara industri telah mengambil banyak keuntungan dari sumber daya ekonomi, sosial-budaya, dan alam dari masyarakat. Persoalan terhadap keuntungan yang didapatkan oleh masyarakat yang berkehidupan di dalamnya serta kontribusi pada aspek pelestarian, menjadi pertanyaan besar, karena kebanyakan fenomena yang terjadi potensi pariwisata yang menakjubkan justru berada atau menjadi bagian dari masyarakat asli yang secara tradisional telah melestarikan keberlangsungannya sebagai bagian dari tradisi dan warisan turun temurun. Hal yang menjadi permasalahan utama adalah ketika pariwisata masuk dan memperbaiki keterpurukan yang mereka alami secara ekonomi serta membuka akses kesejahteraan bagi mereka, apakah mereka bersedia menerima perubahan tersebut. Apakah mereka bersedia untuk ikut ambil bagian dalam pemanfaatan industri pariwisata, sehingga mereka akan mandiri dari kemiskinan yang selama ini berada di sekitar mereka (Nurdiyansah, 2014). Menarik untuk dikaji kembali, apakah pengembangan pariwisata di kabupaten Trenggalek dapat menggerakkan masyarakat setempat untuk ikut ambil bagian dalam pemanfaatan industri pariwisata tersebut. Suatu negara yang mengembangkan pariwisata sebagai suatu industri
di
negaranya
maka
lalu
lintas
orang-orang
wisatawan
3
memberikan keuntungan dan memberi manfaat berupa hasil yang tidak sedikit dan bahkan dapat menjadi pendapatan utama, melebihi ekspor bahan-bahan mentah, hasil tambang yang dihasilkan negara tersebut. Bukti laporan dari Neraca Satelit Pariwisata Nasional (NESPARNAS) tahun 2011, data yang terhimpun tahun 2010, sektor pariwisata memberikan kontribusi sebesar Rp. 565,15 triliun atau 4,73% terhadap produk nasional sebesar Rp 11.956,62 triliun dan kontribusi pariwisata mencapai 4,06% atau Rp 261,06 triliun dari total PDB Indonesia sebesar Rp 6.422, 92 triliun. Peranan dalam penyediaan lapangan pekerjaan mencapai 7,44 juta orang atau 6,87% dari total lapangan kerja nasional sebesar 108,21 juta orang. Upah dan gaji yang disediakan dari sektor pariwisata mencapai Rp 84,80 triliun, atau 4,63% dari penyediaan upah atau gaji secara nasional sebesar Rp 1.831, 09 triliun. Kontribusi pajak tak langsung mencapai Rp 9,35 triliun atau 4,15% dari total pajak tak langsung sebesar Rp 225,10 triliun (Muljadi & Warman, 2014). Laporan di atas menggambarkan bahwa pariwisata memberikan kontribusi di berbagai unsur dalam ketahanan ekonomi antara lain pertumbuhan pendapatan nasional dan pemerataan pendapatan melalui penyediaan lapangan kerja. Pada sektor lain, pariwisata juga mampu menjadi wahana bagi masyarakat untuk meningkatkan rasa cinta tanah air dan pelestarian lingkungan melalui kegiatan wisata nusantara baik dari kota ke desa atau sebaliknya, maupun antar kota, antar provinsi, dan antar pulau. Keterlibatan masyarakat di dalam kepariwisataan di samping dapat
4
memberikan manfaat ekonomi juga sekaligus mampu memberikan manfaat politik berupa dukungan terhadap kepariwisataan, pemerintah, dan dunia usaha (Muljadi & Warman, 2014). Benedict Anderson dalam Hasibuan (2008) menjelaskan bahwa pemuda berperan dalam terjadinya kemerdekaan. Anderson dalam Hasibuan (2008) mengungkapkan bahwa pemuda Indonesia, terutama di Jawa saat itu tiba-tiba menjadi militant dan revolusioner. Sejarah juga membuktikan,
tokoh-tokoh
utama
di
pentas
politik
pada
awal
kemerdekaan ini, mereka yang sudah berjuang sejak masih pemuda. Soekarno, Hatta, Mohammad Roem, Yamin, Syahrir, Amir Sjarifuddin, sekalipun mempunyai perbedaan secara ideologis dan cara yang ditempuh, namun memiliki cita-cita yang sama, yakni negara Indonesia. Hal yang sama juga diharapkan terhadap generasi muda saat ini. Generasi muda mempunyai
peran dan posisi
yang strategis
dalam memajukan
kelangsungan bangsa dan negara di masa depan, demikian juga dengan kemajuan pariwisata. Pemerintah pusat, provinsi, dan daerah seharusnya menciptakan suasana yang kondusif yang merangsang lahirnya ide-ide kreatif dan inovatif di kalangan generasi muda. Semua elemen masyarakat seharusnya juga ikut menciptakan suasana yang kondusif tersebut dan yamg lebih penting mengembangkan semangat untuk berprestasi dalam diri generasi muda. Semangat yang lahir dari generasi muda diharapkan dapat menciptakan karya-karya besar yang mengharumkan nama bangsa dan negara di dunia internasional (Zaini dkk, 1992). Salah satu
5
permasalahan dalam industri kepariwisataan adalah belum tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang mampu melihat tantangan dan peluang di industri kepariwisataan (Nandi, 2008). Kemajuan kepariwisataan tidak lepas dari campur tangan generasi muda. Pernyataan dari Anderson dalam Hasibuan (2008) “tokoh-tokoh yang tampil di pentas politik pada awal kemerdekaan adalah mereka yang berjuang sejak pemuda.” Sektor kepariwisataan yang membutuhkan pengembangan,
juga
memerlukan
para
pemuda
yang
berjuang
mengembangkan sektor tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk menyejahterakan masyarakat. Pembinaan generasi muda sejak dini atau kaderisasi
pemuda
yang
bertugas
untuk
memajukan
industri
kepariwisataan di daerahnya sangat diperlukan. Sampai saat ini upaya pemerintah baik pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk melibatkan pemuda dalam memajukan industri kepariwisataan dengan cara melakukan kaderisasi pemuda dalam bidang pariwisata salah satunya yaitu diadakannya pemilihan duta wisata. Pemerintah berharap melalui pembinaan
sejak
dini
terhadap
generasi
muda
dalam
bidang
kepariwisataan akan menghasilkan SDM yang unggul dan berdaya saing sehingga industri kepariwisataan di daerah mengalami kemajuan. Pada saat ini tren masing-masing kabupaten/kota mempunyai duta wisata sebagai modal bagi pengembangan SDM di bidang kepariwisataan. Duta wisata tersebut mempunyai branding (sebutan) dengan nama yang berbeda-beda. Branding tersebut
sebagai salah satu alat untuk
6
mempromosikan potensi wisata yang ada di wilayah tersebut yaitu: (a) Kota Surabaya dengan sebutan Cak dan Ning, (b) Kota Yogyakarta ada Dimas dan Diajeng; (c) Klaten ada Mas dan Mbak Klaten, (d) Bandung Akang dan Teteh; (e) Jakarta ada Abang dan None; (f) di Kabupaten Trenggalek ada Kakang dan Mbak Yu Trenggalek. Semua branded (sebutan) masing-masing
daerah tersebut dibina oleh pemerintah
kabupaten terutama Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Dinparpora) untuk membantu memajukan kepariwisataan di kabupaten tersebut. Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Trenggalek membentuk duta wisata yang disebut Kakang Mbakyu guna membantu
Disparpora
dalam
melakukan
promosi
kepariwisataan.
Sebaliknya yang terjadi, pasca pemilihan Kakang Mbakyu Trenggalek (KMT) Disparpora kurang memperhatikan kualitas KMT dalam berpromosi, dalam artian Disparpora tidak memberikan pemberdayaan dan pengembangan setelah pemilihan. Disparpora hanya melakukan pemilihan KMT kemudian setelah itu KMT yang mendapatkan slempang (juara) dipanggil ketika ada event promosi Disparpora di tingkat provinsi. Hal yang menarik untuk dikaji meskipun kurang mendapat perhatian dari Disparpora, para pemuda yang tergabung dalam Paguyuban KMT mempunyai inisiatif untuk menyelenggarakan kegiatan tahunan yang bertema mempromosikan kepariwisataan di daerahnya, guna mensosialisasikan kepada pemuda di Kabupaten Trenggalek untuk ikut bersama-sama melakukan promosi kepariwisataan dengan berbagai cara.
7
Anggota
paguyuban
mempublikasikan
KMT
informasi
juga seputar
mempunyai kepariwisataan
inisiatif di
untuk
Kabupaten
Trenggalek melalui media sosial. Fenomena ini menarik untuk diteliti lebih lanjut, bagaimana peran pemuda (Kakang Mbakyu) dalam memperkenalkan industri kepariwisataan di Kabupaten Trenggalek. Beberapa
potensi wisata yang merupakan daerah tujuan wisata
di Kabupaten Trenggalek yaitu: (1) Jenis wisata pantai (Bahari) yakni: Pantai Prigi, Pantai Karanggongso, dan Pantai Damas yang terletak di Kecamatan Watulimo serta Gua Lowo yang merupakan gua terpanjang seAsia Tenggara sebagai pelengkapnya; Pantai Pelang dan Pantai Konang di Kecamatan Panggul; (2) Wisata di Ibukota Kabupaten (urban tourism) yaitu alun-alun Trenggalek dan Ibukota Kabupaten Trenggalek, stadion Minak Sopal yang di sampingnya terdapat kolam renang Tirta Jwalita, dan Bendungan Bagong yang merupakan tempat diselenggarakannya (3) wisata budaya (cultural tourism) dengan atraksi Upacara Nyadran setiap tahun pada bulan Selo (salah satu bulan dalam kalender Jawa). Berbagai macam potensi wisata di Kabupaten Trenggalek seharusnya mampu membawa kemajuan dalam bidang ekonomi, dengan memanfaatkan bidang pariwisata seperti Kota Probolinggo yang terkenal dengan wisata Gunung Bromo. Sebaliknya yang terjadi di Kabupaten Trenggalek, analisis indikator makro sosial dan ekonomi Jawa Timur tahun 2006 mencatat PDRB per kapita di Kabupaten Trenggalek menempati urutan ke-5 dari bawah yakni sebesar 4,88, dimana angka
8
tersebut menempatkan Kabupaten Trenggalek pada area merah, yaitu wilayah yang tergolong dengan PDRB per kapita paling rendah di Jawa Timur (Karniaji, 2013). Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Kebudayaan (2012) menjelaskan bahwa enam dari tujuh objek wisata di Kabupaten Trenggalek terus mencatatkan keuangan negatif atau bisa dikatakan mengalami kerugian. Satu-satunya objek wisata yang mendatangkan keuntungan hanyalah Pantai Pasir Putih yang ada di Desa Karanggongso, Kecamatan Watulimo. Seharusnya adanya duta wisata dapat mendongkrak popularitas industri kepariwisataan di Kabupaten Trenggalek, tetapi hingga tahun 2012 kemarin keenam objek wisata yang disebutkan di paragaraf sebelumnya kecuali Pantai Pasir Putih mengalami kerugian, ditambah dengan Hotel Prigi yang mencatat kerugian terbesar. (lensaIndonesia, 2012). Permasalahan seputar perekonomian di Kabupaten Trenggalek, menarik peneliti untuk mengkaji peran pemuda (Kakang Mbakyu) dalam memperkenalkan industri kepariwisataan yang dikaitkan dengan ketahanan ekonomi wilayah (Studi di Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur). Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dalam penelitian ini peneliti mengambil judul “Peran Pemuda dalam Memperkenalkan Industri Kepariwisataan dan Implikasinya terhadap Ketahanan Ekonomi Wilayah (Studi di Duta Wisata (Kakang Mbakyu) Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur)”.
9
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana peran duta wisata dalam memperkenalkan
industri
kepariwisataan di Kabupaten Trenggalek? 2. Bagaimana implikasi peran duta wisata dalam memperkenalkan industri kepariwisataan di Kabupaten Trenggalek terhadap ketahanan ekonomi wilayah?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui peran duta wisata dalam memperkenalkan industri kepariwisataan di Kabupaten Trenggalek. 2. Untuk mengetahui implikasi peran duta wisata dalam memperkenalkan industri kepariwisataan di Kabupaten Trenggalek terhadap ketahanan ekonomi wilayah.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat secara teoretis dan praktis sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis 1.
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat menjadi referensi
atau
masukan bagi perkembangan ilmu dan menambah kajian ilmu dibidang ketahanan nasional pada khususnya dan bidang ilmu lain pada umumnya 2. Hasil penelitian ini menambah khasanah pengetahuan mengenai peran generasi muda terutama duta wisata dalam kaitannya dengan
10
ketahanan ekonomi dan sebagai tambahan rujukan bagi penelitian yang relevan
b. Manfaat Praktis 1) Hasil penelitian dapat bermanfaat bagi Dinas Pariwisata Pemuda dan
Olahraga
untuk
mengembangkan
kegiatan
pariwisata
khususnya duta wisata dalam hal memperkenalkan pariwisata tidak hanya melalui exhibition lokal tetapi juga perlu dalam lingkup nasional dan internasional karena akan bermanfaat memperkuat ketahanan ekonomi suatu wilayah. 2) Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi generasi muda bahwa mereka dapat ikut andil dalam percepatan pembangunan ekonomi, yang salah satunya melalui kegiatan duta wisata. 3) Hasil penelitian bagi pihak lain penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak lain dalam
penyajian informasi untuk
mengadakan penelitian serupa.
1.5 Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya yang membahas tentang kepariwisataan adalah penelitian dari I Nyoman Erawan (1987) yang berjudul “Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Bali: Efek penggandaan pengeluaran wisatawan Terhadap Pendapatan Masyarakat.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya belanja wisata yang dilakukan oleh wisatawan asing dan bagaimana implikasi terhadap pendapatan masyarakat Bali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode model
11
penggandaan pariwisata regional dan metode ekonometrik. Hasil penelitian dari I Nyoman Erawan (1987) dapat disimpulkan bahwa industri pariwisata sudah saatnya dijadikan sektor utama dalam pembangunan ekonomi daerah Bali. Prioritas pengembangan hendaknya lebih mengarah kepada usaha-usaha kecil di sektor penunjang pariwisata. Penelitian kedua dilakukan oleh Ummu Hanifa (2009) dengan judul
“Implementasi
Strategi
Pemasaran
Pariwisata
Pada
Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi pemasaran yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung serta faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian menjelaskan bahwa strategi pemasaran diaplikasikan ke dalam Rencana Jangka Panjang (Renja) dalam bentuk program dan kegiatan. Keseluruhan program pemasaran yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung telah relevan dengan aspek-aspek yang terdapat dalam startegi pemasaran. Implementasi pemasaran yang bertumpu pada program-program sudah berjalan, namun pelaksanaan strategi dilihat dari penerapan empat aspek(produk, harga, distribusi, dan promosi) strategi pemasaran belum dapat berjalan dengan baik, serta belum terdapat ukuran atau indicator yang jelas pada target atau sasaran tahunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi strategi pemasaran pariwisata yaitu adanya koordinasi dan kerja sama yang baik antara kelembagaan organisasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, sumber daya, keamanan, serta analisis
12
kondisi pasar pihak yang berkepentingan dengan masyarakat mempunyai pemahaman yang sama tentang pengembangan pariwisata di provinsi Lampung. Penelitian ketiga yang meneliti tentang pariwisata adalah tesis yang ditulis oleh Muhammad Amri (2012) dengan judul “Promosi Pariwisata di Kabupaten Lahat.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kegiatan promosi di Kabupaten Lahat, dilihat dari dukungan pada pelaksanaan kegiatan promosi pariwisata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian membuktikan bahwa kegiatan promosi yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lahat telah dilaksanakan dengan cara periklanan, penjualan tatap muka, promosi penjualan, dan public relation. Pihak yang melakukan promosi pariwisata antara lain seluruh pegawai di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, masyarakat, dan pemuda yang tergabung dalam bujang dan gadis Kabupaten Lahat. Promosi yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Priwisata melalui rapat-rapat para pejabat dan promosi ke biro perjalanan dianggap lebih efisien dan lebih banyak menarik wisatawan. Penelitian keempat yang meneliti tentang ketahanan ekonomi wilayah pariwisata adalah Cokorda Gede Parta Pemayun (2012) dengan judul “Sikap Masyarakat Terhadap Pembangunan Pariwisata di PulauPulau Terdepan dan Implikasinya terhadap Ketahanan Ekonomi Wilayah (Studi di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau).” Penelitian ini
13
bertujuan untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap pembangunan pariwisata di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau dan implikasi sektor pariwisata terhadap ketahanan ekonomi wilayah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan pariwisata berimplikasi pada ketahanan ekonomi wilayah. Penelitian selanjutnya adalah disertasi yang ditulis oleh Made Heny Urmila Dewi (2014) dengan judul “Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Desa Wisata di Kabupaten Tabanan, Bali.” Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji pemahaman masyarakat lokal atas
keberadaan
desa
wisata;
(2)
Mengkaji
faktor-faktor
yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat; (3) mengkaji strategi pengelolaan sumber daya pariwisata yang mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Kesimpulan dari penelitian ini antara lain: (1) secara umum pemahaman masyarakat atas keberadaan desa wisata cukup baik; (2) partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata di Kabupaten Tabanan, Bali tergolong dalam partisipasi semu. Penelitian Idah Rosida (2014) dengan judul “Partisipasi Pemuda dalam Pengembangan Kawasan Ekowisata dan Implikasinya terhadap Ketahanan Masyarakat Desa (Studi di Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)”, juga memberikan inspirasi kepada
14
peneliti. Penelitian Idah Rosida (2014) bertujuan untuk mengetahui partisipasi pemuda dalam mengembangkan kawasan ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran, kendala yang dihadapi dalam pengembangan ekowisata, dan upaya pemuda dalam pengembangan ekowisata serta implikasinya terhadap ketahanan masyarakat desa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemuda berpartisipasi aktif dalam mengembangkan ekowisata di Gunung Api Purba Nglanggeran. Partisipasi pemuda dalam bentuk pikiran, tenaga, harta benda, keterampilan dan kemahiran, serta partisipasi sosial. Kendala yang dihadapi yaitu partisipasi pemuda yang kurang maksimal, keterbatasan anggaran dan infrastruktur, kondisi lingkungan yang tergantung pada cuaca dan rawan gempa dan longsor, serta kurangnya dukungan dari berbagai pihak. Upaya yang dihadapi oleh pemuda di kawasan ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran antara lain: peningkatan anggaran dan perbaikan infrastruktur melalui kerja sama dengan berbagai pihak;pelestarian sumber daya alam dengan menjadikan kawasan ekowisata, serta mengikuti dan memenangkan perlombaan untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Pengembangan kawasan ekowisata berimplikasi terhadap ketahanan perekonomian masyarakat desa, sosial kemasyarakatan, pelestarian lingkungan alam, pembangunan infrastruktur, serta pengembangan kepemudaan di Desa Nglanggeran.
15
Penelitian I Nyoman Erawan (1987) menekankan pada dampak pariwisata terhadap pendapatan masyarakat, penelitian yang dilakukan oleh Ummu Hanifa (2009) membahas tentang pemasaran pariwisata yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung, penelitian Muhammad Amri (2012) menekankan kepada promosi pariwisata yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Kabupaten Lahat, penelitian Cokorda Gede Parta Pamayun (2012) menekankan pada bagaimana sikap masyarakat terhadap pembangunan pariwisata di pulau-pulau terluar di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau, dan penelitian dari Made Heny Urmila Dewi (2014) menekankan pada partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata di Tabanan, Bali, serta penelitian dari Idah Rosida (2014) yang membahas tentang partisipasi pemuda dalam pengembangan kawasan ekowisata di Gunung Api Purba Nglanggeran dan implikasinya terhadap ketahanan ekonomi desa. Hasil
penelitian di atas membahas tentang kepariwisataan
kaitannya dengan masyarakat secara umum, kecuali penelitian dari Idah Rosida yang membahas tentang partisipasi pemuda. Jika penelitian Idah Rosia (2014) meneliti tentang partisipasi semua pemuda di Desa Nglanggeran, maka penelitian selanjutnya yang akan digali oleh peneliti adalah pemuda yaitu pemuda yang tergabung dalam duta wisata khususnya yang ada di Kabupaten Trenggalek yang mendapat sebutan Kakang Mbakyu. penelitian Idah Rosida juga membahas mengenai
16
kawasan ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran, sedang dalam penelitian ini, peneliti membahas tentang industri kepariwisataan yang ada di Kabupaten Trenggalek. Lebih lanjut peneliti akan membahas peran Kakang Mbakyu dalam memperkenalkan industri kepariwisataan Kabupaten Trenggalek. Hubungan
di
antara duta wisata dengan industri
kepariwisataan akan dikaitkan dengan perkembangan ketahanan ekonomi wilayah di Kabupaten Trenggalek.