BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Pertumbuhan industri penerbangan di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini tidak terlepas dari tuntutan era globalisasi untuk bergerak cepat dan dinamis. Selain itu, industri penerbangan terus melaju seiring tingkat pertumbuhan ekonomi nasional yang bertahan dalam kisaran 5 hingga 6 persen. Peluang semakin terbuka lebar mengingat wilayah geografis Indonesia berupa kepulauan dan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 240 juta orang atau terbesar keempat di dunia. Kondisi ini turut berdampak pada munculnya banyak maskapai penerbangan baru yang siap bersaing dengan maskapai penerbangan lain yang telah ada di Indonesia. Persaingan yang semakin kompetitif ini banyak memotivasi industri penerbangan di Indonesia untuk tidak hanya bersaing dalam harga, namun tetap mengutamakan kualitas, keamanan, dan kenyamanan penumpang. Salah satu maskapai penerbangan terbesar di Indonesia adalah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Perusahaan ini merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang transportasi penerbangan. Sejarah Garuda Indonesia sebagai bagian dari sejarah industri penerbangan komersial di Indonesia dimulai saat masih berjuang merebut kemerdekaan. Pada tanggal 26 Januari 1949, penerbangan komersial pertama dari Calcutta ke Rangoon dilakukan dengan pesawat Douglas DC-3 Dakota bernomor “RI 001” yang bernama “Indonesian Airways”. Di tahun yang sama, pada 28 Desember 1949, pesawat
1
DC-3 lain yang terdaftar sebagai “PK-DPD” dengan logo “Garuda Indonesian Airways” terbang dari Jakarta ke Yogyakarta untuk menjemput Presiden Soekarno.
Penerbangan
ini
merupakan
penerbangan
pertama
dengan
menggunakan nama Garuda Indonesian Airways, nama pemberian Presiden Soekarno. Pada tahun 1950, Garuda Indonesia resmi terdaftar sebagai Perusahaan Negara
dan
terus
mengembangkan
diri
pada
tahun-tahun
berikutnya
(www.garuda-indonesia.com). Sebagai salah satu maskapai penerbangan terbesar di Indonesia, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. terus berproses untuk dapat tetap berkembang dan bersaing di Indonesia dengan mengutamakan kualitasnya. Untuk itu, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. telah menganggarkan dana sejumlah Rp4 triliun untuk membiayai ekspansi dan pengembangan bisnis perseroan pada tahun 2014 ini (www.bisnis.com). Terkait pendanaan tersebut, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. berencana untuk melakukan right issue dengan melepas saham sebesar 10 persen pada kuartal I tahun 2014. Untuk itu, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. telah menujuk penjamin emisi yakni Mandiri Sekuritas, Danareksa Sekuritas, dan Bahana Securities (www.sindonews.com). Menurut Tandelilin (2010: 37) bukti right adalah sekuritas yang memberikan hak kepada pemegang saham lama untuk membeli saham baru perusahaan pada harga yang telah ditetapkan selama periode tertentu. Oleh karena itu, bukti right ini dikenal juga dengan sebutan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) yang diterbitkan melalui penawaran umum terbatas (right issue). Keputusan right issue ini ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dalam penawaran umum terbatas, perusahaan tidak menjual saham
2
barunya kepada masyarakat umum namun menawarkannya kepada para pemegang sahamnya dengan maksud untuk menjaga proporsi kepemilikan. Aksi korporasi ini telah mendapat persetujuan dari para pemegang sahamnya. Selain untuk pengembangan usahanya, right issue ini dilakukan untuk memperkuat struktur permodalan perusahaan sehingga jumlah saham perusahaan dapat bertambah dan diharapkan dengan langkah tersebut dapat meningkatkan likuiditas saham. Dalam Kerangka Acuan Kinerja (KAK) mengenai Pengadaan Pekerjaan Penjamin Pelaksana Emisi dalam rangka Penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) Melalui Penawaran Umum Terbatas (Right Issue) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. November 2013 Nomor: KAK/TIMPRIVATISASI /001/11/13, disebutkan bahwa rencana right issue PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. telah mendapat persetujuan secara kronologis seperti tertuang sebagai berikut. 1.
Surat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat termuat dalam surat No: PW.01/5972/DPRRI/IX/2009 tanggal 16 September 2009 perihal Persetujuan Privatisasi PT Krakatau Steel dan PT Garuda Indonesia.
2.
Peraturan Pemerintah (PP) RI No: 4 Tahun 2011 tentang Perubahan Struktur Kepemilikan Saham Negara Melalui Penerbitan dan Penjualan Saham Baru pada Perusahaan Perseroan PT Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia.
3.
Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2013, yang dilaksanakan pada tanggal 26 April 2013 pada agenda kesebelas. Sebelumnya, pada tanggal 11 Februari 2011, PT Garuda Indonesia telah
memulai langkahnya menuju bursa saham melalui Initial Public Offering/IPO. Pemerintah menyatakan bahwa harga saham PT Garuda Indonesia adalah Rp750,-
3
per lembar dan mengurangi penawaran saham dari 9,362 milyar lembar ke 6,3 milyar lembar saham. Menurut Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar di Jakarta pada 19 Februari 2013, PT Garuda Indonesia mendapat izin untuk IPO dengan melepas 40 persen sahamnya. Namun dalam pelaksanaannya, saham yang ditawarkan hanya sejumlah 30 persen sehingga masih terdapat sisa 10 persen yang belum ditawarkan (www.tempo.co.id). Untuk itu, dalam rencana right issue tahun 2014 ini, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. akan melepas 10 persen saham tersebut. Dalam ketentuan pasal 36 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dinyatakan bahwa saham yang dikeluarkan dalam rangka penambahan modal harus ditawarkan terlebih dahulu kepada setiap pemegang saham seimbang dengan jumlah saham yang dimilikinya (untuk klasifikasi saham yang sama). Jika pemegang saham tidak menggunakan haknya untuk mengambil saham baru yang akan diterbitkan, maka saham-saham baru tersebut akan ditawarkan kepada karyawan. Selanjutnya, jika karyawan tidak menggunakan haknya untuk mengambil saham baru yang akan diterbitkan, maka saham-saham baru tersebut akan ditawarkan kepada pihak luar perusahaan (bukan pemegang saham lama dan juga bukan karyawan). Pada dasarnya, penerbitan saham dalam right issue hanya terbatas pada para pemegang saham lama yang telah ada sebelumnya. Namun demikian, dalam hal pemilik saham lama yang tidak menggunakan hak tersebut, dibutuhkan standby buyer atau pihak yang siap membeli saham yang tidak terjual. Sesuai dengan Peraturan Bapepam No.IX.D.1: Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.26/PM/ 2003 tanggal 14 Juli 2003 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu, dalam
4
penerbitan right issue tidak selalu diperlukan standby buyer. Namun, dalam hal pihak manajemen telah menetapkan dalam prospektus tentang jumlah dana yang akan diterima dari hasil right issue berikut penggunaan dana tersebut, maka harus ada standby buyer yang akan mengambil sisa saham baru yang tidak diambil oleh pemegang saham lama. Uang yang dikeluarkan investor untuk membeli bukti rights akan masuk ke dalam modal perusahaan yang melakukan right issue. Untuk itu, agar keputusan investor/pembeli siaga tepat dan dapat menghasilkan return yang diharapkan, investor perlu melakukan penilaian terlebih dahulu terhadap saham-saham yang dipilihnya. Penilaian saham yang menghasilkan nilai instrinsik ini selanjutnya akan dibandingkan dengan harga pasar saham untuk menentukan posisi jual atau beli terhadap suatu saham perusahaan (Tandelilin, 2010: 301). Kinerja PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. dalam kurun waktu 5 tahun terakhir selalu mencatatkan laba (laba bersih setelah dikurangi pajak), walaupun memang dapat dikatakan fluktuatif di mana mengalami penurunan laba bersih pada tahun 2010 dan 2013, sebagaimana Tabel 1.1. Tabel 1.1 Laba Bersih PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Setelah Dikurangi Pajak Laba Bersih (setelah dikurangi pajak) 1 2009 Rp1,108 triliun 2 2010 Rp515,5 miliar 3 2011 Rp805,5 miliar 4 2012 Rp1,105 triliun 5 2013 Rp110,4 miliar Sumber: Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., 2009-2013 No.
Tahun
5
Penurunan laba bersih yang cukup drastis pada tahun 2010 berkaitan dengan terjadi krisis ekonomi global tahun 2008, hingga pada tahun tersebut, hampir seluruh perusahaan maskapai di dunia mengalami penurunan, baik pendapatan maupun labanya. Selain itu, pada rentang waktu tersebut, terjadi kenaikan harga minyak dunia yang berdampak pada kenaikan harga bahan bakar pesawat. Dengan naiknya harga bahan bakar pesawat ini, terjadi peningkatan beban operasional perseroan yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan pendapatan. Terlebih lagi, kenaikan tersebut juga membuat maskapai dunia membatalkan investasinya (www.solopos.com). Pada tahun 2013, penurunan laba bersih yang lebih drastis terjadi hingga mencapai 89 persen. Selain diakibatkan oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan faktor tingginya harga bahan bakar, hal ini juga merupakan dampak dari investasi yang dilakukan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. dalam jumlah besar berupa penambahan armada untuk menunjang peningkatan operasional dan proses pengembangan Citilink sebagai Low Cost Carrier (LCC) yang beroperasi secara mandiri (www.antaranews.com). Namun demikian, penurunan laba bersih yang terjadi tersebut tidak menyurutkan langkah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. untuk melakukan right issue pada tahun 2014 ini. Selain didukung pertumbuhan pendapatan yang cukup baik, penurunan laba bersih yang ada tidak semata-mata mengacu pada rendahnya kinerja perusahaan. Bahkan, pada tahun 2013, frekuensi penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. baik domestik maupun internasional mengalami peningkatan sebesar 28,1 persen. Investasi yang dilakukan PT Garuda Indonesia
6
(Persero)
Tbk.
pada
tahun
2013
diyakini
dapat
meningkatkan
dan
mengembangkan perusahaan sehingga dapat meraih keuntungan di tahun-tahun mendatang. Dari sisi pergerakan saham, pasca IPO pada 11 Februari 2011, harga saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. berada di bawah harga saham perdananya. Harga saham perdana PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. ditawarkan pada Rp750,- dan ditutup pada Rp620,- per lembarnya pada perdagangan hari pertama di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selanjutnya, dalam proses IPO ini, saham yang terserap pasar hanya sejumlah 52,5 persen atau 3,32 miliar saham dan sisanya 47,5 persen atau 3,008 miliar saham harus diserap penjamin pelaksana emisinya yakni PT Mandiri Sekuritas, PT Bahana Securities, dan PT Danareksa Sekuritas (www.vivanews.com). Hal ini berdampak pada kerugian yang dialami ketiga penjamin emisi tersebut. Setahun setelahnya, tepatnya pada 27 April 2012, CT Corp melalui PT Trans Airways membeli 10,9 persen saham PT Garuda Indonesia pada harga Rp620,- per lembar dengan total sebesar Rp1,53 triliun. Harga ini lebih rendah dari harga terendah yaitu Rp395,- per lembar, tapi masih di bawah harga IPO sebesar Rp750,- per lembar (www.wikipedia.com). Pergerakan saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. sejak IPO hingga awal tahun 2014 ditunjukkan pada Gambar 1.1.
7
Sumber: www.yahoofinance.com Gambar 1.1 Pergerakan Harga dan Volume Perdagangan Saham Garuda Indonesia Pergerakan harga saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. pada tahun 2011 berada pada kisaran Rp400,-. Penurunan harga saham ini sempat memunculkan rencana buy back saham pada tahun 2012. Namun rencana tersebut akhirnya dibatalkan karena perseroan masih membutuhkan banyak dana untuk menjaga dan meningkatkan arus kas (cash flow) perseroan. Selain itu, batalnya rencana buy back saham ini juga dipengaruhi oleh meningkatnya harga saham perseroan di pasar pada akhir tahun 2011 hingga 2012 (www.beritasatu.com). Pada pertengahan tahun 2012, harga saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mengalami peningkatan setara dengan harga penawarannya saat IPO sebesar Rp750,-, bahkan sempat menyentuh level tertinggi Rp770,- (www.neraca.co.id). Selanjutnya, harga saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. tahun 2013 berada pada level stagnan dengan harga tertinggi Rp680.- (www.kompas.com) dan pada awal tahun 2014 berada pada kisaran Rp480.- - Rp495,-.
8
Estimasi akan nilai pasar wajar saham dapat memberikan informasi bagi perusahaan maupun investor. Dalam hal perusahaan adalah BUMN, di mana sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah, terdapat potensi kerugian pemerintah/negara apabila harga penawaran sahamnya terlalu rendah dibanding nilai wajarnya. Demikian pula sebaliknya, apabila harga yang ditawarkan terlalu tinggi dari nilai wajarnya, investor tidak akan berinvestasi pada perusahaan tersebut. Pergerakan saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. yang secara umum berada di bawah harga saham perdananya saat IPO ini memunculkan suatu indikasi bahwa harga penawaran saat IPO overvalued atau berada di atas nilai pasar wajarnya. Selain itu, adanya opini bahwa kinerja perseroan yang belum memuaskan turut menjadi alasan harga sahamnya yang cenderung stagnan (www.vibiznews.com). Estimasi nilai pasar wajar saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. ini akan dilakukan dengan menggunakan 2 pendekatan yakni discounted cash flow method dan relative valuation method. Dalam Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor Kep-340/BL/2009 tanggal 5 Oktober 2009 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Usaha dinyatakan bahwa perusahaan paling tidak harus menggunakan dua metoda pendekatan dalam melakukan penilaian dari tiga metoda pendekatan yang diakui yaitu pendekatan pendapatan, pendekatan pasar, dan pendekatan aktiva. Topik ini menarik untuk diteliti karena selain adanya indikasi terkait penetapan nilai saat IPO dan kinerja perusahaan di atas, komposisi kepemilikan pemerintah akan mengalami dilusi menjadi sekitar 60 persen, sementara saham
9
publik naik menjadi 40 persen. Di sisi lain, dalam hal ini harga saham dan waktu pelaksanaan right issue menjadi isu yang sensitif, terlebih lagi saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. baru saja keluar dari perhitungan indeks LQ 45 pada Agustus 2013 karena terjadinya penurunan transaksi (detikfinance.com). Selanjutnya, laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah disusun secara lengkap, disajikan sesuai ketentuan Bapepam-LK dan telah diaudit oleh kantor akutan publik sehingga memudahkan penelitian. 1.1.1 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah penelitian ini adalah adanya potensi kerugian yang akan dialami perusahaan maupun pemerintah/negara apabila tidak dilakukan penilaian saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. dengan tepat. Apabila harga penawaran saham tersebut terlalu rendah dibanding nilai wajarnya, maka dana yang diperoleh tidak maksimal dan perusahaan maupun pemerintah/negara akan mengalami kerugian. Demikian pula sebaliknya, apabila harga yang ditawarkan terlalu tinggi dari nilai wajarnya, investor tidak akan berinvestasi pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai penilaian saham perusahaan telah banyak dilakukan, baik di Indonesia maupun di luar negeri diantaranya oleh Fernandez (2009), Arezzo, Plastino, dan Shaked (2010), Mandyara (2010), Yonimurwanto (2010), Nurbiyanto (2011), Riyanto (2013), Rahmanto (2013), dan Widiantoro (2013) sebagaimana Tabel 1.2 berikut.
10
Tabel 1.2 Penelitian Saham Perusahaan Peneliti Fernandez (2009)
Alat Analisis Perbedaan 10 Discounted metoda DCF dan 9 cash flow teori yang paling sering digunakan untuk menilai perusahaan dengan menggunakan discounted cash flow Penelitian
Hasil Penelitian Penelitian menunjukkan bahwa 10 metoda yang digunakan dalam menilai perusahaan dengan discounted cash flow memberikan nilai yang sama.
Arezzo, Metoda penilaian Relative Plastino, dan dengan pendekatan valuation Shaked (2010) data pasar dengan aplikasi multiple/ angka pengganda
Penggunaan multiple dalam penilaian disesuaikan dengan kondisi perusahaan, contohnya perusahaan yang masih baru dan perusahaan dalam kondisi kesulitan keuangan/ bangkrut.
Mandyara (2010)
Evaluasi nilai wajar saham PT Jakarta Propertindo Assesment
Discounted cash flow dan relative valuation
Harga saham PT Jakarta Propertindo Assesment yang diperdagangkan di BEI bila dibandingkan dengan estimasi nilai wajarnya mengalami undervalued.
Yonimurwanto (2010)
Penentuan nilai wajar/intrinsik saham PT. Bank Muamalat Tbk dalam rangka right issue tahun 2010
Discounted cash flow, relative valuation, dan Residual Income Model
Rekonsiliasi dari metodametoda yang digunakan menghasilkan indikasi nilai wajar saham sebesar Rp1.139,-. Kesimpulan harga saham penawaran right issue Rp.1.160,dibanding nilai instrinsiknya adalah overvalued.
11
Peneliti
Penelitian
Alat Analisis Discounted cash flow, relative valuation, dan Residual Income Method
Hasil Penelitian
Nurbiyanto (2011)
Estimasi nilai wajar ekuitas PT Semen Baturaja (Persero) dalam rangka privatisasi tahun 2011
Estimasi nilai wajar ekuitas PT Semen Baturaja (Persero) adalah Rp3.382.593.000.000,00 dengan batas terendah Rp3.128.899.000.000,00 dan batas tertinggi Rp3.636.288.000.000,00.
Riyanto (2013)
Estimasi harga wajar saham PT Waskita Karya saat penawaran umum perdana tahun 2012
Discounted cash flow dan relative valuation
Harga saham PT Waskita Karya (Persero) yang diperdagangkan di BEI bila dibandingkan dengan estimasi nilai wajarnya mengalami undervalued.
Rahmanto (2013)
Estimasi nilai pasar wajar saham PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. dalam rangka privatisasi melalui Right Issue tahun 2013
Discounted cash flow dan relative valuation
Estimasi nilai pasar wajar saham PT Antam (Persero) Tbk. per 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp1.395,00 per lembar saham dengan batas bawah Rp1.290,00 dan batas atas Rp 1.499,00.
Widiantoro (2013)
Estimasi nilai intrinsik saham PT Inti Bangun Sejahtera Tbk. terkait Unusual Market Activity tahun 2012
Discounted cash flow dan relative valuation
Estimasi nilai intrinsik saham PT Inti Bangun Sejahtera Tbk. pada saat pelaksanaan IPO tanggal berada pada kisaran batas atas Rp5.515,43 dan batas bawah Rp4.745,84.
Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian sebelumnya di mana dalam penelitian ini digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan discounted cash flow dengan menggunakan free cash flow to equity model, dan relative valuation method dengan menggunakan equity multiple yaitu price to book value (PBV) dan price to sales ratio (P/S). Namun demikian, objek dan waktu penelitian membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
12
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka dapat ditetapkan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah melakukan estimasi atas nilai pasar wajar saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. dalam rangka right issue tahun 2014. 1.3.2 Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. bagi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. dan pemerintah, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk menentukan harga penawaran saham yang wajar pada saat penambahan saham baru; 2. bagi investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan sebagai bahan pertimbangan dalam keputusan terkait investasi terhadap saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.; 3. bagi penilai, akademisi dan peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan referensi bagi yang tertarik pada bidang penilaian bisnis, khususnya mengenai penentuan nilai wajar saham perusahaan dalam rangka right issue. 1.4 Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun menjadi empat bab. Bab I adalah pendahuluan yang berisi uraian mengenai latar belakang, rumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II adalah tinjauan pustaka dan alat analisis, berisi uraian tentang tinjauan pustaka, landasan teori, serta data dan alat analisis yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian.
13
Bab III adalah analisis dan pembahasan, berisi tentang gambaran umum perusahaan, analisis makroekonomi dan prospek perusahaan, serta proses penilaian berdasarkan metoda-metoda yang berbeda dan rekonsiliasi untuk menghasilkan estimasi nilai akhir. Bab IV adalah penutup, berisi uraian tentang kesimpulan hasil penelitian yang didapatkan sebagai jawaban dari tujuan penelitian dan saran sebagai sumbangan pemikiran, serta keterbatasan dalam penelitian ini.
14