BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan
di
industri
penerbangan
Indonesia
semakin
meningkat,
ditunjukkan dengan semakin banyak pemain maskapai penerbangan yang masuk ke pasar Indonesia, tidak hanya maskapai domestik, tetapi juga maskapai internasional. Ukuran pasar domestik yang besar menarik para maskapai penerbangan untuk masuk berkompetisi di industri penerbangan Indonesia. Data dari Centre for Asian Pasific Aviation (CAPA) (2010) menunjukkan bahwa pasar domestik Indonesia merupakan yang terbesar nomor dua belas di seluruh dunia. Situasi kompetisi ini ditunjang juga dengan pertumbuhan daya beli konsumen kelas menengah dan mobilisasi konsumen yang semakin tinggi, sehingga mendorong perusahaan maskapai penerbangan untuk dapat lebih cermat lagi membaca keinginan pasar dan memberikan pilihan kepada konsumen. Dalam artikel yang ditulis oleh The-Marketeers.com (2014), disebutkan jumlah penumpang untuk penerbangan domestik meningkat cukup signifikan dari 110 juta orang di tahun 2013 menjadi 115 juta tahun 2014 atau sekitar 15 persen, segmen pasar penerbangan sendiri juga terbagi menjadi tiga, yaitu segmen penerbangan kelas premium (full service) dengan pangsa pasar 30 persen , kelas menengah (middle-up) dengan pangsa pasar 40 persen, dan kelas menengah
1
bawah (middle-low) atau dikenal dengan low cost carrier (LCC), dengan pangsa pasar 30 persen. Maskapai penerbangan berbiaya murah atau low cost carrier saat ini tengah menjadi primadona di pasar penerbangan dunia. Kehadiran budget airlines atau LCC menjawab kebutuhan konsumen di kelas menengah sebagai alternatif alat transportasi untuk bepergian meskipun dengan budget yang terbatas. Evangelho dan Huse (2007) mengungkapkan bahwa LCC (low cost carrier) atau penerbangan berbiaya murah merupakan model strategi pemasaran yang diperkenalkan oleh Southwest Airlines pada tahun 1970. Beberapa karakteristik dari maskapai low cost carrier (LCC) atau penerbangan berbiaya murah adalah standarisasi pada kabin dan armada pesawat, menghilangkan tipe kelas bisnis dalam layanan, mengurangi atau menghilangkan layanan dalam pesawat (atau dengan kata lain, layanan tetap diberikan namun biaya diluar harga tiket), menyederhanakan proses ticketing melalui teknologi IT dengan menggunakan tiket elektronik, beroperasi pada penerbangan-penerbangan jarak pendek (poin to poin), menyederhanakan atau menghilangkan program mileage (member), menggunakan bandara sekunder (selain bandara utama) untuk meminimalisir biaya layanan bandara pada jam sibuk (rush hour), memanfaatkan penggunaan armada pesawat secara maksimal untuk meminimalisir biaya perawatan armada. Arif Wibowo, dalam artikel Republika (2014) menyebutkan bahwa bisnis penerbangan low cost carrier (LCC) memperlihatkan kecenderungan untuk terus meningkat pesat, terutama di kawasan Asia Tenggara yang diikuti penambahan
2
jumlah armada yang mencapai 500 unit pesawat LCC pada 2013. Hal ini juga mempengaruhi trend di Indonesia. Perkembangan segmen pasar low cost carrier Indonesia yang terus bertumbuh setiap tahunnya mulai menarik maskapai penerbangan domestik dan Internasional itu masuk ke pasar tersebut. Beberapa maskapai penerbangan melakukan perubahan pada strategi dengan masuk ke pasar low cost carrier dan menjadi alternatif maskapai penerbangan berbiaya murah untuk dapat menjangkau segmen pasar menengah bawah (middle-low). Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carrier Association (INACA), Tengku Burhanuddin dalam artikel yang ditulis oleh Kompas (2012) menyebutkan bahwa bisnis penerbangan saat ini tengah menjadi trend, dimana low cost carrier masih menjadi favorit masyarakat kelas menengah dalam bepergian, hal ini menyebabkan peningkatan pemakaian jasa untuk maskapai penerbangan berbiaya murah atau LCC. Hal ini diperkuat oleh Arif Wibowo, CEO maskapai LCC Citilink,
dalam
artikel
yang
ditulis
dalam
Republika
(2014),
beliau
mengungkapkan bahwa di Indonesia sendiri untuk pertumbuhan pasar LCC meningkat tajam dan bertumbuh pesat, hal ini dapat dilihat dari jumlah pesawat LCC yang mencapai 200 unit hingga akhir tahun 2013. Pertumbuhan budget travelers juga mendorong meningkatnya persaingan di antara maskapai penerbangan low cost carrier untuk menjadi pilihan bagi konsumen. Pertumbuhan pasar LCC di Indonesia, persaingan yang ketat antar maskapai LCC dan karakteristik konsumen Indonesia yang unik, tidak membuat semua maskapai penerbangan dapat bertahan, Tiger Airways yang sukses di pasar
3
penerbangan LCC Singapura dan Malaysia, akhirnya mundur dan menutup operasionalnya di Indonesia karena pailit dan kalah jumlah penumpang. Hal ini menunjukkan dengan keruhnya pasar penerbangan Indonesia, para maskapai ini harus memiliki keunggulan bersaing yang berbeda dibandingkan pesaing yang juga mengusung strategi low cost carrier maupun full service. Tabel 1.1 Posisi Maskapai Penerbangan di Indonesia
Sumber : Centre for Asian Pasific Aviation (2012)
Maskapai penerbangan yang masuk ke dalam kategori pure low cost hanyalah Indonesia Air Asia sedangkan kategori low cost ditempati oleh tiga maskapai penerbangan yaitu Lion Air, Citilink, dan Wings Air. Pengamat penerbangan, Alvin Lie, dalam VivaNews (2012) mengungkapkan persaingan di pasar LCC Indonesia mengerucut pada tiga pemain besar yaitu Indonesia Air Asia, Citilink, dan Lion Air. Masing-masing memiliki kelebihan atau keunggulannya, Indonesia Air Asia memiliki keunggulan sebagai bagian dari Air Asia Bhd sehingga ekuitas merek sendiri sudah kuat, Citilink yang merupakan anak usaha Garuda Indonesia dapat diuntungkan dengan citra merek dari induk perusahaannya yaitu Garuda
4
Indonesia, sedangkan Lion Air memiliki keunggulan dari segi armada sehingga memiliki rute yang lebih banyak dibandingkan dengan pesaingnya. Tabel 1.2 Perbandingan maskapai penerbangan LCC di Indonesia Perbandingan Pangsa pasar (% dari penumpang) Pangsa pasar (% dari kapasitas kursi) Pangsa pasar (% dari jumlah rute) Frekuensi penerbangan domestik Jumlah Armada Jumlah Rute Penerbangan Domestik Jumlah hub
Maskapai Penerbangan Low Cost Carrier Lion Air Citilink Indonesia Air Asia 43% 7% 5% 41,2% 8,2% 3,7% 16% 6% 3% 226 152 126 100 unit 25 unit 37 unit 36 rute 28 rute 9 rute 2 hub 2 hub 5 hub
Sumber : Annual Report Lion Air, Citilink, Air Asia (2013), Sindo (2014)
Salah satu ciri lain dari maskapai penerbangan maskapai berbiaya murah atau LCC ,dalam artikel yang ditulis oleh Suara Surabaya (2015) adalah melakukan ekspansi promosi yang agresif untuk memperkuat positioning di pasar. Perreault dan McCharty (2005) menambahkan, positioning menjadi isu yang penting ketika pesaing memposisikan diri sama dan memberikan penawaran yang hampir sama dengan perusahaan. Posisi sebuah maskapai di pasar menjadi penting untuk menunjukkan differensiasi atau perbedaan antara merek maskapai yang satu dengan maskapai yang lain. Merek merupakan hal yang penting bagi dunia pemasaran saat ini, termasuk dalam industri penerbangan. Merek membantu konsumen untuk mengenali produk atau jasa dan membedakannya dari pesaing.
5
Surovitskikh dan Lubbe (2008) dalam Wen dan Yeh (2010) menyebutkan maskapai dapat melakukan strategi positioning untuk
membedakan kualitas
layanannya bagi pelanggan atau konsumen potensial mereka dibandingkan dengan pesaing. Positioning merek ini yang akan mempengaruhi seorang konsumen dalam mempersepsikan produk atau jasa yang akan digunakannya. Positioning akan membantu menjembatani antara konsumen dan produk atau merek ditengah pasar yang kompetitif tersebut. McAlexander,et.,al (1993) dalam Gursoy,
et.,al
(2005)
menyebutkan
juga
bahwa
strategi
positioning
mempengaruhi keberhasilan tujuan jangka panjang dan keuangan perusahaan. Kompetisi para maskapai penerbangan di pasar penerbangan low cost carrier membuat alternatif pilihan konsumen semakin tinggi, mendorong perusahaan untuk menguatkan merek mereka dan mengembangkan strategi untuk memperkuat posisi merek di pasar. Positioning merek membantu perusahaan untuk menyampaikan nilai superior kepada pelanggan dan konsumen. Rise dan Trout (1986) dalam Manhas (2010) mengungkapkan tiga alasan pentingnya dilakukan positioning, Pertama, karena saat ini konsumen hidup dalam masyarakat yang over communicated, sehingga sangat banyak informasi yang harus diterima oleh konsumen. Kedua, dalam pikiran konsumen telah dikembangkan sistem pertahanan untuk menghadapi informasi yang berlebihan. Ketiga, untuk dapat mencapai pikiran konsumen harus dilakukan dengan pembentukan pesan yang fokus dan sederhana. Konsumen akan mengenali
6
produk terlebih dahulu dan manfaat yang dapat dirasakan kemudian membandingkannya dengan produk lain sebelum membuat keputusan pembelian.
1.2 Perumusan Masalah Pengamat penerbangan, Alvin Lie, dalam Antara (2013) mengungkapkan bahwa maskapai LCC di Indonesia hanya berfokus pada pemasaran yang menawarkan tarif murah bagi konsumen, meskipun harga tidak menjadi pilihan konsumen yang utama. Hal ini yang membuat posisi di maskapai penerbangan di pasar LCC Indonesia sangat kompetitif. Persaingan atau kompetisi yang ketat dalam pasar LCC dipengaruhi terutama oleh kesamaan penawaran harga bagi konsumen, hal ini membuat tidak adanya pembeda yang pasti antara maskapai LCC yang satu dengan maskapai LCC yang lain, selain keunggulan harga. Perreault dan McCharty (2005) mengungkapkan bahwa konsep positioning menjadi penting untuk menunjukkan differensiasi atau perbedaan yang ada ketika perusahaan memiliki keunggulan yang sama dengan pesaing. Namun, meskipun maskapai LCC telah melakukan positioning, konsumen masih sulit untuk membedakan keunggulan maskapai yang satu dengan yang lain. Hal ini terbukti dengan rendahnya pangsa pasar Indonesia Air Asia dan Citilink yang memang mengedepankan konsep low cost dibandingkan dengan pangsa pasar maskapai Lion Air. Melihat hal ini, penting bagi perusahaan untuk
7
menciptakan keunggulan atau keunikan melalui merek dan strategi positioning agar dapat bersaing di dalam pasar LCC atau penerbangan berbiaya murah di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti ingin menganalisis posisi (positioning) maskapai penerbangan LCC di Indonesia berdasarkan pada persepsi konsumen, dengan tidak hanya mendasarkan pada harga murah.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pada permasalahan yang ada, peneliti merumuskan dua pertanyaan utama dalam penelitian ini, yaitu : 1
Apakah persepsi konsumen terhadap maskapai penerbangan berbiaya murah (LCC) sesuai dengan yang ingin diposisikan oleh maskapai tersebut?
2
Bagaimana positioning dari maskapai penerbangan berbiaya murah (LCC) berdasarkan pada persepsi konsumen?
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penelitian ini yaitu, pertama, untuk menganalisis kesesuaian antara persepsi konsumen maskapai penerbangan berbiaya murah (LCC) dengan yang ingin diposisikan oleh tiga maskapai LCC yaitu Citilink, Air Asia, dan Lion Air. Kedua, menganalisis posisi dari masingmasing maskapai LCC tersebut dengan mendasarkan pada persepsi konsumen.
8
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat digunakan dari hasil penelitian ini adalah, a
Memberi kontribusi bagi manajer pemasaran dari maskapai LCC dalam memformulasikan strategi pemasaran yang lebih efektif agar dapat lebih tepat sasaran dan dapat menyampaikan value yang berbeda kepada konsumen.
b
Memberi kontribusi bagi manajer pemasaran untuk meningkatkan atribut-atribut jasa atau pun merek, yang paling berkaitan dengan perusahaan maskapai penerbangan LCC
c
Menambah wawasan dan informasi untuk penelitian analisis posisi maskapai
penerbangan
multidimensional
scalling,
LCC
dengan
karena
menggunakan
penelitian
mengenai
metode posisi
(positioning) maskapai penerbangan terutama LCC di Indonesia masih belum banyak dilakukan.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Lingkup penelitian merupakan batasan pada penelitian ini sehingga penelitian menjadi lebih terfokus dan terarah, yaitu a
Maskapai penerbangan yang diteliti oleh peneliti adalah maskapai penerbangan yang mengusung konsep low cost carrier dan telah berada di pasar low cost carrier Indonesia minimal dua tahun dengan rute penerbangan domestik, sehingga merek maskapai penerbangan
9
yang akan diteliti terbatas menjadi tiga maskapai utama yaitu Lion Air, Air Asia, dan Citilink. b
Responden pada penelitian ini adalah konsumen di Yogyakarta yang memiliki pengalaman menggunakan ketiga maskapai ini dengan minimal dua kali terbang dengan rute domestik Jogja-Jakarta. Pembatasan pada rute domestik didasarkan pada data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (2014), jumlah penumpang domestik di bandara-bandara Indonesia terus meningkat, salah satunya adalah keberangkatan dari bandar udara Yogyakarta menuju Jakarta mengalami peningkatan hingga 7,38 persen, dimana hal ini berdampak pada penambahan frekuensi penerbangan. Beberapa maskapai penerbangan mengajukan tambahan frekuensi penerbangan seperti Air Asia yang mulai melayani penerbangan dengan rute YogyakartaJogjakarta dari dua kali menjadi empat kali dalam satu hari, Citilink melayani empat kali penerbangan dalam satu hari, sedangkan Lion Air melayani sembilan kali penerbangan dalam satu hari.
c
Waktu penelitian yang diperkirakan akan membutuhkan satu bulan untuk mengumpulkan data dari seluruh responden di Yogyakarta yang menggunakan maskapai penerbangan low cost carrier dengan rute penerbangan domestik Yogyakarta menuju Jakarta. \
10
1.7 Sistematika Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti perlu menggambarkan secara jelas mengenai hal yang akan dibahas dengan merumuskan sistematika penulisan yang baik. Penulisan tesis ini terbagi ke dalam lima bab dengan masing-masing bab dibagi lagi ke dalam beberapa sub-bab. Sistematika penulisan tesis ini adalah sebagai berikut : Bab I berisi latar belakang yang menjelaskan tentang alasan-alasan konstekstual dan dasar penelitian ini dilakukan, perumusan masalah yang akan diteliti oleh peneliti, manfaat penelitian secara praktis dan akademis, tujuan penelitian yang ingin dicapai melalui penelitian ini, dan sistematika penulisan yang menggambarkan skema penulisan pada tesis ini. Bab II membahas mengenai landasan teori yang akan digunakan untuk menunjukkan konsep-konsep secara teoritis yang dapat mendukung dan menguatkan penelitian ini. Dalam bab ini dijelaskan juga penelitian-penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya dan perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Bab III berisi metodologi penelitian yang menjelaskan mengenai jenis penelitian yang dipilih oleh peneliti untuk menggambarkan fenomena dalam penelitian ini, teknik pemilihan populasi dan sampel yang akan digunakan dan teknik analisis data yang akan digunakan untuk menjelaskan fenomena dalam penelitian ini.
11
Bab IV menjelaskan mengenai hasil penelitian yang didapatkan oleh peneliti dan pembahasan hasil penelitian tersebut yang dianalisis dengan menggunakan konsep-konsep teoritis yang telah dijelaskan pada Bab II. Bab V menerangkan kesimpulan dari hasil penelitian ini berdasarkan pada hasil pembahasan dan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti. Selain itu juga disertakan saran-saran yang bersifat praktis dan akademis.
12